Perkembangan ilmu sistem banyak dipengaruhi oleh berbagai disiplin ilmu. lain. Salah satunya adalah Kibernetika (Cybernetics) yang telah berkembang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perkembangan ilmu sistem banyak dipengaruhi oleh berbagai disiplin ilmu. lain. Salah satunya adalah Kibernetika (Cybernetics) yang telah berkembang"

Transkripsi

1 TNJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Sistem dan Pemodelan Perkembangan ilmu sistem banyak dipengaruhi oleh berbagai disiplin ilmu lain. Salah satunya adalah Kibernetika (Cybernetics) yang telah berkembang beberapa abad yang lalu. Definisi kibernetika yang dapat diterima datang dari konsep yang dikembangkan oleh Norbert Wiener (1948) yang mengartikannya sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kelakuan sistem-sistem dinamis yang dikendalikan (controlled) melalui keterangan-keterangan. Forrester (1968) mendefinisikan sistem sebagai sekelompok komponen yang beroperasi secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Manetsch and Park (1979, dalam Eriyatno, 1999) mendefinisikan sistem sebagai suatu gugus elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan. Dalam perkembangannya sistem didefinisikan sebagai himpunan komponen (entitas) yang mempertahankan eksistensi dan fungsinya sebagai suatu keutuhan melalui interaksi komponen-komponennya (O'Connor and McDermott, 1997). Dalam keberagaman definisi sistem itu, secara substansial menunjukkan adanya suatu kesamaan visi dimana sistem memiliki karakteristik keutuhan (wholeness) dan interaksi antar komponen yang membangun sistem (Eriyatno, 1999). Secara lebih tegas beberapa karakteristik yang dimiliki oleh sistem dapat dinyatakan sebagai berikut: 1) dibangun oleh sekelompok komponen yang saling berinteraksi; 2) bersifat wholeness; 3) memiliki satu atau segugus tujuan; 4) terdapat proses transformasi input menjadi output; 5) terdapat mekanisme pengendalian yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan sistem.

2 Dengan demikian dapat diartikan bahwa analisis sistem adalah suatu studi tentang sistem dan atau entitas dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmiah yang dapat menghasilkan suatu konsepsi atau model. Konsepsi dan model tersebut dapat digunakan sebagai landasan kebijakan, perubahan struktur, taktik dan strategi pengelolaan sistem tersebut. Analisis sistem bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai elemen penyusun sistem, memahami prosesnya serta memprediksi berbagai kemungkinan keluaran sistem yang terjadi akibat adanya distorsi di dalam sistem itu sendiri, sehingga didapatkan berbagai aternatif pilihan yang menguntungkan secara optimal. Persoalan alternatif ini sesungguhnya merupakan persoalan "cost-benefit" atau "cost-effectiveness" analysis, yang bermanfaat untuk mengevaluasi alternatif pemodelan. Gejala dunia nyata (real world) seperti kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai di Teluk Benoa Bali, menunjukkan kompleksitas yang tinggi dan sulit dipahami hanya melalui satu disiplin keilmuan. Upaya dari masing-masing disiplin untuk mempelajari fenomena dunia nyata yang kompleks melalui pengembangan beragam model seringkali tidak konsisten, hanya bersifat parsial, tidak berkesinambungan, dan gagal memberikan penjelasan yang utuh (Eriyatno, 1999). Konsep sistem yang berlandaskan pada unit keberagaman dan selalu mencari keterpaduan antar komponen, dapat menawarkan suatu pendekatan baru untuk memahami dunia nyata melalui pendekatan sistem. Dengan demikian, kajian mengenai kawasan Tahura ini dapat dilakukan melalui pendekatan sistem, yang selanjutnya dibangun suatu desain sistem (model) pengembangan pariwisata alam berkelanjutan. Eriyatno (1999) menyatakan bahwa model merupakan suatu abstraksi dari realitas, yang menunjukkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan

3 timbal balik dalam istilah sebab akibat. Dari batasan-batasan tersebut, dapat dinyatakan bahwa dalam mempelajari sistem sangat diperlukan pengembangan model guna menemukan peubah-peubah (variable) penting dan tepat, serta menemukan hubungan-hubungan antar peubah di dalam sistem tersebut. Selanjutnya Eriyatno (1999) menyatakan bahwa model dapat dikategorikan menurut jenis, dimensi, fungsi, tujuan pokok kajian, atau derajat keabstrakannya. Pada dasarnya jenis model dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: 1) conic Model (model fisik), merupakan perwakilan fisik dari beberapa ha1 baik dalam bentuk ideal ataupun dalam skala yang berbeda. Model ikonik dapat berdimensi dua seperti foto, peta, atau cetak biru; atau berdimensi tiga seperti prototipe mesin dan alat. Untuk model yang berdimensi lebih dari tiga, maka tidak dapat lagi dikonstruksi secara fisik (ikonik), sehingga diperlukan model lainnya. 2) Analogy Model (model diagramatik), menyajikan transformasi sifat menjadi analognya kemudian mengetengahkan karakteristik dari kejadian yang dikaji. Contoh dari model ini adalah kurva permintaan dalam ekonomi, kurva distribusi frekuensi dalam statistika, dan diagram alir. Model ini bersifat sederhana namun efektif dalam menggambarkan situasi yang khas. 3) Symbolic Model (model matematik), menyajikan format dalam bentuk angka, simbol, dan rumus. Pada dasarnya ilmu sistem lebih terpusat pada penggunaan model simbolik, dengan jenis yang umum dipakai adalah persamaan matematis (equation). Dalam pendekatan sistern, pengembangan pemodelan merupakan titik kritis yang akan menentukan keberhasilan dalam mepelajari sistem secara keseluruhan. Dalam hubungannya dengan fenomena kompleks seperti kawasan Tahura Ngurah 10

4

5 jumlah besar. Salah satu sistem yang menawarkan solusi untuk masalah ini adalah Sistem lnformasi Geografi (SG). SG adalah suatu teknologi baru yang pada saat ini menjadi alat bantu (tools) yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan spasial (grafis). Banyak sekali aplikasi yang dapat ditangani oleh SG. Salah satunya yang akan digunakan disini adalah dalam pengembangan pariwisata pesisir dimana dapat menginventarisasi dan menganalisis potensi daerah unggulan untuk pariwisata. Penempatan zonasi objek pariwisata secara terpadu, yang ditetapkan secara akurat itu dapat mengeliminasi deteriorisasi yang eksesif, sehingga optimasi pemanfaatan ruang wilayah pesisir dapat dilakukan secara berkelanjutan. Ketika berbagai elemen yang teridentifikasi dalam sistem melakukan penetrasi terhadap sumberdaya wilayah pesisir yang bersifat terbatas itu, maka selama itu pula pemodelan ekonomi dan sosial yang diintegrasikan dengan teknologi SG dapat melakukan simulasi model untuk mencari solusi teriiaik, sehingga tujuan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kualitas lingkungan dapat tercapai. 2.3 Aspek Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu dan Berkelanjutan Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan bekelanjutan dapat memberi makna bahwa wilayah pesisir dengan seluruh isinya perlu dihargai dan secara berencana dapat dieksploitasi, sehingga diperlukan upaya-upaya perlindungan makhluk hidup yang sifatnya hayati dan manusiawi. Untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang sangat rentan terhadap perubahan ekosistemnya, diperlukan perhatian yang serius

6 dalam pengembangan dan pengelolaannya agar senantiasa berjalan secara berkelanjutan dan lestari. Adapun arah dan tujuan dari pengembangan dan pengelolaan potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut adalah agar mampu meningkatkan pengelolaannya secara terpadu untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya secara optimal, efisien dan efektif yang mengarah pada peningkatan upaya pelestarian kemampuan lingkungan. Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu merupakan suatu pendekatan pengelolaan yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu guna mencapai pembangunan wilayah pesisir dan laut yang optimal dan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987). Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pembangunan yang memberikan semacam ambang batas pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya alam yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak, melainkan merupakan batas yang luwes yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfir untuk menerima dampak kegiatan manusia. Dengan perkataan lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak. Secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan memiliki empat dimensi, yaitu (a) dimensi ekologis; (b) dimensi sosial ekonomi dan budaya; (c) dimensi sosial politik; dan (d) dimensi hukum dan kelembagaan (Dahuri et a/., 1996).

7 Dalam dimensi ekologis, pembangunan wilayah pesisir dan laut haruslah memperhatikan daya dukung lingkungan dalam menopang segenap kegiatan pembangunan dan kehidupan manusia. Dengan demikian, agar pembangunan wilayah pesisir dan laut dapat berkelanjutan, maka pola dan laju pembangunan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga total permintaannya terhadap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan suplai tersebut. Dalam konteks ini, pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutan (sustainable development) dapat diartikan cara mengelola segenap kegiatan pembangunan yang terdapat di suatu wilayah yang berhubungan dengan wilayah pesisir, agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Setiap ekosistem alamiah termasuk ekosistem pesisir, memiliki empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia :(a) jasa-jasa pendukung kehidupan; (b) jasa-jasa kenyamanan; (c) penyedia sumberdaya alam; dan (d) penerima limbah (Ortolano, 1984). Jasa-jasa pendukung kehidupan (life support services) mencakup berbagai ha1 yang diperlukan bagi eksistensi kehidupan manusia, seperti udara, dan air bersih serta ruang bagi berkiprahnya segenap kegiatan manusia. Jasa-jasa kenyamanan (amenity services) yang disedikan oleh ekosistem alamiah adalah berupa suatu lokasi beserta atributnya yang indah dan menyenangkan yang dapat dijadikan tempat berekreasi serta pemulihan jiwa. Ekosistem alamiah menyediakan sumberdaya alam yang dapat dikonsumsi langsung atau sebagai masukan dalam proses produksi. Sedangkan fungsi penerima limbah dari suatu ekosistem adalah kemampuannya dalam menyerap limbah dari kegiatan manusia, hingga menjadi suatu kondisi yang aman (Dahuri et al., 1996). Dari keempat fungsi ekosistem alamiah tersebut, bahwa kemampuan dua fungsi yang pertama sangat bergantung pada dua fungsi yang terakhir. ni berarti

8 bahwa jika kemampuan dua fungsi terakhir dari suatu ekosistem alamiah tidak dirusak oleh kegiatan manusia, maka fungsinya sebagai pendukung kehidupan dan penyedia jasa-jasa kenyamanan dapat diharapkan tetap terpelihara. Berdasarkan keempat fungsi ekosistem tersebut, secara ekologis terdapat tiga kaidah pokok yang dapat menjamin tercapainya pembangunan wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan, yaitu: (a) keharmonisan spasial, (b) kapasitas asimilasi, dan (c) pemanfaatan berkelanjutan (Dahuri et al., 1996). Dalam keharrnonisan spasial, kegiatan pembangunan, ruang atau lahan tidak boleh dialokasikan hanya untuk zona pemanfaatan, akan tetapi perlu ada yang digunakan untuk zona presevasi (jalur hijau pantai, sempadan, dan hutan lindung) serta zona konservasi. Keberadaan zona preservasi dan konservasi dalam suatu pengelolaan sumberdaya pesisir sangat penting terutama dalam memelihara berbagai proses penunjang kehidupan, siklus hidrologi dan unsur hara. Sementara dalam kapasitas asimilasi, dampak dari kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan laut tidak boleh melampaui kemampuan akseptasinya dalam menerima atau menyerap limbah yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan ataupun manusia. Dalam pemanfaatan zona secara berkelanjutan, eksploitasi sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable) di wilayah pesisir dan laut tidak boleh melampaui kemampuan regenerasinya dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya baik sumberdaya yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui harus dilakukan dengan cermat, sehingga dampak lingkungan yang timbul tidak mengganggu atau merusak ekosistem dan kegiatan pembangunan lainnya. Pemanfaatan harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga sebelum sumberdaya tersebut habis sudah ada sumberdaya substitusinya.

9 Dalam dimensi sosial ekonomi dan budaya, konsep pembangunan berkelanjutan mensyaratkan bahwa manfaat yang diperoleh dari kegiatan penggunaan suatu wilayah pesisir serta sumberdaya alamnya harus diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar kegiatan tersebut, terutama mereka yang ekonomi lemah guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah. Prinsip ini sangat mendasar, karena banyak kerusakan lingkungan pesisir, misalnya pembangunan batu karang, penebangan mangrove, penambangan pasir pantai dan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, berakar pada kemiskinan dan tingkat pengetahuan yang rendah para pelakunya. Dalam dimensi sosial politik, konsep pembangunan berkelanjutan tersebut haruslah dalam sistem dan suasana politik yang demokratis dan transparan, sehingga eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan tidak hanya ditanggung oleh masyarakat miskin dan lemah melainkan harus ditanggung pula oleh pelaku kerusakan. Dalam dimensi hukum dan kelembagaan, pelaksanaan pembangunan berkelanjutan setiap stakeholders harus dapat mengendalikan diri untuk tidak merusak lingkungan. Hal ini dapat terpenuhi melalui penerapan sistem peraturan dan perundang-undangan yang berwibawa dan konsisten. Untuk mengakomodasi keempat dimensi pengelolaan di atas, maka pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu harus dilakukan dalam beberapa tahapan. Terdapat empat tahap dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, yang secara ringkas disajikan pada Gambar 2. Keempat tahap tersebut terdiri dari: 1) perencanaan, yang terdiri dari identifikasi permasalahan dan penetapan tujuan dan sasaran;

10 2) formulasi, yang terdiri dari adopsi program secara formal dan penyiapan pendanaan untuk implementasi; 3) implementasi, merupakan tahap pelaksanaan kegiatan pembangunan, penegakan kebijakan dan peraturan, serta pemantauan (monitoring) 4) evaluasi, merupakan analisis kemajuan yang akan memberikan arahan dalam pendefinisian kembali ruang lingkup pengelolaan, agar tujuan yang ditetapkan dapat benar-benar tercapai. Dengan demikian, pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses yang bersifat siklikal. Dalam ha1 ini akan terjadi suatu proses pembelajaran (learning process) untuk mendapatkan perbaikan secara terus menerus. Sorensen dan McCreary (1990) mengemukakan bahwa pengelolaan wilayah pesisir terpadu perlu mempunyai lima atribut, yaitu : 1) Merupakan suatu proses yang selalu berkelanjutan di atas pertimbangan waktu. Pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu adalah suatu program yang dinamis yang senantiasa diperbaharui, diperbaiki, dan bukan merupakan proyek dengan waktu tertentu, 2) Perlu adanya suatu penataan institusi pemerintah untuk membuat dan menetapkan kebijakan bagi pengambilan keputusan dalam implementasi kegiatan yang ditentukan 3) Penataan institusi pemerintah yang menggunakan satu atau beberapa strategi pengelolaan secara rasional dan sistematis dalam penentuan keputusan 4) Seleksi strategi pengelolaan yang akan digunakan didasarkan pada perspektif sistem-sistem yang dikenal hubungannya antar sistem wilayah pesisir dan laut.

11 Perspektif sistem ini selalu mempertimbangkan bahwa pendekatan multisektoral digunakan dalam merancang dan melaksanakan strategi pengelolaan. 5) Perlu adanya suatu batas secara geografis dari laut sampai ke pedalaman, sedangkan pulau yang kecil tidak memiliki batas pedalaman. r 4. EVALUAS Analisis kemajuan dan perrnasalahan Redefinisi ruang lingkup untuk pengelolaan pesisir 7 3. MPLEMENTAS a Kegiatan pembangunan Q Penegakan kebijakan dan peraturan-peraturan Pemantauan Mengadopsi 1. PENATAAN & PERENCANAAN dentifikasi dan analisis perrnasalahan Pendefinisian tujuan dan sasaran Pernilihan strategi Pernilihan struktur irnplernentasi 2. FORMULAS1 program secara formal Pengamanan dana untuk implementasi Surnber : Sorensen dan McCreary (1990) Gambar 2. Tahapan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu dan Berkelanjutan Konsep yang dikembangkan untuk pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu agar terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan adalah dengan mengembangkan sistem kemitraan antara berbagai stakeholders yang terkait, yang terdiri dari pemerintah (pusat dan daerah), sektor swasta, lembaga donor, organisasi nasional dan internasional, cendekiawan, LSMmedia dan masyarakat, di mana

12 antara stakeholders tersebut saling berkaitan dan saling mendukung satu dengan yang lainnya. Dengan demikian konsep pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu bukan hanya dipegang oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tetapi ditentukan juga oleh masyarakat setempat (community base) dan disesuaikan dengan potensi sumberdaya dari masing-masing wilayah (resource base) serta kemampuan pasar (market base) dari produk yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan inventarisasi dan identifikasi sumberdaya yang terdapat di wilayah pesisir Teluk Benoa, baik sumberdaya yang dapat diperbaharui maupun surnberdaya yang tidak dapat diperbaharui, agar masing-masing stakeholder dapat memerankan perannya dalam pembangunan daerah, khususnya pengembangan pariwisata pesisir untuk mencapai peningkatan pendapatan daerah. 2.4 Aspek Perencanaan Pengembangan Pariwisata Pesisir Pariwisata di pesisir pada umumnya berhubungan dengan beragam variasi dari aktivitas pembangunan, dampak lingkungan serta problematika pengelolaan pesisir. Dampak lingkungan dapat diklasifikasikan bermacam-macam : lingkungan, ekonomi dan sosial budaya, positif atau negatif, langsung atau kumulatif, serta jangka pendek atau jangka panjang. Wilayah pesisir telah banyak digunakan untuk beragam tujuan, dimana trendnya menuju pengelolaan sumberdaya pesisir yang lebih baik, juga termasuk didalamnya pengembangan pariwisata. Untuk tujuan-tujuan pengelolaan, pesisir telah didefinisikan sebagai sumberdaya atau ekosistem dengan berbagai tipe dari beragam aktivitas. 19

13 Propinsi Bali adalah salah satu daerah tujuan wisata yang paling penting dan yang paling cepat tumbuh di ndonesia, akan tetapi ada ketimpangan pertumbuhan antar propinsi di ndonesia secara keseluruhan. Propinsi ini memiliki basis sumberdaya untuk pariwisata pesisir, seperti pantai berpasir, terumbu karang dan kekayaan warisan budaya yang saling menunjang untuk pembangunan wisata pesisir. Namun demikian, pembangunan pariwisata di Propinsi Bali, terutama resortresort pesisir di kawasan ini telah tumbuh secara spontan dan tidak terencana untuk memenuhi permintaan pasar. Hal ini digalakkan oleh para developer untuk mencari keuntungan, sebagai respons dari tidak adanya pemberdayaan serta rendahnya perhatian pemerintah terhadap cepatnya pembangunan, walaupun perundangundangannya mungkin saja telah dibuat. Selain dari pada itu ada indikasi para developer resort tidak mengetahui hal-ha1 berkenaan dengan masalah lingkungan serta aspek-aspek sederhana yang dapat mempengaruhi resort mereka. Sebagai konsekuensi dari pembangunan lingkungan pesisir yang tidak terencana ini banyak terjadi : pembangunan yang semrawut (ribbon development) sebagai bentuk pernanfaatan muka pantai yang tidak terencana; degradasi lingkungan ketika ditebangnya pohon-pohon pelindung alami; tanah-tanah basah telah dikonversi menjadi tempat-tempat saluran terbuka pembuangan air kotoran; laut dan pantai terpolusi oleh air-limbah buangan sebagai akibat dari rendahnya infrastruktur pengolah limbah; terumbu karang menjadi rusak sebagai akibat aktivitas rekreasi serta air-limbah; erosi pantai telah terjadi karena disain struktur yang tidak baik (Smith, 1992). Polusi pesisir telah merupakan masalah yang penting (Charoenca, 1993). Pemusatan kapal-kapal, pengunjung serta para penjual telah meningkatkan banyak sampah di sepanjang pantai.

14 Salah satu contoh kawasan yang kurang terencana dengan baik adalah kawasan pesisir Kuta dan Candi Dasa, merupakan salah satu bentuk pembangunan yang tidak terencana; khususnya pemindahan karang telah menyebabkan erosi yang sangat serius. Kerusakan terhadap sumberdaya alam itu sesungguhnya tidak hanya permasalahan biofisik semata, akan tetapi lebih merupakan permasalahan ekonomi dan sosial budaya. Sebab secara ekonomis bisa saja sumberdaya alam itu hilang bahkan tidak dapat dipulihkan kembali. Setiap keputusan yang diambil oleh para perencana terhadap pilihan-pilihan membiarkan lingkungan dalam kondisi tak tersentuh atau mengeksploitasinya, sehingga menimbulkan deteriorisasi yang eksesif atau bahkan mengkonversinya untuk keperluan lain, akan menimbulkan implikasi manfaat dan kerugian (gain and losses) terhadap masyarakat secara keseluruhan (Syam, 1999). Keputusan tersebut hanya bisa dilakukan dengan tepat apabila aspek-aspek manfaat dan kerugian dianalisis dan dievaluasi secara benar. Pengembangan pariwisata pesisir terintegrasi adalah sebuah model pembangunan pariwisata yang terencana dan didisain untuk menghindari konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan (Stiles, 1991; nskeep, 1991). Penekanannya adalah pada perencanaan lingkungan sejumlah infrastruktur dan fasilitas-fasilitas hotel. Manfaat hotel dari adanya efisiensi biaya dan skala ekonomi dalam fasilitas, pelayanan dan managemen dengan sistem ini sesungguhnya tidak C dinikmati sendiri. Penggunaan master plan menjamin pembangunan yang terkontrol dengan penggunaan sumberdaya yang efektif dan menguntungkan semua pihak Walaupun hotel-hotel dibangun oleh para developer yang berbeda dengan kompetisi yang tinggi, tetapi pembangunan resort secara keseluruhan berada dibawah satu management.

15 Nusa Dua di Bali contohnya, merupakan integrated resod pertama di Asia Tenggara yang telah mengadopsi beberapa ha1 penting prinsip-prinsip perencanaan resort (nskeep, 1991). Secara prinsip beragam implikasi terhadap zona pesisir terdiri dari : tahapan pembangunan, orientasi dari letak hotel pada pantai dengan latar belakang yang benar, koridor umum sebagai jalan masuk ke pantai, perlengkapan penampungan kotoran yang terpisah, taman lansekap yang terintegrasi dan berhubungan langsung dengan lepas pantai serta aturan-aturan variasi kawasan. Saat ini pemerintah ndonesia menjadikan Nusa Dusa sebagai contoh model pengembangan kawasan wisata untuk daerah-daerah potensial lainnya. Beragam implikasi yang sering muncul di kawasan pesisir itu kini lazim dianggap termasuk bidang lingkungan hidup menjadi dimensi tambahan yang sering menonjol pada transformasi dan perubahan struktural pembangunan ekonomi. Dalam perkembangan di masa depan, pembangunan ekonomi akan semakin tergantung pada bagaimana melakukan suatu perencanaan dan pengelolaan sumberdaya secara integratif, baik dalam jangka pendek dan sekaligus untuk memeliharanya dan mengamankannya secara berkelanjutan (sustainable) dalam jangka panjang. 2.5 Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan a., Pengertian Dasar Pembangunan adalah suatu konsep normatif yang menyiratkan pilihanpilihan tujuan untuk mencapai realisasi potensi manusia (Bryant dan White 1982 dalam Patria 1999). Pembangunan ekonomi (development) mengandung arti yang lebih luas dibanding pengertian pada pertumbuhan ekonomi (growth). Pembangunan ekonomi mencakup perubahan pada tata susunan ekonomi masyarakat secara

16 menyeluruh. Oleh karena itu pembangunan merupakan proses transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktural yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Dalam perkembangannya, pembangunan ekonomi di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tanpa berwawasan lingkungan. Dengan pendekatan yang terlalu berorientasi economic growth, dikhawatirkan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama akan dapat mempercepat penipisan sumberdaya dan pencemaran lingkungan yang eksesif. Keadaan ini akhirnya akan membahayakan kehidupan perekonomian itu sendiri. Untuk menghindari kemungkinan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan itu, khususnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir perlu dicari strategi baru guna menyempurnakan pembangunan yang terlalu berorientasi pada teori pertumbuhan ekonomi konvensional ke arah pembangunan berkelanjutan. Faham tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bersumber pada sebuah laporan yang berjudul Our Common Future, disusun pada tahun 1987 oleh Komisi Dunia tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development), komisi tersebut juga dikenal sebagai Brundtland Commission. Penafsiran tentang pembangunan yang berkelanjutan diartikan sebagai "daya upaya untuk memenuhi kebutuhan generasi kini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi-generasi mendatang" (Djojohadikusumo, 1994). Dalam konteks ini, pembangunan ekonomi berkelanjutan merupakan suatu usaha meningkatkan kemampuan generasi sekarang untuk memenuhi kebutuhannya (terutama kebutuhan dasar bagi golongan miskin dalam masyarakat), tanpa mengurangi kemampuan generasi-generasi masa

17 depan untuk memenuhi kebutuhannya pada tahap waktu yang bersangkutan. Berarti tidak ada pertentangan antara tujuan dan sasaran dalam kebijakan pembangunan ekonomi dan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya. Dua kebijakan itu harus direncanakan dan dibina sedemikian rupa, sehingga keduanya dapat meningkatkan kesejahteraan manusia dalam lingkungan hidup yang memadai secara wajar. b. Hubungan Sumberdaya Alam dan Pertumbuhan Ekonomi Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir pada hakekatnya untuk mencapai tiga tujuan, yaitu pertumbuhan ekonomi, kualitas lingkungan, serta kepedulian antar generasi (Djajadiningrat, 1997). Tujuan pertumbuhan ekonomi meliputi pengoptimalan pendapatan nasional yakni perolehan negara dan bahan-bahan dan jasa. Tujuan kualitas lingkungan adalah memulihkan kembali, meningkatkan dan melindungi kualitas sumber-sumber alam yang ada serta sistem ekologis. Sedangkan tujuan kepedulian antar generasi adalah meyakinkan bahwa keberadaan dan produktivitas sumber-sumber alam yang ada harus dipertahankan dari generasi ke generasi. Tujuan kualitas lingkungan dan kepedulian antar generasi saling mengisi, yaitu pemeliharaan sumber-sumber lingkungan sambil meyakinkan bahwa masih dimungkinkannya tersedia sumber-sumber ini dimasa mendatang (Djajadiningrat 1997). Oleh karena itu, dua tujuan ini sering berbenturan dengan tujuan pertumbuhan ekonomi. Semakin cepat pertumbuhan ekonomi diakselerasi akan semakin banyak barang sumberdaya yang diperlukan dalam proses produksi, yang pada gilirannya akan mengurangi tersedianya sumberdaya yang ada, karena sumberdaya itu perlu

18 diekstraksi dari sumbernya (stock) di alam. Dengan demikian ada hubungan positif antara kuantitas barang sumberdaya yang diekstraksi dengan pertumbuhan ekonomi, tetapi sebaliknya ada hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan tersedianya (stock) sumberdaya yang ada. Disamping itu, pembangunan ekonomi yang cepat tanpa perencanaan yang komprehensif dapat meningkatkan pencemaran lingkungan. Secara diagramatis, fenomena perilaku sistem pengelolaan sumberdaya alam dengan sistem pertumbuhan ekonomi disajikan pada Gambar 3, Gambar 4 dan Gambar 5. Sumberdaya Alam (N) 0 Yo Sumber : Suparmoko (1997) Y1 Pertumbuhan % (Y) Gambar 3. Hubungan Antara Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Persediaan (Stok) Sumberdaya Alam

19 Pertumbuhan % 0') 0 1 Rarann Sumberdaya Ro R1 Alam (R.) J - Sumber: Suparmoko (1997) Gambar 4. Perilaku Sistem Pertumbuhan Ekonomi dan Barang Sumberdaya Alam Pencemaran Sumber: Suparmoko ( 997) Pertumbuhan Cr ) Gambar 5. Perilaku Sistem Tingkat Pertumbuhan dan Tingkat Pencemaran

20 Pengelolaan sumberdaya alam baik yang bersifat pulih (renewable) maupun yang tidak dapat pulih (nonrenewable) agar tidak terjadi deteriorisasi yang eksesif itu, maka sebaiknya didasarkan pada dua pola penting yang berwawasan lingkungan yaitu membangun yang didasarkan pada Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan pola pembangunan yang didadasarkan atas Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Perencanaan tata ruang perlu didasarkan pada pola kesesuaian lahannya (suitability), sehingga tidak terjadi malapetaka. Pola ini dipengaruhi oleh lingkungan alam yang menjadi titik tolak dibentuknya zonasi atau kawasan lingkungan. Sedangkan dengan analisis dampak lingkungan harus dilakukan studi kelayakan baik teknis lingkungan, maupun ekonomi dan sosial budaya untuk menentukan ambang batas deteriorisasi jika suatu proyek diimplementasikan. Jadi pengelolaan sumberdaya alam harus melihat ektemalitas positif maupun eksternalitas negatif. Pola-pola pengelolaan sumberdaya itu sesungguhnya untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan memerlukan adanya kontinuitas pertumbuhan ekonomi dan bukannya stagnasi karena rusaknya sumberdaya alam dan lingkungan. Untuk itu pembangunan ndonesia yang berwawasan lingkungan lebih tepat untuk mencapai sasaran pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan (Kusumastanto, 1995). Salah satu prasyarat bagi terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan itu adalah tersedianya neraca sumberdaya alam dan lingkungan. Terciptanya tingkat penghasilan yang berkelanjutan memerlukan pengetahuan mengenai berapa volume sumberdaya alam dapat dinilai dan bagaimana kualitasnya.

21 Terdapat enam sistem utama dalam setiap pembangunan ekonomi nasional, yaitu sistem kependudukan, sumberdaya alam, lingkungan dan ekologi, ilmu dan teknologi, serta masyarakat. Namun demikian penduduk dan sumberdaya alam serta lingkungan merupakan sistem-sistem yang paling fundamental, karena sumberdaya alam dan lingkungan merupakan dasar bagi pembangunan berkelanjutan (Suparmoko, 1997).

PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR 1. Oleh : Hendrik B. Sompotan 2

PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR 1. Oleh : Hendrik B. Sompotan 2 PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR 1 Oleh : Hendrik B. Sompotan 2 A. PENDAHULUAN Konsep pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu seperti diuraikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: FIERDA FINANCYANA L2D 001 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

SISTEM DAN MODEL Tujuan Instruksional Khusus:

SISTEM DAN MODEL Tujuan Instruksional Khusus: SISTEM DAN MODEL Tujuan Instruksional Khusus: Peserta pelatihan dapat: menjelaskan pengertian sistem dan model, menentukan jenis dan klasifikasi model, menjelaskan tahapan permodelan Apa itu sistem? himpunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan 19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan alamnya dari masa ke masa. Berbagai lingkungan mempunyai tatanan masing masing sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan telah menjadi komitmen masyarakat dunia. Pada saat ini, beberapa negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia, telah menerima konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

Pembangunan perekonomian seperti digariskan Garis-garis Besar Haluan. Negara adalah mengembangkan perekonomian yang berorientasi global

Pembangunan perekonomian seperti digariskan Garis-garis Besar Haluan. Negara adalah mengembangkan perekonomian yang berorientasi global I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan perekonomian seperti digariskan Garis-garis Besar Haluan Negara 1999-2004 adalah mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan telcnologi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : 1907-9931 PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN Mahfud Effendy Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Indonesia merupakan negara yang memiliki

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut dalam dekade terakhir ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan telah mendekati kondisi yang membahayakan kelestarian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lebak 2005-2025 disusun dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah yang diharapkan dapat dicapai pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembangunan pulau kecil menjadi kasus khusus disebabkan keterbatasan yang dimilikinya seperti sumberdaya alam, ekonomi dan kebudayaannya. Hal

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Madura merupakan wilayah dengan luas 15.250 km 2 yang secara geografis terpisah dari Pulau Jawa dan dikelilingi oleh selat Madura dan laut Jawa. Sebagai kawasan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan di dunia sudah populer sejak akhir Tahun 1980 an. Konsep ini muncul sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi dan segala isinya yang di ciptakan oleh Allah SWT merupakan suatu karunia yang sangat besar. Bumi diciptakan sangat sempurna diperuntukan untuk semua makhluk baik

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang

Lebih terperinci

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan 5 Tantangan Ke Depan Pemahaman ilmiah kita terhadap ekosistem secara umum, khususnya pada ekosistem laut, mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Informasi tentang pengelolaan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mengembangkan ekonomi masyarakat pesisir memiliki tingkat kesulitan yang lebih besar dibandingkan dengan kawasan pedalaman. Hal ini disebabkan karena kawasan pesisir

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan dan beberapa saran dan rekomendasi terhadap studi lanjutan pengembangan pariwisata daerah studi. Kesimpulan berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di banyak negara berkembang pada umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang paling terasa adalah keterbelakangan

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

Pengelolaan Kawasan Pesisir Berkelanjutan. 16-Sep-11. Syawaludin A. Harahap 1

Pengelolaan Kawasan Pesisir Berkelanjutan. 16-Sep-11. Syawaludin A. Harahap 1 PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR YANG BERKELANJUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Syawaludin A. Harahap 1 Pengelolaan/ Pembangunan merupakan Pembangunan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya alamnya berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 22 PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena kerusakan sumberdaya hutan (deforestasi dan degradasi) terjadi di Indonesia dan juga di negara-negara lain, yang menurut Sharma et al. (1995) selama periode 1950-1980

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 3. URUSAN LINGKUNGAN HIDUP a. Program dan Kegiatan. Program pokok yang dilaksanakan pada urusan Lingkungan Hidup tahun 2012 sebagai berikut : 1) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam, baik sumberdaya alam yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Lebih terperinci

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari Kesejahteraan masyarakat pesisir secara langsung terkait dengan kondisi habitat alami seperti pantai, terumbu karang, muara, hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... iii I. PENDAHULUAN... 1 II. KONSEP PENGELOLAAN... 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... iii I. PENDAHULUAN... 1 II. KONSEP PENGELOLAAN... 1 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.... i DAFTAR ISI..... iii I. PENDAHULUAN... 1 II. KONSEP PENGELOLAAN.... 1 III. STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN... 5 A.

Lebih terperinci