EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN MODEL KOMPENSASI NON UANG UNTUK PENGADAAN LAHAN INFRASTRUKTUR JALAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN MODEL KOMPENSASI NON UANG UNTUK PENGADAAN LAHAN INFRASTRUKTUR JALAN"

Transkripsi

1 EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN MODEL KOMPENSASI NON UANG UNTUK PENGADAAN LAHAN INFRASTRUKTUR JALAN TAHUN ANGGARAN i -

2 KATA PENGANTAR Ringkasan Eksekutif ini merupakan ringkasan laporan penelitian yang menjelaskan mengenai sejumlah alternatif kompensasi non-uang yang diberikan kepada masyarakat terdampak terutama untuk pembangunan infrastruktur jalan. Secara garis besar sebenarnya ringkasan eksekutif ini lebih sebagai pengantar bagi pembaca untuk memahami bagaimana kompensasi non-uang diterapkan di Indonesia. Diharapkan dengan membaca ringkasan eksekutif ini, ada keinginan untuk mendalami bagaimana sesungguhnya kompensasi non-uang diterapkan. Mengingat sifatnya yang berupa ringkasan maka banyak pembahasan yang dipadatkan dan ada juga beberapa yang sengaja tidak dimasukkan karena dirasa tidak terlalu penting. Oleh karenanya jika pembaca ingin memahami benar maka sangat disarankan untuk juga membaca Laporan Akhir Penelitian sehingga bisa mendapatkan gambaran yang holistic dan komprehensif. Pelaksana Kegiatan menyadari bahwa Ringkasan Eksekutif ini masih jauh dari sempurna dan sangat membutuhkan penyempurnaan atau masukan. Oleh karena itu, tanggapan positif dari pembaca akan memperkuat dan menyempurnakan Ringkasan Eksekutif ini. Surabaya, November 2011 Tim Pelaksana - ii -

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iiii 1 PENDAHULUAN KERANGKA KONSEPTUAL Mekanisme Pengadaan Tanah untuk Infrastruktur Jalan Permasalahan dalam Pengadaan Tanah Menurut Naskah Akademik RUU Pengadaan Tanah Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN Alternatif Kompensasi Non Uang Sertifikasi sebagai Bentuk Kompensasi Non Uang Bentuk Lain Kompensasi Non Uang: Pembangunan Fasos Peluang Lain dalam Pemberian Kompensasi Non Uang Permasalahan Pengadaan Tanah: Temuan Lapangan Usulan Model Pengadaan Tanah KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA iii -

4 1 PENDAHULUAN Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Peran infrastruktur dalam pembangunan dapat dilihat dari kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi yang implikasinya terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Salah satu infrastruktur yang dirasa mampu meningkatkan perekonomian adalah infrastruktur jalan. Hal ini dibuktikan melalui sejumlah penelitian yang pernah dilakukan. Meskipun demikian pada kenyataannya pelaksanaan di lapangan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Salah satu kendala yang menghadang adalah proses pengadaan lahan yang tidak berjalan mulus. Di sisi lain untuk pembangunan jalan yang menggunakan dana yang berasal dari lembaga donor seperti ADB dan World Bank dituntut untuk membuat dokumen LARAP (Land Acquisition and Resettlement Action Plan). Dalam pelaksanaan di lapangan, kompensasi yang diberikan kepada masyarakat kebanyakan berupa uang tunai dengan program cash and carry. Meskipun tidak menutup kemungkinan juga untuk kompensasi yang tidak berupa uang tunai. Berdasarkan hal tersebut, maka Balai Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan mencoba membuat pedoman yang menjelaskan mengenai kompensasi non-uang untuk pengadaan lahan infrastruktur jalan. Untuk kegiatan pada tahun pertama ini penelitian difokuskan pada usaha untuk mencari berbagai macam alternatif kompensasi non-uang yang pernah dilakukan oleh sejumlah institusi. Alternatif ini akan menjadi dasar dalam penyusunan model yang akan dilakukan pada tahun berikutnya. Berdasarkan uraian di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: Apa saja alternative kompensasi nonuang yang pernah dilakukan dalam pengadaan lahan untuk infrastruktur jalan di Indonesia, sehingga hasil dari penelitian yaitu teridentifikasinya alternatif kompensasi non-uang dalam pengadaan lahan untuk infrastruktur jalan

5 2 KERANGKA KONSEPTUAL Secara garis besar kerangka konseptual yang mendasari penelitian ini adalah kebijakan mengenai pengadaan tanah yaitu PerPres No. 36 Tahun 2005 jo. Perpres No. 65 Tahun 2005 dan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun Kemudian ditambah dengan guidelines LARAP dari IFC yang merupakan bagian dari World Bank serta diperkaya dengan dengan Draft RUU Pengadaan Tanah. 2.1 Mekanisme Pengadaan Tanah untuk Infrastruktur Jalan Berdasarkan pada penjelasan di atas maka secara garis besar terdapat 3 instansi yang terlibat dalam pengadaan tanah, yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN), Instansi yang memerlukan tanah, dan Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota). Peran dan tugasnya masing-masing dalam bentuk bagan dapat dilihat pada gambar 2.1. sementara gambar 2.2 menggambarkan mekanisme pengadaan tanah untuk infrastruktur jalan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga. Gambar 2-1 Instansi yang Terkait dengan Proses Pengadaan Tanah - 2 -

6 TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV TAHAP V PERMOHONAN DAN PERSETUJUAN LOKASI SOSIALISASI, INVENTARISASI DAN TIM PENILAI HARGA TANAH MUSYAWARAH DAN DAFTAR NOMINATIF PEMBAYARAN DAN SURAT PELEPASAN HAK (SPH) PENITIPAN UGR KE PENGADILAN DAN PENCABUTAN HAK Survey/Pemetaan Koridor Trase Jalan Ditjen Bina Marga Pengadaan Tim Penilai Harga Tanah PPT Rekomendasi Harga Nyata (Pasar) Tim Penilai Harga Tanah Ya Musyawarah Ganti Rugi Tanah PPT, Pemegang Hak Tanah, TPT Penyediaan Dana Pengadaan Tanah Investor/Ditjen Bina Marga Surat Pelepasan Hak, Penyerahan Girik, HGB, SHM Pemegang Hak Tanah Rencana Alinyemen Horisontal, Vertikal dan Intersection Pengumuman Hasil Inventarisasi Tanah, Bangunan dan Tanaman Sepakat Sepakat < 120 hari Tidak Permintaan Dana Kepada Badan Usaha/Instansi Pembayaran Ganti Kerugian Tanah Ditjen Bina Marga PPT TPT TPT, PPT, Pemegang Tanah Rencana Ruang Milik Jalan (RUMIJA) Ditjen Bina Marga Permohonan SP2LP Ditjen Bina Marga Penerbitan SP2LP Gubernur/Walikota/Bupati Pembuatan Daftar dan Peta Inventaris Tanah, Bangunan dan Tanaman Ditjen Bina Marga Pematokan Batas Rumiija, Inventarisasi Tanah, Bangunan dan Tanaman PPT Sosialisasi Rencana Pengadaan Tanah PPT, Pemegang Hak, TPT Tidak Surat Keputusan Penetapan Harga Tidak Ya PPT Sepakat Ajukan Keberatan ike Bupati/Walikota/Gubernur/ Mendagri Pemegang Hak atas Tanah > 120 hari Ya Penyusunan Daftar Nominatif dan Daftar Pembayaran PPT, TPT Ya Sepakat Pengukuhan/Perubahan SK Harga Sebelumnya Bupati/Walikota/Gubernur/ Mendagri PENGADAAN TANAH SELESAI Tidak Titip ke Pengadilan (Konsinyasi) PPT/TPT Usul Penyelesaian dengan Pencabutan Hak (UU No. 20/ 1961) Bupati/Walikota/Gubernur/ Mendagri Konsultasi Penyelesaian dengan Pencabutan Hak BPN, Menteri Terkait. Menkumham Rapat Persiapan Pengadaan Tanah PPT, TPT Permohonan Mulai Pengadaan Tanah ke PPT Usulan Penyelesaian dengan Pencabutan Hak kepada Presiden BPN, Menteri Terkait. Menkumham Ditjen Bina Marga Keputusan Pencabutan Hak Presiden Gambar 2-2 Mekanisme Pengadaan Tanah (Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga) - 3 -

7 2.2 Permasalahan dalam Pengadaan Tanah Menurut Naskah Akademik RUU Pengadaan Tanah Jika Bina Marga mengidentifikasi sejumlah masalah dalam pengadaan tanah, maka telaah praxis-empiris dalam Naskah Akademik RUU Pengadaan tanah juga mengidentifikasi persoalan dalam pengadaan tanah sebagai berikut: 1. Besaran Nilai Ganti Kerugian 2. Keengganan Masyarakat 3. Hambatan karena Hukum 4. Efektivitas Penitipan Uang Ganti Kerugian di Pengadilan 5. Administrasi Pertanahan 6. Efektivitas Penitipan Uang Ganti Kerugian di Pengadilan 7. Administrasi Pertanahan 8. Pembekuan Tanah secara Administratif 9. Lembaga Penilai Tanah 2.3 Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibangun suatu kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut Pembangunan Infrastruktur Jalan Kebutuhan Tanah Pemberian Kompensasi PerPres PerKaBPN Uang Tunai Non Uang Tunai Model LARAP IFC Model Resettlement ADB ALTERNATIF KOMPENSASI NON UANG Gambar 2-3 Kerangka Pemikiran Penelitian - 4 -

8 3 METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah pemberian kompensasi non-uang dalam pengadaan lahan untuk infrastruktur jalan dengan desain penelitian berupa penelitian kualitatif. Moleong (2010: 6) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut, 1. Observasi, dilakukan untuk melihat langsung bagaimana pelaksanaan pengadaan tanah serta pemberian kompensasi 2. Wawancara dilakukan untuk menggali data dan informasi dari informan kunci. Wawancara dilakukan dengan 3 teknik yaitu, Wawancara informal, terutama dilakukan kepada warga terkena proyek yang memperoleh kompensasi Wawancara tidak terstruktur, terutama dilakukan kepada para pelaksana di lapangan Wawancara semi terstruktur, terutama dilakukan kepada para pemimpin selaku pengambil kebijakan 3. Focus Group Discussion dilakukan untuk menggali data dan informasi kepada stakeholder terkait secara langsung yang lebih dari 3 orang tetapi kurang dari 10 orang 4. Triangulasi Data dilakukan untuk menghindari adanya key informant bias, yaitu kecenderungan peneliti untuk menggantungkan sebagian besar informasi dari sejumlah kecil informan yang tidak mencerminkan unit analisis keseluruhan termasuk juga untuk menghindari adanya leading question dalam proses wawancara yang dilakukan 5. Studi Literatur dan Data sekunder dilakukan untuk membangun model sebagai salah satu cara mensiasati keterbatasan yang ada di lapangan. Selain itu juga untuk memperkaya penelitian termasuk pencarian informan kunci Analisis data dalam penelitian dilakukan dengan tahap sebagai berikut: - 5 -

9 1. Mempelajari temuan lapangan mengenai pengadaan tanah di sejumlah lokasi baik yang berasal dari hasil wawancara dan FGD ataupun hasil pengamatan langsung tim peneliti sendiri 2. Mengkategorisasi dengan melakukan pemilahan terhadap hal-hal berikut: a. Karakteristik masyarakat terdampak b. Masalah dalam pengadaan tanah yang terjadi di lapangan c. Usaha yang dilakukan oleh para pelaksana langsung di lapangan untuk mengatasi masalah tersebut 3. Mengkaitkan apakah kebijakan yang berlaku saat ini termasuk juga LARAP versi luar negeri sudah mengakomodasi usaha para pelaksana dalam mengatasi masalah 4. Menguraikan apakah Draft RUU Pengadaan Tanah dan Usulan Model Resolusi Puslitbang Sosekling sudah dapat menjawab kekurangan yang ada terkait dengan pengadaan tanah 5. Mensintesiskan model/formula yang dirasa paling tepat untuk mendukung kegiatan pengadaan tanah terutama pengadaan tanah untuk infrastruktur jalan dan jembatan Jika tahap tersebut digambarkan dalam bentuk bagan maka dapat dilihat pada gambar berikut: Hasil pengamatan Pendapat Pelaksana Pengadaan Tanah MULAI Mempelajari sejumlah temuan lapangan Melakukan Kategorisasi Karakteristik Masyarakat Masalah di lapangan Usaha mengatasi masalah PerPres & PerKaBPN LARAP versi luar negeri Draft RUU Model LARAP Puslitbang Sosekling Mengkaitkan kebijakan yang berlaku dengan permasalahan yang terjadi Menguraikan Draft RUU dan Model Puslitbang Sosekling Sintesis model/formula yang paling tepat MODEL PENGADAAN TANAH INFRASTRUKTUR JALAN SELESAI Gambar 3-1 Skema Analisis Data Penelitian - 6 -

10 4 HASIL PENELITIAN Lokasi yang dipilih sebagai tempat studi kasus yaitu di Kalimantan Barat tepatnya di Kabupaten Sambas dan di Kota Ambon Provinsi Maluku. Selain itu juga dilakukan studi literature dan data sekunder termasuk sharing data dengan penelitian lain yang sejenis yang berlokasi di Kabupaten Jombang Jawa Timur dan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Dengan demikian, semua analisis dalam penelitian ini untuk yang bersifat empiris bersumber dari kejadian pada 4 kota tersebut. 4.1 Alternatif Kompensasi Non Uang Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi sejumlah alternatif kompensasi non uang yang pernah dilakukan di Indonesia. Pengalaman empiris di Kalimantan Barat dan Maluku menunjukkan bahwa kompensasi yang diberikan sebagian besar berupa uang tunai. Kompensasi yang bukan berupa uang tunai terlihat di Kabupaten Sambas, Kalimantan barat yaitu pembuatan sertifikat bagi mereka yang tanahnya belum bersertifikat. Sertifikasi ini sebagai bentuk penghargaan kepada masyarakat yang telah secara ikhlas menyerahkan tanahnya tanpa pemberian kompensasi. Kompensasi non uang lainnya yang juga ditemui di lapangan yaitu di Kabupaten Maluku Tengah, di mana masyarakat terdampak dibangunkan lapangan sepak bola dan perbaikan kubah masjid Sertifikasi sebagai Bentuk Kompensasi Non Uang Pembuatan sertifikat sebagai salah satu bentuk kompensasi non uang ditemui di pada pembangunan jalan Trans Kalimantan di Kabupaten Sambas. Sertifikasi ini dilakukan bagi warga terdampak yang tanahnya belum bersertifikat. Selain sertifikasi, warga terdampak juga diberikan santunan sekedarnya untuk bangunan atau tanaman yang terkena proyek. Sebagai salah satu kabupaten yang baru berdiri 1 pasca otonomi daerah, maka Kabupaten Sambas sangat giat membangun wilayahnya dimana salah satu yang menjadi focus adalah pembangunan jalan. Prioritas diutamakan pada wilayah 1 Kabupaten Sambas dibentuk berdasarkan UU No. 10 Tahun 1999 dimana Ibukota Kabupaten Sambas pindah dari Kecamatan Singkawang ke Kecamatan Sambas. Sementara Kecamatan Singkawang berpisah dengan Kabupaten Sambas dan menjadi kota otonom sendiri - 7 -

11 perbatasan karena bagian utara Kabupaten Sambas berbatasan langsung dengan Negara Malaysia. Membangun jalan baru bukanlah suatu hal yang mudah. Kendala terbesar terutama pada keterbatasan anggaran. Ketika Pemerintah Kabupaten Sambas mengajukan bantuan pada Kementerian Pekerjaan Umum untuk pembangunan jalan terutama pada wilayah perbatasan, Kementerian menyanggupi untuk membantu dengan syarat badan jalan sudah terbangun meskipun masih berupa macadam. Mengingat ketika itu kenyataan di lapangan belum ada jalan yang terbangun sama sekali, maka Pemerintah Kabupaten Sambas menyanggupinya. Pemerintah Kabupaten Sambas melalui Dinas PU Bina Marga, Pengairan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUBMPESDM) kemudian melakukan identifikasi dan inventarisasi mengenai ruas mana yang akan menjadi prioritas untuk setidaknya terbangun badan jalan. Melalui diskusi, maka disepakati ruasnya yaitu dari barat daya yang berbatasan dengan Kota Singkawang hingga Perbatasan dengan Malaysia di Timur Laut. Ruas yang ada dibagi menjadi 6 ruas yaitu: Tabel 4-1 Ruas Jalan yang menjadi Prioritas Pembangunan di Kabupaten Sambas No. Nama Ruas Panjang (km) 1. Batas Singkawang Tebas 40,46 2. Tebas Sambas 32,24 3. Sambas Tanjung Harapan 19,99 4. Tanjung Harapan Galing 19,80 5. Galing Simpang Tanjung 29,75 6 Simpang Tanjung Aruk Batas Serawak (Malaysia) 11,56 Total Panjang Sumber: Dinas PUBMPESDM Kabupaten Sambas km Untuk ruas dari Batas Singkawang hingga Tanjung Harapan, badan jalan sudah ada sehingga hanya diperlukan peningkatan. Dengan demikian, tugas yang berat di sini adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang berada di sekitar jalan tersebut karena sebagian dari tanahnya akan terkena proyek. Sementara dari Tanjung Harapan hingga Aruk jalan belum terbangun sama sekali. Setelah identifikasi awal dilakukan, maka kemudian dilakukan sosialisasi secara gencar. Mengingat masyarakat Sambas sangat menghormati para tokoh, maka - 8 -

12 sosialisasi dilakukan dengan melibatkan tokoh agama, tokoh adat termasuk juga Camat dan Kepala Desa. Mahasiswa yang sedang melakukan KKN juga diajak turut serta untuk membantu sosialisasi. Mereka semua dilibatkan dari awal. Sejak sosialisasi awal, Bupati Sambas juga tidak segan-segan untuk turun langsung ke lapangan. Dalam setiap sosialisasi, Bupati selalu menegaskan betapa pentingnya keberadaan jalan. Di sisi lain Bupati juga menjelaskan anggaran yang terbatas sehingga masyarakat diminta untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan jalan ini dengan menyerahkan tanahnya secara ikhlas sehingga dapat mempercepat pembangunan jalan. Alasan yang diuraikan Bupati yaitu jika Pemerintah Kabupaten harus menyediakan anggaran lagi untuk pembebasan tanah, maka anggaran untuk konstruksi jalannya sendiri akan menjadi lebih kecil sehingga dikhawatirkan tidak cukup. Padahal jika badan jalan tidak terbangun, Kementerian PU tidak akan membantu sehingga jalan tidak akan terwujud. Melalui sosialisasi yang berulang kali dilakukan serta dibantu oleh para tokoh, sebagian besar masyarakat bersedia menyerahkan tanahnya tanpa kompensasi apapun. Mereka hanya meminta agar mereka tidak dipindahkan dari tempat asalnya. Selain itu, mereka juga meminta agar tanah yang mereka serahkan tersebut benarbenar digunakan untuk pembangunan jalan dan bukan untuk pembangunan yang lain. Semua persyaratan tersebut dinyatakan mampu untuk dipenuhi oleh Bupati. Sebagaimana janji Bupati, untuk wilayah dari Tanjung Harapan sampai dengan Aruk maka kemudian dibuatlah badan jalan. Sebagian besar masih berupa macadam. Tetapi jika dibandingkan dengan kondisi awal maka jelas terjadi peningkatan. Dalam proses pembangunan, Bupati juga tidak segan-segan untuk turun langsung ke lapangan meninjau pembangunan. Bahkan dalam salah satu kesempatan, mobil dinas beliau pernah terjebak dalam lumpur. Beberapa gambar untuk memperlihatkan kondisi tersebut bisa dilihat di bawah ini, - 9 -

13 Gambar 4-1 Ruas Tanjung Harapan Galing Gambar 4-2 Ruas Galing Simpang Tanjung

14 Gambar 4-3 Ruas Simpang Tanjung Aruk Setelah badan jalan terbangun maka Bupati kemudian mengusahakan pembuatan sertifikat bagi masyarakat terdampak yang belum memiliki sertifikat. Pembuatan sertifikat ini tidak dimasukkan dalam program pembangunan jalan tersebut tetapi terpisah dalam program pemerintah Kabupaten Sambas yang lain. Namun pemberian sertifikat ini diprioritaskan kepada masyarakat yang telah mengikhlaskan tanahnya untuk pembangunan badan jalan tersebut. Oleh karena itu bisa dibilang pemberian sertifikat ini merupakan bentuk penghargaan dan terima kasih dari Pemerintah Kabupaten Sambas kepada masyarakat yang telah bersedia untuk berkorban. Adapun bagaimana mekanisme dan prosesnya dalam penelitian ini kurang didalami karena penelitian ini masih berfokus dalam mengidentifikasi bentuk-bentuk alternative kompensasi non uang. Hingga laporan ini disusun belum ada sertifikat yang sudah jadi mengingat panjangnya prosedur pembuatan sertifikat dan terbatasnya sumber daya. Tetapi daftar nama termasuk luasan tanah yang akan disertifikasi sudah ada semua dan akan segera diproses. Seluruh biaya pembuatan sertifikat gratis dan ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten Sambas

15 4.1.2 Bentuk Lain Kompensasi Non Uang: Pembangunan Fasilitas Sosial Bentuk kompensasi non uang lainnya adalah pembangunan fasilitas sosial. Hal ini ditemukan di Maluku tepatnya di Kabupaten Maluku Tengah pada proyek pembangunan jalan provinsi Ruas Laha Wakasihu. Proyek ini berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Maluku yang didanai oleh loan dari World Bank dan merupakan bagian dari program EIRTP (Eastern Indonesia Road Transport Project). Proyek ini sendiri sudah selesai pada tahun 2008 yang lalu. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bidang Bina Marga, Dinas PU Provinsi Maluku diketahui bahwa pembangunan jalan ini sebagian besar melintasi kawasan bukit atau hutan yang tidak berpenduduk sehingga tidak diperlukan pengadaan tanah. Meskipun demikian, ada beberapa perkampungan penduduk yang dilintasi proyek tersebut salah satunya adalah Desa Wakasihu. Warga Desa sangat antusias dan mendukung peningkatan jalan tersebut. Hal ini terkait akses ke desa mereka selama ini belum sebaik dengan daerah lainnya, baik dari kualitas jalannya maupun lebar jalannya. Sebelumnya akses untuk menuju Desa Wakasihu memang sudah ada, tetapi dengan kualitas jalan yang kurang baik (masih berupa latasir). Lebar jalannya juga masih sempit (+ 3 m) dan hanya dapat dilalui satu kendaraan (mobil) sehingga jika mobil berpapasan, terpaksa salah satu di antaranya harus berhenti agar yang lainnya bisa berjalan. Kondisi ini tentu menyulitkan mobilitas warga, apalagi yang menggunakan kendaraan besar. Seringkali warga harus berhenti beberapa kali hanya untuk mempersilakan kendaraan lain lewat terlebih dahulu. Oleh karena itu, ketika ada rencana pemerintah daerah untuk peningkatan jalan, warga Desa Wakasihu menyambutnya dengan sangat antusias. Kendatipun dalam program peningkatan jalan tersebut, ada beberapa bagian tanah milik masyarakat yang terkena, warga tetap tidak mempermasalahkannya. Mereka bersedia menyerahkan tanahnya tanpa harus ada kompensasi berupa uang. Hanya saja sebagai bentuk imbal baliknya, mereka meminta dibangunkan lapangan sepak bola dan bantuan untuk perbaikan kubah masjid. Permintaan warga tersebut didasari oleh suatu kenyataan bahwa tanah yang terkena peningkatan jalan (pelebaran) adalah tanah hak ulayat adat yang kepemilikannya bersifat komunal. Dengan demikian, imbal balik atas penyerahan hak atas tanah

16 kepada pemerintah sebaiknya dikembalikan pula dalam bentuk yang juga dapat dinikmati oleh banyak orang. Karena jika imbal baliknya bersifat individual, kemungkinan akan menjadi masalah di kemudian hari. Oleh karena itu, dipilih bentuk kompensasi berupa pembuatan lapangan sepak bola dan pembangunan kubah masjid. Pembuatan lapangan sepak bola dipandang sebagai suatu prasarana yang bersifat massal karena dapat digunakan oleh beberapa orang dalam waktu yang bersamaan. Selain itu, lapangan sepak bola dapat dikatakan sebagai fasilitas sosial yang mampu menarik perhatian banyak anggota masyarakat Desa Wakasihu sehingga dapat membangun dan memperkuat soilidaritas di antara sesama warga. Warga pun tidak akan melakukan protes terhadap penyerahan hak atas tanah kepada pemerintah karena mereka pun dapat menikmati hasil imbal baliknya secara terbuka. Pembangunan lapangan sepak bola ini juga dilakukan secara partisipastif. Artinya, pihak pemerintah tidak serta merta membangun lapangan sepak bola di sembarang tempat. Warga Desa Wakasihu meminta agar lapangan sepak bola dibangun di atas bukit. Atas dasar permintaan warga, pemerintah pun secara akomodatif membangun lapangan sepak bola di atas bukit. Hal yang sama juga dilakukan untuk pembangunan fasilitas sosial lainnya, yakni pembangunan kubah Masjid. Karena pada umumnya warga di Desa Wakasihu menganut agama Islam, maka warga meminta agar pemerintah tidak perlu memberikan ganti rugi berupa uang, tetapi dapat menggantinya dalam bentuk pembangunan kubah masjid. Sejalan dengan alasan untuk pembangunan lapangan sepak bola, pada pembangunan kubah masjid pun dapat dijelaskan bahwa sebagai salah kelompok yang menganut agama Islam, maka Masjid menjadi pusat pelaksanaan ibadah. Artinya, semua warga dapat menggunakan Masjid tersebut tanpa ada pengecualian. Masjid adalah milik komunal dan dapat digunakan oleh semua warga untuk beribadah dalam jumlah yang relatif banyak. Dalam konteks ini, masjid selain dipandang sebagai sarana ibadah untuk menjalankan kewajiban vertikal kepada Sang Pencipta, juga sebagai media memperkuat ikatan solidaritas horizontal di antara sesama warga Desa Wakasihu. Dalam proses pembangunannya pun, pemerintah tidak asal membangun saja, tetapi berdasarkan usulan warga dengan menunjuk Masjid yang perlu dibangun berdasarkan prioritas yang dibuat sendiri oleh warga

17 Pelaksanaan pembangunan fasilitas sosial, baik pembangunan lapangan sepak bola maupun pembangunan kubah Masjid dilakukan bukan pada saat yang berbeda, melainkan pada saat yang sama dengan pembangunan jalan. Ini dilakukan agar memudahkan mobilisasi alat selain itu hal ini juga dilakukan untuk meminimalisasi kecurigaan warga, sekaligus meningkatkan kualitas trust warga kepada pemerintah bahwa pengorbanan warga tidak akan dikhianati. Akhirnya, saat ini kedua pembangunan fasilitas social tersebut sudah dinikmati oleh warga bersamaan dengan semakin baiknya kondisi jalan di Desa Wakasihu. Gambar 4-4 Jalan Provinsi Laha Wakasihu setelah Pembangunan 4.2 Peluang Lain dalam Pemberian Kompensasi Non Uang Sebenarnya selain kedua bentuk di atas, masih ada peluang untuk pemberian kompensasi non uang. Berdasarkan pengalaman di lapangan sesungguhnya banyak masyarakat terdampak yang bersedia diberi ganti rugi yang bukan berupa uang tunai. Mereka sudah senang diberi rumah baru atau tempat tinggal baru sebagai pengganti rumah mereka yang terkena proyek. Permasalahannya adalah belum tentu P2T atau instansi yang memerlukan tanah mengabulkan keinginan mereka. Pengganjal utamanya adalah P2T mengalami kesulitan karena terkendala peraturan yang berlaku. Memang dalam kebijakan pengadaan tanah yang berlaku saat ini, dimungkinkan pemberian kompensasi berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Namun ternyata aturan yang lain justru menghambat kemungkinan tersebut. Untuk penggantian rumah dengan rumah sebagai contoh misalnya, ternyata tidak mungkin dilakukan karena untuk setiap pembangunan rumah yang menggunakan uang Negara maka itu menjadi asset Negara dan tidak boleh diserah terimakan kepada pihak lain

18 Diringkas terdapat dalam bentuk table, alternative kompensasi non uang yang pernah dilakukan dan memungkinkan untuk dilakukan selengkapnya dapat dilihat dalam table 4-2. Sebenarnya masih bisa dikembangkan bentuk-bentuk lain kompensasi non uang dengan memperhatikan kegiatan yang terjadi pada tanah yang terkena proyek. Karena mungkin saja untuk kegiatan pertanian bentuk kompensasi non uangnya akan berbeda dengan kegiatan peternakan atau permukiman. Oleh karena itu maka coba diusulkan serta bentuk kompensasi non uang yang memungkinkan untuk diberikan pada setiap kegiatan yang mungkin terjadi pada tanah yang terkena proyek. Usulan ini masih berupa draft dan disusun berdasarkan kombinasi dari kajian literature, pengalaman di Negara lain dan pengalaman empiris di lapangan selama survey dilakukan. Usulan tersebut selengkapnya dapat dilihat pada table Permasalahan Pengadaan Tanah: Temuan Lapangan Selain soal kompensasi sebenarnya masih banyak permasalahan lainnya dalam pengadaan tanah. Oleh karena itu, bagian ini akan menguraikan mengenai permasalahan yang terjadi dalam pengadaan tanah baik hasil temuan lapangan di ataupun permasalahan yang diutarakan oleh para pelaku pengadaan tanah seperti Direktorat Jenderal Bina Marga, Panitia Pengadaan Tanah, Tim Pengadaan Tanah, Satker dan sejumlah komponen lainnya yang terlibat langsung dalam pengadaan tanah. Secara garis besar, sejumlah masalah yang berhasil diidentifikasi di lapangan yaitu sebagai berikut, 1. Komitmen Pemerintah Daerah 2. Koordinasi antar instansi 3. Legal Formal 4. Status Tanah 5. Penentuan Kompensasi 6. Sistem Komunikasi

19 Tabel 4-2 Bentuk Alternatif Kompensasi Non Uang yang Pernah Dilakukan/Diusulkan No. Bentuk Alternatif Kompensasi Non Uang Dilakukan/Diusulkan Kendala Keterangan 1. Sertifikasi Dilakukan di Kabupaten Sambas 2. Pembangunan fasilitas social (lapangan sepakbola dan kubah masjid) Dilakukan di Desa Wakasihu, Maluku Tengah 3. Penggantian rumah dengan rumah Diusulkan oleh masyarakat terdampak di Desa Tanjung Morawa B, Deli Serdang Diusulkan oleh Investor Jalan Tol Mojokerto - Kertosono Sumber: Hasil Analisis, 2011 Prosesnya lama Dana yang diperlukan cukup besar Jika menggunakan uang Negara (APBN/ APBD) akan terhambat masalah administrasi Memungkinkan dilakukan jika fasilitas social tersebut tidak terlalu membutuhkan banyak biaya Jika menggunakan uang Negara (APBN/ APBD) akan terhambat masalah administrasi Kesulitan mencari lokasi baru tempat pembangunan rumah pengganti Belum ada pengalaman sebelumnya Belum ada peraturan/kebijakan yang mengaturnya Penolakan oleh masyarakat Keberatan oleh P2T setempat Dilakukan terpisah dari kegiatan pengadaan tanahnya sendiri Merupakan bentuk penghargaan dan terima kasih dari PemKab. Sambas kepada masyarakat terdampak yang telah ikhlas menyerahkan tanahnya Pembangunan fasilitas social tersebut diambilkan dari anggaran fisik peningkatan jalan Pembangunan fasilitas social dilakukan bersama-sama dengan pengerjaan fisik jalan Ditolak oleh P2T Untuk Desa Tanjung Morawa B, Deli Serdang, sebenarnya masyarakat terdampak menawarkan diri untuk mencarikan lokasi baru tempat pembangunan rumah pengganti

20 Tabel 4-3 Usulan berbagai Bentuk Kompensasi Non Uang yang Mungkin Dilakukan Bentuk Kompensasi Kegiatan yang Bangunan Bentuk lain Terjadi di atas Tanah Bantuan tanah Rumah Toko Warung Pagar Kantor Lain-lain Sertifikasi Lain-lain Modal/Pelatihan Pertanian V Sawah V V Bibit Tanaman Pupuk Perkebunan V Kebun/ladang V V Bibit Tanaman Pupuk Peternakan V Kandang V V Bibit hewan Makanan hewan Kehutanan V V Bibit Tanaman Perikanan Pertambangan V Kolam Tambak V V V Bibit hewan Makanan hewan Industri V Pabrik V Utilitas Permukiman V V V V Bantuan pemindahan jaringan Perkantoran V V V Tukar guling Pemerintahan V V V Tukar guling BUMN V V V Tukar guling Pertokoan V V V V Pendidikan V V V Sekolah Ruang Kuliah/ Belajar

21 Kegiatan yang Terjadi di atas tanah Tanah Bangunan Bentuk Kompensasi Rumah Toko Warung Pagar Kantor Lain-lain Sertifikasi Warung/Kios V V V V V Restoran V V V Hotel V V V Restoran Tukar guling Hotel Tukar guling TNI dan Polri V V V Tukar guling V Bentuk lain Bantuan Modal/Pelatihan V Lain-lain Kuburan V Pemindahan Ket: V Peluang pola kompensasi non uang yang mungkin dilakukan Sumber: Hasil Analisis,

22 4.4 Usulan Model Pengadaan Tanah Berdasarkan permasalahan tersebut, maka akan coba diusulkan suatu model pengadaan tanah yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi. Model ini didasari pada Model Usulan Alternatif LARAP yang dibuat oleh Puslitbang Sosekling. Model tersebut dimodifikasi dan disesuaikan berdasarkan kondisi yang terjadi di lapangan serta disusun dengan juga mengacu pada draft RUU Pengadaan Tanah dengan asumsi bahwa RUU tersebut akan segera disahkan sehingga Model ini akan memperkaya dan memperkuat RUU.Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut: Tahap Pengadaan Tanah Substansi Kegiatan Sosialisasi Rencana - Konsultansi Publik Kesepakatan Lokasi - Mekanisme Pengajuan Keberatan Pelaksana: Lembaga Pertanahan Pembagian Tugas dan Anggaran Penyedia Dana Pembebasan Tanah: Instansi yang memilik Tanah Jaminan Kesejahteraan Masyarakat Terdampak: Pemerintah Daerah Anggaran: Dinas terkait Pemerintah Daerah Identifikasi Masyarakat Terdampak dan Aset- Asetnya Masyarakat Terdampak: Langsung dan Tidak Langsung Aset Terdampak: Tanah, Bangunan, Tanaman dan Benda lain yang berkaitan atas tanah Penilaian - Dilakukan Tim Independen bidang per bidang tanah - Dihitung pada saat pengumuman penetapan lokasi - Dihitung juga kerugian lain yang bisa dinilai dengan uang Musyawarah dan Negosiasi - Jaminan kesejahteraan warga terdampak - Kepastian perolehan tanah - Kemungkinan pemberian ganti rugi non uang - Mekanisme pengajuan keberatan Pasca Pembayaran Ganti Kerugian - Tidak boleh ada masyarakat terdampak yang terlantar - Diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk Monitoring dan Evaluasi Gambar 4-5 Usulan Model Pengadaan Tanah

23 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian ini merupakan penutup hasil penelitian yang berupa kesimpulan dan rekomendasi kegiatan yang dapat dilakukan berdasarkan penelitian ini. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut, Pemberian kompensasi non uang yang pernah dilakukan yaitu berupa sertifikasi kepada masyarakat yang tanahnya belum bersertifikat dan pembangunan fasilitas sosial yang bisa dimanfaatkan bersama oleh warga. Namun demikian, ada kecenderungan pemberian kompensasi non uang memperhatikan sifat kepemilikan tanahnya, yakni hak kepemilikan individual juga dikompensasi dengan yang sifat kepemilikannya individual (sertifikasi) dan hak komunal juga dikompensasi dengan yang sifatnya komunal (fasilitas sosial). Masyarakat sendiri sebenarnya tidak berkeberatan jika mereka diberi kompensasi non uang dan salah satu yang banyak diusulkan adalah penggantian rumah dengan rumah. Apapun bentuk kompensasi non uang yang diberikan tetapi harus menjamin 2 prinsip utama dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yaitu jaminan kesejahteraan bagi warga terdampak dan kepastian perolehan tanah bagi instansi yang memerlukan tanah. Masalah pemberian kompensasi hanya salah satu dari sekian banyak masalah yang ditemui dalam pengadaan tanah. Masih banyak masalah lainnya yang justru lebih pelik dari sekedar pemberian kompensasi, yakni: Komitmen Pemerintah Daerah, Koordinasi antar instansi, legal formal, status tanah dan system komunikasi

24 5.2 Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan tersebut maka tindak lanjut yang dapat dilakukan yaitu, Untuk pemberian kompensasi yang berupa non uang dapat dilakukan dengan memberi tanah pengganti, memberi rumah pengganti, memberi bangunan pengganti lainnya yang sesuai dengan bangunan yang lama seperti warung, toko, kantor, dll. Pemberian kompensasi non uang juga bisa tidak berwujud fisik, misalnya dengan memberikan sertifikat secara gratis kepada masyarakat yang tanahnya belum bersertifikat, melakukan pelatihan atau bantuan modal kepada masyarakat terdampak sehingga mereka memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan sebelumnya. Perlu ada pembagian tugas dan wewenang termasuk juga anggaran untuk menjamin kesejahteraan masyarakat terdampak serta menghindari adanya saling lempar tanggung jawab diantara instansi yang terlibat

25 DAFTAR PUSTAKA Beilharz, Peter Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka. Penerjemah Sigit Jatmiko. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bungin, H.M. Burhan Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Ife, Jim dan Frank Tesoriero. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Penerjemah: Sastrawan Manulang, Nurul Yakin dan M. Nursyahid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar International Finance Corporation Handbook for Preparing a Resettlement Action Plan. Washington: International Finance Corporation Moleong, Lexy J Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali dalam Pembangunan Infrastruktur PU Berbasis Sosial, Ekonomi dan Lingkungan. Disampaikan dalam Kolokium Puslitbang Sosial, Ekonomi dan Lingkungan di Jakarta 27 Juli 2011 Saptomo, Ade Hukum dan Kearifan Lokal. Jakarta: PT. Grasindo Soetomo Pembangunan Masyarakat: Merangkai Sebuah Kerangka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sumardjono, Maria S.W., Nurhasan Ismail dan Isharyanto Mediasi Sengketa Tanah: Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) di Bidang Pertanahan. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara Peraturan Perundang-Undangan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

26 Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 Perubahan atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum Artikel Lainnya Draft Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, 2010 IFC s Handbook for Preparing a Resettlement Action Plan, 2002 Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan,

BAB IV PENUTUP. Penelitian tentang PROBLEMATIKA PEMBANGUNAN JALAN. TOL KERTOSONO-MOJOKERTO (Studi tentang Ganti Rugi Lahan

BAB IV PENUTUP. Penelitian tentang PROBLEMATIKA PEMBANGUNAN JALAN. TOL KERTOSONO-MOJOKERTO (Studi tentang Ganti Rugi Lahan 125 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian tentang PROBLEMATIKA PEMBANGUNAN JALAN TOL KERTOSONO-MOJOKERTO (Studi tentang Ganti Rugi Lahan Masyarakat Desa Tampingmojo Kecamatan Tembelang Kabupaten Jombang)

Lebih terperinci

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTRI PEKERJAAN UMUM TENTANG NOMOR 10/PRT/2006 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN DANA BADAN USAHA UNTUK PENGADAAN TANAH JALAN TOL

PERATURAN MENTRI PEKERJAAN UMUM TENTANG NOMOR 10/PRT/2006 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN DANA BADAN USAHA UNTUK PENGADAAN TANAH JALAN TOL PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 10/PRT/2006 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN DANA BADAN USAHA UNTUK PENGADAAN TANAH JALAN TOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR PELAKSANAAN (SOP) PENYUSUNAN RENCANA INVENTARISASI PENGADAAN TANAH

STANDAR PROSEDUR PELAKSANAAN (SOP) PENYUSUNAN RENCANA INVENTARISASI PENGADAAN TANAH STANDAR PROSEDUR PELAKSANAAN (SOP) PENYUSUNAN RENCANA INVENTARISASI PENGADAAN TANAH DOKUMEN : DJBM/SMM/PP/18 TANGGAL : 19 Juli 2012 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM STANDAR PROSEDUR PELAKSANAAN (SOP) No. Dokumen

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF A. Penyusunan Manual Peran Masyarakat dalam Pengawasan Fungsi dan Manfaat Jalan

RINGKASAN EKSEKUTIF A. Penyusunan Manual Peran Masyarakat dalam Pengawasan Fungsi dan Manfaat Jalan RINGKASAN EKSEKUTIF 2434.001.001.107-A Penyusunan Manual Peran Masyarakat dalam Pengawasan Fungsi dan Manfaat Jalan Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan

Lebih terperinci

ARTICLE PELEPASAN HAK ATAS TANAH DALAM PEMBANGUNAN JALAN MALALAK KABUPATEN AGAM. (Studi Kasus Pada Proyek Pembangunan Jalan Malalak

ARTICLE PELEPASAN HAK ATAS TANAH DALAM PEMBANGUNAN JALAN MALALAK KABUPATEN AGAM. (Studi Kasus Pada Proyek Pembangunan Jalan Malalak ARTICLE PELEPASAN HAK ATAS TANAH DALAM PEMBANGUNAN JALAN MALALAK KABUPATEN AGAM (Studi Kasus Pada Proyek Pembangunan Jalan Malalak Di Kabupaten Agam) Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

a. data jumlah penduduk yang akan dimukimkan kembali; b. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya penduduk yang akan dimukimkan kembali;

a. data jumlah penduduk yang akan dimukimkan kembali; b. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya penduduk yang akan dimukimkan kembali; SUMBER DAYA AIR Pembangunan waduk di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terkait dengan adanya peningkatan kebutuhan manusia akan air. Untuk areal

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR B. Uji Instrumen Pengukuran Outcome Pembangunan Infrastruktur Jalan

LAPORAN AKHIR B. Uji Instrumen Pengukuran Outcome Pembangunan Infrastruktur Jalan LAPORAN AKHIR 2434.002.001.107.B Uji Instrumen Pengukuran Outcome Pembangunan Infrastruktur Jalan Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan Tahun 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Hormat kami. Tim penyusun

KATA PENGANTAR. Hormat kami. Tim penyusun Rabu-Kamis, 14-15 Juni KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun

Lebih terperinci

GORR Dipastikan Tuntas 2019, Khusus Segmen I,II, Segmen III Tersendat Pembebasan Lahan

GORR Dipastikan Tuntas 2019, Khusus Segmen I,II, Segmen III Tersendat Pembebasan Lahan GORR Dipastikan Tuntas 2019, Khusus Segmen I,II, Segmen III Tersendat Pembebasan Lahan http://hargo.co.id/wp-content/uploads/2018/02/1c5f640b-62aa-4d1b-bf60-d3f650e19792.jpg GORONTALO, Hargo.co.id Mega

Lebih terperinci

SISTEM BARU PENGADAAN TANAH DAN TANTANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRESIDEN BARU Oleh: Chairul Umam *

SISTEM BARU PENGADAAN TANAH DAN TANTANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRESIDEN BARU Oleh: Chairul Umam * SISTEM BARU PENGADAAN TANAH DAN TANTANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRESIDEN BARU Oleh: Chairul Umam * Pendahuluan Sebentar lagi kita akan memiliki presiden baru hasil pemilihan presiden 2014. Banyak visi dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau No. 6, September 2001 Bapak-bapak dan ibu-ibu yang baik, Salam sejahtera, jumpa lagi dengan Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama.

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 No.1216, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Perumahan Umum. Bantuan. Prasarana. Sarana. Utilitas Umum. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA D A F T A R I S I DAFTAR ISI... i DAFTAR DIAGRAM... ii DAFTAR LAMPIRAN...iii Bab I. KETENTUAN UMUM... I - 1 A. Dasar Hukum...I - 1 B. Tujuan...I

Lebih terperinci

SFG2511. Agustus 2016 PT PLN (Persero) UNIT INDUK PEMBANGUNAN JAWA BAGIAN BARAT. Public Disclosure Authorized. Public Disclosure Authorized

SFG2511. Agustus 2016 PT PLN (Persero) UNIT INDUK PEMBANGUNAN JAWA BAGIAN BARAT. Public Disclosure Authorized. Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized SFG2511 DOKUMEN RENCANA KERJA PENGADAAN LAHAN (LAND ACQUISTION AND RESETTLEMENT ACTION

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 14 /KPTS/013/2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 14 /KPTS/013/2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 14 /KPTS/013/2016 TENTANG TIM KOORDINASI PERCEPATAN PEMBANGUNAN JALAN TOL PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015 TENTANG BANTUAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor

BAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadaan tanah di Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan semakin meningkat, sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Dengan hal itu meningkat

Lebih terperinci

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN PRA FOCUS GROUP DISCUSSION (PRA FGD 3) RPKPP KABUPATEN JOMBANG

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN PRA FOCUS GROUP DISCUSSION (PRA FGD 3) RPKPP KABUPATEN JOMBANG PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN PRA FOCUS GROUP DISCUSSION (PRA FGD 3) RPKPP KABUPATEN JOMBANG 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) merupakan

Lebih terperinci

DIREKTORAT PENGATURAN DAN PENGADAAN TANAH PEMERINTAH

DIREKTORAT PENGATURAN DAN PENGADAAN TANAH PEMERINTAH REFORMASI PERATURAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SERTA PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM MELALUI KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN SWASTA (KPS) (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF Halaman: 1 dari 7 MAPPING (PM) ATAU Dibuat Oleh Direview Oleh Disahkan Oleh 1 Halaman: 2 dari 7 Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh 2 Halaman: 3 dari 7 Daftar Isi 1. Tujuan... 4

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI

Lebih terperinci

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan I. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan perkembangan dan kemajuan

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Disampaikan pada acara : Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Jakarta, 22

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, :

Lebih terperinci

MODEL KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH

MODEL KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH Karya Tulis MODEL KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2005 DAFTAR ISI A. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Sedangkan menurut Sumaatmadja (1988, hlm. 9), bahwa pembangunan

Sedangkan menurut Sumaatmadja (1988, hlm. 9), bahwa pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha pemerintah dan segenap lapisan masyarakat yang ditujukan guna mencapai kesejahteraan bagi masyarakat, bangsa dan Negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu daerah, dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan atau kemunduran.

Lebih terperinci

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD 2) RPKPP KABUPATEN JOMBANG

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD 2) RPKPP KABUPATEN JOMBANG PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD 2) RPKPP KABUPATEN JOMBANG 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Undang-undang Nomor

2 dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Undang-undang Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 204, 2014 KEMENPERA. Dana Alokasi Khusus. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis hukum kegiatan..., Sarah Salamah, FH UI, Penerbit Buku Kompas, 2001), hal. 40.

BAB I PENDAHULUAN. Analisis hukum kegiatan..., Sarah Salamah, FH UI, Penerbit Buku Kompas, 2001), hal. 40. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 040 TAHUN 2017

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 040 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 040 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM UNTUK LINGKUNGAN PERUMAHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR : 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM (PSU) PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur merupakan bagian penting karena berpengaruh pada sektor ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam Renstra Kementerian PU Tahun 2010-2014 disebutkan bahwa Kementerian

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK YANG DIRUGIKAN ATAS BERALIHNYA LAHAN HAK GUNA USAHA UNTUK PERKEBUNAN MENJADI WILAYAH PERTAMBANGAN.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK YANG DIRUGIKAN ATAS BERALIHNYA LAHAN HAK GUNA USAHA UNTUK PERKEBUNAN MENJADI WILAYAH PERTAMBANGAN. Al Ulum Vol.53 No.3 Juli 2012 halaman 30-34 30 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK YANG DIRUGIKAN ATAS BERALIHNYA LAHAN HAK GUNA USAHA UNTUK PERKEBUNAN MENJADI WILAYAH PERTAMBANGAN Noor Azizah* PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB V KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) STUDI LARAP PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK KARANGNONGKO

BAB V KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) STUDI LARAP PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK KARANGNONGKO BAB V KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) STUDI LARAP PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK KARANGNONGKO Uraian Pendahuluan 1. Latar Belakang Rancangan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo memuat

Lebih terperinci

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat pada awal Tahun 2012 telah melaksanakan pertemuan internal membahas rencana strategis (Renstra) 2011-2015 dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Bab keempat ini menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian yang merupakan suatu proses atau tata cara bagaimana sebuah permasalahan empiris sebagai fenomena sosial dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW.

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. RABU, 03 FEBRUARI 2016 KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR KEPUTUSAN WALIKOTA BATU NOMOR : /133/KEP/ /2015 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR KEPUTUSAN WALIKOTA BATU NOMOR : /133/KEP/ /2015 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR KEPUTUSAN WALIKOTA BATU NOMOR : 188.45/133/KEP/422.012/2015 TENTANG PENETAPAN LOKASI PENGADAAN TANAH RUMAH DINAS KETUA DAN WAKIL KETUA DPRD KOTA BATU DI DESA PESANGGRAHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131,2012 PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN PENANGANAN LINGKUNGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

I. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN

I. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN LAMPIRAN IX PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Januari 2010 I. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Izin Lokasi 1. a. Penerimaan permohonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah adalah elemen sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraris karena sebagian besar penduduknya adalah petani yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 11 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 11 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 11 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut Pasal

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB I P E N D A H U L U AN BAB I P E N D A H U L U AN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebutuhan rumah tempat tinggal atau hunian di daerah perkotaan semakin meningkat dan dirasakan kurang, mengingat jumlah perumahan yang tersedia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah manusia mencari nafkah. Diatas tanah pula manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur transportasi darat yang berperan sangat penting dalam perkembangan suatu wilayah. Jalan berfungsi untuk mendukung kegiatan

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS DAN URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN KABUPATEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2002 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2002 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2002 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pembangunan daerah di Kawasan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 4 Petunjuk untuk Rapid Rural Appraisal Sederhana

LAMPIRAN 4 Petunjuk untuk Rapid Rural Appraisal Sederhana LAMPIRAN 4 Petunjuk untuk Rapid Rural Appraisal Sederhana Kegiatan Persiapan Sosial Pleno Alor Dengan metode Rapid Rural Appraisal Analisa Dampak Sosial untuk Komunitas Adat Terpencil (Social Impact Assessment

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 81 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 81 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 81 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan nasional.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan usaha yang dilakukan sebagai langkah untuk membangun manusia Indonesia.

Lebih terperinci

RISALAH RAPAT. Pembahasan tindak lanjut RATAS PSN di Provinsi Kalimantan Timur

RISALAH RAPAT. Pembahasan tindak lanjut RATAS PSN di Provinsi Kalimantan Timur RISALAH RAPAT Hari/Tanggal : Kamis/15 Juni 2017 Waktu : 13.30 15.00 WIB Tempat : KPPIP Perihal : Rapat Tindak Lanjut Rapat Terbatas (RATAS) Proyek Strategis Nasional (PSN) di Kalimantan Timur Peserta :

Lebih terperinci

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN PRA FOCUS GROUP DISCUSSION (PRA FGD 2) RPKPP KABUPATEN JOMBANG

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN PRA FOCUS GROUP DISCUSSION (PRA FGD 2) RPKPP KABUPATEN JOMBANG PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN PRA FOCUS GROUP DISCUSSION (PRA FGD 2) RPKPP KABUPATEN JOMBANG 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) merupakan

Lebih terperinci

Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah

Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah Pelaksanaan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Tata Kelola Kegiatan Usaha Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas

Lebih terperinci

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER

Lebih terperinci

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SKALA KECIL BAGI PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 41 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 41 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DARI PENGEMBANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.668, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Bantuan Prasarana. Sarana. Utilitas Umum. Perumahan Tapak. Petunjuk Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun tema berita yang kami

Lebih terperinci

LAHAN MENJADI FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM ABSTRAK

LAHAN MENJADI FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM ABSTRAK VOLUME 10 NO. 2, OKTOBER 2014 LAHAN MENJADI FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Bambang Istijono 1 ABSTRAK Terdapat beberapa resiko yang berpotensi menjadi penghambat

Lebih terperinci

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN DISAMPAIKAN OLEH PROF. DR. BUDI MULYANTO, MSc DEPUTI BIDANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEMENTERIAN AGRARIA, TATA

Lebih terperinci

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 disampaikan oleh: MENTERI KEHUTANAN Jakarta, 29 Agustus 2013 1. Pemohon KERANGKA PAPARAN

Lebih terperinci

KONSULTASI REGIONAL OPERASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA SUMBER DAYA AIR 2016

KONSULTASI REGIONAL OPERASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA SUMBER DAYA AIR 2016 KONSULTASI REGIONAL OPERASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA SUMBER DAYA AIR 2016 Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air untuk Mendukung Ketahanan Air, Ketahanan Pangan dan Ketahanan Energi. ***

Lebih terperinci

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA.

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA. CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA. Disampaikan oleh Mendagri dalam Keterangan Pemerintah tentang RUU Desa, bahwa proses penyusunan rancangan Undang-undang tentang Desa telah berusaha mengakomodasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

- 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1.

- 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. - 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN AN PERTANAHAN SUB 1. Izin Lokasi 1. Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria izin lokasi. 2.a. Pemberian izin lokasi lintas provinsi. b.

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1.

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. - 235 - I. PEMBAGIAN URUSAN AN PERTANAHAN SUB 1. Izin Lokasi 1. Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria izin lokasi. 2.a. Pemberian izin lokasi lintas provinsi. b.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

Disampaikan pada: SOSIALISASI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO.6 TAHUN 2014 TENTANG DESA dan TRANSISI PNPM MANDIRI Jakarta, 30 April 2015

Disampaikan pada: SOSIALISASI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO.6 TAHUN 2014 TENTANG DESA dan TRANSISI PNPM MANDIRI Jakarta, 30 April 2015 KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERMENDES NO.1: Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa PERMENDES NO.5: Penetapan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan perkembangan dan kemajuan Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH

Lebih terperinci

Kebijakan PNBP untuk kegiatan dan layanan data dalam konteks Satu Data Pembangunan Berkelanjutan: Persoalan dan usulan solusi

Kebijakan PNBP untuk kegiatan dan layanan data dalam konteks Satu Data Pembangunan Berkelanjutan: Persoalan dan usulan solusi Draft versi 12 April 2014. Untuk bahan diskusi internal, tidak untuk disebarkan atau dikutip. Kebijakan PNBP untuk kegiatan dan layanan data dalam konteks Satu Data Pembangunan Berkelanjutan: Persoalan

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1102, 2015 KEMENHUB. Batas Kecepatan. Penetapan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.111 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS KECEPATAN

Lebih terperinci