Jl. M. Walanda Maramis No. 31, Cengklik, Surakarta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jl. M. Walanda Maramis No. 31, Cengklik, Surakarta"

Transkripsi

1 Jurnal Permukiman Vol. 10 No. 1 Mei 2015 : PENGARUH PERKEMBANGAN PERMUKIMAN SWADAYA TERHADAP UPAYA PELESTARIAN CAGAR BUDAYA TAMANSARI Effect of Settlement Development Organization Heritage Preservation Efforts Against Tamansari Castle 1Indro Sulistyanto, 2 Eny Krisnawati, 3 Danarti Karsono 1,2,3 Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Jl. M. Walanda Maramis No. 31, Cengklik, Surakarta 1 indrosulistyanto@yahoo.co.id, 2 enykrisnawati4@yahoo.com, 3 danartikarsono@yahoo.com Abstrak Diterima : 04 September 2014; Disetujui : 19 Januari 2015 Situs Cagar Budaya Tamansari memiliki nilai sejarah yang tinggi, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan Kraton Yogyakarta, yang pada awalnya berperan sebagai tempat Raja dan Kerabat Kraton beristirahat dan mesanggrah (menenangkan pikiran). Permasalahan yang terjadi adalah sisa-sisa artefak yang ada bercampur-baur dengan perkembangan perumahan dan kegiatan usaha di sekitarnya, menurun eksistensinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran terhadap tingkat kerusakan yang terjadi pada artefak berupa elemen-elemen benda cagar budaya yang ada. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pisau analisis berupa kerangka gagasan pelestarian situs Cagar Budaya Tamansari yang kita pakai untuk menganalisis dan mensintesis tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh perkembangan permukiman swadaya yang tidak terkendali, dengan melakukan analisis terhadap variabel situs Cagar Budaya Tamansari terhadap variabel perkembangan permukiman swadaya di sekitarnya. Beberapa elemen-elemen peninggalan berupa artefak, masih dapat ditengarai dalam bentuk puing-puing yang tidak lagi utuh, keberadaannya masih sangat menunjang untuk memberikan gambaran situasi Kawasan Cagar Budaya Tamansari pada keadaan aslinya. Hasil akhir dari kegiatan penelitian menunjukkan adanya korelasi antara pergeseran perilaku masyarakat dalam pengembangan dan pembangunan permukiman swadaya terhadap upaya konservasi bangunan cagar budaya. Kata Kunci : Permukiman swadaya, perilaku masyarakat, konservasi, cagar budaya, Tamansari Abstract World Heritage Castle has a high historical value, as an integral part of the existence of Kraton, which initially serves as a king and Relatives Kraton rest and mesanggrah (calming the mind). The problem that occurs is the remnants of existing artifacts mingled with residential development and business activities in the vicinity, decreasing its existence. The purpose of this study was to obtain a picture of the level of damage to the artifacts in the form of elements of cultural heritage objects. The method used in this research is a qualitative descriptive analysis using a knife in the form of a framework heritage site preservation idea Castle that we use to analyze and synthesize the level of damage caused by the development of self uncontrolled settlements, with an analysis of the variables of the Castle Heritage sites variable nonresidential development in the vicinity. Some elements of heritage artifacts, still can be observed in the form of debris that is no longer intact, its presence is still very supportive to give a picture of the situation Cultural Reserve Castle to its original state. The final results of the research activities showed a correlation between the shift in the behavior of people in the development and construction of non-residential to conservation of heritage buildings. Keyword : Self-supporting settlement, behavior of society, conservation, cultural pledge, Tamansari PENDAHULUAN Berbagai upaya penataan bangunan dan lingkungan permukiman yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat yang bermukim (dan bergiat) di sekitar Cagar Budaya Tamansari-Kraton Yogyakarta, merupakan bagian utama dalam menemu-tunjukkan adanya korelasi antara perilaku masyarakat dalam pengembangan dan pembangunan permukiman, terhadap berbagai upaya konservasi yang telah, sedang dan akan dilaksanakan pada bangunan Cagar Budaya Tamansari-Kraton Yogyakarta. Pemahaman atas pergeseran perilaku ini akan sangat menentukan kesatuan proses yang nantinya perlu ditempuh dalam kesatuan penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan Cagar Budaya Tamansari- Kraton Yogyakarta (Soekiman, Djoko, Dkk. 1992/1993). Dalam konteks bangunan Cagar Budaya Tamansari, berbagai kerusakan yang terjadi baik karena alam 49

2 Pengaruh Perkembangan Permukiman (Indro Sulistyanto, Eny Krisnawati, Danarti Karsono) maupun ulah manusia, seolah memberi ruang yang lebih leluasa terjadinya intervensi bangunan dan lingkungan permukiman swadaya terhadap berbagai artefak yang mengalami kerusakan/ keruntuhan. Apabila pada awalnya permukiman yang tumbuh dan berkembang merupakan lingkungan yang diharapkan dapat menjadi penjaga bagi kelestarian artefak budaya Tamansari, semakin luntur oleh kebutuhan ruang untuk keperluan permukiman. Tanpa disadari ternyata telah terjadi pengikisan perilaku masyarakat yang bermukim saat ini (dan kemungkinan semakin kompleks di masa mendatang), dalam memandang keberadaan Cagar Budaya Gempa 27 Mei 2006 yang meruntuhkan berbagai bagian artefak budaya Tamansari, seolah mendorong dan memberi ruang gerak yang cukup leluasa bagi tumbuh dan berkembangnya ruang-ruang permukiman yang baru. Kondisi tersebut terlihat dari berbagai situs cagar budaya yang semakin terdesak untuk kepentingan permukiman dengan kegiatan usaha kerajinan batik, dan jenis kerajinan tangan berupa aksesoris ruangan terbuat dari batik sebagai cinderamata bagi wisatawan, merupakan salah satu usaha masyarakat yang terjadi pada beberapa bagian utama kawasan, seperti terlihat pada Gambar 2 dan Gambar 4. Kerusakan juga terlihat pada Gambar 1 yang menunjukkan keberadaan Gapura (Gerbang Masuk) menuju Pulau Cemethi, semakin tertutup oleh permukiman dan kegiatan usaha, dan sebagian besar bangunan Pulau Cemethi yang rusak dan mulai terdesak untuk permukiman, sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Gambar 1 Gapura (Gerbang Masuk) Menuju Pulau Cemethi, Semakin Tertutup Oleh Permukiman Dan Kegiatan Usaha Gambar 2 Kerajinan Batik Sebagai Salah Satu Usaha Masyarakat Sebagai Cinderamata Wisatawan Gambar 3 Bagian Bangunan Pulau Cemethi Yang Rusak (Sengaja Dirusak) Dan Mulai Terdesak Untuk Permukiman Gambar 4 Jenis Kerajinan Tangan yang Lain Berbagai Cinderamata Aksesoris Ruangan Terbuat dari Batik Pokok permasalahan yang melandasi penelitian ini adalah menurunnya kepedulian masyarakat di sekitarnya dalam melestarikan Cagar Budaya Tamansari Kraton Yogyakarta. Hipotesisnya adalah, degradasi kepedulian masyarakat telah menurunkan kualitas artefak Cagar Budaya Tamansari Kraton Yogyakarta. Adapun kegiatan penelitian ini bertujuan untuk dapat memperoleh gambaran tentang degradasi bangunan cagar budaya. Penelitian ini juga dikait-hubungkan dengan kejadian gempa bumi 27 Mei 2006, yang memberikan dampak pada beberapa kerusakan artefak, sehingga semakin memicu untuk dimanfaatkan sebagai pengembangan kegiatan permukiman swadaya oleh masyarakat di sekitarnya. Kegiatan penelitian ini disusun dengan melakukan korelasi antara beberapa parameter perkembangan permukiman di sekitar situs cagar budaya, terdiri atas : (1) kerangka umum pengembangan dan pembangunan permukiman, (2) kerangka pengembangan dan pembangunan permukiman di Kawasan Kraton, dan (3) pemberdayaan masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya yang secara utuh berkaitan dengan berbagai tatanan tradisional, dan nilai-nilai kesejarahan yang berkembang di sekitar Cagar Budaya Pada dasarnya pembangunan permukiman merupakan tanggung jawab bersama antara 50

3 Jurnal Permukiman Vol. 10 No. 1 Mei 2015 : pemerintah dan masyarakat, dalam bentuk tugas dan peran masing-masing secara seimbang. Pemerintah dalam hal ini memiliki peran yang lebih dominan dalam memfasilitasi dan memberikan mediasi, sedangkan masyarakat diharapkan dapat lebih bertanggung jawab secara penuh dalam memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal, terutama secara fisik. Prosedur penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar cagar budaya (apalagi yang telah ditetapkan dan dilindungi oleh Undang-Undang) disusun agar pelaksanaan kegiatan pembangunan dan perkembangan permukiman, dapat lebih memberi arti dengan menyentuh pada revitalisasi bangunan dan lingkungan permukiman yang memiliki karateristik spesifik baik dari tradisional, keeratannya dengan seni budaya, maupun kedekatannya dengan nilai-nilai kesejarahan dapat berjalan seiring dan serasi dengan berbagai upaya konservasi terhadap cagar budaya yang ada di sekitarnya dalam suatu konsep pembangunan yang berkelanjutan (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi DI Yogyakarta, 1999). Kerangka kegiatan penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar cagar budaya, dicapai melalui indikator kinerja : output, outcome, sehingga tidak terjadi tumpang-tindih kepentingan antara keduanya. Kondisi yang selama ini terjadi, menunjukkan bahwa percepatan pertumbuhan permukiman swadaya tidak dapat diimbangi dengan upaya konservasi yang dilakukan terhadap cagar budaya (Fakultas Teknik-UGM 1994/1995). Menurunnya kondisi cagar budaya, seolah menjadi peluang bagi permukiman swadaya untuk semakin mendesak benda cagar budaya yang ada di sekitarnya. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dengan melakukan kajian terhadap kondisi kontekstual atas keberadaan bangunan Cagar Budaya Tamansari, yang secara perlahan namun pasti dalam periodisasi tertentu mengalami berbagai kerusakan dan kemunduran fisik baik yang diakibatkan faktor usia, faktor alam, dan terutama intervensi kegiatan pembangunan permukiman swadaya yang ada di sekitarnya. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan super imposed perkembangan permukiman swadaya dan eksistensi artefak yang berada dalam kawasan Cagar Budaya Tamansari-Kraton Yogyakarta, dengan hipotesis, bahwa semakin menurunnya kualitas artefak cagar budaya karena terdesak oleh permukiman swadaya, mengindikasikan telah terjadi degradasi kepedulian masyarakat sekitar terhadap pelestarian Cagar Budaya Tamansari- Kraton Yogyakarta. Dalam melakukan analisis, eksistensi Cagar Budaya Tamansari-Kraton sangat dipengaruhi oleh perkembangan permukiman swadaya yang ada di sekitar artefak cagar budaya. Menurunnya kepedulian masyarakat yang bermukim di sekitar Cagar Budaya Tamansari-Kraton dalam mendukung upaya pelestarian, dilakukan dengan melakukan super imposed terhadap keberadaan Cagar Budaya Tamansari-Kraton terhadap permukiman swadaya di sekitarnya. Persentase tingat kerusakan artefak, akan menunjukkan penurunnya tingkat kepedulian masyarakat sekitar terhadap setiap upaya pelestarian cagar budaya, yang menjadi salah satu aset budaya terdekat dan memiliki nilai filosofi yang tinggi bagi keberadaan Kraton Yogyakarta Hadiningrat. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pengamatan yang dilakukan sebagai bagian dari proses penelitian, diperoleh gambaran atas Kawasan Cagar Budaya Tamansari, yang memperlihatkan semakin tenggelamnya berbagai artefak budaya di tengah lautan permukiman warga. Hampir sulit untuk dapat ditengarai lagi rentetan bangunan sebagai artefak budaya yang menghubungkan antara situs yang satu dengan situs yang lain, sebagai kerangka utuh keberadaan Cagar Budaya Hasil analisis dengan melakukan super imposed terhadap cagar budaya dan permukiman swadaya menunjukkan, bahwa dalam skala kawasan, 64 % (enampuluh empat persen) bagian kawasan telah berubah menjadi permukiman swadaya, semenjak Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang memerintah Kraton Yogyakarta sejak 8 Maret 1940 sampai dengan 2 Oktober 1988, mencetuskan kebijakan : Tahta untuk Rakyat. Kondisi ini lebih diperparah dengan beberapa bagian inti Cagar Budaya Tamansari-Kraton telah rusak (sengaja dirusak) untuk kepentingan bermukim dan berusaha, mencapai 47 % (empatpuluh tujuh persen). Apabila persentase tersebut digunakan sebagai tingkat kepedulian masyarakat dalam mendukung upaya pelestarian Cagar Budaya Tamansari-Kraton Yogyakarta, maka tingkat kepedulian bagi pelestarian kawasan cagar budaya sebesar 36 % (tigapuluh enam persen), sedang dalam skala inti kawasan cagar budaya sebesar 53 % (limapuluh tiga persen). Pada saat penelitian ini dilakukan (2013), kondisi yang jelas terlihat kerusakan bangunan Pulau Cemethi, sebagai salah satu bagian inti cagar budaya yang sudah mulai dirambah untuk kegiatan permukiman. Kondisi ini menunjukkan adanya penurunan tingkat 51

4 Pengaruh Perkembangan Permukiman (Indro Sulistyanto, Eny Krisnawati, Danarti Karsono) kepedulian masyarakat terhadap upaya pelestarian Cagar Budaya Tamansari, tidak hanya pada persentase perkembangan luas permukiman swadaya saja, namun juga pada kepedulian untuk melestarikan pada kawasan intinya yang semakin terdesak untuk kegiatan permukiman. Belum adanya perlindungan secara hukum terhadap Cagar Budaya Tamansari, ditengarai menjadi salah satu penyebab terjadinya degradasi secara terus menerus dan tidak terkendali sampai kepada kawasan intinya (Fransiska Romana Harjiyatni dan Sunarya Raharja, 2012). Berdasarkan hasil kajian atas Rencana Pembangunan dan Pengembangan Permukiman di Kawasan Kraton Yogyakarta (termasuk di dalamnya Kawasan Cagar Budaya Tamansari sebagai bagian dari Kawasan Kraton Yogyakarta), diperoleh gambaran tentang maksud pembangunan dan pengembangan permukiman, sebagai berikut : a. Terwujudnya keseluruhan kebutuhan akan pengaturan dan mekanisme pembangunan dan pengembangan permukiman pada Kawasan Cagar Budaya Tamansari, sejak perencanaan, implementasi, pengembangan, pengelolaan dan pelestarian, pengawasan dan pengendalian hasil pembangunan yang berkelanjutan b. Pembangunan dan pengembangan permukiman diupayakan dengan mengakomodir aspirasi dan kepentingan stakeholders, termasuk terbukanya peluang masyarakat untuk berperan serta dalam keseluruhan proses penyelenggaraan permukiman, tanpa meninggalkan eksistensi kawasan sebagai cagar budaya yang harus dilindungi dari berbagai kerusakan yang kemungkinan terjadi c. Pembangunan dan pengembangan permukiman merupakan bagian dari Rencana Konservasi Cagar Budaya Tamansari yang terlanjutkan d. Pembangunan dan pengembangan permukiman di harapkan melembaga pada institusi terkait yang menangani permasalahan permukiman, dengan tetap berpedoman pada peraturan penataan bangunan dan lingkungan dari lembaga yang kompeten di dalam Kraton Yogyakarta, dalam hal ini adalah Wahana Sarta Kriya e. Pembangunan dan pengembangan permukiman merupakan komitmen pemerintah daerah (Kota Yogyakarta, dan Provinsi DIY), dan Kraton Yogyakarta, untuk melaksanakan pembangunan perumahan permukiman yang melibatkan sepenuhnya peran serta masyarakat f. Pada dasarnya pembangunan dan pengembangan permukiman pada Kawasan Cagar Budaya Tamansari harus mengacu pada kerangka penataan ruang wilayah, maupun penataan ruang yang secara khusus berlaku di Kawasan Kraton Yogyakarta g. Pembangunan dan pengembangan permukiman diharapkan dapat berlangsung secara tertib terencana dan terorganisasi dengan baik, berdaya dan berhasil guna, sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, khususnya yang berkaitan dengan Undang-Undang Cagar Budaya. Dari kajian atas kebijakan penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan Kraton Yogyakarta, diperoleh gambaran tentang tujuan pembangunan dan pengembangan permukiman, sebagai berikut : a. Pembangunan dan pengembangan permukiman dilandasi pada upaya pembangunan yang aspiratif dan akomodatif, dan dapat menjadi acuan bersama oleh seluruh pelaku dan penyelenggara pembangunan, dengan tetap bersendikan eksistensi Cagar Budaya b. Pembangunan dan pengembangan permukiman direncanakan dalam suatu kerangka pembangunan yang tertib dan terorganisasi serta dapat memberikan peluang bagi partisipasi aktif masyarakat untuk berperan dalam keseluruhan prosesnya, dengan tetap menghormati keberadaan Cagar Budaya c. Pembangunan dan pengembangan permukiman diupayakan untuk dapat mengakomodir seluruh kebutuhan akan permukiman yang dijamin oleh kepastian hukum, terutama bagi kelompok masyarakat memperoleh legitimasi yang jelas (baik oleh Kraton Yogyakarta, maupun oleh peraturan/perundangan yang berlaku). Faktor manusia, melalui perkembangan permukiman swadaya memberi andil yang sangat besar bagi terjadi kerusakan situs cagar budaya, sebagaimana yang terlihat pada Gambar 5, menunjukkan keadaan Pulau Cemethi yang mengalami kerusakan lebih awal dibandingkan akibat Gempa 27 Mei 2006, baik karena faktor usia dan alam. Sedangkan pada Gambar 6 secara jelas menunjukkan kerusakan Pulau Cemethi karena faktor manusia, dengan adanya intervensi permukiman swadaya. 52

5 Jurnal Permukiman Vol. 10 No. 1 Mei 2015 : Gambar 5 Kerusakan Bangunan Pulau Cemethi Karena Faktor Usia Dan Alam (Terutama Gempa 27 Mei 2006) Gambar 7 Kompleks Bangunan Pulau Kenanga, Telah Mengalami Pemugaran, Semakin Tertutup Oleh Permukiman Swadaya Gambar 6 Kerusakan Pulau Cemethi Karena Faktor Manusia, Dengan Adanya Intervensi Permukiman Swadaya Pembangunan dan pengembangan permukiman diupayakan nantinya dapat terekam sebagai informasi pembangunan permukiman yang tersusun secara sistematik dalam bentuk data base, sebagai bahan masukan bagi penyusunan kebijakan pemerintah vertikal dan penyusunan rencana program kegiatan oleh berbagai pelaku pembangunan. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat dalam pengadaan perumahan swadaya, diperlukan pemahaman secara utuh terhadap kebijaksanaan wilayah dan sektoral, agar diperoleh kejelasan tentang arahan dan bentuk upaya pembangunan dan pengembangan permukiman yang spesifik berkembang (baik dari sisi tradisi, kesejarahan, budaya) di Kawasan Cagar Budaya Intervensi yang lebih tinggi terjadi di sekitar Pulau Kenanga, yang sebagaimana terlihat pada Gambar 7 sampai dengan Gambar 12, yang menunjukkan perkembangan permukiman swadaya yang semakin dalam mendesak keberadaan situs cagar budaya. Kondisi ini mengindikasikan eksistensi keberadaannya sebagai situs cagar budaya semakin tenggelam oleh tinggginya tingkat perkembangan permukiman swadaya di sekitarnya. Demikian pula yang terjadi pada gerbang penghubung antara Pulau Cemethi dan Pulau Kenanga. Gambar 8 Intervensi Permukiman Swadaya, Hampir Menutup Gerbang Masuk Ke Pulau Kenanga Gambar 9 Pulau Kenanga, Semakin Rusak Dan Terdesak Permukiman Swadaya (Terlihat Bangunan Rumah Baru) Gambar 10 Wajah Pulau Kenanga Hampir Tidak Terlihat, Tertutup Permukiman Dan Aktivitas Lain 53

6 Pengaruh Perkembangan Permukiman (Indro Sulistyanto, Eny Krisnawati, Danarti Karsono) Gambar 11 Gerbang Penghubung Pulau Cemethi Dengan Pulau Kenanga Menjelang Runtuh (Terlihat Rumah Baru Dalam Proses Pembangunan) Gambar 12 Gerbang Menuju Lorong Ke Pulau Kenanga Baru Mengalami Pemugaran Tetapi Sudah Mengalami Kerusakan Kondisi serupa juga terjadi pada bagian situs cagar budaya, Lorong menuju Sumur Gemuling, walaupun baru saja mengalami pemugaran, namun sudah mulai terdesak oleh permukiman swadaya, sebagai mana terlihat pada Gambar 13 dan Gambar 14. Gambar 13 Gapura Menuju Lorong Ke Sumur Gemuling (Baru Mengalami Pemugaran) Serangkaian proses yang dilalui dalam pengembangan dan pembangunan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari, disusun berdasarkan pertimbangan potensi tradisibudaya-kesejarahan yang harus dilestarikan secara terlanjutkan, sehingga diperoleh keserasian pembangunan antara permukiman dengan tatanan tradisi, seni budaya, dan nilai-nilai kesejarahan yang ada pada Cagar Budaya Tamansari yang memerlukan upaya konservasi menyeluruh. Kekayaan Budaya Sebagai Potensi Penataan Kawasan Cagar Budaya Tamansari Sebagai upaya dari pengembangan permukiman yang secara spesifik dalam bentuk penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari, perlu diperlukan upaya pengembangan dalam bentuk pelestarian yang dinamis, sebagai bagian dari upaya melindungi berbagai potensi budaya tradisional dan nilai-nilai kesejarahan yang teridentifikasi melalui keberadaan bangunan dan lingkungan permukiman yang ada di sekitar Cagar Budaya Tamansari dari kemungkinan menurunnya otensitas, fungsi kultural, dan kemungkinan kepunahannya. Keterlibatan masyarakat dengan tatanan kehidupan sosial-ekonomi-budaya, akan menjadi suatu alternatif bentuk pelestarian yang dinamis bagi penataan bangunan dan lingkungan Tatanan tradisi, dan nilai-nilai kesejarahan yang nampak dari bangunan dan lingkungan permukiman, merupakan kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang di Kawasan Cagar Budaya Tamansari yang perlu dilestarikan secara dinamis, agar dapat digunakan sebagai titik tolak penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Gambar 15 dan Gambar 16, memperlihatkan bagian dalam Sumur Gemuling yang masih terjaga kelestariannya setelah melalui proses pemugaran. Gambar 14 Lorong Menuju Sumur Gemuling Dengan Bentuknya Yang Khas Gambar 15 Bagian Dalam Sumur Gemuling 54

7 Jurnal Permukiman Vol. 10 No. 1 Mei 2015 : Gambar 16 Bagian Atas Sumur Gemuling, Terbuka Sebagai Penghawaan Semenjak terbentuknya suatu lingkungan tradisional/bersejarah yang bersendikan pada tradisi, budaya, dan nilai-nilai kesejarahan yang ada di sekitar Cagar Budaya Tamansari sampai saat ini, telah menyimpan berbagai sisi tatanan kehidupan tradisional yang mampu berjalan seiring dengan berkembangnya tatanan kehidupan moderen (Sukirman, DH. 1995). Upaya pengembangan dan pelestarian tatanan kehidupan yang dinamis, menjadi kekayaan tradisi, seni, dan budaya sebagai bagian dari rentetan sejarah keberadaan permukiman yang masih terjaga di sekitar Cagar Budaya Kekayaan tradisi, seni, budaya, dan nilai-nilai kesejarahan dari permukiman spesifik yang berkembang di sekitar Cagar Budaya Tamansari, dapat dikelompokkan berdasarkan potensi yang berkembang secara dinamis, meliputi keberadaan : a. Benda cagar budaya b. Lokasi budaya dan lokasi wisata c. Potensi industri kerajinan d. Kawasan cagar budaya e. Potensi kesenian f. Potensi lembaga budaya g. Obyek dan daya tarik wisata h. Potensi pertunjukan dan event wisata i. Potensi prasarana budaya j. Potensi prasarana wisata k. Potensi pusat jajan dan makanan l. Potensi sentra kerajinan m. Potensi sentra makanan tradisional n. Potensi tempat rekreasi dan hiburan o. Potensi upacara adat Nilai-nilai tradisi budaya dan kearifan lokal (local wisdom) masyarakat di sekitar Cagar Budaya Tamansari, terlihat dari tetap terjaganya ke limabelas potensi tersebut sebagai warisan budaya yang berjalan secara dinamis. Dalam perkembangannya ke limabelas potensi tersebut berproses secara alamiah. Diperlukan kearifan dalam menjaga kelestarian kekayaan budaya Kawasan Cagar Budaya Tamansari agar menurunnya otensitas dan fungsi kulturalnya dapat dipertahankan, dari berbagai pengaruh perkembangan yang berlangsung dengan pesat, baik dari sisi pengembangan dan pembangunan permukiman, maupun upaya konservasi Cagar Budaya Pada sisi lain secara alamiah telah terjadinya proses migrasi ide dan pemikiran, migrasi kultural, dan migrasi fisik, yang secara langsung akan memberi dampak pada kelestarian permukiman tardisional/ bersejarah yang ikut mengemban kekayaan tradisi, seni, budaya, dan pandangan terhadap nilai-nilai kesejarahan yang ada di Kawasan Cagar Budaya Relevansi Penataan Kawasan Cagar Budaya Tamansari Sebagai Bagian dari Pengembangan Dan Pelestarian Seni Budaya, Tradisi, Pendidikan, dan Pariwisata Keberadaan seni budaya, nilai-nilai kesejarahan, dan tradisi yang berkembang secara khas di Kawasan Cagar Budaya Tamansari akan sangat relevan dengan misi penataan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari, sehingga memungkinkan terciptanya berbagai peluang bagi pengembangan permukiman swadaya dengan tetap menghormati upaya-upaya konservasi Cagar Budaya Tamansari di sekitarnya. Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada konsep penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari untuk diimplementasikan, tidak hanya dengan mengangkat seni budaya, nilai-nilai kesejarahan, dan tradisi khas Kawasan Cagar Budaya Tamansari dalam bentuk bangunan dan lingkungan permukiman, melainkan juga menyangkut seluruh ruang, atmosfer, dan dinamika masyarakat yang membuat Kawasan Cagar Budaya Tamansari menjadi lebih hidup. Perlu upaya menumbumbuh-kembangkan masyarakat dalam bentuk pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi produktif, dan pendayagunaan sarana dan prasarana lingkungan sebagai satu kesatuan dari upaya pemberdayaan menyeluruh, yang akan menentukan dalam penataan bangunan dan lingkungan permukiman yang bernafaskan tatanan tradisi, nilai-nilai budaya, dan kesejarahan yang merupakan ruh di dalamnya. Tiga pilar yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pemberdayaan tersebut adalah apabila dapat menyentuh pada hakekat tata kehidupan masyarakat yang terdiri atas pangan, sandang, dan papan, yang saat ini terrefleksikan dalam tatanan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya yang tumbuh dan berkembang di sekitar artefakartefak Cagar Budaya Tamansari yang memerlukan upaya konservasi dengan dilindungi oleh peraturan dan perundangan yang lebih ketat. Kegiatan penelitian tentang Korelasi antara Pergeseran Perilaku Masyarakat dalam 55

8 Pengaruh Perkembangan Permukiman (Indro Sulistyanto, Eny Krisnawati, Danarti Karsono) Pengembangan dan Pembangunan Permukiman Swadaya terhadap Upaya Konservasi Bangunan Cagar Budaya, Studi Kasus : Kawasan Cagar Budaya Tamansari Kraton Yogyakarta ini diharapkan juga dapat memberi arah bagi upaya pendampingan pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya yang bernafaskan tatanan tradisi, nilai-nilai budaya, dan kesejarahan yang tumbuh dan berkembang di dalamnya dari waktuke waktu. Tahap-tahap penataan bangunan dan lingkungan permukiman dan konservasi cagar budaya, seyogyanya ditempuh melalui penyiapan masyarakat yang direncanakan sebagai bagian dari upaya sosialisasi atas visi, misi, dan programprogram pendampingan pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di Kawasan Cagar Budaya Tamansari yang terdiri atas pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi produktif, dan pendayagunaan sarana dan prasarana lingkungan sebagai satu kesatuan dari upaya penataan kawasan cagar budaya dan sepenuhnya tumbuh dari aspirasi masyarakat (bottom-up planning). Dalam konteks ini, maka kedudukan penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari disusun berdasarkan atas rencana tindak pada tingkat komunitas community action plan (CAP) yang disepakati dalam suatu forum yang disebut sebagai sosialisasi, agar aspirasi masyarakat dapat dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten. Proses ini diharapkan dapat menjadi kesepahaman antar seluruh stakeholders, yang pada gilirannya diharapkan dapat digunakan untuk melakukan negosiasi dan menjangkau sumberdaya pembangunan, serta memobilitasi potensi yang ada secara bertahap dan berkesinambungan. Beberapa tahapan yang semestinya harus ditempuh dalam penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari sejak dari penyiapan masyarakat, survei kampung sendiri, penyusunan rencana teknis, dan penataan kawasan melalui CAP, selama ini belum dilakukan, sehingga kondisi yang berkembang saat ini menunjukkan semakin tingginya intervensi permukiman swadaya terhadap artefak-artefak cagar budaya yang semakin menurun karena kerusakan yang terjadi. Serangkaian proses penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan Cagar Budaya Tamansari yang tersusun atas : penyiapan masyarakat, survei kampung sendiri, penyusunan rencana teknis, dan penataan kawasan melalui CAP adalah sebagai upaya untuk mempercepat terciptanya tata bangunan dan lingkungan permukiman swadaya yang memenuhi standar kelayakan untuk dihuni, sehat, tertata, terencana dengan baik, dan berkelanjutan yang menyatu dengan upaya konservasi Cagar Budaya Melalui proses penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan Cagar Budaya Tamansari, diharapkan dapat diperoleh gambaran menyeluruh dari kondisi dan potensi yang ada, sebagai berikut : a. Menemu-kenali, dan selanjutnya menggali potensi berbagai permasalahan yang ada berkaitan dengan bangunan dan lingkungan permukiman sejalan dengan tradisi, budaya, dan nilai-nilai kesejarahan yang tumbuh dan berkembang di dalamnya b. Tersusunnya CAP yang berkaitan dengan upaya penataan bangunan dan lingkungan Tamansari yang benar-benar merupakan aspirasi dari masyarakat yang bergiat pada komunitas yang disepakati, agar taraf kehidupannya dapat meningkat (terkait dengan pemberdayaan manusia, pemberdayaan kegiatan usaha, dan pendayagunaan prasarana dan sarana lingkungannya), dengan tetap menghormati keberadaan Cagar Budaya Tamansari yang harus dilestarikan dan dilindungi c. Terciptanya pedoman yang jelas bagi pelaksana penataan bangunan dan lingkungan Tamansari sampai di tingkat komunitas paling bawah dalam bentuk CAP yang tersusun dalam rentang waktu dan tahapan yang terencana dan terlanjutkan d. Diperoleh gambaran yang jelas tentang tingkat swadaya masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari Fenomena Umum Perilaku Masyarakat Di Sekitar Cagar Budaya Tamansari Berkembangnya kebutuhan kehidupan yang demokratis, telah berpengaruh pada bergesernya peran para pelaku pembangunan, yang sebelumnya bertumpu pada peran pemerintah sebagai developer pembangunan, menjadi enabler yang benar-benar harus konsekuen dan konsisten mendudukkan masing-masing pelaku pembangunan (stakeholders) dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari, pada peran dan fungsi yang semestinya. Selanjutnya berkembang paradigma penataan bangunan dan lingkungan Tamansari, dengan memberikan peran secara penuh kepada para stakeholders yang bergiat di Kawasan Cagar Budaya Tamansari tidak hanya dalam proses, namun terutama di dalam spirit 56

9 Jurnal Permukiman Vol. 10 No. 1 Mei 2015 : pembangunan yang terdiri dari unsur masyarakat dan swasta (Departemen Pekerjaan Umum Kanwil Propinsi DIY, Proyek Perintis Perbaikan Lingkungan Perumahan Kota. 1986). Kondisi ini sering disalahartikan dengan demikian mudahnya meninggalkan tatanan tradisi-budaya-sejarah keberadaan Tamansari, sebagai bagian seutuhnya dari Kraton Yogyakarta. Kondisi ditunjukkan dengan semakin menurunnya kepedulian masyarakat terhadap tradisi-budaya-sejarah Tamansari, dikaitkan dengan kepentingan ekonomi, dan bergesernya masyarakat yang bermukim di sekitarnya yang tidak memahami arti penting keberadaan Cagar Budaya Tamansari bagi tatanan kehidupan menyeluruh. Sejalan dengan perubahan paradigma tersebut, terjadi pergeseran peran pemerintah dalam proses pembangunan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari, menjadi fasilitator yang menjembatani para stakeholders untuk memperoleh kesepakatan dan manfaat optimal dari setiap proses pembangunan melalui program penataan bangunan dan lingkungan Pemahaman ini menjadi salah satu tolok ukur dalam mengimplementasikan arah dan bentuk penataan bangunan dan lingkungan Tamansari, karena apa yang terbentuk sekarang ini tidak lepas dari kondisi masyarakat (SDM), ekonomi produktif, serta sarana dan prasarana lingkungan untuk melandasi terwujudnya kesejahteraan masyarakat seutuhnya. Sehingga proses pembangunan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari tidak lagi semata-mata sebagai proses teknis planologis, namun juga proses sosial-budaya, politik, dan ekonomi, yang terangkum dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari, dengan spesifikasi tradisi-budaya-kesejarahan yang dimilikinya. Dalam melakukan kajian terhadap pergeseran masyarakat, lokasi permukiman swadaya yang ada di sekitar Cagar Budaya Tamansari yang menjadi objek penelitian ini, dari hasil pengamatan terlihat suatu kondisi masyarakat yang bermukim dan bergiat di dalam Kawasan Cagar Budaya Tamansari, belum sepenuhnya memperoleh fasilitasi yang baik. Pada sisi lain belum ada kegiatan terstruktur berupa sosialisasi dan arahan sebagai bagian dari upaya penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya yang terpadu dan selaras dengan upaya konservasi Cagar Budaya Penataan bangunan dan lingkungan yang berlangsung di Kawasan Tamansari, tidak lepas dari berkembangnya paradigma (pandangan) pola pembangunan serta berkembangnya kebutuhan kehidupan yang demokratis, telah berpengaruh pada bergesernya peran para pelaku pembangunan di Kawasan Cagar Budaya Tamansari, yang sebelumnya bertumpu pada peran pemerintah sebagai developer pembangunan, menjadi enabler yang benar-benar harus konsekuen dan konsisten mendudukkan masing-masing stakeholders pada peran dan fungsi yang semesti bagi seluruh stakeholder yang kompeten terhadap upaya-upaya penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan Cagar Budaya Selanjutnya berkembang paradigma pola penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan Cagar Budaya Tamansari dengan memberikan peran secara penuh kepada para stakeholders yang bergiat masyarakat di sekitar Cagar Budaya Tamansari tidak hanya dalam proses, namun terutama di dalam spirit pembangunan yang terdiri dari unsur masyarakat dan swasta. Kondisi ini mendorong kemungkinan terciptanya peran masyarakat dan swasta yang terlalu besar, apalagi mereka berhadapan langsung dengan lingkungannya setiap waktu. Kondisi ini dapat berkembang menjadi seolah Cagar Budaya Tamansari dapat dikelola sepenuhnya oleh masyarakat sekitar. Sehingga pemerkosaan terhadap setiap asset budaya, baik yang berupa situs maupun benda Cagar Budaya Tamansari, demikian mudah untuk diubah, digeser, dan dimusnahkan, oleh kepentingan kegiatan bermukim dan berusaha dari masyarakat di sekitar Cagar Budaya Sebagai suatu pesanggrahan, keberadaan Cagar Budaya Tamansari tidak dapat terpisahkan dengan Kraton Yogyakarta Hadiningrat, sebagai bentuk tipologi perkotaan yang berkembang pada zamannya (Adrisijanti, Inajati, 1989). Sejalan dengan perubahan paradigma tersebut, terjadi pergeseran peran pemerintah dalam proses pembangunan, menjadi fasilitator yang menjembatani para stakeholders untuk memperoleh kesepakatan dan manfaat optimal dari setiap proses pembangunan. Sehingga proses pembangunan yang terjadi di Kawasan Cagar Budaya Tamansari tidak lagi semata-mata sebagai proses teknis planologis, namun juga proses sosialbudaya, politik, dan ekonomi. Dalam kaitannya dengan pembangunan sebagai bagian dari proses politik, maka kepentingan masyarakat yang bergiat di dalam suatu wilayah merupakan basis utama dalam perumusan rencana pembangunan. Namun dampak yang terjadi, politik 57

10 Pengaruh Perkembangan Permukiman (Indro Sulistyanto, Eny Krisnawati, Danarti Karsono) masyarakat menyebabkan demikian lemahnya posisi situs dan benda Cagar Budaya terhadap kepentingan masyarakat sekitarnya untuk bermukim dan berusaha. Kondisi ini memberi arah bagi dikembangkannya mekanisme yang membuka peluang bagi partisipasi warga (masyarakat) dalam hal ini masyarakat yang bermukim dan bergiat di sekitar Bangunan Cagar Budaya Tamansari secara lebih luas dan langsung dalam penyusunan rencana, implementasi, dan pembangunan. Implikasi dari pendekatan tersebut menjadi bagian mendasar yang digunakan dalam menentukan bentuk dan arah pembangunan yang spesifik bagi kawasan di sekitar Bangunan Cagar Budaya Tamansari, baik melalui organisasi, kelompok, atau bahkan individu. Berbagai keputusan yang tertuang dalam serangkaian proses pembangunan terutama sangat memungkinkan munculnya berbagai perbedaan di dalam implementasinya di tengah masyarakat yang secara langsung terkena kebijaksanaan tersebut. Kondisi ini juga terjadi dari beberapa kebijakan penataan Bangunan Cagar Budaya Tidak dapat dipungkiri, bahwa perkembangan permukiman yang begitu cepat di sekitar bangunan cagar budaya memberi implikasi pada semakin terdesaknya bangunan cagar budaya yang bersangkutan. Pada beberapa permukiman di sekitar Bangunan Cagar Tamansari, masyarakat yang bermukim dan bergiat di dalamnya telah menghuni berpuluh tahun yang lalu secara magersari, dari sejak hanggadhuh, sampai dengan handarbeni. Semuanya didasarkan atas palilah Ngarsa Dalem Kanjeng Sultan. Masalahnya memang yang terjadi telah berkembang dengan berbagai kondisi kegiatan bermukim dan berusaha dengan segala permasalahan dan persoalan yang sedemikian kompleks. Pemahaman terhadap nilainilai kesejarahan dan filosogi strategis yang ada pada kawasan Cagar Budaya Tamansari, perlu senantiasa diakukan secara berkesinambungan akan menjadi salah satu upaya pelestarian seutuhnya (Dewi Anita;Shofi Fatihatun Sholihah, 2012). Pada beberapa proses pembangunan, beberapa kebijakan yang direkomendasikan secara khusus pada persiapan penyusunan rencana dan analisa teknis pembangunan, tanpa pertimbangan pada kemungkinan implementasi dan manajemen terhadap kemungkinan terjadinya konflik, baik yang berwujud politik, hukum, dan khususnya sosial budaya yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat. Kondisi ini nampak dari berbagai kebijakan yang ditetapkan sebelumnya yang disusun hanya berdasar teori, pakem, tanpa sedikitpun memperhatikan kondisi faktual (khususnya sosial-budaya-bangkitan ekonomis) yang saat ini berkembang di sekitar Kawasan Cagar Budaya Tamansari (Indro Sulistyanto, 2001). Berbagai konflik yang terjadi kemudian, lebih diakibatkan dari belum terlibatkannya secara komprehensif setiap unsur dalam proses pembangunan, dalam prosedur yang merupakan kesepakatan bersama, dengan melibatkan masyarakat dalam memberi kontribusi secara aktif pada setiap bagian dari keseluruhan proses pembangunan. Sumber-sumber konflik yang berkembang di tengah masyarakat dalam proses pembangunan, tersusun atas 4 (empat) hal yang tumpang tindih satu terhadap yang lain, meliputi : (1) Struktur Sosial (yang mengatur alokasi sumberdaya pokok di dalam masyarakat), (2) Prosedur Pengambilan Keputusan (yang menetapkan peraturan-peraturan untuk pembuatan kebijakan), (3) Masalah Substantif (yang memfokuskan pada hasil keputusan individual), dan (4) Adanya Ketidakpastian (yang mengubah harapan dari hasil yang telah diperhitungkan di masa mendatang). Tradisi pluralisme demokratis telah menciptakan kesempatan keterlibatan yang luas terhadap proses penyusunan kebijakan oleh segenap unsur yang berkembang di tengah masyarakat yang menaruh perhatian, dan karena adanya kepentingan-kepentingan khusus yang terorganisir. Kondisi ini nampak kental berkembang di tengah masyarakat, khususnya yang bermukim dan bergiat di sekitar Kawasan Cagar Budaya Pada Pertemuan Malem Setu Pahing-an sebagai wadah komunikasi antar warga yang bermukim di sekitar Kawasan Cagar Budaya Tamansari kondisi tersebut nampak jelas dari demikian antusiasme masyarakat dalam memberi pertimbangan dan wawasan terhadap upaya-upaya yang menurut pertimbangan masyarakat di sekitar Kawasan Cagar Budaya Tamansari dapat disusun sebagai suatu Community Action Plan, yang pada saatnya akan memberi kepastian, baik bagi masyarakat untuk bermukim dan bergiat, turut terlibat dalam upaya memelihara dan melestarikan bangunan cagar budaya, dan memberi keleluasaan yang terukur bagi setiap upaya pemugaran yang akan diberlakukan pada beberapa bagian bangunan cagar budaya di KESIMPULAN Kesimpulan Dari hasil analisis bisa disimpulkan, bahwa telah terjadi perusakan yang terus menerus dan mengkhawatirkan terhadap upaya pelestarian 58

11 Jurnal Permukiman Vol. 10 No. 1 Mei 2015 : terhadap Cagar Budaya Tamansari, baik dalam skala kawasan, maupun bagian intinya. Kondisi ini terjadi sebagai akibat menurunnya tingkat kepedulian masyarakat sekitar dalam mendukung eksistensi setiap artefak cagar budaya, yang ditunjukkan dengan perkembangan permukiman swadaya. yang mencapai tingkat kepedulian bagi pelestarian kawasan cagar budaya sebesar 36 % (tigapuluh enam persen), sedang dalam skala inti kawasan cagar budaya sebesar 53 % (limapuluh tiga persen). Itu artinya tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian cagar budaya dalam skala kawasan sangat rendah, sedang dalam kawasan inti, menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan. Sebagai bagian dari kegiatan penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari, diharapkan tidak terlepas dari asas penataan permukiman dan konservasi cagar budaya, sehingga dilakukan sosialisasi dan implementasi program dan kegiatan yang nantinya akan dilalui dalam proses penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari melalui : penyiapan masyarakat, survei kampung sendiri, penyusunan perencanaan teknis, serta penataan bangunan dan lingkungan permukiman swadaya di sekitar Cagar Budaya Tamansari yang memerlukan pendampingan masyarakat dalam rangka pelaksanaan fisik bangunan dan lingkungan yang berkaitan erat dengan tradisi-budaya-kesejarahan yang ada di dalam Kawasan Cagar Budaya Saran Melalui proses penataan bangunan dan lingkungan Tamansari yang terpadu, disarankan dapat meminimalisir terjadinya intervensi lingkungan permukiman terhadap artefak-artefak cagar budaya, melalui : a. Pelestarian secara fungsional : - Revitalisasi terhadap permukiman swadaya - Pengaturan sempadan permukiman dengan benda cagar budaya sebagai perwujudan pelestarian - Pengaturan zonifikasi kegiatan usaha sesuai dengan jalur wisata - Revitalisasi kawasan secara menyeluruh, dengan menyusun master plan Kawasan Tamansari b. Pelestarian secara operasional : - Mengakomodir aspirasi dan potensi lingkungan permukiman swadaya yang terpadu dan selaras dengan upaya konservasi Cagar Budaya Tamansari - Menyusun acuan bersama bagi setiap pelaku kegiatan yang bergiat pada setiap komunitas, untuk tertatanya bangunan dan lingkungan Tamansari UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih diucapkan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk memperoleh data, informasi, dan berdiskusi dalam keseluruhan proses penelitian. Ucapan terimakasih disampaikan kepada masyarakat di lingkungan kawasan Cagar Budaya Tamansari, yang memberi dukungan penuh dalam mendampingi keseluruhan proses sampai diselesaikannya penelitian. Terimakasih yang tidak terhingga kepada Redaksi Jurnal Permukiman, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum, atas koreksi dan dimuatnya artikel ini. Terimakasih kepada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta yang telah memberikan fasilitas dan dukungan untuk terselesaikannya kegiatan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Adrisijanti, Inajati (n.d.). Tahun. Arkeologi Perkotaan Mataram Islam. Penerbit Jendela, Yogyakarta. Dewi Anita; Shofi Fatihatun Sholihah Revitalisasi Nilai Sejarah dan Filosofi Kawasan Cagar Budaya Tamansari Melalui Pendekatan Geospasial Secara Periodik. Indonesian Journal Scientific Database-LIPI, Jakarta. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi DI Yogyakarta Peraturan Bangunan Khusus Kawasan Kraton Yogyakarta, Yogyakarta. Fakultas Teknik-UGM. 1994/1995. Laporan Penelitian Bangunan-Bangunan di Kawasan Kraton Yogyakarta, Yogyakarta. Fransiska Romana Harjiyatni dan Sunarya Raharja. Perlindungan Hukum Cagar Budaya terhadap Ancaman Kerusakan di Yogyakarta Mimbar Hukum Volume 24, Nomor 2, Juni Universitas Janabadra, Yogyakarta. Soekiman, Djoko, Dkk. 1992/1993. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Jakarta. 59

12 Pengaruh Perkembangan Permukiman (Indro Sulistyanto, Eny Krisnawati, Danarti Karsono) Sukirman, DH Mengenal Sekilas Bangunan Pesanggrahan Tamansari Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Yogyakarta. Sulistyanto, Indro, Seminar Pelestarian Bangunan Cagar Budaya Kraton dan Tamansari, Makalah Dipresentasikan, Dinas Kebudayaan Provinsi DI. Yogyakarta. 60

Abito Bamban Yuuwono. Abstrak

Abito Bamban Yuuwono. Abstrak PERAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN KRATON YOGYAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA MEMINIMALISIR DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA Abito Bamban

Lebih terperinci

Rully. Abstrak. Kata kunci: peran pendampingan masyarakat, degradasi kualitas kawasan

Rully. Abstrak. Kata kunci: peran pendampingan masyarakat, degradasi kualitas kawasan PERAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN KRATON SURAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA MEMINIMALISIR DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA Rully Abstrak

Lebih terperinci

Menurunnya Kepedulian Masyarakat dalam Pelestarian Cagar Budaya Tarn an sari. Indro Sulistyanto

Menurunnya Kepedulian Masyarakat dalam Pelestarian Cagar Budaya Tarn an sari. Indro Sulistyanto Menurunnya Kepedulian Masyarakat dalam Pelestarian Cagar Budaya Tarn an sari Indro Sulistyanto Abstract Cultural Situs Pledge oftamansari have high history value, as unlocked out by shares existence of

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,

Lebih terperinci

KERANCUAN ATURAN PENATAAN BANGUNAN SEBAGAI PENYEBAB TERJADINYA DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA KAWASAN KRATON YOGYAKARTA

KERANCUAN ATURAN PENATAAN BANGUNAN SEBAGAI PENYEBAB TERJADINYA DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA KAWASAN KRATON YOGYAKARTA KERANCUAN ATURAN PENATAAN BANGUNAN SEBAGAI PENYEBAB TERJADINYA DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA KAWASAN KRATON YOGYAKARTA Oleh: Rully Abstraksi Pada umumnya kawasan yang berpotensi di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004)

Lebih terperinci

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN DALAM PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF PROGRAM PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLPBK)

PENDAMPINGAN DALAM PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF PROGRAM PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLPBK) PENDAMPINGAN DALAM PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF PROGRAM PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLPBK) Jurusan Arsitektur Universitas Merdeka Malang; budiyanto_hery@yahoo.com Abstract Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa

PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU M. Nendisa Kebudayaan suatu masyarakat pada pokoknya berfungsi menghubungkan manusia dengan alam disekitarnya dan dengan

Lebih terperinci

8.12.(2) Proyek Percontohan Kawasan Budaya Kotagede: Konservasi Seni pertunjukan Kampung dan Lingkungannya di Yogyakarta.

8.12.(2) Proyek Percontohan Kawasan Budaya Kotagede: Konservasi Seni pertunjukan Kampung dan Lingkungannya di Yogyakarta. 8.12.(2) Proyek Percontohan Kawasan Budaya Kotagede: Konservasi Seni pertunjukan Kampung dan Lingkungannya di Yogyakarta Yogyakarta Tipe kegiatan: Konservasi kawasan warisan budaya kota Inisiatip dalam

Lebih terperinci

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu daerah penghasil sumber daya alam khususnya tambang. Kegiatan penambangan hampir seluruhnya meninggalkan lahan-lahan terbuka

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

Lebih terperinci

BAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya

BAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya BAB V A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya ilmiah ini, diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan penelitian, akan diuraikan

Lebih terperinci

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1 APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian secara kritis yang sudah dianalisis di kawasan Borobudur, menggambarkan perkembangan representasi serta refleksi transformasi sebagai berikut : Investasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH TUGAS AKHIR 111 Periode April September 2010 LAPORAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH DI KECAMATAN TUNTANG, KABUPATEN SEMARANG Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu pulau yang terletak di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta dua samudera,

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang berorientasi pada upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jelas. Setiap kali mendengar nama Pulau Bali, yang langsung terlintas di kepala

BAB I PENDAHULUAN. jelas. Setiap kali mendengar nama Pulau Bali, yang langsung terlintas di kepala BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaung Pulau Bali sebagai daerah tujuan wisata di Indonesia sangat terdengar jelas. Setiap kali mendengar nama Pulau Bali, yang langsung terlintas di kepala setiap

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Penataan Lingkungan Permukiman : Berbasis : Komunitas :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Penataan Lingkungan Permukiman : Berbasis : Komunitas : BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1. Pengertian Judul Judul laporan Dasar Program Perancangan Dan Perancangan Arsitektur (DP3A) yang diangkat adalah Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas di Desa Jomblang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017 Dishubkombudpar 55 BAB II PERENCANAANKINERJA A. RENCANA STRATEGIS SKPD Penetapan Visi,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP 4.1. Visi dan Misi 4.1.1. Visi Bertitik tolak dari dasar filosofi pembangunan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH Strategi pembangun daerah adalah kebijakan dalam mengimplementasikan program kepala daerah, sebagai payung pada perumusan program dan kegiatan pembangunan di dalam mewujdkan

Lebih terperinci

Sulawesi Selatan sebagai Tujuan Wisata Utama di Indonesia pada tahun 2018

Sulawesi Selatan sebagai Tujuan Wisata Utama di Indonesia pada tahun 2018 BAB IV. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi merupakan cara pandang jauh ke depan mengenai gambaran keberhasilan yang ingin dicapai pada kurun waktu tertentu. Visi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL

MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL Sepanjang era Orde Baru praksis pembangunan kehutanan senantiasa bertolak dari pola pikir bahwa penguasaan sumberdaya hutan merupakan state property saja

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pencapaian tujuan daerah diawali dengan perumusan perencanaan yang berkualitas.

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana pemerintah daerah Kabupaten Lingga mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif

Lebih terperinci

TERJADINYA DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA KRATON KASUNANAN SURAKARTA HADININGRAT AKIBAT KERANCUAN ATURAN PENATAAN BANGUNAN

TERJADINYA DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA KRATON KASUNANAN SURAKARTA HADININGRAT AKIBAT KERANCUAN ATURAN PENATAAN BANGUNAN TERJADINYA DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA KRATON KASUNANAN SURAKARTA HADININGRAT AKIBAT KERANCUAN ATURAN PENATAAN BANGUNAN Rully Abstrak Pada umumnya kawasan yang berpotensi di Indonesia belum

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI OBJEK PENELITIAN. Batang Hari. Candi ini merupakan peninggalan abad ke-11, di mana Kerajaan

BAB II DESKRIPSI LOKASI OBJEK PENELITIAN. Batang Hari. Candi ini merupakan peninggalan abad ke-11, di mana Kerajaan BAB II DESKRIPSI LOKASI OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Objek Wisata Candi Muaro Jambi Candi Muaro Jambi terletak di Kabupaten Muaro Jambi, tepatnya di Kecamatan Muaro Sebo, Provinsi Jambi. Lokasi candi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah, BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam membangun sumber daya diberbagai bidang pembangunan. Peran remaja pada usia produktif sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur

Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur Oleh : Panggah Ardiyansyah, S.S Balai Konservasi Peninggalan Borobudur Pendahuluan Semenjak diresmikannya pada tanggal 23

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1.Perencanaan Kinerja Kota Padang menempati posisi strategis terutama di bidang kepariwisataan. Kekayaaan akan sumber daya alam dan sumber daya lainnya telah memberikan daya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Budaya merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh kelompok masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbetuk dari banyak unsur

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERAN PERENCANAAN TATA RUANG

PERAN PERENCANAAN TATA RUANG PERAN PERENCANAAN TATA RUANG DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM INDRA BUDIMAN SYAMWIL 1 Spatial Planning Specialist November, 2003 Tata Ruang di Indonesia merupakan produk Sistem Tata Ruang Nasional yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta metodologi penyusunan landasan konseptual laporan seminar tugas akhir dengan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penataan ruang. Pemanfaatan ruang dibanyak daerah di Indonesia, dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD Visi pembangunan RPJMD Kabuaten Pelalawan Tahun 206 202 adalah PEMBAHARUAN MENUJU KEMANDIRIAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Sabua Vol.7, No.1: 383 388, Maret 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Verry Lahamendu Staf Pengajar JurusanArsitektur,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa ekowisata merupakan potensi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Manual Mutu Pengabdian

Manual Mutu Pengabdian Manual Mutu Pengabdian MM 03 PJM Revisi Tanggal Dikaji Oleh Disetujui Oleh Pusat Jaminan Mutu Disetujui Oleh: Revisi ke 03 Tanggal 01 Juni 2011 KATA PENGANTAR Kehidupan dan perkembangan akademik di Perguruan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di banyak negara berkembang pada umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang paling terasa adalah keterbelakangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011

PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011 SOSIALISASI MAKASSAR, 10-12 MEI 2011 PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011 1. Landasan Hukum dan Teori 2. Peraturan Menteri PU 3. Kegiatan Revitalisasi Kawasan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. membuktikan bahwa proses ini dapat menjawab kebutuhan masyarakat,

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. membuktikan bahwa proses ini dapat menjawab kebutuhan masyarakat, 160 BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan beberapa perencanaan partisipatif yang telah dilakukan membuktikan bahwa proses ini dapat menjawab kebutuhan masyarakat, mengingat bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN. Budaya Benda (Tangible) Budaya Takbenda (Intangible)

KEBUDAYAAN. Budaya Benda (Tangible) Budaya Takbenda (Intangible) KEBUDAYAAN Budaya Benda (Tangible) Warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI PADANG TAHUN

KEBIJAKAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI PADANG TAHUN KEBIJAKAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI PADANG TAHUN 2014-2019 A. Pendahuluan A.1 Latar Belakang Sesuai dengan visi dan misi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang terus berupaya berperan

Lebih terperinci

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Batik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan tik yang berarti titik. Batik

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N Bab I tediri dari ; Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran, Ruang Lingkup, Kedudukan Dokumen RP2KPKP dalam Kerangka Pembangunan Kota Medan dan Sistematika Pembahasan 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 VISI DAN MISI 1. Visi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 115 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KAMPUNG WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci