BAB II LANDASAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Peran Aktor Dalam Konsep Pierre Bourdieu Istilah peran 1 pada awalnya merupakan terjemahan dari kata function, job, atau work. Adapun makna dari kata peran dapat dijelaskan lewat beberapa cara. Pertama, suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula dipinjam dari keluarga drama atau teater yang hidup subur pada jaman Yunani Kuno. Dalam arti ini, peran menunjuk pada karakteristik yang disandang untuk dibawakan oleh seseorang aktor dalam sebuah pentas drama. Kedua, suatu penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakteristik (posisi) dalam struktur sosial. Ketiga, suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional, menyebutkan bahwa peran seorang aktor adalah suatu batasan yang dirancang oleh aktor lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam satu penampilan/unjuk peran (role performance). Pada dasarnya ada dua paham 2 yang dipergunakan dalam mengkaji teori peran yakni dengan pendekatan paham strukturalis dan paham interaksionis. Paham strukturalis lebih mengaitkan antara peran-peran sebagai unit kultural, serta mengacu ke perangkat hak dan kewajiban, yang secara normatif telah dikelola oleh sistem budaya. Sistem budaya tersebut, menyediakan suatu sistem posisional, yang menunjuk pada suatu unit dari struktur sosial. Pada intinya, konsep struktur menonjolkan suatu konotasi pasif-statis, baik pada aspek permanen maupun aspek saling-kait antara posisi satu dengan lainnya. Paham interaksionis, lebih memperlihatkan konotasi aktif-dinamis dari fenomena peran, terutama setelah peran tersebut merupakan suatu perwujudan 1 Konsep tentang peran disarikan dari teks tentang functional theory of stratification dan functinalism, Bryan S. Turner (Editor) The Cambridge Dictionary Of Sosiology. New York: Cambridge University Press. Hal dan Smelser, Neil J.,dkk. (Editor) International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences. Hal Ibid 9

2 peran, yang bersifat lebih organis, sebagai unsur dari sistem sosial yang telah diinternalisasi oleh self dari individu pelaku peran. Dalam hal ini, pelaku peran menjadi sadar akan struktur sosial yang didudukinya. Oleh karena itu, ia berusaha untuk selalu kelihatan mumpuni dan dipersepsi oleh pelaku lainnya sebagai tak menyimpang dari sistem harapan yang ada dalam masyarakatnya. Istilah peran yang dikemukakan di atas, sangat berkaitan dengan istilah praktik dalam pengertian Pierre Bourdieu. Menurut Pierre Bourdieu (dalam Adib, 2012) praktik (secara sosial) merupakan hubungan relasional yakni struktur objektif dan representasi subjektif, agen dan pelaku, terjalin secara dialektik. Fenomena sosial apa pun merupakan produk dari tindakan-tindakan individual. Oleh karena itu, logika tindakan harus dilihat (dicari) pada sisi rasionalitas pelakunya (Haryatmoko, 2003). Bourdieu juga menambahkan praktek merupakan integrasi antara habitus dikalikan modal dan ditambahkan ranah, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: (Habitus x Modal) + Ranah= Praktik. Secara dialektis, Habitus adalah produk dari internalisasi struktur dunia sosial. Habitus diperoleh sebagai akibat dari ditempatinya posisi di dunia sosial dalam waktu yang panjang. Menurut Bourdieu, habibus adalah struktur mental atau kognitif yang dengannya orang berhubungan dengan dunia sosial. Orang dibekali dengan serangkaian skema terinternalisasi yang mereka gunakan untuk mempersepsi, memahami, mengapresiasi, dan mengevaluasi dunia sosial. Melalui skema ini, orang menghasilkan praktik mereka, mempersepsi dan mengevaluasinya (Ritzer dan Goodman, 2010; 581). Habitus dapat dipahami sebagai, di satu sisi, habitus adalah pada waktu tertentu merupakan hasil ciptaan (produksi) sejarah, dari praktik individu-individu kolektif yang selama periode historis yang panjang. Di sisi lain, habitus justru menjadi suatu yang dapat memandu individu dalam memproduksi praktek, di berbagai konteks, yang tidak sepenuh disadari (Bourdieu, 1977; 82). Habitus merupakan hasil ketrampilan yang menjadi tindakan praktis (tidak harus selalu disadari) yang kemudian diterjemahkan menjadi suatu kemampuan yang kelihatan alamiah dan berkembang dalam lingkungan sosial tertentu (Bourdieu, 1994: dalam Haryatmoko, 2003). Habitus digunakan sebagai kerangka untuk memahami 10

3 dan menilai realitas sekaligus penghasil praktik kehidupan yang sesuai dengan struktur-struktur objektif. Menurut Bourdieu (1980; dalam Haryatmoko, 2003) habitus merupakan sistem-sistem disposisi yang tahan waktu dan dapat diwariskan, struktur-struktur yang membentuk, artinya menjadi prinsip penggerak dan pengatur praktekpraktek hidup dan representasi-representasi, yang dapat disesuaikan dengan tujuan tanpa mengandaikan pengarahan tujuan secara sadar dan penguasaaan secara sengaja upaya-upaya yang perlu untuk mencapainya, secara objektif diatur dan teratur tanpa harus menjadi buah dari kepatuhan-kepatuhan akan aturan-aturan dan secara kolektif diselaraskan tanpa harus menjadi hasil dari pengaturan seorang dirigen. Pada titik ini, disposisi dimaknai sikap, kecenderungan dalam mempersepsi, merasakan, melakukan, dan berpikir, yang diinternalisasikan oleh individu berkat kondisi objektif eksistensi seseorang. Ranah (field) lebih dipandang Bourdieu (Ritzer dan Goodman, 2010: ) secara relasional daripada secara struktural. Ranah adalah jaringan relasi antarposisi objektif di dalamnya (Bourdieu dalam Ritzer dan Goodman. 2010:582). Keberadaan relasi-relasi ini terpisah dari kesadaran dan kehendak individu. Ranah merupakan: (1) arena kekuatan sebagai upaya perjuangan untuk memperebutkan sumber daya atau modal dan juga untuk memperoleh akses tertentu yang dekat dengan hirarki kekuasaan; (2) semacam hubungan yang terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu dan kelompok dalam tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan. Ranah (field) merupakan arena politik (kekuasaan) yang sangat penting, dimana terdapat hirarki kekuasaaan yang di dalamnya ada relasi/hubungan kekuasaan dalam arena politik yang memiliki daya untuk membantu menata, menstruktur (membangun) arena-arena yang lain (Ritzer dan Goodman, 2010; 583). Bourdieu menyatakan bahwa ada tiga langkah proses untuk menganalisis ranah, yaitu: pertama, menggambarkan keutamaan ranah (lingkungan) kekuasaan untuk menemukan hubungan setiap lingkungan khusus dengan lingkungan politik; kedua, menggambarkan struktur objektif hubungan antar berbagai posisi di dalam ranah tertentu; dan ketiga untuk mencoba menentukan ciri-ciri kebiasaan agen 11

4 yang menempati berbagai tipe posisi di dalam ranah (Ritzer dan Goodman, 2010; 583). Menurut Bourdieu (dalam Adib 2012), dalam ranah sosial akan selalu terjadi, mereka yang memiliki modal dan habitus yang sama dengan kebanyakan individu, akan lebih mampu melakukan tindakan mempertahankan atau mengubah struktur dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki modal. Modal dalam penjelasan Bourdieu terdiri dari, Modal Ekonomi, Modal Sosial, Modal Budaya dan Modal Simbolik. Modal ekonomi mencakup kepemilikan alat-alat produksi (seperti mesin, tanah, dan buruh), materi (pendapatan dan benda-benda), dan uang. Sedangkan Modal simbolik ini berupa, akumulasi prestasi, penghargaan, harga diri, jabatan, status, kehormatan, wibawa, reputasi, termasuk gelar akademis (Bourdieu, 1989; 197). Di sisi lain, modal budaya mencakup keseluruhan kualifikasi intelektual yang bisa diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan keluarga. Sedangkan modal sosial mencakup keseluruhan kepemilikan nilai, kepercayaan sosial dan jejaring sosial (Adib, 2012). Menurut Bourdieu (dalam Haryatmoko, 2003), keseluruhan kepemilikan modal tersebut, dapat membentuk sebuah struktur tindakan sosial (termasuk praktek keseharian) maupun lingkup sosial individu dalam masyarakat Pembangunan dan Perencanaan Dalam sejarah perjalanannya, konsep pembangunan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari pengaruh-pengaruh pikiran besar dunia, terutama yang berlaku di negara-negara Dunia Ketiga. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak saja masuk kedalam nuansa pembangunan di Indonesia, tetapi secara sadar telah diadaptasi oleh para elit penentu kebijakan, terutama melalui pendekatanpendekatan yang dibiayai oleh Bank Dunia dan badan-badan keuangan dunia lainnya (Wrihatnolo, 2009; 9). Pandangan tersebut dipertegas lagi oleh Sumodiningrat (dalam Wrihatnolo, 2009; 9) yang juga mengatakan bahwa kecenderungan perkembangan konsep pembangunan di Indonesia sejak tahun 1960-an adalah konsep growth stategy yang diikuti dengan paradigma 12

5 pertumbuhan ekonomi, namun sampai dengan tahun 1990-an, konsep pembangunan berkembang dengan gaya empowerment yang menitik-beratkan pada paradigma pembangunan manusia. Pembangunan adalah proses natural mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu terwujudnya masyarakat yang makmur sejahtera secara adil dan merata. Kesejahteraan ditandai dengan kemakmuran, yaitu meningkatnya konsumsi yang disebabkan karena meningkatnya pendapatan (Wrihatnolo, 2009; 1). Juga, dalam dalam pendekatan pertumbuhan ekonomi, pembangunan didefinisikan sebagai suatu proses yang berkesinambungan dari peningkatan pendapatan riil perkapita melalui peningkatan jumlah dan produktivitas sumber daya (Kartasasmita, 1997). Namun demikian, Bauzon (1992) dan Goulet (1977) (dalam Kartasasmita, 1997) mengatakan pula bahwa pembangunan perlu mengedepankan etika, yang berarti mengetengahkan bahwa proses pembangunan harus menghasilkan (1) terciptanya "solidaritas baru" yang mendorong pembangunan yang berakar dari bawah (grassroots oriented), (2) memelihara keberagaman budaya dan lingkungan, dan (3) menjunjung tinggi martabat serta kebebasan bagi manusia dan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan adalah suatu proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat, yang terukur dari terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Menurut Wrihatnolo (2009;2), dalam pendekatan pembangunan nasional, terdapat 3 hal mendasar yang perlu dilakukan. Pertama, pembangunan perlu diletakkan pada arah perubahan struktur. Kedua, pembangunan perlu diletakkan pada arah pemberdayaan masyarakat untuk menuntaskan masalah kesenjangan pembangunan, yakni pengangguran, kemiskinan dan tidak merata ruang serta kesempatan masyarakat untuk berpartispasi secara aktif dalam pembangunan. Ketiga, pembangunan perlu diletakkan pada arah koordinasi lintas sektor, yang mencakup program antar sektor, pembangunan antar daerah, dan pembangunan khusus. Dengan demikian, dalam rangka pencapaian ketiga hal mendasar di atas, pembangunan perlu dilakukan secara terpadu, terarah dan sistematis, serta memberikan ruang dan kesempatan bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam menyelesaikan masalah-masalahnya. Hal ini berarti pembangunan membutuhkan 13

6 sebuah proses perencanaan yang terukur, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perencanaan merupakan merupakan daftar tindakan yang disusun dalam urutan, dan dianggap akan dapat mencapai suatu sasaran (Welsh, 1983;47). Ini berarti pula bahwa perencanaan merupakan upaya-upaya manusia untuk meminimalkan ketidakpastian guna mencapai sebuah tujuan. Wrihatnolo R. dan Nugroho (2011;3) mengemukakan bahwa perencanaan merupakan kemampuan mengukur. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia (Pasal 1 ayat 1 UU No.25/20041 dan Pasal 1 ayat 1 PP No.8/2008). Dengan demikian, perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Widodo (dalam Wrihatnolo R. dan Nugroho (2011;3-4), terdapat 8 (delapan) jenis perencanaan, yaitu (1) perencanaan menurut jangka waktu, (2) perencanaan menurut sifat dorongannya, (3) perencanaan menurut alokasi sumber daya, (4) perencanaan menurut tingkat keluwesan, (5) perencanaan menurut sistem ekonomi, (6) perencanaan menurut arus informasi, (7) perencanaan menurut dimensi pendekatan, (8) perencanaan menurut lingkaran aktivitas pembangunan. Berdasarkan kerangka sistematis yang diamanatkan dalam UU No. 25 tahun 2004 tersebut, maka dokumen perencanaan pembangunan terdiri dari 8 (delapan) yakni, (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan; (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program presiden/kepala daerah dan memuat strategi pembangunan nasional/daerah, kebijakan umum, kerangka ekonomi makro, program-program, dan kegiatan pembangunan; (3) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut 14

7 Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL), adalah dokumen perencanaan kementerian/ lembaga untuk periode 5 (lima) tahun; (4) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah, (Renstra- SKPD), adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima) tahun; (5) Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP), adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun; (6) Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun; (7) Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL), adalah dokumen perencanaan kementrian/lembaga untuk periode 1 (satu) tahun; (8) Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD), adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun (Nugroho dan Wrihatnolo, 2011;55-56). Berdasarkan prosesnya, perencanaan pembangunan melalui dua proses, yakni proses politik dan proses teknokratik. Pertama, proses politik. Setiap pemilihan umum (Pemilu Presiden maupun Pemilu Kepala Daerah/Walikota) selalu ada yang namanya penyampaian visi dan misi calon. Munculnya visi dan misi tersebut, kemudian menjadi alat transaksi politik, yang pada akhirnya menentukan keinginan publik, untuk memutuskan pilihan yang tepat dalam proses pemilu. Dalam pendekatan perencanaan pembangunan, visi dan misi tersebut merupakan dokumen rencana yang diakui. Sehingga, apabila terpilih, setiap visi dan misi tersebut akan direalisasikan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan yang biasa disebut dengan rencana pembangunan jangka menengah. Pada tahapan inilah, yang disebut dalam perencanaan, sebagai proses politik. Kedua, proses teknokratik. Para pengamat profesional (biasanya dari Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi), dapat menjadi sumber pengidentifikasian kebutuhan atau masalah di masayarakat. Walau tidak mengalami sendiri, berbekal pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, para 15

8 profesional dapat dengan baik mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi masyarakat, termasuk permasalahan yang tidak disadari oleh masyarakat itu sendiri. Dari hasil pengamatan inilah yang menjadi titik tolak dari perencanaan. Penyusunan rencana yang demikian ini, yang dinamakan sebagai proses teknokratik. Karena rencana yang dihasilkan dalam proses politik dan teknokratik ini berbeda, keduanya harus diserasikan dan diterjemahkan dalam bahasa yang dapat dijalankan oleh para birokrat. Hasil dari penyerasian inilah yang kemudian menjadi agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) (Nugroho dan Wrihatnolo, 2011;59-61). Sehingga pada titik inilah proses perencanaan pembangunan menerapkan dua pendekatan, yaitu proses dari atas ke bawah (top down) dan sebaliknya proses dari bawah ke atas (bottom up). Keseluruhan proses perencanaan pembangunan tersebut dilebur menjadi empat tahapan perencanaan, yaitu; Pertama, Evaluasi kinerja rencana pembangunan sebelumnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi tentang kapasitas lembaga pelaksana, kualitas rencana sebelumnya, serta untuk memperkirakan kapasitas pencapaian kinerja di masa yang akan datang. Kedua, Penyusunan rencana yang terdiri atas langkah-langkah: (1) penyiapan rancangan rencana pembangunan oleh lembaga perencana dan bersifat rasional, ilmiah, menyeluruh dan terukur; (2) penyiapan rancangan rencana kerja oleh lembagalembaga pemerintah sesuai dengan kewenangannya; (3) musyawarah perencanaan pembangunan; dan (4) penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. Ketiga, Penetapan rencana untuk menetapkan landasan hukum bagi rencana pembangunan yang dihasilkan pada langkah penyusunan rencana. Keempat, Pengendalian pelaksanaan rencana yang merupakan bagian dan tanggung jawab pimpinan lembaga pemerintahan. (Nugroho dan Wrihatnolo, 2011;62-63) 2.3. Desa Pengertian Desa Istilah desa berasal dari bahasa India swadesi yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup dengan kesatuan norma serta memiliki batas yang jelas. 16

9 Istilah desa dan perdesaan sering dikaitkan dengan pengertian rural dan village yang dibandingkan dengan kota (city/town) dan perkotaan (urban). Antonius T. (dalam Sumpeno, 2011;3) mengatakan bahwa konsep perdesaan dan perkotaan mengacu kepada karakteristik masyarakat sedangkan desa dan kota merujuk pada suatu satuan wilayah administrasi atau teritorial, dalam hal ini perdesaan mencakup beberapa desa. Koentjaraningrat (1977) mendefinisikan desa sebagai komunitas kecil yang menetap di suatu daerah, sedangkan Bergel (1995) mendefinisikan desa sebagai setiap pemukiman para petani. Pengertian desa dalam tiga aspek; (1) analisis statistik, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan dengan penduduk kurang dari 2500 orang, (2) analisis sosial psikologis, desa merupakan suatu lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan akrab dan bersifat informal diantara sesama warganya, dan (3) analisis ekonomi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan dengan penduduknya tergantung kepada pertanian, (Sumpeno, 2011;3). Di Indonesia penggunaan istilah tersebut digunakan dengan cara yang berbeda untuk masing-masing daerah, seperti dusun bagi masyarakat Sumatera Selatan, dati bagi Maluku, kuta untuk Batak, nagari untuk Sumatera Barat, atau wanua di Minahasa. Bagi masyarakat lain istilah desa memiliki keunikan tersendiri dan berkaitan erat dengan mata pencaharian, norma dan adat istiadat yang berlaku, (Sumpeno, 2011;3). Zakaria (2000) menyatakan, desa adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama atau suatu wilayah, yang memiliki suatu organisasi pemerintahan dengan serangkaian peraturan-peraturan yang ditetapkan sendiri, serta berada di bawah pimpinan desa yang dipilih dan ditetapkan sendiri. Definisi ini, menegaskan bahwa desa sebagai satu unit kelembagaan pemerintahan mempunyai kewenangan pengelolaan wilayah perdesaan. Wilayah perdesaan sendiri diartikan sebagai wilayah yang penduduknya mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam, dengan susunan fungsi wilayah sebagai pemukiman 17

10 perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi, (Sumpeno, 2011;3). Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, (PP 72 Tahun Pasal 1 Ayat 5). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa desa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang dibangun berdasarkan sejarah, nilai-nilai, budaya, hukum dan keistimewaan tertentu yang diakui dalam sistem kenegaraan kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kewenangan untuk mengatur, mengorganisir dan menetapkan kebutuhan masyarakatnya secara mandiri Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia (Pasal 1 ayat 1 UU No.25/ dan Pasal 1 ayat 1 PP No.8/ ). Perencanaan pembangunan adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perencanaan pembangunan desa dilakukan secara partisipatif oleh pemerintah desa sesuai dengan kewenangannya (Pasal 63 ayat 2 PP 72/2005). Dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah di Desa disebut dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). RPJMDes adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 3 Tentang Desa 4 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) 5 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah 18

11 (lima) tahun yang memuat strategi dan arah kebijakan pembangunan Desa, arah kebijakan keuangan Desa dan program prioritas kewilayahan, yang disertai dengan rencana kerja. RPJMDes disusun untuk menjadi panduan atau pedoman bagi komunitas desa dan supradesa, dalam rangka mengelola potensi maupun persoalan di desa. Oleh karena itu, RPJMDes merupakan dokumen perencanaan yang terintegrasi dengan perencanaan pembangunan kabupaten/kota, (Pasal 63 ayat 1 PP No 72/2005). RPJMDes dapat dimaknai sebagai dokumen cetak biru (blue print) desa selama rentang waktu lima (5) tahun. Dokumen cetak biru ini memuat arah dan orientasi pembangunan desa selama lima tahun. Secara konsepsional capaian pembangunan desa selama lima tahun dituangkan ke dalam visi dan misi desa. RPJMDes juga merumuskan permasalahan desa, strategi dan kebijakan yang hendak ditempuh, serta program dan kegiatan yang disiapkan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. RPJMDes kemudian dijabarkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) sekaligus dengan penganggarannya yang disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Kedua dokumen ini, RKP Desa dan APB Desa merupakan hasil (output) dari musrenbang tahunan. Perencanaan pembangunan desa dilaksanakan dengan prinsip sekaligus syarat sebagai berikut (Forum Pengembangan Dan Pembaharuan Desa, 2008;5) : a) Pemberdayaan. Yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. b) Partisipatif. Yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan. c) Berpihak pada Masyarakat. Yaitu seluruh proses pembangunan di pedesaan secara serius memberikan kesempatan yang seluasluasnya bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin. 19

12 d) Terbuka. Yaitu setiap proses dan tahapan perencanaan pembangunan dapat dilihat dan diketahui secara langsung oleh seluruh masyarakat desa. e) Akuntabel. Yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan pembangunan dapat dipertanggung-jawabkan dengan benar, baik pada pemerintah desa maupun pada masyarakat. f) Selektif. Yaitu semua masalah terseleksi dengan baik untuk mencapai hasil yang optimal. g) Efisien dan Efektif. Yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tersedia. h) Keberlanjutan. Yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan harus simultan dan berlangsung terus-menerus. i) Cermat. Yaitu data yang diperoleh cukup obyektif, teliti, dapat dipercaya, dan menampung aspirasi masyarakat. j) Proses Berulang. Yaitu pengkajian terhadap suatu masalah/hal dilakukan secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik. Proses penyusunan RPJMDes meliputi 3 (tiga) tahap (Forum Pengembangan Dan Pembaharuan Desa, 2008;16). Pertama, Tahap Persiapan Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) RPJMDes, merupakan semua proses yang perlu dilakukan mulai dari sosialisasi, pengkajian desa bersama masyarakat, dan penyusunan draft rancangan awal RPJMDes. Proses persiapan ini mempunyai peran yang sangat penting agar perencanaan desa benar-benar dapat disusun dengan baik dan partisipatif. Terakhir, adalah persiapan teknis penyelenggaraan musrenbangnya sendiri, mulai dari penyebaran undangan, pemberitahuan secara terbuka, penyiapan tempat, materi, alat dan bahan. Kedua, Tahap Pelaksanaan Musrenbang dan Penyusunan RPJMDes, meliputi proses musyawarah bersama warga dan berbagai pemangku kepentingan untuk membahas draft rancangan awal RPJMDes dan 20

13 menyepakati berbagai hal penting di dalamnya. Ini merupakan proses yang terpenting agar dapat diperoleh kualitas dan legitimasi dokumen perencanaan. Ketiga, Tahap Pelembagaan Dokumen RPJMDes, merupakan proses legislasi penetapan dokumen RPJMDes ke dalam Peraturan Desa. Kemudian dilanjutkan dengan sosialisasi Peraturan Desa tentang RPJMDes tersebut kepada masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan (desa, kecamatan, Unit Pelaksana Teknis Daerah [UPTD] atau kepanjangan SKPD di kecamatan). Dokumen publik wajib disebarluaskan kepada masyarakat Kerangka Pikir Penelitian Dalam konteks wilayah, desa merupakan basis masyarakat terkecil. Dalam perencanaan pembangunan ditingkat daerah, meskipun desa tidak diberikan otonomi khusus, namun perencanaan pembangunan desa menjadi pendukung kestabilan dan kemampuan otonomi daerah (kabupaten/kota). Perencanaan pembangunan desa yang dimaksud ialah penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang merupakan pedoman dan panduan pembangunan desa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Hambatan dan tantangan dialami oleh desa dalam penyusunan RPJMDes seperti, lemahnya kapasitas sumber daya manusia untuk perencanaan, intervensi daerah (kabupaten) yang melemahkan kemandirian perencanaan pembangunan, lemahnya partisipasi masyarakat dari bawah dalam perencanaan pembangunan serta benturan proseduralisme birokrasi pemerintahan, menjadi perosalan mendasar yang dihadapi dalam proses perencanaan pembangunan desa. Dalam menanggapi kelemahan serta tantangan tersebut, muncullah beberapa aktor yang cukup berpengaruh. Tindakan-tindakan aktor ini, berusaha untuk memecahkan masalah dan perjuangannya untuk memecah kebuntuan kekuasaan dalam proses perencanaan pembangunan desa. Dalam kaitan dengan itu serta bersumber pada konsep Bourdieu tentang tindakan/praktik, maka eksistensi aktor dalam perannya (tindakan), menjadikan 21

14 arena (field) pertentangan dan perjuangan kuasa dikonstruksi dalam posisi relasi antar posisi yang objektif bukan relasi struktural yang terpaut dengan dominasi kuasa. Pada titik inilah peran aktor dalam penyusunan RPJMDes (field) menjadi sangat signifikan, guna memecahkan kebuntuan perencanaan pembangunan desa. Peran aktor dalam penyusunan RPJMDes ini juga ditempatkan dalam relasi timbal balik dengan arena (field) perjuangannya. Pada prinsipnya aktor, menempatkan strateginya dengan berbagai sumber daya yang dimilikinya maupun potensi pembangunan desa itu sendiri, dalam kerangka memecahkan kebuntuan proses penyusunan RPJMDes. Ini dilakukan bukan karena keberpihakan, tetapi demi keuntungan dirinya, ataupun institusinya. Demikianlah kerangka pikir penelitian, yang menjadi acuan peneliti untuk menelaah peran aktor dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Polobogo Bagan 2.1. Kerangka Pikir Penelitian AKTOR Arena Perjuangan (Ranah) Habitus Modal Penyusunan RPJMDes Peran/Praktek/Tindakan Aktor 22

15 2.5. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang Peran Aktor Dalam Penyusunan RPJMDes Polobogo ini terinspirasi dari beberapa penelitian terdahulu. Akan tetapi, dari berbagai penelitian tersebut, tidak ada yang khusus memfokuskan pada peran aktor dengan pendekatan sosiologis, seperti yang penulis fokuskan dalam penelitian ini. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan peran aktor dan penyusunan RPJMDes. Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No. Penelitian Hasil Penelitian 1 Dwiyanto Peran Pemerintah Dalam Pembangunan Pedesaan Di Desa Kandangan, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung (Skripsi). Universitas Diponegoro Hasil dari penelitian ini adalah : 1. Pemerintah kabupaten memiliki peran yang tinggi dalam menjalankan perannya baik sebagai regulator dan pelaksana program pembangunan di desa. Namun peran pemerintah ini dirasakan oleh masyarakat belum begitu memberi dampak yang signifikan, hal ini dikarenakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten masih bersifat pengampu. 2. Peran pemerintah kecamatan hanya sebagai fasilitator kebijakan maupun pelaksana pembangunan. Hal ini dikarenakan terdapatnya pergeseran fungsi dan kedudukan pemerintah kecamatan. Sedangkan untuk peran pemerintah desa didalam pembangunan pedesaan pada dasarnya memiliki peran sebagai pembuat kebijakan dan sebagai 23

16 2 Indrastanti, S. Retno. dkk Pendampingan Penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (Jurnal). Universitas Muhammadiyah Surakarta pelaksana program pembangunan, namun dilapangan pemerintah desa cenderung menjalankan fungsi sebagai pelaksana program pembangunan. Hasil dari penelitian ini adalah : 1. Pelaksanaan pendampingan penyusunan dokumen tersebut dimulai dengan tahapan pelatihan penyusunan RPJMDes Makamhaji. Pelatihan ini melibatkan seluruh kepala urusan, anggota BPD, perwakilan masyarakat dan beberapa kepala dusun di Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Adapun materi yang disampaikan dalam pelatihan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Aspek regulasi dalam perencanaan desa (2) Fungsi RPJMDes sebagai pedoman dalam proses pembangunan desa. (3) Partisipasi masyarakat dalam penyusunan dokumen RPJMDes, dann beberapa teknik mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan RPJMDes 2. Dalam pelaksanaan penyusunan dokumen RPJMDesa Makamhaji secara umum berjalan dengan cukup lancar, hal ini terlihat dari antusiasnya peserta dalam mengikuti proses pelatihan dan pendampingan masyarakat, akan tetapi 24

17 3 Mahayana Wayan Peran Kepala Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Desa Di Desa Bumi Rapak Kecamatan Kaubun Kabupaten Kutai Timur (E-Jurnal). Universitas Mulawarman dalam pelaksanaan terdapat beberapa hambatan yang menjadi kelemahan dalam proses ini yaitu : (1) Kurangnya pemahaman para pemangku kepentingan tentang pentingnya penyusunan Dokumen RPJMDes ini. (2) Adanya dominasi dari pihak tertentu yang ingin memasukkan program dan kegiatannya ke dalam RPJMDesa, sehingga membuat dokumen tersebut menjadi kurang aspiratif. Hasil dari penelitian ini adalah : 1. Peran Kepala Desa dalam meningkatkan Pembangunan desa di Desa Bumi Rapak sudah berjalan dengan baik, Kepala Desa selaku pemerintah desa telah menjalankan perannya sesuai dengan tugas, wewenang dan fungsinya dalam meningkatkan kegiatan-kegiatan atau program pembangunan desa yang sudah berjalan hingga saat ini. Peran Kepala Desa tersebut adalah memotivasi warga, memfasilitasi warga dalam kegiatankegiatan pembangunan desa, serta menggerakkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong dan kegiatan lainnya. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran Kepala Desa dalam meningkatkan 25

18 4 Rostyaningsih, Dewi., Suwandi Perencanaan Pembangunan Partisipatif Di Desa Surakarta Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon (E-Jurnal). Universitas Diponegoro pembangunan desa yaitu sebagai berikut : (1) Kualitas sumber daya aparatur desa; (2) Partisipasi masyarakat dalam pembangunan di desa. (3) Memiliki sumber dana yang jelas dari Alokasi Dana Desa (ADD) dan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Hasil dari penelitian ini adalah : 1. Proses perencanaan pembangunan belum dilaksanakan dengan baik di Desa Surakarta Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon, dimana beberapa tahapan proses perencanaan pembangunan belum dilaksanakan, diantaranya tahapan persiapan yakni Musyawarah pra musrenbang dan tahapan pembahasan kegiatan/penetapan prioritas kegiatan yang akan disampaikan ke tingkat musrenbang. 2. Faktor yang mempengaruhi perencanaan partisipatif di Desa Surakarta Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon tidak berjalan dengan baik sebagian besar didominasi oleh pemahaman yang minim dari masyarakat dan pemerintah desa tentang perencanaan pembangunan. 26

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaan fungsi desentralisasi dan demokratisasi pada tingkat lokal (Otonomi Daerah), pemerintah melakukan upaya-upaya yang signifikan melalui penataan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

- 1 - BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); Rencana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang merupakan kewenangan daerah sesuai dengan urusannya, perlu berlandaskan rencana pembangunan daerah yang disusun berdasarkan kondisi

Lebih terperinci

Page 1 of 12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 04 TAHUN 2009 T E N T A N G PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan merupakan tahapan awal dalam proses pembangunan sebelum diimplementasikan. Pentingnya perencanaan karena untuk menyesuaikan tujuan yang ingin

Lebih terperinci

Drs MOHAMAD IrFAN, M.Si. Bpm aeh. Hermes Hotel, 4 Oktober 2016

Drs MOHAMAD IrFAN, M.Si. Bpm aeh. Hermes Hotel, 4 Oktober 2016 Drs MOHAMAD IrFAN, M.Si. Bpm aeh Hermes Hotel, 4 Oktober 2016 Psl 18 (2) huruf b : Pengakuan atas hak asal-usul, istiadat. Psl 18 ayat (7) : Susunan organisasi Pemerintahan Daerah dan di bawahnya. Self

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 4 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 63 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

HAND OUT PENGANTAR PERENCANAAN PEMBANGUNAN

HAND OUT PENGANTAR PERENCANAAN PEMBANGUNAN HAND OUT PENGANTAR PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENGERTIAN Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten Subang telah memberikan hasil yang positif di berbagai segi kehidupan masyarakat. Namum demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 260 menyebutkan bahwa Daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana pembangunan Daerah

Lebih terperinci

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Pemerintah Kabupaten Wakatobi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Wakatobi memiliki potensi kelautan dan perikanan serta potensi wisata bahari yang menjadi daerah tujuan wisatawan nusantara dan mancanegara. Potensi tersebut

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA: PENDEKATAN COMMUNITY LEARNING AND PARTICIPATORY PROCESS (CLAPP) Oleh Utami Dewi 1

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA: PENDEKATAN COMMUNITY LEARNING AND PARTICIPATORY PROCESS (CLAPP) Oleh Utami Dewi 1 PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA: PENDEKATAN COMMUNITY LEARNING AND PARTICIPATORY PROCESS (CLAPP) Oleh Utami Dewi 1 Desa memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Bukan hanya dikarenakan sebagian

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mengingat bahwa hakekat Pembangunan Nasional meliputi pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka fungsi pembangunan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

- 1 - BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT, Menimban: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berwenang menetapkan dokumen perencanaan. Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN 2004) yang kemudian

I. PENDAHULUAN. berwenang menetapkan dokumen perencanaan. Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN 2004) yang kemudian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pembangunan untuk Negara berkembang, termasuk Indonesia, masih mempunyai peranan yang sangat besar sebagai alat untuk mendorong dan mengendalikan proses pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN. (Lembaran Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2014 Seri E BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN. (Lembaran Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2014 Seri E BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Lembaran Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2014 Seri E BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lamongan tahun 2005-2025 adalah dokumen perencanaan yang substansinya memuat visi, misi, dan arah pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Jl. Soekarno Hatta No. 17 Telp (0426) Kode Pos Mamuju

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Jl. Soekarno Hatta No. 17 Telp (0426) Kode Pos Mamuju PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Jl. Soekarno Hatta No. 17 Telp (0426) 21295 Kode Pos 51911 Mamuju PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2014 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL PROGRAM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan

Lebih terperinci

Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Jangka Panjang dan Menengah) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang 2016

Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Jangka Panjang dan Menengah) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang 2016 Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Jangka Panjang dan Menengah) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang 2016 Definisi Perencanaan adalah menentukan tindakan masa depan melalui uruta

Lebih terperinci

Pengelolaan. Pembangunan Desa. Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN

Pengelolaan. Pembangunan Desa. Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Berdasarkan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa Buku Bantu

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1 1.1. Latar Belakang RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati Mandailing Natal yang akan dilaksanakan dan diwujudkan dalam suatu periode masa jabatan. RPJMD Kabupaten Mandailing Natal

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA ( RPJM-DESA ) DAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA ( RKP-DESA ) DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian

Lebih terperinci

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG 11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2013

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2013 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2013 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL PROGRAM

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

B U P A T I B I M A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

B U P A T I B I M A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG B U P A T I B I M A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2005 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Desa Yang Baik, Pemerintahan Desa dituntut untuk mempunyai Visi dan Misi yang baik atau lebih jelasnya Pemerintahan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN -1- Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan Tanggal : 09 Desember 2010 Nomor : 12 Tahun 2010 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2013-2018 1.1. Latar Belakang Lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa Edisi Desember 2016 PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Lebak mempunyai catatan tersendiri dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pada jaman kolonial, kabupaten ini sudah dikenal sebagai daerah perkebunan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN BANDI. 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN

MANAJEMEN KEUANGAN BANDI. 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA BANDI 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN 1 MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA (MKN) MKN meliputi antara lain: 1. Sistem Administrasi Keuangan Negara (SAKN) 2. Sistem Penganggaran 3. Sistem Pelaporan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN 2013-2018 JL. RAYA DRINGU 901 PROBOLINGGO SAMBUTAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 BAB 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM Oleh: Donny Setiawan * Pada era demokratisasi sebagaimana tengah berjalan di negeri ini, masyarakat memiliki peran cukup sentral untuk menentukan

Lebih terperinci

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) 6 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) Waktu : 4 (empat) kali tatap muka pelatihan (selama 400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Pembaharuan tata kelola pemerintahan, termasuk yang berlangsung di daerah telah membawa perubahan dalam berbagai dimensi, baik struktural maupun kultural. Dalam hal penyelenggaraan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah dibagi menjadi beberapa tahapan mulai dari Perencanaan Jangka Panjang, Jangka Menengah, dan Tahunan. Dokumen perencanaan jangka panjang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA SALINAN KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan regional, juga bermakna sebagai pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT PERATURAN DESA CINTAKARYA NOMOR: 1 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJM-Desa) TAHUN 2015 2020 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 2 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

Lebih terperinci