ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII"

Transkripsi

1 ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII Hasil Keputusan Rapat Kerja Nasional Pra Kongres di Jakarta tanggal Oktober 2013 BAB I STATUS PERKUMPULAN Pasal 1 IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (untuk selanjutnya disingkat IPPAT ), adalah perkumpulan yang merupakan satu-satunya wadah untuk para Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di seluruh Indonesia. BAB II K E A N G G O T A A N Bagian Pertama Terjadinya Keanggotaan A. Anggota Biasa Pasal 2 1. Yang dapat menjadi Anggota Biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Anggaran Dasar ialah semua PPAT yang telah diangkat oleh Pejabat atau instansi yang berwenang dan masih aktif menjalankan jabatan PPAT.

2 2. Cara terjadinya keanggotaan : a. Setiap PPAT yang telah menjadi Anggota Biasa wajib mengajukan surat pendaftaran ulang sampai waktu yang ditetapkan oleh Perkumpulan dengan menyerahkan Surat Pendaftaran Ulang, dan setiap PPAT yang akan menjadi calon Anggota Perkumpulan wajib mengajukan pendaftaran diri dengan menyerahkan Surat Pendaftaran Diri kepada Pengurus Daerah di tempat kedudukannya dan menyerahkan beberapa persyaratan yang ditentukan oleh Perkumpulan, antara lain namun tidak terbatas pada: - Surat Keputusan Pengangkatan selaku PPAT dan Berita Acara Sumpah Jabatan PPAT. - Surat Pernyataan untuk tunduk dan taat pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta peraturan lain yang telah dan akan ditetapkan oleh Perkumpulan. b. Apabila ditempat kedudukan PPAT yang bersangkutan belum ada Pengurus Daerah, maka Surat Pendaftaran Ulang/Surat Pendaftaran Diri diajukan kepada Pengurus Wilayah yang membawahi tempat kedudukan PPAT yang bersangkutan tersebut. c. Pendaftaran ulang Anggota atau pendaftaran diri untuk menjadi Anggota Perkumpulan diajukan secara tertulis. d. Terhitung sejak diterimanya Surat Pendaftaran Ulang/Surat Pendaftaran Diri sebagai Anggota, Pengurus Daerah atau Pengurus Wilayah membukukan keanggotaan yang bersangkutan dalam Buku Daftar Anggota. e. Terhitung sejak pembukuan keanggotaan yang bersangkutan dalam Buku Daftar Anggota, Pengurus Daerah atau Pengurus Wilayah memberitahukan kepada yang bersangkutan dengan memberikan Kartu Tanda Anggota. f. Apabila dalam waktu 60 (enam puluh) hari setelah diajukan Surat Pendaftaran Ulang/Surat Pendaftaran Diri, ternyata yang bersangkutan belum memperoleh pemberitahuan pembukuan keanggotaannya, maka yang bersangkutan dapat mengajukan surat susulan dan surat susulan tersebut dapat digunakan sebagai bukti sah keanggotaan yang bersangkutan, oleh karena itu dapat digunakan untuk mendapatkan Kartu Tanda Anggota. g. Setiap Anggota Biasa yang tidak melakukan pendaftaran ulang sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga ini demi hukum berstatus menjadi Anggota Luar Biasa. B. Anggota Luar Biasa Pasal 3

3 1. Yang dapat menjadi Anggota Luar Biasa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 Anggaran Dasar ialah semua PPAT Sementara, PPAT Khusus, Emeritus PPAT serta mereka yang telah mengajukan permohonan untuk diangkat sebagai PPAT dengan cara : a. Mengajukan permohonan tertulis kepada Pengurus Pusat melalui Pengurus Daerah atau Pengurus Wilayah (apabila ditempat kedudukan atau tempat tinggal yang bersangkutan tidak terdapat Pengurus Daerah), dengan menyertakan syarat-syarat keanggotaan yang telah ditetapkan oleh Perkumpulan. b. Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima surat permohonan untuk menjadi Anggota Luar Biasa tersebut diatas, Pengurus Daerah atau Pengurus Wilayah melanjutkan surat permohonan tersebut kepada Pengurus Pusat dengan tembusan kepada yang bersangkutan. c. Apabila dalam waktu 30 (tig puluh) hari terhitung setelah diterimanya permohonan untuk menjadi Anggota Luar Biasa ternyata yang bersangkutan belum menerima tembusan surat pengiriman permohonannya kepada Pengurus Pusat, maka yang bersangkutan dapat mengirim surat susulan kepada Pengurus Daerah atau Pengurus Wilayah dengan tembusan kepada Pengurus Pusat. d. Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat permohonan untuk menjadi Anggota Luar Biasa oleh Pengurus Pusat, maka Pengurus Pusat harus memutuskan menerima atau menolak permohonan tersebut. e. Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak ditetapkannya keputusan Pengurus Pusat yang berisi penerimaan atau penolakan permohonan menjadi Anggota Luar Biasa, Pengurus Pusat menyampaikan keputusan tersebut kepada yang bersangkutan dengan tembusan kepada Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah yang bersangkutan. 2. Tata cara untuk menjadi Anggota Luar Biasa sebagaimana tercantum dalam ayat 1 Pasal ini tidak diberlakukan terhadap Emeritus PPAT yang sebelumnya telah menjadi Anggota Biasa. C. Anggota Kehormatan Pasal 4 1. Anggota Kehormatan yang diatur dalam Pasal 6 Anggaran Dasar ialah Anggota Biasa dan/atau Anggota Luar Biasa serta pihak lain yang diangkat sebagai demikian oleh Kongres karena jasa-jasanya yang luar biasa terhadap Perkumpulan atas usulan dari Pengurus Daerah dan/atau Pengurus Wilayah melalui Pengurus Pusat. 2. Cara terjadinya keanggotaan : a. Setiap Pengurus Daerah dan/atau Pengurus Wilayah berhak untuk mengusulkan kepada Kongres melalui Pengurus Pusat untuk mengangkat seseorang baik yang

4 berasal dari Anggota Biasa, Anggota Luar Biasa, maupun pihak yang dipandang memenuhi syarat-syarat untuk menjadi Anggota Kehormatan. b. Usulan Pengurus Daerah dan/atau Pengurus Wilayah sebagaimana yang tercantum dalam ayat 2 huruf a Pasal ini disampaikan oleh Pengurus Pusat kepada Kongres. c. Selain karena usulan Pengurus Daerah dan/atau Pengurus Wilayah, Pengurus Pusat berwenang atas inisiatifnya sendiri mengusulkan seseorang yang dipandang memenuhi syarat-syarat sebagai Anggota Kehormatan kepada Kongres. d. Kongres akan memberikan keputusan untuk menerima atau menolak usulan pengangkatan Anggota Kehormatan sesuai dengan Peraturan yang telah ditetapkan oleh Perkumpulan. e. Keputusan Kongres yang berisi penerimaan usul pengangkatan Anggota Kehormatan disampaikan oleh Pengurus Pusat kepada orang yang diusulkan dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak penutupan Kongres yang bersangkutan. Bagian Kedua Perpindahan Pasal 5 1. Setiap Anggota hanya berhak menjadi Anggota dari 1 (satu) kepengurusan Pengurus Daerah atau kepengurusan Pengurus Wilayah, oleh karena itu setiap perpindahan dari 1 (satu) kepengurusan Pengurus Daerah atau kepengurusan Pengurus Wilayah ke kepengurusan Pengurus Daerah atau ke kepengurusan Pengurus Wilayah lain, yang bersangkutan harus memberitahukan perpindahannya itu kepada Pengurus Daerah atau Pengurus Wilayah tempat tugasnya yang lama ataupun yang baru dengan tembusan kepada Pengurus Pusat, kecuali bagi Anggota Kehormatan yang bukan PPAT. 2. Setiap Anggota yang menyatakan berhenti sebagai PPAT dan kemudian akan mengajukan permohonan untuk diangkat sebagai PPAT di wilayah lain, harus memberitahukan maksudnya tersebut kepada Pengurus Daerah dan Pengurus Wilayah di tempat tugasnya yang lama, selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum meninggalkan tempat tugasnya yang lama,dan untuk sementara tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih dan dipilih dalam Kongres atau Konferwil atau Konferda sampai dengan yang bersangkutan telah diangkat kembali di wilayah yang baru. 3. Setiap Anggota yang telah berhenti dan kemudian diangkat sebagai PPAT di wilayah lain harus memberitahukannya kepada Pengurus Daerah dan Pengurus Wilayah ditempat tugasnya yang baru, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menjalankan tugas jabatannya.

5 4. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima pemberitahuan perpindahan keanggotaan tersebut, Pengurus Daerah atau Pengurus Wilayah yang melepaskan maupun yang menerima pemberitahuan tersebut harus menyampaikan laporan tentang adanya perpindahan keanggotaan dari anggota yang bersangkutan kepada Pengurus Pusat. 5. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima pemberitahuan perpindahan keanggotaan tersebut, Pengurus Daerah dan Pengurus Wilayah yang ditinggalkan maupun yang baru serta Pengurus Pusat sudah harus membukukannya di dalam Buku Daftar Anggota. 6. Anggota yang sudah terdaftar dalam Buku Daftar Anggota di Pengurus Daerah wajib dilaporkan kepada Pengurus Pusat guna mendapatkan Kartu Tanda Anggota (KTA) yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat. Bagian Ketiga Berakhirnya Keanggotaan A. Anggota Biasa Pasal 6 1. Selain karena alasan-alasan atau sebab-sebab sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Anggaran Dasar, yaitu karena : a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; c. berhenti sebagai PPAT, atau karena e. dipecat. 2. Dan berakhirnya keanggotaan dapat terjadi karena Anggota yang bersangkutan ditaruh dibawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun atau dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Apabila seorang Anggota ditaruh dibawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun atau dinyatakan pailit, maka keluarganya melalui Pengurus Daerah atau Pengurus Wilayah di tempat kedudukan Anggota yang bersangkutan wajib dalam waktu 14 (empat belas) hari memberitahukan secara tertulis mengenai hal tersebut kepada Pengurus Pusat dan kemudian Pengurus Pusat menghapus keanggotaan yang bersangkutan dari Buku Daftar Anggota tanpa persetujuan Kongres.

6 Pasal 7 Bagi Anggota yang meninggal dunia, keanggotaannya berakhir terhitung sejak Anggota yang bersangkutan meninggal dunia. Apabila seorang Anggota meninggal dunia, maka keluarganya melalui Pengurus Daerah atau Pengurus Wilayah ditempat kedudukan Anggota yang bersangkutan wajib dalam waktu 14 (empat belas) hari; dan apabila telah lewat batas waktu 30 (tigapuluh) hari sejak meninggalnya anggota yang bersangkutan tanpa ada pemberitahuan resmi dari keluarga, dan mengenai hal tersebut telah diketahui oleh pengurus Daerah, maka Pengurus Daerah berwenang memberitahukan secara tertulis mengenai hal tersebut kepada Pengurus Pusat dan kemudian Pengurus Pusat menghapus keanggotaan yang bersangkutan dari Buku Daftar Anggota tanpa persetujuan Kongres. Pasal 8 1. Pengunduran diri sebagai Anggota, baik Anggota Biasa atau Anggota Luar Biasa dan/atau Anggota Kehormatan harus dilakukan dengan cara pemberitahuan secara tertulis oleh yang bersangkutan kepada Pengurus Pusat melalui Pengurus Daerah atau Pengurus Wilayah (apabila di tempat tugas atau tempat tinggalnya tidak terdapat Pengurus Daerah) disertai tembusan kepada Pengurus Wilayah dalam waktu 7 (tujuh) hari sebelum pengunduran diri. 2. Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah maupun Pengurus Daerah harus membukukan pengunduran diri tersebut dalam Buku Daftar Anggota masing-masing dalam waktu 3 (tiga) hari setelah diterimanya pengunduran diri. 3. Pengunduran diri tidak dapat dilakukan pada saat Anggota yang bersangkutan sedang diperiksa oleh Majelis Kehormatan Wilayah atau Majelis Kehormatan Pusat karena dianggap telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik dan Peraturan serta keputusan-keputusan yang telah ditetapkan oleh Perkumpulan. Pasal 9 1. Setiap Anggota yang berhenti sebagai PPAT bukan karena telah mengajukan permohonan untuk diangkat sebagai PPAT di daerah lain, secara otomatis status keanggotaan Biasa

7 yang disandangnya berakhir terhitung sejak yang bersangkutan berhenti sebagai PPAT dan demi hukum menjadi Anggota Luar Biasa. 2. Bagi Anggota yang berhenti sebagai PPAT dan kemudian yang bersangkutan telah mengajukan permohonan untuk diangkat sebagai PPAT di daerah/wilayah kerja yang baru, keanggotaannya tidak berakhir dan kepadanya dianggap berlaku ketentuan Pasal 5 Anggaran Rumah Tangga ini yaitu tetap dianggap sebagai Anggota Biasa. 3. Seorang Anggota yang berhenti sebagai PPAT selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berhenti harus memberitahukan pemberhentiannya itu kepada Pengurus Daerah, Pengurus Wilayah dan/atau Pengurus Pusat dengan menyertakan fotocopy surat-surat pemberhentiannya sebagai PPAT. 4. Dalam waktu 10 (sepuluh) hari setelah menerima pemberitahuan atau laporan adanya Anggota yang telah berhenti sebagai PPAT, maka Pengurus Daerah, Pengurus Wilayah maupun Pengurus Pusat membukukannya dalam Buku Daftar Anggota. Pasal Pemecatan dari keanggotaan ada 2 (dua) macam yaitu : a. Pemecatan Sementara, dan b. Pemecatan Tetap. 2 Kewenangan untuk melakukan pemecatan, baik yang sementara maupun yang tetap ada pada Majelis Kehormatan Wilayah di tingkat pertama dan Majelis Kehormatan Pusat di tingkat banding, serta Kongres di tingkat akhir (peninjauan kembali). 3. Seorang Anggota dapat dikenakan tindakan : a. Pemecatan sementara dari keanggotaan apabila : i Melanggar dan/atau tidak mentaati ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik dan Peraturan serta keputusan-keputusan Perkumpulan; ii Melakukan perbuatan yang terbukti merugikan Perkumpulan; iii Tidak mengindahkan peringatan dan/atau petunjuk dari Pengurus Daerah atau Pengurus Wilayah ataupun Pengurus Pusat ataupun Majelis Kehormatan Wilayah ataupun Majelis Kehormatan Pusat, baik yang disampaikan secara lisan maupun secara tertulis; iv Tidak membayar uang iuran selama 6 (enam) bulan sekalipun telah diperingatkan secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut.

8 b. Pemecatan tetap dari keanggotaan, apabila Anggota bersangkutan : - dijatuhi pidana penjara selama 5 (lima) tahun atau lebih karena melakukan kejahatan, atau - dinyatakan pailit dan/atau ditaruh dibawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun oleh suatu putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijs). 4. Pemecatan sementara baru dapat dijatuhkan setelah terlebih dahulu Majelis Kehormatan Wilayah memberikan kesempatan kepada Anggota yang bersangkutan untuk mengajukan pembelaan diri, baik secara lisan maupun secara tertulis. 5. Untuk keperluan pemeriksaan dan pembelaan diri tersebut Majelis Kehormatan Wilayah memanggil Anggota yang bersangkutan secara tertulis untuk menghadiri Sidang Majelis Kehormatan Wilayah yang dimaksud untuk melakukan pemeriksaan itu. 6. Apabila menurut pendapat Majelis Kehormatan Wilayah yang melakukan pemeriksaan, ternyata Anggota yang bersangkutan betul-betul telah terbukti secara sah bersalah melakukan perbuatan pelanggaran sebagaimana terurai dalam ayat 3 huruf a Pasal ini, maka Majelis Kehormatan Wilayah berwenang memutuskan pemecatan sementara terhadap Anggota yang bersangkutan. 7. Apabila Anggota yang bersangkutan setelah dipanggil secara wajar sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut ternyata tetap tidak hadir dalam sidang pemeriksaannya tanpa memberikan alasan tertulis yang sah, maka Majelis Kehormatan Wilayah dapat menyidangkan kasus tersebut tanpa kehadiran Anggota yang bersangkutan dan selanjutnya dapat menjatuhkan putusan pemecatan sementara, apabila ternyata Anggota yang bersangkutan betul-betul telah terbukti secara sah bersalah melakukan perbuatan pelanggaran sebagaimana terurai dalam ayat 3 huruf a Pasal ini. 8. Dalam waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak putusan pemecatan sementara dijatuhkan, Majelis Kehormatan Wilayah melaporkan kepada Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah serta Pengurus Daerah yang bersangkutan dan memberitahukannya kepada Anggota yang bersangkutan. 9. Anggota yang dijatuhi pemecatan sementara oleh Majelis Kehormatan Wilayah berhak mengajukan banding kepada Majelis Kehormatan Pusat melalui Majelis Kehormatan Wilayah dan Pengurus Daerah atau Pengurus Wilayah (apabila ditempat kedudukan Anggota yang berrsangkutan tidak terdapat Pengurus Daerah) dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak putusan pemecatan sementara diberitahukan dan/atau diterima secara sah dengan menyerahkan permohonan banding dan memori banding secara tertulis. 10. Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diberitahukan dan/atau diterimanya secara sah atas putusan pemecatan sementara, ternyata Anggota yang bersangkutan tidak mengajukan banding, maka dengan lewatnya jangka waktu tersebut, putusan Majelis Kehormatan Wilayah yang berisi pemecatan sementara itu memperoleh kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde).

9 11. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah diterimanya permohonan banding dari Anggota yang dijatuhi putusan pemecatan sementara, Majelis Kehormatan Pusat harus melakukan pemeriksaan dalam tingkat banding atas putusan Majelis Kehormatan Wilayah yang dimohonkan banding tersebut. Dalam pemeriksaan banding, bila dianggap perlu Majelis Kehormatan Pusat dapat memanggil Anggota yang bersangkutan untuk hadir dalam sidang banding dan melakukan pemeriksaan langsung. 12. Dalam pemeriksaan tingkat banding, Majelis Kehormatan Pusat dapat menjatuhkan putusan yang berisi : a. membatalkan putusan pemecatan sementara; b. memperkuat putusan pemecatan sementara tanpa perubahan apapun; c. memperbaiki putusan pemecatan sementara dengan perubahan-perubahan tertentu atas jangka waktu pemecatan; ataupun d. menjatuhkan putusan pemecatan tetap. 13. Dalam waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak putusan dijatuhkan, Majelis Kehormatan Pusat memberitahukan secara tertulis putusan yang telah dijatuhkannya kepada Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah serta Peng urus Daerah yang bersangkutan dan memberitahukannya kepada Anggota yang bersangkutan. 14. Putusan Majelis Kehormatan Pusat yang berisi Pemecatan Sementara mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) sejak saat dijatuhkannya putusan tersebut. 15. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Anggota yang bersangkutan menerima pemberitahuan secara sah atas putusan Majelis Kehormatan Wilayah (dalam hal Anggota yang bersangkutan tidak mengajukan banding kepada Majelis Kehormatan Pusat) atau atas putusan Majelis Kehormatan Pusat (dalam hal Anggota yang bersangkutan mengajukan banding atas putusan Majelis Kehormatan Wilayah yang berisi pemecatan sementara), Anggota yang bersangkutan sendiri atau melalui kuasanya yang sah berhak mengajukan permohonan untuk peninjauan kembali berikut alasan-alasannya dan novum kepada Kongres melalui Majelis Kehormatan Pusat dan Pengurus Pusat. 16. Kongres akan melakukan pemeriksaan mengenai permohonan peninjauan kembali atas pemecatan sementara yang diajukan oleh Anggota yang bersangkutan melalui Majelis Kehormatan Pusat dan Pengurus Pusat, dan selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai berikut : a. memperbaiki putusan pemecatan sementara tersebut dengan perubahan-perubahan tertentu, misalnya atas jangka waktu pemecatan; atau bahkan b. menjatuhkan putusan pemecatan tetap dan juga memerintahkan kepada Pengurus Pusat untuk merekomendasikan kepada instansi yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi pemecatan atau pemberhentian dari jabatan PPAT terhadap Anggota yang bersangkutan.

10 17. Keputusan Kongres tersebut diberitahukan kepada Anggota yang bersangkutan secara sah dan disampaikan kepada Instansi-Instansi yang dipandang perlu, antara lain kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kepala Kantor Pertanahan setempat serta kepada Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan/atau Pengurus Daerah setempat, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah Kongres ditutup. 18. Selama dalam pemecatan sementara, Anggota yang bersangkutan tidak diperbolehkan mengikuti atau melakukan aktivitas Perkumpulan. 19. Tata cara pemecatan sementara sebagaimana diatur dalam ayat-ayat diatas, secara mutatis mutandis berlaku dalam proses pemecatan tetap, dengan ketentuan bahwa Kongres baik dengan atau tanpa permintaan Anggota yang bersangkutan lewat Majelis Kehormatan Pusat dan Pengurus Pusat berhak untuk melakukan peninjauan kembali putusan pemecatan tetap. 20. Anggota yang diperiksa karena melakukan perbuatan yang dapat diancam sanksi yang berupa pemecatan sementara atau pemecatan tetap ataupun dalam proses peninjauan kembali atas putusan pemecatan sementara atau pemecatan tetap, berhak didampingi oleh tim bantuan hukum yang disediakan oleh Perkumpulan. Pasal 11 Bagi Anggota yang dinyatakan pailit dan/atau ditaruh dibawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun, demi hukum keanggotaannya berakhir terhitung sejak putusan Pengadilan yang berkenaan dengan hal tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde) B. Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan Pasal 12 Segala ketentuan mengenai berakhirnya keanggotaan dari Anggota Biasa sebagaimana yang diuraikan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 Anggaran Rumah Tangga ini, mutatis mutandis berlaku pula bagi berakhirnya Anggota Luar Biasa atau Anggota Kehormatan. Bagian Keempat Hak dan Kewajiban Anggota

11 A. Hak Anggota Pasal Anggota Biasa berhak untuk : a. mengikuti semua kegiatan Perkumpulan yang sesuai dengan Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga; b. memilih dan dipilih sebagai Anggota Pengurus ataupun Majelis Kehormatan, dengan mengindahkan ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Perkumpulan; c. mengeluarkan pendapat dan mempunyai 1 (satu) suara dalam Rapat; d. mendapat pelayanan dan manfaat yang sama dari Perkumpulan. 2. Anggota Luar Biasa berhak : a. berbicara dalam Rapat; b. dipilih sebagai Anggota Majelis Kehormatan (khusus yang berasal dari Emeritus PPAT); c. mendapat pelayanan dan manfaat yang sama dari Perkumpulan. 3. Anggota Kehormatan berhak untuk : a berbicara dalam Rapat; b. mendapat pelayanan dan manfaat yang sama dari Perkumpulan. 4. Anggota Biasa dan Anggota Luar Biasa yang sudah membayar uang iuran berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota Perkumpulan. B. Kewajiban Anggota Pasal 14 Anggota Biasa dan Anggota Luar Biasa mempunyai kewajiban sebagai berikut :

12 a. menjunjung tinggi dan taat terhadap Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga serta peraturan lainnya yang telah dan yang ditetapkan Perkumpulan, demikian pula terhadap Kode Etik; b. mempertahankan dan membela nama baik serta kehormatan Perkumpulan; c. mengamankan dan melaksanakan segala keputusan Perkumpulan; d. menjalin hubungan dan kerja sama yang baik dan saling hormat menghormati antara sesama anggota, baik Anggota Biasa, maupun Anggota Luar Biasa, Anggota Kehormatan maupun Pengurus; e. membayar uang iuran Perkumpulan. BAB III SUSUNAN KEPENGURUSAN DAN ALAT PERLENGKAPAN PERKUMPULAN Bagian Pertama Susunan Kepengurusan Perkumpulan Pasal Pada setiap Kabupaten atau Kota, dimana berkedudukan sekurangnya 5 (lima) orang PPAT, sedapat mungkin dibentuk 1 (satu) Pengurus Daerah. 2. Apabila jumlah anggota IPPAT sebagai yang termaksud dalam ayat 1 Pasal ini, ternyata kurang dari 5 (lima) orang, maka atas persetujuan Pengurus Wilayah setempat harus menggabungkan diri pada Pengurus Daerah yang berdekatan, menunggu tercapainya jumlah yang dipersyaratkan untuk dapat membentuk 1 (satu) Pengurus Daerah. 3. Tanpa mengurangi apa yang dicantumkan dalam ayat 2 Pasal ini, Pengurus Wilayah berhak apabila menurut pertimbangannya hal itu merupakan suatu keharusan (antara lain karena faktor geografis dan komunikasi) untuk menetapkan pembentukan Pengurus Daerah pada satu Kabupaten atau Kota, sekalipun jumlah anggota yang berkedudukan di Kabupaten atau Kota tersebut kurang dari 5 (lima) orang.

13 4. Ketentuan yang tercantum dalam ayat 1, 2 dan 3 Pasal ini tidak meniadakan pengakuan atas keberadaan Pengurus Daerah yang telah berdiri dengan jumlah anggota kurang dari 5 (lima) orang. 5. Bagi Daerah yang mengalami pemekaran menjadi Kabupaten/Kota yang baru, Pengurus Daerah yang bersangkutan harus mengadakan Konferensi Daerah dengan agenda : a. Menyetujui pemekaran-pemekaran Pengurus Daerah yang baru; b. Menetapkan Ketua Panitia Pelaksana Pembentukan Pengurus Daerah yang baru. 6. a. Ketua panitia Pelaksana selanjutnya menyusun anggota panitia dan menyampaikan secara tertulis kepada Pengurus Daerah lama untuk mendapatkan Surat Keputusan. b. Bilamana dalam tempo 1 (satu) bulan pengurus Daerah lama tidak mengeluarkan Surat Keputusan dimaksud maka Ketua Panitia Pelaksana berhak mengajukannya ke Pengurus Wilayah setempat untuk mendapatkan Surat Keputusan. 7. Panitia Pelaksana wajib mengundang seluruh Anggota yang terdaftar dan berada di daerah pemekaran dimaksud untuk melaksanakan Rapat Anggota dengan agenda : a. Memilih dan menetapkan Formatur Pengurus Daerah yang baru. b. Menetapkan program atau rencana kerja disesuaikan dengan Program/Rencana Kerja Pengurus Pusat hasil Kongres. 8. Pelaksanaan Rapat Anggota sebagaimana ayat 7 dan Konferensi Daerah sebagaimana ayat 5 Pasal ini mutatis mutandis mengacu pada ketentuan Pasal 20 Anggaran Rumah Tangga ini juncto Pasal 21 Anggaran Dasar. Pasal Dalam setiap Propinsi dimana terdapat lebih dari 1 (satu) Pengurus Daerah dibentuk 1 (satu) Pengurus Wilayah. 2. Selama dalam 1 ( satu) Propinsi hanya terdapat 1 (satu) Pengurus Daerah, maka Pengurus Daerah tersebut berada dibawah kepengurusan Pengurus Wilayah yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat. 3. Apabila dalam Propinsi yang dimaksud dalam ayat 2 Pasal ini telah terdapat lebih dari 1 (satu) Pengurus Daerah, maka Pengurus Daerah yang semula berada dibawah kepengurusan Pengurus Wilayah yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat tersebut berhak membentuk Pengurus Wilayah sendiri. 4. Bagi Wilayah yang mengalami pemekaran menjadi Propinsi yang baru, Pengurus Wilayah yang bersangkutan harus mengadakan Konferensi Wilayah dengan agenda :

14 a. Menyetujui pemekaran-pemekaran Pengurus Wilayah yang baru. b. Menetapkan Ketua Panitia Pelaksana pembentukan Pengurus Wilayah yang baru. 5. a. Ketua Panitia Pelaksana selanjutnya menyusun anggota Panitia dan menyampaikan secara tertulis kepada pengurus Wilayah lama untuk mendapatkan Surat Keputusan. b. Bilamana dalam tempo 1 (satu) bulan Pengurus Wilayah lama tidak mengeluarkan Surat Keputusan dimaksud maka Ketua Panitia Pelaksana berhak mengajukannya ke Pengurus Pusat untuk mendapatkan Surat Keputusan. 6. Panitia Pelaksana wajib mengundang seluruh Anggota yang terdaftar dan berada di Propinsi pemekaran dimaksud melalui para Pengurus Daerah setempat untuk melaksanakan Rapat Anggota dengan agenda : a. Memilih dan menetapkan Formatur Pengurus Wilayah yang baru. b. Menetapkan program atau rencana kerja disesuaikan dengan Program / Rencana Kerja Pengurus Pusat hasil Kongres. 7. Pelaksanaan Rapat Anggota sebagaimana ayat 6 dan Konferensi Wilayah sebagaimana ayat 4 Pasal ini mutatis mutandis mengacu pada ketentuan Pasal 19 Anggaran Rumah Tangga ini juncto Pasal 21 Anggaran Dasar. Bagian Kedua Alat Perlengkapan Perkumpulan A. Kongres dan Kongres Luar Biasa Pasal Kongres adalah Rapat Anggota Perkumpulan pada tingkat Nasional sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 ayat 1 Anggaran Dasar. 2. Kongres diselenggarakan sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) tahun sekali. 3. Kongres Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila : a. dianggap perlu dan/atau mendesak oleh Pengurus Pusat setelah mendapat persetujuan dari Rapat Pleno Pengurus Pusat, atau; b. ada permintaan lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Pengurus Wilayah berdasarkan keputusan Konferensi Wilayah Luar Biasa.

15 Dan telah mendapat persetujuan dari dan berdasarkan keputusan Rapat Majelis Kehormatan, Pengurus Pusat atau Pengurus Wilayah berhak menyelenggarakan Kongres dengan mengindahkan ketentuan Anggaran Dasar ini atas biaya Perkumpulan. 4. Kongres diselenggarakan oleh Pengurus Pusat bersama dengan Panitia Pelaksana Kongres yang dibentuk oleh Pengurus Pusat. 5. Panitia Pelaksana Kongres bertanggung jawab mengenai teknis pelaksanaan Kongres dan harus mempertanggung jawabkannya kepada Pengurus Pusat. 6. Ketentuan mengenai penyelenggaraan Kongres secara mutatis mutandis berlaku pula untuk penyelengaraan Kongres Luar Biasa. 7. Thema, acara dan segala hal yang berkaitan dengan penyelengaraan, bahan/materi Kongres serta nominasi calon formatur Pengurus Pusat dan calon Anggota Majelis Kehormatan Pusat yang akan dipilih dalam Kongres ditetapkan oleh Rapat Kerja Nasional yang diadakan 6 (enam) bulan menjelang Kongres sebagaimana termaktub dalam Pasal 26 Anggaran Rumah Tangga ini. 8. Undangan untuk menghadiri Kongres harus sudah dikirimkan oleh Pengurus Pusat kepada setiap Anggota Perkumpulan melalui Pengurus Daerah dan/atau Pengurus Wilayah selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sebelum Kongres diadakan dan diumumkan dalam iklan surat kabar harian yang mempunyai peredaran di seluruh Indonesia. Undangan tersebut harus secara tertulis dengan menyebutkan tempat, waktu dan acara Kongres. 9. Peserta Kongres terdiri dari : a. para Anggota Perkumpulan; b. anggota Pengurus Pusat; c. anggota Majelis Kehormatan Pusat; d. anggota Majelis Kehormatan Wilayah; e. anggota Pengurus Wilayah, dan f. anggota Pengurus Daerah. 10. Setiap Anggota Biasa yang hadir dalam Kongres berhak untuk mengeluarkan 1 (satu) suara. 11. Setiap peserta Kongres berhak untuk hadir dan memberikan pendapat/usul dalam Kongres. 12. Pada setiap Kongres sedapat mungkin diselenggarakan up-grading dan refreshing course (pembinaan dan pembekalan) bagi para Anggota Perkumpulan.

16 13. Pengurus Pusat dapat mengundang para pejabat dilingkungan instansi pusat dan Propinsi serta lembaga atau orang tertentu yang dipandang tepat untuk hadir dalam Kongres. 14. Kongres dipimpin oleh suatu Presidium yang terdiri dari para Ketua Pengurus Wilayah atau wakil Pengurus Wilayah yang ditunjuk oleh Rapat Pengurus Wilayah yang bersangkutan. Presidium tersebut akan memilih Ketua, Wakil Ketua, serta Sekretaris dan Wakil Sekretaris yang akan memimpin Sidang Pleno Kongres 15. Kongres mengesahkan korum Kongres dibawah pimpinan Presidium. Kongres menetapkan dan mengubah : a. tata urutan jadwal acara Kongres dan Rapat-Rapat Perkumpulan, b. tata tertib Kongres dan rapat-rapat Perkumpulan, c. petunjuk dan tata cara penyelenggaraan Kongres, Rapat Kerja Nasional, Konferensi Wilayah, Rapat Kerja Wilayah, Konferensi Daerah, serta d. petunjuk dan tata cara pencalonan dan pemilihan calon formatur Pengurus Pusat dan calon anggota Majelis Kehormatan Pusat, calon formatur Pengurus Wilayah dan calon anggota Majelis Kehormatan Wilayah dan calon formatur Pengurus Daerah, yang untuk setiap penyelenggaraan Kongres, Konferensi Wilayah, Konferensi Daerah, Rapat Kerja Nasional, Rapat Kerja Wilayah dan pada setiap penyelenggaraan Kongres, Konferensi Wilayah dan Konferensi Daerah, Rapat Kerja Nasional, Rapat Kerja Wilayah tidak diperlukan pengesahan terlebih dahulu dari sidang pleno. 16. Kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar, Kongres adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Anggota Biasa dan keputusan Kongres diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat, apabila dengan cara tersebut tidak tercapai, maka keputusan Kongres adalah sah jika disetujui oleh lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan secara sah dalam Kongres. Apabila jumlah suara yang setuju dan yang tidak setuju sama banyaknya, maka pemungutan suara diulang, pengulangan mana hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dan apabila dalam pemungutan suara ulang tersebut jumlah suara yang setuju dan tidak setuju sama banyaknya maka usul yang yang bersangkutan dianggap ditolak, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. 17. Apabila dalam pembukaan Kongres tidak tercapai korum,maka Kongres diundurkan untuk selama 1 (satu) jam, dan apabila sesudah pengunduran itu belum juga tercapai korum yang dipersyaratkan, Kongres dianggap sah dan dapat mengambil keputusan yang sah. 18. Kongres akan membicarakan dan memberikan keputusan tentang : a. penilaian atas pertanggung-jawaban yang disampaikan oleh Pengurus Pusat dan Majelis Kehormatan Pusat mengenai pelaksanaan tugas masing-masing selama masa

17 jabatannya serta atas perhitungan dan pertanggung-jawaban mengenai keuangan Perkumpulan; b. Usul dari peserta Kongres; c. Penetapan dan pengubahan Anggaran Dasar dan Kode Etik apabila diperlukan; d. Garis besar program kerja Perkumpulan e. Pemilihan, penetapan serta pelantikan Pengurus Pusat dan Majelis Kehormatan Pusat; f. Tempat penyelenggaraan Kongres berikutnya dan rapat-rapat Perkumpulan; g. Pengangkatan Anggota Kehormatan, apabila diperlukan; h. Pemecatan Anggota atau melakukan peninjauan kembali putusan Majelis Kehormatan Pusat dan/atau putusan majelis Kehormatan Wilayah; i. Memberikan tanda penghargaan kepada Anggota, orang atau pihak lain yang telah menunjukkan pengabdian dan/atau pengorbanan bagi kepentingan profesi atau organisasi; j. Hal-hal lain yang dianggap penting dan/atau perlu. Mengenai petunjuk dan tata cara penyelenggaraan Kongres akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Perkumpulan yang ditetapkan dan disahkan dalam Rapat Kerja Nasional. 19. Pengurus Pusat membuka Kongres dan selanjutnya memimpin sidang : a. Pengurus Pusat selanjutnya memberi kesempatan kepada para (Ketua) Pengurus Wilayah untuk bermusyawarah menentukan Presidium, akan tetapi apabila sebelumnya telah terbentuk, maka Pengurus Pusat mengumumkannya dan menyerahkan pimpinan sidang kepada Presidium. b. Setelah Pengurus Pusat dan Majelis Kehormatan Pusat memberikan Laporan Pertanggung jawaban kepada dan telah diterima oleh Sidang Pleno Kongres, maka Presidium menyatakan Pengurus Pusat dan Majelis Kehormatan Pusat demisioner; c. Pelaksanaan serah terima jabatan bukan merupakan serah terima administratif dan protokoler, akan tetapi hal tersebut akan membebaskannya dari tanggung jawab selama masa kepengurusannya. d. Semua kewenangan Pengurus Pusat dan Majelis Kehormatan Pusat selama Kongres dipegang oelh Presidium. B. Keputusan Diluar Kongres Pasal 18

18 Dipersamakan dengan keputusan Kongres adalah keputusan yang diambil diluar Kongres dengan persyaratan sebagai berikut : a. Pengurus Pusat mempersiapkan rencana Keputusan tersebut untuk selanjutnya dikirim dengan surat tercatat atau kurir kepada seluruh Anggota Biasa Perkumpulan melalui Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah disertai pertimbangan dan penjelasan seperlunya. b. Pengurus Wilayah mengumpulkan hasil keputusan para Anggota tersebut dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima rencana keputusan dari Pengurus Pusat. - Hasil keputusan tersebut disampaikan oleh Pengurus Wilayah kepada Pengurus Pusat dengan surat tercatat atau kurir. - Jika Pengurus Wilayah tidak memberikan jawaban dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, maka keputusan dianggap telah disetujui oleh para Anggota Biasa Perkumpulan yang berada dibawah kepengurusan Pengurus Wilayah yang bersangkutan. c. Keputusan Diluar Kongres adalah sah jika disetujui oleh lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Anggota Biasa Perkumpulan. d. Pengurus Pusat harus menyampaikan keputusan diluar Kongres tersebut kepada seluruh Anggota Perkumpulan melalui Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah hasil jawaban dari seluruh Pengurus Wilayah diterima. Jika ternyata rencana keputusan diluar Kongres tidak disetujui, maka hal itu harus diberitahukan kepada semua Anggota Perkumpulan melalui Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah. C. Konferensi Wilayah Pasal Konferensi Wilayah adalah Rapat para Anggota dari segenap Cabang Perkumpulan yang termasuk dan berada dibawah kepengurusan Pengurus Wilayah yang bersangkutan 2. Konferensi Wilayah diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah dengan Panitia Pelaksana Konferensi yang dibentuk oleh Pengurus Wilayah. 3. Panitia Pelaksana Konferensi Wilayah bertanggung jawab mengenai teknis pelaksanaan Konferensi Wilayah kepada Pengurus Wilayah. 4. Konferensi Wilayah diadakan setiap 3 (tiga) tahun sekali, yaitu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah Kongres dan dipimpin oleh suatu Presidium yang terdiri dari para Ketua Pengurus Daerah atau wakil-wakil dari Pengurus Daerah yang ada dalam

19 kepengurusan Pengurus Wilayah yang bersangkutan, dengan ketentuan 1 (satu) Pengurus Daerah diwakili oleh Ketua Pengurus daerah atau seorang wakil yang ditunjuk dalam Rapat Pengurus daerah yang bersangkutan. 5. Konferensi Wilayah Luar Biasa dapat diadakan sewaktu-waktu, apabila dianggap perlu oleh Pengurus Wilayah atau atas permintaan dari sekurang-kurangnya 1 (satu) Pengurus Daerah yang didukung oleh sekurang-kurangnya ½ (satu per dua) jumlah Pengurus Daerah atau apabila Konferensi Wilayah tidak dapat membentuk dan memilih Pengurus Wilayah dan Majelis Kehormatan Wilayah yang baru. 6. Undangan untuk menghadiri Konferensi Wilayah harus sudah disampaikan oleh Pengurus Wilayah atau Pengurus Daerah kepada setiap Anggota selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum Konferensi Wilayah dilakukan. Undangan tersebut harus dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan tempat, waktu dan acara Konferensi Wilayah. 7. Setiap Anggota Perkumpulan dalam Pengurus Wilayah yang bersangkutan berhak untuk menghadiri dan mengeluarkan pendapat/usul serta setiap Anggota Biasa berhak memberikan suara dan mempunyai 1 (satu) hak suara dalam Konferensi Wilayah. 8. Pengurus Wilayah dapat mengundang para pejabat dilingkungan instansi Daerah Tingkat I /Propinsi yang bersangkutan dan lembaga serta orang yang dipandang perlu untuk hadir dalam Konferensi Wilayah. 9. Konferensi Wilayah adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Anggota Biasa yang ada dalam kepengurusan Pengurus Wilayah yang bersangkutan, dan keputusan Konferensi Wilayah diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat, apabila dengan cara tersebut tidak tercapai, maka keputusan Konferensi Wilayah adalah sah jika disetujui sekurang-kurangnya lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan secara sah dalam Konferensi Wilayah. 10. Apabila dalam pembukaan Konferensi Wilayah, korum yang ditetapkan tidak tercapai, maka Konferensi Wilayah diundur selama 1 (satu) jam, dan apabila setelah pengunduran itu korum juga belum tercapai, maka Konferensi Wilayah dianggap sah dan dapat mengambil keputusan yang sah. Apabila jumlah suara yang setuju dan tidak setuju sama banyaknya, maka pemungutan suara diulang, pengulangan mana hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dan apabila pemungutan suara ulang tersebut jumlah suara yang setuju dan tidak seruju sama banyaknya, maka usul yang bersangkutan dianggap ditolak, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. 11. Dalam Konferensi Wilayah akan dibicarakan dan diputuskan tentang : a. penilaian atas pertanggung jawaban yang disampaikan Pengurus Wilayah dan Majelis Kehormatan Wilayah mengenai pelaksanaan tugas masing-masing selama masa jabatannya serta penilaian atas perhitungan dan pertanggung jawaban mengenai keuangan oleh Pengurus Wilayah;

20 b. Program kerja untuk daerahnya yang merupakan penjabaran program kerja Perkumpulan yang disesuaikan dengan kondisi setempat; c. Pemilihan, penetapan dan pelantikan Pengurus Wilayah dan Majelis Kehormatan Wilayah yang dilanjutkan dengan serah terima jabatan dan pelantikan Pengurus Wilayah oleh Pengurus Pusat dan Majelis Kehormatan Wilayah oleh Majelis Kehormatan Pusat atau Pengurus Pusat; d. Pemekaran-pembentukan pengurus Wilayah baru. e. Usul-usul dari peserta Konferensi Wilayah, atau f. hal-hal lain yang dianggap perlu. Mengenai petunjuk dan tata cara penyelenggaraan Konferensi Wilayah akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Perkumpulan yang ditetapkan dan disahkan dalam Rapat Kerja Nasional. 12. Thema, acara dan segala yang berkaitan dengan penyelenggaraan bahan/materi Konferensi Wilayah serta nominasi calon formatur Pengurus Wilayah yang akan dipilih dalam Konferensi Wilayah ditetapkan oleh Rapat Kerja Wilayah yang diadakan 2 (dua) bulan menjelang Konferensi Wilayah sebagaimana termaktub dalam Pasal 26 Anggaran Rumah Tangga ini. 13. Bagi Pengurus Wilayah yang tidak/belum melaksanakan Konferensi Wilayah dalam waktu sebagaimana yang ditetapkan dalam ayat 4 Pasal ini tanpa pelu pembuktian dalam bentuk apapun, Pengurus Pusat berhak memberikan peringatan tertulis kepada Pengurus Wilayah yang bersangkutan, dan diberikan waktu selambat-lambatnya 2 (dua) bulan untuk melaksanakan Konferensi Wilayah. Apabila Pengurus Wilayah tidak mengindahkan peringatan tersebut maka Pengurus Pusat wajib membentuk Panitia untuk melaksanakan Konferensi Wilayah, dengan biaya sepenuhnya ditanggung oleh Pengurus Wilayah yang bersangkutan. 14. Menyimpang dari ketentuan ayat 12 Pasal ini, Nominasi calon formatur Pengurus Wilayah,Thema, acara dan segala yang berkaitan dengan penyelenggaraan bahan/materi Konferensi Wilayah yang diadakan menurut ayat 13 Pasal ini ditetapkan oleh oleh rapat Panitia Konferensi Wilayah dengan Ketua-Ketua Pengurus Daerah di wilayah yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa Nominasi calon formatur Pengurus Wilayah di tetapkan dalam rapat anggota Pengurus Daerah masing-masing yang dituangkan dalam berita acara rapat anggota. D. Konferensi Daerah Pasal 20

21 1. Konferensi Daerah adalah Rapat segenap Anggota Biasa Daerah bersangkutan. 2. Konferensi Daerah dilakukan oleh Pengurus Daerah. 3. Konferensi Daerah dilakukan sekali dalam 3 (tiga) tahun, yang diselenggarakan selambatlambatnya 4 (empat) bulan setelah Konferensi Wilayah yang dipimpin oleh seorang Anggota Biasa yang dipilih oleh dan dari peserta Konferensi Daerah. 4. Konferensi Daerah Luar Biasa dapat diadakan sewaktu-waktu, apabila dianggap perlu oleh Pengurus Daerah atau atas permintaan lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Anggota dari Pengurus Daerah yang bersangkutan. 5. Undangan untuk menghadiri Konferensi Daerah harus sudah disampaikan oleh Pengurus Daerah kepada setiap Anggota yang berada dalam wilayah Pengurus Daerah tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Rapat diadakan. Undangan tersebut harus secara tertulis dengan menyebutkan tempat, waktu dan acara Konferensi Daerah. 6. Setiap Anggota Daerah wajib menghadiri Konferensi Daerah dan berhak untuk mengeluarkan pendapat serta mengajukan usul-usul dan setiap Anggota Biasa yang berada di dalam wilayah Daerah tersebut berhak memberikan suara dan mempunyai 1 (satu) hak suara dalam Konferensi Daerah. 7. Pengurus Daerah dapat mengundang para Pejabat dilingkungan instansi Pemerintah setempat untuk hadir dalam Konferensi Daerah. 8. Konferensi Daerah adalah sah, apabila dihadiri lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Anggota Biasa dari Daerah yang bersangkutan dan keputusan Konferensi Daerah diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat, apabila dengan cara tersebut tidak tercapai, maka keputusan Konferensi Daerah adalah sah jika disetujui oleh sekurang-kurangnya ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan secara sah dalam Konferensi Daerah. 9. Apabila dalam pembukaan Konferensi Daerah korum tidak tercapai, maka Konferensi Daerah diundur untuk selama 1 (satu) jam dan apabila sesudah pengunduran itu korum belum juga tercapai, maka Konferensi Daerah dianggap sah dan dilanjutkan serta dapat mengambil keputusan yang sah. Apabila suara yang setuju dan tidak setuju sama banyaknya, maka pemungutan suara diulang, pengulangan mana hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dan apabila pemungutan suara tersebut jumlah suara yang setuju dan tidak setuju sama banyaknya, maka usul yang bersangkutan dianggap ditolak, kecuali ditetapkan lain dalam Anggaran Dasar. 10. Dalam Konferensi Daerah dibicarakan dan diputuskan tentang : a. penilaian atas pertanggung jawaban yang disampaikan Pengurus Daerah mengenai pelaksanaan tugas masing-masing selama masa jabatannya serta penilaian atas perhitungan dan pertanggung jawaban mengenai keuangan oleh Pengurus Daerah;

22 b. Pemilihan, penetapan dan pelantikan Pengurus Daerah yang dilanjutkan dengan serah terima jabatan dan pelantikan Pengurus Daerah yang baru oleh Pengurus Wilayah; c. Program/rencana kerja untuk Daerah, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari program kerja Perkumpulan disesuaikan dengan kondisi setempat; d. Pemekaran-pembentukan Pengurus Daerah baru; e. usul-usul dan permasalahan-permasalahan Anggota, serta f. hal-hal lain yang dianggap perlu, 11. Bagi Pengurus Daerah yang tidak/belum melaksanakan Konferensi Daerah dalam waktu sebagaimana yang ditetapkan dalam angka 3 Pasal ini tanpa pelu pembuktian dalam bentuk apapun, Pengurus Wilayah wajib memberikan peringatan tertulis kepada Pengurus Daerah yang bersangkutan, dan diberikan waktu selambat-lambatnya 2 (dua) bulan untuk melaksanakan Konferensi Daerah. Apabila Pengurus Daerah tidak mengindahkan peringatan tersebut maka Pengurus Wilayah wajib membentuk Panitia untuk melaksanakan Konferensi Daerah, dengan biaya sepenuhnya ditanggung oleh Pengurus Daerah yang bersangkutan. 12. Dalam hal masa jabatan Pengurus Daerah habis dan belum dapat diselenggarakan Konferensi Daerah, maka seluruh Anggota Pengurus Daerah tetap menjalankan jabatannya dengan sebutan Pelaksana Harian Pengurus Daerah dan Anggota Pengurus Daerah yang bersangkutan wajib mengadakan rapat pengurus Daerah untuk menentukan Ketua dan Sekretaris Pelaksana Harian Pengurus Daerah yang bersangkutan, selambatlambatnya 1 (satu) bulan setelah berakhirnya masa jabatan tersebut. E. Pengurus Pusat Pasal Pengurus Pusat terdiri dari : a. seorang Ketua Umum b. seorang Ketua atau lebih c. seorang Sekretaris Umum d. seorang Sekretaris atau lebih e. seorang Bendahara Umum f. seorang Bendahara atau lebih

23 g. seorang Anggota atau lebih 2. Formatur Pengurus Pusat diangkat oleh Kongres untuk masa jabatan sejak pengangkatannya oleh Kongres sampai dengan Kongres selanjutnya yang diadakan pada tahun ke 3 (tiga) sejak pengangkatannya dan tidak dapat diangkat kembali setelah masa jabatannya berakhir. 3. Yang dapat diangkat sebagai Pengurus Pusat adalah : a. Anggota Biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 4 huruf a, b dan c Anggaran Dasar. b. selama memangku jabatan sebagai Pengurus Pusat tidak akan berakhir masa jabatannya sebagai PPAT; c. senantiasa mentaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, peraturan perundangundangan dan Peraturan Perkumpulan serta Kode Etik; d. loyal kepada Perkumpulan. 4. Para Anggota pengurus Pusat diangkat oleh Formatur Pengurus Pusat dengan masa jabatan yang sama dengan Formatur Pengurus Pusat. Dan dapat diberhentikan sewaktuwaktu sesuai dan berdasarkan Keputusan Rapat yang dihadiri oleh Ketua Umum, para Ketua, Sekretaris Umum, para Sekretaris, Bendahara Umum, para Bendahara dengan disetujui oleh suara terbanyak dari yang hadir. 5. Calon Formatur Pengurus Pusat sedapat mungkin berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Calon Formatur Pengurus Pusat adalah calon-calon yang dipilih dari calon-calon yang diajukan oleh masing-masing Pengurus Wilayah berdasarkan keputusan verifikasi Rapat Kerja Wilayah dan disampaikan oleh Pengurus Wilayah masing-masing dalam Rapat Kerja Nasional yang diadakan 6 (enam) bulan sebelum Kongres dan mendapat dukungan dari Pengurus Wilayah dengan urutan suara terbanyak nomor 1 (satu) sampai dengan nomor 5 (lima), dan apabila sebelum sampai pada rangking ke 5 (lima) telah diperoleh 5 (lima) orang calon atau lebih, maka perhitungan dihentikan sampai disitu. Apabila Pengurus Wilayah tidak melaksanakan Rapat Kerja Wilayah untuk memberi usulan nama-nama calon Formatur Pengurus Pusat sebagaimana dimaksud diatas, maka usulan yang dibuat tanpa berdasarkan Rapat Kerja Wilayah dalam Bentuk Berita Acara rapat dengan memakai kop surat dan cap dari Pengurus Wilayah yang sah dan resmi dengan melampirkan Berita Acara Rapat dari masing-masing Pengurus Daerah yang ada di wilayahnya, maka mengenai usulan nama-nama Calon Formatur Pengurus Pusat tersebut adalah tidak sah. 6. Pemilihan Ketua Umum Pengurus Pusat dilaksanakan dengan sistim Formatur dan Formatur terpilih diberi hak dan wewenang untuk menyusun anggota Pengurus Pusat.

24 Formatur Pengurus Pusat dipilih oleh Sidang Pleno Kongres dari calon Anggota Formatur Pengurus Pusat yang telah dipilih dan ditetapkan dalam Rapat Kerja Nasional yang diadakan 6 (enam) bulan sebelum Kongres. Pemilihan dilakukan secara langsung, bebas dan rahasia dengan menggunakan kertas suara, dimana setiap kertas suara berisi 1 (satu) suara. Formatur yang memperoleh suara lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari seluruh jumlah suara yang sah yang dikeluarkan dalam Kongres demi hukum menjadi Ketua Umum, apabila dalam pemungutan suara tersebut tidak terdapat calon Formatur Pengurus Pusat yang memperoleh suara sebagaimana yang disyaratkan, atau terdapat lebih dari 1 (satu) calon Formatur Penguru Pusat yang memperoleh suara terbanyak sama besarnya, maka dilaksanakan pemungutan suara ulang terhadap 2 (dua) orang calon yang memperoleh suara terbanyak sama besarnya tersebut dan yang mendapat suara terbanyak mayoritas demi hukum menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat. Mengenai petunjuk dan tata cara pecalonan dan pemilihan akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Perkumpulan yang ditetapkan dan disahkan dalam Rapat Kerja Nasional. 7. Pengurus Pusat mempunyai tugas dan kewajiban untuk : a. melaksanakan ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang ditetapkan oleh Kongres, Kongres Luar Biasa dan Keputusan Diluar Kongres; b. Menyampaikan keputusan Kongres atau Kongres Luar Biasa serta Keputusan Diluar Kongres tersebut kepada semua Anggota melalui Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah; c. membina dan memupuk hubungan baik dengan semua aparat Pemerintah serta Lembaga baik dalam maupun luar negeri yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan fungsi, tugas dan jabatan PPAT serta hukum pada umumnya; d. mengadakan rapat, baik berupa Rapat Pleno Pengurus Pusat maupun Rapat Kerja Nasional dalam rangka pelaksanaan tugas kepengurusannya; e. memupuk dan membina rasa kebersamaan profesi (corpsgeest) diantara para Anggota; f. memupuk rasa kepedulian terhadap Perkumpulan; g. meningkatkan ilmu pengetahuan para Anggota sesuai perkembangan ilmu (khususnya tentang fungsi, tugas dan jabatan PPAT), memelihara kehormatan diri, etika serta moral dalam rangka meningkatkan profesinalisme Anggota. Pengurus Pusat mempunyai wewenang sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 18 Perubahan ke II Anggaran Dasar (hasil Kongres di Surabaya). 8. Rapat Pleno Pengurus Pusat diadakan sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan sekali dan dapat juga diadakan sewaktu-waktu, apabila dianggap perlu oleh Ketua Umum, atau

25 apabila diminta oleh seorang Ketua atau apabila diminta oleh lebih dari 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh anggota Pengurus Pusat dan permintaannya disampaikan secara tertulis kepada Pengurus Pusat melalui Sekretaris Umum dengan menyebutkan hal-hal yang akan dibicarakan. Semua anggota Pengurus Pusat berhak menghadiri Rapat Pleno Pengurus Pusat. 9. Rapat Pleno Pengurus Pusat adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh Anggota Pengurus Pusat dan keputusan Rapat diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat, apabila dengan cara tersebut tidak tercapai, maka keputusan Rapat adalah sah apabila disetujui oleh lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan secara sah dalam Rapat. Apabila jumlah suara yang setuju dan tidak setuju sama banyaknya, maka pemungutan suara diulang, pengulangan mana hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dan apabila pemungutan suara ulang tersebut jumlah suara yang setuju dan tidak setuju sama banyaknya, maka usul yang bersangkutan dianggap ditolak, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. 10. Apabila dalam pembukaan Rapat Pleno Pengurus Pusat korum tidak tercapai, maka Rapat diundur selama 1 (satu) jam dan apabila setelah pengunduran itu korum belum juga tercapai, maka Rapat dianggap sah dan dapat dilanjutkan serta dapat mengambil keputusan yang sah. 11. Jika Ketua Umum berhalangan tetap (sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan 21 ayat 7 Anggaran Rumah Tangga) maka para Ketua secara mutatis mutandis adalah bertindak selaku Presidium Ketua, diantara anggota Presidium Ketua tersebut, yaitu 2 (dua) orang Ketua bertindak mewakili Ketua Umum untuk dan atas nama Perkumpulan dalam kedudukan mereka masing-masing untuk bidangnya masing-masing yang didampingi oleh Ketua lainnya sesuai ketentuan Anggaran Dasar. F. Pengurus Wilayah Pasal Pengurus Wilayah terdiri dari : a. seorang Ketua b. seorang Wakil Ketua atau lebih, bila dianggap perlu c. seorang Sekretaris d. seorang Wakil Sekretaris e. seorang Bendahara

ANGGARAN RUMAH TANGGA INDONESIA OFF-ROAD FEDERATION. Keputusan Rapat Paripurna Nasional IOF di Jakarta, tanggal 12 Nopember 2011 Nomor :...

ANGGARAN RUMAH TANGGA INDONESIA OFF-ROAD FEDERATION. Keputusan Rapat Paripurna Nasional IOF di Jakarta, tanggal 12 Nopember 2011 Nomor :... ANGGARAN RUMAH TANGGA INDONESIA OFF-ROAD FEDERATION Keputusan Rapat Paripurna Nasional IOF di Jakarta, tanggal 12 Nopember 2011 Nomor :... BAB I STATUS PERKUMPULAN Pasal 1 Indonesia Off-road Federation

Lebih terperinci

PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL RAPAT PLENO PENGURUS PUSAT YANG DIPERLUAS DI BALIKPAPAN, 12 JANUARI 2017

PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL RAPAT PLENO PENGURUS PUSAT YANG DIPERLUAS DI BALIKPAPAN, 12 JANUARI 2017 PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL RAPAT PLENO PENGURUS PUSAT YANG DIPERLUAS DI BALIKPAPAN, 12 JANUARI 2017 1. Beberapa ketentuan dalam Bab II Bagian Kedua Paragraf 1 Pasal

Lebih terperinci

PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL RAPAT PLENO PENGURUS PUSAT YANG DIPERLUAS BANTEN 30 MEI 2015

PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL RAPAT PLENO PENGURUS PUSAT YANG DIPERLUAS BANTEN 30 MEI 2015 PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL RAPAT PLENO PENGURUS PUSAT YANG DIPERLUAS BANTEN 30 MEI 2015 BAB I STATUS PERKUMPULAN Pasal 1 Ikatan Notaris Indonesia, selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

BAB I STATUS PERKUMPULAN. Pasal 1

BAB I STATUS PERKUMPULAN. Pasal 1 BAB I STATUS PERKUMPULAN Pasal 1 Indonesia Off-road Federation (untuk selanjutnya disingkat "IOF") adalah Perkumpulan yang merupakan satu-satunya wadah untuk para penggemar otomotif dan/atau non otomotif

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA PERKUMPULAN MANAJER INVESTASI INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA PERKUMPULAN MANAJER INVESTASI INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA PERKUMPULAN MANAJER INVESTASI INDONESIA atau dikenal dengan ASOSIASI MANAJER INVESTASI INDONESIA (AMII) 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA PERKUMPULAN MANAJER INVESTASI INDONESIA atau dikenal

Lebih terperinci

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015 PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, 29-30 MEI 2015 1. Beberapa ketentuan dalam MENIMBANG diubah dan disesuaikan dengan adanya Undang-Undang

Lebih terperinci

PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015 PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, 29-30 MEI 2015 1. Beberapa ketentuan dalam Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut : BAB I KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM PASAL 10 PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15 ANGGARAN DASAR BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15 (1) Pengambilan keputusan organisasi dilaksanakan dalam forum musyawarah dan mufakat. 14 (2) Forum musyawarah dan mufakat diselenggarakan dalam bentuk:

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II BAB I IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II DAN WILAYAH KERJA.

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II BAB I IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II DAN WILAYAH KERJA. ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II BAB I IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II DAN WILAYAH KERJA Pasal 1 (1) Ikatan Pensiunan Pelabuhan Indonesia II disingkat IKAPENDA sebagaimana

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS PADJADJARAN

ANGGARAN DASAR IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS PADJADJARAN ANGGARAN DASAR IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS PADJADJARAN Universitas Padjadjaran sebagai institusi pendidikan pada hakikinya adalah pusat bagi kemajuan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR

ANGGARAN DASAR ------------------------------------ANGGARAN DASAR--------------------------------------- -----------------------------------------MUKADIMAH-------------------------------------------- Dengan rahmat Tuhan

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR TATA LINGKUNGAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR TATA LINGKUNGAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR TATA LINGKUNGAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN 1. Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan BAB X Pasal 33 Anggaran Dasar Asosiasi Kontraktor

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN PERKUMPULAN Nomor : 35.- -Pada hari ini, Selasa, tanggal 15 (lima belas), bulan Juli, tahun 2014 (dua ribu empat belas), pukul 16.15 (enam belas lewat lima belas menit) WIB (Waktu Indonesia Barat).------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR MEKANIKAL ELEKTRIKAL INDONESIA ( A S K O M E L I N ) BAB I UMUM Pasal 1 DASAR 1. Anggaran Rumah Tangga ini

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR MEKANIKAL ELEKTRIKAL INDONESIA ( A S K O M E L I N ) BAB I UMUM Pasal 1 DASAR 1. Anggaran Rumah Tangga ini ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR MEKANIKAL ELEKTRIKAL INDONESIA ( A S K O M E L I N ) BAB I UMUM Pasal 1 DASAR 1. Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Anggaran Dasar yang ditetapkan pada

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA BAB I UMUM Pasal 1 Pengertian Anggaran Rumah Tangga merupakan penjabaran Anggaran Dasar IAP Pasal 2 Pengertian Umum (1) Ahli adalah seorang yang berlatar belakang

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PENGADAAN INDONESIA (IAPI) (INDONESIAN PROCUREMENT SPECIALISTS ASSOCIATION) ANGGARAN RUMAH TANGGA halaman 1 dari 14 IKATAN AHLI PENGADAAN INDONESIA DISINGKAT IAPI ANGGARAN RUMAH TANGGA BAB

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama [ ] disingkat [ ], dalam bahasa Inggris disebut [ ] disingkat [ ], untuk selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut "Yayasan" berkedudukan di

Lebih terperinci

PERATURAN SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB SENAT FAKULTAS

PERATURAN SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB SENAT FAKULTAS PERATURAN SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB SENAT FAKULTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah

Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah AKTA PENDIRIAN YAYASAN "..." Nomor :... Pada hari ini,..., tanggal... 2012 (duaribu duabelas) pukul... Waktu Indonesia Barat. Berhadapan dengan saya, RUFINA INDRAWATI TENGGONO, Sarjana Hukum, Notaris di

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang :

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan ANGGARAN DASAR SAAT INI ANGGARAN DASAR PERUBAHAN PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan PASAL 3 MAKSUD DAN

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS INDONESIA 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS INDONESIA BAB I KODE ETIK Pasal 1 1. Kode Etik Ikatan Guru Pendidikan Khusus lndonesia merupakan etika jabatan guru yang menjadi landasan moral dan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR IKATAN PUSTAKAWAN INDONESIA PERIODE

ANGGARAN DASAR IKATAN PUSTAKAWAN INDONESIA PERIODE ANGGARAN DASAR IKATAN PUSTAKAWAN INDONESIA PERIODE 2012-2015 MUKADIMAH Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta semangat mewujudkan visi organisasi yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR ASOSIASI KURATOR DAN PENGURUS INDONESIA

ANGGARAN DASAR ASOSIASI KURATOR DAN PENGURUS INDONESIA ANGGARAN DASAR ASOSIASI KURATOR DAN PENGURUS INDONESIA Anggaran Dasar di bawah ini adalah Anggaran Dasar Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia sebagaimana telah diubah dan disahkan dalam Rapat Anggota

Lebih terperinci

PIAGAM KOMISARIS. A. Organisasi, Komposisi dan Keanggotaan

PIAGAM KOMISARIS. A. Organisasi, Komposisi dan Keanggotaan PIAGAM KOMISARIS A. Organisasi, Komposisi dan Keanggotaan I. Struktur: 1. Dewan Komisaris paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang anggota. Salah satu anggota menjabat sebagai Komisaris Utama dan satu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris No.180,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 HA PIOAUSPOI TENTANG MAJELIS KEHORMATAN

Lebih terperinci

PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION

PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA BAB I PERHIMPUNAN WILAYAH Syarat dan Tatacara Pendirian Perhimpunan Wilayah Pasal 1 (1) Perhimpunan Wilayah adalah

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR YAYASAN GEDHE NUSANTARA

ANGGARAN DASAR YAYASAN GEDHE NUSANTARA ANGGARAN DASAR YAYASAN GEDHE NUSANTARA BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama Yayasan Gedhe Nusantara (selanjutnya dalam anggaran dasar ini cukup disingkat dengan Yayasan), berkedudukan

Lebih terperinci

KODE ETIK IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

KODE ETIK IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH Lampiran Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 112/KEP-4.1/IV/2017 Tanggal : 27 April 2017 KODE ETIK IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH BAB I KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL KONGRES XIX IKATAN NOTARIS INDONESIA JAKARTA, 28 JANUARI 2006

ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL KONGRES XIX IKATAN NOTARIS INDONESIA JAKARTA, 28 JANUARI 2006 ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL KONGRES XIX IKATAN NOTARIS INDONESIA JAKARTA, 28 JANUARI 2006 MENIMBANG : a. Bahwa Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris telah disahkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2007 T E N T A N G

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2007 T E N T A N G L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2007 T E N T A N G TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN 1 BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN

CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN Nomor: - Pada hari ini, - tanggal - bulan - tahun - pukul WI (Waktu Indonesia ). -------------------------------------- Menghadap kepada saya 1,--------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

RANCANGAN DRAFT PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, 28 MEI 2015

RANCANGAN DRAFT PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, 28 MEI 2015 RANCANGAN DRAFT PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, 28 MEI 2015 1. Beberapa ketentuan dalam MENIMBANG diubah dan disesuaikan dengan adanya

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR HIMPUNAN MAHASISWA FISIKA UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB I NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR HIMPUNAN MAHASISWA FISIKA UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB I NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR HIMPUNAN MAHASISWA FISIKA UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB I NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Nama Organisasi ini bernama Himpunan Mahasiswa Fisika Universitas Brawijaya yang disingkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DPN APPEKNAS ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA KONTRAKTOR DAN KONSTRUKSI NASIONAL

DPN APPEKNAS ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA KONTRAKTOR DAN KONSTRUKSI NASIONAL DPN APPEKNAS ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 SYARAT MENJADI ANGGOTA Syarat menjadi anggota APPEKNAS, adalah sebagai berikut : 1. Anggota Biasa a. Badan Usaha

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung dengan perkembangan ketatanegaraan maka Undang-undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 HA PIOAUSPOI TENTANG MAJELIS KEHORMATAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB V LAMBANG 51

DAFTAR ISI BAB V LAMBANG 51 DAFTAR ISI ANGGARAN DASAR... 1 BAB I PENGERTIAN UMUM. 3 BAB II NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN DAN JANGKA WAKTU. 6 BAB III ASAS DAN LANDASAN, PEDOMAN DAN SIFAT 6 BAB IV TUJUAN DAN KEGIATAN.. 7 BAB V LAMBANG 8 BAB

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 d. bahwa berdasarkan pada ketentuan tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang pedoman teknis verifikasi syarat calon pengganti antarwaktu Anggota

Lebih terperinci

Matraman, Kelurahan Kebon Manggis, Rukun Tetangga 011, Rukun Warga 001,

Matraman, Kelurahan Kebon Manggis, Rukun Tetangga 011, Rukun Warga 001, Negara Indonesia, bertempat tinggal di Kota Administrasi Jakarta Timur, Kecamatan-- Matraman, Kelurahan Kebon Manggis, Rukun Tetangga 011, Rukun Warga 001, ------ alamat Jalan Matraman Salemba VIII/9,

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA (AIPTKMI) BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 BAB II KEANGGOTAAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA (AIPTKMI) BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 BAB II KEANGGOTAAN ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA (AIPTKMI) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Institusi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat yang dimaksud

Lebih terperinci

RANCANGAN TATA TERTIB KONGRES IJTI KE-5 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

RANCANGAN TATA TERTIB KONGRES IJTI KE-5 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 1 RANCANGAN TATA TERTIB KONGRES IJTI KE-5 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan tata tertib ini yang dimaksud dengan: a. Kongres adalah forum pengambilan keputusan tertinggi organisasi yang sepenuhnya

Lebih terperinci

USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR (PENYESUAIAN DENGAN POJK) ANGGARAN DASAR SEKARANG. Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 10

USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR (PENYESUAIAN DENGAN POJK) ANGGARAN DASAR SEKARANG. Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 10 ANGGARAN DASAR SEKARANG Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 10 6. Apabila Direksi atau Dewan Komisaris lalai untuk menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan, maka 1 (satu) pemegang saham

Lebih terperinci

PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PT Nomor : Pada hari ini, - - Pukul -Hadir dihadapan saya, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris kenal dan akan disebutkan pada bagian akhir akta ini :- 1. Nama

Lebih terperinci

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Dewan Komisaris PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan

Lebih terperinci

ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/MEDIATOR BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BAB I ETIKA PERILAKU (CODE OF CONDUCT) ARBITER/ MEDIATOR BAPMI Pasal 1 Etika Perilaku terhadap Lembaga dan Profesi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN RUMAH TANGGA ANGGARAN RUMAH TANGGA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 1. Perusahaan yang dapat menjadi Angota ASOSIASI PABRIK KABEL LISTRIK INDONESIA selanjutnya disingkat APKABEL adalah perusahaan yang melaksanakan usaha industri

Lebih terperinci

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N KODE ETIK P O S B A K U M A D I N PEMBUKAAN Bahwa pemberian bantuan hukum kepada warga negara yang tidak mampu merupakan kewajiban negara (state obligation) untuk menjaminnya dan telah dijabarkan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2009 BAB I KEANGGOTAAN. Pasal 1 KETENTUAN UMUM

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2009 BAB I KEANGGOTAAN. Pasal 1 KETENTUAN UMUM ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2009 BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 KETENTUAN UMUM Anggota Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI) adalah perseorangan dan perusahaan yang

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKLIn) 2016 ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA DOKTER SPESIALIS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO D E S A P A D I Jln. Raya Padi Pacet No.26 Kec. Gondang Tlp PERATURAN DESA PADI NOMOR : 06 TAHUN 2002

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO D E S A P A D I Jln. Raya Padi Pacet No.26 Kec. Gondang Tlp PERATURAN DESA PADI NOMOR : 06 TAHUN 2002 PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO D E S A P A D I Jln. Raya Padi Pacet No.26 Kec. Gondang Tlp. 0321 690957 PERATURAN DESA PADI NOMOR : 06 TAHUN 2002 T E N T A N G TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN

Lebih terperinci

IKATAN ARSITEK INDONESIA ANGGARAN DASAR

IKATAN ARSITEK INDONESIA ANGGARAN DASAR IKATAN ARSITEK INDONESIA ANGGARAN DASAR MUKADIMAH Arsitek sebagai warga negara yang sadar akan panggilan untuk memelihara pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan serta peradaban manusia, senantiasa belajar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

K O M I S I I N F O R M A S I

K O M I S I I N F O R M A S I K O M I S I I N F O R M A S I PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN TATA TERTIB KOMISI INFORMASI PROVINSI KEPULAUAN RIAU BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Komisi Informasi

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN SURVEYOR INDONESIA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1. Pasal 2. Pasal 3

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN SURVEYOR INDONESIA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1. Pasal 2. Pasal 3 ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN SURVEYOR INDONESIA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 Klasifikasi Anggota 1. Anggota Biasa adalah Warga Negara Indonesia yang mempunyai profesi dalam bidang geomatika. 2. Anggota Muda

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI TANA TORAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANA TORAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PENGANGKATAN, PELANTIKAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

A N G G A R A N D A S A R

A N G G A R A N D A S A R A N G G A R A N D A S A R D A F T A R I S I : 1. Mukadimah 2. Bab I: Ketentuan Umum Pasal 1 3. Bab II: Nama, Tempat Kedudukan dan Jangka Waktu Pendirian Pasal 2 4. Bab III: Asas, Landasan, Tujuan dan Kegiatan

Lebih terperinci

RENCANA PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR PT BANK DANAMON INDONESIA, TBK. DENGAN PERATURAN POJK NOMOR 32/ POJK.04/2014 DAN NOMOR 33/ POJK.

RENCANA PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR PT BANK DANAMON INDONESIA, TBK. DENGAN PERATURAN POJK NOMOR 32/ POJK.04/2014 DAN NOMOR 33/ POJK. RENCANA PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR PT BANK DANAMON INDONESIA, TBK. DENGAN PERATURAN POJK NOMOR 32/ POJK.04/2014 DAN NOMOR 33/ POJK.04/2014 Sebelum/ Before Pasal 11 Ayat 5 Pasal 11 Ayat 5 5. (a) Seorang

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/01.2009 TENTANG KODE ETIK ARBITER PENGURUS BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI Menimbang : a. bahwa Badan Arbitrase

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA BAB I PENGERTIAN Pasal 1 Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia disingkat IAKMI yang dalam bahasa Inggris disebut Indonesia Public Health

Lebih terperinci

Contoh Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Lembaga/Yayasan

Contoh Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Lembaga/Yayasan Contoh Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Lembaga/Yayasan DECEMBER 31, 2010 LEAVE A COMMENT (NAMA YAYASAN/LEMBAGA) Jargon Alamat lembaga. Keterangan lain seperti email, web site, dll. ANGGARAN

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA (AD/ART), PROGRAM KERJA DAN KODE ETIK AHLI GIZI

ANGGARAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA (AD/ART), PROGRAM KERJA DAN KODE ETIK AHLI GIZI ANGGARAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA (AD/ART), PROGRAM KERJA DAN KODE ETIK AHLI GIZI PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi Indonesia) 2015 ANGGARAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA ( AD/ART ) PERSATUAN AHLI GIZI

Lebih terperinci

IKATAN AHLI PENGADAAN INDONESIA (IAPI)

IKATAN AHLI PENGADAAN INDONESIA (IAPI) IKATAN AHLI PENGADAAN INDONESIA (IAPI) (INDONESIAN PROCUREMENT SPECIALISTS ASSOCIATION) ANGGARAN DASAR halaman 1 dari 10 IKATAN AHLI PENGADAAN INDONESIA DISINGKAT IAPI ANGGARAN DASAR P E M B U K A A N

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2007 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2007 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2007 T E N T A N G TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PENGANGKATAN, PELANTIKAN, DAN PEMBERHENTIAN PERBEKEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk.

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. 1 PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. BAGIAN I : DASAR HUKUM Pembentukan, pengorganisasian, mekasnisme kerja, tugas

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM BAB I KEANGGOTAAN BAGIAN I ANGGOTA. Pasal 1 Anggota Muda

ANGGARAN RUMAH TANGGA HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM BAB I KEANGGOTAAN BAGIAN I ANGGOTA. Pasal 1 Anggota Muda ANGGARAN RUMAH TANGGA HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM BAB I KEANGGOTAAN BAGIAN I ANGGOTA Pasal 1 Anggota Muda Anggota Muda adalah Mahasiswa Islam yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dan/atau yang sederajat

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA KOPERASI

PEDOMAN PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA KOPERASI 7 Lampiran : Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor : 10/Per/M.KUKM/XII/2011 Tentang : Pedoman Penyelenggaraan Rapat Anggota Koperasi PEDOMAN PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA

Lebih terperinci

BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO. KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA

BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO. KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA BADAN PERWAKILAN DESA Menimbang : a. Bahwa untuk mewujudkan efisiensi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Pelajar Indonesia di Jerman

Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Pelajar Indonesia di Jerman Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Pelajar Indonesia di Jerman Pembukaan ANGGARAN DASAR Bab I (Tata Organisasi) 1. Nama, Waktu dan Kedudukan 2. Sifat dan Bentuk 3. Lambang Bab II (Dasar,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2015 KEMENKUMHAM. Anggota Majelis Pengawas. Organisasi. Pengangkatan. Penggantian. Pencabutan PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/DPR RI/IV/2007-2008 TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN

Lebih terperinci

DRAFT ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

DRAFT ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA DRAFT ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) Politeknik Negeri

Lebih terperinci

KOPERASI.. Nomor : 12. Pada hari ini, Kamis, tanggal (sepuluh September dua ribu lima belas).

KOPERASI.. Nomor : 12. Pada hari ini, Kamis, tanggal (sepuluh September dua ribu lima belas). KOPERASI.. Nomor : 12 Pada hari ini, Kamis, tanggal 10-09-2015 (sepuluh September dua ribu lima belas). Pukul 16.00 (enam belas titik kosong-kosong) Waktu Indonesia Bagian Barat. ------- - Hadir dihadapan

Lebih terperinci

BAB I UMUM. Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN

BAB I UMUM. Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN BAB I UMUM Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN 1. Anggaran Rumah Tangga disusun berlandaskan Anggaran Dasar GAPEKSINDO dan ditetapkan serta disahkan pada Musyawarah Nasional Khusus di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci