BAB II KAJIAN TEORETIS. Sesuai data yang selama ini diperoleh baik dari hasil-hasil penelitian yang ada pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORETIS. Sesuai data yang selama ini diperoleh baik dari hasil-hasil penelitian yang ada pada"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hasil Penelitian yang Relevan Sesuai data yang selama ini diperoleh baik dari hasil-hasil penelitian yang ada pada beberapa perpustakaan yaitu perpustakaan pusat UNG, perpustaaan daerah, bahkan internet, penelitian yang menerapkan kajian hegemoni dalam karya sastra belum banyak diteliti. Apalagi yang berkonsentrasi dalam penerapan kajian hegemoni terhadap novel Kubah karya Ahmad Tohari. Adapun penelitian yang masih dapat dijadikan sebagai kajian yang relevansi dengan penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut. 1. Dewi (2011) melakukan penelitian dengan judul skripsi Analisis Struktur dan Religius dalam Novel Kubah karya Ahmad Tohari. Dalam penelitian tersebut dikaji tentang analisis unsur intrinsik yang membangun jalannya cerita, serta analisis tentang religiusitas yang terkandung di dalamnya. Sebelum melakukan analisis terhadap religiusitas, terlebih dahulu peneliti menganalisis unsur intrinsik berupa tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, serta tema dan amanat pada novel Kubah karya Ahmad Tohari dengan menggunakan metode struktural. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, tampak adanya perbedaan dengan penelitian ini. Penelitian ini hanya difokuskan pada hegemoni yang dialami oleh tokoh utama yaitu mencakup ketertindasan, kekuatan sosial, serta katerterimaan kembali tokoh utama dalam novel kubah karya Ahmad Tohari. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Shinta Dewi mengkaji tentang analisis unsur-unsur intrinsik yang membengun jalannya cerita serta analisis tentang religiusitas dengan menggunakan metode struktural. Sedangkan persamaannya pada objek kajian yaitu sama-sama mengkaji novel kubah karya Ahmad Tohari.

2 2. Rumaiyah (2011) melakukan penelitian dengan judul skripsi Hegemoni yang Terjadi Antar Tokoh yang Terlibat dalam Novel Siddhartha. Penelitian tersebut mengaji tentang hegemoni yang terjadi pada novel Siddhartha serta membahas tentang tokoh-tokoh yang mengalami hegemoni dengan menggunakan kajian sosiologi sastra. Perbedaan yang tampak pada penelitian ini terletak pada objek kajian, yaitu novel kubah karya Ahmad Tohari serta menggunakan kajian sosiologi sastra. 3. Wiyanti (2012). Penelitian Wiyanti dengan judul skripsi Aspek Formatif Hegemoni Gramsci dalam Novel Canting karya Arswendo Atmowiloto. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Hasil penelitiannya berupa (1) aspek formatif hegemoni Gramsci dalam novel Canting karya Arswendo Atmowiloto; (2) relasi formatif hegemoni Gramsci dalam novel Canting karya Arswendo Atmowiloto dengan fakta sosial masyarakat. Berdasarkan kajian penelitian tersebut, maka terlihat jelas bahwa penelitian ini berbeda secara substansial ditinjau dari aspek permasalahan yang dikaji, objek penelitian, dan hasil penelitian.

3 2.2 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir bertujuan untuk memberikan gambaran tentang jalan kerja dalam penelitian. Penelitian ini diawali dari pengidentifikasian konsep hegemoni dalam novel. Novel yang ditetapkan sebagai sumber data adalah novel Kubah karya Ahmad Tohari. Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka berpikir dapatlah dilihat pada bagan 1 berikut ini. Bagan 1 Kerangka Berpikir Hegemoni 3 Jenis Penelitian: Pustaka Novel 4 5 Sumber Data: Novel Kubah Perspektif Teori Hegemoni Analisis Rumusan Masalah 6 Ketertindasan tokoh utama 7 atas kekuasaan yang melingkupinya Kekuatan sosial dalam novel Keterterimaan kembali tokoh utama di lingkungan masyarakatnya Wujud Data: Konsep Hegemoni Pengumpulan Data Analisis Data Simpulan Penelitian Hasil Penelitian dan Pembahasan Verifikasi

4 2.3 Konsep Kajian Hegemoni Konsep kajian hegemoni pada dasarnya merupakan konsep adanya ketertindasan dari pihak yang berkuasa. Menurut Baryadi (2012:20) kekuasaan bukanlah entitas yang berdiri sendiri. Kekuasaan berada pada struktur masyarakat, karena memang dibangun dengan cara menarik dukungan sosial. Kekuasaan pada hakikatnya berkenaan dengan hubungan antar manusia, yaitu hubungan yang tidak seimbang di antara dua pihak. Satu pihak mempunyai kekuasaan yang lebih besar daripada pihak lain. Pandangan tersebut memberikan gambaran bahwa kekuasaan berada dalam masyarakat. Masyarakatlah yang menerapkan kekusaan itu. Martin (dalam Baryadi 2012:19) menyatakan suatu hubungan kekuasaan biasanya bersifat tidak seimbang, dalam arti bahwa satu pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih besar dari palaku lain. Secara luas pandangan tersebut memberikan penjelasan bahwa di dalam masyarakat terdapat berbagai ragam kekuasaan. Ada yang kecil dan ada yang besar. Kekuasaan besarlah yang mendominasi terhadap kekuasaan kecil. Menurut Baryadi (2012:22) praktik kekuasaan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu. 1. Kekuasaan apresiatif atau kekuasaan penghargaan, kekuasaan ini adalah kekuasaan yang diwujudkan oleh individu atau kelompok dengan cara menghargai, menghormati, bahkan mengasihi kelompok lain. 2. Kekuasaan koersif merupakan kekuasaan yang diwujudkan oleh individu atau kelompok dengan cara memaksa individu atau kelompok lain untuk menuruti kehendaknya. Kepatuhan tersebut dicapai melalui ancaman, tekanan, peringatan, hukuman, dan cara-cara lain yang menimbulkan rasa takut pihak yang didominasi. 3. Kekuasaan persuasif adalah kekuasaan yang diwujudkan individu/kelompok dengan cara mempengaruhi individu atau kelompok lain. Kekuasaan persuasif merupakan kekuasaan

5 yang disebut sebagai hegemoni, yaitu kelompok yang didominasi mematuhi kehendak kelompok dominan, bukan karena paksaan melainkan karena sudah menjadi hal yang sewajarnya. Dari ketiga praktik kekuasaan tersebut, yang menjadi sumber penelitian ini yaitu pada praktik kekuasaan yang ketiga, yakni kekuasaan persuasif yang merupakan kekuasaan yang disebut sebagai hegemoni. Sehubungan dengan hal tersebut, perjuangan serta usaha kelas dominan untuk mewujudkan kekuasaanya tehadap kelompok tidak dominan untuk mencapai tujuannya mencakup berbagai cara. Di situlah titik pijak munculnya konsep hegemoni. Menurut Gramsci hegemoni sebagai sesuatu yang kompleks, yang sekaligus bersifat ekonomik dan etispolitis. Dalam hal ini hegemoni harus memperhatikan interes-interes yang dibentuk atau dengan kata lain bahwa kelompok pemimpin harus membuat pengorbanan-pengorbanan tertentu. Akan tetapi, pengorbanan tersebut tidak dapat menyentuh yang esensial, yaitu interes ekonomi, sebab walaupun hegemoni besifat etis politis, hegemoni juga bersifat ekonomis, harus didasarkan pada fungsi yang menentukan inti aktivitas ekonomi (Faruk 2012:142). Menurut Mantra (2011:167) konsep hegemoni lebih berada di dalam ranah ideologis ketimbang material. Dalam batasan yang sederhana, konsep hegemoni Gramsci terkait dengan kemampuan dari sebuah kelas dominan untuk membentuk suatu hubungan konsekuen dengan kelas bawah (subaltern) melalui jalur-jalur sosial dan budaya dan beragam. Berawal dari sebuah dikotomi tradisional antara daya paksa/kekuatan (force) dan persetujuan (consent), suatu karakteristik dari pemikiran politik Italia dari Machiavelli sampai Pareto, Gramsci menyatakan bahwa supremasi dari sebuah kelompok atau kelas sosial memanifestasikan dirinya ke dalam dua cara yang berbeda, yaitu dominasi (dominio), atau paksaan, dan kepemimpinan moral dan intelektual (direzione intelletuale e morale). Manifestasi dalam cara yang kedua tersebut

6 (kepemimpinan moral dan intelektual), yang menjadi landasan bagi hegemoni. Dalam konteks tersebut, hegemoni dengan demikian sangat terkait dengan kontrol sosial suatu kelas atau kelompok tertentu terhadap kelas yang lain, terutama kelas yang berada pada tataran bawah (subaltern). Kontrol sosial sendiri memiliki dua bentuk dasar, yaitu secara eksternal dalam bentuk pengaruh terhadap perilaku dan pilihan melalui mekanisme imbalan dan hukuman (rewards and punishments), dan secara internal, melalui pembentukan keyakinan-keyakinan personal menjadi sebuah replika norma-norma yang berlaku. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kekuasaan merupakan penjabaran dari hegemoni. Hegemoni muncul berdasarkan kekuasaan yang di dalamnya terdapat unsur ketertindasan. Jadi, secara umum hegemoni sebagai suatu dominasi kekuasaan suatu kelas sosial atas kelas sosial lainnya. Hegemoni dapat dibentuk melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang dibantu dengan dominasi atau penindasan. Bisa juga hegemoni didefinisikan sebagai dominasi/penguasaan oleh satu kelompok terhadap kelompok yang lain, tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan/diucapkan oleh kelompok dominasi terhadap kelompok yang didominasi/dikuasai diterima sebagai sesuatu yang wajar dan tidak mengekang pikiran. 2.4 Kajian Hegemoni dalam Karya Sastra Hegemoni sering dikacaukan dengan ideologi. Hegemoni dari akar kata Hegeisthai (Yunani), berarti memimpin, kepemimpinan, kekuasaan yang melebihi kekuasaan yang lain. Jadi secara leksikografis hegemoni berarti kepemimpinan. Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari istilah tersebut biasanya dikaitkan dengan dominasi, dengan dimasukannya unsur kepemimpinan dan persetujuan dari kelompok yang dihegemoni, maka konsep hegemoni dianggap lebih

7 kompleks dibandingkan dengan ideologi, tetapi belum tentu sebaliknya. Unsur represif atau menindas lebih jelas dalam hegemoni. Hegemoni dikembangkan oleh Filsuf Marxis Italia Antonio Gramsci ( ). Konsep hegemoni memang dikembangkan atas dasar dekonstruksinya atau hubungannya terhadap konsep Marxis ortodoks. Menurut Mouffe (dalam Ratna, 2010:176) istilah hegemoni dipergunakan pertama kali pada tahun 1926 dalam tulisanya yang berjudul Notes on the Southern Question. Meskipun demikian, menurut Simon istilah hegemoni sudah digunakan oleh Plekhanov dan para pengikut Marxis pada umumnya tahun 1880-an. Ratna (2010:186) menjelaskan bahwa dalam karya sastra selain sebagai refleksi masyarakat juga mempunyai kemungkinan bersifat formatif terhadap masyarakat. Dalam studi sastra teori hegemoni merupakan penelitian dalam kaitannya dengan relasi-relasi yakni (1) sastra dengan masyarakat, hubungan pengarang dengan masyarakat, kekuatan-kekuatan sosial dibangun di dalam teks sastra; (2) karya sastra tidak lagi berfungsi sebagai cermin pasif, cerita sebagai semata-mata memindahkanya dan melalui kejadian sehari-hari; (3) karya sastra adalah peristiwa kultural itu sendiri, dengan otonomi dan mekanismenya masing-masing. Dalam dikehidupan sosial seperti kekayaan, status sosial, jabatan formal, organisasi, senjata, jumlah penduduk dan lain sebagainya mencakup berbagai cara dituangkan melalui bidang sastra. Karya serta aktivitas kultural/kebudayaan menjadi proses dasar dari informasiinformasi yang melaluinya hegemoni bekerja. Teori hegemoni tersebut membuka dimensi baru dalam studi sosiologis mengenai kesusastraan. Kesusastraan tidak lagi dipandang semata-mata sebagai gejala kedua yang tergantung dan ditentukan oleh masyarakat kelas sebagai infrastrukturnya, melainkan dipahami sebagai kekuatan sosial, politik, dan kultural, yang berdiri sendiri, yang mempunyai sistem sendiri, meskipun tidak terlepas dari infrastrukturnya (Faruk,

8 2010:154). Ada cukup banyak studi sastra yang mendasarkan diri pada teori hegemoni, di antarnya studi sastra dari Raimond Williams. Dalam bukunya Faruk, (2012:155) Wiliam menganggap bahwa konsep hegemoni melampaui konsep ideologi dengan tekanannya pada kesepakatan terhadap tatanan sosial yang berkuasa. Gramsci (dalam Sukeni, 2009:14) menjelaskan bahwa agar yang terhegemoni patuh terhadap penghegemoni, maka yang terhegemoni hendaknya mampu menginternalisasikan nilainilai penghegemoni, di samping harus memberikan persetujuan atas subordinasi mereka. Kelompok yang menghegemoni memperjuangkan legitimasi kekuasaannya dari massa. Sebaliknya, massa dapat menerima prinsip, ide, dan norma sebagai miliknya. Hegemoni satu kelompok terhadap kelompok lain bukan berdasarkan paksaan, tetapi melalui konsensus. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kajian hegemoni dalam karya sastra bertujuan membedah karya sastra dalam perspektif kesepakatan antara terpimpin untuk tunduk dan patuh terhadap pemimpin. Kesadaran terpimpin atas kekuasaan yang melingkupi dirinya diakui dan tanpa adanya perlawanan terhadap pemimpin. Lewat kekuasaan pemimpin untuk menguasai diri terpimpin, maka terpimpin membentuk dirinya untuk terus dikuasai tanpa rasa paksaan. Kajian hegemoni hadir sebagai pisau bedah karya sastra yang diawali dari kekuasaan atas diri terpimpin yang dilakukan oleh pemimpin. 2.5 Hakikat Novel Dalam sastra Indonesia, istilah novel seperti yang terdapat dalam pengertian yang sering dipergunakan dalam sastra Inggris dan Amerika, sudah mulai dipakai secara berangsur-angsur. Lebih umum digunakan selama ini adalah istilah roman. Kedua istilah tersebut dipergunakan dalam pengertian yang sama. Novel berasal dari kata latin novellus yang diturunkan dari kata novies yang artinya baru. Dikatakan baru karena apabila dibandingkan dengan jenis-jenis karya

9 sastra yang lain seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel muncul kemudian. Dalam The American Collonge Dictionari novel merupakan suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif atau sesuai dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Dalam The Advanced Learner s Dictionari of Current English menerangkan bahwa novel adalah suatu cerita dengan satu alur, cukup panjang mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria atau wanita yang bersifat imajinatif (Tuloli 2000:164 ). Dalam bukunya Tuloli, (2000:17) Forster mendefinisikan novel adalah cerita fiksi atau rekaan dalam bentuk prosa yang agak panjang. Ukuran panjangnya adalah melebihi dari perkata. Sekarang novel dianggap sebagai suatu ragam sastra yang panjang dan kompleks yang unsur-unsur utamanya adalah plot, perwatakan, latar, dan sudut pandang. Pandangan tersebut secara substansi melihat novel dari segi kuantitatifnya. Penentuan panjang cerita didasarkan atas jumlah kata yang terdapat dalam novel. Watt dalam bukunya Tuloli, (2000:17) menjelaskan bahwa novel merupakan suatu ragam sastra yang memberikan gambaran pengalaman manusia, kebudayaan manusia, yang disusun berdasarkan peristiwa, tingkah laku tokoh, waktu dan plot, suasana dan latar. Tentunya pandangan tersebut berbeda dengan pandangan yang dikemukakan oleh Forster sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Dalam pandangan Watt novel dilihat sebagai ragam sastra yang tidak terbatas pada kuantitatifnya saja, melainkan pada gambaran pengalaman manusia beserta budayanya. Di dalam novellah pembaca dapat menemukan budaya masyarakat tertentu. Jadi, novel merupakan struktur yang bermakna. Novel bukan sekedar rangkaian tulisan yang menggairahkan pembaca, tetapi merupakan struktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur yang membangun karya tersebut. Dalam novel terdapat serangkaian peristiwa, sejarah,

10 kehidupan atau kejadian-kejadian yang menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan hidup/nasib tokohnya. Untuk mengetahui makna dan pikiran-pikiran tersebut, karya sastra novel harus dianalisis/dikaji. Lubis (dalam Tarigan 2000: ) membagi lima jenis novel yakni: (1) novel avantur; (2) novel psikologis; (3) novel detektif; (4) novel sosial dan novel politik; serta (5) novel kolektif. Dari kelima jenis novel tersebut, yang menjadi pusat penelitian ini yaitu pada jenis novel sosial dan politik. Dalam novel sosial pria dan wanita tenggelam dalam masyarakat, dalam kelasnya atau golongan. Pada jenis novel sosial dan politik menunjukan kelas dalam masyarakat, misalnya kelas kaum majikan atau kaum kapitalis. Dalam novel tersebut persoalan ditinjau bukan dari sudut persoalan orang-orang sebagai individu, tetapi persoalan ditinjau melingkupi persoalan golongan-golongan dalam masyarakat, reaksi setiap golongan terhadap masalahmasalah yang timbul akibat adanya dominasi. 2.6 Ketertindasan Tokoh Utama Dalam karya sastra seperti novel, pada dasarnya pengarang akan menghadirkan sejumlah tokoh. Namun, dalam kaitanya dengan keseluruhan cerita peran masing-masing tokoh tidaklah sama. Jika dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam cerita, ada tokoh yang digolongkan penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga mendominasi sebagian besar cerita. Ada juga tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun hanya dalam porsi penceritaan yang pendek. Tokoh yang dijelaskan pertama adalah tokoh utama dalam cerita, dan yang kedua adalah tokoh tambahan. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan tokoh lain. Tokoh utama sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Dalam perkembangannya, tokoh utama dihadirkan oleh pengarang sebagai perwujudan keberagaman

11 karakter bergantung pada keinginan pengarang. Tokoh utama selalu hadir sebagai pelaku atau yang dikenai kejadian dan konflik. Sedangkan permunculan tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, dan tidak terlalu penting. Kemunculan tokoh tambahan pada cerita ada keterkaitanya dengan tokoh utama, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Nurgiyantro (2009: ) tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita bersangkutan. Pandangan tersebut memberikan kemungkinan-kemungkinan pada tokoh utama dalam berbagai watak. Bisa jadi berwatak sebagai penindas maupun sebagai tertindas. Pengarang pandai memanfaatkan tokoh utama sebagai sumber keseluruhan ide cerita. Cerita yang mengandung ketertindasan tokoh utama sebetulnya muncul karena diinginkan oleh pengarang. Ketertarikan pengarang pada ketertindasan tersebut sehingga imaji pengarang dibuktikan lewat hadirnya tokoh utama yang memainkan peran sebagai tokoh yang tertindas. Karakter tokoh tersebut banyak ditemukan dalam novel, dan bahkan hampir setiap novel terdapat tokoh yang dirugikan (ditindas) dan tokoh yang diuntungkan (menindas). Jika dilihat dari sudut pandang kekuasaan yang berakibat pada penindasan, maka kekuasaan dapat dibedakan menjadi dua bagian yakni. 1. Kekuasaan bersifat positif merupakan kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada individu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat memengaruhi dan mengubah pemikiran orang lain atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan dengan sungguh-sungguh dan atau bukan karena paksaan baik secara fisik maupun mental.

12 2. Kekuasaan bersifat negatif merupakan sifat atau watak dari seseorang yang bernuansa arogan, egois, serta apatis dalam memengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan tindakan yang diinginkan oleh pemegang kuasa dengan cara paksaan atau tekanan baik secara fisik maupun mental. Biasanya pemegang kekuasaan yang bersifat negatif ini tidak memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang baik, mereka hanya berfikir pendek dalam mengambil keputusan tanpa melakukan pemikiran yang tajam dalam mengambil suatu tindakan, bahkan mereka sendiri kadang-kadang tidak dapat menjalankan segala perintah yang mereka perintahkan kepada orang atau kelompok yang berada di bawah kekuasannya karena keterbatasan daya pikir tadi, dan biasanya kekuasaan dengan karakter negatif tersebut hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas kekuasannya itu, karena mereka tidak memiliki kemampuan atau modal apapun selain kekuasaan untuk menghasilkan apapun, dan para pemegang kekuasaan bersifat negatif tersbut biasanya tidak akan berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya oleh rakyatnya (id.wikipedia.org/wiki, Online. Diakses tanggal 21 Agustus 2013). Dari kedua sudut pandang tersebut, maka yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah sudut pandang pertama. Yaitu, kekuasaan yang bersifat positif. Kekuasaan yang bersifat positif merupakan kekuasaan yang dilakukan tanpa pemaksaan ataupun kekerasan, akan tetapi melalui persetujuan-persetujuan yang sudah semestinya antara pemegang kekuasaan tertinggi dan individu yang terhegemoni. 2.7 Kekuatan Sosial Hampir semua novel Indonesia sejak awal pertumbuhannya hingga kini, boleh dikatakan mengandung sunsur pesan kritik sosial walau dengan tingkat intensitas yang berbeda. Wujud kehidupan sosial yang dikritik dapat bermacam-macam seluas lingkup kehidupan sosial itu

13 sendiri (Nurgiyantoro, 2009:330). Pandangan tersebut memusatkan perhatiannya pada perjalanan novel Indonesia perdasarkan periodesasi sastra. Kehadiran novel sebagai bahan bacaan masyarakat dinilai merupakan kritikan pengarang terhadap lingkungan nyata masyarakat. Oleh sebab itu, pengarang tampil sebagai orang yang mengritik sesuatu dan mensosialisasikan lewat tulisannya kepada masyarakat. Kaitannya dengan kekuatan sosial, setiap karya sastra tidak pernah terlepas dengan konteks sosial cerita. Konteks sosial menjadi kekuatan dalam cerita. Cerita dikemas dan dikaitkan dengan kehidupan tokoh dalam masyarakatnya. Masyarakat tersebutlah yang menjadi kekuatan tersendiri untuk mendukung kehadiran tokoh. Kadangkala pengarang menjadikan masyarakat cerita sebagai pembenci adanya tokoh utama, misalnya. Kadang pula satu tokoh diliputi rasa cemas karena masyarakat dalam lingkungan cerita tidak ingin perwujudan karakternya lain daripada umumnya. Hal tersebutlah yang dimaksudkan sebagai kekuatan sosial. Menurut Marx (dalam Yasa, 2012:55) pelaku-pelaku utama perubahan sosial bukanlah individuindividu tertentu, melainkan kelas-kelas sosial. Oleh karena itu, sejarah hanya dapat dipahami dengan segala perkembangan yang terjadi. Kekuatan sosial dalam ranah psikologi dapat memunculkan sublimasi. Menurut Minderop (2011:34) sublimasi terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi sesungguhnya suatu bentuk pengalihan. Misalnya, seorang individu memiliki dorongan seksual yang tinggi, lalu ia mengalihkan perasaan tidak nyaman tersebut ke tindakan-tindakan yang dapat diterima secara sosial dengan menjadi seorang artis pelukis tubuh model tanpa busana. Pandangan tersebut mengomentari kekuatan sosial dalam diri tokoh sebagai perwujudan pengaruh untuk bersama-sama dengan kelompok

14 mayoritas. Kekuatan sosial bersifat menghegemoni individu-individu tertentu agar terlihat sama dengan kelompok mayoritas. Di situlah letak kesuksesan konsep hegemoni. 2.8 Keterterimaan Kembali Tokoh Utama di Lingkungan Masyarakatnya Keterterimaan kembali tokoh utama di lingkungan masyarakatnya merupakan konsep pemberian kebebasan terhadap tokoh utama atas kekuasaan yang membelenggunya. Konsep hegemoni yang memberikan keterikatan terhadap diri tokoh dan selanjutnya mengasingkan tokoh pembangkang adalah bagian dari taktik hegemoni. Tokoh penurut kekuasaan termasuk tokoh yang terhegemoni. Sebaliknya, tokoh yang disingkirkan, diintimidasi, dan diberikan perlakuan sebagai rasa jengkel dari masyarakat yang ada dalam cerita sebetulnya mengarah pada perlawanan terhadap hegemoni. Keadaan yang demikian itu disebabkan oleh adanya keinginan tokoh untuk tidak terikat terhadap konvensi masyarakat. Itulah yang disebut dengan konsep kebebasan. Menurut Mallarangeng (2008:2) kebebasan mengandaikan makhluk yang secara alamiah memiliki kemampuan untuk berpikir, merasa, dan memilih dirinya sendiri. Karena itu, kebebasan jika diterjemahkan sebagai sebuah sistem pengaturan masyarakat, berarti sistem yang percaya bahwa individu-individu yang ada dalam suatu masyarakat sesungguhnya bisa menggunakan kemampuan dan harkat mereka secara alamiah, serta mampu memilih diri mereka sendiri. Oleh sebab itu, berdasarkan pandangan tersebut dapatlah dikatakan bahwa keterterimaan kembali tokoh utama di lingkungan masyarakatnya merupakan konsep kebebasan tokoh utama atas kekuasaan yang melingkupinya. Jika tokoh utama telah diterima oleh sebagian besar masyarakat yang ada dalam cerita tentu secara mendasar telah ada kebebasan dalam diri tokoh utama terhadap kekuasaan yang membelenggunya.

15 Dalam kaitannya dengan keterterimaan kembali tokoh utama di lingkungan masyarakatnya, Hilgard (dalam Minderop, 2011:34) menjelaskan bahwa kerapkali tokoh menghadapi situasi atau hal-hal yang tidak diinginkan dan tidak dapat diterima dengan melimpahkannya pada alasan lain. Misalnya bersikap kritis, kasar dan lain sebagainya. Tokoh menyadari sikap tersebut pantas dilakukan dengan berbagai alasan, namun tokoh harus mengakui efek dari tindakannya. Itulah yang disebut dengan proyeksi. Proyeksi terjadi bila individu menutupi kekurangannya dan masalah yang dihadapi dilimpahkan kepada orang lain. Pandangan tersebut mengarahkan bahwa dalam konsep keterterimaan kembali tokoh di lingkungan masyarakatnya secara mendasar dapatlah dilakukan oleh tokoh sebagai proyeksi atas dirinya terhadap masyarakatnya. Kesuksesan proyeksi dibuktikan dengan adanya keterterimaan kembali yang dilakukan orang lain terhadap diri individu. Individu dan masyarakat saling menentukan, masyarakat sebagai proses dimana manusia sendiri mengusahakan kehidupan bersama menurut konsepsinya dengan bertanggung jawab atas hasilnya. Manusia tidak berada di dalam masyarakat bagaikan burung di dalam kurungannya, melainkan ia bermasyarakat. Masyarakat terdiri dari sejumlah pengertian, perasaan, sikap, dan tindakan, yang tidak terbilang banyaknya. Orang berkontak dan berhubungan satu dengan yang lain menurut pola-pola sikap dan perilaku tertentu, yang entah dengan suka, entah terpaksa telah diterima oleh mereka. Umumnya dapat dikatakan bahwa kebanyakan orang akan menyesuaikan kelakuan mereka dengan pola-pola itu. Seandainya tidak, hidup sebagai manusia menjadi mustahil. Masyarakat sebagai proses yang dapat dipandang dari dua segi yang dalam kenyataannya tidak dipisahkan satu dengan yang lain karena merupakan satu kesatuan. Pertama masyarakat dapat dipandang dari segi anggotanya yang membentuk, mendukung, menunjang dan

16 meneruskan suatu pola kehidupan tertentu yang disebut masyarakat. Kedua masyarakat dapat ditinjau dari segi pengaruh strukturnya atas anggotanya (file:fungsi masyarakat-dalamkehidupan.html. online. Diakses tanggal 18 september 2013). Dari kedua segi tersebut maka hubungan antara masyarakat dan individu dapat digambarkan sebagai kutub positif dan kutup negatif pada aliran listrik. Jika dua kutub itu dihubungkan pada listrik maka akan mampu memberi kekuatan baginya dan menimbulkan suasana yang cerah. Jika individu dan masyarakat dipersatukan maka kehidupan individu dan masyarakat akan lebih bergairah dan suasana kehidupan individu dan kehidupan masyarakat akan lebih bermakna dan hidup serta bergairah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menhadi objek penelitian ialah tokoh. Tokoh merupakan satu bagian

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menhadi objek penelitian ialah tokoh. Tokoh merupakan satu bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra ialah proyeksi kenyataan yang diramu dengan menggunakan daya imajinasi pengarang dan disampaikan melalui media bahasa dan mengandung unsur-unsur yang membentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Unsur Pembangun Novel Novel merupakan sebuah karya seni yang mampu menghadirkan hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak sekadar merealisasikan kata-kata, melainkan dengan sendirinya kata-kata itu mengandung

BAB I PENDAHULUAN. tidak sekadar merealisasikan kata-kata, melainkan dengan sendirinya kata-kata itu mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah proyeksi kenyataan yang diramu dengan menggunakan daya imajinasi pengarang dan disampaikan melalui media bahasa. Dalam wujudnya, bahasa tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan ekspresi yang kreatif dari sebuah ide, pikiran, atau perasaan yang telah dialami oleh seseorang dan diungkapkan melalui bahasa. Sastra adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karya sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karya sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Selain dianggap sebagai kekuatan fiktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan kreativitas seseorang terhadap ide, pikiran, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan kreativitas seseorang terhadap ide, pikiran, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan kreativitas seseorang terhadap ide, pikiran, dan perasaan yang dimilikinya. Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang mengambil kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Orang dapat mengetahui nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif mengenai kajian novel Misteri Matinya Wanita Simpanan karya S. Mara Gd., dan Kenangan Kematian karya Agatha

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai titik tolak, dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian mengenai karakterisasi dalam novel

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah ungkapan pribadi seorang penulis yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra lahir dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah sekaligus ujian untuk orangtuanya. Dalam perkembangannya pendidikan terhadap anak merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif

BAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang II. LANDASAN TEORI 2.1.Kemampuan Mengapresiasi Cerpen 2.1.1 Pengertian Apresiasi Secara leksikal, appreciation apresiasi mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang estetik. Sebuah karya sastra menjadi cermin kehidupan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panjang. Karya sastra ditulis berdasarkan proses observasi lapangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. panjang. Karya sastra ditulis berdasarkan proses observasi lapangan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra hadir dalam masyarakat melalui sebuah proses penghayatan yang panjang. Karya sastra ditulis berdasarkan proses observasi lapangan dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan kehidupan manusia subjeknya. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika keindahan, dalam karya sastra itu sendiri banyak mengankat atau menceritakan suatu realitas yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: 11) seperti halnya budaya, sejarah dan kebudayaan sastra yang merupakan bagian dari ilmu humaniora.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegigihan adalah semangat pantang menyerah yang harus dimiliki untuk mencapai kesuksesan. Setiap manusia harus dapat membiasakan diri melihat setiap masalah yang muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karya satra merupakan hasil dokumentasi sosial budaya di setiap daerah. Hal ini berdasarkan sebuah pandangan bahwa karya sastra mencatat kenyataan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh manusia. Pada konteks yang berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Penulis melakukan telaah kepustakaan yang berhubungan dengan PDH dengan menelusuri penelitian sebelumnya. Telaah pustaka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesusastraan ditulis karena motivasi manusia mengekspresikan dirinya sendiri dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra selalu muncul dari zaman ke zaman di kalangan masyarakat. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran pengarang, tentu pengarang sebagai Tuhan kecil dalam dunianya memiliki gugusan ide yang direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang dan menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan keyakinan pengarang. Karya sastra lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumardja dan Saini (1988: 3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti mengungkapkan mengenai: (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, dan (d) manfaat penelitian. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Drama merupakan karya sastra yang dalam penulisan teksnya berisikan dialog-dialog dan isinya membentangkan sebuah alur. Seperti fiksi, drama berpusat pada satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, keterampilan menulis selalu dibelajarkan. Hal ini disebabkan oleh menulis

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, keterampilan menulis selalu dibelajarkan. Hal ini disebabkan oleh menulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa dalam kegiatan pembelajaran. Bagi peserta didik yang sedang menuntut ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan suatu ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman. Ungkapan-ungkapan tersebut di dalam sastra dapat berwujud lisan maupun tulisan. Tulisan adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari daya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam sebuah wadah. Sastra sendiri adalah bentuk rekaman dari bahasa yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, banyak sekali bermunculan karya-karya sastra yang nilai keindahannya

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, banyak sekali bermunculan karya-karya sastra yang nilai keindahannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil karya seseorang baik lisan maupun tulisan jika mengandung unsur estetik maka akan banyak disukai oleh semua kalangan. Di era globalisasi seperti saat ini, banyak

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra berfungsi sebagai penuangan ide penulis berdasarkan realita kehidupan atau imajinasi. Selain itu, karya sastra juga dapat diposisikan sebagai dokumentasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang mengekspresikan pikiran, gagasan maupun perasaannya sendiri tentang kehidupan dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyimpangan sosial di kalangan pelajar, terutama yang berada di jenjang

I. PENDAHULUAN. Penyimpangan sosial di kalangan pelajar, terutama yang berada di jenjang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyimpangan sosial di kalangan pelajar, terutama yang berada di jenjang pendidikan setingkat sekolah menengah atas (SMA), semakin memprihatinkan. Misalnya, penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan hegemoni dengan nenggunakan buku Kritik Antonio

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan hegemoni dengan nenggunakan buku Kritik Antonio BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan hegemoni dengan nenggunakan buku Kritik Antonio Gramsci terhadap Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

NILAI MORAL NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

NILAI MORAL NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA NILAI MORAL NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Meyin Mulyanti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura.

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra adalah rekaan, sebagai terjemahan fiksi secara etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. Dalam novel baik pengarang

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci