LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

Transkripsi

1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 12 Tahun Januari 1972 KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BULELENG Tanggal : 14 Desember 1971 Nomor : 24/DPRD./1971 Tentang : Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buleleng. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BULELENG Berkehendak : Menetapkan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buleleng. Mengingat : 1. Pasal 31 ayat (1) Undang undang No. 18 Tahun 1962 jo. Undang undang No. 6 Tahun Undang undang No. 15 Tahun Undang undang No. 16 Tahun Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 101 Tahun Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Ketua Mahkamah Agung No. 60 Th dan No. 60 A Th /KMA/71 3A/KMA/71 M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BULELENG. B A B I. KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

2 Pasal 1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD, adalah perangkat Pemerintah Daerah Swatantra yang susunannya mencerminkan perwakilan selutuh rakyat Daerah, bersama sama dengan Kepala Daerah menjalankan tugas wewenang Pemerintah Daerah dibidang legislative. Pasal 2. (1) Dalam menjalankan tugas wewenang tsb. Pasal 1 DPRD, berkewajiban : a. Mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan secara jujur, praktis dan pragmatis Panca Sila dan Undang undang Dasar b. Menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekwen Garis-garis Besar Haluan Negara, ketetapan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara serta mentaati segala peraturan perundangan yang berlaku. c. Bersama sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. d. Menetapkan Peraturan peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas batas kewenangan yang diserahkan tau untuk melaksanakan peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatnya yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah. e. Memajukan kesejahteraan umum sesuai dengan kemampuan dan dengan berorientasikan pada program pembangunan 25 tahun serta memperhatikan usaha konsolidasi terhadap perangkat Pemerintah Daerah. f. Membela kepentingan Daerah dan penduduknya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau Kepala Daerah yang lebih tinggi tingkatannya, dengan sepengetahuan Kepala Daerah yang bersangkutan. (2) Selain tugas kewajiban tersebut dalam ayat (1) DPRD, mempunyai hak - hak/wewenang dan tugas lainnya sebagai berikut : a. Mengajukan pertanyaan dan interpelasi; b. Mengajukan amendemen; c. Mengadakan penyelidikan (enquete); d. Mengajukan usul pertanyaan pendapat atau usul usul lain; (3) Usaha usaha yang dimaksud dalam ayat (2) diadakan menurut ketentuan ketentuan dalam pasal yang berikut Pasal 3. Tentang mengajukan pertanyaan dan interpelasi (1) Setiap Anggota DPRD. Dapat mengajukan pertanyaan pertanyaan dan interpelasi kepada Kepala Daerah. (2) Pertanyaan dan interpelasi itu harus disusun singkat serta jelas dan disampaikan kepada Pimpinan DPRD. dengan tertulis. (3) Pimpinan DPRD. dapat memusyawarahkan dengan penanya tentang bentuk dan isi pertanyaan dan interpelasi itu. (4) Pimpinan DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Panitia Musyawarah meneruskan pertanyaan dan interpelasi itu kepada Kepala Daerah disertai permintaan agar supaya mendapat jawaban dalam waktu yang sesingkat singkatnya. (5) Apabila jawaban atas pertanyaan dan interpelasi yang diajukan itu oleh Kepala Daerah disampaikan dengan tertulis, maka tidak diadakan pembicaraan dengan lisan.

3 (6) Penanya dapat meminta supaya pertanyaan dan interpelasi dijawab dengan lisan. Apabila Kepala Daerah memenuhi permintaan itu, maka penanya dalam rapat yang ditentukan untuk itu dapat mengemukakan lagi dengan singkat penjelasan tentang pertanyaan dan interpelasinya supaya Kepala Daerah dapat memberikan keterangan yang lebih jelas. (7) Sesudah Kepala Daerah memberikan keterangannya seperti termaksud dalam ayat (6) maka persoalannya dianggap selesai kecuali apabila ada pihak2 yang ingin mengajukan persoalan tsb. maka hal itu diatur dalam pasal 6. Pasal 4. Tentang mengajukan amandemen. Pengajuan amandemen terhadap Rancangan Peraturan Daerah mengikuti ketentuan ketentuan seperti yang diatur dalam pasal 35 ayat (2) dan (3). Pasal 5. Tenatang mengadakan penyelidikan. Usaha untuk mengadakan penyelidikan (enquete) peraturannya berpedoman pada ketentuan pasal 32 ayat (2) Undang undang No. 16 tahun Pasal 6. Tentang usul pernyataan pendapat dan usul usul. (1) Sekurang kurangnya lima anggota dapat mengajukan sesuatu usul pernyataan pendapat atau usul usul lain, baik yang berhubungan dengan soal yang sedang dibicarakan maupun yang mempunyai maksud tersendiri. (2) Usul pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada Pimpinan DPRD disertai penjelasan tertulis. (3) Usul pernyataan pendapat oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada rapat pleno DPRD setelah mendapat pertimbangn dari Panitia Musyawarah. (4) Dalam rapat pleno itu para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan dengan lisan atas usul pernyataan pendapat tersebut. (5) Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada : a. Anggota anggota DPRD lainnya untuk memberikan pemandangannya. b. Kepala Daerah untuk menyatakan pendapatnya. c. Para pengusul memberikan jawaban atas pemandangan para anggota dan Kepala Daerah. (6) Pembicaraan diakhiri dengan keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul pernyataan pendapat atau usul lain tersebut. B A B II. KEANGGOTAAN D.P.R.D. Pasal 7. (1) Anggota DPRD ialah mereka yang diresmilkan keanggotaannya dan telah diambil sumpah/janjinya serta dilantik berdasarkan undang undang No. 16 tahun 1969, yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1970, Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Ketua Mahkamah Agung No. 60 Tahun 1971 dan No. 60A Tahun /KMA/71 3A/KMA/71

4 (2) Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 22 dan 29 Undang undang No. 16 Tahun 1969, rumusan sumpah/janji bagi anggota DPRD berbunyi sebagai berikut : Saya bersumpah (menerangkan dengan sungguh -sungguh) bahwa saya untuk menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buleleng langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumoah (berjanji), bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian. Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya akan senantiasa akan menjunjung tinggi Amanat Penderitaan Rakyat, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Panca Sila sebagai dasar dan ideologi Negara, Undang Undang Dasar 1945, dan segala Undang Undang serta Peraturan peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan Rakyat Indonesia dan bahwa saya akan setia kepada Nusa dan Bangsa dan Negara Republik Indonesia. B A B III. PIMPINAN D.P.R.D. Pasal 8. (1) Pimpinan DPRD terdiri dari seorang Ketua dan dua orang Wakil Ketua yang dipilih oleh dan dari anggota2 DPRD dan disyahkan oleh Kepala Daerah Tingkat I. (2) Wakil wakil Ketua DPRD sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 20 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 2 Th terdiri dari seorang dari Golongan Politik dan seorang dari Golongan Karya. (3) Pimpinan DPRD tersebut merupakan suatu kesatuan dan bersifat kolektif dan tidak merupakan perwakilan dari golongan golongan yang ada dalam DPRD. (4) Pelantikan Pimpinan DPRD dilakukan oleh Bupati Kepala Daerah atas nama Gubernur Kepala Daerah. (5) Pelantikan Pimpinan DPRD seperti dimaksud ayat ( 4) dilakukan dalam Rapat paripurna DPRD. Pasal 9. Tugas pokok Pimpinan DPRD ialah a. Merencanakan tugas dan pembagian kerja Ketua dan Wakil wakil Ketua yang harus diumumkan pada permulaan tahun siding. b. Menetapkan acara untuk sesuatu siding atau sebagian dari sesuatu siding dan pelaksanaan acara. c. Memimpin rapat dengan menjaga agar Peraturan Tata Tertib dilaksanakan dengan seksama, member ijin berbicara dan menjaga agar pembicara dapat mengucapkan pidatonya dengan tidak terganggu. d. Menyimpulkan persoalan yang akan diputuskan. e. Melaksanakan keputusan keputusan rapat. f. Menyampaikan keputusan rapat kepada yang bersangkutan. g. Memberitahukan hasil musyawarah kepada Kepala Daerah.

5 h. Sekali sebulan dan pada waktu waktu yang dipandang perlu memberikan laporan tentang pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah. i. Sekali sebulan mencantumkan persoalan rumah tangga Sekretariat DPRD dalam acara rapat Pimpinan. j. Mengadakan konsultasi dengan Kepala Daerah. Pasal 10. (1) Ketua dan Wakil Ketua memegang Pimpinan sehari hari dan bertugas penuh di gedung DPRD. (2) Wakil wakil Ketua membantu Ketua dalam memimpin DPRD. (3) Apabila Ketua berhalangan, maka tugas kewajibannya dilakukan oleh Wakil Ketua yang ditunjuk oleh Ketua (4) Apabila Ketua dan para Wakil Ketua berhalangan, meletakkan jabatannya atau meninggal dunia, maka rapat DPRD dipimpin oleh Anggota yang tertua usianya dibantu oleh Anggota yang termuda usianya. (5) Ketentuan ketentuan pada ayat (4) berlaku juga apabila Ketua dan para Wakil Ketua belum diangkat. Pasal 11. Tata-cara pemilihan Pimpinan DPRD mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Pemilihan diusahakan sejauh mungkin dengan musyawarah unruk mencapai mufakat sehingga merupakan keputusan secara bulat (aklamasi/mufakat - besar). b. Apabila keputusan secara bulat tidak tercapai maka dilakukan dengan cara mengambil keputusan berdasarkan persetujuan suara terbanyak (suara terbesar). c. Sistim pengajuan calon dilakukan dengan mengajukan calon-calon (seorang Ketua dan 2 orang Wakil Ketua) dalam satu paket sekaligus; d. Untuk dapat menjadi calon sedikit-sedikitnya harus mendapat dukungan 5 orang Anggota. e. Pemberian suara terhadap calon dilakukan dalam bentuk SAMPUL TERTUTUP YANG BERISI 1 (SATU) PAKET PIMPINAN DPRD.. f. Pemungutan suara dilakukan hanya satu kali, dimana setiap Anggota DPRD harus menuliskan nama seorang Ketua dan 2 orang Wakil Ketua sekaligus. B A B IV FRAKSI FRAKSI (1) Guna praktisnya pelaksanaan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan untuk mencapai kata mufakat dan memantapkan partisipasi DPRD dalam pelaksanaan program pembangunan, DPRD membentuk Fraksi-fraksi. (2) Fraksi-fraksi yang dimaksud dalam ayat (1) tersebut terdiri dari : a. Fraksi Pembangunan Materiil/Spirituil; b. Fraksi Pembangunan Spirituil/Materiil; c. Fraksi Golongan Karya Pembangunan; d. Fraksi ABRI. (3) Fraksi dapat berjumlah 2 atau 3 buah berdasarkan pembagian kursi untuk Golongan Politik dan Golongan Karya.

6 Pasal 13. (1) Pemilihan Pimpinan Fraksi-fraksi diatur oleh Fraksi masing2. (2) Pimpinan Fraksi melaporkan kepada Pimpinan DPRD mengenai susunan Pimpinan Fraksi serta Anggota-anggotanya, demikian pula memberitahukan setiap mutasi yang terjadi. (3) Susunan keanggotaan dan Pimpinan Fraksi-fraksi diumumkan dalam Lembaran Daerah. Pasal 14. (1) Fraksi fraksi berkewajiban memberikan pertimbangan kepada Pimpinan DPRD mengenai semua hal yang dianggapnya perlu oleh Pimpinan DPRD terutama dalam mencari kata mufakat seperti dimaksud dalam pasal 75 Peraturan Tata Tertib ini. (2) Pimpinan DPRD dapat mengundang Fraksi fraksi guna mengadakan pertemuan untuk keperluan termaksud dalam ayat (1) pasal ini. Pasal 15. Dalam melakukan tugasnya Fraksi fraksi mendapat bantuan tekhnis administrative dari Sekretariat DPRD. B A B V. ALAT ALAT KELENGKAPAN D.P.R.D. Pasal 16. (1) Disamping Pimpinan yang merupakan alat kelengkapan DPRD sebagaimana diatur dalam BAB III, DPRD mempunyai alat alat kelengkapan lainnya yaitu: a. Sekretariat b. Panitia Musyawarah c. Panitia Anggatan d. Komisi Komisi e. Panitia Khusus (2) Susunan keanggotaan Panitia Musyawarah, Panitia Anggaran, Komisi komisi dan Panitia Khusus ditetapkan DPRD dan diumumkan dalam Lembaran Daerah. (3) Alat alat kelengkapan dimaksud dalam ayat (2) mengatur tata kerjanya sendiri dengan persetujuan Pimpinan DPRD. Bagian Pertama S e k r e t a r i a t Pasal 17. Sekretaris Daerah yang ex officio merangkap juga sebagai Sekretaris DPRD bertugas : a. Menyelenggarakan urusan kepaniteraan DPRD. b. Mengurus segala sesuatu yang termasuk urusan rumah tangga DPRD. c. Menghadiri setiap rapat-rapat DPRD terkecuali apabila ia berhalangan karena alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. d. Memberikan pertimbangan tekhnis kepada Pimpinan DPRD khususnya dalam kegiatan Panitia Musyawarah, Komisi-komisi dan Panitia-panitia Khusus.

7 e. Memberikan informasi kepada Kepala Daerah tentang segala kegiatan dari DPRD. Pasal 18. (1) Dalam menjalankan tugasnya Sekretaris DPRD dibantu oleh suatu staf Sekretariat yakni terdiri dari pegawai-pegawai Daerah / pegawai Negeri diperbantukan pada Daerah dalam kantor Sekretariat Pemerintah Daerah. (2) Apabila Sekretaris DPRD berhalangan menjalankan tugasnya, ia diwakili oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk menjalankan pekerjaan Sekretaris Daerah, dan apabila Sekretaris Daerah berhenti dari jabatannya maka tugas Sekretaris DPRD dijalankan oleh seorang penjabat sampai diangkat Sekretaris Daerah yang baru. (3) Apabila Sekretaris Daerah maupun penjabat yang ditunjuk berhalangan menjalankan tugas kewajibannya. Kepala Daerah menunjuk seorang penjabat lain untuk menjalankan pekerjaan Sekretaris Daerah. Bagian kedua. Panitia Musyawarah Pasal 19. Panitia Musyawarah adalah Badan Musyawarah dalam DPRD yang bertugas : a. Memberikan pertimbangan pertimbangan atau saran saran kepada Pimpinan DPRD tentang penetapan acara siding serta pelaksanaannya, baik atas permintaan Pimpinan DPRD maupun tidak. b. Memutuskan apabila timbul perbedaan pendapat tentang isi risalah DPRD. c. Member saran saran atau pertimbangan kepada Pimpinan DPRD untuk melancarkan segala pembicaraan atas dasar musyawarah untuk mufakat. d. Bermusyawarah dengan Kepala Daerah mengenai hal hal yang berkenaan dengan penetapan acara serta pelaksanaannya, apabila hal ini dianggapnya perlu atau apabila dianggap perlu oleh DPRD atau apabila diminta oleh Kepala Daerah. Pasal 20. (1) Susunan Panitia Musyawarah terdiri dari seorang wakil dari tiap tiap Fraksi dan dua orang wakil dari tiap tiap Komisi. (2) Ketua dan Wakil wakil Ketua Panitia Musyawarah ditentukan oleh Pimpinan DPRD dengan mendengarkan usul usul dari anggota anggota Panitia Musyawarah. Bagian Ketiga. Panitia Anggaran Pasal 21. DPRD membentuk suatu Panitia Anggaran yang bertugas : a. Memberikan saran saran untuk dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mempersiapkan Nota Keuangan Daerah yang disusun oleh Kepala Daerah. b. Membantu Kepala Daerah dalam menyusun Nota perubahan atas rancangan Peraturan Daerah c.q. Rancangan Pendapatan dan Belanja Daerah seperti dimaksud pasal 40 ayat (1) a.

8 c. Memberikan pendapatnya kepada DPRD mengenai Nota Keuangan dan Rancangan Pendapatan dan Belanja Daerah yang oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Pasal 22. (1) Para Anggota Panitia Anggaran dipilih dari Anggota DPRD yang diusulkan oleh Panitia Musyawarah untuk selama masa jabatan DPRD. (2) Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD adalah ex officio Anggota merangkap Ketua dan Wakil-wakil Ketua Panitia Anggaran. Bagian Keempat. Komisi - Komisi Pasal 23. Untuk melancarkan pekerjaan sedapat dapatnya pada masa siding pertama, DPRD membentuk Komisi komisi yang mempunyai tugas kewajiban : a. Melakukan pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah khususnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Rancangan Keputusan DPRD lainnya yang masuk bidang lapangan Komisi masing masing. b. Melakukan sesuatu atas keputusan DPRD. c. Membantu menyelesaikan kesulitan kesulitan yang dihadapi oleh Kepala Daerah dalam menjalankan peraturan-peraturan Daerah dan Kebijaksanaan terutama mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dalam hal hal yang masuk dalam bidang lapangan pekerjaan Komisi masing-masing. d. Mengadakan peninjauan- peninjauan/observasi yang dianggap perlu oleh komisi yang bersangkutan atas persetujuan Ketua DPRD. e. Mengadakan rapat kerja dengan Kepala Daerah untuk mendengarkan keterangannya atau mengadakan pertukaran fikiran dalam rangka tertib Pemerintah Daerah segala pertanyaan dan saran-saran yang diajukan kepada Kepala Daerah hendaknya disalurkan lewat Pimpinan Komisi. f. Mengajukan kepada Pimpinan DPRD usul pernyataan pendapat yang termasuk dalam bidang lapangan pekerjaan Komisi masing-masing. g. Mengusulkan kepada Pimpinan DPRD hal hal untuk dimasukkan dalam acara DPRD. h. Mengajukan pertanyaan tertulis kepada Kepala Daerah dengan melalui Pimpinan DPRD mengenai hal hal yang termasuk dalam bidang lapangan pekerjaan Komisi masing masing. i. Memberikan pertanggungan jawab kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pekerjaan Komisi. Pasal 24. (1) Tiap anggota wajib duduk dalam salah satu komisi. Permintaan yang berkepentingan untuk pindah kelain Komisi diputuskan oleh Pimpinan DPRD. (2) Banyaknya jumlah Komisi dan pembagian para Anggota DPRD dalam Komisikomisi didasarkan atas azas tercapainya effisiensi dalam pekerjaan DPRD. (3) Jumlah anggota tiap-tiap Komisi sedapat-dapatnya sama banyaknya. (4) Anggota anggota baru yang antar waktu mengisi lowongan keanggotaan yang timbul dalam DPRD duduk dalam Komisi dari mereka yang digantinya.

9 (5) Anggota sesuatu komisi tidak boleh merangkap menjadi Anggota Komisi lain, akan tetapi boleh menghadiri rapat Komisi lain sebagai peninjau. Pasal 25. (1) DPRD menetapkan seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua Komisi-komisi dengan mendengarkan usul usul dari Anggota anggota Komisi-komisi, dengan ketentuan bahwa masa jabatan Pimpinan Komisi ialah selama satu tahun sidang. (2) Untuk tiap tiap pokok masalah yang harus dibahas oleh Komisi-komisi diangkat seorang pelapor. (3) Impinan Komisi mengadakan rapat Komisi sekurang-kurangnya sekali seminggu untuk mengatur pembagian kerja bagi tiap-tiap Anggota Komisi dan membicarakan hal-hal yang bersangkutan dengan tugas kewajiban Komisi. (4) Pimpinan Komisi harus aktip memimpin musyawarah sampai tercapai kata mufakat. Pasal 26. DPRD menetapkan lapangan pekerjaan tiap-tiap Komisi sesuai dengan kepentingan Daerah. Bagian Kelima Panitia Khusus Pasal 27. (1) Pimpinan DPRD untuk tugas tugas tertentu, setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah, dapat membentuk suatu Panitia Khusus. (2) Panitia Khusus yang dimaksud ayat (1) diadakan guna : a. Menampung persoalan-persoalan yang mendesak yang meliputu bidang tugas kewajiban beberapa Komisi. b. Menyelesaikan beberapa masalah, antara lain mengenai Rancangan Peraturan Daerah, yang perlu segera mendapat penyelesaian. c. Meninjau persoalan-persoalan yang meminta penelitian secara khusus. Pasal 28. (1) Panitia Khusus terdiri dari sekurang-kurangnya 3 orang Anggota termasuk seorang Ketua yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD. (2) Panitia Khusus dapat menunjuk seorang diantara Anggotanya sebagai pelapor. Pasal 29. Panitia Khusus bertugas menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD dengan menyampaikan hasil pekerjaannya secara tertulis. Pasal 30. (1) Pimpinan DPRD merumuskan hasil Panitia Khusus sebelum disampaikan kepada DPRD. (2) DPRD mengambil keputusan terhadap hasil pekerjaan Panitia Khusus. Pasal 31.

10 (1) Jika tugas Panitia Khusus tersebut dianggap selesai, maka Pimpinan DPRD setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah, membubarkan Panitia Khusus. (2) Apabila Panitia Khusus tidak dapat menyelesaikan tugas kewajibannya dalam waktu yang telah ditentukan, maka atas permintaannya waktu itu dapat diperpanjang oleh Pimpinan DPRD. (3) Apabila Pimpinan DPRD memutuskan tidak akan memperpanjang waktu tersebut, maka Pimpinan DPRD membubarkan dan membentuk Panitia Khusus baru atau menjalankan usaha lain. B A B VI PENETAPAN PERATURAN DAERAH Bagian Kesatu Ketentuan Umum Pasal 32. (1) Kepala Daerah atau sekurang-kurangnya 5 orang Anggota DPRD dapat mengajukan usul Rancangan Peraturan Daerah disertai penjelasannya kepada DPRD guna ditetapkan. (2) Usul termaksud dalam ayat (1) oleh Sekretaris diperbanyak dan dibagikan kepada para Anggota selambat-lambatnya tujuh hari sebelum usul tersebut dibicarakan. (3) Kecuali apabila Panitia Musyawarah menetukan lain, maka pembicaraan terhadap semua rancangan Peraturan Daerah dilakukan berturut turut dalam : Rapat Pleno terbuka.. ( tingkat I ) Rapat Komisi-komisi ( tingkat II ) Rapat Pleno terbuka ( tingkat III ) Bagian Kedua Tingkat Tingkat Pembicaraan Pasal 33. (1) Setelah DPRD menerima usul termaksud dalam pasal 32 ayat (1), maka Pimpinan DPRD meminta kepada Panitia Musyawarah untuk menentukan hari dan waktu bagi Kepala Daerah atau Wakil para pengusul untuk memberikan penjelasan pada Rapat Pleno terbuka tingkat ( tingkat I ). (2) Apabila Kepala Daerah berhalangan, ia dapat menugaskan penjabat lain yang ditunjuknya untuk atas namanya memberikan penjelasan yang dimaksud ayat (1). Pasal 34. (1) Setelah Kepala Daerah atau wakil para pengusul selesai memberikan penjelasan, kemudian dilanjutkan dengan pemberian kesempatan kepada para Anggota untuk menanggapi dalam bentuk pemandangan umum. (2) Apabila rancangan Peraturan Daerah datang dari Kepala Daerah, maka kepadanya diberikan kesempatan lagi, untuk memberikan penjelasan terhadap pemandangan umum termaksud. (3) Apabila Rancangan Peraturan Daerah tersebut merupakan usul inisiatif dari DPRD maka pertama-tama kepada wakil para pengusul dan kemudian kepada Kepala Daerah diberi kesempatan lagi untuk menanggapinya.

11 Pasal 35. (1) Dalam pembicaraan pada Rapat Komisi (tingkat II), Komisi atau kalau perlu Gabungan Komisi-komisi mengadakan musyawarah dengan cara sebagai berikut : a. Oleh Komisi sendiri atau gabungan Komisi-komisi sendiri; b. Bersama-sama dengan Kepla Daerah atau penjabat yang ditunjuknya apabila Rancangan Peraturan Daerah datang dari Kepala Daerah. c. Bersama-sama dengan para pengusul dan Kepala Daerah atau penjabat yang ditunjuknya apabila Rancangan Peraturan Daerah datang dari DPRD. (2) Dalam musyawarah ini para anggota Komisi yang bersangkutan dan Kepala Daerah/para pengusul dapat mengadakan perubahan- perubahan terhadap Rancangan Peraturan Daerah. (3) Anggota anggota dari Komisi-komisi lain dapat mengadakan usul-usul perubahan secara tertulis yang harus ditanda tangani oleh sekurangkurangnya 3 orang anggota, melalui Pimpinan DPRD yang akan meneruskannya kepada Komisi yang bersangkutan dan kepada Kepala Daerah/para pengusul untuk dimusyawarahkan. (4) Dalam rapat gabungan Komisi-komisi, Pemimpin yang banyak hubungannya dengan persoalan yang dibicarakan, harus secara aktif memimpin musyawarah sampai tercapainya kata mufakat. (5) Apabila dalam musyawarah tersebut tidak dicapai kata mufakat, pimpinan rapat menyampaikan persoalan dimaksud kepada Pimpinan DPRD yang akan membawanya kedalam Panitia musyawarah untuk mencapai perumusan yang menuju kata mufakat. Pasal 36. Setelah pembicaraan pada Rapat Komisi (tingkat II) selesai dengan mendapt kata mufakat, maka pembicaraan dilakukan dalam Rapat Pleno terbuka (tingkat III) untuk mengambil keputusan; keputusan diambil setelah juru bicara Fraksi-fraksi mengemukakan pendapat terakhir. Pasal 37. (1) Peraturan Daerah dan Keputusan keputusan lain yang dittetapkan oleh DPRD harus tanda tangani juga oleh Kepala Daerah terkecuali apabila terdapat hal hal seperti yang dimaksud dalam ketentuan pasal 50 Undangundang No. 18 tahun 1965 yo Undang-undang No. 6 tahun 1969 ataupun bertentangan dengan program umum yang dilaksanakan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang bersangkutan. (2) Pengundangan Pemerintah Daerah tersebut ayat (1) dan Keputusan keputusan lain yang dipandang perlu, dilakukan oleh Sekretaris Daerah dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah. Bagian Ketiga Catatan, Risalah, Laporan, Nota Perubahan dan Naskah Baru. Pasal 38.

12 (1) Mengenai pembicaraan tingkat I dan III dalam Rapat-rapat Pleno termaksud dalam pasal 33,34 dan 36 dibuat risalah tulisan cepat. (2) Mengenai pembicaraan tingkat II dalam Rapat Komisi/Gabungan Komisikomisi termaksud dalam pasal 35 dibuat catatan, catatan mana tidak boleh diumumkan. Pasal 39. (1) Pada pembicaraan tingkat II, Komisi/Gabungan Komisi-komisi menujuk seorang atau lebih diantara anggota-anggotanya sebagai pelapor. (2) Disamping catatan termaksud dalam pasal 38 ayat (2) oleh Pelapor bersama - sama Pimpinan Komisi/Gabungan Komisi-komisi dibuat laporan Komisi /Gabungan Komisi-komisi yang memuat pokok dan kesimpulan pembicaraan dalam Komisi/Gabungan Komisi-komisi. (3) Laporan itu tidak memuat nama-nama pembicara dan hanya ditanda tangani oleh Ketua Rapat Komisi/Gabungan Komisi-komisi dan Pelapor. (4) Laporan itu dapat diumumkan sepanjang pengamanannya terjamin dan oleh Pimpinan DPRD disampaikan kepada para Anggota DPRD dan Kepala Daerah. Pasal 40. (1) Jika berdasarkan pembicaraan didalam Komisi/Gabungan Komisi-komisi dianggap perlu untuk mengadakan perubahan pada naskah Rancangan Peraturan Daerah, maka oleh Kepala Daerah atau pengusul dibuat : a. Nora perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah tersebut; b. Naskah baru Rancangan Peraturan Daerah, apabila perubahan-perubahan meliputi banyak bagian-bagian/pasal-pasal. (2) Nota perubahan atau naskah baru termaksud dalam ayat (1) segera diperbanyak dan disampaikan kepada Anggota DPRD. B A B VII. PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA D A E R A H Pasal 41. (1) Setiap tahun menjelang mulai berlakunya tahun anggaran yang baru Kepala Daerah wajib menyampaikan kepada DPRD Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, lengkap dengan Nota Keuangan serta penjelasan penjelasan lainnya. (2) Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tersebut dalam ayat (1) dibahas dalam suatu siding khusus DPRD yang diadakan untuk keperluan itu. Pasal 42. Pimpinan DPRD menyerahkan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tersebut kepada Panitia Anggaran, agar Panitia ini memberikan pendapatnya. Pasal 43. Nota Keuangan, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta pendapat Panitia Anggaran yang dimaksud dalam pasal 42 diatas, diserahkan

13 kepada Komisi-komisi guna pembahasan persiapan menurut bidangnya masingmasing. Pasal 44. Terhadap penyelesaian selanjutnya mengenai Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah digunakan ketentuan-ketentuan seperti yang berlaku bagi penyelesaian penetapan Peraturan Daerah. B A B VIII. TENTANG SIDANG DAN RAPAT DPRD. Bagian kesatu. Persidangan. Pasal 45. (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam ayat (3) pasal ini, maka waktu masa sidang ditetapkan oleh Panitia Musyawarah. (2) Tahun sidang DPRD dimulai pada tanggal 1 April dan berakhir pada tanggal 30 Maret tahun berikutnya; tahun sidang dibagi 4 masa persidangan. (3) Dalam hal-hal yang mendesak, Pimpinan Dewan dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan tersebut dalam ayat (1) dan (2) pasal ini. Bagian kedua. Rapat Pleno. Pasal 46. (1) Sidang DPRD terbuka untuk umum kecuali bila Pimpinan menganggap perlu atau sekurang-kurangnya 1/5 anggota mengusulkan untuk mengadakan sidang tertutup. (2) Pimpinan DPRD membuka dan menutup rapat Pleno. (3) Waktu-waktu rapat Pleno DPRD ialah : a. Siang : hari Senin s/d Kemis mulai jam 9.00 pagi sampai Hari Juma at dimulai jam 8.00 sampai jam dan hari Sabtu mulai jam 8.30 sampai jam b. Malam : mulai jam sampai jam Dalam hal-hal yang mendesak Pimpinan DPRD dapat menyimpang dari ketentuan dalam ayat (3) pasal ini dengan persetujuan dari sidang. Pasal 47. (1) Sebelum menghadiri rapat, setiap Anggota DPRD menanda tangani daftar hadir. (2) Rapat dibuka oleh pimpinan apabila daftar hadir telah ditanda tangani oleh lebih dari seperdua jumlah anggota. (3) Anggota yang telah menanda tangani daftar hadir apabila akan meninggalkan gedung memberitahukan kepada Pimpinan. Pasal 48. (1) Jika pada waktu yang telah ditetapkan untuk pembukaan rapat jumlah Anggota yang diperlukan belum juga tercapai, maka Pimpinan mengudurkan rapat selambat-lambatnya satu jam.

14 (2) Jika pada akhir waktu pengunduran yang dimaksud dalam ayat (1) quorum delum juga tercapai, maka Pimpinan menunda rapat sampai waktu yang ditentukan olehnya. Pasal 49. (1) Sesudah rapat dibuka Sekretaris DPRD memberitahukan surat-surat masuk sejak rapat yang terakhir, kecuali surat-surat yang mengenai urusan rumah tangga Dewan. (2) Surat-surat, baik yang diterima oleh Kepala Daerah maupun dari pihak lain, dibicarakan dalam rapat, apabila dianggap perlu oleh Pimpinan atau oleh Dewan. (3) Setiap persoalan dalam Komisi-komisi sebelum dibawa dalam rapat pleno terbuka, dapat dibahas lebih dahulu dalam musyawarah Gabungan Komisikomisi untuk kelancaran jalannya rapat pleno. Bagian ketiga. Tata-cara Pembicaraan. Pasal 50. (1) Anggota berbicara ditempat yang disediakan setelah mendapat izin dari Ketua. (2) Pembicara tidak boleh diganggu selama ia berbicara. Pasal 51. (1) Pembicaraan mengenai sesuatu soal dilakukan dalam dua babak, kecuali apabila Dewan menentukan lain. (2) Dalam babak kedua dan babak selanjutnya jika sekiranya ada yang boleh berbicara hanya Anggota-anggota yang telah minta berbicara dalam babak pertama atau Anggota sefraksinya yang dimaksud dalam pasal 54 ayat (3). Pasal 52. (1) Para permulaan atau selama pembicaraan tentang sesuatu soal, Pimpinan DPRD dapat mengadakan ketentuan mengenai lamanya penyajian para Anggota. (2) Bilamana pembicara telah melampaui batas waktu yang telah ditetapkan Pimpinan memperingatkan pembicara supaya mengakhiri penyajiaanya. Pasal 53. (1) Untuk kelancaran jalannya sidang, Pimpinan dapat menetapkan, bahwa sebelum pembicaraan mengenai sesuatu hal dimulai, para pembicara mencatat nama terlebih dahulu dalam waktu yang ditetapkan oleh Pimpinan. (2) Pencatatan nama itu dapat juga dilakukan atas nama pembicara oleh Ketua Fraksinya. (3) Sesudah waktu yang ditetapkan itu lewat, Anggota yang belum mencatatkan namanya sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dapat mencatatkan namanya secara tertulis kepada Pimpinan. Pasal 54. (1) Giliran berbicara diberikan menurut urutan permintaan.

15 (2) Untuk kepentingan pembicaraan Pimpinan dapat mengadakan penyimpangan dari urutan pembicara termaksud dalam ayat (1). (3) Seorang anggota yang berhalangan pada waktu mendapat giliran berbicara dapat diganti oleh seorang Anggota lain dari fraksinya sebagai pembicara. Jika tidak ada Anggota lain termaksud, maka giliran berbicara hapus. Pasal 55. (1) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal 57, setiap waktu dapat diberikan kesempatan berbicara (interupsi) kepada Anggota untuk : a. Minta penjelasan tentang duduknya perkara sebenarnya mengenai soal yang sedang dibicarakan oleh Anggota; b. Mengajukan usul tata-cara mengenai soal yang sedang dibicarakan. c. Menjawab soal-soal mengenai diri pribadi. d. Usul menunda pembicaraan. (2) Ketua dapat memperingatkan kepada pembicara, apabila tata-cara pembicaraannya menyimpang atau bertentangan dengan Tata-Tertib. Pasal 56. (1) Seorang pembicara yang diberi kesempatan untuk mengadakan interupsi terhadap salah satu hal tersebut dalam pasal 55 ayat (1) tidak boleh melebihi waktu lima menit. (2) Terhadap pembicaraan mengenai hal-hal tersebut dalam pasal 55 ayat (1) huruf a dan tidak diadakan perdebatan. (3) Agar supaya dapat menjadi pokok pembahasan, maka satu usul tata-cara mengenai soal yang dibicarakan dan usul menunda pembicaraan sebagai mana dimaksud dalam pasal 55 ayat (1) huruf b dan d, harus disokong oleh sekurang-kurangnya dua orang Anggota yang hadir, terkecuali bila usul itu diajukan oleh Ketua. Pasal 57. (1) Penyimpangan dari pokok pembicaraan kecuali dalam hal-hal tersebut dalam pasal 55 ayat (1) tidak diperkenankan. (2) Apabila seorang pembicara menyimpang dari pokok pembicaraan, maka Pimpinan memperingatkan dan minta supaya pembicara kembali kepada pokok pembicaraan. Pasal 58. (1) Apabila seorang pembicara dalam rapat mempergunakan perkataan-perkataan yang tidak layak, mengganggu ketertiban atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak syah, maka Ketua memberi nasehat dan memperingatkan, supaya pembicara tertib kembali. (2) Dalam hal demikian Pimpinan member kesempatan kepada pembicara yang bersangkutan untuk menarik kembali perkataan-perkataan yang menyebabkan ia diberi peringatan. Jika ia mempergunakan kesempatan ini, maka perkataan-perkataan tersebut tidak dimuat dalam risalah resmi tentang sidang itu, karena dianggap sebagai tidak mengucapkan. Pasal 59.

16 (1) Apabila seorang pembicara tidak memenuhi peringatan Pimpinan yang tersebut dalam pasal-pasal 57 ayat (2) dan 58 ayat (1) atau mengulangi pelanggaran atas ketentuan tersebut diatas maka Pimpinan dapat melarang meneruskan pembicaraannya, (2) Jika dianggap perlu, Pimpinan dapat melarang pembicara yang dimaksud dalam ayat (1) terus menghadiri rapat yang membicarakan hal yang sama. (3) Jika Anggota yang bersangkutan tidak dapat menerima keputusan Pimpinan yang dimaksud dalam ayat (2) diatas, ia dapat mengajukan persoalannya kepada rapat; untuk itu Anggota tersebut diperbolehkan berbicara selamalamanya sepuluh menit untuk memberikan penjelasan dan tanpa perdebatan rapat terus mengambil keputusan mengenai penjelasan tsb. Pasal 60. (1) Setelah diperingatkan untuk kedua kalinya Pimpinan dapat melarang Anggota yang melakukan pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 56 ayat (1) untuk terus menghadiri rapat itu. (2) Ketentuan yang dimuat dalam pasal 59 ayat (3) berlaku juga dalam hal yang termakud dalam ayat (1) diatas. Pasal 61. (1) Anggota yang baginya berlaku ketentuan dalam pasal 59 ayat (2) dan pasal 60 ayat (1) diharuskan dengan segera keluar dari ruangan sidang DPRD. (2) Yang dimaksud dengan ruang sidang tersebut dalam ayat (1) ialah ruangan rapat Pleno termasuk untuk umum, undangan dan tamu lainnya. (3) Jika Anggota, yang baginya berlaku ketentuan dalam pasal 59 ayat (2) dan pasal 60 ayat (1) tetap duduk atau memasuki kembali Ruang SIdang DPRD maka Ketua berkewajiban untuk menyuruh Anggota itu meninggalkan Ruang Sidang, dan apabila ia tidak mengindahkan perintah itu maka atas perintah Ketua ia dapat dikeluarkan dengan paksa. Pasal 62. (1) Apabila pimpinan menganggap perlu maka ia boleh menunda rapat. (2) Lamanya penundaan tidak boleh melebihi waktu dua belas jam. Pasal 63. (1) Selama pembicaraan, Pimpinan hanya dapat berbicara untuk menunjukkan duduk perkara yang sebenarnya atau untuk mengembalikan pembicaraan itu kepada pokok semula, apabila pembicaraan itu menyimpang dari pokoknya. (2) Apabila Pimpinan rapat hendak turut berbicara selaku Anggota tentang soal yang sedang dibicarakan, maka ia untuk sementara meninggalkan tempat duduknya dan ia kembali sesudah habis berbicara, dalam hal demikian jabatan Pimpinan dalam rapat untuk sementara diatur menurut yang ditentukan dalam pasal 10 ayat (3) dan (4). Pasal 64. (1) Apabila Pimpinan berpendapat, bahwa sesuatu pokok pembicaraan telah cukup ditinjau, maka ia mengusulkan kepada Dewan supaya pembicaraan ditutup. Usul ini diputuskan tanpa perdebatan.

17 (2) Sesudah pembicaraan ditutup, DPRD mengambil keputusan mengenai pokok pembicaraan yang bersangkutan. Jika tidak perlu diambil sesuatu keputusan, Pimpinan menyetakan bahwa pembicaraan telah selesai. Pasal 65. Mengenai setiap rapat terbuka dibuat risalah resmi, yakni laporan tulisan rapat yang selain dari pada memuat pengumuman dan pembicaraan yang telah dilakukan dalam rapt, memuat juga : 1. Acara rapat; 2. Nama Anggota yang telah menanda tangani daftar hadir yang dimaksud pasal 47 dan nama- nama Anggota yang tidak hadir beserta keterangannya. 3. Nama-nama para Pejabat yang mewakili Kepala Daerah. 4. Keterangan tentang hasil pengambilan keputusan. Pasal 66. Sesudah rapat selesai, maka selekas-lekasnya kepada Anggota, demikian pula kepada Kepala Daerah atau penjabat yang hadir mewakili Kpala Daerah dikirimkan risalah sementara. Pasal 67. (1) Dalam waktu 7 hari setiap Anggota DPRD atau penjabat yang mewakili Kepala Daerah mendapat kesempatan untuk mengadakan perobahan secara tertulis dalam bagian risalah yang memuat pidatonya, tanpa mengubah maksud pidatonya. (2) Sesudah waktu yang dimaksud dalam ayat (1) lewat, maka risalah resmi selekas-lekasnya disyahkan oleh Pimpinan DPRD. Bagian keempat. Rapat Tertutup. Pasal 68. (1) Atsa keputusan Panitia Musyawarah atau sekurang-kurangnya atas usul seperlima dari Anggota, dapat diadakan rapat tertutup. (2) Tentang hal yang dibicarakan dalam rapat tertutup dapat diambil keputusan, kecuali tentang hal-hal yang tersebut dibawah ini : a. Anggaran pendapatan dan belanja, perhitungan anggaran pendapatan dan perobahan anggaran pendapatan dan belanja. b. Penetapan perobahan dan penghapusan pajak. c. Mengadakan pinjaman uang. d. Kedudukan harta benda dan hak hak Daerah. e. Melaksapekerjaan-pekerjaan, penyerahan2 barang dan pengangkutanpengangkutan tanpa mengadakan penawaran umum. f. Penghapusan penagihan penagihan sebagian atau seluruhnya. g. Mengadakan persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai ( dading ). h. Penerimaan Anggota baru. i. Mengadakan usaha-usaha yang dapat merugikan atau mengurangi kepentingan umum.

18 j. Penjualan barang barang dan hak hak ataupun pembebanannya, penyewanya, pengelolaannya atau peminjamannya untuk dipakai baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian. k. Perusahaan Daerah. l. Pemilihan perangkat Pemerintah Daerah. Pasal 69. (1) Pembicaraan pembicaraan dalam rapat tertutup adalah bersifat rahasia kecuali jika rapat memutuskan untuk mencabut sifat rahasia itu. (2) Penghapusan sifat rahasia itu bias dilakukan terharap seluruh atau sebagian pembicaraan pembicaraan. (3) Rahasia itu harus dipegang oleh semua orang yang hadir dalam rapat tertutup itu demikian juga oleh mereka yang berhubungan dengan pekerjaannya kemudian mengetahui apa yang dibicarakan itu. Pasal 70. (1) Mengenai laporan tertutup dibuat laporan tulisan cepat atau hanyalah laporan singkat tentang pembicaraan yang dilakukan. (2) Diatas laporan itu dicantumkan dengan jelas pernyataan mengenai sifat rapat RAHASIA. (3) Pimpinan DPRD dapat memutuskan bahwa sesuatu hal yang dibicarakan dalam rapat tertutup tidak dimasukkan dalam laporan. Bagian kelima Cara mengubah acara rapat rapat yang sudah ditentukan Pasal 71. (1) Sekurang-kurangnya 5 anggota dapat mengusulkan perubahan acara rapat kepada Panitia Musyawarah. (2) Usul perobahan termaksud dalam ayat (1) pasal ini baik yang berupa perubahan waktu dan atau pokok pembicaraan maupun yang menghendaki supaya pokok pembicaraan baru dimasukkan kedalam acara disampaikan melalui Pimpinan Dewan. (3) Usul perubahan itu harus diajukan selambat-lambatnya 2 hari sebelum acara rapat yang bersangkutan mulai berlaku. Pasal 72. (1) Panitia Musyawarah memutuskan apakah usul itu disetujui atau tidak. (2) Tentang usul perubahan ini tidak diadakan pembicaraan oleh Dewan. Bagian Keenam Paninjau Rapat Pasal 73. (1) Para peninjau (pengunjung) rapat harus mentaati segala ketentuan mengenai ketertiban yang diadakan oleh DPRD. (2) Para peninjau dilarang menyatakan tanda setuju atau tidak setuju baik dengan perkataan maupun dengan cara lain. (3) Untuk para peninjau disediakan tempat sendiri. Pasal 74.

19 (1) Pimpinan menjaga agar ketentuan ketentuan dalm pasal 73 diperhatikan dan dipelihara suasana yang tertib. (2) Apabila ketentuan ketentuan itu dilanggar, maka Pimpinan memerintahkan para peninjau yang mengganggu ketertiban untuk meninggalkan ruangan rapat. (3) Pimpinan berhak untuk mengeluarkan secara paksa peninjau-peninjau yang tidak mengindahkan perintah itu. (4) Dalam hal termaksud dalam ayat (2) pasal ini Pimpinan dapat juga menutup rapat. B A B IX. CARA MENGAMBIL KEPUTUSAN Pasal 75. (1) Keputusan diambil secara bulat (aklamasi/mufakat bulat) berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. (2) Jika kata mufakat termaksud pada ayat (1) pasal ini belum tercapai, maka Pimpinan bersama-sama Panitia Musyawarah dan Ketua-ketua Fraksi berusaha mendapatkan kata mufakat dengan fihak yang belum memberikan kata mufakatnya, dengan semangat persatuan serta menginsyafi kedudukannya sebagai anggota DPRD yang mewakili dan memperhatikan kepentingan Rakyat Daerah. (3) Apabila usaha sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, setelah diikhtiarkan dengan sungguh-sungguh tidak juga dapat terlaksana, maka keputusan ditetapkan berdasarkan persetujuan suara terbanyak/terbesar (voting). (4) Yang dimaksud dengan keputusan berdasarkan persetujuan suara terbanyak/terbesar ialah jumlah suara yang diperoleh yang sedikit-dikitnya 50% tambah satu dari pada jumlah Anggota yang hadir dengan dukungan minimum 2 Fraksi. (5) Untuk mengambil keputusan berdasarkan persetujuan suara terbanyak/ terbesar diperlukan quorum Sidang/Rapat sebagai berikut : a. Apabila Sidang/Rapat itu dihadiri oleh unsure-unsur dari semua Fraksi maka quorumnya adalah lebih dari separoh jumlah Anggota DPRD./Komisi. b. Apabila lebih dari satu Fraksi terwakili tetapi tidak semua Fraksi hadir, maka diperlukan hadirnya dua pertiga dari jumlah Anggota DPRD./Komisi. (6) Apabila quorum ini tidak tercapai maka Sidang/Rapat ini ditunda sampai paling banyak 2 kali. (7) Apabila setelah ditunda sampai 2 kali masih juga quorum tidak tercapai maka: a. Apabila hal ini terjadi dalam Sidang/Rapat pleno, permasalahannya menjadi batal dan ditolak. b. Apabila hal ini terjadi dalam Rapat Komisi/Panitia maka pemecahannya diserahkan pada Pimpinan DPRD. (8) Selang Rapat kesatu dengan Rapat berikutnya paling sedikit 24 jam. (9) Apabila suara terbanyak telah menyetujui suatu masalah akan tetapi ternyata masih ada diantara anggota Musyawarah yang tidak menyetujuinya maka Pimpinan SIdang/Rapat mencatat nama anggota dan saran pandangan yang diajukan untuk selanjutnya Pimpinan memberikan catatan dalam risalah Sidang/Rapat, dengan ketentuan keputusan tetap berlaku.

20 Pasal 76. Mengenai orang dan masalah masalah penting. Setiap keputusan mengenai orang dan atau masalah masalah yang dipandang penting dilakukan dengan pemungutan suara secara rahasia atau tertulis. B A B X. SURAT SURAT YANG MASUK Pasal 77. Bagi surat surat yang masuk berlaku ketentuan dalam pasal 46 ayat (1) dan (2) Peraturan Tata Tertib ini. B A B XI. KETENTUAN PENUTUP Pasal 78. (1) Hal hal yang belum diatur dalam petunjuk-petunjuk Peraturan Tata Tertib ini diputuskan oleh Pimpinan DPRD. (2) Dengan dikeluarkannya Peraturan Tata Tertib ini maka Peraturan Tata Tertib DPRD-GR yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi. Bupati Kepala Daerah Kabupaten B u l e l e n g, t.t.d. ( HARTAWAN MATARAN ) Singaraja, 14 Desember 1971 Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buleleng t.t.d. ( I NYOMAN GEDE MNGKU ). Diundangkan di Denpasar pada tanggal 20 Junuari 1972 Sekretaris Daerah Propinsi Bali t.t.d. Drs. Sembah Subhakti Peraturan Daerah ini disahkan oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi Bali dengan surat keputusan tanggal 20 Januari 1972 Nomor : 47/Des.II/3/4. Sekretaris Daerah Propinsi Bali t.t.d. Drs. Sembah Subhakti