TINJAUAN PUSTAKA Monosodium Glutamat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Monosodium Glutamat"

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Monosodium Glutamat Mutu gizi pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan (acceptability) dan penggunaan (utilisation) makanan oleh tubuh yang pada gilirannya mempengaruhi status gizi dan kesehatan individu dan masyarakat. Mutu gizi pangan merupakan salah satu komponen dari totalitas mutu pangan. Menurut UU Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, gizi pangan dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman (Hardinsyah 2000). Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan mutu gizi pangan adalah dengan menggunakan bahan tambahan pangan atau makanan. Menurut Anwar (2004) bahan tambahan makanan (BTM) digunakan untuk mendapatkan pengaruh tertentu misalnya untuk memperbaiki tekstur, rasa, penampilan, dan memperpanjang daya simpan. Berbeda dengan racun, Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan (Yuliarti 2007). Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan pada bab I pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan (Saparinto & Hidayati 2009). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.325/MEN.KES/VI/1979 mengelompokan bahan tambahan makanan (BTM) berdasarkan fungsinya, yaitu 1)antioksidan dan antioksidan sinergis, 2) antikempal, 3)pengasam, penetral dan pendapar, 4) enzim, 5) pemanis buatan 6)pemutih dan pematang, 7)penambah gizi 8)pengawet, 9) pengemulsi, pemantap dan pengental, 10) pengeras, 11)pewarna alami dan sintetik, 12) penyedap rasa dan aroma, 13)sekuestran dan 14) bahan tambahan lain (Puspitasari 2000). Pemakaian BTM yang aman merupakan pertimbangan yang penting. Jumlah BTM yang diizinkan untuk digunakan dalam bahan pangan harus merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan pengaruh yang dikehendaki. Batasannya harus ditetapkan dengan memperhatikan beberapa faktor, yaitu 1) perkiraan jumlah pangan yang dikonsumsi atau bahan pangan yang diusulkan ditambahkan. 2) ukuran minimal yang pada pengujian terhadap

2 5 binatang percobaan menghasilkan penyimpangan yang normal pada kelakuan fisiologisnya. 3) batasan terendah yang cukup aman bagi kesehatan semua golongan konsumen (Anwar 2004). Pemakaian bahan tambahan pangan di Indonesia diatur oleh Kementerian Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM). Di Amerika keduanya dilakukan oleh Food and Drug Administration (Saparinto & Hidayati 2009). Penyedap rasa atau bumbu masak saat ini sudah biasa digunakan masyarakat. Sebagian besar masyarakat merasa masakan akan hambar tanpa diberi penyedap. Menurut Saparinto dan Hidayati (2009) penyedap rasa ditambahkan untuk menambah kelezatan pada masakan selain itu juga berfungsi untuk menghilangkan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Zat penyedap rasa buatan merupakan hasil dari sintesis zat-zat kimia, salah satunya adalah vetsin atau MSG (Monosodium Glutamat). Monosodium Glutamate atau Mononatrium Glutamate adalah garam asam glutamat yang berperan pada rasa umami (gurih) (Pramadi 2006). Menurut Basri (2005) MSG merupakan senyawa dengan formula HOO-CCH(NH 2 )- CH 2 CH 2 COONa yang dihasilkan dari hidrolisa protein nabati atau larutan dari limbah penggilingan gula tebu atau bit. Asam glutamat terdiri dari 5 atom karbon dengan 2 gugus karboksil yang pada salah satu karbonnya berkaitan dengan NH 2 yang menjadi ciri asam amino (Sukawan 2008). MSG berbentuk kristal putih dengan rasa seperti daging (Mulyono 2008). Sabri et al. (2006) menyebutkan vetsin biasanya berbentuk kristal halus dan berwarna putih dibuat melalui proses fermentasi dari bahan dasar pati (gandum) dan gula molasses (tetes tebu) yang diberi nama sebagai garam natrium dari asam glutamat atau lebih dikenal dengan nama monosodium glutamat. Menurut Yuliarti (2007) MSG adalah garam sodium dari asam glutamat yang ada secara alami dalam tubuh kita. Asam glutamat merupakan bagian dari kerangka utama berbagai jenis molekul protein yang terdapat dalam makanan secara alami dan dalam jaringan tubuh manusia (Winarno 2004). Asam glutamat merupakan salah satu dari 20 asam amino yang ditemukan pada protein, sementara MSG merupakan monomer dari asam glutamat. Menurut Persatuan Monosodium Glutamat dan Glutamic Acid Indonesia (P2MI) dalam Tobing (2009) asam glutamat terdiri dari dua bentuk yaitu bentuk terikat (in bound) dan bentuk bebas (in free form). Bentuk terikat merupakan asam glutamat yang terikat pada

3 6 asam amino lain membentuk protein, selanjutnya bentuk bebas merupakan asam glutamat yang tidak berikatan dengan protein. Glutamat bebas tersebut dapat bereaksi dengan ion sodium (natrium) membentuk garam MSG. Jenis garam lain seperti garam kalium glutamat dan kalsium glutamat ternyata juga memiliki daya pembangkit citarasa (Winarno 2004). Sukawan (2008) menyatakan bahwa perbedaan struktur kimia MSG dengan asam glutamat hanya terletak pada salah satu gugus karboksil asam glutamate yang mengandung hidrogen diganti dengan natrium sehingga membentuk monosodium glutamate. Penggunaan dari asam glutamat hanya efektif pada daging, ayam, sup, masakan dari ikan dan lain-lain tetapi tidak efektif untuk penyedap buah, sari buah, atau pangan berbumbu manis (Cahyadi 2006). Orang Jepang biasanya menggunakan kata umami untuk menggambarkan rasa MSG yang seperti rasa daging ikan tertentu atau kaldu (Schiffman 2000). Rasa ini dalam budaya Asia berbeda dengan empat rasa dasar (manis, asam, asin, dan pahit) (Yamaguchi dan Ninomiya 2000). Sejarah Sejak abad ke-8 rumput laut kering telah lama digunakan sebagai bahan dalam pemasakan sup di Jepang (Sugita 2002). Penyelidikan kimiawi memperlihatkan bahwa ganggang laut (Laminaria sp) yang digunakan secara luas sebagai bumbu penyedap masakan di Jepang, merupakan substansi yang dapat mengaktifkan rasa (Sukawan 2008). Sejak tahun 1866, Ritthausen, seorang ahli kimia Jerman, berhasil mengisolasi asam glutamat. Kemudian para ilmuwan lain berhasil mengubah asam tersebut menjadi garam sodium (natrium) dan lahirlah nama Monosodium Glutamat (Belitz dan Grosch 2009). Pada tahun 1908 seorang ahli kimia Jepang dari Universitas Tokyo, Dr. Kikunae Ikeda menemukan sifat-sifat pembangkit citarasa dari MSG. Hasil penelitiannya tersebut mengungkap pula mengapa dan bagaimana rumput laut kombu (Laminaria japonica) yang sejak 1200 tahun lalu telah digunakan orang-orang sebagai penyedap sup atau pembangkit citarasa (Winarno 2004). Komersialisasi glutamat dimulai sejak tahun 1909 dengan menggunakan isolasi dari gluten gandum. Saat ini sekitar ton MSG diproduksi setiap tahunnya di sekita 14 negara di seluruh dunia (Sugita 2002). Menurut Belitz dan Grosch (2009) pada tahun 1978 konsumsi MSG mencapai ton di seluruh

4 7 dunia. Menurut data 1989, di Indonesia terdapat 9 pabrik MSG dengan estimasi produksi ton per tahun (Winarno 2004). Di Indonesia, MSG dibuat menggunakan bahan baku dari tetes tebu (molasses) melalui proses peragian atau fermentasi, seperti pada proses pembuatan tape, kecap, bir, dan sebagainya. Tetes tebu atau molasses ini adalah hasil sampingan dari penggilingan tebu di pabrik-pabrik gula putih, yang banyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu, MSG juga dapat dibuat dari bahan baku lain seperti tapioka (singkong) dan sejenisnya (Tobing 2009). Metabolisme MSG Asam glutamat digolongkan pada asam amino non esensial karena dapat dihasilkan dalam tubuh manusia. Metabolisme asam amino non esensial termasuk glutamat tersebar luas di dalam jaringan tubuh (Sukawan 2008). Glutamat dari semua sumber tersebut sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar energi di eritrosit (Beyreuther et al. 2006). Sedangkan glutamat yang berasal dari makanan merupakan sumber energi utama dan substrat yang penting untuk sintesis glutathione dan asam amino lainnya dalam usus (Reeds et al. 2000). Asam amino dikarboksilat, aspartat dan glutamat memiliki peranan penting dalam produksi energi, sintesis urea, sintesis glutathione dan sebagai neurotransmitter. Asam-asam amino ini merupakan asam amino utama yang terdapat dalam mitokondria sel dan merupakan 50-70% dari total asam amino bebas. Dalam jumlah besar, secara normal glutamat terdapat di otak dan hati manusia (Sukawan 2008). Lidah manusia merasakan glutamat bebas dalam makanannya melalui reseptor rasa sebagai rasa umami (Brand 2000), hal ini terjadi karena makanan tersebut mengandung bentuk lain dari glutamat sebagai bagian dari protein. Hampir semua bentuk glutamat makanan baik dalam bentuk bebas maupun yang terkandung dalam protein, dimetabolisme dalam mukosa usus (Reeds et al. 2000). Glutamat dan aspartat akan dimetabolisme secara cepat oleh usus dan hati. Kemudian glutamat yang diserap ditransaminasikan dengan piruvat ke bentuk alanin. Alanin tersebut bersama asam amino dikarboksilat menghasilkan aketoglutarat atau oksaloasetat. Proses ini mengakibatkan berkurangnya asam

5 8 amino dikarboksilat yang dilepas ke darah portal. Glutamat dan asam aspartat yang lolos dari mukosa dibawa melalui vena porta ke hati. Sebagian glutamat dan aspartat dikonversikan oleh usus dan hati ke bentuk mukosa dan laktat, kemudian dialirkan ke dalam darah perifer (Sukawan 2008). Menurut Sukawan (2008) 57% dari asam amino yang diabsorbsi tubuh akan dikonversikan menjadi urea di hati, 6% dirubah menjadi plasma protein, 23% asam amino diserap melalui sirkulasi darah sebagai asam amino bebas, dan sisanya sebanyak 14% masih belum diketahui dan diduga disimpan sementara di dalam hati sebagai protein hati atau enzim. Pemberian MSG secara parenteral akan memberikan reaksi yang berbeda dengan pemberian per oral karena pada pemberian secara parenteral, MSG tidak melalui usus dan vena portal. Sedangkan pada pemberian per oral, MSG akan melalui usus ke sirkulasi portal dan hati. Hati mempunyai kesanggupan untuk metabolismee asam glutamate ke metabolit lain. Oleh karena itu, apabila pemberian glutamat melebihi kemampuan kapasitas hati, maka akan menyebabkan peningkatan glutamate plasma (Sukawan 2008). Menurut Stegink et al. diacu dalam Sukawan (2008) kapasitas Metabolisme glutamat oleh hati meningkat sejalan dengan meningkatnya umur. Sukawan (2008) menyebutkan pemberian MSG dosis besar baik pada manusia maupun hewan percobaan hanya meningkatkan sedikit kadar glutamat plasma. Tetapi pemberian MSG yang dilarutkan dalam air menghasilkan kadar glutamat plasma yang lebih tinggi. Menurut Tsai dan Huang (2000) glutamat yang berasal dari penambahan MSG pada makanan berkuah dimetabolisme oleh tubuh dengan sangat cepat. Batasan Penggunaan Sebelum tahun 1960-an MSG biasanya digunakan oleh golongan masyarakat tertentu saja seperti di Cina, Jepang, Korea, Thailand, Vietnam dan Myanmar. Takarannya sangat kecil yakni 1-2 korek kuping (setara dengan mg) untuk setiap porsi masakan ala Cina. Makanan tradisional dan lokal asli Indonesia tidak menggunakan sama sekali, karena sudah terasa lezat dan gurih oleh ramuan bumbu rempah. Namun pada pertengahan tahun 1960-an, produk MSG diimpor dari Jepang dan Korea, serta gencar diiklankan melalui berbagai media baik di kota maupun di desa. Sekarang hampir semua golongan penduduk di Indonesia sudah mengenalnya namun takaran penggunaannya sangat

6 9 berlebihan dan tidak wajar. Hal ini disebabkan karena kemasan produk MSG tidak disertai alat takar dan pedoman takaran pemakaian, maka bubuk ini dipakai hingga melampaui batas kewajaran (Budiarso 2003). Tahun 1987 WHO menghapus batasan penggunaan zat penyedap rasa, khususnya asam glutamat yang semula dibatasi 120 mg/kg berat badan/hari. Dengan kata lain, WHO menyatakan bahwa MSG aman untuk dikonsumsi. Dengan dihapusnya batasan penggunaan MSG, banyak orang lupa dengan daya toleransi tubuh terhadap MSG, yang bisa berakibat fatal bagi kesehatan. Penggunaan MSG yang berlebihan lebih banyak mengandung risiko dari pada manfaat (Saparinto & Hidayati 2009). Beberapa negara industri dan negara maju menetapkan konsumsi MSG yang masih bisa ditoleransi sebesar 0,3-1 gram per hari (Yuliarti 2007). Konsumsi MSG dalam jumlah besar pada orang-orang hypersensitive dapat menyebabkan gejala reaksi Chinese Restaurant Syndrome (CRS) berupa gangguan sementara dada dan leher panas, sesak nafas dan sakit kepala (Belitz & Grosch 2009). Penelitian Woessner et al. (1999) menyebutkan terdapat peningkatan serangan pada penderita asma setelah mengonsumsi MSG, keluhan muncul pada kelompok yang mengonsumsi gram MSG, sementara untuk penyakit kelainan syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton chorea tidak terbukti berhubungan dengan konsumsi MSG. Selanjutnya hasil penelitian Kobayashi et al. (2006) menyatakan kemampuan identifikasi rasa MSG pada kelompok yang terpapar MSG lebih tinggi daripada kelompok kontrol, namun ketika paparan MSG dihentikan kemampuan identifikasi dapat kembali menurun. Sebagian besar penggunaan MSG dalam masakan di seluruh dunia adalah sebagai penyedap sup, kaldu, saus dan lainnya. MSG juga terkandung dalam berbagai produk makanan kalengan seperti daging beku, sayur-sayuran dan lainnya. Hasil penelitian tentang rasa menyebutkan bahwa penambahan MSG sebanyak % dari berat bahan makanan akan memberikan kualitas citarasa terbaik. Pada masakan rumah atau restoran, jumlah ini setara dengan 1-2 sendok teh per kilogram daging atau per 8-12 porsi sayur ataupun sup (Sugita 2002). Konsumsi MSG rata-rata orang Indonesia adalah 0,12 kg per orang per tahun dan untuk anak-anak sekolah sekitar 0,06 kg/kapita/tahun (Winarno 2004). Menurut data Indochemical diacu dalam Taufiqurohman et al. (2001) selama tahun 1999 Indonesia mengonsumsi 119 ribu ton MSG yang jika dihitung dengan

7 10 jumlah penduduk sama dengan 550 gram per orang per tahun, atau kurang lebih 1,5 gram sehari. Kuantitas itu adalah lebih tiga kali lipat dari batas keamanan yang dinyatakan oleh FASEB (Federation of American Societies for Experimental Biology) dan FDA di Amerika Serikat. Di negara-negara Eropa, total asupan glutamat dari makanan pada umumnya stabil dan berkisar antara 5-12 g/hari (glutamat bebas 1 g, glutamate terikat pada protein 10 g, dan ditambahkan sebagai penyedap sebanyak 0.4 g). Sedangkan rata-rata asupan glutamat yang ditambahkan dalam bentuk MSG di negara-negara Eropa berkisar antara 0.3 hingga 0.5 gram/hari dan di negaranegara Asia berkisar antara 1.2 hingga 1.7 gram per hari (Beyreuther et al. 2006). Hasil penelitian Astuti (2003) yang dilakukan di Semarang menunjukkan bahwa rata-rata pemakaian MSG per porsi pada pedagang bakso adalah 4,79 gram dengan maksimum pemakaian adalah 10,35 gram per porsi. Total asupan maksimum 16 g/ kg berat badan dianggap aman (Beyreuther et al. 2006). Penelitian pada manusia tidak membuktikan MSG menjadi penyebab Chinese Restaurant Syndrome (CRS) sehingga JEFCA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) menyatakan MSG sebagai bahan yang aman selama masih digunakan dalam jumlah yang wajar (Lupien & Walker 2000). Kontroversi Percobaan mengenai efek toksik MSG menunjukan hasil yang kontroversial. Berdasarkan berbagai penelitian yang umumnya dilakukan pada hewan percobaan dalam periode neonatal atau infant dengan pemberian MSG dosis tinggi melalui penyuntikan, telah ditemukan beberapa bukti bahwa MSG dapat menyebabkan nekrosis pada neuron hipotalamus, nucleus arkuata hipotalamus, kemandulan pada jantan dan betina, berkurangnya berat hipofisis, anterior, adrenal, tiroid, uterus, ovarium, dan testis, kerusakan fungsi reproduksi dan berkurangnya jumlah anak (Sukawan 2008). Adapun penelitian Sabri et al. (2006) menyebutkan bahwa MSG yang diberikan pada induk mencit yang sedang hamil dapat bersifat embriotoksik dan teratogenik. Penelitian Morrison et al. (2007) membuktikan bahwa pemberian MSG pada tikus percobaan meningkatkan perkembangan diabetes tipe II dan menyebabkan perubahan kadar amin pada beberapa jaringan berubah secara signifikan.

8 11 Sejak tahun 1970 US-FDA telah melaksanakan penelitian terhadap keamanan pangan bagi konsumsi MSG, demikian halnya lembaga-lembaga lain di Amerika Serikat maupun negara lain. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh lembaga yang independen seperti misalnya Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB), diumumkan pada tahun 1980 yang menyimpulkan bahwa MSG dinyatakan aman pada rata-rata dosis digunakan saat itu. Namun mereka juga bahwa keamanan pada peningkatan jumlah konsumsi MSG yang tinggi masih diperlukan evaluasi tambahan (Winarno 2004). Dr. Rinchard A. Kenney dari Medical Center Universitas George Washington, Washington DC telah melakukan penelitian menggunakan kontrol terhadap manusia percobaan yang terpilih sedemikian rupa, sehingga secara statistik telah mewakili. MSG dimasukkan tubuh melalui oral demikian juga dengan placebo (blanko) yang tidak berisi MSG. Hasilnya menunjukkan bahwa sepertiga dari jumlah manusia percobaan yang diberi dosis tinggi MSG (tetapi masih dalam kisaran jumlah wajar untuk dikonsumsi manusia) tidak menunjukkan gejala-gejala yang aneh. Di antara mereka yang merasa dirinya peka terhadap MSG ternyata bereaksi sama bila mereka mengonsumsi placebo (Winarno 2004). Banyak penelitian menyebutkan MSG bisa menyebabkan Chinese Restaurant Syndrome (CRS) dan gangguan pada penderita asma. Namun penelitian Walker (1999) tidak menemukan keterkaitan MSG dengan CSR demikian juga Stevenson (2000) menyimpulkan bahwa MSG tidak berkaitan dengan asma. Hal tersebut dipertegas juga oleh penelitian Yoneda et al. (2010) yang menunjukkan bahwa MSG tidak terlibat dalam pengembangan penyakit asma akut. Penelitian Xiong et al. (2009) menyebutkan penggunaan vitamin C secara bersamaan dapat mengurangi efek samping dari MSG. Berbagai penelitian yang kemudian dilakukan hasilnya banyak yang bertentangan dan sebaliknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akibat dan gejala yang ditimbulkan oleh MSG pada manusia belum cukup lengkap untuk dapat diungkapkan secara gamblang dan memuaskan (Cahyadi 2006). Mesti pembuktiannya masih menjadi perdebatan setidaknya kita sebaiknya membatasi penggunaannya seminimal mungkin dan menggantinya dengan bumbu alami yang lebih sehat. Meskipun sudah dibuktikan dan dinyatakan bahwa MSG aman, beberapa negara dalam peraturannya masih mewajibkan pencatuman adanya MSG dalam label sebagai flavor enhancer (Winarno 2004). Hal ini terjadi karena dalam

9 12 kenyataannya perhatian dan keraguan terhadap konsumsi MSG memang cukup tinggi, tetapi kontroversi terhadap MSG saat ini sudah mereda. Persepsi Riyanto (2010) menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan sehingga pengalaman akan mempengaruhi kecermatan persepsi. Persepsi yang dibentuk seseorang dipengaruhi pikiran dan lingkungan sekitarnya dan secara substansi bisa sangat berbeda dengan realita, dengan kata lain persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar juga keadaan individu yang bersangkutan. Persepsi memiliki sifat subjektif karena setiap orang akan memandang suatu objek atau situasi dengan cara yang berbeda-beda (Setiadi 2003). Riyanto (2010) menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terdiri atas faktor stimulus, faktor perseptor dan faktor situasi. Faktor stimulus adalah faktor yang bersumber dari objek yang mencakup kekuatan stimulus dan faktor penarik perhatian. Faktor perseptor adalah faktor-faktor yang datang dari orang yang melakukan proses persepsi yang mencakup faktor biologis dan faktor sosio-psikologis seperti motif sosiogenis, sikap, emosi, kepercayaan, kebisaaan dan kemauan. Selanjutnya faktor situasi merupakan konteks dimana proses persepsi tersebut berlangsung baik situasi fisik maupun non-fisik. Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa adanya perbedaan persepsi antara konsumen yang satu dengan yang lain dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, dan budaya. Kotler (2003) menyatakan persepsi yang berbeda terhadap objek yang sama disebabkan oleh proses pembentukan persepsi yang mengalami tiga tahap yaitu perhatian selektif, distorsi selektif dan ingatan atau retensi selektif. Menurut Simamora (2004), apabila persepsi melekat dalam waktu yang lama maka akan terbentuk citra (image). Riset di bidang persepsi umumnya menyangkut citra produk. Terdapat dua kesulitan dalam mengukur citra, yaitu (1) konseptualisasi citra, citra adalah konsep yang mudah dimengerti, tetapi sulit untuk dijelaskan secara sistematis karena sifatnya yang abstrak dan (2) pengukuran, tidak terdapat alat ukur yang pasti, karena citra bersifat abstrak dan subjektif. Salah satu cara untuk menggambarkan citra produk adalah dengan

10 13 menggunakan metode sarang laba-laba. Metode ini menggunakan analisis multiatribut. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil yang diperoleh setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yakni (Notoatmodjo 2007): 1. Tahu (know): diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang sfesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. 2. Memahami (comprehension): diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (application): diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. 4. Analisis (analysis): suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sam lain. 5. Sintesis (synthesis): suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (evaluation): berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penilaian atau responden. Pengetahuan didefenisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan. Pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan merupakan determinan utama dalam pemahaman (Engel 1995). Sumarwan (2004) menyatakan bahwa pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta

11 14 pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Dalam hal ini pengetahuan ibu mencakup tentang informasi keamanan produk atau bahan MSG buatan yang dapat diperoleh ibu dari berbagai sumber baik lingkungan maupun media massa. Mowen dan Minor (2002) membagi pengetahuan konsumen menjadi tiga kategori yaitu: (1) pengetahuan objektif, (2) pengetahuan subjektif, dan (3) informasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar mengenai kelas produk yang disimpan di dalam memori jangka panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang diketahui mengenai kelas produk. Konsumen mungkin juga memiliki informasi mengenai pengetahuan berbagai hal lainnya. Pengetahuan dan keamanan pangan adalah aspek kognitif yang menunjukkan pemahaman contoh tentang gizi dan keamanan pangan. Menurut Andarwulan et al. (2009) tingkat pengetahuan dan keamanan pangan siswa berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan pangan yang dibeli. Demikian juga menurut Amelia (2008) pengetahuan merupakan landasan penting untuk terjadi perubahan sikap dan perilaku gizi. Tingkat pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Oleh sebab itu pengetahuan ibu mengenai keamanan penggunaan MSG merupakan salah satu faktor penting yang akan menentukan praktik penggunaan MSG pada ibu rumah tangga. Sikap Menurut Riyanto (2010) sikap merupakan daya pendorong berupa kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasakan sesuatu yang ada dalam diri seseorang dan mengandung aspek evaluatif. Sikap adalah suatu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau obyek. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap belum merupakan tindakan tetapi merupakan predisposisi terjadinya tindakan atau perilaku. Menurut Engel et al. (1995) sikap biasanya memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

12 15 pembentukkan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu (Suhardjo 2003). Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo 2007): 1. Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). 2. Merespon (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut. 3. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4. Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Menurut Sumarwan (2004) sikap adalah ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek, terkait suka atau tidak suka. Sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap atribut atau manfaat dari objek tersebut. Sikap memiliki tiga unsur, yaitu kognitif (kepercayaan terkait objek), afektif (perasaan terkait objek) dan konatif (kecenderungan untuk bertindak). Sikap seseorang dapat diketahui dari kecenderungan seseorang tersebut dalam bertingkah laku terhadap suatu objek tertentu. Sikap terbentuk karena ada faktor pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor pengaruh emosional (Azwar 2003). Berbagai literatur psikologi dari penelitian-penelitian perilaku juga membuktikan bahwa sikap adalah peramal penting dari perilaku, kecenderungan berperilaku, dan faktor yang menjelaskan variasi perilaku (Kotchen & Reiling 2000 diacu dalam Mostafa 2007). Secara sederhana sikap merupakan ekspresi apakah ibu rumah tangga suka atau tidak

13 16 suka terhadap penggunaan MSG berkaitan dengan pengetahuan dan persepsinya. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/ pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo 2007). Praktik Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Praktik terjadi setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, dan selanjutnya ia akan melaksanakan dan mempraktekkan apa yang sudah diketahuinya. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu tindakan nyata diperlukan suatu faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoadmodjo 2007). Praktik terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu 1) persepsi (perception): mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil, 2) respon terpimpin (guide respons): dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh, 3) mekanisme (mechanism): Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebisaaan, 4) adaptasi (adaptation) adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi tindakan tersebut (Notoatmodjo 2007). Maulana (2007) menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor penguat. Faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebisaaan, nilai-nilai, norma sosial, budaya dan faktor sosiodemografi. Faktor pendukung (enabling factors) merupakan faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku berupa lingkungan fisik yang mendukung terjadinya suatu perilaku. Faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Sedangkan Notoatmodjo (2007) berpendapat bahwa faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam pembentukan perilaku

14 17 dapat dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Persepsi termasuk faktor internal dari pembentukkan perilaku sehingga perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Menurut Maulana (2007) wawancara merupakan cara yang tepat untuk mengukur pengetahuan dan sikap pada penelitian kualitatif. Sementara itu, untuk memperoleh data tindakan atau perilaku dapat diperoleh melalui observasi ataupun wawancara dengan mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan responden sebelumnya. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Faktor yang melatarbelakangi masalah gizi di negara berkembang diantaranya adalah keadaan sosial ekonomi. Faktor-faktor sosial ekonomi seperti besar keluarga, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap timbulnya masalah gizi (Khumaidi 1989). Pendidikan Khumaidi (1989) berpendapat bahwa pendidikan orang tua terutama ibu erat kaitannya dengan pemilihan makanan yang bergizi baik untuk keluarganya. Pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap tingkat perawatan kesehatan, higiene, kesadaran terhadap anak dan keluarga. Pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan individu. Pengetahuan dan kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui pendidikan. Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan yang semakin baik dapat mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan individu (Suhardjo 1989). Menurut Syarief (1997) tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memilih makanan yang kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebisaaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik.

15 18 Pekerjaan dan Pendapatan Keluarga Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang merupakan masukan (input) bagi terbentuknya suatu gaya hidup keluarga. Keluarga dan masyarkat yang berpenghasilan rendah, mempergunakan sebagian besar dari keuangannya untuk membeli makanan dan bahan makanan, dan semkai tinggi penghasilan itu, semkain menurun bagian penghasilan yang dipakai untuk membeli makanan (Suhardjo 1989). Penelitian di Banglades oleh Roushan (1996) diacu dalam Yuliansyah (2006) menyebutkan bahwa status gizi anak dipengaruhi oleh pekerjaan orang tua, jarak kelahiran dan jumlah anggota keluarga. Bagi ibu-ibu yang bekerja menunjukkan adanya kecendrungan makanan yang lebih baik (Suhardjo 2003). Semakin tinggi tingkat ekonomi keluarga semakin tinggi pula kualitas gizi konsumsi pangannya (Khumaidi 1989). Keadaan ekonomi akan mempengaruhi daya beli seseorang dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Hal ini akan mengakibatkan seseorang yang berpendapatan lebih tinggi akan memiliki kemampuan membeli bahan pangan yang berkualitas dengan jumlah yang cukup dibandingkan dengan orang yang berpendapatan lebih rendah (Sanjur 1982). Faktor pendapatan keluarga mempunyai peranan besar dalam masalah gizi dan kebisaaan makan masyarakat. Rendahnya pendapatan merupakan kendala yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam (Rodiah 2010). Besar Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI 1988). Menurut Suhardjo (1989), secara garis besar keluarga dapat dibagi atas keluarga inti dan keluarga dalam arti luas. Keluarga inti yaitu keluarga yang terdiri atas sepasang suami istri dengan anak-anaknya. Sedangkan keluarga dalam arti luas yaitu keluarga yang tidak terbatas hanya pada keluarga inti, melainkan terdiri dari beberapa generasi, selain orang tua dan anak-anaknya terdapat pula kakek, nenek, paman, bibi, saudara, sepupu, menantu, dan cucu. Menurut Hurlock (1998) besar keluarga menggambarkan keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri atas bapak, ibu, dan anak-anak. Besar

16 19 keluarga dibagi menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga kurang atau sama dengan empat orang. Keluarga sedang adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga lima sampai tujuh orang, dan keluarga besar adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari delapan orang.

ANALISIS PENGGUNAAN MONOSODIUM GLUTAMAT

ANALISIS PENGGUNAAN MONOSODIUM GLUTAMAT ANALISIS PENGGUNAAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) PADA IBU RUMAH TANGGA DI PERKOTAAN DAN PERDESAAN BOGOR ELSA MURDIANA DEPARTEMEN GIZII MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUTT PERTANIAN BOGOR BOGOR 20122

Lebih terperinci

EFEK PENGGUNAAN KALDU INSTAN SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN MAKANAN TERHADAP EMBRIO MENCIT (Mus musculus)

EFEK PENGGUNAAN KALDU INSTAN SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN MAKANAN TERHADAP EMBRIO MENCIT (Mus musculus) EFEK PENGGUNAAN KALDU INSTAN SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN MAKANAN TERHADAP EMBRIO MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Biologi Oleh : LUJENG WIJAYANTI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan atau campuran

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan atau campuran 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku makanan, tetapi ditambahkan kedalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi dan kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi dan kematian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah tinggi, atau yang sering disebut dengan hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi dan kematian yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protein (hydrolized vegetable protein/hvp). Asam glutamat digolongkan pada

BAB I PENDAHULUAN. protein (hydrolized vegetable protein/hvp). Asam glutamat digolongkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang MSG adalah hasil dari purifikasi glutamat atau gabungan dari beberapa asam amino dengan sejumlah kecil peptida yang dihasilkan dari proses hidrolisa protein (hydrolized

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi jenis makanan cepat saji, makanan kemasan dan awetan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi jenis makanan cepat saji, makanan kemasan dan awetan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi membawa dampak terhadap perubahan gaya hidup masyarakat, termasuk perubahan pola konsumsi makanan yang lebih banyak mengkonsumsi jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan merupakan bagian kebutuhan primer bagi manusia. Tanpa makanan manusia tidak dapat melakukan berbagai macam aktivitas karena dari makananlah manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pendirian Pabrik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pendirian Pabrik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendirian Pabrik Sejak ditemukan monosodium glutamat (MSG) sebagai penambah rasa alami pada awal abad 20 (dari Ikeda di Jepang), pemakaian dunia dapat menumbuhkan perbandingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lembar Persetujuan (Informed Concern) INFORMED CONCERN Yang bertanda tangan di bawah ini adalah: Nama : Umur : Alamat : Menyatakan

Lampiran 1. Lembar Persetujuan (Informed Concern) INFORMED CONCERN Yang bertanda tangan di bawah ini adalah: Nama : Umur : Alamat : Menyatakan LAMPIRAN 51 52 Lampiran 1. Lembar Persetujuan (Informed Concern) INFORMED CONCERN Yang bertanda tangan di bawah ini adalah: Nama : Umur : Alamat : Menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Umami merupakan bagian dari lima rasa dasar selain manis, asam, asin, dan pahit (Hallock, 2007). Umami merupakan rasa yang banyak ditemukan pada makanan siap saji, makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih lezat. Masyarakat Indonesia rata-rata mengkonsumsi MSG sekitar

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih lezat. Masyarakat Indonesia rata-rata mengkonsumsi MSG sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang MSG adalah garam natrium dari asam glutamat (glutamic acid). MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dalam bentuk L-glutamic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam natrium dari asam. glutamat (glutamic acid). MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam natrium dari asam. glutamat (glutamic acid). MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Monosodium glutamate (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat (glutamic acid). MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid

BAB 1 PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid yang digunakan sebagai bahan penyedap makanan untuk merangsang selera. MSG adalah hasil dari purifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk anionik dari asam glutamat 7. Sebagai flavour enhancer bahan ini banyak ditemukan di negara maju 8, seperti

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk anionik dari asam glutamat 7. Sebagai flavour enhancer bahan ini banyak ditemukan di negara maju 8, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Monosodium glutamat atau yang lebih dikenal dengan sebutan MSG adalah garam natrium yang berasal dari asam glutamat merupakan asam amino non esensial yang dapat dijumpai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia pangan terdapat banyak sekali bahan tambahan pangan (BTP). Salah satu BTP yang paling sering dijumpai di masyarakat adalah bumbu penyedap rasa berbentuk blok.

Lebih terperinci

PERANAN ZAT GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK Glutamat Sebagai Neurotransmitter

PERANAN ZAT GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK Glutamat Sebagai Neurotransmitter PERANAN ZAT GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK Glutamat Sebagai Neurotransmitter Oleh: Dr. Bernatal Saragih Disampaikan pada Seminar Nasional Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Kerjasama dengan PT

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku menurut Skinner (1938) seorang ahli psikologi adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup luas di masyarakat, mulai dari produk makanan ringan hingga masakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup luas di masyarakat, mulai dari produk makanan ringan hingga masakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Monosodium glutamat (MSG) merupakan penguat rasa yang penggunaannya cukup luas di masyarakat, mulai dari produk makanan ringan hingga masakan olahan. Luasnya penggunaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Bahan tambahan makanan ini disebut dengan zat aditif, dimana zat

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Bahan tambahan makanan ini disebut dengan zat aditif, dimana zat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat untuk menciptakan masakan dengan cita rasa yang gurih serta aroma yang lezat, menyebabkan terjadinya peningkatan akan kebutuhan bahan tambahan

Lebih terperinci

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan Zat Kimia berbahaya pada makanan sering kita temui pada berbagai jenis produk seperti makanan yang diawetkan, penyedap rasa, pewarna makanan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam

1. PENDAHULUAN. penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monosodium Glutamat (MSG) sudah lama digunakan diseluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam amino (Geha et al., 2000), dikarenakan

Lebih terperinci

Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen

Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen 21. 1. Pendahuluan Pangan Masyarakat - Aman untuk Kesehatan -Murni (halal komposisi sesuai label) - Nilai Ekonomi Wajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Pendamping Air Susu Ibu Makanan pendamping air susu ibu adalah makanan yang diberikan pada bayi disamping air susu ibu, untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mulai umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia 1. Definisi Anemia Menurut WHO, anemia gizi besi didefinisikan suatu keadaan dimana kadar Hb dalam darah hemotokrit atau jumlah eritrosit lebih rendah dari normal sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Usia Pertama Pemberian Makanan Pendamping ASI a. Pengertian Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) merupakan makanan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Definisi Perilaku Menurut Kwick dalam Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini di Indonesia, hampir setiap makanan mengandung vetsin atau dikenal dengan Monosodium Glutamate (MSG). Selama ini MSG terkenal sebagai penyedap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoadmojo, 2007 perilaku dari pandangan biologis merupakan sesuatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoadmojo, 2007 perilaku dari pandangan biologis merupakan sesuatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Menurut Notoadmojo, 2007 perilaku dari pandangan biologis merupakan sesuatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan, perilaku manusia hakikatnya adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan penting dalam gaya hidup, komposisi demografis dari berbagai kelompok sosial dan dengan globalisasi pasar makanan, pasokan makanan berkembang pesat

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting untuk pertumbuhan maupun untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Garam Beryodium Garam beryodium adalah suatu inovasi yang ditawarkan kepada konsumen atau setiap keluarga untuk mencegah kekurangan yodium sebagai upaya jangka panjang (Depkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan setiap insan baik secara fisiologis, psikologis, sosial maupun antropologis. Pangan selalu terkait

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prakti prientasi pasien baru 1. Pengertian Orientasi Orientasi adalah melihat atau meninjau supaya kenal atau tahu (Purwadarminta, 1999). Dalam konteks keperawatan orientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi menyebabkan aktivitas masyarakat meningkat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman umbi umbian yang dikenal luas di masyarakat Indonesia. Pada tahun 2013 produksi singkong di Indonesia mencapai 23 juta ton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan bahan pemanis di dalam bahan makanan dan minuman sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu. Bahan pemanis alami yang sangat umum digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Inventarisasi data mutu produk formula bayi yang terdaftar di BPOM selama tahun 2004 2008 Inventarisasi data dilakukan melalui pengamatan terhadap berkas pendaftaran suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Imunisasi Dasar Tubuh manusia pada dasarnya mampu melawan zat asing (Bakteri, Virus, Racun dan sebagainya) dengan mengaktifkan sistim kekebalan yang ada

Lebih terperinci

Bahan Ini Membuat Citarasa Masakan Semakin Kuat!

Bahan Ini Membuat Citarasa Masakan Semakin Kuat! Sensory & Application Bahan Ini Membuat Citarasa Masakan Semakin Kuat! Dalam membuat masakan, seringkali bahan tertentu dapat memperkuat atau mempertegas citarasa secara keseluruhan. Terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperuntukkan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia,

BAB I PENDAHULUAN. diperuntukkan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia, termasuk Bahan Tambahan Pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Committee) VII tekanan darah 140/90 mmhg. Hipertensi seringkali disebut

BAB I PENDAHULUAN. Committee) VII tekanan darah 140/90 mmhg. Hipertensi seringkali disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah suatu kondisi klinis dimana terjadi peningkatan darah secara konsisten diatas tekanan darah normal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah pangan yang perlu disediakan untuk dikonsumsi. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah pangan yang perlu disediakan untuk dikonsumsi. Selain itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang jumlah penduduknya setiap tahun mengalami peningkatan. Banyaknya jumlah penduduk ini juga mengakibatkan banyaknya jumlah pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. umur dewasa ke atas pada seluruh status sosial ekonomi dapat berdampak pada

I. PENDAHULUAN. umur dewasa ke atas pada seluruh status sosial ekonomi dapat berdampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia, terutama pada kelompok umur dewasa ke atas pada seluruh status sosial ekonomi dapat berdampak pada kesehatan. Saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I PROGRAM PG PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Pendahuluan Setiap orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( )

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( ) Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari (08312244013) PRODI PENDIDIKAN IPA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 2012 DEFINISI BTP Bahan Tambahan Pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber nutrisi lengkap dan mengandung gizi tinggi. Kandungan kalsium susu sangat dibutuhkan dalam masa pertumbuhan dan pembentukan tulang

Lebih terperinci

10 Efek Bahaya MSG Bagi Kesehatan Jangka Panjang

10 Efek Bahaya MSG Bagi Kesehatan Jangka Panjang 10 Efek Bahaya MSG Bagi Kesehatan Jangka Panjang Editor : Nisa Dhiya ul Haq G2B013019 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG PROGRAM SARJANA ILMU GIZI 2015 10 Efek Bahaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nia Kurniawati

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nia Kurniawati PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nia Kurniawati PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa alam, dan sebagainya, yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin. (Guided Respons), Mekanisme (mekanisme), Adaptasi (adaptation)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin. (Guided Respons), Mekanisme (mekanisme), Adaptasi (adaptation) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perawatan Pada Penderita Hipertensi 1. Perilaku (Practice) Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. faktor keturunan. Faktor-faktor tersebut dapat beraksi sendiri ataupun saling

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. faktor keturunan. Faktor-faktor tersebut dapat beraksi sendiri ataupun saling 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Proses patologis sering terjadi sebagai bentuk adaptasi tubuh akibat pengaruh lingkungan yang abnormal. Terdapat beberapa agen yang berbahaya bagi tubuh,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Natrium adalah logam alkali lunak, berwarna putih perak; unsur dengan nomor atom 11, berlambang Na, dan bobot atom 22,9898.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Natrium adalah logam alkali lunak, berwarna putih perak; unsur dengan nomor atom 11, berlambang Na, dan bobot atom 22,9898. 2.1. Natrium 2.1.1. Definisi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Natrium adalah logam alkali lunak, berwarna putih perak; unsur dengan nomor atom 11, berlambang Na, dan bobot atom 22,9898. 2.1.2. Fungsi Sebagai kation

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, which are part of human diet. Artinya adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena makanan berguna untuk menjaga kelangsungan proses fisiologis tubuh dapat berjalan dengan lancar. Makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Pengertian Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut dengan Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan : Lampiran 1 KUESINER PENELITIAN Analisa Kandungan Natrium Benzoat, Siklamat Pada Selai Roti Yang Bermerek Dan Tidak Bermerek Serta Tingkat Pengetahuan Penjual Tentang Natrium Benzoat, Siklamat Pada Selai

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN PERILAKU KONSUMSI MAHASISWA PUTRA TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA IPB TENTANG MONOSODIUM GLUTAMAT DAN KEAMANANNYA

PENGETAHUAN DAN PERILAKU KONSUMSI MAHASISWA PUTRA TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA IPB TENTANG MONOSODIUM GLUTAMAT DAN KEAMANANNYA PENGETAHUAN DAN PERILAKU KONSUMSI MAHASISWA PUTRA TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA IPB TENTANG MONOSODIUM GLUTAMAT DAN KEAMANANNYA ISSN 1978-1059 Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2012, 7(2): 111 118 (Knowledge and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditanam di Malang mempunyai nama Apel Malang. Buah dan sayur memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang ditanam di Malang mempunyai nama Apel Malang. Buah dan sayur memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia buah dan dan sayur merupakan bahan pangan yang sangat mudah didapatkan, bahkan disetiap daerah memiliki buah atau sayur sebagai ciri khas untuk daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

Makanan Gorengan Pembawa Kanker?

Makanan Gorengan Pembawa Kanker? 01 Oct 2007 Makanan Gorengan Pembawa Kanker? Makanan yang digoreng atau populer disebut gorengan, ternyata bukan hanya meningkatkan kadar kolesterol darah serta menyebabkan terjadinya peningkatan risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu isi dari dasar-dasar pembangunan kesehatan di Indonesia adalah adil dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan,

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan, berbentuk lempengan tipis, bundar atau persegi panjang, yang terbuat dari bahan dasar beras dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan struktur dan penurunan fungsi ginjal yang bisa berdampak pada ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Penelitian Penelitian pengetahuan dan sikap terhadap praktik pencegahan hipertensi pada remaja ini dilakukan di SMAN 15 Semarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan I. PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahu merupakan bahan makanan yang banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia. Tahu yang kaya akan protein, sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia yang mempunyai potensi ekspor sangat besar. Tanaman ini mendapat julukan ratunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih Teknologi dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini menyebabkan konsumsi beras di Indonesia sangat tinggi dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti membersihkan rumah merawat anak-anaknya. Tidak kalah pentingnya

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti membersihkan rumah merawat anak-anaknya. Tidak kalah pentingnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ibu rumah tangga berperan penting dalam pekerjaan rumah tangga seperti membersihkan rumah merawat anak-anaknya. Tidak kalah pentingnya adalah memasak dan

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan Definisi Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan konsepnya berupaya agar masyarakat menyadari atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri

Lebih terperinci