PETUNJUK TEKNIS. PRODUKSI BIBIT UNGGUL RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa DENGAN METODE SELEKSI VARIETAS TIM PENGARAH :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PETUNJUK TEKNIS. PRODUKSI BIBIT UNGGUL RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa DENGAN METODE SELEKSI VARIETAS TIM PENGARAH :"

Transkripsi

1 PETUNJUK TEKNIS PRODUKSI BIBIT UNGGUL RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa DENGAN METODE SELEKSI VARIETAS TIM PENGARAH : Prof. Dr. Ir. Rachmansyah., M.Si Dr. Alimuddin, S.Pi., M.Sc Dr. Ade Muharam, S.Pi., M.Si Dra. Emma Suryati, M.Si PENYUSUN : Petrus Rani Pong-Masak S.Pi., M.Si Dr. Ir. Andi Parenrengi., M.Sc Pustika Ratnawati, S.Pi EDITOR : Muslimin S, S.Pi., M.P Siti Fadilah, S.Si., M.Si EDITOR PELAKSANA : Andi Faharuddin, A.Md DESAIN SAMPUL : Handy Burase, S.Pi Penerbitan Petunjuk Teknis ini dibiayai oleh : PELAYANAN TEKNIS LOKA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DIPA No : /2014 ISBN :

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat, hidayah dan izin-nyalah, sehingga penyusunan petunjuk teknis dengan judul produksi bibit unggul rumput laut Gracilaria verrucosa dengan metode Seleksi Varietas dapat diselesaikan. Petunjuk teknis ini dijelaskan mengenai bagaimana proses memproduksi bibit unggul rumput laut dengan metode seleksi varietas yang meliputi : Pemilihan lokasi, kriteria bibit, penanganan bibit, pengikatan bibit, pemeliharaan, teknis seleksi bibit, perbanyakan bibit unggul serta konsep pengembangan kebun bibit di tambak. Petunjuk teknis ini diharapkan dapat disebarkan serta dapat diadopsi oleh masyarakat pembudidaya, pengusaha dan stakeholder lainnya untuk mempercepat penyediaan bibit unggul bagi peningkatan produksi rumput laut di Indonesia. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan dan penyelesaian petunjuk teknis ini. Apabila dalam penulisan masih terdapat kekurangan, diharapkan masukan dan saran untuk perbaikan selanjutnya. Boalemo, Desember 2014 Penulis i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR.. Hal I ii iii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Keunggulan Teknologi. 3 BAB II TAHAPAN SELEKSI BIBIT UNGGUL RUMPUT LAUT Pemilihan Lokasi Rancangan Bangun dan Tata Letak Tambak Persiapan Tambak Persiapan Sarana Penyediaan Stock Bibit Awal Pengangkutan Bibit Penyediaan dan Penebaran Benih Ikan Bandeng Pengikatan dan Penanaman Bibit Perawatan, Pemeliharaan dan Pemantauan Kualitas Air Teknis Seleksi Bibit Konsep Pengembangan Kebun Bibit. 19 BAB III PENUTUP. 23 DAFTAR PUSTAKA.. 24 ii

4 DAFTAR GAMBAR Gambar Teks Hal 1. Metode tali panjang (longline) dalam petak tambak untuk melakukan seleksi varietas bibit Gracilaria verrucosa 2. Rancang bagun dan tata letak tambak budidaya rumput laut Gracilaria verrucosa untuk melakukan kegiatan seleksi. 3. Perataan pelataran tambak untuk budidaya rumput laut (a), dan caren pada pinggir tambak untuk sistem polikultur (b) Konstruksi metode longline di tambak untuk melakukan kegiatan seleksi Pemasangan konstruksi dalam petak tambak (a) dan pemeliharaan varietas bibit yang akan diseleksi (b). 6. Bibit rumput laut Gracilaria verrucosa yang sesuai kriteria (a) potongan thalus rumput laut untuk dijadikan kandidat bibit parent stock (b). 7. (a) Pengikatan bibit dan (b) Penanaman bibit.. 8. Pemantauan dan perawatan rumput laut Gracilaria verrucosa yang dilakukan selama pemeliharaan Tahapan proses produksi bibit unggul rumput laut Gracilaria verrucosa cepat tumbuh melalui metode seleksi varietas Skema dan penjelasan prosedur kerja produksi bibit unggul rumput laut Gracilaria verrucosa cepat tumbuh melalui metode seleksi varietas 11. Konsep pengembangan kebun bibit rumput laut, Gracilaria verrucosa di tambak iii

5 iv

6 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan yang dapat diandalkan dalam program revitalisasi perikanan. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan dukungan teknologi budidaya melalui penelitian dan pengembangan yang dapat diadopsi dan secara signifikan dapat meningkatkan produktivitas pembudidaya rumput laut di Indonesia. Pencapaian program peningkatan produksi tersebut sangat diharapkan berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan devisa Negara. Peningkatan produksi sangat didukung oleh pemanfaatan hasil olahan ekstrak makroalga ini sebagai bahan dasar dalam industri makanan, kosmetik, farmasi, maupun sebagai bahan pendukung dalam industri lain, seperti industri kertas, tekstil, fotografi, semir sepatu, pasta gigir, pengalengan ikan/daging, dan pupuk (Sadhori, 1989; Wong dan Cheung, 2000; Akrim, 2002). Pemanfaatan ekstrak rumput laut yang terus meningkat menyebabkan produksi rumput laut semakin menjanjikan sebagai komoditas budidaya, perdagangan, serta menjadi pionir dalam program pemberdayaan dan alternatif usaha bagi masyarakat pesisir dan pulaupulau kecil. Melalui beberapa program KKP, seperti minapolitan, usaha 1 P a g e

7 budidaya dan produksi rumput laut ditargetkan melibatkan keluarga pembudidaya sebanyak satu kepala keluarga dengan tiga anggota keluarga setiap luasan lahan satu hektar (Anonim, 2005). Hal tersebut dapat direalisasikan melalui optimalisasi potensi sumber daya untuk budidaya rumput laut yang dilakukan dengan baik. Berdasarkan data yang ada, serta didukung oleh semua aspek input budidaya, luas areal yang telah dinyatakan sesuai untuk budidaya rumput laut adalah hektar, sehingga dengan asumsi setiap hektar lahan dapat memproduksi rumput laut kering rata-rata 16 ton per tahun, maka produksi dapat mencapai ton per tahun (Hikmayani dan Purnomo, 2006). Pada tahun 2009 total produksi agarophytes di Indonesia mencapai ton kering yang 81,60 % -nya ( ton) diserap oleh industri nasional dan sisanya diserap industri luar negeri (Anggadiredja, dkk 2011). Usaha budidaya rumput laut telah berkembang demikian pesatnya, terutama di kawasan timur Indonesia. Wilayah yang telah berhasil mengembangkan budidaya rumput laut Gracilaria antara lain Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Namun demikian, tingkat produksi fluktuatif, yang disebabkan karena benih yang diperoleh dari alam pada umumnya tidak berkesinambungan dan sangat tergantung pada musim. Selain itu, benih alam yang digunakan secara terusmenerus akan mengalami kemerosotan, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga menjadi rentan terhadap sidrom ekstrim lingkungan dan penyakit (Gunawan, 1987). 2 P a g e

8 Seleksi benih rumput laut dari satu populasi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan bibit unggul, dengan performansi bibit yang cepat tumbuh (Pong Masak dkk., 2011). Pada tahap awal dilakukan koleksi varietas dari beberapa daerah sentra budidaya yang diketahui variasi genetiknya, dipelihara secara serentak pada lokasi yang diketahui baik untuk budidaya rumput laut. Selanjutnya, dilakukan uji multilokasi dari strain yang paling baik kandungan agar dan pertumbuhannya. 2. Tujuan dan sasaran Tujuan metode seleksi ini adalah untuk mendapatkan varietas bibit unggul Gracilaria verrucosa untuk mendukung peningkatan produksi rumput laut di tambak serta mendukung pengembangan kebun bibit rumput laut Gracilaria verrucosa secara berkelanjutan. 3. Keunggulan Teknologi Bibit hasil seleksi varietas memberikan performa cepat tumbuh dengan laju pertumbuhan harian (LPH) di atas 5%. Bibit hasil seleksi dapat meningkatkan produksi sebesar 32-40% dibandingkan dengan bibit non seleksi. Teknologi seleksi varietas mudah diadopsi dan diterapkan oleh masyarakat pembudidaya. Bibit hasil seleksi varietas lebih tahan terhadap sindrom ekstrim lingkungan. 3 P a g e

9 BAB II SELEKSI BIBIT UNGGUL RUMPUT LAUT Metode yang dilakukan dalam seleksi bibit unggul rumput laut Gracilaria verrucosa adalah metode tali panjang atau biasa disebut metode longline. Longline merupakan rangkaian beberapa untai tali yang terdiri atas tali utama, tali bentangan, tali cincin dan pelampung membentuk suatu konstruksi empat persegi panjang sebagai tempat pemeliharaan rumput laut (Gambar 1). Metode ini sangat mempermudah saat melakukan kegiatan seleksi, dimana bisa dengan mudah mengontrol bibit yang menjadi kandidat unggul dan mempermudah saat melakukan panen. Selain mempermudah mengontrol dan melakukan panen bibit rumput laut, metode longline juga terhindar dari kotoran/lumpur yang berada didasar tambak. Ukuran wadah budidaya dengan metode ini sangat tergantung pada luasan tambak untuk pemanfaatan wadah budidaya. Gambar 1. Metode tali panjang (longline) dalam petak tambak untuk melakukan seleksi varietas bibit Gracilaria verrucosa. 4 P a g e

10 Kegiatan persiapan sampai dengan kegiatan seleksi varietas dilakukan dengan tahapan, sebagai berikut : 1. Pemilihan lokasi Lokasi lahan tambak untuk seleksi varietas bibit G. verrucosa pada prinsipnya sama dengan persyaratan lokasi untuk budidaya tambak pada umumnya, antara lain sebagai berikut: - Dasar lahan tambak merupakan substrat pasir berlumpur atau lumpur berpasir, - Sumber air harus cukup baik kuantitas maupun kualitas. Lokasi yang ideal adalah yang memiliki sumber air laut dan air tawar untuk mengontrol salinitas optimal bagi pertumbuhan bibit. - Lahan yang landai dengan kemiringan < 2 o dan ada perbedaan pasang surut antara 1,5-2,5 m, sehingga sirkulasi dan pergantian air tambak mudah dilakukan. Untuk mendukung sirkulasi air dalam petak tambak, maka saluran harus diperhatikan dan dibersihkan sehingga aliran air masuk- keluar dalam petak tambak menjadi lancar. - Salinitas air berkisar antara ppt, dengan salinitas optimal antara ppt. - Suhu air berkisar antara 20-28ºC (sangat tergantung wilayah/lokasi), - Nilai ph air 6-9, dengan nilai optimal antara 6,8-8,2, - Kedalaman air dalam tambak berkisar antara cm, 5 P a g e

11 - Lahan yang digunakan harus bebas dari limbah rumah tangga dan industri, - Pemilihan lokasi lebih diutamakan yang memiliki tingkat aksesibilitas, antara lain tersedia sumber bibit, bahan konstruksi, sarana & prasarana, transportasi, kontrol/pengawasan/aman, dan pemasaran hasil produksi. - Lokasi pengembangan kebun bibit harus mendapat dukungan sosial karena respons masyarakat sangat menentukan keberhasilan dalam menerima teknik pembibitan rumput laut. 2. Rancang Bangun dan Tata Letak Tambak Konstruksi tambak sebagai lahan untuk pembibitan rumput laut lebih sederhana dibandingkan dengan lahan budidaya udang atau ikan lainnya. Konstruksi lahan untuk pembibitan Gracilaria sp.(gambar 2 dan 3) sebagai berikut: Konstruksi (tambak baru) terdiri atas saluran pemasukan air (inlet), pintu air, pematang, pelataran, caren, saluran pengeluaran/buangan air (outlet). Rekontruksi/perbaikan lahan tambak marginal, seperti pekerjaan kedok teplok, menutup pematang yang bocor dan pembersihan kotoran dalam petak tambak, Kontruksi harus mempertimbangkan kelancaran resirkulasi air dalam tambak dengan memanfaatkan gravitasi untuk pergantian air, 6 P a g e

12 Lebar pematang tambak adalah 200 cm dengan tinggi pematang cm, Pelataran tambak harus bersih dari akar atau sisa vegetasi. Pintu Air Beton Gambar 2. Rancang bangun dan tata letak tambak budidaya rumput laut Gracilaria verrucosa untuk melakukan kegiatan seleksi. 7 P a g e

13 (a) (b) Gambar 3. Perataan pelataran tambak untuk budidaya rumput laut (a), dan caren pada pinggir tambak untuk sistem polikultur (b). 3. Persiapan Tambak Persiapan tambak kegiatan seleksi varietas bibit G. verrucosa meliputi: Mengeringkan petak tambak, selanjutnya tanah dasar tambak dijemur sampai kering. Pengeringan tambak membutuhkan waktu selama 4 7 hari tergantung dengan kondisi cuaca dalam proses pengeringan, Membersihkan saluran air dari kotoran, gulma, dan memperbaiki pendangkalan. Saluran merupakan hal yang menentukan untuk memperlancar sirkulasi air di dalam petak tambak, Memberantas hama melalui aplikasi saponin 50 kg/ha. Jumlah saponin yang diaplikasikan tergantung pada volume air dan salinitas. Jenis pengendali hama lainnya yang legal juga dapat digunakan sesuai dosis dan frekuensi yg dianjurkan, 8 P a g e

14 Memasukkan air ke dalam petak tambak sampai kedalaman cm, dibiarkan tergenang selama 24 jam, kemudian dibilas dengan cara membuang total air rendaman dan dibiarkan kering selama 1-2 hari, Mengisi petak tambak dengan air sampai kedalaman 10 cm di atas pelataran, Melakukan pemupukan menggunakan pupuk sumber N dan P sebanyak kg/ha dengan perbandingan 1:1. Jumlah pupuk tergantung pada tingkat kesuburan serta jarak petak tambak dari pantai. Pupuk dibiarkan larut dalam air selama waktu 24 jam, Menaikan ketinggian air sampai 30 cm di atas pelataran, dan tambak siap ditanami bibit G. verrucosa yang sudah terikat pada tali bentangan. 4. Persiapan Sarana Setelah pemilihan lokasi tambak, maka dilakukan persiapan dan konstruksi lokasi/tempat. Konstruksi lokasi menggunakan balok kayu ukuran 4x6 cm sepanjang 2 m sebagai patok yang ditancapkan pada kedua sisi tambak yang berfungsi untuk membentangkan tali utama. Ukuran luasan bergantung pada kemampuan penanganan serta ketersediaan luasan tambak, misalnya berukuran luas 100x35 m yang dapat memuat 100 tali bentangan. Tali bentangan memiliki jarak antar rumpun yaitu cm antar rumpun, sehingga setiap tali bentangan 9 P a g e

15 memuat titik rumpun bibit untuk melakukan seleksi. Jarak antar tali rumpun harus sama sehingga ruang untuk pertumbuhan bibit memiliki kesempatan yang sama, termasuk dalam memperoleh suplai nutrien dalam perairan. Demikian juga pada saat ditanam/dibentangkan di tambak pada tali utama, barisan tali bentangan harus diatur dengan jarak 1 m antar bentangan (Gambar 4 dan 5). Gambar 4. Konstruksi metode longline ditambak untuk melakukan seleksi. (a) (b) Gambar 5. (a) Pemasangan konstruksi dalam petak tambak, dan (b) pemeliharaan varietas bibit yang akan diseleksi. 10 P a g e

16 5. Penyediaan Stok Bibit Awal Memilih kultivar yang memiliki tallus bercabang banyak, rimbun, dan ujung-ujung tallus agak runcing, tumbuh memusat dari satu bagian pangkal dan menyebar, Tallus rumput laut secara morfologi kelihatan bersih, segar, dan berwarna cerah, Stok bibit yang berasal dari pembudidaya berumur antara hari, Tallus tidak berlendir, tidak rusak, tidak patah-patah, tidak berbau busuk pada saat dilakukan penanaman awal, Bibit harus homogen, tidak tercampur dengan jenis yang lain, Tallus rumput laut bebas dari penyakit (bercak-bercak putih dan terkelupas) serta biofouling, Memilih bibit dengan talus memanjang berkisar cm (a) (b) Gambar 6. Bibit rumput laut Gracilaria verrucosa yang sesuai kriteria (a), potongan thalus rumput laut untuk dijadikan kandidat bibit parent stock (b). 11 P a g e

17 6. Pengangkutan Bibit Penanganan bibit dari lokasi pengambilan stok dilakukan sebagai berikut: (a). bibit dijaga agar tetap lembab/basah selama dalam pengangkutan, ditutupi dengan tarpal plastik, (b). bibit dijaga agar terhindar dari air tawar, hujan, minyak, dan kotoran lainnya yang dapat merusak bibit, (c). bibit tidak tertekan oleh beban berat di atasnya dan (d). pengangkutan bibit dilakukan pada suhu udara dingin (malam hari) sehingga bibit tetap segar selama pengangkutan dan setelah tiba di lokasi pemeliharaan bibit. 7. Penyediaan dan Penebaran Benih Ikan Bandeng Subbab ini diperlukan bila budidaya produksi bibit dengan metode seleksi rumput laut Gracilaria verrucosa dilakukan dengan cara polikultur dengan ikan bandeng dan/atau udang. Pengangkutan benih ikan bandeng harus dilakukan dalam cuaca yang tidak panas (malam hari), penebaran benih dilakukan pada pagi hari. Adaptasi benih perlu dilakukan jika diperoleh dari lokasi luar/jauh. Polikultur rumput laut dengan ikan bandeng pada lahan 1 ha tambak idealnya digunakan rasio 1,0 1,2 ton bibit rumput laut berbanding ekor gelondongan ikan bandeng (Hasil Riset BRPBAP, lokasi di Marana Kabupaten Maros). Polikultur rumput laut, ikan bandeng, dan udang windu maupun vaname pada lahan 1 ha tambak idealnya digunakan rasio 3 ton rumput laut, ekor ikan bandeng dan ekor udang. 12 P a g e

18 Selain polikultur dengan ikan bandeng dan udang, rumput laut juga dapat dipolikultur dengan komoditas lainnya, seperti rajungan, ikan nila, dan kepiting bakau sebagai shelter. 8. Pengikatan dan Penanaman Bibit Pengikatan bibit Gracilaria verrucosa dilakukan di tempat yang teduh, sehingga memudahkan untuk menyiram/membasahi bibit selama proses pengikatan. Cara pengikatan bibit dilakukan sebagai berikut: (a). bibit ditimbang dengan bobot awal 25 gr per rumpun menggunakan timbangan dengan skala ketelitian yang akurat, (b). setiap rumpun bibit diikat dengan baik pada percabangan tallus sehingga tidak mudah terlepas saat dipelihara, (c). melakukan pencatatan bobot, kondisi, dan urutan nomor setiap rumpun bibit dalam setiap bentangan sebagai data awal, dan (d). setelah pengikatan bibit pada setiap bentangan, segera ditanam agar bibit tidak mengalami kekeringan. (a) (b) Gambar 7. (a) Pengikatan bibit dan (b) penanaman bibit. 13 P a g e

19 9. Pemeliharaan, Perawatan dan Pemantauan kualitas air Metode pemeliharaan bibit dengan sistem tali panjang (longline) disesuaikan dengan kondisi lingkungan perairan serta metode budidaya. Penanaman bibit dilakukan pada kedalaman 20 cm dari permukaan air agar tidak terpapar langsung oleh sinar matahari. Pembudidaya secara rutin memantau dan merawat bibit selama masa pemeliharaan. Pemantauan lingkungan perairan terhadap bibit juga penting dilakukan untuk melihat kondisi perairan serta penempelan biofouling. Hal itu merupakan faktor pendukung yang penting untuk melakukan tindakan rotasi bentangan ke tempat yang lebih baik ketika kondisi lingkungan perairan mulai menghambat proses pertumbuhan bibit rumput laut. Hal yang penting dilakukan selama proses pemeliharaan: Mengontrol resirkulasi air harian saluran pemasukan air (inlet) dan saluran pengeluaran air (outlet) dengan memanfaatkan pasang surut air laut, Mengukur parameter kualitas air tambak meliputi : suhu, salinitas, ph dan oksigen terlarut, kekeruhan seminggu sekali untuk memastikan kualitas air tetap pada kondisi pertumbuhan optimal, Mengontrol dan membersihkan tanaman pengganggu (lumut & kotoran lain yang menempel pada rumput laut), Menjaga kedalaman air minimal 80 cm untuk metode tali panjang, Jika pertumbuhan rumput laut lambat/kerdil karena tambak kurang subur, maka dilakukan pemupukan susulan (20% dari dosis pupuk awal), 14 P a g e

20 Pertumbuhan dipantau secara periodik (LPH >3% dikategorikan baik), Bila terjadi ledakan populasi lumut terjadi pada tambak, dilakukan pengangkatan lumut secara manual, Pada metode tebar dasar (produksi massal) dipertahankan ketinggian air sampai dengan 30 cm pada minggu ke 4 dan pada minggu ke 5 sampai panen dengan ketinggian air 50 cm. Pada metode tebar dasar (produksi massal) menjaga ketinggian air 60 cm agar pertumbuhan cabang lebih cepat. Gambar 8. Pemantauan dan perawatan rumput laut Gracilaria verrucosa dilakukan selama pemeliharaan. 10. Teknis Seleksi Bibit Tahapan kegiatan seleksi varietas Gracilaria verrucosa disajikan pada Gambar 9, dengan rincian sebagai berikut: (a) Menyiapkan timbangan, wadah, pisau cutter, serta tali baru/bersih untuk penimbangan bobot bibit, pemisahan dan pengikatan rumpun bibit dari varietas terbaik yakni yang memiliki Laju 15 P a g e

21 Pertumbuhan Harian (LPH) tertinggi sampai dengan cut off 10% (batasan pengambilan bibit terbaik) di setiap bentangan, (b) Setiap bentangan bibit dilepas dari tali induk kemudian dibawa ke pinggir pantai menggunakan perahu, (c) Bentangan diletakkan di atas terpal plastik sebagai pengalas sehingga terhindar dari pasir, kotoran, dan kerusakan tallus, (d) Setiap rumpun bibit dilepas dari ikatannya, kemudian dilakukan penimbangan setiap rumpun bibit secara berurutan dalam setiap bentangan, (e) Setelah semua rumpun bibit dalam satu bentangan ditimbang, laju pertumbuhan harian (LPH) dihitung, maka dilakukan pemilihan bibit yang memiliki LPH sampai dengan nilai LPH tertinggi 10% dari populasi, (f) Setiap rumpun bibit yang terpilih masing-masing menjadi varietas yang akan dipisahkan/dipotong menjadi rumpun baru dan diikat pada bentangan baru, selanjutnya dipelihara dengan metode dan proses yang sama dengan siklus sebelumnya selama 30 hari, (g) Setiap siklus pemeliharan ada kontrol internal dan kontrol eksternal. Kontrol internal diambil dari rumpun yang memiliki bobot rataan populasi, sedangkan kontrol eksternal adalah bibit yang diperoleh dari masyarakat pembudidaya lokal, (h) Seleksi tahap ke-2 dan seterusnya untuk mendapat varietas G-2.G4 dilakukan dengan proses yang sama dengan siklus sebelumnya, 16 P a g e

22 (i) Hasil pengujian dengan performa rumpun yang memiliki LPH tinggi dan stabil sampai dengan 90% menunjukkan bahwa varietas tersebut sebagai Varietas Unggul dan menjadi kandidat bibit unggul yang dikembangkan lebih lanjut. Gambar 9. Tahapan proses produksi bibit unggul rumput laut Gracilaria verrucosa cepat tumbuh melalui metode seleksi varietas. 17 P a g e

23 Populasi Bibit Awal (PS = G-0) (35 m tali bentangan; 230 titik rumpun; 25 gr/rumpun bobot awal bibit; 15 cm jarak antar rumpun; 1 m jarak antar bentangan; 30 cm dari permukaan perairan; jarak pelampung 3 m) 30 hari pemeliharaan (G-1) Ambil 10% rumpun dengan LPH tertinggi dari setiap bentangan PS sebagai varietas G-1 (per bentangan). Potong populasi hasil seleksi 25 g menjadi n rumpun (beri kode) + Kontrol (internal. dan eksternal.) 30 hari pemeliharaan (G-2) Ambil 10% rumpun dengan LPH tertinggi dari setiap bentangan G-1 sebagai varietas G-2 (per bentangan). Potong populasi hasil seleksi 25 g menjadi n rumpun (beri kode) + Kontrol (internal. dan eksternal.) 30 hari pemeliharaan (G-3) Ambil 10% rumpun dengan LPH tertinggi dari setiap bentangan G-2 sebagai varietas G-3 (per bentangan). Potong populasi hasil seleksi 25 g menjadi n rumpun (beri kode) + Kontrol (internal. dan eksternal.) 30 hari pemeliharaan (G-4) Ambil 10% rumpun dengan LPH tertinggi dari setiap bentangan G-3 sebagai varietas G-4 (per bentangan). Potong populasi hasil seleksi 25 g menjadi n rumpun (beri kode) + Kontrol (internal. dan eksternal.) LPH varietas hasil seleksi stabil Catatan: 1. Setiap siklus pemeliharaan harus ada kontrol internal (Ki) (sumber bibit dari rataan bobot rumpun yang diseleksi) dan kontrol eksternal (Ke) (sumber bibit dari masyarakat pembudidaya lokal). 2. Pemilihan lokasi kegiatan seleksi harus selektif, yakni lokasi yang memungkinkan pemeliharaan bibit sepanjang tahun, baik dengan menetap pada satu site atau dengan melakukan rotasi bentangan Varietas unggul PERBANYAKAN I (P-1) Ambil 80% - 90% rumpun terbaik dari varietas unggul (G-4) setelah 30 hari pemeliharaan PERBANYAKAN II (P-2) Ambil 80% - 90% rumpun terbaik dari varietas unggul (P-1) setelah 30 hari pemeliharaan DISTRIBUSI BIBIT Bibit dipanen untuk didistribusi atau dijual ke pembudidaya; setelah 30 hari pemeliharaan Gambar 10. Skema dan penjelasan prosedur kerja produksi bibit unggul rumput laut, Gracilaria verrucosa cepat tumbuh melalui metode seleksi varietas. 18 P a g e

24 BAB III KONSEP PENGEMBANGAN KEBUN BIBIT Konsep pengembangan kebun bibit adalah suatu gambaran atau acuan dalam melakukan pengembangan kebun bibit rumput laut Gracilaria verrucosa di tambak. Gambaran ini, mempermudah pembudidaya dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan budidaya yang akan dikelola. Petak kebun bibit untuk melakukan seleksi berada ditengah kawasan kebun bibit agar memudahkan melakukan mobilisasi bibit ke tambak budidaya/perbanyakan. Kebun bibit memerlukan luasan lahan untuk pengembangan seluas ± 42 ha (2 ha/petak). Setiap petak masing-masing memiliki 2 (dua) saluran pemasukan air (inlet) dan saluran pengeluaran air (outlet). Selain itu lahan yang dipilih harus lokasi yang sangat sesuai dan dapat dipergunakan untuk melakukan budidaya sepanjang tahun. Pengaturan lahan budidaya mulai dari tahap awal seleksi hingga perbanyakan bibit unggul hasil seleksi dengan pembagian petakan, sebagai berikut : petak parents stock (PS); petak bibit hasil seleksi generasi 1 (G-1); petak bibit hasil seleksi generasi 2 (G-2); petak bibit hasil seleksi generasi 3 (G-3); petak bibit hasil seleksi generasi 4 (G-4); petak perbanyakan (PP); petak tebar/distribusi (Gambar 11). 19 P a g e

25 Berdasarkan perhitungan mengacu konsep pengembangan kebun bibit ditambak pada asumsi hasil seleksi (cut off 10%) dengan laju pertumbuhan harian 5% atau pertumbuhan mutlak sebesar 112 gr pada bobot awal 25 gr (30 hari pemeliharaan), maka potensi produksi bibit unggul hasil seleksi sebagai berikut : a. Jarak tanam bibit 15 cm, dan jarak antar tali ris satu meter b. Tali ris sepanjang 35 meter dapat diikat sebanyak 230 rumpun bibit. c. cut off (batasan pengambilan bibit terbaik) sebesar 10% yang setara dengan jumlah 23 rumpun dari setiap bentangan. d. Konstruksi wadah budidaya ukuran 100x35 meter yang memuat 100 tali bentangan akan menghasilkan bibit hasil seleksi sebanyak ± 257,6 kg untuk dikembangkan selanjutnya (Petak 1). e. Petak 2 dengan bibit hasil seleksi sebanyak ± 257,6 kg akan memuat 45 tali bentangan pada bobot awal 25 gr dipelihara selama 30 hari sehingga petak 2 (G1) akan menghasilkan bibit hasil seleksi sebanyak ± 119,2 kg. f. Petak 3 dengan bibit hasil seleksi sebanyak ± 119,2 kg akan memuat 21 tali bentangan dipelihara selama 30 hari sehingga petak 3 (G2) akan menghasilkan bibit hasil seleksi sebanyak ± 54,09 kg. g. Petak 4 dengan bibit hasil seleksi sebanyak ± 54,09 kg akan memuat 10 tali bentangan dipelihara selama 30 hari sehingga petak 4 (G3) akan menghasilkan bibit hasil seleksi sebanyak ± 25,76 kg. 20 P a g e

26 h. Petak 5 dengan bibit hasil seleksi sebanyak ± 25,76 kg akan memuat 5 tali bentangan dipelihara selama 30 hari sehingga petak 5 (G4) akan menghasilkan bibit hasil seleksi sebanyak ± 12,88 kg. Bibit hasil seleksi varietas pada tingkatan G4 merupakan kandidat bibit unggul cepat tumbuh dengan LPH > 5% (kriteria unggul) yang siap diperbanyak pada petak perbanyakan. i. Petak (P1); bibit hasil seleksi G4 diperbanyak dengan mengambil 90% populasi (± 69,55 kg), sedangkan 10 % yang masih dengan pertumbuhan kurang baik dibuang (panen). j. Petak (P2); bibit hasil perbanyakan dengan mengambil 90% populasi (± 301,3 kg), sedangkan 10 % yang masih dengan pertumbuhan kurang baik dipanen. k. Petak (P3); bibit hasil perbanyakan dengan mengambil 90% populasi (± kg) untuk siap didistribusikan. l. Berdasarkan perhitungan, maka potensi produksi bibit unggul hasil seleksi mencapai ± 5,1 ton/unit/tahun. m. Jika mengacu pada konsep pengembangan kebun bibit dengan luasan 2 Ha/petak (5 unit/petak) maka potensi produksi bibit unggul hasil seleksi mencapai ± 25,5 ton/tahun. n. Proses seleksi terus berjalan secara sistematis dan kontinu sepanjang tahun sehingga bibit unggul hasil seleksi terus tersedia untuk pengembangan budidaya disekitar kawasan kebun bibit. 21 P a g e

27 Keterangan : TB = Tambak budidaya (tebar/distribusi) = Petakan untuk melakukan seleksi = Petakan perbanyakan = Arah arus. = Tahapan budidaya Gambar 11. Konsep pengembangan kebun bibit rumput laut Gracilaria verrucosa di tambak. 22 P a g e

28 BAB IV PENUTUP Dengan aplikasi metode seleksi varietas diharapkan dapat mempercepat tersedianya bibit yang berkualitas unggul dalam mendukung peningkatan produksi rumput laut di Indonesia. Selain itu, pelaksanaan program seleksi harus didukung oleh sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai serta dukungan dana yang cukup. Percontohan dan penyuluhan sangat diperlukan sehingga teknologi produksi bibit unggul Gracilaria verrucosa dengan metode seleksi dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat pembudidaya sehingga pada masa yang akan datang, operasionalisasi kebun bibit untuk menghasilkan bibit unggul rumput laut Gracilaria verrucosa hasil seleksi dan pemasaran hasil dapat dikelola oleh kelompok pembudidaya. 23 P a g e

29 DAFTAR PUSTAKA Akrim, H. D Pengembangan industri rumput laut di Indoesia, dalam Diseminasi Teknologi dan Temu Bisnis Rumput Laut, Makassar 11 September Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan, hal Anonim Profil rumput laut Indonesia. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. KKP. Jakarta. Anggadiredja, J.T., M.A. Widodo, A. Arfah, A. Zatnika, S. Kusnowirjono, I. Indrayani, D. Ma mun, Samila dan S. Hadi, Kajian Strategi Pengembangan Industri Rumput Laut dan Pemanfaatannya Secara Berkelanjutan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Asosiasi Petani dan Pengelola Rumput Laut Indonesia (ASPPERLI) dan Indonesia Seaweed Society (ISS). Anonim Profil rumput laut Indonesia. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. KKP. Jakarta. Gunawan, L.W Teknik kultur jaringan. Laboratorium kultur jaringan tanaman, pusat antar Universitas (PAU), Bioteknologi IPB, Bogor. Hikmayani Y, Purnomo AH Analisis pemasaran dan kelembagaan rumput laut di Indonesia. Makalah disampaikan pada Temu Bisnis Rumput Laut di Makassar 1 September 2006, 21 pp. Nurdjana, M.L Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia. Diseminasi teknologi dan temu bisnis rumput laut (hand out). Makassar, 12 September Badan Riset kelautan dan Perikanan. 35 Hlm. 24 P a g e

30 Pong-Masak, P. R., M. Tjaronge, A. Parenrengi, dan Rachmansyah Produksi Bibit Unggul Rumput Laut, Kappaphycus alvarezii Cepat Tumbuh dengan Metode Seleksi Klon. Makalah dipresentasekan pada acara Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA) Denpasar - Bali, tanggal Juli hal. Pong-Masak, P. R., Muh. Tjaronge, A. Sahrijannah dan Siti Fadilah Performansi Produksi Bibit Rumput Laut, Gracilaria verrucosa Melalui Seleksi Varietas. Laporan hasil penelitian pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. 16 hal. Pong Masak, P.R.,A. Sahrijannah., E. Septiningsih Penentuan cut off seleksi varietas untuk produksi bibit unggul rumput laut Gracilaria verrucosa. Prosiding Seminar Nasional Tahun X Hasil penelitian Kelautan dan Peikanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 10 hlm. Raikar, S. V., M. Iima and Y. Fujita Effect of Temperature, Salinity and Light Intensity on The Growth of Gracilaria spp. (Gracilridae, Rhodophyta) from Japan, Malaysia and India. Japan. p. 4. Sadhori, S.N Budidaya Rumput Laut. Balai Pustaka. 110 hal. Wong K.H. and Cheung, Nutritional Evaluation of Some Subtropical ed and Green Seawssd : Part II In Vitro Protein Digestibelity and Amino Acid Profiles of Protein Concentrates. Food Chemitry. 72: P a g e

31 LAMPIRAN 1. Monitoring Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Daily Growth Rate (DGR) adalah laju pertumbuhan harian rumput laut, digunakan untuk mengetahui pertambahan berat bibit rumput laut. Menurut Raikar et al. (2001) Daily Growth Rate (DGR) dapat dihitung menggunakan rumus : DGR = (ln Wt ln Wo) t X 100 % Keterangan : DGR = persentase laju pertumbuhan harian ln Wt = bobot akhir ln Wo = bobot awal t = waktu 26 P a g e

32 27 P a g e

POLIKULTUR RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) DENGAN BANDENG DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH

POLIKULTUR RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) DENGAN BANDENG DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH Media Akuakultur Volume 7 Nomor 1 Tahun 2012 POLIKULTUR RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) DENGAN BANDENG DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH Bambang Priono, Septyan Andriyanto, dan Irsyaphiani Insan Pusat

Lebih terperinci

SELEKSI KLON BIBIT RUMPUT LAUT, Gracilaria verrucosa

SELEKSI KLON BIBIT RUMPUT LAUT, Gracilaria verrucosa Seleksi klon bibit rumput laut (Petrus Rani Pong-Masak) SELEKSI KLON BIBIT RUMPUT LAUT, Gracilaria verrucosa Petrus Rani Pong-Masak *), Bambang Priono **), dan Irsyaphiani Insan **) Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKSPLAN RUMPUT LAUT, Gracillaria verrucosa HASIL KULTUR JARINGAN DENGAN KEPADATAN TEBAR BERBEDA DI TAMBAK

PERTUMBUHAN EKSPLAN RUMPUT LAUT, Gracillaria verrucosa HASIL KULTUR JARINGAN DENGAN KEPADATAN TEBAR BERBEDA DI TAMBAK 279 Pertumbuhan eksplan rumput laut... (Petrus Rani Pong-Masak) PERTUMBUHAN EKSPLAN RUMPUT LAUT, Gracillaria verrucosa HASIL KULTUR JARINGAN DENGAN KEPADATAN TEBAR BERBEDA DI TAMBAK ABSTRAK Petrus Rani

Lebih terperinci

POTENSI DAN PROSPEK SERTA PERMASALAHAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

POTENSI DAN PROSPEK SERTA PERMASALAHAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PROVINSI SULAWESI SELATAN Potensi dan prospek serta permasalahan pengembangan budidaya rumput laut... (Abdul Malik Tangko) POTENSI DAN PROSPEK SERTA PERMASALAHAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PROVINSI SULAWESI SELATAN Abdul

Lebih terperinci

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT DISUSUN OLEH : NAMA : ANANG SETYA WIBOWO NIM : 11.01.2938 KELAS : D3 TI-02 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012/2013 TEKNOLOGI BUDIDAYA

Lebih terperinci

Produksi bibit rumput laut grasilaria (Gracilaria verrucosa) dengan metode sebar di tambak

Produksi bibit rumput laut grasilaria (Gracilaria verrucosa) dengan metode sebar di tambak Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut grasilaria (Gracilaria verrucosa) dengan metode sebar di tambak ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan 4.1. Laju Pertumbuhan Mutlak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan mutlak Alga K. alvarezii dengan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Lebih terperinci

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line Standar Nasional Indonesia Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

Rencana Kegiatan panen

Rencana Kegiatan panen 2015/06/01 19:37 WIB - Kategori : Pakan CARA PRAKTIS MEMANENAN RUMPUT LAUT YANG MEMENUHI STANDAR KUALITAS Peningkatan produksi rumput laut indonesia saat ini pada kenyataannya belum diimbangi dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun Sekotong Lombok Barat, NTB. Pelaksanaan penelitian selama ± 65 hari dari bulan Februari hingga

Lebih terperinci

Widi Setyogati, M.Si

Widi Setyogati, M.Si Widi Setyogati, M.Si Pengertian Tambak : salah satu wadah budidaya perairan dengan kualitas air cenderung payau/laut, biasanya terdapat di pesisir pantai Tambak berdasarkan sistem pengelolaannya terbagi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Media Litbang Sulteng III (1) : 21 26, Mei 2010 ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Oleh : Novalina Serdiati, Irawati Mei Widiastuti

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR Ba b 4 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR 4.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi perikanan tangkap dengan komoditas ikan biang, ikan lomek dan udang

Lebih terperinci

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Kondisi terkini budidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Septyan Andriyanto) KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

MODEL PENERAPAN IPTEK PENGEMBANGAN KEBUN BIBIT RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii, DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA

MODEL PENERAPAN IPTEK PENGEMBANGAN KEBUN BIBIT RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii, DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, SULAWESI UTARA Model penerapan Iptek pengembangan kebun bibit rumput laut... (I Nyoman Radiarta) MODEL PENERAPAN IPTEK PENGEMBANGAN KEBUN BIBIT RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii, DI KABUPATEN MINAHASA UTARA, SULAWESI

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan LAMA PENCAHAYAAN MATAHARI TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DENGAN METODE RAKIT APUNG Haryo Triajie, Yudhita, P, dan Mahfud Efendy Program studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut 1 1. PENDAHULUAN Rumput laut atau yang biasa disebut seaweed tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Sargassum talusnya berwarna coklat, berukuran besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar

Lebih terperinci

3.3 Teknik Budidaya Rumput Laut (Gracillaria verrucosa) dengan Metode Longline Rumput laut adalah salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai

3.3 Teknik Budidaya Rumput Laut (Gracillaria verrucosa) dengan Metode Longline Rumput laut adalah salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai 3.3 Teknik Budidaya Rumput Laut (Gracillaria verrucosa) dengan Metode Longline Rumput laut adalah salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi sumber devisa non migas. Secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Dosis Perendaman Pupuk Formula Alam Hijau terhadap Pertumbuhan Alga Kappaphycus alvarezii di Desa Ilodulunga Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo 1,2 Alfandi Daud, 2

Lebih terperinci

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA 419 Pendederan ikan beronang dengan ukuran tubuh benih... (Samuel Lante) ABSTRAK PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA Samuel Lante, Noor Bimo Adhiyudanto,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO)

ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO) ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO) (Muhsanati, Etti Swasti, Armansyah, Aprizal Zainal) *) *) Staf Pengajar Fak.Pertanian, Univ.Andalas

Lebih terperinci

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Pengaruh Dosis Perendaman Pupuk Formula Alam Hijau (FAH) terhadap Pertumbuhan Alga Kappaphycus alvarezii di Desa Ilodulunga,

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas

Lebih terperinci

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 31 Mei 2012 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.. Keadaan Umum Daerah Penelitian 5... Keadaan Umum Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam regional Provinsi Bali.

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS RUMPUT LAUT DENGAN MENGETAHUI FAKTOR PENGELOLAAN Kappaphycus alvarezii DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS RUMPUT LAUT DENGAN MENGETAHUI FAKTOR PENGELOLAAN Kappaphycus alvarezii DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO 817 Upaya peningkatan produktivitas rumput laut... (Ruzkiah Asaf) UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS RUMPUT LAUT DENGAN MENGETAHUI FAKTOR PENGELOLAAN Kappaphycus alvarezii DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, dengan sekitar 18. 110 buah pulau, yang terbentang sepanjang 5.210 Km dari Timur ke Barat sepanjang

Lebih terperinci

Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini

Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini Pengaruh Berat Bibit Awal Berbeda terhadap Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii di Perairan Teluk Tomini 1.2 Ansar Ismail, 2 Rully Tuiyo, 2 Mulis 1 ansarismail@yahoo.com 2 Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK 915 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) UNTUK MENGONTROL KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK ABSTRAK Burhanuddin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rumput laut atau seaweeds adalah tanaman air dikenal dengan istilah alga atau

I. PENDAHULUAN. Rumput laut atau seaweeds adalah tanaman air dikenal dengan istilah alga atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumput laut atau seaweeds adalah tanaman air dikenal dengan istilah alga atau ganggang dan hidup pada salinitas tinggi, seperti di perairan payau ataupun di laut. Rumput

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl,

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jl. Kolam No.1 Medan Estate Kecamatan Medan Percut

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) a. www.aquaportail.com b. Dok. Pribadi c. Mandegani et.al (2016) Rumput laut

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

Oleh : ONNY C

Oleh : ONNY C JENIS, KELIMPAHAN DAN PATOGENISITAS BAKTERI PADA THALLUS RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii YANG TERSERANG ICE-ICE DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh : ONNY C14103066 SKRIPSI Sebagai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN Sari Sehat Multifarm didirikan pada bulan April tahun 2006 oleh Bapak Hanggoro. Perusahaan ini beralamat di Jalan Tegalwaru No. 33 di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN Peningkatan produksi karet yang optimal harus dimulai dengan pemilihan klon yang unggul, penggunaan bibit yang berkualitas sebagai batang bawah dan batang atas serta pemeliharaan yang

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA 41 Pentokolan udang windu siste hapa... (Erfan Andi Hendrajat) PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA ABSTRAK Erfan Andi Hendrajat dan Brata Pantjara Balai Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

VALIDASI LUAS LAHAN DAN PROFIL TAMBAK DI KABUPATEN BERAU

VALIDASI LUAS LAHAN DAN PROFIL TAMBAK DI KABUPATEN BERAU 505 Validasi luas lahan dan profil tambak di Kabupaten Berau (Mudian Paena) VALIDASI LUAS LAHAN DAN PROFIL TAMBAK DI KABUPATEN BERAU ABSTRAK Mudian Paena, Hasnawi, dan Akhmad Mustafa Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi 1 Udang Galah Genjot Produksi Udang Galah Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi gaya rumah susun. Setiap 1 m² dapat diberi 30 bibit berukuran 1 cm. Hebatnya kelulusan hidup meningkat

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) Bagian 3 : Produksi induk

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) Bagian 3 : Produksi induk Standar Nasional Indonesia ICS 65.150 Ikan lele dumbo (Clarias sp.) Bagian 3 : Produksi induk Badan Standardisasi Nasional SNI 6484.3:2014 BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI Oleh : FAUZI PANDJI IRAWAN NPM.0624310041 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Tidak hanya di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang cukup

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK WADAH BENIH AIR PERLAKUAN BIOFLOK PAKAN BOBOT WADAH / KOLAM WADAH / KOLAM Syarat wadah: Tidak

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Penanam dan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN BAB I PENDAHULUAN Beberapa program terkait pengembangan perkebunan kakao yang dicanangkan pemerintah adalah peremajaan perkebunan kakao yaitu dengan merehabilitasi tanaman kakao yang sudah tua, karena

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

Rencana Strategis. Tahun

Rencana Strategis. Tahun Rencana Strategis Tahun 0609 Profesional dalam penyediaan teknologi budidaya rumput laut yang mendukung program komersialisasi kelautan dan perikanan, minapolitan, industrialisasi serta ekonomi biru Loka

Lebih terperinci

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN LAUT DAN PAYAU (BPBILP) LAMU KABUPATEN BOALEMO 1 Ipton Nabu, 2 Hasim, dan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium I I I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium

Lebih terperinci

PEMBESARAN BANDENG DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

PEMBESARAN BANDENG DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) PEMBESARAN BANDENG DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) Usaha pembesaran bandeng banyak diminati oleh orang dan budidaya pun tergolong cukup mudah terutama di keramba jaring apung (KJA). Kemudahan budidaya bandeng

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Agustus 2009 di kebun Parungaleng, Cijayanti, Bogor dan Laboratorium Fisika, Laboratorium

Lebih terperinci

Seminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, Agustus 2014

Seminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, Agustus 2014 Seminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, 19-21 Agustus 2014 IMPLEMENTASI PEMUPUKAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) POLA MASYARAKAT PADA

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun PENGARUH UMUR SIMPAN BIBIT BAWANG MERAH VARIETAS SUPER PHILIP DAN RUBARU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN Yuti Giamerti dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Agro inovasi. Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat

Agro inovasi. Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat Agro inovasi Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat 2 AgroinovasI PENANAMAN LADA DI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH Lahan bekas tambang timah berupa hamparan pasir kwarsa, yang luasnya terus bertambah,

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA 853 Upaya peningkatan produksi pada budidaya... (Gunarto) UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA ABSTRAK Gunarto

Lebih terperinci

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial 1. Mengidentifikasi potensi dan peran budidaya perairan 2. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TAMBAK MEL ALUI BUDIDAYA PERIKANAN TERPADU

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TAMBAK MEL ALUI BUDIDAYA PERIKANAN TERPADU 539 Peningkatan produktivitas tambak melalui budidaya... (Brata Pantjara) PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TAMBAK MEL ALUI BUDIDAYA PERIKANAN TERPADU ABSTRAK Brata Pantjara*), Agus Nawang*), dan Irshapiani Insan**)

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PEDOMAN UMUM BUDIDAYA RUMPUT LAUT

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PEDOMAN UMUM BUDIDAYA RUMPUT LAUT RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PEDOMAN UMUM BUDIDAYA RUMPUT LAUT KOTONI (EUCHEUMA COTTONII) DAN GRACILLARIA (GRACILLARIA VERRUCOSA)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan salah satu peluang untuk kegiatan budidaya tambak baik yang dilakukan secara tradisional maupun intensif.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR Oleh: Dr. Endang Widyastuti, M.S. Fakultas Biologi Unsoed PENDAHULUAN Ikan merupakan salah satu sumberdaya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya

Lebih terperinci

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi) Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi) Pengolahan Tanah Sebagai persiapan, lahan diolah seperti kebiasaan kita dalam mengolah tanah sebelum tanam, dengan urutan sebagai berikut.

Lebih terperinci