LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI"

Transkripsi

1 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 35 th Mei KEPUTUSAN : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Daerah Kabupaten Bangli. Tanggal : 6 J u l i Nomer : 5/PD/DPRD-GR/1970. Tentang : Peraturan Daerah tentang Tata-Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Daerah Kabupaten Bangli. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAERAH KABUPATEN BANGLI Menimbang : bahwa Peraturan Tata ~ Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Daerah Kabupaten Bangli tanggal 26 April 1968 No. I / PRT / DPRD ~ GR / 68 perlu diperbaiki dan disempurnakan, oleh karena tidak sesuai lagi dengan situasi dan keondisi Daerah. Mengingat : 1. Pasal 31 ayat (1) Undang ~ Undang No.18 tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintah Daerah. 2. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 47 tahun Mendengar : Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Daerah Kabupaten Bangli dalam sidang Paripurna tanggal 6 Juli Berkehendak : Mengambil keputusan sebagai berikut : M E M U T U S K A N : Kepertama : Mencabut Peraturan Tata - Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Daerah Kabupaten

2 Bangli tanggal 26 April 1968 No. I / PRT / DPRD ~ GR / 68 K e d u a : Menetapkan Peraturan Daerah tentang Tata ~ Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Daerah Kabupaten Bangli. B A B I. KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAERAH KABUPATEN BANGLI Pasal 1. (1). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong sebagai salah satu alat perlengkapan Daerah yang susunannya mencerminkan perwakilan seluruh rakyat Daerah bersama ~ sama dengan Kepala Daerah menjalankan tugas wewenang Pemerintah swantantara dan sertatanra dibidang legislatif atas dasar hikmah kebijaksanaan dalam permusyawarahan / perwakilan untuk mencapai kata mufakat sebagai termaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (2). Dalam menjalankan hak dan kewajiban mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong ialah : a. turut serta mengamankan Undang - Undang Dasar 1945, mempertahankan Panca Sila dan mentaati segala perundangan yang berlaku bagi Republik Indonesia. b. berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan Rakyat Indonesia pada umumnya dan kesejahteraan Rakyat Daerah pada khususnya. c. menetapkan peraturan - peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas - batas kewenangan yang diserahkan atau untuk melaksanakan peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatnya yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah. d. dapat membela kepentingan Daerah dan penduduknya kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan sepengetahuan Kepala Daerah yang bersangkutan. e. dapat membela kepentingan Daerah dan penduduknya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan / atau Kepala Daerah yang lebih tinggi tingkatnya, dengan sepengetahuan Kepala Daerah yang bersangkutan.

3 f. berkewajiban memperhatikan serta meneliti kehendak dan aspirasi rakyat Daerah sepanjang tidak bertentangan dengan hukum. g. bersama - sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Bepanja Daerah. B A B I I. ANGGOTA DAN PIMPINAN, KEWAJIBAN SERTA HAK - HAK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG Pasal 2. (1). Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong ialah mereka yang diangkat sebagai anggota Badan Legislatif Daerah berdasarkan Undang - Undang Nomer 18 tahun 1965 oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi Bali. (2). Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong terdiri dari seorang Ketua dan dibantu oleh Wakil (2) Ketua. (3). Ketua dan Wakil (2) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dipilih oleh dan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dan disyahkan oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi Bali. (4). Sebelum memangku jabatan, Ketua, Wakil (2) Ketua dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong mengangkat sumpah atau mengucapkan janji menurut kepercajaan masing2 dihadapan Gubernur Kepala Daerah Propinsi Bali atau pejabat yang dikasakan khusus untuk maksud itu, sesuai dengan rumusan sumpah/janji yang tercantum dalam peraturan yang berlaku. (5). Pengangkatan sumpah dan pengucapan janji dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong yang mengisi lowongan antar waktu keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong waktu keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dilakukan dihadapan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong. (6). Rumusan Sumpah / janji berbunyi sebagai berikut : SUMPAH / JANJI KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG. - Demi Allah (Islam). - Kiranya Tuhan menolong saya (Kristen Protestan / Katolik) - Am. Attah. Prama - Wasesa ( Hindhu ). - Bagi agama / kepercayaan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4 - Saya bersumpah / berjanji, bahwa saya untuk diangkat menjadi Ketua /Wakil Ketua / Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Kabupaten Bangli langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga - Saya bersumpah / berjanji, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sebagai Ketua / Wakil Ketua/Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Kabupaten Bangli tidak sekali - kali akan menerima langsung ataupun tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian. - Saya bersumpah / berjanji, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Ketua / Wakil Ketua/Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Kabupaten Bangli dengan sebaik - baiknya dan sejujurjujurnya senantiasa akan menjunjung tinggi Amanat Penderitaan Rakyat, bahwa saya akan taat atau mempertahankan Panca Sila sebagai Dasar dan Idiologi Negara, Undang-Undang Dasar 1945 dan segala Undang - Undang serta Peraturan - Peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia. - Saya bersumpah / berjanji, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan Rakyat Indonesia pada umumnya dan memajukan kesejahteraan Rakyat Daerah Kabupaten Bangli pada khususnya dan setia kepada Nusa, Bangsa dan Negara Republik Indonesia. (7). Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong tidak boleh merangkap jabatan - jabatan seperti yang telah ditentukan dan diatur oleh Undang ~ Undang. (8). Keanggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dan anggota yang mengisi lowongan keanggotaan antar waktu berlaku untuk masa jabatan sebagaimana diatur dalam Undang~Undang. (9). Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong berhenti karena alasan yang diatur dalam Undang~Undang. (10). Setiap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong yang sudah mengjukan permohonan berhenti/direcall oleh instansi yang mencalonkannya, tidak berhak lagi menghadiri sidang2/rapat2 yang diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong sejak surat permohonan/recalling tersebut diterima oleh Ketua / Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. Pasal 3. Setiap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Daerah Kabupaten Bangli berkewajiban untuk :

5 (1). mengikuti sidang-sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (2). turut memelihara ditaatinya Peraturan Tata-Tertib. (3). memelihara suasana sidangsupaya tetap mencerminkan adanya rasa persaudaraan dan yang bermoral Panca Sila. (4). mengindahkan teguran-teguran yang diberikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dalam rangka menegakkan Tata Tertib sidang, berdasarkan Peraturan Tata~Tertib. (5). menjamin terpeliharanya rahasia Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (6). menjalankan segala tugas yang dibebankan kepadanya oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dengan sebaik~baiknya. (7). memberikan pertimbangan~pertimbangan / jalan keluar apabila terjadi sesuatu masalah yang sukar dipecahkan. Pasal 4. Setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong : (1). berhak berbicara dan mengeluarkan pendapat dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (2). berhak untuk tidak mengikuti jalannya sidang apabila : a. sakit. b. tidak berada di tempat. c. kesibukan~kesibukan dalam jabatannya. d. dalam merumuskan sesuatu pendapat terdapat pertentangan dengan prinsip anggota yang bersangkutan, dengan memberitahukan terlebih dahulu ssecara tertulis kepada Pimpinan sidang. ((3). tidak dapat dituntut karena pembicaraannya dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong atau karena tulisannya yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong kecuali jika ia dengan itu mengumumkan sesuatu apa yang dikatakan atau yang dikemukakan dalam rapat tertutup. (4). berhak mengadakan pembelaan diri atas dasar Peraturan Tata - tertib, apabila ia mendapat gangguan dalam melaksanakan kewajibannya sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (5). berhak memperoleh uang sidang dan keuntungan - keuntungan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

6 (6). berhak mendapat jaminan sosial yang pelaksanaanya dengan mengingat kemampuan keuangan Daerah. (7). Setiap waktu boleh meletakan jabatannya dengan surat kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. Pasal 5. Setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong berhak mengajukan pertanyaan - pertanyaan kepada Kepala Daerah secara tertulis melalui Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. Pasal 6. Sekurang - kurangnya lima orang anggota secara bersama - sama dapat mengajukan pertanyaan (interpelasi) secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong untuk meminta keterangan kepada kepala Daerah mengenai sesuatu sooal yang tidak termasuk acara. Pasal 7. Sekurang - kurangnya lima orang anggota secara bersama - sama dapat mengajukan sesuatu usul Rancangan Peraturan Daerah. Pasal 8. Sekurang - kurangnya lima orang anggota secara bersama - sama dapat mengajukan usul Perobahan (amandemen) atas pasal - pasal atau bagian - bagian sesuatu Rancangan Peraturan Daerah dan usul Perobahan atas usul perobahan itu ( sub. amandemen ). Pasal 9. Sekurang - kurangnya lima orang anggota secara bersama - sama dapat mengusulkan secara tertulis untuk mengadakan penyelidikan ( angquet ) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong mengenai soal tertentu. Pasal 10. Sekurang - kurangnya lima orang anggota secara bersama - sama dapat mengusulkan secara tertulis sesuatu mosi atau resolusi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong baik berhubungan dengan soal yang sedang dibicarakan maupun yang mempunyai maksud tersendiri. B A B III. TUGAS KEWAJIBAN PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN CARA PEMILIHANNYA. B a g I a n I. Tugas dan Kewajiban Pimpinan

7 Pasal 11. (1). Ketua dan Wakil (2) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong memegang Pimpinan sehari - hari dan bertugas penuh di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dengan ketentuan bahwa pada permulaan tahun sidang diumumkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong bagaimana tugas dan pembagian kerja Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (2). Wakil (2) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong membantu didalam memimpin Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (3). Apabila Ketua berhalangan tugas kewajibannya dilakukan oleh Wakil Ketua. (4). Apabila Ketua dan Wakil (2) Ketua berhalangan, meletakan jabatannya atau meninggal dunia, maka untuk memimpin rapat mereka diwakili oleh anggota yang tertua umurnya. (5). Ketentuan - ketentuan pada ayat (4) berlaku juga apabila Ketua dan Wakil Ketua belum diangkat. Pasal 12. Tugas Kewajiban Ketua dan Wakil (2) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong yang terutama ialah : a. merancang tugas dan pembagian kerja Ketua dan Wakil (2) Ketua seperti tersebut pasal 11 ayat (1); b. mengatur pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong termasuk menetapkan acara pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong untuk suatu sidang atau sebagian dari suatu sidang dan pelaksanaan acara; c. memimpin rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dengan menjaga ketertiban dalam rapat, menjaga supaya Peraturan Tata- Tertib ini diturut dengan seksama, memberi ijin berbicara dan menjaga agar pembicara dapat mengucapkan pidatonya dengan tidak terganggu; d. menyimpulkan kesimpulan yang akan diputuskan; e. menjalankan keputusan~keputusan rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. f. menyampaikan keputusan rapat kepada yang bersangkutan; g. memberitahukan hasil Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong kepada Kepala Daerah;

8 h. pada waktu~waktu tertentu memberikan laporan tentang pelaksanaan tugasnya kepala Kepala Daerah; i. sekali sebulan mencantumkan persoalan Rumah Tangga Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dalam acara rapat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong; j. mengadakan konsultasi dengan Kepala Daerah pada setiap waktu. BAGIAN II. PEMILIHAN KETUA DAN WAKIL KETUA. Pasal13. Pada Sidang yang pertama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong sedapat mungkin memilih Ketua dan Wakil Ketua. Pasal 14. Rapat untuk mengadakan pemilihan ini adalah terbuka, kecuali karena keadaan luar biasa rapat memutuskan lain. Pasal 15. (1). Pencalonan Ketua dan Wakil Ketua dilakukan dengan mengisi dan menyampaikan daftar calon kepada Ketua (Ketua Sementara). (2). Tiap-tiap calon diajukan oleh sekurang-kurangnya sepuluh orang Anggota dan setiap anggota tak boleh mencalonkan lebih dari seorang calon. (3). Tiap Daftar calon memuat nama orang yang dicalonkan dan pernyataan bahwa ia menerima pencalonan itu, pula memuat nama dan tanda tangan dari para pengusul. (4). Setiap anggota tidak boleh menanda tangani lebih dari satu daftar. (5). Daftar tersebut disampaikan sendiri oleh salah seorang pengusul kepada Ketua (Ketua Sementara). Pasal 16. (1). Apabila Ketua (Ketua Sementara) menggangap masih ada kesalahan2 maka kesalahan - kesalahan tersebut diberitahukan kepada penanda tangan untuk diperbaiki (2). Jika oleh para pengusul tidak dipenuhi pembetulan dari daftar yg. dimaksud maka Ketua (Ketua Sementara) berwenang untuk menyatakan daftar tersebut tidak syah. Pasal 17. (1). Ketua (Ketua sementara) segera setelah menerima daftar dimaksud mengumumkan nama - nama calon dan segera diikuti dengan pemungutan suara. (2). Pemungutan suara dilakukan dengan rahasia dengan jalan nama calon pada surat suara yang syah untuk itu.

9 (3). Pemungutan suara tidak syah bila jumlah surat suara yang masuk lebih banyak dari pada yang berhak memberikan suara. Dalam hal yang demikian pemungutan suara dengan sebera diulang kembali. Pasal 18. (1). Setiap anggota hanya berhak memberikan satu suara. (2). Apabila dalam surat suara ditulis lebih dari satu nama calon maka surat suara itu tidak syah, demikian juga tidak syah surat suara yang ditanda tangani. (3). Suara yang diberikan kepada orang yang tidak masuk dalam calon dinyatakan tidak syah. (4). Jika timbul keragu - raguan tentang syah atau tidaknya sesuatu surat suara, maka rapat memutuskan : apabila jumlah suara sama banyaknya, maka surat suara yang diragukan dinyatakan tidak syah. (5). Surat suara yang tidak diisi demikian juga surat suara yang dinyatakan tidak syah, tidak dihitung sebagai surat suara yang syah sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) untuk menetapkan jumlah suara terbanyak mutlak. Pasal 19. (1). Pada setiap pemungutan suara Ketua (Ketua sementara) menunjuk dua anggota sebagai pengumpul suara. (2). Sesudah Ketua (Ketua sementara) memberitahukan jumlah anggota yang menanda tangani daftar hadir, maka pembacaan surat2 suarat itu dilakukan oleh seorang pengumpul suara yang ditunjuk oleh Ketua (Ketua sementara) satu orang pengumpul suara lainnya mencatat suara itu. Pasal 20. Siapa yang mendapat suara terbanyak mutlak ialah dinyatakan terpilih. Pasal 21. (1). Bila hanya seorang calon yang diajukan maka Ketua (Ketua sementara) memberitahukan hal itu kepada rapat dan calon itu dinyatakan terpilih. (2). Apabila dua orang calon dimajukan dan sesudah diadakan pemungutan suara ternyata seorang calon mendapat suara terbanyak maka ia yang dinyatakan terpilih. (3). Dalam hal kedua calon itu masing2 mendapat suara sama banyaknya maka pemungutan suara diulangi, apabila dalam pemungutan suara ulangan ini terdapat suara sama banyaknya maka pemungutan suara diulangi sekali lagi. (4). Bila dalam pemungutan suara ulangan terakhir ini, kedua calon itu mendapat suara sama banyak lagi maka calon yang tertua usianya dinyatakan terpilih.

10 Pasal 22. (1) Sesudah seorang dari pada calon2 itu terpilih sesuai dengan ketentuan dalam pasal 21 maka Ketua (Ketua sementara) segera mengumumkan hasil pemungutan suara itu. (2). Tentang pemilihan itu dibuat satu berita acara yang ditanda tangani oleh Ketua (Ketua sementara) dan anggota yang mengumpulkan suara. B A B IV. FRAKSI - FRAKSI. Pasal 23. (1). Guna melaksanakan kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan untuk mencapai kata mufakat seperti dimaksud dalam pasal 1 ayat (1), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong mempunyai fraksi - fraksi. (2). Fraksi - Fraksi yang dimaksud ayat (1) tersebut adalah gabungan Anggota2 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong yang separtai / segolongan atau bersamaan azas tujuan program Politiknya dengan ketentuan minimum beranggotakan dua orang. (3). Tiap2 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong harus menjadi Anggota fraksi dengan pengrtian bahwa ia bebas untuk memilih fraksi yang dikehendakinya. Pasal 24. (1). Pemilihan Pimpinan Fraksi - Fraksi diatur oleh fraksi masing - masing. (2). Pimpinan Fraksi melaporkan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong mengenai susunan pimpinan Fraksi serta anggota - anggotanya demikian pula memberitahukan setiap mutasi yang terjadi. Pasal 25. Untuk mencapai effisiensi berhubung sangat terbatasnya jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong, fraksi - fraksi dapat bergabung menjadi satu fraksi baru. Pasal 26. (1). Fraksi - fraksi berkewajiban memberi pertimbangan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong mengenai semua hal yang dianggap perlu asal yang dianggap perlu oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong, terutama dalam mencari kata mufakat seperti dimaksud dalam pasal 88 Peraturan Tata-Tertib ini. (2). Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dapat mengundang fraksi - fraksi guna mengadakan pertemuan untuk keperluan termaksud dalam ayat (1) pasal ini.

11 Pasal 27. Jumlah dan nama-nama fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong seperti dimaksud pasal 23 adalah : 1. Fraksi N.U. 2. Fraksi P.S.I.I. 3. Fraksi Perti. 4. Fraksi Partai Muslimin Indonesia. 5. Fraksi Parkindo. 6. Fraksi Katholik. 7. Fraksi P.N.I. 8. Fraksi I.P.K.I. 9. Fraksi Murba. 10. Fraksi ABRI 11. Fraksi Karya Pembangunan Kerohanian. 12. Fraksi Karya Pembangunan Spirituil. 13. FraksiKarya Pembangunan Materiil. Nomor 1 s/d 4 dapat bergabung menjadi fraksi Islam. Nomor 5 s/d 6 dapat bergabung menjadi Fraksi Nasionalis. Nomor 7 s/d 9 dapat bergabung menjadi Fraksi Nasionalis. Nomor 11 s/d 13 dapat bergabung menjadi Fraksi Karya Non ABRI. Pasal 28. Dalam melakukan tugasnya, fraksi-fraksi mendapat bantuan yang bersifat tekhnis administratif dari Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. B A B V. BADAN - BADAN KELENGKAPAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG Pasal 29. (1). Untuk dapat menjalankan tugas kewajibannya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong mempunyai Badan - Badan Kelengkapan sebagai berikut : a. Sekretariat. b. Panitia Musyawarah. c. Panitia Anggaran. d. B a g i a n. e. Panitya Khusus. (2). Susunan Keanggotaan Badan - Badan kelengkapan tersebut dalam ayat (1) ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong.

12 (3). Badan - Badan Kelengkapan dimaksud mengatur tata - kerjanya sendiri dengan persetujuan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. B A G I A N I. S E K R E T A R I A T. Pasal 30. (1). Sekretaris Daerah adalah juga Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (2). Dalam menjalankan tugasnya Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dibantu oleh Kepala Bagian urusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dalam Sekretariat Pemerintah Daerah. (3). Apabila Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong berhalangan menjalankan tugasnya, ia diwakili oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk menjalannkan pekerjaan Sekretaris Daerah, dan apabila Sekretaris Daerah berhenti dari jabatannya maka tugas Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dijalankan oleh seorang pejabat sampai diangkat Sekretaris Daerah yang baru. (4). Apabila Sekretaris Daerah maupun Pejabat yang ditunjuk berhalangan menjalankan tugas kewajibannya, Kepala Daerah menunjuk seorang pejabat lain untuk menjalankan pekerjaan Sekretaris Daerah. Pasal 31. Tugas Sekretaris Daerah Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong ialah : a. mengurus administrasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. b. mengurus segala sesuatu yang termasuk urusan rumah tangga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. Pasal 32. Dalam kegiatan Panitya Musyawarah, Bagian-bagian dan Panitya-Panitya khusus Sekretaris dapat mengemukakan pertimbangan-pertimbangan tekhnis. BAGIAN II. PANITYA MUSYAWARAH.

13 Pasal 33. Panitia Musyawarah adalah Badan Musyawarah dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong bertugas : a. memberi pertimbangan~pertimbangan atau saran~saran kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong tentang penetapan acara sidang serta pelaksanaannya baik atas permintaan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong maupun tidak; b. menetapkan acara pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong untuk suatu sidang atau sebagian dari suatu sidang dan tentang pelaksanaan acara tersebut demikian juga tentang hal~hal lain, dengan tidak mengurangi hak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong untuk mengubahnya; c. memutuskan apabila timbul perbedaan pendapat tentang isi risalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong; d. memberi saran~saran atau pertimbangan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong; d. memberi saran~saran atau pertimbangan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong untuk melancarkan segala perundingan atas dasar musyawarah untuk mufakat. e. bermusyawarah dengan Kepala Daerah mengenai hal~hal yang berkenaan dengan penetapan acara serta pelaksanaannya apa bila hal ini dianggapnya perlu atau apabila dianggap perlu oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong atau apabila diminta oleh Kepala Daerah. Pasal 34. (1). Panitia Musyawarah terdiri dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong, para wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dan wakil~wakil fraksi. (2). Ketua dan Wakil (2) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong adalah Ketua dan Wakil (2) Ketua Panitya Musyawarah. (3). Perwakilan Fraksi2 yang dimaksud dalam ayat (1) tersebut diatas diatur sebagai berikut : a. Fraksi yang beranggotakan dua orang mempunyai seorang wakil, b. Fraksi yang beranggotakan tiga s/d empat orang mempunyai dua (2) orang wakil. c. Fraksi yang beranggotakan lima s/d enam orang mempunyai tiga orang wakil. d. Fraksi yang beranggotakan tujuh s/d delapan orang mempunyai empat orang wakil.

14 e. Fraksi yang beranggotakan sembilan s/d sepuluh orang mempunyai lima orang wakil. f. Fraksi yang beranggotakan sepuluh orang keatas mempunyai enam orang wakil. (4). Dalam hal yang menjadi anggota Panitya Musyawarah adalah wakil2 dari gabungan fraksi seperti dimaksud dalam pasal 25, maka guna menjamin pencerminan golongan2 yang tergabung didalamnya, perwakilannya diatur seperti dibawah ini : a. Gabungan Fraksi yang beranggotakan 2 orang mempunyai 2 orang wakil; b. Gabungan Fraksi yang beranggotakan 3 sampai dengan 4 orang mempunyai 3 orang wakil; c. Gabungan Fraksi yang beranggotakan 5 s/d 6 orang mempunyai 4 orang wakil; d. Gabungan Fraksi yang beranggotakan 7 s/d 8 orang mempunyai 5 orang wakil; e. Gabungan Fraksi yang beranggotakan 9 s/d 10 orang mempunyai 6 orang wakil; f. Gabungan Fraksi yang beranggotakan 10 orang keatas mempunyai 7 orang wakil; B A G I A N III. P a n i t i a - A n g g a r a n Pasal 35. (1). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong membentuk suatu Panitia Anggaran yang anggota - anggotanya dipilih dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong oleh Panitya Musyawarah untuk selama masa jabatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (2). Ketua dan wakil (2) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong adalah anggota merangkap Ketua dan Wakil Ketua Panitya Anggaran. Tugas Panitya ialah : Pasal 36. a. memberi saran - saran untuk dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mempersiapkan nota keuangan Daerah yang disusun oleh Kepala Daerah;

15 b. membantu Kepala Daerah dalam menyusun rancangan Anggaran pendapatan dan belanja Daerah seperti dimaksud pasal 58 ayat (1). c. memberi pendapatnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong - Royong mengenai nota keuangan dan rancangan anggaran pendapatan dan belanja Daerah yang oleh Kepala Daerah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. B A G I A N IV. B A G I A N - B A G I A N Pasal 37. (1). Untuk memperlancar pekerjaan sedapat - dapatnya pada masa sidang pertama, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong membentuk bagian - bagian. (2). Tiap anggota wajib duduk dalam salah sebuah Bagian, permintaan yang berkepentingan untuk pindah Bagian diputuskan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (3). Banyaknya jumlah Bagian dan pembagian para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dalam bagian2 didasarkan atas azas tercapainya effisiensi dalam pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong kemampuan para anggota masing-masing dan pencerminan fraksi - fraksi dalam tiap - tiap bagian. (4). Jumlah anggota tiap - tiap Bagian sedapat - dapatnya sama banyaknya. (5). Anggota2 baru yang antar waktu yang mengisi lowongan keanggotaan yang timbul dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong duduk dalam bagian dari mereka yang digantikan. (6). Anggota sesuatu bagian tidak boleh merangkap menjadi anggota bagian lain akan tetapi boleh menghadiri rapat bagian lain sebagi peninjauan. Pasal 38. (1). Dewan menetapkan seorang Ketua dan seorang wakil Ketua bagian - bagian dengan ketentuan bahwa jabatan tersebut mencerminkan fraksi2 dalam Dewan, masa jabatan pimpinan bagian ialah selama satu tahun sidang. (2). Untuk tiap2 pokok masalah yang harus dibahas oleh bagian-bagian diangkat seorang pelapor.

16 (3). Pimpinan bagian mengadakan rapat sekurang - kurangnya sekali seminggu untuk mengatur pembagian kerja bagi tiap2 anggota pimpinan bagian dan membicarakan hal - hal yang bersangkutan dengan tugas kewajiban bagian. (4). Pimpinan bagian harus aktip memimpin musyawarah sampai tercapai kata mufakat. Pasal 39. (1). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong menetapkan lapangan pekerjaan tiap2 bagian sesuai dengan kepentingan Pemerintah Daerah. (2). Penetapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong tentang pembentukan bagian itu diumumkan dalam lembaran Daerah. (1). Tugas kewajiban Bagian ialah : Pasal 40. a. melakukan pembahasan persiapan terhadap rancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau rancangan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong lainnya yang masuk bidang lapangan bagian masing - masing; b. melakukan sesuatu tugas atas keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. c. membantu menyelesaikan kesulitan2 yang dihadapi oleh Kepala Daerah dalam menjalankan peraturan2 Daerah dan kebijaksanaan, terutama mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dalam hal-hal yang masuk dalam bidang lapangan pekerjaan bagian masing2. d. menampung dan mengelola suara hati nurani Rakyat dal hal~hal yang masuk dalam bidang lapangan pekerjaan masing~masing antara lain dengan jalan memperhatikan surat2 yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dan menerima pihak2 yang berkepentingan; e. mengadakan peninjauan~peninjauan yang dianggap perlu oleh bagian yang bersangkutan atas persetujuan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. f. mengadakan rapat2 dengan kepala Daerah untuk mendengarkan keterangannya atau mengadakan pertukaran pikiran tentang tindakan2 yang dilakukan oleh Kepala Daerah, segala pertanyaan yang diajukan pada Kepala Daerah hendaknya disalurkan lewat Ketua bagian.

17 g. mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong usul~usul rancangan peraturan daerah atau usul2 lain, diantaranya usul pernyataan pendapat yang termasuk dalam bidang lapangan pekerjaan bagian masing-masing. h. mengusulkan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong hal2 untuuk dimasukan dalam acara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. i. mengajukan pertanyaan tertulis kepada Kepala Daerah dengan melalui pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong mengenai hal - hal yang termasuk dalam bidang lapangan pekerjaan bagian masing~masing ; j. memberi pertanggungan jawab kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong tentang hasil pekerjaan bagian. (2). Pembicaraan didalam bagian dilakukan secara musyawarah, sehingga dapat tercapai kata mufakat. B A G I A N V. P A N I T I A K H U S U S. Pasal 41. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong untuk tugas2 tertentu, setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah, dapat membentuk suatu Panitia khusus Pasal 42. (1). Panitia Khusus terdiri dari sekurang - kurangnya 3 orang anggota termasuk seorang Ketua, yang ditetapkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong yang sedapat - dapatnya mencerminkan fraksi2 dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (2). Panitia khusus dapat menunjuk seorang anggotanya sebagai Ketua dan seorang sebagai Pelapor. Pasal 43. Tiap~tiap pembentukan Panitia khusus harus disertai ketentuan tentang tugas kewajibannya tentang lamanya waktu menyelesaikan tugasnya. Pasal 44. Tugas kewajiban Panitia khusus ialah menyelenggarakan tugas yang diberikan kepadanya oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dalam jangka waktu yang ditetapkan olehnya seperti dimaksud pasal 43.

18 Pasal 45. (1). Hasil pekerjaan Panitia khusus dilaporkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (2). Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong merumuskan hasil pekerjaan Panitia khusus sebelum disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (3). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong mengambil keputusan terhadap hasil pekerjaan Panitia khusus. Pasal 46. Ketentuan - ketentuan yang berlaku buat bagian tentang rapat2 berlaku juga bagi Panitia khusus. Pasal 47. (1). Jika tugas Panitia khusus tersebut dianggap selesai, maka pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah, membubarkan Panitia khusus. (2). Apabila Panitia khusus itu tidak dapat menyelesaikan tugas kewajiban dalam waktu yang telah ditentukan, maka atas permintaannya waktu dapat diperpanjang oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (3). Apabila Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong memutuskan akan tidak memperpanjang waktu tersebut, maka Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong membubarkan dan membentuk Panitia khusus baru atau menjalankan usaha lain. B A B V. PENETAPAN PERATURAN DAERAH BAGIAN I. Ketentuan Umum. Pasal 48. (1). Kepala Daerah atau sekurang~kurangnya 5 anggota dewan dapat mengajukan usul rancangan Peraturan Daerah disertai penjelasannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong guna ditetapkan.

19 (2). Usul termaksud dalam ayat (1) oleh Sekretaris diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota selambat - lambatnya 7 hari sebelum usul tersebut dibicarakan. (3). Kecuali apabila Panitia Musyawarah menentukan lain, maka pembicaraan terhadap semua rancangan Peraturan Daerah dilakukan berturut - turut dalam : Rapat Pleno terbuka ( tingkat I) Rapat Fraksi - fraksi ( tingkat II) Rapat Pleno terbuka ( tingkat III) Rapat bagian - bagian ( tingkat IV). Rapat Pleno terbuka ( tingkat V). Apabila menurut Panitia Musyawarah pembicaraan atas sesuatu Rancangan Peraturan Daerah perlu diserahkan kepada suatu Panitia Khusus maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong membenyuk suatu Panitia Khusus. BAGIAN II TINGKAT - TINGKAT PEMBICARAAN Pasal 49. Setelah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong menerima usul termaksud pasal 48 ayat (1), maka pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong meminta kepada Panitia Musyawarah untuk menentukan hari dan waktu bagi Kepala Daerah atau wakil para pengusul untuk memberikan penjelasan pada rapat Pleno terbuka ( tingkat I ). Pasal 50. Selesai Pembicaraan tingkat I, usul dimaksud beserta penjelasannya diteruskan kedalam rapat fraksi2 ( tingkat II ) untuk mendapatkan pembahasan. Pasal 51. (1). Setelah pembicaraan tingkat II, kemudian dilanjutkan dengan rapat pleno terbuka Tingkat II, dimana kepada para anggota diberi kesempatan untuk mengadakan pemandangan umum. (2). Apabila rancangan peraturan Daerah datang dari Kepala Daerah maka kepadanya diberi kesempatan untuk menanggapi pemandangan umum termaksud.

20 (3). Apabila rancangan Peraturan Daerah tersebut merupakan usul inisiatif dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong, maka pertamatama kepada Wakil para pengusul dan kemudian kepada Kepala Daerah diberi kesempatan untuk menanggapinya. Pasal 52. (1). Dalam pembicaraan tingkat IV, bagian atau kalau perlu gabungan bagian mengadakan musyawarah dengan cara sebagai berikut : a. oleh bagian sendiri atau gabungan bagian2 sendiri. b. bersama - sama dengan Kepala Daerah, apabila rancangan Peraturan datang dari Kepala Daerah. c. bersama - sama dengan Para pengusul dan Kepala Daerah, apabila rancangan Peraturan Daerah datang dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (2). Dalam musyawarah ini para anggota bagian yang bersangkutan dan Kepala Daerah / para pengusul dapat mengadakan perubahanperubahan. (3). Anggota2 dari bagian2 lain dapat mengadakan usul2 perubahan secara tertulis yang harus ditanda tangani oleh sekurang - kurangnya 3 orang anggota, melalui Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong, yang akan meneruskan kepada bagian - bagian yang bersangkutan dan kepada Kepala Daerah / para pengusul untuk dimusyawarahkan. (4). Dalam rapat gabungan bagian - bagian, pimpinan bagian yang banyak hubungannya dengan persoalan yang dibicarakan, harus secara aktif memimpin musyawarah sampai tercapai kata mufakat. (5). Apabila dalam musyawarah tersebut tidak dicapai kata mufakat, Pimpinan rapat menyampaikan persoalan dimaksud kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong yang akan membawanya kedalam Panitia Musyawarah untuk mencapai perumusan menuju kata mufakat. Pasal 53. Setelah pembicaraan tingkat IV selesai dengan mendapat kata mufakat, maka pembicaraan tingkat V dilakukan dalam rapat peleno terbuka untuk mengambil keputusan; keputusan diambil setelah juru bicara fraksi - fraksi mengemukakan pendapat terakhir.

21 BAGIAN III CATATAN, RISALAH, LAPORAN NOTA PERUBAHAN DAN NASKAH BARU Pasal 54. Mengenai pembicaraan tingkat I, III dan V dalam rapat2 peleno termaksud dalam Pasal 49, 51 dan 53 serta pembicaraan dalam rapat gabungan bagianbagian pada Tingkat IV termaksud dalam Pasal 52 dibuat risalah tulisan cepat. Pasal 55. Mengenai pembicaraan tingkat II dalam fraksi - fraksi termaksud dalam pasal 50 serta pembicaraan dalam rapat bagian pada tingkat IV termaksud dalam Pasal 52 dibuat catatan, catatan mana tidak boleh diumumkan. Pasal 56. (1). Pada pembicaraan tingkat IV, bagian / gabungan bagian2 menunjuk seorang atau lebih diantara anggota - anggota sebagai pelapor. (2). Disamping catatan termaksud dalam pasal 55 oleh pelapor bersama-sama Pimpinan bagian / gabungan bagian2 dibuat laporan bagian / gabungan bagian2 yang memuat pokok dan kesimpulan pembicaraan dalam bagian / gabungan bagian - bagian. (3). Laporan itu tidak memuat nama - nama pembicara dan hanya ditanda tangani oleh Ketua Rapat bagian / gabungan bagian2 dan pelapor. (4). Laporan itu dapat diumumkan dan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong disampaikan kepada para Anggota Dewan dan Kepala Daerah. Pasal 57. (1). Jika berdasarkan pembicaraan didalam bagian / gabungan bagian2 diangap perlu untuk mengadakan perubahan pada naskah rancangan Peraturan Daerah maka oleh Kepala Daerah atau pengusul dibuat : a. nota perubahan atas rancangan peraturan Daerah tersebut. b. Naskah baru rancangan Peraturan Daerah, apabila perubahanperubahan meliputi banyak bagian2 / pasal. (2). Nota perubahan atau Naskah baru termaksud dalam ayat (1) segera diperbanyak dan disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong.

22 B A B VII. PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Pasal 58. (1). Setiap tahun, dua bulan sesudah rancangan anggaran pendapatan dan belanja Negara ditetapkan sebagai anggaran pendapatan dan belanja Negara untuk tahun anggaran yang bersangkutan, Kepala Daerah sudah menyampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong, rancangan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah, lengkap dengan Nota keuangan serta penjelasan2 lainnya. (2). Nota keuangan dan rancangan anggaran pendapatan dan belanja Daerah tersebut dalam ayat (1) dibahas dalam suatu sidang khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong yang diadakan untuk keperluan itu. Pasal 59. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong menyerahkan nota keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tersebut kepada Panitia Anggaran, agar Panitia ini memberikan pendapatnya. Pasal 60. Nota Keuangan, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta pendapat Panitia Anggaran yang dimaksud Pasal 59 diatas diserahkan kepada bagian - bagian guna pembahasan persiapan menurut bidangnya masing - masing. Pasal 61. Terhadap penyelesaian selanjutnya mengenai Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah digunakan ketentuan - ketentuan seperti yang berlaku bagi penyelesaian Penetan Peraturan Daerah. B A B VIII TENTANG SIDANG DAN RAPAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG Bagian I P e r s I d a n g a n. Pasal 62.

23 (1). Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam ayat (3) pasal ini, maka waktu masa sidang ditetapkan oleh Panitia Musyawarah. (2). Tahun Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dimulai tanggal 1 April dan berakhir pada tanggal 30 Maret tahun berikutnya; tahun Sidang dibagi atas 4 masa persidangan. (3). Dalam hal-hal mendesak, Pimpinan Dewan dapat menyimpang dari ketentuan - ketentuan tersebut dalam ayat (1) dan (2) pasal ini. B A G I A N II R A P A T P E L E N O Pasal 63. (1). Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong terbuka untuk umum kecuali bila Pimpinan menganggap perlu atau sekurang kurangnya 1/5 anggota mengusulkan untuk mengadakan sidang tertutup. (2). Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong membuka dan menutup rapat Pleno. (3). Waktu - waktu rapat Peleno Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong ialah : a. Siang : hari Senin a/d kemis mulai jam 9.00 pagi sampai jam b. Malam : mulai jam sampai jam (4). Dalam hal - hal yang mendesak Pimpinan Dewan dapat menyimpang dari ketentuan dalam ayat (3) pasal ini dengan persetujuan dari sidang. Pasal 64. (1). Sebelum menghadiri rapat, setiap anggota menanda tangani daftar hadir. (2). Rapat dibuka oleh Pimpinan Dewan apabila daftar hadir telah ditanda tangani oleh lebih dari ½ dari jumlah anggota Dewan. (3). Anggota Dewan yang telah menanda tangani daftar apabila akan meninggalkan gedung memberitahukan kepada Pimpinan Dewan. Pasal 65. (1). Jika pada waktu yang telah ditetapkan untuk pembukaan rapat jumlah anggota yang diperlukan belum juga tercapai, maka Pimpinan mengundurkan rapat selambat - lambatnya satu jam.

24 (2). Jika pada akhir waktu pengunduran yang dimaksud dalam ayat (1) qourum belum juga tercapai, maka Pimpinan menunda rapat sampai waktu yang ditentukan olehnya. Pasal 66. (1). sesudah rapat dibuka, Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong memberitahukan surat - surat masuk sejak rapat yang terakhir, kecuali surat yang mengenai urusan rumah tangga Dewan. (2). Surat - surat yang diterima dari Kepala Daerah maupun dari pihak lain dibacakan dalam rapat, apabila dianggap perlu oleh Pimpinan atau oleh Dewan setelah mendengar pemberitahuan singkat yang dimaksud dalam ayat (1). (3). Setiap persoalan dalam bagian - bagian sebelum dibawa dalam rapat Peleno Dewan, dapat dibahas lebih dahulu dalam musyawarah gabungan bagian - bagian untuk kelancaran jalannya rapat Pleno Dewan. B A G I A N III P e r u n d i n g a n - p e r u n d i n g a n Pasal 67. (1). Anggota berbicara ditempat yang disediakan untuk itu setelah mendapat ijin dari Ketua. (2). Pembicara tidak boleh diganggu selama ia berbicara. Pasal 68. (1). Pembicaraan mengenai sesuatu soal dilakukan dalam dua babak, kecuali apabila Dewan menentukan lain. (2). Dalam babak kedua dan babak selanjutnya jika sekiranya ada, yang boleh berbicara hanya anggota - anggota yang telah diminta berbicara dalam babak pertama atau anggota lain sefraksinya yang dimaksud dalam pasal 71 ayat (3). Pasal 69. (1). Pada permulaan atau selama perundingan tentang suatu soal, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dapat mengadakan ketentuan mengenai lamanya pidato para anggota. (2). Bilamana pembicara telah melampaui batas waktu yang telah ditetapkan, pimpinan memperingatkan pembicara supaya mengakhiri pidatonya. Pembicara memenuhi permintaan itu.

25 Pasal 70. (1). Untuk kelancaran jalannya sidang, Pimpinan dapat menetapkan, bahwa sebelum perundingan mengenai sesuatu hal dimulai, para pembicara mencatatkan nama terlebih dahulu dalam waktu yang ditetapkan oleh Pimpinan. (2). Pencatatan nama itu dapat juga dilakukan atas nama pembicara oleh Ketua Fraksinya. (3). Sesudah waktu yang ditentukan lewat, anggota yang belum mencatatkan namanya sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, dapat mencatatkan namanya secara tertulis kepada Pimpinan. Pasal 71. (1). Giliran berbicara diberikan menurut urutan permintaan. (2). Untuk kepentingan perundingan Pimpinan dapat mengadakan penyimpangan dari urutan berbicara termaksud dalam ayat (1). (3). Seorang anggota yang berhalangan pada waktu mendapat giliran berbicara dapat diganti oleh seorang anggota lain dari fraksinya sebagai pembicara. Jika tidak ada anggota lain termaksud maka giliran berbicara hapus. Pasal 72. (1). Dengan memperhatikan ketentuan - ketentuan dalam pasal 74 setiap waktu dapat diberikan kesempatan berbicara ( interupsi ) kepada anggota untuk : a. meminta penjelasan tentang duduknya perkara sebenarnya mengenai soal yang sedang dibicarakan oleh anggota. b. mengajukan usul prosudure mengenai soal yang sedang dibicarakan. c. menjawab soal - soal mengenai diri pribadi; d. menunda perundingan. (2). Ketua dapat memperingatkan kepada pembicara, apabila porsudure pembicaraannya menyimpang atau bertentangan dengan Peraturan tatatertib Pasal 73. (1). Seorang pembicara yang diberi kesempatan untuk mengadakan interupsi terhadap salah satu hal tersebut dalam pasal 72 ayat (1) tidak boleh melebihi waktu lima menit. (2). Terhadap pembicaraan mengenai hal - hal tersebut dalam pasal 72 ayat (1) huruf a dan c tidak diadakan perdebatan.

26 (3). Agar supaya dapat menjadi pokok perundingan, maka suatu usul prosedure mengenai soal yang sedang dibicarakan dan usul menunda perundingan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 72 ayat (1) huruf b dan d harus disokong oleh se-kurang2nya, dua orang anggota yang hadir, terkecuali bila usul itu diajukan oleh Ketua. Pasal 74. (1). Penyimpangan dari pokok pembicaraan kecuali dalam hal - hal tersebut dalam pasal 72 ayat (1) tidak diperkenankan. (2). Apabila seorang pembicara menyimpang dari pokok pembicaraan maka pimpinan memperingatkan dan meminta supaya pembicara kembali kepada pokok pembicaraan. Pasal 75. (1). Apabila seorang pembicara dalam rapat mempergunakan perkataan - perkataan yang tidak layak, mengganggu ketertiban atau menganjurkan perbuatan2 yang tidak syah, maka Ketua memberi nasehat dan memperingatkan, supaya pembicara tertib kembali. (2). Dalam hal demikian pimpinan memberi kesempatan kepada pembicara yang bersangkutan untuk menarik kembali perkataan - perkataan yang menyebabkan ia diberi peringatan. Jika ia kembali mempergunakan kesempatan ini, maka perkataan - perkataan tersebut tidak dimuat dalam risalah resmi tentang sidang itu, karena dianggap sebagai tidak diucapkan. Pasal 76. (1). Apabila seorang pembicara yang tidak memenuhi peringatan Pimpinan tersebut dalam pasal - pasal 74 ayat (2) dan 75 ayat (1) atau mengulangi pelanggaran atas ketentuan tersebut diatas maka Pimpinan dapat melarang meneruskan pembicaraan. (2). Jika dianggap perlu, Pimpinan dapat melarang pembicara yang dimaksud dalam ayat (1) terus menghadiri rapat yang merundingkan soal yang bersangkutan. (3). Jika anggota yang bersangkutan tidak dapat menerima keputusan Pimpinan yang dimaksud dalam ayat (2) diatas, ia dapat mengajukan persoalannya pada rapat untuk itu anggota tersebut diperbolehkan berbicara selama - lamanya sepuluh menit untuk memberikan penjelasan dan tanggapan perdebatan rapat terus mengambil keputusan mengenai penjelasan tersebut. Pasal 77.

27 (1). Setelah diperingati untuuk kedua kalinya, Pimpinan dapat melarang anggota - anggota yang melakukan pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 76 ayat (1) untuk terus menghadiri rapat itu. (2). Ketentuan yang termuat dalam pasal 76 ayat (3) berlaku juga dalam hal yang dimaksud dalam ayat (1) diatas. Pasal 78. (1). Anggota yang baginya berlaku ketentuan dalam pasal 76 ayat (2) dan pasal 77 ayat (1) diharuskan dengan segera keluar dari ruangan sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. (2). Yang dimaksud dengan ruangan sidang tersebut dalam ayat (1) ialah ruangan rapat pleno termasuk ruangan untuk umum, undangan dan tamu lainnya. (3). Jika anggota yang baginya berlaku ketentuan dalam pasal 76 ayat (2) dan pasal 77 ayat (1) tetap duduk atau memasuki kembali ruangan sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong, maka Ketua berkewajiban menyuruh anggota itu meninggalkan ruangan sidang: dan apabila ia tidak mengindahkan perintah itu, maka atas perintah Ketua ia dapat dikeluarkan dengan paksa. Pasal 79. (1). Apabila Pimpinan menganggap perlu maka ia boleh menunda rapat. (2). Lamanya penundaan tidak boleh melebihi waktu dua belas jam. Pasal 80. (1). Selama perundingan Pimpinan hanya dapat berbicara untuk menunjukan duduk perkara yang sebenarnya atau untuk mengembalikan pembicaraan itu kepada pokok semula, apabila pembicaraan itu menyimpang dari pokoknya. (2). Apabila Pimpinan rapat hendak turut berbicara tentang soal yang sedang dirundingkan, maka ia untuk sementara meninggalkan tempat duduknya dan ia kembali sesudah habis berbicara, dalam hal demikian jabatan Pimpinan dalam rapat untuk sementara diatur menurut yang ditentukan dalam pasal 11 ayat (3) dan (4). Pasal 81. (1). Apabila Pimpinan berpendapat, bahwa suatu pokok pembicaraan telah cukup ditinjau, maka ia mengusulkan kepada Dewan supaya perundingan ditutup. Usul ini diputuskan tanpa perdebatan. (2). Sesudah perundingan ditutup Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong mengambil keputusan mengenai pokok pembicaraan yang bersangkutan. Jika tidak perlu diambil sesuatu keputusan, Pimpinan menyatakan bahwa perundingan telah selesai.

28 Pasal 82. Mengenai setiap rapat terbuka dibuat risalah Resmi, yakni laporan tulisan cepat yang selain dari memuat penggumuman dan perundingan yang telah dilakukan dalam rapat, memuat juga : 1. acara rapat ; 2. nama anggota yang telah menanda tangani daftar hadir yang dimaksud dalam pasal 64 ayat (1) dan nama - nama anggota yang tidak hadir beserta keterangannya; 3. nama - nama para pejabat yang mewakili Kepala Daerah; 4. Keterangan tentang hasil pengambilan keputusan. Pasal 83. Sesudah rapat selesai, maka selekas - lekasnya kepada anggota, demikian juga kepada Kepala Daerah atau pejabat yang hadir mewakili Kepala Daerah dikirim risalah resmi sementara. Pasal 84. (1). Dalam waktu 7 hari setiap anggota ditutup Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong atau pejabat yang mewakili kepala Daerah mendapat kesempatan untuk mengadakan perobahan secara tertulis dalam bagian risalah yang memuat pidatonya, tanpa mengubah maksud pidatonya. (2). Sesudah waktu yang dimaksud dalam ayat (1) lewat, maka risalah resmi selekas2nya disyahkan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong. B A G I A N IV. R A P A T T E R T U T U P Pasal 85. (1). Atas keputussan Panitia Musyawarah atau sekurang - kurangnya atas usul seperlima dari anggota dapat diadakan rapat tertutup. (2). Tentang hal yang dibicarakan dalam rapat tertutup dapat diambil keputusan kecuali tentang hal - hal yang tersebut dibawah ini ; a. anggaran pendapatan dan belanja, perhitungan anggaran pendapatan dan perobahan anggaran pendapatan dan belanja; b. penetapan perobahan dan penghapusan pajak; c. mengadakan pinjaman uang; d. kedudukan harta benda dan hak-hak Daerah; e. melaksanakan pekerjaan - pekerjaan, penyerahan - penyerahan barang dan pengangkutan - pengangkutan tanpa mengadakan penawaran umum;

29 f. penghapusan penagihan - penagihan sebagian atau seluruhnya; g. mengadakan persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai ( dading ). h. penerimaan anggota baru; i. Mengadakan usaha - usaha yang dapat merugikan atau merugikan kepentingan umum; j. penjualan barang - barang dan hak - hak ataupun pembebanannya, penyewaannya, pengupahannya atau peminjamannya untuk dipakai, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagiannya. k. perusahan Daerah; l. pemilihan perangkat Pemerintah Daerah; Pasal 86. (1). Pembicaraan - pembicaraan dalam rapat tertutup adalah bersifat rahasia kecuali jika rapat memutuskan untuk mencabut sifat rahasia tersebut. (2). Penghapusan sifat rahasia itu dapat dilakukan terhadap seluruh atau sebagian pembicaraan - pembicaraan. (3). Rahasia itu harus dipegang oleh semua orang yang hadir dalam rapat tertutup itu demikian juga oleh mereka yang berhubungan dengan pekerjaan kemudian mengetahui apa yang dibicarakan itu. Pasal 87. (1). Mengenai rapat tertutup dibuat laporan tertulis cepat atau hanyalah laporan singkat tentang perundingan yang dilakukan. (2). Diatas laporan itu harus dicantumkan dengan jelas pernyataan mengenai sifat rapat yaitu RAHASIA. (3). Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong dapat memutuskan bahwa suatu hal yang dibicarakan dalam rapat tertutup tidak dimasukan dalam laporan. B A G I A N V. CARA MENGAMBIL KEPUTUSAN A. MENGENAI SOAL Pasal 88. (1). Keputusan diambil dengan kata mufakat. (2). Jika kata mufakat termaksud pada ayat (1) pasal ini belum tercapai, maka Pimpinan ber-sama2 Panitia Musyawarah dan Ketua-Ketua fraksi berusaha mendapatkan kata mufakat dengan fihak yang belum memberikan kata mufakatnya, dengan semangat persatuan, gotong royong kekeluargaan serta menginsyafi kedudukannya sebagai pengemban Amanat Penderitaan Rakyat.

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960 PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa perlu diadakan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No.32 th. 1971 30 April 1971. Keputusan : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Kabupaten Badung Tanggal : 25 Agustus 1970.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1960 TENTANG PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1960 TENTANG PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1960 TENTANG PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa perlu diadakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1960 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN TATA-TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1960 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN TATA-TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1960 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN TATA-TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa Peraturan Presiden

Lebih terperinci

No.35 Berita Resmi Pemerintah Daerah Kotamadya Yogyakarta Th

No.35 Berita Resmi Pemerintah Daerah Kotamadya Yogyakarta Th No.35 Berita Resmi Pemerintah Daerah Kotamadya Yogyakarta Th.1968 -------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTAMADYA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 1993 SERI D NO.12

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 1993 SERI D NO.12 LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 1993 SERI D NO.12 KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG NOMOR : 3 TAHUN 1993 TENTANG PERATURAN

Lebih terperinci

1. Pasal 6 Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;

1. Pasal 6 Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong; Bentuk: Oleh: PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 32 TAHUN 1964 (32/1964) Tanggal: 15 SEPTEMBER 1964 (JAKARTA) Sumber: LN 1964/91; TLN NO. 2684 Tentang: Indeks: PERATURAN TATA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Perlu adanya Peraturan Tata tertib yang ditetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN, Menimbang : Perlu adanya Peraturan Tata tertib yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah menurut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung dengan perkembangan ketatanegaraan maka Undang-undang

Lebih terperinci

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DESA WATUGAJAH, KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DESA WATUGAJAH, KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DESA WATUGAJAH, KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL KEPUTUSAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA NOMOR : 02/KPTS/BPD/2013 TENTANG TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 12 Tahun 1972 20 Januari 1972 KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BULELENG Tanggal : 14 Desember 1971 Nomor :

Lebih terperinci

BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO. KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA

BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO. KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA BADAN PERWAKILAN DESA Menimbang : a. Bahwa untuk mewujudkan efisiensi

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG 1 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH SELAKU KETUA NOMOR 63 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH SELAKU KETUA NOMOR 63 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH SELAKU KETUA DEWAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB PERSIDANGAN DAN TATA CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DEWAN

Lebih terperinci

BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G

BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G PERATURAN TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA PADI Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

BAB I Ketentuan Umum. Pasal 1

BAB I Ketentuan Umum. Pasal 1 BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Kepusan ini yang dimaksud dengan : 1. Desa adalah Desa Pancawati Kecamatan Pancawati Kabupaten Karawang 2. Pemerintahan Desa adalah kegiatan Pemerintah yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA KEPUTUSAN SENAT AKADEMIK NOMOR : 07/SK/SA/2004 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB SENAT AKADEMIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA KEPUTUSAN SENAT AKADEMIK NOMOR : 07/SK/SA/2004 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB SENAT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA KEPUTUSAN SENAT AKADEMIK NOMOR : 07/SK/SA/2004 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB SENAT AKADEMIK Menimbang : Mengingat : Memperhatikan : SENAT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA, a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR: 170/SK-25/244/01/1999 T E N T A N G

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR: 170/SK-25/244/01/1999 T E N T A N G KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR: 170/SK-25/244/01/1999 T E N T A N G PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARTAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA PERKUMPULAN MANAJER INVESTASI INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA PERKUMPULAN MANAJER INVESTASI INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA PERKUMPULAN MANAJER INVESTASI INDONESIA atau dikenal dengan ASOSIASI MANAJER INVESTASI INDONESIA (AMII) 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA PERKUMPULAN MANAJER INVESTASI INDONESIA atau dikenal

Lebih terperinci

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR I/MPR/1973 TAHUN 1973 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR I/MPR/1973 TAHUN 1973 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR I/MPR/1973 TAHUN 1973 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Tentang: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG-ROYONG. SEKRETARIAT DAERAH.

Tentang: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG-ROYONG. SEKRETARIAT DAERAH. Bentuk: Oleh: PENETAPAN PRESIDEN (PENPRES) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1960 (5/1960) Tanggal: 23 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA) Sumber: LN 1960/103; TLN NO. 2042 Tentang: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5/KEP/DPRD/2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5/KEP/DPRD/2006 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5/KEP/DPRD/2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 62 Th April 1972.

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 62 Th April 1972. LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 62 Th. 1972 25 April 1972. KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TINGKAT II GIANYAR Tanggal : 3 Januari 1972 Nomer : 4/PD/DPRD/1972.

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan kehidupan kenegaraan yang demokratis konstitusional berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK POKOK PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK POKOK PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK POKOK PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa berhubung dengan perkembangan

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA) Sumber: LN 1985/2; TLN NO. 3282 Tentang: PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16

Lebih terperinci

KOPERASI KESEHATAN PEGAWAI DAN PENSIUNAN BANK. (1) Badan Usaha Koperasi ini bernama KOPERASI

KOPERASI KESEHATAN PEGAWAI DAN PENSIUNAN BANK. (1) Badan Usaha Koperasi ini bernama KOPERASI ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ------ ---- ---- ---- ---PERUBAHAN ANGGARAN DASAR---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -- KOPERASI KESEHATAN PEGAWAI DAN PENSIUNAN BANK MANDIRI----

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1965 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1965 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1965 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN, Menimbang: a. bahwa berhubung dengan perkembangan ketata-negaraan dalam rangka kembali kepada Undang-undang Dasar 1945

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG 1 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII Hasil Keputusan Rapat Kerja Nasional Pra Kongres di Jakarta tanggal 25-26 Oktober 2013 BAB I STATUS PERKUMPULAN Pasal 1 IKATAN PEJABAT

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang : bahwa sebagai wujud pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN TATA TERTIB SENAT MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PERATURAN TATA TERTIB SENAT MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PERATURAN TATA TERTIB SENAT MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Tata Tertib ini yang dimaksud dengan: 1. Senat Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB SENAT FAKULTAS

PERATURAN SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB SENAT FAKULTAS PERATURAN SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB SENAT FAKULTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA KOPERASI

PEDOMAN PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA KOPERASI 7 Lampiran : Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor : 10/Per/M.KUKM/XII/2011 Tentang : Pedoman Penyelenggaraan Rapat Anggota Koperasi PEDOMAN PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN

Lebih terperinci

TATA TERTIB MUSYAWARAH PROVISI DPD HIPKI (Himpunan Penyelenggara Pelatihan Dan Kursus Indonesia) PROVINSI LAMPUNG. Pasal 1 NAMA DAN STATUS

TATA TERTIB MUSYAWARAH PROVISI DPD HIPKI (Himpunan Penyelenggara Pelatihan Dan Kursus Indonesia) PROVINSI LAMPUNG. Pasal 1 NAMA DAN STATUS TATA TERTIB MUSYAWARAH PROVISI DPD HIPKI (Himpunan Penyelenggara Pelatihan Dan Kursus Indonesia) Pasal 1 NAMA DAN STATUS 1. Nama Rapat ini adalah Musyawarah Provinsi (MUSPROV) Dewan Pimpinan Cabang Himpunan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.805, 2015 DPR. Tata Tertib. Perubahan. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

PERATURAN KETUA TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI BODRI KUTO NOMOR : 08 / TKPSDA / III / 2015 TENTANG

PERATURAN KETUA TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI BODRI KUTO NOMOR : 08 / TKPSDA / III / 2015 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI BODRI KUTO SEKRETARIAT : JL. MADUKORO BLOK AA-BB NO. 1 C Telp. (024) 7600245, Fax (024) 7603229, Email : jratun@yahoo.com PERATURAN KETUA TIM KOORDINASI

Lebih terperinci

Keputusan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG

Keputusan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG Keputusan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SANGGAU Diperbanyak oleh : SEKRETARIAT DPRD KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS BUPATI KUDUS, BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa sebagai Pelaksanaan Pasal 42 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR I/MPR/1983 TAHUN 1983 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR I/MPR/1983 TAHUN 1983 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR I/MPR/1983 TAHUN 1983 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 7 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 7 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 7 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOBA SAMOSIR Menimbang : a. bahwa untuk menampung dan menyalurkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : I/MPR/1973 TENTANG PERATURAN TATA-TERTIB MEJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : I/MPR/1973 TENTANG PERATURAN TATA-TERTIB MEJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : I/MPR/1973 TENTANG PERATURAN TATA-TERTIB MEJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 111 Undang-undang Nomor 22 Tahun

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA INDONESIA MAX OWNERS (IMO) BAB I PRINSIP DASAR DAN KODE KEHORMATAN. Pasal 2 Kode Kehormatan

ANGGARAN RUMAH TANGGA INDONESIA MAX OWNERS (IMO) BAB I PRINSIP DASAR DAN KODE KEHORMATAN. Pasal 2 Kode Kehormatan ANGGARAN RUMAH TANGGA INDONESIA MAX OWNERS (IMO) BAB I PRINSIP DASAR DAN KODE KEHORMATAN Pasal 1 Prinsip Dasar Prinsip dasar adalah: 1. Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Peduli tehadap bangsa, tanah air

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2007 SERI D.2

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2007 SERI D.2 BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN BUPATI KABUPATEN CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI CIREBON Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 24 Th Februari 1972.

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 24 Th Februari 1972. LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 24 Th. 1972 17 Februari 1972. KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BADUNG Tanggal : 13 Desember 1971. Nomer : 26/DPRD./1971.

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN SENAT MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA TERTIB SENAT MAHASISWA

PERATURAN SENAT MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA TERTIB SENAT MAHASISWA PERATURAN SENAT MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA TERTIB SENAT MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAMBI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI JAMBI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI JAMBI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN PERKUMPULAN Nomor : 35.- -Pada hari ini, Selasa, tanggal 15 (lima belas), bulan Juli, tahun 2014 (dua ribu empat belas), pukul 16.15 (enam belas lewat lima belas menit) WIB (Waktu Indonesia Barat).------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KAMI, PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu segera dibentuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 151 TAHUN 2000 (151/2000) TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/DPR RI/IV/2007-2008 TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN

Lebih terperinci

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TENGAH

BUPATI LOMBOK TENGAH BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2006 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TENGAH, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 10 2006 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA,

Lebih terperinci

Tentang: PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *) Indeks: ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. PEMILIHAN.

Tentang: PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *) Indeks: ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. PEMILIHAN. Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 19 TAHUN 1956 (19/1956) Tanggal: 8 SEPTEMBER 1956 (JAKARTA) Sumber: LN 1956/44; TLN NO. 1072 Tentang: PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

TATA TERTIB DPR. Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1. Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan :

TATA TERTIB DPR. Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1. Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan : TATA TERTIB DPR 2009 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan : 1. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Lebih terperinci