BAB I PENDAHULUAN. panjang. Karya sastra ditulis berdasarkan proses observasi lapangan dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. panjang. Karya sastra ditulis berdasarkan proses observasi lapangan dalam"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra hadir dalam masyarakat melalui sebuah proses penghayatan yang panjang. Karya sastra ditulis berdasarkan proses observasi lapangan dalam masyarakat. Oleh karena itu, karya sastra diasumsikan sebagai cermin kehidupan masyarakat. Menurut Damono (1979: 1), sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Gambaran kehidupan yang direpresentasikan dalam karya sastra merupakan hasil produksi pandangan pengarang terhadap kondisi masyarakat pada masa tertentu. Representasi tersebut menggambarkan pandangan dunia pengarang atas kondisi masyarakat. Pandangan dunia pengarang atas kondisi masyarakat akan tampak dalam karya-karyanya yang telah ditulis. Karya sastra menjadi wadah dari pandangan dunia pengarang atas kondisi masyarakat. Oleh karena itu, karya sastra menjadi bagian dari ekspresi jiwa sekaligus sebagai alat perjuangan bagi pengarang untuk menyampaikan aspirasiaspirasi dan nasib orang-orang yang tertindas sesuai dengan pandangan dunianya. Sebagai seorang pengarang, Ahmad Tohari termasuk salah seorang pengarang yang terkenal di Indonesia. Ahmad Tohari sudah menulis banyak karya sastra, baik berupa novel maupun cerpen. Beberapa karya yang sudah ditulis oleh Ahmad Tohari adalah Kubah (1980), Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari 1

2 2 (1985), Jentera Bianglala (1986), Di Kaki Bukit Cibalak (1986), kumpulan cerpen Senyum Karyamin (1989), Bekisar Merah (1993), Belantik (2001), Orang-Orang Proyek (2002), dan kumpulan cerpen Rusmi Ingin Pulang (2004). Karya-karya tersebut menunjukkan keaktifan Ahmad Tohari dalam dunia sastra tanah air. Terlebih lagi, karya-karya Ahmad Tohari sering mendapatkan penghargaan. Di antaranya adalah novel Kubah yang memenangi hadiah Yayasan Buku Utama (1981), kemudian Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala pada tahun Novel Di Kaki Bukit Cibalak memenangi hadiah Sayembara Mengarang Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun Secara tidak langsung, penghargaan-penghargaan yang telah diperoleh oleh pengarang kelahiran Banyumas ini melegitimasi kepiawaiannya dalam dunia sastra Indonesia. Ahmad Tohari memiliki ciri khas dalam menulis karya-karyanya. Karya-karya fiksi Ahmad Tohari memiliki ciri khas dengan mengusung tema tentang kehidupan masyarakat pedesaan. Tema ini digunakan Ahmad Tohari untuk mengisahkan permasalahan-permasalahan nasional yang terjadi di Indonesia. Novel Kubah adalah salah satu karya Ahmad Tohari yang menonjolkan sisi masyarakat desa dalam menghadapi konflik nasional di Indonesia, yaitu peristiwa G30S. Peristiwa G30S merupakan peristiwa penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Peristiwa yang diawali dengan pembunuhan tujuh jenderal TNI Angkatan Darat ini berakhir pada penangkapan orang-orang yang beridentitas sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemerintah Indonesia mengadakan penangkapan dan pembunuhan

3 3 dalam skala nasional terhadap orang-orang PKI. Oleh karena itu, peristiwa G30S menjadi sebuah tragedi mengerikan bagi seluruh masyarakat Indonesia pada masa itu. Sebagai sebuah novel yang ditulis pada tahun 1979 dan mengambil latar belakang peristiwa G30S, novel Kubah memunculkan banyak persepsi di kalangan pembaca. Beberapa pembaca menganggap bahwa konten novel Kubah terlalu menyudutkan pihak yang bergabung dalam partai komunis dan membela orang-orang militer melalui tokoh-tokoh rekaannya sehingga ada yang menganggap novel Kubah adalah novel pesanan pemerintah 1. Di sisi lain, novel Kubah mendapat penghargaan sebagai novel terbaik Yayasan Buku Utama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (1981) dan mendapat pujian dari Gus Dur sebagai sebuah karya yang memuat gagasan besar tentang rekonsiliasi pasca-1965 yang ditulis paling awal, yaitu sekitar tahun Kehadiran novel Kubah yang memunculkan kontradiksi pada kalangan pembaca menjadikan novel Kubah ini lebih menarik untuk dikaji dibanding novel-novel lain yang memiliki latar belakang cerita yang sama, yaitu peristiwa G30S. Misalnya, novel Amba karya Laksmi Pamuntjak dan Pulang karya Laila S. Chudori yang lebih menyoroti nasib orang-orang yang dekat atau menjadi anggota komunis tanpa menyoroti latar belakang terjadinya peristiwa G30S secara keseluruhan dan tidak melibatkan golongan muslim dalam tokoh rekaannya seperti yang dilakukan oleh Ahmad Tohari dalam menarasikan kisah tokoh-tokohnya di novel Kubah. Padahal, golongan muslim memiliki peran yang cukup dominan dalam proses terjadinya peristiwa G30S. 1 Termuat dalam

4 4 Penarasian novel Kubah diambil dari perspektif kehidupan Karman, seorang bekas tahanan politik di Pulau Buru. Secara mengalir Kubah menghadirkan kilas balik kehidupan Karman sebelum dia tertangkap dan dipenjara di Pulau Buru selama 12 tahun lamanya. Proses pengisahan kehidupan Karman sebelum menjadi tahanan Pulau Buru mengalir dengan penuh intrik politik. Dinarasikan dengan jelas perjalanan hidup Karman sedari kecil hingga menjadi tahanan politik di Pulau Buru. Dari perjalanan kisah hidup Karman, tampak beberapa ideologi yang terbentuk dalam struktur masyarakat yang terwakili oleh setiap tokoh dalam novel Kubah. Antara ideologi yang satu dengan ideologi yang lain berusaha untuk saling mendominasi satu sama lain. Persoalan kultural menjadi bagian yang tak terelakkan dalam proses dominasi antar-ideologi yang terjadi dalam struktur masyarakat yang dihadirkan pada novel Kubah. Gagasan-gagasan dan opini-opini tidak lahir begitu saja dari otak individual, melainkan punya pusat informasi, iradiasi, penyebaran, dan persuasi (Faruk, 2010: 132). Ide-ide tentang sebuah ideologi tidak dapat dilepaskan dari praktik-praktik kultural dalam hal penyebaran dan persuasinya. Puncak dari keberhasilan upaya penyebaran dan persuasi tersebut dikenal sebagai hegemoni. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti memutuskan untuk meneliti novel Kubah karya Ahmad Tohari dengan teori hegemoni Gramsci. Peneliti menemukan formasi ideologi beserta proses dialektika yang terjadi antarideologi dalam novel Kubah. Antarideologi dalam novel Kubah mengalami konflik dalam upaya diseminasi dan persuasi gagasan dalam struktur masyarakat. Dalam proses dialektika ideologi yang terjadi dalam novel Kubah, pengarang tampak berusaha menunjukkan

5 5 proses negosiasi ideologi pasca-peristiwa G30S terjadi melalui hubungan Karman dengan warga Desa Pegaten selepas pulang dari Pulau Buru. Peneliti menganalisis hubungan proses negosiasi ideologi yang ditunjukkan warga Desa Pegaten kepada tokoh Karman dengan latar belakang Ahmad Tohari sebagai warga Indonesia yang beragama muslim dan berprofesi sebagai penulis novel. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: a. identifikasi formasi ideologi dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari; b. negosiasi ideologi dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Secara teoretis, penelitian ini akan melakukan identifikasi formasi ideologi dan menganalisis negosiasi ideologi yang terdapat dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Adapun tujuan praktis penelitian ini adalah memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang proses hegemoni dalam karya sastra yang terjadi pasca-peristiwa G30S beserta konflik-konflik yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa G30S. Peneliti juga bermaksud untuk mengungkap peran gagasan pengarang yang menjadi tujuan utama terciptanya novel Kubah ini.

6 6 1.4 Tinjauan Pustaka Berdasarkan hasil penelusuran peneliti terkait penelitian sebelumnya, ditemukan beberapa penelitian yang setema. Penelitian-penelitian inilah yang digunakan oleh peneliti sebagai bagian dari pijakan pustaka dalam penelitian ini. Berikut adalah beberapa tulisan yang telah ditemukan oleh peneliti terkait objek dan teori yang digunakan oleh peneliti. Skripsi berjudul Proses Rekonsiliasi dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra oleh Purnomo Agus (2008) dari Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Skripsi ini menganalisis novel Kubah berdasarkan tinjauan ilmu sosiologi dengan asumsi bahwa karya sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat. Peneliti melakukan analisis empat macam proses rekonsiliasi, yaitu rekonsiliasi dalam keluarga, rekonsiliasi dalam masyarakat, rekonsiliasi umat beragama, dan rekonsiliasi mantan tahanan politik. Skripsi ini menggunakan objek kajian yang sama dengan penelitian ini, yaitu novel Kubah. Akan tetapi, skripsi ini lebih fokus pada kajian tekstual berdasarkan teori sosiologi sastra sedangkan penelitian ini menggunakan teori hegemoni Gramsci. Selain itu, ada skripsi yang ditulis oleh Arini Sucihati (2012) yang berjudul Novel Incest karya I Wayan Artika: Kajian Hegemoni Gramscian. Skripsi ini menjelaskan formasi ideologi yang terdapat dalam novel Incest karya I Wayan Artika. Peneliti menjelaskan bahwa dalam novel Incest terdapat ideologi feodalisme, patriarkat, otoriterisme, feminisme, rasialisme, dan kapitalisme. Setiap ideologi memiliki korelasi satu dengan lain dalam novel Incest. Berdasarkan hasil analisis,

7 7 terdapat ideologi dominan, yaitu feodalisme, kapitalisme, dan otoriterisme, sedangkan ideologi subaltern adalah ideologi rasionalisme. Peneliti menemukan ideologi feminisme yang kuat direpresentasikan oleh pengarang, I Wayan Artika, dalam novel Incest melalui tokoh Geo dan Bulan. Skripsi ini menggunakan teori yang sama dengan penelitian ini tetapi memiliki objek kajian yang berbeda. Tesis berjudul Aspek Kejiwaan dan Nilai Pendidikan dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari (Pendekatan Psikologi Sastra dan Nilai Pendidikan) (2013) tulisan M. Riyanto S dari Universitas Negeri Surakarta. Tesis ini memiliki 4 tujuan, yaitu menjelaskan proses kreatif Ahmad Tohari saat mengarang novel Kubah; menjelaskan struktur novel Kubah, meliputi tema, penokohan dan perwatakan, latar, dan alur; mendeskripsikan aspek kejiwaan tiap tokoh dengan teori kebutuhan bertingkat Abraham Maslow; dan mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Peneliti menemukan 4 tahap proses kreatif Ahmad Tohari saat mengarang novel Kubah, yaitu tahap persiapan, tahap inkubasi, tahap iluminasi, dan tahap verifikasi. Berdasarkan hasil analisis, struktur novel Kubah meliputi: tema ketuhanan, penokohan, dan perwatakan Karman sebagai tokoh bulat, latar tempat berupa Desa Pegaten tahun , dan alur sorot balik. Aspek kejiwaan tokoh Karman menunjukkan bahwa perubahan emosi yang terjadi pada diri Karman dalam proses pemenuhan kebutuhan bertingkatnya (kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta, harga diri, dan aktualisasi diri) dipengaruhi oleh faktor stimulus eksternal, motif, dan lingkungan. Nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Kubah adalah nilai pendidikan agama, moral, dan sosial

8 8 budaya. Tesis ini menggunakan objek kajian yang sama dengan penelitian ini, yaitu novel Kubah, tetapi menggunakan teori yang berbeda, yaitu teori psikologi sastra tentang kebutuhan bertingkat Adam Maslow. Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, diketahui bahwa novel Kubah karya Ahmad Tohari belum dianalisis dengan kajian hegemoni Gramsci sehingga perlu diadakan penelitian dengan objek novel tersebut. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan pembaca terkait negosiasi ideologi pada era Orde Lama dan Orde Baru. 1.5 Landasan Teori Karya sastra hadir tidak dalam kondisi kosong. Ada kondisi yang melatarbelakangi munculnya karya sastra. Sastra menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial (Damono, 1979: 1). Karya sastra menjadi cermin kehidupan masyarakat dalam bentuk cerita rekaan yang imajinatif. Tokoh-tokoh imajinatif diciptakan oleh pengarang dengan alur dan latar cerita tertentu untuk menyampaikan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan nyata secara koheren dan fiktif. Karya sastra menghadirkan sebuah kompleksitas realitas kehidupan manusia di dalam masyarakat. Akan tetapi, hubungan antara karya sastra dengan kehidupan manusia dalam masyarakat tidak dapat dipahami secara langsung. Oleh karena itu, karya sastra biasanya dianggap sebagai sebuah produk yang tidak mempunyai otonomi dan tidak mempunyai sifat formatif terhadap masyarakat. Meskipun begitu, Gramsci berpikir berbeda. Gramsci mengakui bahwa karya sastra memiliki fungsi

9 9 otonom dan formatif terhadap masyarakat. Teori yang demikian terutama ditemukan dalam teori kultural/ideologis general Gramsci yang kemudian diterapkan dalam sastra (Faruk, 2010: 130). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan empat konsep dasar Gramsci, yaitu hegemoni, ideologi, kaum intelektual, dan negara integral Hegemoni Hegemoni merupakan istilah yang digunakan oleh Gramsci untuk menggambarkan bahwa dominasi satu kelas atas kelas yang lain disebabkan secara ideologis dan politis (Kamus Sosiologi, 2010: 253). Untuk itu, suatu kelompok harus mendapatkan persetujuan dari kelompok lain. Untuk mendapatkan persetujuan tersebut, kelompok kelas hegemonik harus bisa mengakomodasi kepentingan kelompok lain sehingga terbentuklah aliansi kekuatan secara politis dan ideologis. Dalam catatannya terhadap karya Machiavelli, The Prince (Sang Penguasa), Gramsci menggunakan mitologi Yunani, makhluk centaur yaitu makhluk setengah binatang dan setengah manusia, sebagai simbol perspektif ganda suatu tindakan politik kekuatan dan konsensus, otoritas dan hegemoni, kekerasan dan kesopanan (Simon, 2004: 19). Oleh karena itu, paksaan politik (coercion) tetap ada, tetapi ideologi tetap memiliki peran yang lebih signifikan untuk mendapatkan persetujuan sadar (consent) dari kelas yang didominasi. Hanya saja, proporsi antara paksaan dan persetujuan sadar bersifat variatif, tergantung dengan kondisi tiap-tiap masyarakat. Bagi Gramsci, negara merupakan instrumen utama kekuatan koersif. Dominasi ideologi pada akhirnya mendapatkan persetujuan sadar dari lembaga-lembaga masyarakat sipil, seperti keluarga, gereja, dan serikat buruh. Hegemoni tidak akan

10 10 pernah selesai dan semakin dominan masyarakat sipil, semakin besar pula dominasi ideologi. Namun, tidak selamanya masyarakat sipil selalu menyetujui hegemoni utama yang diciptakan oleh negara. Ketidaksetujuan tersebut dapat menciptakan hegemoni alternatif (counter-hegemony). Masyarakat sipil menjadi sebuah wadah untuk menyusun dan membangun sebuah hegemoni alternatif (counter-hegemony). Dalam proses pencapaian hegemoni, ada tiga kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan pertama adalah masyarakat akan terhegemoni secara dominan oleh hegemoni utama. Kedua, masyarakat akan menegosiasi hegemoni utama berdasarkan kebudayaan yang dimilikinya. Ketiga, masyarakat akan melakukan perlawanan (resistensi) terhadap hegemoni dominan karena berlawanan dengan kebudayaan yang diyakini Ideologi Menurut Kamus Sosiologi (2010: ), istilah ideologi telah digunakan dalam tiga pengertian penting: (1) merujuk pada keyakinan tertentu, (2) merujuk pada keyakinan yang terdistorsi atau palsu dalam beberapa pengertian, (3) merujuk pada serangkaian keyakinan yang meliputi segala hal, mulai dari pengetahuan ilmiah, agama hingga keyakinan sehari-hari yang berkenaan dengan perilaku yang pantas, terlepas dari benar atau salah. Dalam perkembangannya, ideologi biasanya diartikan secara sempit sebagai sistem ide, seperti ideologi liberalis, komunis, ataupun sosialis. Namun, Gramsci menganggap bahwa ideologi tidak hanya sebuah sistem ide. Ideologi berfungsi untuk mengatur manusia dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak mendapatkan kesadaran tentang posisinya, dan perjuangan mereka.

11 11 Ideologi terwujud dalam cara hidup kolektif masyarakat. Dapat dikatakan bahwa ideologi bukanlah sesuatu yang berada di luar aktivitas praktis manusia, melainkan mempunyai eksistensi materialnya dalam berbagai aktivitas praktis tersebut. Ideologi memberikan berbagai aturan bagi tindakan praktis serta perilaku moral manusia, dan ekuivalen dengan agama dalam makna sekulernya, yaitu pemahaman antara konsepsi dunia dan norma tingkah laku (Simon, 2004: 84). Oleh karena itu, Gramsci berpandangan bahwa ideologi mengandung empat elemen, yaitu elemen kesadaran, elemen material, elemen solidaritas-identitas, dan elemen kebebasan. Pertama, elemen kesadaran menunjukkan bahwa ideologi memberi tempat kepada manusia untuk bergerak dan mendapatkan kesadaran atas posisi mereka, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, maupun perjuangan untuk menjadi kelas hegemoni. Titik mula kesadaran adalah pemikiran awam (common sense). Pemikiran awam atau common sense bersumber dari berbagai kejadian masa lalu yang dialami oleh masyarakat yang turut serta membentuk cara berpikir dan kebiasaan masyarakat dalam menerima ketidakadilan, kekuasaan, produk hukum alam, penindasan, dan kehendak Tuhan. Simon (2004: 27) mengutarakan bahwa Gramsci menggunakan istilah pemikiran awam (common sense) untuk menunjukkan cara orang awam yang tidak kritis dan tidak sadar dalam memahami dunia. Common sense menjadi landasan dibangunnya ideologi sekaligus juga menjadi tempat perlawanan terhadap ideologi. Elemen kedua adalah elemen material yang merupakan wujud dari eksistensi material dalam berbagai aktivitas praktis dan menjelma menjadi gaya hidup kolektif

12 12 masyarakat. Ideologi bukanlah fantasi atau angan-angan seseorang, tetapi menjelma dalam cara hidup kolektif masyarakat (Simon, 2004: 84). Ideologi menjelma dalam lembaga, ataupun organisasi di tempat praktik sosial berlangsung, misalnya dalam partai politik, serikat dagang, masyarakat sipil, aparat negara, perusahaan komersial, atau lembaga keuangan. Ideologi mewujud dalam struktur kehidupan masyarakat dalam kelompok sosialnya. Gramsci berpikir bahwa manusia adalah pencipta sejarah (manusia historis) karena manusia harus berada dalam konteks historis tertentu. Pencipta sejarah bukan suatu aktivitas ideologi, melainkan tindakan praktis. Tindakan praktis itu dapat menjelma dalam cara hidup kolektif dan sekaligus dapat menjadi wujud pemecahan persoalan secara spesifik, langsung, dan nyata yang dihadapi oleh kelas. Elemen ketiga adalah elemen solidaritas-identitas yang menjadi bukti bahwa ideologi dapat mengikat dan berfungsi sebagai pondasi penyatuan sosial berbagai kelompok yang berbeda ke dalam satu wadah. Menurut Gramsci, ideologi tidak bisa dinilai dari kebenaran atau kesalahannya, tetapi harus dinilai dari kemanjurannya dalam mengikat berbagai kelompok sosial yang berbeda-beda ke dalam satu wadah, dan dalam peranannya sebagai pondasi atau agen proses penyatuan (Simon, 2004: 86 87). Kelompok-kelompok lain dapat diikutsertakan, termasuk ideologinya, guna mendapatkan dukungan. Secara tidak sadar, ada pluralitas ideologi di dalam masyarakat karena terdapat berbagai kelompok sosial. Proses perangkulan berbagai kelompok sosial dalam upaya penyusunan ideologi baru tidak harus menyingkirkan semua sistem ideologi yang berbeda, tetapi justru melakukan transformasi ideologi

13 13 dengan mempertahankan dan menyusun kembali beberapa unsur yang paling tangguh. Elemen keempat adalah elemen kebebasan. Ideologi mampu mewujudkan kebebasan maksimal kepada individu untuk merealisasikan dirinya. Elemen kebebasan dalam ideologi memberikan peluang kepada masyarakat untuk menyadari ketertindasan dan mengarahkan aksi masyarakat demi menghilangkan penindasan melalui perjuangan ideologis. Perjuangan ideologis ini berjalan seiring dengan perjuangan politik, yaitu untuk membangun kehendak kolektif nasional rakyat (Simon, 2004: 89). Ideologi memberikan nilai-nilai pembebasan kepada mereka yang merasa terjajah. Formasi ideologi dapat ditelusuri melalui elemen material. Setelah itu, pengkajian dapat dilanjutkan dengan mencari hal-hal yang berkaitan dengan elemen kesadaran, elemen solidaritas-identitas, dan elemen kebebasan. Keempat elemen tidak harus muncul bersamaan. Namun, elemen material, berwujud berbagai aktivitas praktis dan terjelma dalam kehidupan keseharian, cara hidup kolektif masyarakat, lembaga, serta organisasi tempat praktik sosial berlangsung, dan menjadi syarat wajib dalam analisis Kaum Intelektual Penyebaran ideologi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan melalui lembaga-lembaga sosial tertentu yang menjadi pusatnya, misalnya bentuk-bentuk sekolahan dan pengajaran, sifat-sifat kelompok sosial yang dominan, kematangan dan ketidakmatangan relatif bahasa nasional, dan sebagainya. Pada praktiknya, lembaga-

14 14 lembaga sosial yang menjadi pusat dalam struktur masyarakat dipegang oleh kaum intelektual. Semua manusia mempunyai potensi untuk menjadi kaum intelektual, sesuai dengan kecerdasan yang dimiliki, dan dalam cara menggunakannya (Gramsci, 2013: 3). Namun, tidak semua orang memiliki fungsi intelektual. Kaum intelektual dalam konsep Gramsci ada dua, yaitu intelektual organik dan intelektual tradisional. Intelektual organik merupakan para intelektual yang tidak sekadar menjelaskan kehidupan sosial dari luar berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah, tetapi juga memakai bahasa kebudayaan guna mengekspresikan perasaan dan pengalaman nyatanya tidak bisa diekspresikan oleh masyarakat. Sementara itu, intelektual tradisional lebih terikat pada dinamika alat produksi yang ada dalam masyarakat. Meskipun terpisah, secara historis keduanya dapat saling bertumpang tindih. Pengarang menjadi bagian dari kaum intelektual organik yang secara sadar atau tidak sadar ikut menyampaikan aspirasi dan ideologi mereka dalam masyarakat melalui pandangan dunia pengarang. Sastra menjadi revolusioner saat menunjukkan pandangan dunia yang berasal dari sisi-sisi ruang batin manusia yang diperbaharui. Oleh karena itu, Gramsci menilai bahwa sastra harus diberi otonomi dalam hal berpolitik karena kemunculan sastra bersifat spontan dan tidak mungkin dipaksakan Negara Integral Bagi Gramsci, dalam wilayah negara terdapat dua masyarakat, yaitu masyarakat sipil dan masyarakat politik. Masyarakat sipil terdiri atas lapisan masyarakat yang memegang struktur di bawah pemerintahan. Masyarakat sipil bergerak di berbagai lembaga nonpemerintahan seperti sekolah, gereja, lembaga

15 15 kebudayaan, dan sebagainya. Berbeda dengan masyarakat sipil, masyarakat politik merupakan masyarakat yang memegang peranan di lapisan superstruktur. Masyarakat politik memegang peranan di lembaga pemerintahan dan memiliki kekuasaan secara institusional untuk memberikan perintah kepada masyarakat sipil. Lembaga pemerintahan yang lazimnya dipegang oleh masyarakat politik adalah militer, pengadilan, birokrasi, dan pengadilan. Masyarakat politik dan masyarakat sipil merupakan dua elemen yang membentuk negara integral. Negara integral menjalankan kekuasaannya melalui dua aspek, yaitu aspek kekerasan (koersi) dan aspek hegemoni. Aspek kekerasan (koersi) digunakan negara integral untuk memaksa elemen masyarakat yang tidak dapat mematuhi peraturan-peraturan yang dihegemonikan melalui lembaga-lembaga masyarakat seperti pendidikan, agama, penerbitan, media, budaya, dan sebagainya. Aspek hegemoni digunakan untuk menginternalkan kepemimpinan negara integral di seluruh lapisan masyarakat dan bergerak di alam kesadaran budaya masyarakat. Jadi, negara integral merupakan negara yang melakukan hegemoni dan dilapisi dengan koersi. Namun, negara integral berbeda dengan negara totaliter. Negara totaliter tidak ada unsur sukarela tetapi sebagai paksaan, sementara negara integral masih menyediakan peluang untuk menghasilkan persetujuan sadar (consent) yang sukarela dan tanpa paksaan (Arief dan Patria, 2009: 144).

16 Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara untuk memperoleh pengetahuan mengenai objek tertentu dan, karenanya, harus sesuai dengan kodrat keberadaan objek itu sebagaimana yang dinyatakan oleh teori (Faruk, 2012: 55). Penggunaan teori untuk mengkaji objek harus terbangun dalam satu kesatuan konseptual yang terpadu dan sistematik. Metode penelitian pun dirancang guna menciptakan kesatuan konseptual yang terpadu dan sistematis dalam sebuah penelitian. Peneliti menggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini. Metode kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, dan pada suatu konteks khusus yang alamiah (Moeleong, 2006: 6). Metode ini berguna untuk mendeskripsikan formasi ideologi dalam novel Kubah, negosiasi ideologi, dan latar belakang Ahmad Tohari sebagai seorang muslim dan berprofesi sebagai pengarang novel Kubah. Objek material penelitian ini adalah novel Kubah dan dikaji dengan teori hegemoni Gramsci sebagai objek formalnya. Untuk mempermudah penelitian ini, peneliti membagi penelitian ini menjadi tiga tahap, yaitu tahap penentuan objek kajian, tahap analisis data, dan tahap penyajian data. Berikut adalah desain langkah kerja yang dilakukan peneliti dalam proses penelitian dari awal hingga akhir.

17 17 1. Menetapkan objek penelitian, yaitu novel Kubah karya Ahmad Tohari sebagai objek material dan teori hegemoni Gramsci sebagai objek formalnya. 2. Menentukan masalah pokok penelitian, yaitu identifikasi formasi ideologi dan negosiasi ideologi yang terdapat dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. 3. Melakukan pembacaan berulang-ulang terhadap novel Kubah untuk mendapatkan data yang diperlukan dan pemahaman yang menyeluruh. 4. Melakukan studi pustaka dengan mencari, mengumpulkan, dan memperlajari bahan-bahan yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. 5. Melakukan wawancara dengan Ahmad Tohari dari tanggal April 2014 di Banyumas. 6. Melakukan identifikasi formasi ideologi dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. 7. Melakukan analisis negosiasi ideologi yang terdapat dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Peneliti kemudian menganalisis hubungan latar belakang historis Ahmad Tohari sebagai pengarang dengan negosiasi ideologi yang terdapat dalam novel Kubah untuk mengetahui maksud pengarang mengarang novel Kubah. 8. Menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan hasil analisis.

18 Sistematika Laporan Penelitian Penelitian ini disajikan dalam empat bab. Berikut adalah empat bab yang akan hadir dalam penelitian ini. Bab I berisi pendahuluan yang berupa latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika laporan penelitian. Bab II berisi analisis formasi ideologi yang terdapat dalam novel Kubah. Bab III berisi analisis negosiasi ideologi yang terdapat dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Bab IV berisi kesimpulan.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu wujud karya seni yang bermedium bahasa. Menurut Goldmann (1977:

BAB I PENDAHULUAN. salah satu wujud karya seni yang bermedium bahasa. Menurut Goldmann (1977: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan ciptaan sosial yang memunculkan sebuah gambaran (cermin) kehidupan. Kehidupan itu merupakan suatu kenyataan sosial yang mencakup hubungan antarmasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan ekspresi yang kreatif dari sebuah ide, pikiran, atau perasaan yang telah dialami oleh seseorang dan diungkapkan melalui bahasa. Sastra adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengarang selalu hadir dalam karya yang diciptakan dengan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Pengarang selalu hadir dalam karya yang diciptakan dengan seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengarang selalu hadir dalam karya yang diciptakan dengan seluruh kemanusiannya, baik suka dan dukanya, impian dan batu tarungnya, maupun sukses dan kegagalannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan karya sastra diciptakan adalah untuk dipahami, dinikmati, dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan karya sastra diciptakan adalah untuk dipahami, dinikmati, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan karya sastra diciptakan adalah untuk dipahami, dinikmati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diistilahkan dengan proses cerita, proses narasi, narasi atau cerita berplot. Prosa

BAB I PENDAHULUAN. diistilahkan dengan proses cerita, proses narasi, narasi atau cerita berplot. Prosa BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Dunia kesusastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre lain. Prosa fiksi atau cukup disebut karya fiksi bisa juga diistilahkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karya sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karya sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Selain dianggap sebagai kekuatan fiktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu bentuk kreativitas pengarang yang di dalamnya mengandung ungkapan perasaan dan pikiran pengarang yang bersumber dari realitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak sekadar merealisasikan kata-kata, melainkan dengan sendirinya kata-kata itu mengandung

BAB I PENDAHULUAN. tidak sekadar merealisasikan kata-kata, melainkan dengan sendirinya kata-kata itu mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah proyeksi kenyataan yang diramu dengan menggunakan daya imajinasi pengarang dan disampaikan melalui media bahasa. Dalam wujudnya, bahasa tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menhadi objek penelitian ialah tokoh. Tokoh merupakan satu bagian

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menhadi objek penelitian ialah tokoh. Tokoh merupakan satu bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra ialah proyeksi kenyataan yang diramu dengan menggunakan daya imajinasi pengarang dan disampaikan melalui media bahasa dan mengandung unsur-unsur yang membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Sastra dan manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra muncul sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel. BAB VIII KESIMPULAN Puisi Maḥmūd Darwīsy merupakan sejarah perlawanan sosial bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel yang menduduki tanah Palestina melalui aneksasi. Puisi perlawanan ini dianggap unik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren,

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dan bahasa merupakan dua bidang yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1990:218).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra lahir dari luapan pengarang, jiwa pengarang berupaya menangkap gejala di dunia sekitarnya lalu diekspresikan melalui gagasan. Gagasan-gagasan tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang pengarang terhadap lingkungan sosial budaya melalui media bahasa. Karya sastra ini hadir sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sebuah hasil ciptaan manusia. Sastra tumbuh dan berkembang karena peranan manusia. Pengarang sebagai pencipta tentu saja memiliki latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. pengaruh kapitalisme guna mewujudkan revolusi sosialis di Indonesia, berangkat dari

BAB V. Penutup. pengaruh kapitalisme guna mewujudkan revolusi sosialis di Indonesia, berangkat dari BAB V Penutup 5.1. Kesimpulan PKI lahir sebagai organisasi kepartaian yang memiliki banyak tujuan. Di samping untuk menguasasi politik domestik negara, PKI juga memiliki misi untuk menghapus pengaruh kapitalisme

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 27 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Objek penelitian, dalam hal ini karya sastra, memiliki banyak dimensi, banyak aspek, dan unsur. Untuk memahaminya secara lengkap diperlukan teori dan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cuarahan hati pengarang. Cara pengarang menghadirkan tokoh merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. cuarahan hati pengarang. Cara pengarang menghadirkan tokoh merupakan hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra memiliki fungsi sesuai sifatnya. Konsep dan fungsi sastra tidak banyak berubah. Karya sastra sebagai proses kreatif yang dimunculkan oleh pengarang, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI. memuat serangkaian peristiwa yang dijalin dan disajikan secara kompleks. Novel

BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI. memuat serangkaian peristiwa yang dijalin dan disajikan secara kompleks. Novel BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Novel Tapol merupakan salah satu prosa fiksi atau cerita rekaan yang memuat serangkaian peristiwa yang dijalin dan disajikan secara kompleks. Novel ini sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran pengarang, tentu pengarang sebagai Tuhan kecil dalam dunianya memiliki gugusan ide yang direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengkaji karya sastra dengan cara menghubungkannya dengan aspek-aspek sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. mengkaji karya sastra dengan cara menghubungkannya dengan aspek-aspek sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan sosiologi adalah dua bidang ilmu yang berbeda, tetapi mampu menjadi bidang ilmu baru yaitu sosiologi sastra. Sosiologi sastra berarti mengkaji karya sastra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah.

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada diri pembaca. Karya juga merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. karena sastra diproduksi dan distrukturisasi dari berbagai perubahan realitas tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI. karena sastra diproduksi dan distrukturisasi dari berbagai perubahan realitas tersebut. BAB II LANDASAN TEORI Sastra dan realitas sosial masyarakat menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena sastra diproduksi dan distrukturisasi dari berbagai perubahan realitas tersebut. Realitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang estetik. Sebuah karya sastra menjadi cermin kehidupan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI

REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI Bangga Pramesti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI bangga_108@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegigihan adalah semangat pantang menyerah yang harus dimiliki untuk mencapai kesuksesan. Setiap manusia harus dapat membiasakan diri melihat setiap masalah yang muncul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua penelitian ilmiah dimulai dengan perencanaan yang seksama, rinci, dan mengikuti logika yang umum, Tan (dalam Koentjaraningrat, 1977: 24). Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Unsur Pembangun Novel Novel merupakan sebuah karya seni yang mampu menghadirkan hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan juga pengalaman yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari daya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam sebuah wadah. Sastra sendiri adalah bentuk rekaman dari bahasa yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah seni yang banyak memanfaatkan simbol atau tanda untuk mengungkapkan dunia bawah sadar agar kelihatan nyata dan lebih jelas, pengarang menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas sosial. Dalam pengertian ini, keterlibatan pengarang dalam menciptakan karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang melingkupinya. Persoalan-persoalan ini bila disatukan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang melingkupinya. Persoalan-persoalan ini bila disatukan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani kehidupannya selalu dihadapkan pada berbagai persoalan yang melingkupinya. Persoalan-persoalan ini bila disatukan tidak hanya terbatas pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai monolog Marsinah Menggugat sudah dilakukan sebelumnya oleh peneliti terdahulu. Penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain itu sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang mengekspresikan pikiran, gagasan maupun perasaannya sendiri tentang kehidupan dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesusastraan ditulis karena motivasi manusia mengekspresikan dirinya sendiri dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi cipta, rasa, dan karsa manusia tentang kehidupan. Refleksi cipta artinya karya sastra merupakan hasil penciptaan yang berisi

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NANANG FEBRIANTO F. 100 020 160 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. Ungkapan tersebut berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, dan keyakinan dalam suatu kehidupan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membaca karya sastra sama dengan mencermati permasalahan atau problem-problem sosial yang sering terjadi di dalam masyarakat. Permasalahan yang terdapat dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah suatu tulisan yang memiliki keindahan yang luar biasa karena menggambarkan tentang kehidupan. Seseorang yang berjiwa sastra akan menghasilkan suatu karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fast food adalah sebuah istilah yang digunakan secara umum untuk menggambarkan konsep mengenai industri restoran layanan cepat saji. Pada awalnya, fast food yang berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjelas kalimat pada peristiwa itu terjadi. Tidak hanya keterangan waktu

BAB I PENDAHULUAN. penjelas kalimat pada peristiwa itu terjadi. Tidak hanya keterangan waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterangan waktu dalam kumpulan cerpen sebagai penunjuk atau penjelas kalimat pada peristiwa itu terjadi. Tidak hanya keterangan waktu saja yang terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita melihat dari sisi pandang seorang penikmat sastra tulis. Cerpen ataupun

BAB I PENDAHULUAN. kita melihat dari sisi pandang seorang penikmat sastra tulis. Cerpen ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Konteks penelitian Sejak masa dulu media selalu menjadi sarana penyampaian yang efektif bagi sebuah pesan. Media mengalami perkembangan pesat setelah era reformasi. Hal ini terbukti

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dalam novel-novel yang ditulis oleh para pengarang yang berasal. dari Jawa. Deskripsi warna lokal Jawa dalam novel Indonesia terdiri

BAB V PENUTUP. dalam novel-novel yang ditulis oleh para pengarang yang berasal. dari Jawa. Deskripsi warna lokal Jawa dalam novel Indonesia terdiri 264 BAB V PENUTUP 5. 1 Kesimpulan Warna lokal Jawa, dalam novel Indonesia periode 1980 1995, cukup banyak dan dominan. Warna lokal tersebut tersebar dalam novel-novel yang ditulis oleh para pengarang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati dan dipahami serta dimanfaatkan oleh masyarakat pembaca. Karya sastra memberikan kesenangan dan pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra dijadikan sebagai pandangan kehidupan bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua orang, khususnya pecinta sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajiner menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan,

BAB I PENDAHULUAN. imajiner menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sejarah konvensional, paparan yang analitis harus digunakan untuk. memberikan nilai lebih bagi penulisan sejarah modern.

BAB II LANDASAN TEORI. sejarah konvensional, paparan yang analitis harus digunakan untuk. memberikan nilai lebih bagi penulisan sejarah modern. BAB II LANDASAN TEORI Penelitian dan penulisan sejarah yang baik menurut sejarawan melengkapi dirinya dengan teori dan metodologi sejarah selain historiografi yang menyajikan cerita sejarah sebagai uraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puisi antara lain Oidipus, Hamlet, Mahabaratha, Ramayana, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puisi antara lain Oidipus, Hamlet, Mahabaratha, Ramayana, dan sebagainya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra dari berbagai macam karya sastra yang ada. Dalam perkembangannya, puisi mengalami pasang surut sesuai pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai keindahan. Sebuah karya sastra bukan ada begitu saja atau seperti agak dibuat-buat

Lebih terperinci