RKT DIT KESWAN TAHUN 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RKT DIT KESWAN TAHUN 2016"

Transkripsi

1 RKT DIT KESWAN TAHUN

2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI i ii BAB I PENDAHULUAN 3 A. Latar Belakang 3 BAB II VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5 A. Visi 5 B. Misi 5 C. Tujuan 6 D. Sasaran 6 BAB III KEBIJAKAN, STRATEGI, PROGRAM DAN KEGIATAN 9 A. Kebijakan 9 B. Strategi 9 C. Program dan Kegiatan 9 MATRIK RENCANA KINERJA KESWAN TAHUN

3 BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Kebijakan dan Program Kesehatan Hewan tidak hanya mendukung program Swasembada Daging melalui Program Pemenuhan Pangan Asal Ternak dan AgribisnisPeternakan Rakyat dengan pendekatan penyakit (animal diseases approach) terkait dengan kesehatan ternak semata akan tetapi lebih luas lagi yaitu pendekatan kesehatan hewan secara menyeluruh (animal health approach). Pendekatan kesehatan hewan tidak bisa hanya ditinjau dari aspek produksi atau ekonomi semata, akan tetapi perlu orientasi yang lebih bertumpu kepada aspek kesehatan dan kesejahteraan manusia sebagai sasaran akhir. Karenanya bidang kesehatan hewan harus dipandang dari berbagai aspek antara lain sebagai bagian dari pembangunan pertanian melalui pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat baik berasal dari ternak sapi dan kerbau juga dari ternak atau hewan lain yang dikonsumsi manusia sebagai substitusi, produk hewan bagian dari kesehatan masyarakat melalui pencegahan penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia (zoonosis) dan bagian dari kesehatan lingkungan melalui kelestarian hewan dan lingkungannya dan penyakit emerging dan reemerging disease. Peranan kesehatan hewan dalam kehidupan masyarakat sangat penting meliputi berbagai sumbangan yang nyata bagi kesehatan manusia, kesejahteraan dan kualitas kehidupan manusia melalui peningkatan kesehatan, pemanfaatan dan produktifitas seluruh jenis hewan yang ada di dunia. Kesehatan hewan bukan hanya melindungi manusia dari resiko yang berkaitan dengan hewan dan produknya, akan tetapi juga memberikan sumbangan baru bagi ilmu pengetahuan biologik dan medik, melindungi kehidupan lingkungan serta mempertahankan kelestarian sumberdaya genetika. Peran profesi ini sangat beragam dan luas oleh karena melayani kebutuhan baik hewan maupun manusia. Dengan semakin meningkatnya usaha peternakan yang dikelola secara intensif dan bahkan terintegrasi dengan rantai produksi makanan (food production chain), maka aspek kesehatan hewan menjadi sangat penting karena terkait erat dengan metode pengendalian mutu (quality control methods). Disamping pengkajian kesehatan hewan terhadap sumbangan yang nyata bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia, maka pelaksanaan program kesehatan hewan juga harus dikaji dari keuntungan ekonomi yang diharapkan. Salah satu kajian yang selama ini belum dikembangkan secara maksimal adalah kurangnya memperhitungkan keuntungan antara (intermidiate benefit) maupun juga keuntungan yang tidak terlihat (intangible benefit) serta harga produk peternakan termasuk obat hewan yang bervariasi menurut waktu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan dalam pencegahan, pengendalian maupun pemberantasan penyakit hewan menular adalah suatu prasyarat untuk kemajuan perkembangan ekonomi peternakan. Disamping itu, profesi kedokteran hewan di masa depan semakin lebih berfokus kepada perawatan (care), kesehatan (health), kesejahteraan (welfare), penggunaan (utility) dan 3

4 produktivitas (productivity) hewan daripada hanya kepada penyakit (disease) dan pengendaliannya. Fokus perubahan ini terjadi lebih cepat pada hal-hal yang berkaitan dengan pangan (food), laboratorium, satwa air (aquatic animals) dan satwa liar (wild animals) daripada hewan kesayangan (companion animals). Hasil pembangunan kesehatan hewan selama ini menunjukkan kinerja yang masih belum maksimal, sehingga untuk ikut mendukung program pembangunan peternakan nasional masih diperlukan adanya peningkatan maupun penyempurnaan programprogram dengan jenis kegiatan yang relevan dengan perkembangan global saat ini. Hal ini tercermin antara lain dengan semakin besarnya ancaman penyakit eksotik, pengawasan lalu lintas hewan dan produknya yang belum dapat dilaksanakan secara maksimal, status kesehatan hewan masih rendah yang ditengarai oleh masih cukup tingginya angka kematian, masih rendahnya angka kelahiran dan produktifitas ternak, status kesehatan lingkungan yang masih rentan terhadap penyakit hewan menular dan masih sering terjadinya wabah, belum dapat diawasinya secara baik pembuatan, penyediaan, peredaran dan pemakaian obat hewan serta masih rendahnya kualitas pelayanan kesehatan hewan di lapangan. Beberapa permasalahan yang menyebabkan situasi kesehatan hewan tersebut antara lain adalah makin kecilnya peranan pemerintah pusat dalam pelaksanaan penanganan kesehatan hewan (otonomi daerah), masih rendahnya partisipasi dan peran serta masyarakat, kurangnya koordinasi antar instansi dan pihak-pihak yang terkait dengan bidang kesehatan hewan, kurangnya kualitas maupun kuantitas sumberdaya manusia yang menangani bidang kesehatan hewan, masih relatif kecilnya anggaran yang disediakan di masing-masing unit kerja serta beragamnya struktur dinas daerah yang melaksanakan fungsi kesehatan hewan. 4

5 BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN A. VISI Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang ingin dicapai oleh Direktorat Kesehatan Hewan pada akhir periode renstra 2015 sampai Visi Direktorat Kesehatan Hewan menggambarkan konsistensi kinerja direktorat selama jangka waktu 5 tahun yang merupakan gambaran yang menyeluruh mengenai peranan dan fungsi Direktorat Kesehatan Hewan. Visi yang dirumuskan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Visi memberikan arah pandangan kedepan. 2. Visi memberikan gambaran kondisi masa depan yang ingin dicapai 3. Visi ditetapkan secara rasional, realistis, dan mudah dipahami. 4. Visi dirumuskan secara singkat, padat, dan mudah diingat. 5. Visi berlaku pada setiap kemungkinan perubahan. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut maka visi Direktorat Kesehatan Hewan dirumuskan sebagai berikut: Terwujudnya pelayanan publik yang profesional dan maju dibidang kesehatan hewan. Visi tersebut mengandung 3 (tiga) nilai yang tinggi, yaitu: 1. Pelayanan publik berarti lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang baik (good veterinary practices). 2. Profesional yang berarti mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi Direktorat Kesehatan Hewan dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman profesi dibidang kesehatan hewan. 3. Maju berarti menerapkan sistem dan prosedur operasional urusan kesehatan hewan berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan modern. B. MISI Misi adalah rumusan umum mengenai upaya yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan guna mewujudkan visi Direktorat Kesehatan Hewan. Atas dasar itu misi sebaiknya menggambarkan tugas pokok dan fungsi direktorat sekaligus menjembatani penjabaran visi ke arah tujuan dan sasarnnya. Berdasarkan definisi dan uraian mengenai misi tersebut maka misi Direktorat Kesehatan Hewan disusun berdasarkan urutan isu-isu strategis kesehatan hewan dan struktur organisasi Direktorat Kesehatan Hewan sebagai berikut: 1. Pengamatan penyakit hewan (P2H). 2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan (P3H). 3. Perlindungan hewan (PH). 4. Kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan (KSKH). 5. Pengawasan obat hewan (POH). 6. Pelayanan prima. 5

6 C. TUJUAN Tujuan disusun berdasarkan hasil identifikasi potensi dan permasalahan yang diuraikan mengenai isu-isu strategis. Berdasarkan arahan tersebut maka tujuan yang ingin dicapai adalah pencapaian status kesehatan hewan yang kondusif untuk pengembangan budidaya hewan/ternak, perdagangan hewan/ternak dan bahan asal hewan dalam era perdagangan bebas, dan kecukupan pangan dan gizi dari produk peternakan. Atas dasar pertimbangan tersebut diatas, tujuan kesehatan hewan adalah : 1. Mempertahankan Indonesia bebas PMK dan penyakit eksotik lainnya. 2. Pembebasan Indonesia/ bagian dari wilayah Indonesia bebas penyakit hewan strategis melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan strategis. 3. Mencegah masuknya, berkembangnya, dan menyebarnya penyakit hewan baru melalui penerapan analisa resiko dan kesiagaan darurat. 4. Mengembangkan kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan. 5. Penyediaan obat hewan yang berkualitas melalui pengendalian mutu dan pengawasan peredarannya. 6. Pelayanan publik bidang kesehatan hewan yang prima dari pusat sampai daerah. D. Sasaran Strategis Sasaran strategis disusun berdasarkan identifikasi potensi dan permasalahan yang dirumuskan dalam isu-isu strategis. Sasaran strategis yang ditetapkan merupakan indikator tercapainya tujuan serta mencerminkan berfungsinya semua program/ kegiatan kesehatan hewan yang telah ditetapkan. Target kinerja sasaran strategis harus bersifat spesifik, dapat diidentifikasi dengan jelas, terukur (measureable), dapat tercapai sesuai dengan kapasitasnya (achievable), mencerminkan adanya keterkaitan antara target keluaran (outputs) dan target masukan (inputs) yang relevan, dan waktu yang digunakan untuk pencapaiannya sesuai dengan yang ditetapkan (time bound). Atas dasar itu sasaran yang ditetapkan untuk jangka waktu 3 (tiga ) tahun ke depan yaitu: 1. Indonesia tetap bebas PMK dan bebas penyakit eksotik lainnya. Sampai 2014 ukuran bebas dengan surveilans. Dokumen renstra untuk surveilans penyakit eksotik misal PMK (sinergis dengan roadmap SEAFMD). 2. Bagian wilayah Indonesia bebas penyakit strategis (rabies, AI, SE, Brucellosis (sesuaikan dengan situasi penyakit di wilayahnya). Road map anthrax belum ada. Th yang dimaksudkan wilayah indonesia yang bebas wilayah yang mana untuk per penyakit : Brucellosis : Sumut, Aceh, Papua, Madura AI : Papua, Papua Barat, Maluku, mempertahankan Malut 6

7 Anthrax : mempertahankan bebas kasus pada daerah endemis dan mempertahankan daerah yang masih bebas Hog Cholera : pembebasan regional II Rabies : pembebasan bali, kepri, babel, kalbar (kab. Ketapang) Akan dilengkapi lagi setelah rapat master plan/road map pembebasan rabies dan brucellosis. 3. New emerging dan Re-emerging Disease. (apa yang akan dicapai). Ada perub. Metodologi, Sedang dipersiapkan peng uatan kesiagaan darurat veteriner indonesia/kiat vetindo. Ada hal teknis dimana daerah kurang antusias. Akan dilakukan simulasi (nipah, paratb, hendra, ebola). Mekanisme pelaporan peny. eksotik akan disosialisasikan ke pemda (dalam keadaan darurat sah saja pelaporan daerah langsung ke pusat). Bagaimana pengujian di pintu masuk sudah kuat, agar efektif pencegahan thd peny. eksotik. Kiat vetindo lintas departemen, bagaimana me-link ke departemen lain. Misal bagaimana dukungan kemenkeu untuk kompensasi masuk ke strategi umum. Dulu ada tripartit (SKB) 4. Penguatan surveilans dan SIKHNAS Surveilans terstruktur dalam rangka pembebasan dan mempertahankan bebas, deteksi penyakit, dan surveilans post vaksinasi. Pengembangan dan aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (SIKHNAS) seluruh dinas kab/kota, (termasuk puskeswan2 di kabupaten lokasi pilot project NVS) Pengembangan sistem informasi laboratorium (infolab) di BBVET/BVet seluruh Indonesia berbasis website. Pembuatan pedoman surveilans penyakit strategis 5. Kelembagaan dan sumber daya mantap. Peningkatan jumlah dokter hewan dan paramedik yang bertugas di puskeswan terutama pada wilayah yang potensial bagi pengembangan peternakan. Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan hewan (bagaimana mendapatkan legalitas tenaga paramedik veteriner) Peningkatan sarana dan prasarana puskeswan, laboratorium Peningkatan kompetensi fungsional medik dan paramedik. Menjadi urusan wajib bagi daerah untuk menyediakan tunjangan sesuai dengan jenjang fungsional medik dan paramedik. Urusan kesehatan hewan harus menjadi urusan wajib. Bagaimana supaya puskeswan bisa berkembang seperti rumah sakit peningkatan kompetensi puskeswan, adanya farm identification dan recording, antisipasi pasar global penjaminan mutu ternak untuk ekspor (status kesehatan ternak) pengawasan mulai dari pakan dan obat yang diberikan. 7

8 Bagaimana meng-edukasi peternak untuk melakukan recording. Pengembangan siskeswannas Bagaimana puskeswan peran dan fungsi yang optimal bagi pemberi informasi bagi sikhnas (pelaporan) masukkan permen, dapat mencontoh dari puskesmas (revisi permen) Perlunya jejaring kerja antara lab keswan, lab kesehatan, lab perguruan tinggi, Penambahan jumlah laboratorium keswan. Bagaimana pengelolaan check point pedoman. Cari ttg Buku PSTS (Peternak Sehat Ternak Sehat), pedoman puskesmas bagaimana mengadopsi sistem pelaporan Pengembangan SIKHNAS P2H 6. Obat hewan yang beredar di Indonesia. Jaminan mutu obat hewan Peningkatan kapasitas produksi industri obat hewan dalam negeri Peningkatan jumlah obat hewan yang mendapatkan nomor registrasi Peningkatan jumlah perusahaan yang sudah menerapkan CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik) Pengembangan kompetensi pengawas obat hewan Peningkatan penertiban peredaran dan pengawasan obat hewan. Sertifikasi CPOHB oleh assesor yang kompeten. 8

9 BAB III KEBIJAKAN, STRATEGI, PROGRAM DAN KEGIATAN 1. Arah Kebijakan dan Strategi Umum Strategi pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan ditempuh melalui kegiatan perlindungan hewan, pengamatan penyakit hewan, pengendalian dan pemberantas penyakit hewan menular strategis termasuk zoonosis, penguatan kelembagaan kesehatan hewan serta peningkatan kompetensi dokter hewan dan paramedik veteriner, dan pengobatan dan pengawasan obat hewan. Perlindungan hewan adalah tindakan yang dilaksanakan dalam rangka melindungi/mengamankan hewan, manusia dan lingkungan terhadap penyakit hewan menular dan eksotik yang dilakukan melalui penetapan dan penerapan persyaratan kesehatan hewan bagi hewan yang akan masuk ke dalam dan/atau keluar dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengamatan penyakit hewan adalah tindakan pemantauan (surveilans) terhadap ada tidaknya penyakit hewan tertentu di suatu wilayah (pulau atau kawasan pengamanan hayati hewan) sebagai langkah awal dalam rangka kewaspadaan dini dan penyusunan pemetaan penyakit hewan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemberantasan penyakit hewan adalah tindakan untuk membebaskan suatu wilayah dan/atau kawasan pengamanan hayati dan/atau pulau dari penyakit hewan menular yang meliputi usaha penutupan daerah tertentu terhadap keluar-masuk dan lalu-lintas hewan dan produk hewan, penanganan hewan tertular dan bangkai, serta tindakan penanganan wabah yang meliputi eradikasi penyakit hewan dan depopulasi hewan. Sedangkan pengobatan penyakit hewan adalah tindakan untuk menghilangkan rasa sakit, penyebab sakit, mengoptimalkan kebugaran dan ketahanan hewan melalui usaha perbaikan gizi, tindakan transaksi terapetik, penyediaan dan pemakaian obat hewan, penyediaan sarana dan prasarana, pengawasan dan pemeriksaan, serta pemantauan dan evaluasi pasca pengobatan. Peningkatan kuantitas meliputi pemberian iklim yang kondusif kepada para pengusaha dan calon pengusaha untuk bergerak dalam usaha produksi, distribusi obat hewan. Sedangkan peningkatan kualitas dimaksudkan untuk dapat bersaing di pasar internasional dan strategi dilakukan dengan mendorong perusahaan produsen obat hewan menerapkan Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB) sehingga memiliki sertifikat. Untuk meningkatkan pengawasan terhadap peredaran obat hewan ilegal strategi operasional adalah melakukan koordinasi dengan instansi terkait dari unsure badan karantina pertanian, direktorat bea dan cukai, kepolisian, badan POM, dan Dinas Peternakan atau yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di seluruh Indonesia. 9

10 Pendayagunaan peran dan fungsi kelembagaan serta SDM peternakan dan kesehatan hewan untuk kebijakan dan pengambilan keputusan sehinga perumusan kebijakan maupun pengambilan keputusan menjadi lebih tepat. Oleh karena itu kelembagaan akan dilengkapi disertai dengan ketatalaksanaan, pengelolaaan SDM dalam rangka melaksanakan misi untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Strategi yang akan ditempuh akan dilakukan melalui pendayagunaan peran dan fungsi yang dilakukan oleh SDM peternakan dan kesehatan hewan pusat untuk proses pengambilan keputusan melalui fungsi-fungsi perencanaan, evaluasi, kepegawaian dan keuangan serta perlengkapan. Pendayagunaan ini diarahkan agar SDM yang ada untuk melayani pembangunan peternakan bukan hanya lingkup organisasinya saja. Agar supaya pembangunan kesehatan hewan dapat dicapai, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategi secara menyeluruh sebagai berikut : a. Menyusun perencanaan program pembangunan kesehatan hewan nasional yang sifatnya top-down policy berdasarkan periode pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang yang implementasi pembangunannya mengakomodir kepentingan dan situasi kondisi status kesehatan hewan daerah sehingga model pembangunan kesehatan hewannya bersifat buttom-up planning. b. Penataan ulang dan penegasan kembali kewenangan urusan kesehatan hewan antara pusat dan daerah. c. Pendegelasian sebagian kewenangan veteriner (veterinary authority) kepada dokter hewan swasta (praktisi, mandiri dan technical service) dengan akreditasi. d. Membangun sistem kompetensi profesi medik dan paramedik veteriner. e. Mengembangkan jejaring laboratorium veteriner. f. Mengembangkan sistem akreditasi laboratorium veteriner. g. Mengembangkan program surveilans yang mempunyai target peluang pasar (market requirement). h. Meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat (public awareness) dan proposi secara berkelanjutan. i. Menyusun rencana dan kewajiban bersama antara pusat dan propinsi dalam program pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular dan urusan kesehatan hewan lainnya. j. Mengembangkan program biosekuriti berdasarkan resiko (riks based). k. Mengembangkan integrasi sektor swasta dalam pembiayaan dan penyediaan sarana untuk kesiagaan darurat dan pemberantasan penyakit hewan menular.mengembangkan sistem sertifikasi penerapan Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB). l. Mengembangkan sistem akreditasi penerapan manajemen kesehatan hewan dan biosekuriti di peternakan berdasarkan kompartemen (compartment based). m. Mengembangkan jejaring dan sistem informasi kesehatan hewan. 10

11 2. Program dan Kegiatan a. Pengamatan Penyakit Hewan Kebijakan operasional pengamatan penyakit hewan mencakup: (1) Laboratorium Kesehatan Hewan Kebijakan ini dilakukan dengan peningkatan pembinaan laboratorium kesehatan hewan (Balai Besar Veteriner/Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional, Laboratorium Kesehatan Hewan Propinsi/Type B dan Laboratorium Kesehatan Hewan Kabupaten/Type C) dalam pengamatan penyakit hewan antara lain sebagai diagnosis dan pengamatan penyakit, pusat informasi kesehatan hewan regional, pemetaan penyebaran penyakit dan analisis veteriner terapan, pusat pengembangan kewaspadaan penyakit, lembaga rujukan standarisasi metoda dan sertifikasi pengujian veteriner untuk ekspor dan impor hewan dan produk hewan serta pelayanan teknis laboratorium kesehatan hewan dan laboratorium kesehatan masyarakat veteriner. Peningkatan kapasitas laboratorium dalam hal ini Balai Besar Veteriner atau Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional (BBVet/BPPV), Laboratorium Kesehatan Hewan Propinsi/Tipe B dan Laboratorium Kesehatan Hewan Kabupaten/Tipe C antara lain melalui penambahan jumlah laboratorium, peningkatan kuantitas dan kualitas SDM laboratorium yang kompeten dan profesional, standardisasi metode pengujian, penyedian bahan diagnosa dan pengujian. (2) Surveilans dan Monitoring Kebijakan surveilans ini dilakukan agar kegiatan surveilans (aktif dan pasif) dapat dilakukan secara baik, benar dan teratur yang melibatkan semua stakeholder bersama masyarakat untuk mengetahui status kesehatan hewan suatu populasi dengan mengontrol dan mendeteksi secara dini suatu penyakit yang penting secara ekonomi, keamanan pangan dan perdagangan serta untuk dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk sistem peringatan dini (early warning system) dan mencegah peningkatan intensitas kasus dan penyebaran serta meluasnya penyakit di suatu wilayah yang berpedoman kepada suatu pedoman surveilans penyakit hewan yang baku. Adapun monitoring yang merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mendeteksi perubahan penyakit dengan menggunakan parameter epidemiologi perlu lebih diprogramkan secara sistematis dan terencana. Tujuan spesifik dari surveilans dan monitoring antara lain adalah untuk memperkirakan aras dan intensitas penyakit (prevalensi/insidensi), 11

12 mendeteksi penyakit yang baru muncul, mendeteksi letupan (wabah) penyakit dan untuk meyakinkan keberadaan penyakit dalam populasi. (3) Sistem Informasi Kesehatan Hewan (a) Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (SIKHNAS) Penyediaan data dan informasi penyakit hewan sangat penting terutama dalam memfasilitasi penentuan kebijakan pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan serta perdagangan hewan/produk hewan, dimana kebijakan importasi didasarkan pada status penyakit hewan dan situasi penyakit di suatu negara/wilayah negara untuk menghindari tertularnya penyakit dari luar negeri (penyakit eksotik). Kebijakan yang dilaksanakan adalah mengembangkan dan menyempurnakan secara terus menerus sistem informasi sesuai perkembangan IPTEK agar informasi penyakit hewan dapat dilaporkan secara berkala dari lapangan sampai di pusat secara on-line system dengan transfer data elektronik (Electronic Data Transfer). Dengan cara itu maka analisis terhadap data dapat segera dilakukan sebagai dasar dalam penentuan kebijakan. Indonesia sebagai salah satu anggota lembaga kesehatan hewan dunai atau OIE wajib melaporkan perkembangan informasi penyakit hewan secara berkala melalui sistem World Animal Health Information System (WAHIS) dan secara regional melalui ASEAN Regional Animal Health Information System (ARAHIS). (4) Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner Semua kegiatan surveilans dan monitoring dilakukan berdasarkan kaidahkaidah epidemiologi yang panduannya diterbitkan oleh Direktorat Kesehatan Hewan yang berisi antara lain cara pengambilan jumlah sampel, cara menghitung sampel, cara menganalisis sampel. Untuk mengetahui dampak penyakit hewan diperlukan perhitungan secara ekonomi (ekonomi veteriner). Hal ini sangat diperlukan untuk perencanaan kerugian ekonomi akibat penyakit hewan langsung (kematian ternak, penurunan produktifitas, bahaya zoonosis) maupun tidak langsung (kehilangan pekerjaan, pendapatan menurun, dampak psikis, dampak pariwisata). b. Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan (1) Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan dalam bentuk pencegahan, pemberantasan dan/atau pengobatan penyakit hewan. Pengendalian dimaksudkan sebagai suatu usaha yang terorganisir di daerah atau di pusat untuk mengurangi kejadian (incidence) atau kerugian suatu penyakit sampai pada tingkat terkendali atau tidak mempunyai dampak yang 12

13 serius terhadap kestabilan kesehatan hewan dan masyarakat. Sedangkan pemberantasan dimaksudkan sebagai suatu usaha yang terorganisirr untuk menghilangkan atau mengeliminasi suatu penyakit pada suatu daerah tertentu sampai tidak terjadi lagi. (2) Kebijakan yang dilaksanakan dalam program pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular adalah dilakukan secara bertahap berdasarkan prioritas yang dikenal sebagai penyakit hewan menular strategis, yaitu penyakit hewan yang berdampak kerugian ekonomi luas/tinggi oleh karena bersifat menular, menyebar cepat serta berakibat angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (memiliki eksternalitas tinggi) atau berpotensi mengancam kesehatan masyarakat. (3) Kebijakan operasional yang dilaksanakan dalam penanggulangan wabah penyakit hewan menular yang merupakan penyakit dadakan (emergency) dari semua jenis penyakit hewan menular (infeksius) eksotis maupun endemis yang dapat terjadi kapan dan dimana saja yang dampaknya secara luas berskala nasional, regional atau lintas propinsi adalah pemerintah bersama pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kebupaten/kota mengalokasikan dana yang memadai untuk pengamanan, pemberantasan dan pengobatan hewan. Dalam hal penyakit hewan menular eksotik, tindakan pemusnahan harus dilakukan terhadap seluruh hewan yang tertular dengan memperhatikan status konservasi hewan yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam program pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular dari 13 (tigabelas) jenis penyakit strategis terdapat 5 (lima) jenis penyakit yang perlu mendapatkan prioritas dan perhatian khusus di tingkat nasional karena kerugian ekonomi dan dampak kesehatan masyarakat yang ditimbulkan. c. Perlindungan Hewan Kebijaksanaan operasional perlindungan hewan meliputi pengamanan Negara Indonesia terhadap penyakit hewan eksotik, pengamanan pengeluaran hewan dari Negara Indonesia dan peningkatan kesiagaan terhadap penyakit hewan eksotik dengan strategi mencakup: Pengamanan terhadap Penyakit Hewan Eksotik dan Penyakit Hewan Menular dari Luar Negeri (a) Penyakit eksotik yaitu penyakit hewan yang belum pernah ditemukan di Indonesia atau penyakit yang pernah ada, tetapi telah lama tidak ditemukan kembali. Penyakit eksotik yang perlu diwaspadai adalah yang memiliki kriteria: berbahaya secara luas (internasional), misalnya Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE), penyakit yang telah menyerang/ada di Negara 13

14 tetangga misalnya penyakit Nipah, penyakit Hendra, Japanese Encephalitis dan Ebola; penyakit yang mampu menimbulkan kerugian ekonomi yang besar dan diperkirakan mampu menimbulkan dampak politik, sosial, dan budaya misalnya PMK; Pengamanan terhadap penyakit hewan eksotik perlu lebih ditingkatkan tanpa mengurangi kewaspadaan terhadap penyakit hewan yang baru muncul yang disebut Emerging Animal Disease atau re- Emerging Animal Disease. (b) Pengamanan penyakit hewan menular yang berasal dari luar negeri merupakan tanggung jawab pemerintah pusat yang dilaksanakan melalui penerapan kebijakan yang mampu mencegah dan menangkal setiap ancaman pemasukan penyakit hewan dari luar negeri, yang dilakukan secara tegas dan konsisten dengan menerapkan standar kesehatan hewan yang ketat dalam pemasukan/importasi hewan dan bahan pakan asal hewan tanpa mengesampingkan kepada ketentuan yang tercantum di dalam Terrestrial Animal Health Code-OIE. (c) Langkah-langkah pengamanan terhadap penyakit hewan eksotik dan penyakit hewan menular dari luar negeri, dilakukan melalui kebijakan pengamanan pemasukan hewan dan produk hewan dengan berpedoman kepada status kesehatan hewan dan perkembangan situasi epidemiologi penyakit hewan dari suatu negara yang dinyatakan oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), persyaratan pemasukan hewan dan produk hewan serta kajian analisa risiko berdasarkan tingkat perlindungan yang tepat terhadap tindakan Sanitary dan Phytosanitary (SPS) dalam rangka melindungi kesehatan manusia, hewan dan lingkungan di wilayahnya (Appropriate Level Of Protection/ALOP). (d) Pengamanan penyakit hewan dari luar negeri, juga dilakukan melalui kerjasama bilateral dan/atau multilateral dalam bidang kesehatan hewan antara lain harmonisasi SPS, peningkatan capacity building, working group meeting dan lain-lain. d. Pengawasan Obat Hewan (1) Dari aspek kesehatan hewan, meningkatnya impor ternak dan produk ternak termasuk obat hewan akan membawa resiko antara lain kemungkinan masuknya penyakit hewan ke wilayah Indonesia yang dapat mengancam keutuhan sumberdaya ternak di dalam negeri. Disamping itu obat hewan mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan status kesehatan hewan yang pada gilirannya akan sangat menunjang upaya pengembangan dan pembangunan peternakan. (2) Pada prinsipnya pembinaan terhadap usaha dan pengawasan obat hewan dilaksanakan oleh pemerintah pusat oleh karena jangkauan operasional pelayanan yang sifatnya nasional dan internasional, perlunya pola pembinaan 14

15 yang seragam secara nasional serta terkait erat dengan bahaya yang timbul dan mengancam keselamatan masyarakat umum akibat efek samping dari pemakaian obat hewan. (3) Kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pengawasan obat hewan dan menjadi kewajiban pemerintah untuk mengatur dan mengawasinya mencakup pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan pembuatan, penyediaan, peredaran serta pemakaian obat hewan. e. Pelayanan Kesehatan Hewan (1) Di bidang pelayanan kesehatan hewan yang sifatnya lebih merupakan public goods seperti surveilans dan pelayanan laboratorium dilakukan pemberdayaan sarana, prasarana pelayanan kesehatan hewan serta sumberdaya manusia yang tersedia dengan masih mempertimbangkan campur tangan pemerintah (public intervention). Oleh karena itu rasionalisasi harus terus dilaksanakan terutama yang diarahkan untuk memberdayakan sarana, prasarana pelayanan kesehatan hewan dan sumberdaya manusia yang dimiliki pemerintah baik itu Pos Kesehatan Hewan (Poskeswan) maupun laboratorium kesehatan hewan (labkeswan). Untuk pelayanan kesehatan hewan yang memiliki nilai private goods diarahkan menuju kepada swastanisasi/privatisasi dengan mengoptimalkan swadaya masyarakat. (2) Untuk itu pemerintah perlu melakukan langkah-langkah kegiatan yang mendorong pengelola prasarana tersebut untuk mampu mengatur diri sendiri, mandiri dan mendapatkan pengakuan terhadap keberadaannya di tengah masyarakat yang memerlukan. Prinsip untuk mendorong kearah kemandirian dilakukan dengan menerapkan dana bergulir (revolving fund) dan penarikan biaya pelayanan dari penerima jasa (user pay system). (3) Pemberdayaan prasarana pelayanan kesehatan hewan tersebut dalam jangka panjang diarahkan kepada swastanisasi (privatisasi) yang dalam pelaksanaannya swastanisasi/privatisasi pelayanan kesehatan hewan lebih bersifat sebagai evolusi daripada revolusi yang harus dilaksanakan secara bertahap, sistematis dan terencana. 2.1 Pendekatan Program 1. Sejalan dengan semangat otonomi yang tercermin dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menempatkan pemerintah daerah (kabupaten/kota) sebagai pelaksana pembangunan di wilayahnya dan propinsi melakukan koordinasi berbagai kegiatan pembangunan lintas kabupaten/kota, maka proses perencanaan program dekonsentrasi pembangunan peternakan umumnya dan kesehatan hewan khususnya dilakukan dengan pendekatan buttom-up planning, namun 15

16 tetap terkontrol mengacu kepada strategi program pembangunan nasional yang bersifat top-down policy. 2. Untuk dapat mewujudkan sasaran program pembangunan kesehatan hewan nasional yang dilaksanakan melalui program pembangunan kesehatan hewan di daerah, maka perencanaan kegiatan di daerah harus disusun dengan mengacu pada sasaran yang jelas dan terukur terutama yang mencakup lokasi, waktu, kelompok sasaran dan manfaat bagi kelompok sasaran. 3. Pengawasan pembangunan dari dominasi pemerintah kearah peran kontrol masyarakat yang mengikat, yang menuntut transparansi, keterbukaan dan kejujuran dengan mengacu pada rencana yang disertai indikator masukan, output dan dampak yang jelas sehingga dapat diukur dan dipertanggung jawabkan secara publik. 4. Fungsi pelayanan pemerintah dilaksanakan secara terpadu oleh semua pihak terkait, baik lintas unit kerja maupun sub sektor. Setiap institusi yang berperan memfungsikan berbagai subsistem kesehatan hewan, termasuk subsistem penunjangnya secara proporsional, sehingga memberikan kontribusi dan membangun sinergi bagi berfungsinya sistem kesehatan hewan nasional secara utuh. 2.2 Pelaksanaan Program 1. Dengan mempelajari pengalaman masa lalu, berberapa perencanaan yang sudah menjadi program kesehatan hewan nasional maupun daerah sering tidak dapat dilaksanakan dengan konsekuen, oleh karena itu implementasi setiap program perlu memperoleh kajian lebih mendalam agar program-program pembangunan kesehatan hewan yang sudah ditetapkan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembangunan. Lemahnya pelaksanaan terhadap kebijaksanaan dan peraturan atau perundangundangan (law enforcement) dalam kegiatan peternakan di masa lalu menjadi faktor penghambat utama dalam kegiatan peternakan nasional. 2. Program kesehatan hewan dirancang dengan mencermati posisinya yang sangat strategis, oleh karena fungsinya yang sangat erat sebagai pendukung dalam mewujudkan masyarakat sehat yang berwawasan lingkungan. Penetapan strateginya disesuaikan dan dengan memperhatikan perubahan kondisi lingkungan strategis baik internasional (global), nasional maupun regional yaitu : 3. Pengaruh berbagai masalah kesehatan hewan yang terjadi di luar negeri akhir-akhir ini seperti wabah Avian Influenza di kawasan benua Asia, wabah Nipah beberapa tahun lalu di Malaysia, masih belum bebasnya Malaysia dan Philipina terhadap PMK telah memberikan isyarat bagi jajaran kesehatan hewan di Indonesia bahwa strategi penolakan/pelarangan atau pemberian syarat-syarat khusus perlu dilakukan terhadap importasi hewan, bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan dari negara-negara tersebut. 16

17 4. Semakin banyaknya tawaran untuk melakaukan importasi daging dari negara-negara seperti India, Argentina, Brazilia atau negara lain menyebabkan Indonesia perlu melakukan strategi peningkatan kewaspadaan terhadap penyakit eksotik. 5. Timbulnya berbagai letupan kejadian penyakit hewan menular yang sering mewabah seperti Rabies, Anthrax, Septichaemia Epizootica dan yang terakhir Avian Influenza di Indonesia sebagai akibat dari perubahan alam seperti pengaruh iklim/cuaca, bencana banjir dan bencana lainnya. 6. Derasnya lalu lintas niaga dan transportasi terutama jalan darat dan laut antar daerah di Indonesia memberikan dampak kepada terbukanya kemungkinan yang lebih besar penyebaran penyakit hewan menular dari satu daerah/pulau ke daerah/pulau lain. Arus transportasi ini telah menyebabkan menyebarnya penyakit rabies ke Propinsi Maluku dan penyakit Hog Cholera ke Kabupaten Mimika- Propinsi Papua. 17

18 MATRIK RENCANA KINERJA KESWAN TAHUN 2016 No Kegiatan Fisik Target Volume Anggaran (Rp) Pagu A. Program Pemenuhan Pangan Asal Ternak dan Agribisnis Peternakan Rakyat 1. Kegiatan Penyediaan Benih dan Bibit serta Peningkatan Produksi Ternak 1) Produksi Benih Ternak (dosis/embrio) 2) Produksi Calon Indukan/Calon Bibit/Bakalan (ekor) 3) Penguatan Sarana dan Prasarana SPR (paket) 4) Penguatan Perbibitan Terpilih (paket) 5) Optimalisasi Reproduksi (ekor) 6) Penambahan Ternak Impor/Eks Impor (ekor) 2. Kegiatan Peningkatan Produksi Pakan Ternak 1) Pengembangan Hijauan Pakan Ternak (Ha) 2) Pengembangan Pakan Olahan/Bahan Pakan (ton) 3) Pengawasan Mutu dan Keamanan Pakan/Bahan Pakan (sampel) 4) Pengadaan Indukan Untuk Pengembangan Integrasi, Padang Penggembalaan, dan Lahan Eks Tambang (ekor) 3. Kegiatan Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan 1) Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan (dosis) ) Penyidikan Penyakit dan Pengawasan Obat Hewan (sampel) 3) Produksi Vaksin dan Bahan Biologik (dosis) ) Penanganan Gangguan Reproduksi (ekor) Kegiatan Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Ternak ) Pengembangan Pengolahan Hasil Peternakan (unit) 2) Pengembangan Usaha dan Peluang Investasi (lokasi) 3) Pengembangan Sarana dan Kelembagaan Pemasaran (unit) 4) Penguatan Kelembagaan Peternak (lokasi) 5. Kegiatan Penjaminan Produk Hewan yang ASUH 1) Peningkatan Pemenuhan Persyaratan Produk Hewan ASUH (unit usaha) 2) Penerapan Kesejahteraan Hewan (unit) 3) Pencegahan Penularan Zoonosis (unit) 6. Kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Ditjen PKH 1) Penerapan SAKIP (dokumen) 2) Kegiatan Kesekretariatan Lainnya (bulan) 18

19 19

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001 31 KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI PENYAKIT HEWAN YANG TERKAIT DENGAN AGRIBISNIS PETERNAKAN SOFYAN SUDARDJAT Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian PENDAHULUAN

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN 2015 2019 1 KATA PENGANTAR Kebijakan dan Program Kesehatan Hewan tidak hanya mendukung program Swasembada Daging melalui Program PSDSK dengan pendekatan penyakit

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014

CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014 CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014 1 Peningkatan Produksi Ternak Dengan Pendayagunaan Sumber Daya Lokal a. Pengembangan Kawasan Sapi Potong (Kelompok) 378 335 88,62 b. Pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR SERTA SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : WORKSHOP PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA RABIES DINAS PETERNAKAN KAB/KOTA SE PROVINSI ACEH - DI

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER BAB I PENDAHULUAN 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.20, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Otoritas Veteriner. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6019) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI OBAT HEWAN TAHUN ANGGARAN 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI BESAR PENGUJIAN MUTU DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016

I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016 I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016 A. Program. Sebagai upaya untuk mewujudkan sasaran pembangunan peternakan ditempuh melalui 1 (satu) program utama yaitu Program Pengembangan Agribisnis. Program ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA,

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA, PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindaklanjut ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH Disampaikan oleh : DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM KEMENTERIAN DALAM NEGERI 1 I. LATAR BELAKANG WILAYAH INDONESIA MEMILIKI KONDISI

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Peternakan adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Pean adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

(1), Kepala Dinas mempunyai fungsi sebagai berikut: a. penyusunan rencana strategis dinas, berdasarkan rencana strategis pemerintah daerah; b. perumus

(1), Kepala Dinas mempunyai fungsi sebagai berikut: a. penyusunan rencana strategis dinas, berdasarkan rencana strategis pemerintah daerah; b. perumus BAB XII DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 224 Susunan Organisasi Dinas Pertanian dan Peternakan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia

LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN 2014 PENDAHULUAN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia dan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana Strategis (RENSTRA) 20142019 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana program indikatif dimaksudkan sebagai pedoman bagi aktifitas pembangunan yang

Lebih terperinci

Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) Instansi Visi : Dinas, : Terwujudnya Masyarakat Yang Sehat dan Produktif Melalui Pembangunan, Kelautan dan yang Berwawasan agribisnis dan Berbasis Sumberdaya lokal Misi 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Implementasi One Health Menjembatani Sektor Kesehatan Masyarakat dengan Sektor Kesehatan Hewan

Implementasi One Health Menjembatani Sektor Kesehatan Masyarakat dengan Sektor Kesehatan Hewan Implementasi One Health Menjembatani Sektor Kesehatan Masyarakat dengan Sektor Kesehatan Hewan Dr. Ir. Muladno, MSA Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Disampaikan dalam: Seminar Nasional

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 17 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016 A. DATA UMUM 1 UNIT KERJA 2 TUGAS DAN FUNGSI a. TUGAS : BPTU-HPT DENPASAR Melaksanakan pemeliharaan, produksi, pemuliaan, pelestarian, pengembangan,

Lebih terperinci

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

.000 WALIKOTA BANJARBARU

.000 WALIKOTA BANJARBARU SALINAN.000 WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA BANJARBARU DENGAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging

Lebih terperinci

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/1/2010 TANGGAL : 29 Januari 2010 PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ternak

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG [- BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG P embangunan sektor Peternakan, Perikanan dan Kelautan yang telah dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Garut dalam kurun waktu tahun 2009 s/d 2013 telah memberikan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Lampiran 2. Rencana Kinerja Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar Tahun : 2009

Lampiran 2. Rencana Kinerja Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar Tahun : 2009 Lampiran 2. Rencana Kinerja Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar Tahun : 2009 Sasaran Kegiatan Rencana Rencana Keterangan Tingkat Indikator Tingkat Uraian Indikator Uraian Satuan Capaian Kinerja Capaian

Lebih terperinci

KERTAS KERJA EVALUASI KESELARASAN SASARAN PROGRAM DAN KEGIATAN BESERTA INDIKATOR KINERJA SKPD

KERTAS KERJA EVALUASI KESELARASAN SASARAN PROGRAM DAN KEGIATAN BESERTA INDIKATOR KINERJA SKPD KERTAS KERJA EVALUASI KESELARASAN SASARAN PROGRAM DAN KEGIATAN BESERTA INDIKATOR KINERJA SKPD SASARAN RPJMD Meningkatnya produktivitas PDRB ADHB usaha masyarakat, koperasi, UMKM berbasis pertanian dan

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 21

DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 21 DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 21 Dinas Peternakan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 21

DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 21 DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 21 Dinas Peternakan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 127 TAHUN 2016 TENTANG

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 127 TAHUN 2016 TENTANG -1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 127 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Lebih terperinci

Revisi ke : 04 Tanggal : 31 Desember 2014

Revisi ke : 04 Tanggal : 31 Desember 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : SATU SET DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN A. DASAR HUKUM : 1. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015

LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT REALISASI RUPIAH MURNI REALISASI

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 103TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 1 Kedudukan Satuan Kerja Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah, ditetapkan berdasarkan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATAKERJA UNIT PELAKSANA

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN P erencanaan Strategis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan merupakan bagian dari implementasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN BUPATI KABUPATEN JEMBER NOMOR TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas mengenai implementasi pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas mengenai implementasi pelayanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini membahas mengenai implementasi pelayanan kesehatan hewan yang berlokasi di Kabupaten Sleman dengan fokus penelitian pada tahun 2012. Alasan utama yang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun

Lebih terperinci

Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam Menghadapi MEA 2015 SEKILAS TENTANG ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)/ MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Kerjasama ekonomi ASEAN mengarah kepada

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN, PERTANIAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

Revisi ke 01 Tanggal : 05 Januari 2015

Revisi ke 01 Tanggal : 05 Januari 2015 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 27 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 69 TAHUN2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN MUSI RAWAS

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 69 TAHUN2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 69 TAHUN2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN PERTANIAN KOTA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 21 TAHUN

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 21 TAHUN SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI,

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 113 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN PERIKANAN KOTA PEKANBARU

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN KOTA SURAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA,

Lebih terperinci

DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 i Kata Pengantar Rencana strategis Direktorat Kesehatan Hewan tahun 2015-2019

Lebih terperinci