BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. Kajian-kajian terdahulu yang menunjang penelitian ini dan dijabarkan dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. Kajian-kajian terdahulu yang menunjang penelitian ini dan dijabarkan dalam"

Transkripsi

1 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN Dalam sub bab ini diuraikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini. 2.1 Tinjauan Pustaka Kajian-kajian terdahulu yang menunjang penelitian ini dan dijabarkan dalam penulisan ini, yaitu penelitian Panglipur (2012), Tunjung Sari (2012), Heny Urmila Dewi, dkk (2013), Sutanto (2013) dan Sri Widari (2015). Penelitian Panglipur (2012) mengkaji tentang pariwisata dan masyarakat lokal dengan menerapkan pendekatan berbasis masyarakat dalam situs warisan dunia Sangiran untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan. Kegiatan pariwisata yang dikembangkan di situs warisan dunia Sangiran adalah pariwisata yang berwawasan pelestarian dan edukasi. Pembatasan tersebut mempertimbangkan esensi Situs Sangiran sebagai Situs Manusia Purba yang kaya akan kandungan data arkeologis, yang harus dilindungi dari segala kegiatan yang merusak integrasi situs dan menghambat kepentingan studi evolusi di masa mendatang. Oleh karena itu Panglipur (2012) menyarankan pendekatan pembangunan pariwisata di situs warisan dunia Sangiran adalah pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat karena lebih sesuai dengan kondisi masyarakat dan lingkungan situs Sangiran. Selain itu, Situs Sangiran tidak memungkinkan untuk dikelola sebagai sebuah industri dan atau bisnis pariwisata berskala sedang atau besar, yang menuntut adanya fasilitas penunjang pariwisata yang lebih lengkap. Alasan lainnya adalah segmentasi pasar 15

2 16 situs warisan dunia Sangiran juga lebih banyak adalah pelajar dan peneliti serta wisatawan minat khusus yang hanya tertarik pada jenis wisata pengetahuan sejarah dan atau budaya. Relevansi penelitian Panglipur (2012) dengan penelitian ini adalah dari aspek pendekatan pengembangan pariwisata yang sama-sama menggunakan pendekatan berbasis masyarakat. Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat sangatlah sesuai dalam pengelolaan kawasan subak sebagai sebuah situs warisan budaya sehingga akan memberi manfaat bagi masyarakat lokal serta terjaganya kelestarian kawasan atau situs. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan. Peran pemerintah lebih diposisikan sebagai fasilitator dan mediator yang bersifat netral agar kepentingan semua pihak dapat terakomodasi. Regulasi harus memberikan ruang yang lebih luas bagi masyarakat untuk terlibat, karena dapak positif akan dapat lebih dirasakan oleh masyarakat sejalan dengan berkurangnya dampak negatif yang mungkin muncul. Hal tersebut akan bisa diperoleh melalui pembangunan pariwisata yang terintegrasi dan sejalan dengan pengembangan pelestarian budaya yang melibatkan masyarakat setempat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Panglipur (2012) adalah dari objek penelitian. Penelitian ini dilakukan di kawasan situs Warisan Budaya Dunia (WBD) Provinsi Bali, yang memiliki karakteristik dan ekologis lingkungan yang berbeda dengan penelitian Panglipur (2012). Situs warisang dunia Sangiran adalah situs peninggalan prasejarah yang memiliki data arkeologi penting bagi ilmu pengetahuan, sedangkan situs WBD Provinsi Bali merupakan lansekap budaya Bali yang meliputi situs pura, kawasan konservasi hutan, gunung, danau dan sawah serta

3 17 sosial budaya yang terkait dengan budaya dan ekosistem subak. Subak sebagai sebuah budaya pertanian masyarakat Bali yang berlandaskan filosofi Tri Hita Karana sebagian besar masih bertahan dan berjalan dengan baik sehingga diakui oleh dunia, melalui penetapan subak sebagai WBD oleh UNESCO pada tahun Adanya predikat WBD membawa pengaruh dan dampak yang berbeda-beda ditiap kawasan WBD, seperti kawasan WBD lainnya yaitu di Jatiluwih. Kunjungan wisatawan meningkat signifikan, dan berpengaruh bagi pendapatan masyarakat dan Pemerintah Daerah. Desa Mengesta, yang juga menjadi bagian dari kawasan atau situs WBD diharapkan akan membawa pengaruh dan manfaat penting untuk pengembangan pariwisata di desa tersebut. Hasil penelitian Panglipur (2012) sebagai acuan dan informasi penting di dalam membahas penelitian ini lebih lanjut, serta untuk melengkapi pemahaman tentang keterkaitan dan manfaat WBD dalam pengembangan pariwisata. Selanjutnya hasil penelitian Sri Widari (2015) menunjukan bahwa terjadi perkembangan sosial budaya dan ekonomi Desa Wisata Jatiluwih setelah penetapan subak sebagai WBD dari aspek Tri Hita Karana. Aktivitas dan ritual pertanian masih berjalan dan terpelihara, meskipun ada pergeseran dalam sistem tanam padi dan pola tanam. Kesenian tradisional dan organisasi sosial semakin dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam perkembangan Desa Wisata Jatiluwih dari aspek Tri Hita Karana bersifat manipulatif dan fungsional terlihat pada tahap perencanaan, dan pada tahap pengembangan masyarakat untuk berpartisipasi aktif. Sri Widari (2015) juga melihat persepsi wisatawan terhadap perkembangan desa wisata Jatiluwih setelah

4 18 penetapan subak sebagai WBD dari aspek Tri Hita Karana. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa, penetapan subak sebagai WBD telah memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, terutama yang memiliki peluang untuk menjual jasa pariwisata, seperti membuka kios di kawasan wisata Jatiuwih. Selain memberikan dampak positif tersebut, juga terjadi dampak yang kurang menguntungkan karena terjadinya kesemerawutan lalu lintas, akibat terbatasnya lahan parkir. Banyak kendaraan wisata yang harus parkir di pinggir jalan yang mengganggu arus lalu lintas, terutama saat terjadi pick season kunjungan wisatawan ke Jatiluwih. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian Sri Wedari (2015) terletak pada aspek kajian perkembangan pariwisata setelah adanya penetapan Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO dengan melihat aspek sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Sri Wedari (2015) menyatakan bahwa penetapan subak sebagai Warisan Budaya Dunia telah membawa pergeseran pola tanam pertanian, seperti dalam hal penggunaan traktor untuk mengolah lahan sawah, pemanfaatan pupuk anorganik. Sebagian besar petani mengganti ternak sapi sebagai tenaga kerja dengan traktor dalam mengolah lahan sawah. Demikian juga dalam penggunaan pupuk organik, tergantikan dengan pupuk anorganik. Selain itu hasil penelitian Sri Wedari (2015) juga menunjukan bahwa penetapan subak sebagai WBD beranfaat dalam peningkatan pendapatan Desa Jatiluwih, serta meningkatnya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta investasi. Desa Mengesta sekalipun memiliki status yang sama dengan Jatiluwih sebagai bagian WBD dalam situs Catur Angga Batukaru, namun sektor pariwisata

5 19 belum berkembang dengan baik, sehingga memerlukan berbagai upaya untuk menjadikan sebagai DTW yang diminati wisatawan seperti halnya kawasan Desa Jatiluwih. Sebagai bagian dari WBD diharapkan dapat mendorong pembangunan sektor pariwisata Desa Mengesta yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta tetap terjaganya pelestarian warisan budaya. Perbedaan penelitian Sri Widari (2015) dengan penelitian ini adalah dari metode penelitian yang digunakan dan permasalahan yang dibahas. Hasil penelitian Sri Widari (2015) tentang perkembangan Desa Wisata Jatiluwih setelah penetapan subak sebagai WBD, juga dijadikan acuan dalam penelitian ini. Karena hal yang sama sangat memungkinkan akan terjadi di Desa Mengesta sebagai bagian dari WBD Provinsi Bali. Keterlibatan masyarakat dalam mengelola potensi dan daya tarik wisata secara baik dan terintegrasi di Desa Mengeta sangat diperlukan untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang terarah dan memberi manfaat bagi masyarakat setempat. Penelitian selanjutnya yang dilakukan Heny Urmila Dewi, dkk (2013) yang mengkaji tentang pengembangan desa wisata berbasis partisipasi masyarakat lokal di Desa Jatiluwih, Tabanan-Bali, menyimpulkan bahwa keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan dalam setiap tahap pengembangan pariwisata berkelanjutan, mulai tahap perencanaan, implementasi, dan pengawasan. Akan tetapi, dalam realitas sering terjadi pengabaian partisipasi masyarakat karena peran pemerintah yang masih dominan dalam pengelolaan dan pemanfaatan Jatiluwih. Penelitian Heny Urmila Dewi, dkk (2013) di kawasan WBD tersebut menunjukkan bahwa masyarakat lokal belum terlibat dalam pengembangan

6 20 pariwisata, peran pemerintah masih dominan dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan wisata Jatiluwih. Padahal seharusnya partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata diperlukan partisipasi aktif masyarakat dalam mengelola berbagai potensi dan sumber daya pariwisata. Oleh karena itu, model yang dirumuskan dan digunakan sebagai pendekatan harus merepresentasikan partisipasi masyarakat dalam setiap aspek kegiatan. Hasil penelitian Heny Urmila Dewi, dkk (2013) juga menunjukkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata di Jatiluwih yang dimulai dari tahap perencanaan, tahap implementasi hingga tahap pengawasan secara nyata belum berpihak kepada masyarakat. Pembangunan pariwisata yang berbasis partisipasi masyarakat belum terwujud di wilayah ini. Masyarakat belum menjadi subyek pembangunan, tetapi masih menjadi obyek pembangunan, melalui dominasi peran pemerintah dalam pengelolaan sumber daya pariwisata. Perbedaan penelitian Heny Urmila Dewi, dkk (2013) dengan penelitian ini adalah dari aspek pendekatan kondisi sosiologis dan ekonomi. Desa Jatiluwih sudah berjalan lebih dahulu sebagai destinasi wisata alam pertanian, sehingga sudah banyak dikenal dan dikunjungi wisatawan. Sedangkan pariwisata Desa Mengesta belum berkembang dan banyak dikenal wisatawan. Pemanfaatan daya tarik wisata masih dikelola secara parsial oleh perorangan. Penelitian Heny Urmila Dewi, dkk (2013) sebagai acuan dan data pendukung dalam penelitian ini, karena oenelitian tersebut telah mengungkapkan dua hal penting dalam pengembangan destinasi pariwisata yaitu keterlibatan atau partisipasi masyarakat lokal dan peran pemerintah.

7 21 Penelitian lain yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah hasil penelitian Sutanto (2013) tentang pariwisata sebagai agen transformasi sawah tradisional di Bali: Antara Kehancuran dan Pelestarian. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan perkembangan pariwisata di Bali telah merubah fungsi sawah tradisional menjadi akomodasi pariwisata. Pariwisata membawa dampak negatif bagi lingkungan, sosial dan budaya masyarakat. Di sisi lain pariwisata membawa peningkatan ekonomi yang pada akhirnya juga merubah sikap tradisional masyarakat. Penelitian Sutanto (2013) yang hanya melihat dampak yang ditimbulkan dari pariwisata, berbeda dengan penelitian ini yang ingin melihat atau mengetahui posisi subak sebagai basis pengembangan pariwisata, serta peran pemerintah dalam mengelola pariwisata dan persepsi dalam pengembangan pariwisata. Hasil penelitian Sutanto (2013) yang menunjukan bahwa tuntutan ekonomi masyarakat atau petani yang tidak dapat terbendung akibat globalisasi yang semakin meluas berdampak nyata terhadap perubahan gaya hidup tradisional masyarakat sehingga banyak lahan pertanian yang beralih fungsi. Tidak tertutup kemungkinan hal yang sama akan terjadi di kawasan Desa Mengesta, apabila perkembangan sektor pariwisata tidak atau kurang dikelola dengan baik dan benar. Persamaan penelitain Sutanto (2013) dengan penelitian ini adalah dalam hal latar belakang penelitian yaitu banyaknya alih fungsi lahan pertanian karena pembangunan pariwisata akan mempengaruhi keberlanjutan pertanian atau ekosistem subak. Padahal subak sebagai WBD harus dilestarikan. Untuk itu diperlukan peran pemerintah, pengusaha atau swasta serta masyarakat dalam

8 22 menemukan solusi agar pariwisata tidak hanya memberi keuntungan ekonomi semata, akan tetapi perlu adanya upaya pelestarian, pengaturan tata ruang dan lingkungan agar keindahan dan keaslian sumberdaya yang dimiliki tidak tercemar atau bahkan menimbulkan kehancuran, khususnya pertanian di Desa Mengesta. Sebagai acuan karena hasil penelitian Sutanto (2013) memberi informasi penting dan berharga untuk mengkaji dan membahas penelitian ini lebih lanjut. Informasi tersebut terkait dengan pengembangan pariwisata, globalisasi dan tuntutan ekonomi yang dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan budaya dalam masyarakat atau petani. Salah satu dampak tersebut adalah terjadinya alih fungsi lahan pertanian, yang sesungguhnya harus dihindari dalam pelestarian system subak dalam kawasan WBD. 2.2 Konsep Pengembangan Pariwisata Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:538) pengembangan merupakan suatu proses, cara, perbuatan menjadikan sesuatu menjadi lebih baik, maju, sempurna dan berguna. Pengembangan merupakan suatu proses atau aktivitas untuk memajukan sesuatu yang dianggap perlu melalui peremajaan atau memelihara yang sudah berkembang agar menjadi lebih menarik dan berkembang. Swarbrooke (1996:99) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata merupakan suatu upaya membangun sektor pariwisata dengan jalan mengintegrasikan segala aspek di luar sektor pariwisata yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung untuk kelangsungan pengembangan pariwisata. Terkait dengan hal tersebut maka terdapat beberapa jenis pengembangan pariwisata, antara lain:

9 23 1) Pengembangan pariwisata secara keseluruhan dengan tujuan baru, yaitu membangun atraksi wisata pada situs yang sebelumnya tidak digunakan sebagai atraksi. Tujuan baru tersebut seperti; membangun atraksi wisata pertanian pada situs yang sebelumnya telah digunakan sebagai atraksi wisata. 2) Pengembangan baru secara keseluruhan, pada atraksi yang baru dibangun untuk menarik pengunjung lebih banyak dan membuat atraksi tersebut mencapai pangsa pasar baru yang lebih luas. 3) Pengembangan baru pada keberadaan atraksi bertujuan meningkatkan fasilitas pengunjung atau mengantisipasi meningkatnya pengeluaran sekunder oleh pengunjung. 4) Penciptaan kegiatan-kegiatan baru atau tahapan dari kegiatan yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dimana kegiatan tersebut memerlukan modifikasi bangunan dan struktur. Menurut Sunaryo (2013:159) pengembangan pariwisata harus mencakup komponen-komponen utama sebagai berikut: 1. Objek dan daya tarik (attraction) yang mencakup daya tarik yang biasa berbasis utama pada kekayaan alam, budaya, maupun buatan/artificial, seperti event atau yang sering disebut sebagai minat khusus (special interest). 2. Aksesibilitas (accessibility), yang mencakup dukungan sistem transportasi yang meliputi: rute atau jalur transportasi, fasilitas terminal, bandara, pelabuhan, moda transportasi lain. 3. Amenitas (amenities), yang mencakup fasilitas penunjang dan pendukung wisata yang meliputi: akomodasi, rumah makan (food and beverage), retail,

10 24 toko cinderamata, fasilitas penukaran uang, biro perjalanan, pusat informasi wisata, dan fasilitas kenyamanan lainnya. 4. Fasilitas pendukung (ancillary service), yaitu ketersediaan fasilitas pendukung yang digunakan oleh wisatawan, seperti bank, rumah sakit, dan sebagainya. 5. Kelembagaan (institution), yaitu keterkaitan dengan keberadaan dan peran masing-masing unsur dalam mendukung terlaksananya kegiatan pariwisata termasuk masyarakat setempat sebagai tuan rumah (host). Pengembangan pariwisata dalam suatu destinasi wisata dengan memperhatikan komponen-komponen diatas, harus dipahami secara holistik sebagai suatu keterkaitan antar objek dan daya tarik beserta unsur-unsur pendukungnya seperti: aksesibilitas, amenitas, masyarakat setempat dan unsurunsur penunjang lainnya yang bekerja secara sinergis dalam satu kesatuan sistem yang saling menunjang dan melengkapi Pariwisata Berkelanjutan Pembangunan pariwisata berkelanjutan pada intinya berkaitan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembangunan pariwisata pada generasi ini agar dapat dinikmati untuk generasi yang akan datang. Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat (Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995) Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995) tersebut adalah pembangunan yang dapat

11 25 didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan. Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif dan seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak saja terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu demokrasi, hak asasi manusia dan isu lain yang lebih luas. Secara ringkas, pembangunan pariwisata berkelanjutan pada prinsipnya merekomendasikan keberhasilan pembangunan pariwisata paling tidak harus mampu berlanjut secara lingkungan (environmentally sustainable), dapat diterima oleh lingkungan sosial dan budaya setempat (socially and culturally acceptable), layak dan menguntungkan secara ekonomi (economically viable) dan memanfaatkan teknologi yang layak/pantas untuk diterapkan di wilayah lingkungan tersebut (technologically appropriate) (Sunaryo, 2013:45). Pembangunan pariwisata berkelanjutan setidaknya harus memperhatikan kelestarian lingkungan (alam maupun sosial, ekonomi dan budaya), dan seminimal mungkin menghindarkan dampak negatif yang dapat menurunkan kualitas lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekologi. Terganggunya keseimbangan ekologis, akan dapat menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan secara keseluruhan, karena subuah ekosistem, tidak dapat berdiri sendiri, namun saling

12 26 tergantung dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu pembangunan yang berkelanjutan termasuk pembangunan sektor pariwisata harus memperhatikan semua aspek atau faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sebuah ekosistem, sehingga pembangunan tersebut selain tidak merusak ekosistem fisik, juga harus dapat diterima atau tidak mengganggu sistem sosial dan budaya masyarakat setempat. Dapat diterima secara sosial dan budaya oleh masyarakat setempat, maka pembangunan yang dilaksanakan harus memperhatikan nilai-nilai sosial budaya dan kearifan lokal masyarakat yang ada di destinasi. Layak secara ekonomi dan menguntungkan bagi negara, daerah dan masyarakat setempat. Oleh karena itu pembangunan pariwisata harus dilaksanakan secara efektif, efisien dan akuntabel sehingga memberi manfaat ekonomi, khususnya bagi kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat setempat. Menekankan jenis teknologi ramah lingkungan, dengan memanfaatan sebesar-besarnya sumber daya lokal dan dapat diadopsi oleh masyarakat setempat serta berorientasi jangka panjang. Tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan seperti uraian diatas, pada dasarnya harus selalu diupayakan agar dapat berkinerja dan bermuara pada pencapaian sasaran dan tujuan utama yaitu: a. Untuk membangun pemahaman dan kesadaran yang semakin tinggi bahwa pariwisata dapat berkontribusi secara signifikan bagi pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi. b. Untuk meningkatkan keseimbangan dalam pembangunan. c. Untuk meningkatkan kualitas hidup bagi masyarakat setempat.

13 27 d. Untuk meningkatkan kualitas pengalaman bagi pengunjung dan wisatawan. e. Untuk meningkatkan kualitas pengalaman bagi pengunjung dan wisatawan (Sunaryo, 2013: 47). Dalam paparan Dubes Makmur Widodo pada Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Dunia Pembangunan Berkelanjutan terdapat 4 (empat) indikator yang dikembangkan pemerintah Republik Indonesia (RI) tentang pembangunan pariwisata berkelanjutan menurut Agenda 21 tahun Ke-empat indikator tersebut antara lain: 1. Kesadaran tentang tanggung jawab terhadap lingkungan, bahwa strategi pembangunan pariwisata berkelanjutan harus menempatkan pariwisata sebagai green industry (industri yang ramah lingkungan), yang menjadi tanggungjawab pemerintah, industri pariwisata, masyarakat dan wisatawan. 2. Peningkatan peran pemerintah daerah dalam pembangunan pariwisata. 3. Kemantapan/keberdayaan industri pariwisata yaitu mampu menciptakan produk pariwisata yang bisa bersaing secara internasional, dan mensejahterakan masyarakat di tempat tujuan wisata. Kemitraan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata bertujuan menghilangkan atau menekan sekecil mungkin perbedaan tingkat kesejahteraan wisatawan dan masyarakat di daerah tujuan wisata. Hal tersebut sangat penting untuk menghindari konflik dan dominasi satu sama lain. Oleh karean itu perlu dukungan dan perhatian dalam pengembangan usaha skala kecil oleh masyarakat lokal. Melalui upaya tersebut diharapkan akan tebangun partisipasi masyarakat untuk mengembangkan pariwisata secara berkalanjutan.

14 Warisan Budaya Dunia Warisan budaya merupakan peninggalan yang melalui suatu proses dalam kehidupan manusia, yang dapat mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jaman. Pemanfaatannya perlu diperhatikan agar dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Sesuai dengan Yoeti (2006) heritage didefinisikan sebagai something transferred from one generation to another atau dapat diterjemahkan sebagai segala sesuatu yang diwariskan dari masa lalu oleh generasi terdahulu, yang dihadapi dalam kehidupan masa kini dan apa yang akan diturunkan ke generasi berikutnya. Cultural heritage dapat diartikan sebagai representasi dari karya agung yang memiliki nilai yang amat tinggi selama kurun waktu seiring dengan area budaya dunia, dalam hal perkembangan arsitektur atau teknlogi, monumen seni, perencanaan kota atau design landsekap. Dalam Konvensi Warisan Dunia pada tahun 1972, UNESCO mengartikan warisan kebudayaan dunia meliputi monumen, bangunan arsitektur, arca dan 25 lukisan besar, unsur-unsur atau bangunan yang bersifat purbakala, prasasti, goa yang dijadikan rumah tinggal serta campuran sifat-sifat dengan nilai istimewa secara keseluruhan dari pandangan sejarah, kesenian atau pengetahuan. Sekelompok bangunan: berkelompok atau terpisah-pisah atau bangunan yang berhubungan yang karena bentuk arsiteknya, kebersamaan atau tempatnya di dalam pemandangan, merupakan nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang sejarah, kesenian atau pengetahuan. Situs: buatan manusia atau campuran buatan manusia dan alam, serta daerah-daerah termasuk situs purbakala yang memiliki nilai luar biasa secara universal dari sudut pandangan sejarah, estetika, etnologi atau antropologi (Boniface, 1999:33). Warisan Dunia baik alam maupun budaya, dicanangkan oleh UNESCO secara resmi sejak tahun 1972, melalui konvensi tentang perlindungan warisan

15 29 budaya dan alam dunia (Convention Concerning the Protection of World Cultural and Natural Heritage). Hal tersebut bertujuan untuk melindungi situs-situs budaya dan alam yang bernilai penting (outstanding) sebagai warisan bersama umat manusia. Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi Konvensi tersebut melalui pengesahan Keputusan Presiden (KEPPRES) No. 26 tahun Warisan Budaya Dunia (WBD) adalah tinggalan berupa karya budaya manusia yang mempunyai nilai atau keunggulan (kekhasan) yang sangat menonjol atau luar biasa dan diakui secara universal di dunia. Budaya subak telah ditetapkan sebagai WBD oleh UNESCO. Predikat WBD adalah status atau label yang melekat atau dimiliki suatu situs atau kawasan yang telah ditetapkan sebagai WBD. Melalui predikat Warisan Budaya Dunia, suatu kawasan memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi sebuah destinasi wisata secara berkelanjutan. Windia dan Wiguna (2012: 158) menyatakan beberapa alasan ditetapkannya subak sebagaia WBD. Alasan tersebut antara lain: terkait dengan nilai-nilai yang dimiliki sistem subak di Bali, seperti nilai keaslian (authenticity value), nilai universal (universal value), nilai-nilai luar biasa (monumental value). Salain itu, nilai-nilai philosophy Tri Hita Karana selalu terimplementasikan dalam kehudupan subak sehari-hari. sistem pengelolaannya. Konsep keaslian dan keberlanjutan (authenticity and sustainability) dalam kepariwisataan, akan menciptakan kepariwisataan yang berkualitas bila diterapkan dengan ideal. Namun keaslian yang dimaksud dalam kontek pengembangan pariwisata adalah adanya pengalaman khas dan satu-satunya yang dialami dan dinikmati oleh wisatawan terhadap obyek atau daya tarik wisata. Pengalaman khas

16 30 tersebut, akan memiliki potensi bagi wisatawan untuk kembali lagi ke destinasi pariwisata tersebut. Hal tersebut akan membawa keberlanjutan dalam siklus kepariwisataan di suatu destinasi pariwisata (Sunaryo, 2013:49). Peluang tersebut akan terjadi apabila potensi atau destinasi wisata tersebut dikelolang dengan baik melalui peran masyarakat dan pemerintah Terkait dengan hal tersebut, Windia dan Wiguna (2012:158) menyatakan bahwa subak sebagai salah satu inti kebudayaan Bali, dapat dikembangkan menjadi daya tarik pariwisata dalam meraih devisa bagi daerah dan masyarakat Bali. Namun perlu dipikirkan, agar peranan subak dalam menarik wisatawan juga dapat dinikmati oleh petani sebagai pelaku utama dalam pelestarian sistem subak, sehingga terjadi hubungan yang harmonis antara pengembangan sektor pariwisata dengan upaya pelestarian sistem subak sebagai salah satu kebudayaan Bali. Hal tersebut sejalan dengan Wiguna dan Kaler (2008), yang menyatakan bahwa subak memiliki peluang yang cukup besar dalam menghasilkan devisa negara dan meningkatkan pendapatan masyarakat, melalui pengembangan pariwisata berbasis pertanian (agrowisata). Sebagai bagian WBD dengan sumber daya yang dimiliki, Desa Mengesta akan sangat berpeluang untuk mengembangkan pariwisata berbasis subak, yang akan memberikan manfaat ekonomi, sosial budaya masyarakat serta pelestarian alam dan budaya secara berkelanjutan. Pemikiran tersebut dilandasi bahwa Desa Mengesta memiliki sistem subak yang sangat baik dengan pemandangan sawah berteras yang sangat indah. Selain itu Desa Mengesta juga memiliki berbagai

17 31 potensi pariwisata alam dan budaya yang perlu dikembangkan melalui pemanfaatan predikat Subak sebagai Warisan Budaya Dunia di bawah UNESCO. Pariwisata berbasis masyarakat merupakan pemberdayaan yang melibatkan dan meletakkan masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks paradigma baru pembangunan berkelanjutan (sustainable development paradigm). Pendekatan tersebut sejalan dengan tujuan penetapan WBD oleh UNESCO yaitu terjaganya keaslian dan keberlanjutan suatu situs WBD. Hal tersebut merupakan komitmen dan tanggungjawab pemilik warisan budaya, yaitu pemerintah dan masyarakat. Menjaga lansekap budaya Provinsi Bali sangatlah rentan dan bukanlah hal yang mudah. Maka dari itu sangat penting untuk memberikan dukungan positif bagi pengelolaan pariwisata berbasis subak, terutama di kawasan WBD. Pengelolaan yang baik dan terarah bertujuan untuk meningkatkan kualitas pariwisata dan mampu menarik minat wisatawan. Selain itu akan menumbuhkan pemahaman dan kesadaran dalam menjaga dan memanfaatkan situs WBD tersebut. Strategi ini memiliki beberapa tujuan antar lain: melindungi warisan budaya, meningkatkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan sektor pariwisata. Peran pemerintah lebih diposisikan sebagai fasilitator sekaligus mediator. Sebagai fasilitator pemerintah berkewajiban untuk menyediakan kemudahankemudahan serta wadah atau forum untuk berdialog bagi setiap pihak yang terkait dengan warisan budaya, sehingga semua lapisan masyarakat dapat terlibat. Sebagai mediator, pemerintah harus mampu bertindak sebagai manajer konflik yang netral sehingga dapat mencarikan jalan keluar yang terbaik agar kepentingan berbagai pihak sedapat mungkin dapat terakomodasi (Tanudirjo. 2003:10).

18 Landasan Teori Teori Persepsi Penggunaan teori persepsi dalam penelitian ini terkait dengan upaya pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, khususnya masyarakat petani sebagai pengelola sistem subak. Mengetahui persepsi masyarakat akan lebih memudahkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan pariwisata di Desa Mengesta. Untuk melibatkan dan memerankan masyarakat secara baik dan benar harus dilandasi dengan persepsi dan keinginan masyarakat, sehingga dihasilkan sebuah model pengembangan pariwisata yang sejalan dengan kepentingan dan keinginan masyarakat. Persepsi merupakan suatu proses dimana individu memilih, mengorganisasikan serta mengartikan stimulus yang diterima melalui inderanya menjadi suatu makna. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor personal dan faktor struktural. Faktor personal antara lain adalah proses belajar, motif, dan kebutuhan, sedangkan faktor struktural meliputi lingkungan, dan nilai sosial dalam masyarakat (Rangkuti, 2003:52) Persepsi juga berkaitan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada waktu tertentu. Persepsi dapat terjadi kapan saja, yaitu saat stimulus menggerakkan indra. Persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus, penafsiran stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap (Rangkuti, 2003:53). Farsari (2005:3) memberikan penjelasan bahwa persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indra mereka

19 33 untuk memberikan makna terhadap lingkungannya. Faktor-faktor berikut menjelaskan bahwa pihak pelaku persepsi (perceiver), dalam objeknya atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi itu dilakukan akan dapat mempengaruhi terbentuknya suatu persepsi. Irianto (2011:190) menjelaskan persepsi yaitu bila seorang individu memandang pada satu obyek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari pribadi ke perilaku persepsi individu itu. Diantara karakteristik pribadi yang lebih relevan yang mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan (expectation). Unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi. Waktu adalah dimana suatu obyek atau peristiwa itu dilihat agar dapat mempengaruhi perhatian, seperti juga lokasi, cahaya, panas, atau setiap jumlah faktor situasional. Mengemukakan persepsi sebagai proses yang digunakan seorang individu untuk memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan (Ramadhan, 2009:7). Berdasarkan definisi persepsi yang tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi merupakan tindakan yang diberikan seseorang terhadap sesuatu yang berada di sekitar lingkungannya baik persepsi yang diberikan positif ataupun negatif. Persepsi memegang peranan penting dalam konsep positioning karena manusia menafsirkan suatu kejadian. Proses persepsi merupakan serangkaian

20 34 kegiatan yang melalui beberapa tahapan terlebih dahulu. Persepsi merupakan hasil dari pengamatan terhadap keadaan oleh indrawi manusia yang merupakan pandangan manusia mengenai sesuatu. Mengacu pada berbagai definisi tentang persepsi, maka mengetahui persepsi masyarakat secara baik dan benar, menjadi demikian penting dalam sebuah proses perencanaan, termasuk dalam perencanaan pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis subak di Desa Mengesta, sebagai bagian dari Warisan Budaya Dunia Provinsi Bali Teori Pariwisata Berbasis Masyarakat Pariwisata berbasis masyarakat yang dikenal dengan CBT (Community Based Tourism) sangat populer dilakukan dalam membentuk sebuah strategi pembangunan dalam bidang pariwisata. Konsep ini memiliki tujuan untuk melakukan suatu peningkatan intensitas partisipasi masyarakat, sehingga dapat memberikan peningkatan dalam bidang ekonomi serta masyarakat memiliki kekuatan dalam pengambilan keputusan untuk mengelola suatu pembangunan dalam bidang pariwisata. Pariwisata berbasis masyarakat merupakan pendekatan pemberdayaan yang melibatkan dan meletakkan masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks paradigma baru pembangunan berkelanjutan (sustainable development paradigm). Melalui pendekatan ini diharapkan pembangunan kepariwisataan menjadi dapat lebih diterima dan mampu memberikan nilai manfaat yang tinggi kepada masyarakat. Menurut Jain (2000:5) tujuan yang diinginkan dengan berlakunya konsep pariwisata yang berbasis masyarakat, yaitu:

21 35 1. Pariwisata berbasis masyarakat harus berkontribusi untuk meningkatkan dan atau memperbaiki konservasi alam atau sumber daya budaya, termasuk keanekaragaman hayati. 2. Pariwisata berbasis masyarakat harus berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi lokal sehingga meningkatkan pendapatan dan keuntungan bagi masyarakat. 3. Pariwisata berbasis masyarakat harus melibatkan partisipasi masyarakat lokal 4. Pariwisata berbasis masyarakat mempunyai tanggung jawab kepada wisatawan untuk memberikan produk yang peduli terhadap lingkungan alam, sosial maupun budaya. Pariwisata yang berbasis masyarakat harus memperhatikan keterlibatan masyarakat lokal yang merupakan syarat mutlak untuk tercapainya pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Masyarakat lokal adalah masyarakat yang memiliki pengetahuan terhadap lingkungannya berdasarkan pengalaman yang diturunkan dari generasi ke generasi. Atas pengetahuan dan pengalaman tersebut maka masyarakat setempat memiliki kesadaran untuk mengembangkan berbagai hal yang ramah lingkungan dan dapat diterima secara sosial budaya dan religi. Salah satu strategi dalam pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat secara konseptual memiliki ciri yang unik serta sejumlah karakter dikemukakan oleh Nasikun (2000:27), yaitu sebagai berikut: 1. Oleh karena karakternya yang lebih mudah diorganisasi di dalam skala yang kecil, jenis pariwisata ini pada dasarnya merupakan suatu jenis pariwisata yang bersahabat dengan lingkungan, secara ekologis aman dan tidak menimbulkan

22 36 banyak dampak negatif seperti yang dihasilkan oleh jenis pariwisata konvensional yang berskala massif. 2. Pariwisata berbasis masyarakat memiliki peluang lebih mampu mengembangkan obyek-obyek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil dan oleh karena itu dapat dikelola oleh komunitas-komunitas dan pengusahapengusaha lokal, menimbulkan dampak sosial-kultural yang minimal, sehingga memiliki peluang yang lebih besar untuk diterima masyarakat. 3. Masyarakat sebagai komunitas lokal melibatkan diri dalam menikmati keuntungan perkembangan pariwisata, dan oleh karena itu pariwisata berbasis masyarakat lebih memberdayakan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa prinsip dasar CBT adalah membuka ruang dan peluang yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata didaerahnya sehingga mereka ikut mendapatkan keuntungan secara ekonomi serta ikut bertanggung jawab secara moral dalam menjaga dan melestarikan sumber daya pariwisata tersebut beserta fasilitasnya. Suansri (2003:14) mendefinisikan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) sebagai pariwisata yang memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan dan budaya di dalam mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, melalui hubungan yang lebih seimbang antara wisatawan dan masyarakat lokal dalam industri pariwisata. Keseimbangan yang dimaksud antara lain dalam hal status kepemilikan komunitas, pembagian

23 37 keuntungan yang adil, hubungan faktor budaya yang didasari sikap saling menghargai, dan upaya bersama untuk menjaga lingkungan. Tingkat keterlibatan masyarakat lokal dalam suatu tempat wisata dengan daerah wisata lain relatif berbeda, hal ini disebabkan karena bervariasinya kompetensi sumber daya manusia (SDM) masyarakat lokal. Untuk itu peningkatan SDM dan pemberdayaan masyarakat lokal merupakan upaya strategis untuk melatih kemandirian masyarakat lokal agar dapat terlibat dalam pengembangan pariwisata Teori Perencanaan Untuk mengelola kegiatan pariwisata yang lebih profesional, dibutuhkan adanya perencanaan yang terpadu dan berkesinambungan. Definisi umum perencanaan adalah pengorganisasian masa depan untuk mencapai tujuan tertentu, mempunyai rentang yang sangat kuat dan beragam mulai dari skala individu sampai skala regional hingga nasional. Suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. (Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan) Proses perencanaan adalah rangkaian kegiatan berpikir (rasional) secara bersistem dalam usaha menyusun rencana untuk masa depan, dapat dikembangkan sesuai dengan kendala dan keterbatasan sehingga rangkaian kegiatan itu dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Menurut Paturusi (2008:26) perencanaan adalah suatu proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan masa depan suatu destinasi atau atraksi wisata.

24 38 Ini merupakan suatu proses dinamis dalam penentuan tujuan, yang secara bersistem mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan serta implementasinya terhadap alternatif yang dipilih dan evaluasinya. Proses perencanaan mempertimbangkan lingkungan politik, fisik, sosial, dan ekonomi sebagai suatu komponen yang saling terkait dan tergantung dengan yang lainnya. Syarat-syarat perencanaan menurut Paturusi (2008:10) 1) Logis, bisa dimengerti dan sesuai dengan kenyataan yang berlaku. 2) Luwes (fleksibel) dan tanggap mengikuti dinamika perkembangan. 3) Objektif, didasari tujuan dan sasaran yang dilandasi pertimbangan yang bersistem dan ilmiah. 4) Realitas, dapat dilaksanakan, memiliki rentang rencana: jangka panjang, menengah dan pendek. Untuk mengoptimalkan keuntungan dari pengembangan pariwisata dibutuhkan suatu perencanaan yang baik dan matang. Tujuan ini hanya dapat dicapai jika direncanakan dengan baik dan terintegrasi dengan perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Dengan perencanaan, pariwisata dapat dikembangkan sebagai pariwisata yang berkelanjutan. Ada delapan model pendekatan perencanaan pariwisata menurut Inskeep (1991:29), yaitu: 1. Pendekatan berkesinambungan, inkremental dan fleksibel (continuous, incremental and flexible approach). Pendekatan ini didasarkan pada kebijakan dan rencana pemerintah, baik secara nasional maupun regional. Perencanaan pariwisata dilihat sebagai suatu proses berkesinambungan yang perlu dievaluasi

25 39 berdasarkan pemantauan dan umpan balik dalam kerangka pencapaian tujuan dan kebijakan pengembangan pariwisata. 2. Pendekatan sistem (system approach). Pariwisata dilihat sebagai suatu sistem yang saling berhubungan (interrelated system), demikian halnya dalam perencanaan dan teknik analisisnya. 3. Pendekatan menyeluruh (comprehensive approach). Pendekatan ini bisa juga disebut pendekatan holistik. Seperti pada pendekatan sistem seluruh aspek yang terkait dalam perencanaan pariwisata mencakup institusi, lingkungan dan implikasi sosial ekonominya dianalisis dan direncanakan secara menyeluruh. 4. Integrated approach. Mirip dengan pendekatan sistem dan pendekatan menyeluruh. Pariwisata dikembangkan dan direncanakan sebagai suatu sistem yang terintegrasi baik ke dalam maupun ke luar. 5. Pendekatan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (environmental and sustainable development approach). Pariwisata direncanakan, dikembangkan dan dikelola memperhatikan kelestarian lingkungan fisik dan sosial budaya. Analisis daya dukung merupakan bagian yang paling penting dalam pendekatan ini. 6. Pendekatan swadaya masyarakat (community approach). Pendekatan yang melibatkan yang sebesar-besarnya masyarakat mulai dari proses perencanaan, membuat keputusan, pelaksanaan dan pengelolaan pengembangan pariwisata. 7. Pendekatan implementasi (implementable approach). Kebijakan, rencana, rekomendasi dan rumusan pengembangan pariwisata dibuat serealistis mungkin

26 40 dan dapat diterapkan. Rumusan perencanaan dibuat sejelas mungkin sehingga bisa dilaksanakan. 8. Penerapan proses perencanaan yang sistematik (application of systematic planning process). Pendekatan yang dilakukan berdasarkan logika tahapan kegiatan. Menurut Rangkuti (2005:3), perencanaan strategi merupakan kegiatan perusahaan untuk mencari kesesuaian antara kekuatan-kekuatan internal perusahaan dan kekuatan-kekuatan eksternal (peluang dan ancaman) suatu pasar. Adapun kegiatannya meliputi pengamatan secara hati hati terhadap persaingan, peraturan tingkat inflasi, siklus bisnis, keungulan, dan harapan konsumen serta faktor faktor lain yang dapat mengindentifikasi peluang dan ancaman. Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan berebut peluang yang ada. Proses analisis, perumusan dan evaluasi-eveluasi strategi itu disebut perencanaan strategis. Tujuan utama perencanaan strategis, agar perusahaan dapat melihat kondisi-kondisi eksternal dan internal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahaan lingkungan eksternal. Menurut Sunaryo (2013:163) perencanaan pariwisata pada dasarnya adalah mencari titik temu antara sisi permintaan (demand side) dan sisi penawaran (supply side) atau dengan kata lain terwujudnya kesesuaian antara kebutuhan dari sisi permintaan/pasar dan dukungan pengembangan dari sisi penawaran/produk wisata atau destinasi wisata. Terkait dengan prinsip keseimbangan tersebut maka aspek pasar memiliki posisi yang sangat strategis yang akan menjadi dasar pijakan pengembangan produk atau destinasi.

27 Model Penelitian Kerangka model penelitian tentang Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Berbasis Subak Sebagai Bagian Warisan Budaya Dunia di Desa Mengesta Kabupaten Tabanan ditunjukan dalam Gambar 2.1. Dari Gambar 2.1 nampak bahwa Desa Mengesta sebagai bagian Warisan Budaya Dunia yang telah ditetapkan oleh UNESCO, termasuk dalam situs Catur Angga Batukaru. Sebagai bagian dari WBD diharapkan dapat memberi pengaruh positif didalam pengembangan pariwisata Desa Mengesta yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dengan tetap terjaga pelestarian dan keberlanjutan situs. Menjadi bagian dari WBD memerlukan suatu penanganan yang serius agar keaslian dan keberlanjutan kawasan WBD tetap terjaga. Untuk itu keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi dan daya tarik wisata merupakan salah satu cara di dalam memberikan peluang kepada masyarakat lokal untuk mendapatkan manfaat serta akan terjaga pelestarian dan keberlanjutan WBD. Penelitian difokuskan untuk mengetahui bagaimana pengembangan pariwisata berkelanjutan di Desa Mengesta sebagai bagian dari WBD, manfaat WBD bagi masyarakat serta peran pemerintah dalam pengembangan pariwisata di Desa Mengesta pasca penetapan WBD serta. Dengan menggunakan teori yang relevan untuk menganalisis permasalahan bertujuan untuk memberikan arahan bagi peneliti dalam membahas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Teori yang digunakan untuk membahas permasalahan pertama adalah teori perencanaan pariwisata. Teori persepsi digunakan untuk membahas permasalahan kedua dan ketiga, dan teori pariwisata berbasis masyarakat digunakan untuk

28 42 membahas permasalahan kedua. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan rekomendasi kepada instansi berwenang atau stakeholder yang bergerak dalam bidang kepariwisataan, didalam usaha mengembangkan pembangunan kepariwisataan di kawasan warisan budaya dunia khususnya di Desa Mengesta. Gambar 2.1 Kerangka Model Penelitian Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Berbasis Subak sebagai Bagian Warisan Budaya Dunia di Desa Mengesta Kabupaten Tabanan.

BAB I PENDAHULUAN. Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh

BAB I PENDAHULUAN. Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui The United Nations Educational and Cultural Organization (UNESCO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya berkaitan dengan pengembangan potensi ekowisata, dilakukan oleh Suryawan (2014), di Desa Cau Belayu,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Pariwisata Menurut Suyitno (2001) dalam Tamang (2012) mendefinisikan pariwisata sebagai berikut : a. Bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHLUAN. Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki

BAB I PENDAHLUAN. Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki BAB I PENDAHLUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki keunikan tersendiri berupa keindahan panorama alam dan budayanya, sehingga menarik perhatian wisatawan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik, memiliki ruang lingkup, komponen dan proses pengelolaan tersendiri. Terkait dengan sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Indonesia termasuk salah satu negara berkembang yang mengandalkan sektor pariwisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di banyak negara berkembang pada umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang paling terasa adalah keterbelakangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan dan beberapa saran dan rekomendasi terhadap studi lanjutan pengembangan pariwisata daerah studi. Kesimpulan berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA Tinjauan penelitian sebelumnya sangat penting dilakukan guna mendapatkan perbandingan antara penelitian yang saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mengembangkan perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

DEFINISI- DEFINISI A-1

DEFINISI- DEFINISI A-1 DEFINISI- DEFINISI Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Semenjak Reformasi terdapat beberapa perubahan kebijakan dalam paradigma pembangunan nasional, diantaranya adalah paradigma pembangunan yang bersifat terpusat (sentralistik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seminar Tugas Akhir 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seminar Tugas Akhir 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dibahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancanagan. Latar belakang merupakan dasar pemikiran awal yang diambilnya judul Penataan Kawasan Obyek Wisata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya hayati tropis yang tidak hanya sangat beragam tetapi juga unik. Keragaman

BAB I PENDAHULUAN. daya hayati tropis yang tidak hanya sangat beragam tetapi juga unik. Keragaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam terutama sumber daya hayati tropis yang tidak hanya sangat beragam tetapi juga unik. Keragaman dan keunikannya

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. Wisata Alas Pala Sangeh Kabupaten Badung yang merupakan suatu studi kasus

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. Wisata Alas Pala Sangeh Kabupaten Badung yang merupakan suatu studi kasus BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 1.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Kajian dalam penelitian ini mengambil tentang Pengelolaan Daya Tarik Wisata Alas Pala Sangeh Kabupaten Badung yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam dengan berbagai manfaat baik manfaat yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung berupa produk jasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Wisata Agro

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Wisata Agro 1. Latar Balakang. Pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Bogor merupakan bagian integral dan berkesinambungan antara tahapan pembangunan yang telah dilalui dan yang akan dilaksanakan baik dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisatawan menuju daerah tujuan wisata. Terdapat dua fungsi dari atraksi

BAB I PENDAHULUAN. wisatawan menuju daerah tujuan wisata. Terdapat dua fungsi dari atraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atraksi wisata merupakan salah satu komponen penting dalam pariwisata. Atraksi merupakan salah satu faktor inti tarikan pergerakan wisatawan menuju daerah tujuan wisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian penelitian ini membahas tentang Pengelolaan Pulau Penyu oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian penelitian ini membahas tentang Pengelolaan Pulau Penyu oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Kajian penelitian ini membahas tentang Pengelolaan Pulau Penyu oleh Masyarakat Lokal Sebagai Daya Tarik Wisata di Tanjung Benoa, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten di Bali yang memiliki peran sentral dalam pertanian. Kabupaten Tabanan yang memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pengembangan pariwisata, bukan hanya sekadar peningkatan perolehan devisa bagi negara, akan tetapi lebih jauh diharapkan pariwisata dapat berperan sebagai katalisator

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki karakteristik kekayaan hayati yang khas dan tidak dimiliki oleh daerah lain di dunia. Keanekaragaman jenis flora dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya. Bab Enam Kesimpulan Masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di suatu kawasan atau daerah tujuan wisata (DTW), seringkali diabaikan dan kurang diberikan peran dan tanggung jawab dalam mendukung aktivitas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah BAB I PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sektor pariwisatanya telah berkembang. Pengembangan sektor pariwisata di Indonesia sangat berperan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dusun ini terletak 20 km di sebelah utara pusat Propinsi Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada BAB ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan metode penelitian dalam kaitannya pada perancangan dan perencanaan Ekowisata Rice Terrace di Jatiluwih

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa kondisi wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Kemitraan Dalam UU tentang Usaha Kecil Nomor 9 Tahun 1995, konsep kemitraan dirumuskan dalam pasal 26 sebagai berikut: 1. Usaha menengah dan besar melaksanakan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan keindahan alam dan beraneka ragam budaya. Masyarakat Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax: PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282 Telp: 0274 4332389 Fax: 0274 488476 PROPOSAL PEMBUATAN MASTER PLAN PENGEMBANGAN DESA WISATA

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA 1. Latar Belakang Program pelestarian dan pengembangan kebudayaan pada dasarnya dilaksanakan untuk mengetengahkan nilai-nilai kebudayaan guna memperkokoh ketahanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Yerik Afrianto S dalam diunduh tanggal 23

BAB I PENDAHULUAN. (Yerik Afrianto S dalam  diunduh tanggal 23 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah kurang lebih 18.110 pulau dan garis pantai sepanjang 108.000 km (Yerik Afrianto S dalam

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat menghasilkan pendapatan daerah terbesar di beberapa negara dan beberapa kota. Selain sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau

BAB I PENDAHULUAN. Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau taman margasatwa adalah tempat hewan dipelihara dalam lingkungan buatan, dan dipertunjukkan kepada

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG [- BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG P embangunan sektor Peternakan, Perikanan dan Kelautan yang telah dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Garut dalam kurun waktu tahun 2009 s/d 2013 telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata- mata untuk menkmati

BAB I PENDAHULUAN. nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata- mata untuk menkmati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Yoeti (1993 :109) bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

NUR END NUR AH END JANU AH AR JANU TI AR

NUR END NUR AH END JANU AH AR JANU TI AR NUR ENDAH JANUARTI Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal dengan masyarakat lokal Mari ingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tarik sendiri bagi masing-masing kelompok wisatawan. Terlebih lagi, kegiatan wisata

BAB I PENDAHULUAN. tarik sendiri bagi masing-masing kelompok wisatawan. Terlebih lagi, kegiatan wisata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata memberikan banyak peluang terhadap pertumbuhan dan perkembangan kegiatan wisata yang menarik minat banyak wisatawan. Beragam aktivitas penunjang kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi wisatawan, tetapi juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi wisatawan, tetapi juga BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi wisatawan, tetapi juga banyak diteliti oleh para sarjana. Dalam sepuluh

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi sekarang ini terlihat sangat pesat. Perkembangan ini tidak hanya melahirkan era informasi global tetapi

Lebih terperinci

TAMAN WISATA WADUK WADASLINTANG DI KABUPATEN WONOSOBO

TAMAN WISATA WADUK WADASLINTANG DI KABUPATEN WONOSOBO LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TAMAN WISATA WADUK WADASLINTANG DI KABUPATEN WONOSOBO Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan telah menjadi komitmen masyarakat dunia. Pada saat ini, beberapa negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia, telah menerima konsep

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuan penyelenggaraan agrowisata

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuan penyelenggaraan agrowisata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuan penyelenggaraan agrowisata adalah untuk memperluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata kini telah menjadi sebuah industri yang mendunia. di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata kini telah menjadi sebuah industri yang mendunia. di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata kini telah menjadi sebuah industri yang mendunia. di Indonesia pariwsata merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar bagi negara selain dari sektor migas,

Lebih terperinci

Tujuan Pembelajaran. Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan

Tujuan Pembelajaran. Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan NUR ENDAH JANUARTI Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal Mari ingat kembali Unsur Pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan BAB I PENDAHULUAN Sejarah perkembangan ekowisata yang tidak lepas dari pemanfaatan kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan definisi ekowisata sebagai perjalanan ke wilayah-wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar kota di Negara Indonesia tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir. Setiap fenomena kekotaan yang berkembang pada kawasan ini memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi sering dipertentangkan dengan konservasi sumber daya alam. Bahkan ada yang mengatakan konservasi sumber daya alam dapat menghambat pembangunan

Lebih terperinci

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati dan dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversitas terbesar

Lebih terperinci

tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai

tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali sebagai ikon pariwisata Indonesia, telah menjadi daya tarik tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai keunggulan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000) dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lebak 2005-2025 disusun dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah yang diharapkan dapat dicapai pada

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak potensi alam baik di daratan maupun di lautan. Keanekaragaman alam, flora, fauna dan, karya cipta manusia yang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata 9 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Ekowisata Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata

Lebih terperinci