PENGANIAYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN JANIN MENURUT MADZHAB SYAFI I DAN MADZHAB MALIKI. Moch. Wahid Hasyim 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGANIAYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN JANIN MENURUT MADZHAB SYAFI I DAN MADZHAB MALIKI. Moch. Wahid Hasyim 1"

Transkripsi

1 PENGANIAYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN JANIN MENURUT MADZHAB SYAFI I DAN MADZHAB MALIKI Moch. Wahid Hasyim 1 Abstract: Some rules give to human being to manage our live as like khalifah in this world in order to balance our live. But so many people do criminality end death, as like oppression to woman s pregnant end embryo s death with the rules still debate. Mafdzhab Syafi i and Maliki have committed that act named as low qishash. however it had different with given set a condition of embryo. Madzhab Syafi i gives set a condition of embryo who death real roh and the shape of human being, but madzhab Maliki gives set of a condition of blood clot and meat. Both of Syafi i and Maliki have committed that maltreater gets saction qishash, diyat or ta dzir. But it has different opinion about diyat. According to madzhab Syafi i, diyat take from aqilah, because it consists of jinayah khatha and according to madzhab Maliki, diyat take from maltreater. Keywords: oppression, woman s pregnant, embryo s, madzhab Syafi i, Maliki Pendahuluan Allah Swt menurunkan syari at Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam. Rahmat itu diwujudkan dalam bentuk keadilan yang melandasi seluruh aturan hukumnya. Sebagai agama yang mem- 1 Penulis adalah dosen tetap STAI Darussalam Krempyang Nganjuk. 48

2 Moch. Wahid Hasyim bawa misi rahmat, yang antara rahmat dan keadilan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, maka Islam mensyariatkan adanya hukuman sebagai penangkal perbuatan bagi orang-orang yang melanggar hukum. Asas penerapan hukum dalam Islam adalah kesesuaian antara perbuatan yang dilakukan dengan hukuman yang diterapkan. 2 Fitrah telah menentukan bahwa individu tidak akan berkembang dengan sendirinya. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain dalam memenuhi kebutuhan, dalam menyempurnakan sebab-sebab hidupnya yang tidak dapat dilakukan oleh tangan dan pengetahuannya serta bahan yang tidak dapat dibawa oleh kekuatannya. Dengan ini, kehidupan manusia adalah kehidupan kelompok, dalam setiap individu dari kelompok itu saling membutuhkan dalam membangun masyarakat dan saling mengatur semua kesulitan agar menjadi kehidupan yang damai. 3 Dalam hukum Islam, sementara itu, juga terdapat bermacammacam hukum yang mengatur kehidupan manusia sebagai khalifah di bumi ini. Aturan hukum dalam Islam antara lain dibedakan sebagai al-shwal al-syakhsiyyah atau hukum keluarga, al-ahwal almadaniyyah atau hukum privat, al-ahwal al-jinayah atau hukum pidana dan sebagainya. Hukum Pidana Islam atau jinayah didasarkan kepada perlindungan hak asasi manusia (human right) yang bersifat primer (daruriyyah), meliputi perlindungan atas agama, jiwa, keturunan, akal dan harta. Perlindungan terhadap lima hak tersebut oleh al-syatibi dinamakan maqashid al-syari ah. Hakikat dari pemberlakuan hukum oleh Tuhan adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Kemaslahatan itu dapat diwujudkan jika lima unsur pokok tersebut dapat diwujudkan dan dipelihara. 4 Islam, seperti halnya sistem lain, melindungi hak-hak untuk hidup, merdeka dan merasakan keamanan. Islam melarang bunuh diri dan pembunuhan serta penganiayaan. Dalam Islam pembunuhan terhadap seorang manusia tanpa alasan yang benar di- 2 Muhammad Abu Zahrah, al Jarimah (Mesir: Dar al-fikr, tt.(, Muhammad Ali al-sayis, Sejarah Fikih Islam, ter. Nurhadi AGA (Jakarta: Pustaka al-kautsar, 2003), 8. 4 Asfri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari ah Menurut Al-Syatibi ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996),

3 ibaratkan seperti membunuh seluruh manusia. Sebaliknya, orang yang memelihara kehidupan seseorang manusia, maka diibaratkan memelihara umat manusia seluruhnya. 5 Hukum Islam memberikan dasar hukum pada pihak terpidana mengacu kepada al-qur an yang menetapkan bahwa balasan untuk suatu perbuatan jahat harus sebanding dengan perbuatan itu. 6 Terkait pembunuhan ataupun penganiayaan, dalam hukum Islam diancam dengan hukuman qishash. Meskipun demikian, tidak semua pembunuhan dikenakan hukum qishash, ada juga yang sebatas dikenakan diyat (denda), yaitu pembunuhan atas dasar ketidaksengajaan. Dalam hal diyat ini tidak dikenakan qishash, tetapi hanya wajib membayar denda yang ringan. Denda ini diwajibkan atas keluarga yang membunuh, bukan atas yang membunuh. Mereka membayarnya dengan diangsur dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun keluarga itu wajib membayar sepertiganya. 7 Ketentuan-ketentuan hukum fiqh yang ada ini tidak terlepas dari analisis dan hasil ijtihad para ulama, khususnya para ulama mazhab, yang tidak jarang terjadi perbedaan pendapat. Artikel ini akan fokus membahas tentang pendapat madzhab Syafi i dan madzhab Maliki dalam menyikapi kasus penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan atau library research, yaitu penelitian yang kajiannya dilakukan dengan menelusuri dan menelaah literatur atau penelitian yang difokuskan pada bahan-bahan pustaka yang berkenaan tema pembahasan. Data dalam tulisan ini diambil dari bahan primer dan bahan sekunder. 8 Penelitian ini berdasarkan analisis deskriptif-komparatif, yaitu pemaparan sesuai adanya terhadap hal-hal yang dimaksud oleh suatu teks dengan cara memparafrasekan dengan bahasa 5 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), Abdoel Raoef, Al-Qur an dan Ilmu Hukum (Jakarta: Bulan Bintang, tt.), Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Jakarta: Attahiriyah, 2000), Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif (Jakarta: CV. Rajawali, tt.),

4 Moch. Wahid Hasyim penulis. Sehingga dari penelitian tersebut dapat menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifatsifat dari obyek kajian tersebut. 9 Di samping itu, penelitian ini juga bersifat komparatif, yaitu membandingkan antara pendapat madzhab Syafi i dan madzhab Maliki tentang penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin. Data-data dalam tulisan ini terdiri dari dua kategori, yaitu (1) data primer, berupa kitab al-umm karya Imam Syafi i dan al- Muwatha karya Imam Malik, (2) data sekunder, berupa kitab-kitab yang membahas tentang fiqh al-jinayah, seperti kitab al-fiqh ala al-madzâhib al-arba ah, Bidâyah al-mujtahid, ditambah buku-buku lain yang berkaitan dengan masalah ini. Setelah pengumpulan bahan kepustakaan dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan peninjauan data dan diklasifikasikan untuk mempermudah langkah analisis dengan menempatkan masing-masing data sesuai sistematika yang telah direncanakan. Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah (1) induktif, yaitu kerangka berpikir yang didahului oleh fakta-fakta secara khusus atau peristiwa-peristiwa yang kongkrit, kemudian ditarik ke hal-hal yang umum. 10 Dalam pembahasan tulisan ini diawali dengan mengemukakan teori-teori, dasar-dasar hukum (dalil) secara umum tentang penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin terlebih dahulu, kemudian dikemukakan kenyataan yang bersifat khusus, selanjutnya menganalisisnya, (2) metode komparatif, yaitu membandingkan antara dua hal, yaitu persamaan dan perbedaan pendapat antara madzhab Syafi i dan madzhab Maliki tentang penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin. Pembahasan A. Pendapat Madzhab Syafi i Kata penganiayaan bersinonim dengan kata jinayah dan jarimah yang digunakan dalam berbagai redaksi kitab-kitab salaf, yang juga merupakan rujukan dalam penentuan hukum dalam Islam selain al-qur an dan hadits. Para fuqaha mendefinisikan 9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), Ibid,

5 jinayah dengan suatu perbuatan yang dilarang oleh syari at Islam, baik perbuatan tersebut mengenai harta, jiwa dan lainnya. Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh al-sunnah berikut ini : Artinya: Adapun yang dimaksud dengan jinayah dalam syara secara umum adalah setiap perbuatan yang dilarang (diharamkan). Perbuatan yang diharamkan adalah setiap perbuatan yang dilarang oleh syara dan dicegah untuk melakukannya, yaitu perbuatan yang dapat membahayakan terhadap agama, jiwa, akal, tubuh atau harta benda. 11 Sedangkan jarimah, Sayyid Sabiq mengartikannya sebagai pelukaan yang dilakukan terhadap jiwa atau selain jiwa, sebagaimana penjelasannya sebagai berikut: Artinya: Jarimah adalah kriminalitas terhadap jiwa atau selain jiwa, yaitu berupa pelukaan atau memotong anggota badan, hal ini adalah pokokpokok masalah yang tidak bisa ditawar dan wajib untuk dijaga demi kepentingan kemanusiaan dan untuk menjaga kehidupan sosial kemasyarakatan Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah (Kairo: Dar al-fath Lil I lam al- Arabi, 1990), Ibid. 52

6 Moch. Wahid Hasyim Jinayah terhadap tubuh bisa berupa jinayah al- atraf, al-syijjaj dan al-jirah. Jinayah al-atraf adalah perbuatan seseorang terhadap orang lain yang menyebabkan sakit atau cacat tubuh, seperti mencukil mata, mematahkan kaki atau memotong tangan orang lain. 13 Al-syijjaj adalah pelukaan terhadap orang lain pada bagian kepala dan wajah, sedangkan al-jirah adalah pelukaan terhadap tubuh orang lain pada selain kepala dan wajah. 14 Dalam hukum Islam, para ulama fiqh telah membuat terminologi khusus untuk mengkategorikan tindakan-tindakan kejahatan, yaitu Jaraim al-hudud, sebagai tindakan yang bersanksikan hukum had dan Jaraim al-qishas, sebagai tindakan yang bersanksikan hukum qishas. Tindakan kedua ini adalah kejahatan yang membuat jiwa atau bukan jiwa menderita musibah dalam bentuk luka atau terpotong organ tubuh. 15 Dalam hal pembunuhan, sebagaimana dikemukakan oleh Wahbah al-zuhaili, didefinisikan sebagai suatu perbuatan mematikan atau perbuatan seseorang yang dapat menghancurkan bangunan kemanusiaan. 16 Sedangkan menurut Abdul Qadir Audah, pembunuhan didefinisikan sebagai suatu tindakan seseorang untuk menghilangkan nyawa, menghilangkan ruh atau jiwa orang lain. 17 Dalam hukum Islam, pembunuhan termasuk ke dalam Jaraim al- Qishas, yaitu tindakan kejahatan yang membuat jiwa atau bukan jiwa menderita musibah dalam bentuk hilangnya nyawa atau terpotong organ tubuhnya. 18 Pendapat madzhab Syafi i dalam hal janin yang mati dalam kandungan ibunya akibat dari terjadinya penganiyaan, memberikan syarat yang dijelaskan secara gamblang oleh Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh al-sunnah sebagai berikut: 13 Abu Bakar Jabir al-jazairi, Minhaj al-muslim (Beirut: Dar al-fikr, 1995), Ibid, Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah, Juz III, Wahbah al-zuhaili, al-fiqh al-islami wa Adillatuh (Damaskus: Dar al-fikr, 1989), Abdul Qadir Audah, al-tasyri i al-jina i al-islami (Beirut: Dar al-kitab al- Arabi, tt.), Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah, Juz II,

7 . Artinya: Imam Syafi i mensyaratkan dalam hal janin yang mati dalam kandungan ibunya, diketahui bahwa janin benar-benar sudah berbentuk mahluk hidup dan sudah adanya ruh dalam janin, Imam Syafi i menjelaskan dengan pertanda adanya gambaran bentuk manusia, yaitu adanya tangan dan jari-jari. Jika hal itu tidak ada, maka bagi pelaku tidak ada tanggungan apa-apa (denda gurroh). 19 Jika seorang ibu mati karena penganiayaan dan janin keluar dalam keadaan hidup kemudian setelah itu mati, maka wajib dalam hal tersebut dua diyat, yaitu diyat atas ibu dan diyat atas janin, karena matinya ibu merupakan salah satu sebab dari matinya janin. 20 Ulama Syafi iyah membagi pelukaan terhadap tubuh (penganiayaan) menjadi tiga macam, yaitu (1) Jinayah al-atraf, yaitu memotong anggota badan, termasuk di dalamnya pemotongan tangan, kaki, jari, hidung, gigi dan sebagainya, (2) al-syijjaj, yaitu pelukaan terhadap kepala dan muka secara khusus, (3) al-jirah, yaitu pelukaan terhadap selain wajah dan kepala, termasuk di dalamnya pelukaan yang sampai ke dalam perut atau rongga dada. 21 Khusus pada kasus al-syijjaj, menurut ulama salaf, termasuk imam Syafi i, membagi menjadi dua kelompok. Pertama adalah pelukaan terhadap kepala atau wajah yang telah ada ketetapan dari syari at mengenai jumlah diyat-nya, yang termasuk kelompok ini adalah pelukaan terhadap kepala atau wajah yang menampakkan tulang (al-mudihah), pelukaan terhadap kepala atau wajah yang menyebabkan pecah atau patahnya tulang (al-hasyimah), pelukaan terhadap kepala atau wajah yang menyebabkan berpindah atau bergesernya tulang dari tempat asalnya (al-munqilah), 19 Ibid, Abdurrahman al-jaziri, Kitab al-fiqh ala al-mazahib al-arba ah (Beirut: Dar al- Fikr, tt.), Abu Bakar Jabir al-jazairi, Minhaj al-muslim,

8 Moch. Wahid Hasyim pelukaan terhadap kepala atau wajah sampai pada kulit otak (alma mumah) dan pelukaan terhadap kepala atau wajah sampai pada kulit otak dan memecahkannya, pelukaan ini lebih berat daripada al-ma mumah (al-damigah). 22 Kedua adalah pelukaan terhadap kepala atau wajah yang belum ada penjelasan dari syari at tentang diyat-nya, yaitu pelukaan terhadap kepala atau wajah yang merobekkan sedikit kulit dan tidak mengeluarkan darah (al-harisah), pelukaan terhadap kepala atau wajah yang merobekkan kulit dan mengeluarkan serta mengalirkan darah (al-damiyah), pelukaan terhadap kepala atau wajah yang memutihkan tulang, artinya mematahkan tulang (alwadi ah), pelukaan terhadap kepala atau wajah yang meremukkan tulang, hal ini lebih berat daripada al-badi ah (al-mutalahimah) dan pelukaan terhadap kepala atau wajah yang hampir mengenai tulang (al-simhaq). Pada jenis al-jirah dibedakan pula menjadi tiga bagian, yaitu pelukaan yang sampai pada rongga perut (al-jaifah), pelukaan pada rongga dada, contohnya mematahkan tulang rusuk dan mematahkan lengan tangan atas, betis atau lengan bawah. 23 Dikarenakan penganiayaan terhadap ibu hamil sampai mengakibatkan kematiaan janin, maka hal ini tidak terlepas dari pembahasan tentang pembunuhan yang merupakan imbas dari penganiayaan tersebut. Adapun klasifikasi pembunuhan terbagi menjadi dua golongan, yaitu (1) pembunuhan yang diharamkan, setiap pembunuhan karena ada unsur permusuhan dan penganiayaan, (2) pembunuhan yang dibenarkan, setiap pembunuhan yang tidak dilatarbelakangi oleh permusuhan, misalnya pembunuhan yang dilakukan oleh algojo dalam melaksanakan hukuman qishas. 24 Sedangkan pembunuhan diartikan oleh para ulama sebagai suatu perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa. Secara umum, pembunuhan dibagi menjadi tiga macam, sebagaimana yang disebutkan oleh Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh al-sunnah, sebagai berikut: 22 Ibrahim Ibnu Ali bin Yusuf al-syairazi Abu Ishaq, Al-Muhazzab fi Fiqh al-imam al-syafi i (Beirut: Dar al-fikri,1990), Abu Bakar Jabir al-jazairi, Minhaj al-muslim, Wahbah al-zuhaili, al-fiqh al-islami wa Adillatuh,

9 Artinya: Macam pembunuhan itu ada tiga, yaitu sengaja ( amdu), semi sengaja (syibh amd) dan kesalahan (khata ). Pembunuhan sengaja (qatl al- amd), yaitu suatu perbuatan sengaja terhadap seseorang dengan maksud untuk menghilangkan nyawanya dengan sesuatu yang pada umumnya bisa membunuh. Pembunuhan semi sengaja (qatl syibh al- amd), yaitu perbuatan sengaja terhadap seseorang dengan maksud untuk menghilangkan nyawanya dengan sesuatu yang pada umumnya tidak bisa membunuh, seperti memukul dengan tongkat kecil atau batu kecil atau menonjok dengan tangan atau sesamanya. Pembunuhan karena kesalahan (qatl al-khata ), yaitu seseorang melakukan perkara yang diperbolehkan, seperti melempar hewan buruan atau bermaksud membidik sasaran, kemudian mengenai seseorang yang terlindungi darahnya, kemudian mati. 25 Mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pembunuhan, yaitu pembunuhan dengan alat tajam, melukai dan menusuk badan yang dapat mencabik-cabik anggota badan (muhaddad), pembunuhan dengan alat tidak tajam, seperti tongkat dan batu (musaqqal), pembunuhan secara langsung dengan pelaku melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan matinya orang lain secara langsung dan tanpa perantaraan, seperti menyembelih dengan pisau, menembak dengan pistol dan lain- 25 Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah, Juz II,

10 Moch. Wahid Hasyim lain serta pembunuhan secara tidak langsung dengan melakukan sebab-sebab yang dapat mematikan, artinya dengan melakukan suatu perbuatan yang pada hakikatnya tidak mematikan, tetapi dapat menjadikan perantara atau sebab kematian. 26 Yang dapat termasuk digolongkan sebagai pembunuhan adalah (1) pembunuhan dengan cara menjatuhkan ke tempat yang membinasakan, seperti dengan melemparkan atau memasukkan ke kandang serigala, harimau, ular dan lain sebagainya, (2) pembunuhan dengan cara menenggelamkan dan membakar, (3) pembunuhan dengan cara mencekik, (4) pembunuhan dengan cara meninggalkan atau menahannya tanpa memberinya makanan dan minuman, (5) pembunuhan dengan cara menakut-nakuti atau mengintimidasi. Pembunuhan tidak hanya terjadi dengan suatu perbuatan fisik, karena terjadi juga melalui perbuatan ma nawi yang berpengaruh kepada psikis seseorang, seperti menakut-nakuti, mengintimidasi dan lain sebagainya. 27 Dalam hal penganiayaan terhadap tubuh, terdapat beberapa sanksi yang perlu diketahui, yaitu: a) Qishas Dalam hal qishas, terhadap selain jiwa (penganiayaan), memiliki beberapa syarat, yaitu pelaku berakal, sudah mencapai umur baligh, motivasi kejahatan disengaja dan hendaknya darah orang yang dilukai sederajat dengan darah orang yang melukai. 28 Yang dimaksud dengan sederajat di sini adalah hanya dalam hal kehambaan dan kekafiran. Oleh sebab itu, maka tidak ada qishas bagi seorang merdeka yang melukai hamba sahaya atau memotong anggotanya dan tidak pula di-qishas seorang muslim yang melukai kafir dzimmi atau memotong anggotanya. Sanksi dalam penganiayaan terhadap tubuh telah dijelaskan dalam firman Allah Swt dalam QS. al-maidah: 45 berikut ini: 26 Ibnu Rusyd, Bidayah al-mujtahid wa Nihayah al-muqtasid (Beirut: Dar al-fikr, 1981), Ibid, Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah, Juz III,

11 Artinya: Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan lukaluka (pun) ada qishas-nya. 29 Jika pelaku melakukan perbuatan pelukaan tersebut secara sengaja dan korban tidak memiliki anak serta korban dengan pelaku sama di dalam keislaman dan kemerdekaan, maka pelaku di-qishas berdasarkan perbuatannya terhadap korban, misalnya dipotong anggota tubuh berdasarkan anggota tubuh yang terpotong, melukai serupa dengan anggota yang terluka. Hal ini dilakukan kecuali jika korban menghendaki untuk pembayaran diyat atau memaafkan pelaku. Besarnya diyat disesuaikan dengan jenis dari perbuatan yang dilakukannya terhadap korban. Adapun syarat-syarat qishas dalam pelukaan anggota badan terbagi menjadi lima macam, yaitu (1) tidak adanya kebohongan di dalam pelaksanaan, maka jika ada kebohongan, maka tidak boleh di-qishas, (2) memungkinkan untuk dilakukan qishas, jika qishas itu tidak mungkin dilakukan, maka diganti dengan diyat, (3) anggota tubuh yang hendak dipotong serupa dengan yang terpotong, baik dalam nama atau bagian yang telah dilukai, maka tidak dipotong anggota kanan karena anggota kiri, tidak dipotong tangan karena memotong kaki, tidak dipotong jari-jari yang asli (sehat) karena memotong jari-jari tambahan, (4) adanya kesamaan dari dua anggota tubuh, maksudnya adalah dalam hal kesehatan dan kesempurnaan, maka tidak dipotong tangan yang sehat karena memotong tangan yang cacat dan tidak di-qishas mata yang sehat karena melukai mata yang sudah buta, (5) jika pelukaan itu pada kepala atau wajah (al-syijjaj), maka tidak dilaksanakan qishas, 29 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur an dan Terjemahnya (Jakarta: Depag RI, 1994),

12 Moch. Wahid Hasyim kecuali anggota itu tidak berakhir pada tulang dan setiap pelukaan yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakan qishas, maka tidak dilaksanakan qishas dalam pelukaan yang mengakibatkan patahnya tulang juga dalam jaifah, akan tetapi diwajibkan diyat atas hal tersebut. 30 Dalam hal tindakan menempeleng, seseorang diperbolehkan membalasnya sesuai dengan firman Allah Swt dalam QS. al- Baqarah: 194 berikut ini: Artinya: Oleh sebab itu, barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah dia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. 31 b) Diyat Dalam hal penganiayaan jenis jinayah al-atraf, pelaksanaan diyat dibagi menjadi dua, yaitu yang dikenakan sepenuhnya dan yang dikenakan hanya setengahnya saja. Adapun diyat yang dikenakan sepenuhnya adalah dalam hal sebagai berikut (1) menghilangkan akal, (2) menghilangkan pendengaran dengan menghilangkan kedua telinga, (3) menghilangkan penglihatan dengan membutakan kedua belah mata, (4) menghilangkan suara dengan memotong lidah atau dua buah bibir, (5) menghilangkan penciuman dengan memotong hidung, (6) menghilangkan kemampuan bersenggama atau jima dengan memotong dzakar atau memecahkan dua buah pelir, (7) menghilangkan kemampuan berdiri atau duduk dengan mematahkan tulang punggung. Sedangkan diyat yang dikenakan hanya setengahnya saja adalah dalam hal melukai satu buah mata, satu daun telinga, satu buah kaki, satu buah bibir, satu buah pantat, satu buah alis dan satu buah payudara wanita. 32 Kemudian pelukaan yang mewajibkan diyat kurang dari setengahnya adalah memotong jari, yaitu diyat-nya sepuluh ekor unta, berdasar hadits Nabi Muhammas Saw berikut ini: 30 Abu Bakar Jabir al-jazairi, Minhaj al-muslim, Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur an dan Terjemahnya, 31. Lihat juga QS. al-syura : Abu Bakar Jabir al-jazairi, Minhaj al-muslim,

13 Artinya: Diyatnya memotong jari-jari, baik jari-jari kedua tangan atau jari-jari kedua kaki, adalah sepuluh ekor unta untuk tiap-tiap jari. 33 Bagi pelaku yang mematahkan gigi, maka wajib membayar diyat sebanyak lima ekor unta, berdasarkan hadits Nabi Muhammad Saw dalam kitabnya Amr Ibn Hazm berikut ini: unta. 34 Artinya : Dalam hal merontokkan gigi, diyat-nya adalah lima ekor Sanksi dalam hal al-sijjah, sesuai dengan pembagiannya yaitu yang telah ada ketetapan syari at dan juga yang belum adalah sebagai berikut (1) al-mudhihah, jumlah diyat-nya sebanyak lima ekor unta, 35 (2) al-hasyimah, diyat-nya sebanyak sepuluh ekor unta, 36 (3) al-munqilah, diyat-nya sebanyak lima belas ekor unta, 37 (4) al-ma mumah, diyat-nya sebesar sepertiga diyat, (5) al-damighah, hukum dari hal ini sama dengan al-ma mumah, yaitu diyat-nya sepertiga diyat. 38 Mengenai hukuman dari pelukaan yang bersifat al-jirah, ditentukan sebagai berikut (1) al-jaifah, diyat-nya sepertiga diyat, 39 (2) dalam hal mematahkan tulang rusuk, diyat-nya sebanyak satu ekor unta, (3) dalam hal mematahkan lengan tangan atas, bawah ataupun betisnya, maka diyat-nya sebanyak dua ekor unta. 40 Dalam hal pembunuhan, terdapat tiga bentuk sanksi pembunuhan sengaja, yaitu pertama sanksi asli (pokok), berupa hukuman qishas, kedua sanksi pengganti, berupa diyat dan ta dzir, dan ketiga sanksi penyerta atau tambahan, berupa terhalang memperoleh waris dan wasiat Al-Turmuzi, al-jami al-sahih wa Huwa Sunan al-tirmizi, Juz 4, (Beirut: Dar al- Fikr, 1988), hadis nomor Jalaluddin al-suyuti, Sunan al-nasa i (Beirut: Dar al-fikr, 1930), hadis nomor Al-Turmuzi, al-jami al-sahih wa Huwa Sunan, Juz 4, hadits nomor Abu Bakar Jabir al-jazairi, Minhaj al-muslim, Ibn Abdus Samad, Sunan al-darami, Juz II, Abu Bakar Jabir al-jazairi, Minhaj al-muslim, Ibn Abdus Samad, Sunan al-darami, Juz II, hadits nomor Abu Bakar Jabir al-jazairi, Minhaj al-muslim, Wahbah al-zuhaili, al-fiqh al-islami wa Adillatuh, 261.

14 Moch. Wahid Hasyim Sanksi pokok bagi pembunuhan sengaja yang telah ditentukan dalam al-qur an dan hadits adalah qishas. Hal ini ditegaskan di dalam QS. al-baqarah: 178 berikut ini: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). 42 Hukuman ini disepakati oleh para ulama. Ulama Syafi iyah menambahkan bahwa di samping qishas, pelaku pembunuhan juga wajib membayar kifarah. 43 Sedangkan sanksi pengganti bagi pelaku pembunuhan adalah: 1. Diyat Diyat yang menjadi sanksi pengganti menurut istilah syari at adalah: Artinya : Diyat adalah harta yang wajib dibayarkan karena adanya kejahatan terhadap jiwa atau yang searti dengannya. 44 Berdasarkan definisi ini, berarti diyat dikhususkan sebagai pengganti jiwa atau yang semakna dengannya. Artinya, pembayaran diyat itu terjadi karena berkenaan dengan kejahatan terhadap jiwa atau nyawa seseorang. Sedangkan diyat untuk anggota badan disebut dengan irsy. Dalil disyari atkannya diyat adalah QS. al-nisa : 92 berikut ini: 42 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur an dan Terjemahnya, Wahbah al-zuhaili, Al-Fiqh al-fiqh al-islami wa Adillatuh, Abdul Qodir Audah, al-tasyri i al-jina i al-islami, Juz I,

15 Artinya : Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena salah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena salah (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) bersedekah. 45 Secara teoritis, diyat itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu diyat mugallazah (berat) dan diyat mukhaffafah (ringan). Diyat mugallazah menurut mayoritas ulama, termasuk Syafi iyah, dibebankan kepada pelaku pembunuhan sengaja dan menyerupai pembunuhan sengaja. 46 Jumlah diyat mugallazah adalah 100 ekor unta yang 40 di antaranya sedang mengandung. Ini berdasarkan hadits: Artinya: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: barangsiapa membunuh seorang mukmin secara sengaja, hukumnya dikembalikan kepada para wali terbunuh, jika mereka menghendaki membunuh maka mereka membunuhnya dan jika mereka menghendaki mengambil diyat, maka diyatnya adalah tiga puluh unta hiqqah, tiga puluh unta jaz ah, empat puluh unta khilfah dan sesuatu yang pantas bagi mereka, yang demikian itu untuk memberatkan hukuman. 47 Adapun diyat mukhaffafah itu dibebankan kepada aqilah pelaku pembunuhan kesalahan dan dibayarkan dengan diangsur selama kurun waktu tiga tahun, dengan jumlah diyat 100 ekor unta. Hal ini berdasarkan kepada hadits: Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur an dan Terjemahnya, Wahbah al-zuhaili, Al-Fiqh al-islami wa Adillatuh, Mustafa Raib al-baga, al-tazhib fi Adillati Matn al-ghayah wa al-taqrib (Surabaya: Bungkul Indah, 1978), 192.

16 Moch. Wahid Hasyim Artinya: Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw bersabda: dalam pembunuhan tersalah diyat-nya dua puluh unta jaz ah, dua puluh unta hiqqah, dua puluh unta binta labun, dua puluh unta ibnu labun dan dua puluh unta binta makhad. 48 Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa diyat pembunuhan sengaja adalah diyat mugallazah yang dikhususkan pembayarannya bagi pelaku pembunuhan dan dibayarkan secara kontan. Sedangkan diyat pembunuhan syibh amd (menyerupai sengaja) adalah diyat yang pembayarannya tidak hanya kepada pelaku, tetapi juga kepada aqilah atau keluarga pembunuh dan dibayarkan secara berangsur-angsur selama tiga tahun. 49 Pada mulanya pembayaran diyat menggunakan unta, tetapi jika unta sulit ditemukan, maka pembayarannya dapat menggunakan barang lainnya, seperti emas, perak, uang, baju dan lain-lain yang kadar nilainya disesuaikan dengan unta Ta dzir Hukuman ta dzir ini dijatuhkan kepada pelaku jika korban memaafkan pembunuh secara mutlak. Artinya, seorang hakim dalam pengadilan berhak untuk memutuskan pemberian sanksi bagi terdakwa untuk kemaslahatan, karena qishas itu di samping haknya korban, juga merupakan haknya Allah Swt dan hak masyarakat secara umum. Sedangkan bentuk ta dzir sesuai dengan kebijaksananaan hakim. 51 Tentang pembunuhan janin, dijelaskan bahwa jika terdapat janin yang mati karena adanya jinayah atas ibunya, baik secara sengaja atau kesalahan, dan ibunya tidak ikut mati, maka diwajibkan hukuman yang berupa gurrah, baik janin itu mati setelah ke- 48 Ibid, Wahbah al-zuhaili, Al-Fiqh al-islami wa Adillatuh, Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah, Juz II, Ibid, Juz VI, dan

17 luar dari kandungan atau mati di dalam kandungan, baik janin itu laki-laki atau perempuan. Gurrah dalam hal hukuman tersebut adalah sebesar lima ratus dirham atau sebanyak seratus kambing. Besar gurrah adalah lima puluh unta. Dasar dari pemberian hukuman gurrah tersebut adalah hadits di bawah ini: Artinya: Dua orang wanita dari Bani Huzail saling bertengkar, kemudian salah satu dari mereka melemparkan batu ke arah yang lain, maka wanita tersebut meninggal beserta janin yang ada dalam perutnya. Kemudian orang-orang membawa masalah ini ke hadapan Rasulullah Saw, maka Rasul memutuskan bahwa diyat bagi janin si wanita yang terbunuh adalah gurrah (memerdekakan budak), baik laki-laki ataupun wanita, dan Rasul juga memutuskan diyat-nya wanita tersebut ditanggung oleh keluarganya. 52 Namun jika janin tersebut keluar dalam keadaan hidup kemudian mati, maka sanksinya adalah membayar diyat utuh. Jika janin itu berjenis kelamin laki-laki, maka jumlah diyat-nya adalah seratus ekor unta. Namun jika janin itu perempuan, maka diyat-nya sebanyak lima puluh ekor unta. Keadaan janin itu mati atau hidup bisa diketahui dengan ada tidaknya nafas, tangis, batuk, gerakan atau yang lainnya. 53 Ulama Syafi iyah dan ulama Kuffah berpendapat bahwa diyat tersebut dibayarkan oleh aqilah, karena perbuatan tersebut dianggap sebagai jinayah khatha dan diyat janin tersebut dibayarkan kepada ahli waris dari janin, akan tetapi juga dikatakan bahwa diyat tersebut dibayarkan kepada ibu, karena janin diibaratkan satu anggota dari tubuh ibu, untuk itu diyatnya hanya dibayarkan kepada ibu saja. 54 B. Pendapat dari Madzhab Maliki Menurut madzhab Maliki tentang janin yang mati akibat terjadinya penganiyaan terhadap ibu hamil yang dapat mengakibat 52 Mustafa Raib al-baga, al-tazhib fi Adillati Matn al-ghayah wa al-taqrib, 193. Lihat juga Shahih al-bukhari, hadits nomor Abdurrahman al-jaziri, Kitab al-fiqh ala al-mazahib al-arba ah, Juz V, Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah, Juz III,

18 Moch. Wahid Hasyim suatu hukuman yaitu jika janin yang ada dalam kandungan tersebut dalam wujud apapun, meskipun masih berupa gumpalan darah atau daging. 55 Jika penganiayaan yang dilakukan oleh aljani mengakibatkan kematian pada ibu hamil dan janin lahir dalam keadaan hidup kemudian mati, maka dalam hal ini al-jani memiliki kewajiban dua diyat, yaitu diyat atas ibu dan diyat atas janin, karena kematian janin tidak terlepas dari sebab kematian ibunya yang teraniaya. 56 Menurut Imam Malik, jinayah terbagi menjadi empat macam, sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Minah al-jalil, yaitu : Artinya: Pelukaan (jinayah) yang tidak mengakibatkan kematian terbagi menjadi empat. Pertama, Ibanatu Tharfin, yaitu memotong anggota badan. Kedua, Kasru Udhwin, yaitu merusak atau memecah anggota badan. Ketiga, Izhabu Manfa ah, yaitu menghilangkan fungsi anggota badan. Keempat, Al-Jurh, yaitu pelukaan terhadap selain wajah dan kepala. 57 Tidak seperti pendapat para ulama pada umumnya, termasuk Imam Syafi i yang membagi pembunuhan menjadi tiga, Imam Malik hanya membagi pembunuhan menjadi dua. Imam Malik tidak menganggap pembunuhan menyerupai sengaja (qatl syibh al- amd) sebagai bagian tersendiri, akan tetapi termasuk dalam kategori pembunuhan yang disengaja (qatl al- amd). Sebagaimana yang dijelaskan oleh imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al- Mugni berikut ini: 55 Ibnu Rusyd, Bidayah al-mujtahid wa Nihayah al-muqtasid, Abdurrahman al-jaziri, Kitab al-fiqh ala al-mazahib al-arba ah, Muhammad Ilyas, Minah al-jalil Syarhu Al-Mukhtashar (Maktabah Syamela CD-ROOM: Maktabah Syamilah, Digital), IX:

19 Artinya: Imam Malik tidak mengakui adanya qatl syibh al- amd, beliau berkata: dalam Kitabullah tidak dijelaskan, kecuali al- amd dan al-khatha, adapun istilah syibh al- amd tidak kita gunakan, beliau menggolongkan syibh al- amd dalam bagian al-amd. Tentang pembunuhan janin, dijelaskan bahwa jika terdapat janin yang mati karena adanya jinayah atas ibunya, baik secara sengaja atau kesalahan, dan ibunya tidak ikut mati, maka diwajibkan hukuman yang berupa gurrah, baik janin itu mati setelah keluar dari kandungan atau mati di dalam kandungan, baik janin itu berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Gurrah dalam hal hukuman tersebut adalah sebesar lima ratus dirham atau sebanyak seratus kambing, juga dikatakan besarnya adalah lima puluh unta. Dasar dari pemberian hukuman gurrah tersebut adalah hadits berikut ini: Artinya: Dua orang wanita dari Bani Huzail saling bertengkar, kemudian salah satu dari mereka melemparkan batu ke arah yang lain, maka wanita tersebut meninggal beserta janin yang ada dalam perutnya. Kemudian orang-orang membawa masalah ini ke hadapan Rasulullah Saw, maka Rasul memutuskan bahwa diyat bagi janin si wanita yang terbunuh adalah gurrah (memerdekakan budak), baik laki-laki ataupun 58 Ibnu Qudamah, al-mughni (Riyad: Maktabah ar-riyad al-haditsah, tt.),

20 Moch. Wahid Hasyim wanita, dan Rasul juga memutuskan diyatnya wanita tersebut ditanggung oleh keluarganya. 59 Janin yang lahir dalam keadaan hidup kemudian mati setelah beberapa saat, maka sanksi yang harus dibayar adalah diyat utuh, yaitu jika janin itu laki-laki, maka jumlah diyat-nya adalah seratus ekor unta, jika janin itu perempuan, diyat-nya sebanyak lima puluh ekor unta. 60 Menurut Imam Malik dan sahabat-sahabatnya, Hasan Basri serta ulama Basrah berpendapat bahwa diyat atas janin tersebut dibayarkan dari harta pelaku. Diyat janin ini dibayarkan kepada ahli waris janin, akan tetapi juga dikatakan bahwa diyat tersebut dibayarkan kepada ibu, karena janin diibaratkan satu anggota dari tubuh ibu, untuk itu diyat-nya hanya dibayarkan kepada ibu saja. 61 Analisis Berdasarkan uraian yang dijelaskan di atas, dapat diketahui bahwa antara madzhab Syafi i dan madzhab Maliki terdapat persamaan dan perbedaan dalam menyikapi dan menentukan hukum tentang penganiayaan terhadap ibu hamil yang menyebabkan kematian pada janin, yaitu sebagai berikut : 1. Persamaan Terjadi kesamaan pendapat antara madzhab Syafi i dan madzhab Maliki dalam hal janin yang mati dalam kandungan ibunya akibat penganiyaan, termasuk dalam kategori Jara im al- Qishas, yaitu tindakan pidana yang bersanksikan hukum qishas, lebih khususnya lagi adalah penganiayaan merupakan jinayah terhadap selain jiwa, yaitu perbuatan yang mengakibatkan orang lain merasa sakit tubuhnya tanpa hilangnya nyawa, sedangkan pembunuhan merupakan jinayah terhadap jiwa, yaitu tindakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa, menghilangkan ruh atau jiwa manusia. Jika seorang ibu mati karena penganiayaan dan janin keluar dalam keadaan hidup, kemudian setelah itu mati, maka wajib 59 Musthafa Raib al-baga, al-tazhib fi Adillati Matn al-ghayah wa al-taqrib, 193. Lihat juga Shahih al-bukhari, hadits nomor Abdurrahman al-jaziri, Kitab al-fiqh ala al-mazahib al-arba ah, Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah, Juz III,

21 dalam hal tersebut dua diyat, yaitu diyat atas ibu dan diyat atas janin, karena matinya ibu merupakan salah satu sebab dari matinya janin. 2. Perbedaan Pendapat madzhab Syafi i dalam hal janin yang mati dalam kandungan ibunya akibat dari terjadinya penganiayaan, mensyaratkan bahwa janin yang mati tersebut benar-benar sudah berbentuk mahluk hidup dan sudah adanya ruh dalam janin, dengan pertanda adanya gambaran bentuk manusia, yaitu adanya tangan dan jari-jari. Jika hal itu tidak ada, maka tidak ada tanggungan apapun bagi pelaku penganiayaan, baik itu berupa gurrah ataupun diyat. Jika seorang ibu mati karena penganiayaan dan janin keluar dalam keadaan hidup, kemudian setelah itu mati, maka wajib dalam hal tersebut dua diyat, yaitu diyat atas ibu dan diyat atas janin, karena matinya ibu merupakan salah satu sebab dari matinya janin. Namun menurut madzhab Maliki tentang janin yang mati akibat terjadinya penganiyaan terhadap ibu hamil yang dapat mengakibat suatu hukuman yaitu jika janin yang ada dalam kandungan tersebut mati dalam wujud apapun, meski masih berupa gumpalan darah atau daging. Jika penganiayaan yang dilakukan oleh al-jani mengakibatkan kematian pada ibu hamil dan janin lahir dalam keadaan hidup, kemudian mati, maka dalam hal ini al-jani memiliki kewajiban dua diyat, yaitu diyat atas ibu dan diyat atas janin, karena kematian janin tidak terlepas dari sebab kematian ibunya yang teraniaya. Dalam hal jinayah, ulama Syafi iyah membaginya menjadi tiga macam jinayah, yaitu (1) Jinayah al-atraf, yaitu memotong anggota badan, termasuk di dalamnya pemotongan tangan, kaki, jari, hidung, gigi dan sebagainya, (2) Al-Syijjaj, yaitu pelukaan terhadap kepala dan muka secara khusus, (3) Al-Jirah, yaitu pelukaan terhadap selain wajah dan kepala, termasuk di dalamnya pelukaan yang sampai ke dalam perut atau rongga dada. Sedangkan menurut madzhab Maliki, jinayah itu terbagi menjadi empat macam, yaitu (1) ibanatu tharfin, yaitu memotong anggota badan, (2) kasru udhwin, yaitu merusak atau memecah anggota badan, (3) izhabu manfa ah, yaitu menghilangkan fungsi anggota badan, (4) al-jarh, yaitu pelukaan terhadap selain wajah dan kepala. 68

22 Moch. Wahid Hasyim Pembunuhan, menurut madzhab Syafi i, terbagi dalam tiga kelompok, yaitu pembunuhan sengaja (qatl al- amd), pembunuhan menyerupai sengaja (qatl syibh al- amd) dan pembunuhan kesalahan (qatl al-khatha ). Sedangkan menurut madzhab Maliki hanya membagi pembunuhan menjadi dua, yaitu pembunuhan sengaja (qatl al- amd) dan pembunuhan kesalahan (qatl al-khata ). Madzhab Maliki tidak menganggap pembunuhan menyerupai sengaja (qatl syibh al- amd) sebagai bagian tersendiri, akan tetapi termasuk dalam kategori pembunuhan yang disengaja (qatl al- amd). Terkait sanksi yang harus dijatuhkan kepada pelaku penganiayaan terhadadp ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin, antara madzhab Syafi i dan madzhab Maliki memiliki persamaan dan perbedaan pendapat sebagai berikut: 1. Persamaan Mengenai pembunuhan janin, terdapat kesamaan pendapat antara kedua madzhab, yaitu jika terdapat janin mati karena adanya jinayah atas ibunya, baik secara sengaja atau kesalahan, dan ibunya tidak ikut mati, maka diwajibkan hukuman yang berupa gurrah, baik janin itu mati setelah keluar dari kandungan atau mati di dalam kandungan, baik janin itu laki-laki atau perempuan. Gurrah dalam hal hukuman tersebut adalah sebesar lima ratus dirham atau sebanyak seratus kambing, dan juga dikatakan besarnya adalah lima puluh unta. Namun jika janin itu keluar dalam keadaan hidup kemudian mati, maka sanksinya adalah membayar diyat utuh. Jika janin itu berjenis kelamin laki-laki, maka jumlah diyat-nya adalah seratus ekor unta. Jika janin itu perempuan, maka diyat-nya sebanyak lima puluh ekor unta. Keadaan janin itu mati atau hidup bisa diketahui dengan ada tidaknya nafas, tangis, batuk, gerakan atau yang lainnya. 2. Perbedaan Terjadi perbedaan pendapat antara madzhab Syafi i dan madzhab Maliki dalam menetapkan dari harta siapa diyat harus dibayarkan atas penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin. Menurut madzhab Syafi i, diyat diambil dari harta aqilah, karena perbuatan tersebut dianggap sebagai 69

23 jinayah khatha, sedangkan menurut madzhab Maliki diyat atas janin tersebut dibayarkan dari harta pelaku. Penutup Setelah mencermati pendapat-pendapat ulama Syafi iyah dan ulama Malikiyah dalam memberikan ketetapan hukum tentang penganiayaan terhadap ibu hamil yang mengakibatkan kematian janin, diperoleh persamaan dan perbedaan pendapat dalam beberapa hal. Berdasarkan pembahasan di atas, kesimpulan dari tulisan ini adalah : 1. Terjadi kesamaan pendapat antara madzhab Syafi i dan madzhab Maliki dalam hal janin yang mati dalam kandungan ibunya akibat dari terjadinya penganiyaan. Kedua madzhab sepakat menggolongkan perbuatan ini sebagai tindakan yang berdampak pada hukum qishas. Hanya saja terjadi perbedaan dalam memberikan ketentuan kondisi janin, madzhab Syafi i mensyaratkan bahwa janin yang mati tersebut benar-benar sudah berbentuk mahluk hidup dan sudah adanya ruh dalam janin, sedangkan madzhab Maliki memutlakkan tentang kondisi janin, meskipun masih berupa gumpalan darah atau daging. 2. Tentang sanksi akibat penganiayaan terhadap ibu hamil, kedua madzhab sepakat bahwa pelaku bisa dikenai sanksi qishas, diyat atau ta dzir. Mengenai pembunuhan janin, juga terdapat kesamaan pendapat, yaitu jika terdapat janin yang mati karena adanya jinayah atas ibunya, baik secara sengaja atau kesalahan, dan ibunya tidak ikut mati, maka diwajibkan hukuman yang berupa gurrah, baik janin itu mati setelah keluar dari kandungan atau mati di dalam kandungan, baik janin itu laki-laki atau perempuan. Namun terjadi perbedaan pendapat antara madzhab Syafi i dan mazhab Maliki dalam menetapkan dari harta siapa diyat harus dibayarkan. Menurut madzhab Syafi i, diyat diambil dari harta aqilah, karena perbuatan tersebut dianggap sebagai jinayah khatha, sedangkan menurut madzhab Maliki diyat atas janin tersebut dibayarkan dari harta pelaku.* 70

24 Moch. Wahid Hasyim DAFTAR PUSTAKA Audah, Abdul Qadir. al-tasyri i al-jina i al-islami. Beirut : Dar al- Kitab al- Arabi, tt. al-baga, Mustafa Raib. al-tazhib fi Adillati Matn al-ghayah wa al- Taqrib. Surabaya: Bungkul Indah, Bakri, Asfri Jaya. Konsep Maqashid Syari ah Menurut Al-Syatibi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur an dan Terjemahnya. Jakarta: Depag RI, Ilyas, Muhammad. Minah al-jalil Syarhu Al-Mukhtashar. Maktabah Syamela CD-ROOM: Maktabah Syamilah, Digital. Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Minhaj al-muslim. Beirut: Dar al-fikr, al-jaziri, Abdurrahman. Kitab al-fiqh ala al-mazahib al-arba ah. Beirut: Dar al-fikr, tt. Qudamah, Ibnu. al-mughni. Riyad: Maktabah ar-riyad al-haditsah, tt. Raoef, Abdoel. Al-Qur an dan Ilmu Hukum. Jakarta : Bulan Bintang, tt. Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Jakarta : Attahiriyah, Rusyd, Ibnu. Bidayah al-mujtahid wa Nihayah al-muqtasid. Beirut : Dar al-fikr, Sabiq, Sayyid. Fiqh al-sunnah. Kairo : Dar al-fath Lil I lam al- Arabi, Santoso, Topo. Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta : Gema Insani Press, al-sayis, Muhammad Ali. Sejarah Fikih Islam, ter. Nurhadi AGA. Jakarta : Pustaka al-kautsar, Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press, Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Normatif. Jakarta : CV. Rajawali, tt. al-suyuti, Jalaluddin. Sunan al-nasa i. Beirut : Dar al-fikr,

25 al-syairazi Abu Ishaq, Ibrahim Ibnu Ali bin Yusuf. Al-Muhazzab fi Fiqh al-imam al-syafi i. Beirut : Dar al-fikri,1990. al-turmuzi. al-jami al-sahih wa Huwa Sunan al-tirmizi. Beirut : Dar al-fikr, Zahrah, Muhammad Abu Zahrah. al Jarimah. Mesir : Dar al-fikr, tt. al-zuhaili, Wahbah. al-fiqh al-islami wa Adillatuh. Damaskus : Dar al-fikr,

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF Untuk mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan antara

Lebih terperinci

Assalamu alaikum wr. wb.

Assalamu alaikum wr. wb. Assalamu alaikum wr. wb. Hukum Jinayat (Tindak Pidana dalam Islam) A. Pengertian Jinayat Jinayat yaitu suatu hukum terhadap bentuk perbuatan kejahatan yang berkaitan pembunuhan, perzinaan, menuduh zina,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN FIQIH JINAYAH TERHADAP PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT

BAB II TINJAUAN FIQIH JINAYAH TERHADAP PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT 12 BAB II TINJAUAN FIQIH JINAYAH TERHADAP PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT A. Pengertian Jinayah Hukum pidana islam sering disebut dalam fiqih dengan istilah Jinayah atau Jarimah 1. Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KOMPARATIF HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP MALPRAKTEK MEDIS

BAB IV STUDI KOMPARATIF HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP MALPRAKTEK MEDIS BAB IV STUDI KOMPARATIF HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP MALPRAKTEK MEDIS A. Studi Komparatif Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindakan Malpraktek Medis 1. Ditinjau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGANIAYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN PADA JANIN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGANIAYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN PADA JANIN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGANIAYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN PADA JANIN A. Analisis Hukum Positif Tentang Penganiayaan Terhadap Ibu Hamil Yang Mengakibatkan Kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 1992, h Said Agil al-munawar, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi

BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 1992, h Said Agil al-munawar, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman terhadap nas al-quran atau as-sunnah untuk mengatur kehidupan manusia. 1 Prinsip dalam hukum Islam

Lebih terperinci

SILABUS. I. Mata Kuliah : FIKIH JINAYAH Kode : SYA 018. Program Studi : HKI, PM, HES dan HTN Program : S.1

SILABUS. I. Mata Kuliah : FIKIH JINAYAH Kode : SYA 018. Program Studi : HKI, PM, HES dan HTN Program : S.1 SILABUS I. Mata Kuliah : FIKIH JINAYAH Kode : SYA 018 Fakultas : Syari ah Program Studi : HKI, PM, HES dan HTN Program : S.1 Bobot : 2 sks Sifat : Wajib II. Deskripsi Mata Kuliah Mata Kuliah ini akan membahas

Lebih terperinci

MADRASAH ALIYAH ASSHIDDIQIYAH MATA PELAJARAN : FIQIH. Kelas : XI (Sebelas), Semster : Ganjil Tahun Pelajaran : 2012/2013

MADRASAH ALIYAH ASSHIDDIQIYAH MATA PELAJARAN : FIQIH. Kelas : XI (Sebelas), Semster : Ganjil Tahun Pelajaran : 2012/2013 MADRASAH ALIYAH ASSHIDDIQIYAH MATA PELAJARAN : FIQIH Kelas : XI (Sebelas), Semster : Ganjil Tahun Pelajaran : 2012/2013 STANDAR KOMPETSDI DAN KOMPETENSI DASAR STANDAR KOMPETENSI 1 Memahami ketentun Islam

Lebih terperinci

(ubi-ius ubi-societas). Hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

(ubi-ius ubi-societas). Hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terwujudnya stabilitas dalam setiap hubungan dalam masyarakat dapat dicapai dengan adanya sebuah peraturan hukum yang bersifat mengatur (relegen/anvullen recht) dan

Lebih terperinci

BAB III DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM ISLAM

BAB III DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM ISLAM BAB III DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM ISLAM A. Anak Menurut Hukum Islam Hukum islam telah menetapkan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seorang manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam, yang merupakan agama mayoritas yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah agama yang menyerukan manusia untuk menyerahkan diri hanya kepada Allah, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap orang yang hidup di dunia ini. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN A. Pertimbangan Hakim terhadap Tindak Pidana Percobaan Pencurian dalam Putusan No 488/Pid.B/2015/PN.Sda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SANKSI PIDANA DIYAT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SANKSI PIDANA DIYAT BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SANKSI PIDANA DIYAT A. Pengertian dan Dasar Hukum disyariatkannya Diyat 1. Pengertian Diyat (د ي ة ) secara etimologi berasal dari kata wadayadi-wadyan wa diyatan ي د ى و د

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN A. Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan No 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk Dalam

Lebih terperinci

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa 55 BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI KUMULATIF MENGENAI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PUTUSAN NOMOR 382/ PID. SUS/ 2013/ PN. MKT. DI PENGADILAN NEGERI MOJOKERTO A. Pandangan Hukum Pidana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang pasal 55 KUHP terhadap MenyuruhLakukan Tindak Pidana Pembunuhan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR A. Analisis Terhadap Pertimbangan Hukum

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAPPERCOBAAN KEJAHATAN

BAB III TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAPPERCOBAAN KEJAHATAN BAB III TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAPPERCOBAAN KEJAHATAN A. Unsur-Unsur Percobaan Kejahatan Di dalam hukum pidana Islam, suatu perbuatan tidak dapat dihukum, kecuali jika dipenuhi semua unsurnya, baik

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS A. Pengertian Waris Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris kepada ahli waris dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa negara menjamin atas ketertiban dan perlindungan yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FIQIH JINAYAH TENTANG PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DAN SANKSI HUKUMANNYA TERHADAP KETENTUAN PASAL 90 JO 354 AYAT I KUHP

BAB IV ANALISA FIQIH JINAYAH TENTANG PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DAN SANKSI HUKUMANNYA TERHADAP KETENTUAN PASAL 90 JO 354 AYAT I KUHP 54 BAB IV ANALISA FIQIH JINAYAH TENTANG PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DAN SANKSI HUKUMANNYA TERHADAP KETENTUAN PASAL 90 JO 354 AYAT I KUHP A. Analisa Fiqih jinayah terhadap luka berat pada pasal

Lebih terperinci

Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai hendak membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melakukannya.

Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai hendak membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melakukannya. Aqiqah Kelahiran seorang anak bagi sebuah keluarga akan menambah kebahagiaan dan kerukunan rumah tangga. Mengikut sunnah Rasulullah SAW mengadakan aqiqah dan memberikan dagingnya sebagai sedekah kepada

Lebih terperinci

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK LELANG UNDIAN DALAM PENYEWAAN TANAH KAS DESA DI DESA SUMBERAGUNG KECAMATAN NGRAHO KABUPATEN BOJONEGORO Dari bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Hak-hak suami dalam memperlakukan istri yang nusyuz adalah 1)

BAB IV PENUTUP. 1. Hak-hak suami dalam memperlakukan istri yang nusyuz adalah 1) BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hak-hak suami dalam memperlakukan istri yang nusyuz adalah 1) Menasihati, Nasihat merupakan upaya persuasif dan langkah edukasi pertama yang harus dilakukan seorang suami

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan 1 BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puasa Ramadhan adalah suatu pokok dari rangkaian pembinaan iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan atas umat islam yang mukallaf

Lebih terperinci

RISALAH AQIQAH. Hukum Melaksanakan Aqiqah

RISALAH AQIQAH. Hukum Melaksanakan Aqiqah RISALAH AQIQAH Hukum Melaksanakan Aqiqah Aqiqah dalam istilah agama adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan niat dan syarat syarat tertentu. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah pada nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. 1

BAB I PENDAHULUAN. Allah pada nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah suatu agama yang disampaikan oleh nabi-nabi berdasarkan wahyu Allah yang disempurnakan dan diakhiri dengan wahyu Allah pada nabi Muhammad sebagai nabi dan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penambahan 1/3 Hukuman dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penambahan 1/3 Hukuman dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PENAMBAHAN 1/3 HUKUMAN DALAM PASAL 7 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Analisis Terhadap Penambahan

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG PENYATUAN PENAHANAN ANAK DENGAN DEWASA MENURUT FIKIH JINAYAH DAN UU NO. 23 TAHUN 2002

ANALISIS TENTANG PENYATUAN PENAHANAN ANAK DENGAN DEWASA MENURUT FIKIH JINAYAH DAN UU NO. 23 TAHUN 2002 BAB IV ANALISIS TENTANG PENYATUAN PENAHANAN ANAK DENGAN DEWASA MENURUT FIKIH JINAYAH DAN UU NO. 23 TAHUN 2002 A. Analisis Tentang Penyatuan Penahanan Anak Dengan Nara Pidana Dewasa menurut UU NO. 23 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM 1 MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM Mashari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda,Samarinda.Indonesia ABSTRAK Masalah hak waris atas harta bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyaknya mahasiswa dan pegawai pabrik di Ngaliyan yang merupakan pendatang dari luar daerah, mengakibatkan banyaknya pula rumah kos dan kontrakan di Ngaliyan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk individu yang tidak dapat lepas dari aspek

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk individu yang tidak dapat lepas dari aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk individu yang tidak dapat lepas dari aspek sosial. Manusia tidak dapat hidup menyendiri tanpa berhubungan dengan manusia lainnya. Oleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Batasan Usia dan Hukuman Penjara Bagi Anak Menurut Ulama NU. Khairuddin Tahmid., Moh Bahruddin, Yusuf Baihaqi, Ihya Ulumuddin,

BAB IV ANALISIS. A. Batasan Usia dan Hukuman Penjara Bagi Anak Menurut Ulama NU. Khairuddin Tahmid., Moh Bahruddin, Yusuf Baihaqi, Ihya Ulumuddin, BAB IV ANALISIS A. Batasan Usia dan Hukuman Penjara Bagi Anak Menurut Ulama NU Lampung Berkaitan dengan siapa yang dimaksud dengan anak, dari semua pendapat yang didapat oleh penulis dari para narasumber

Lebih terperinci

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab RASCAL321RASCAL321 BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM A. Pengertian Jual Beli Seperti yang kita ketahui jual beli terdiri dari dua kata yaitu jual dan beli. Jual berasal dari terjemahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FIKIH JINAYAH TERHADAP KEJAHATAN KEMANUSIAAN DALAM UNDANG UNDANG NO. 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM

BAB IV ANALISIS FIKIH JINAYAH TERHADAP KEJAHATAN KEMANUSIAAN DALAM UNDANG UNDANG NO. 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM 52 BAB IV ANALISIS FIKIH JINAYAH TERHADAP KEJAHATAN KEMANUSIAAN DALAM UNDANG UNDANG NO. 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM Pelanggaran hak asasi manusia memang sering dilakukan oleh masyarakat baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari

Lebih terperinci

BAB II TATA CARA PELAKSANAAN HUKUMAN MATI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM. A. Tindak pidana yang Diancam dengan Hukuman Mati dalam Hukum Pidana Islam

BAB II TATA CARA PELAKSANAAN HUKUMAN MATI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM. A. Tindak pidana yang Diancam dengan Hukuman Mati dalam Hukum Pidana Islam 29 BAB II TATA CARA PELAKSANAAN HUKUMAN MATI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM A. Tindak pidana yang Diancam dengan Hukuman Mati dalam Hukum Pidana Islam Istilah tindak pidana dalam hukum pidana Islam lebih dikenal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN A. Analisis terhadap ketentuan mengenai batasan usia anak di bawah umur 1. Menurut Hukum

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab 1 B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti : Menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksuil

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Praktik Jual Beli Kotoran Sapi Sebagai Pupuk Kandang di PT. Juang Jaya Abdi Alam Sebagaimana telah dijelaskan pada bab terdahulunya, bahwa jual beli yang terjadi di PT. Juang Jaya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN A. Analisis Terhadap Sanksi Pidana Pelanggaran Hak Pemegang Paten Menurut UU.

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN MENURUT ISLAM. A. Pengertian Pembunuhan Menurut Hukum Islam. fi il madhi قتل yang artinya membunuh.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN MENURUT ISLAM. A. Pengertian Pembunuhan Menurut Hukum Islam. fi il madhi قتل yang artinya membunuh. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN MENURUT ISLAM A. Pengertian Pembunuhan Menurut Hukum Islam Pembunuhan secara etimologi, merupakan bentuk masdar قتال dari fi il madhi قتل yang artinya membunuh.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT A. Pengertian Hukuman dan Macam-Macam Hukuman Menurut Hukum Pidana Islam 1. Pengertian Hukuman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYELESAIAN KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS TAHUN 2012 YANG MENYEBABKAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYELESAIAN KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS TAHUN 2012 YANG MENYEBABKAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYELESAIAN KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS TAHUN 2012 YANG MENYEBABKAN KORBAN LUKA BERAT DI WILAYAH POLSEK SUKAGUMIWANG KAB. INDRAMAYU JABAR A. Analisis Penyelesaian

Lebih terperinci

Kitab Tentang Sumpah (Qosamah), Kelompok Penyamun, Kisas Dan Diyat 1. Qasamah (sumpah)

Kitab Tentang Sumpah (Qosamah), Kelompok Penyamun, Kisas Dan Diyat 1. Qasamah (sumpah) Kitab Tentang Sumpah (Qosamah), Kelompok Penyamun, Kisas Dan Diyat 1. Qasamah (sumpah) Hadis riwayat Rai` bin Khadij ra. dan Sahal bin Abu Hatsmah ra. mereka berkata: Abdullah bin Sahal bin Zaid dan Muhaishah

Lebih terperinci

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan BAB IV ANALISIS UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURABAYA DALAM PERKARA PENCABULAN YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR A. Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI A. Analisis tentang Sanksi Pidana atas Pengedaran Makanan Tidak Layak Konsumsi 1. Analisis Tindak Pidana Hukum pidana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Analisis Hakim dalam Direktori Putusan Pengadilan Negeri Koto Baru Nomor 139/Pid.B/2013/PN.KBR terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin atas ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin atas ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Berdasarkan Falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin atas ketertiban dan perlindungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009. BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA A. Analisis Hukum Pidana Terhadap Pengedar Narkotika Tindak pidana narkotika adalah tindak pidana yang diatur secara khusus

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KOMPARASI ANTARA HUKUM PIDANA DAN FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAK KEJAHATAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH

BAB IV STUDI KOMPARASI ANTARA HUKUM PIDANA DAN FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAK KEJAHATAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH BAB IV STUDI KOMPARASI ANTARA HUKUM PIDANA DAN FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAK KEJAHATAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH A. Sanksi Tindak Pidana Perdagangan Organ Tubuh Manusia 1. Hukum pidana Pada bab ini akan dijelaskan

Lebih terperinci

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Waris Tanpa Anak WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Pertanyaan: Kami lima orang bersaudara: 4 orang laki-laki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 62 BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 A. ANALISA TERHADAP HUKUM PEKERJA ANAK MENURUT FIQH JINAYAH 1. Analisis Batasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menetapkan pernikahan sebagai wahana untuk membangun rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas tuntutan agama dan dengan pernikahanlah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PENAMBAHAN HUKUMAN MENURUT FIQH JINAYAH. Hukuman dalam bahasa Arab disebut uqūbāh.

BAB II KONSEP PENAMBAHAN HUKUMAN MENURUT FIQH JINAYAH. Hukuman dalam bahasa Arab disebut uqūbāh. BAB II KONSEP PENAMBAHAN HUKUMAN MENURUT FIQH JINAYAH A. Sistem Hukuman dalam Fiqh Jinayah 1. Pengertian Hukuman Hukuman dalam bahasa Arab disebut uqūbāh. Lafaz uqūbāh ), خ ل ف ه و جا ء ب ع ق ب ه ( sinonimnya:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PAMEKASAN TENTANG HUKUMAN AKIBAT CAROK MASAL (CONCURSUS) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PAMEKASAN TENTANG HUKUMAN AKIBAT CAROK MASAL (CONCURSUS) MENURUT HUKUM ISLAM BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PAMEKASAN TENTANG HUKUMAN AKIBAT CAROK MASAL (CONCURSUS) MENURUT HUKUM ISLAM A. Sanksi Pengadilan Negeri Pamekasan Terhadap Para Pelaku Carok Massal Setelah

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. hukum positif dan hukum Islam, dalam bab ini akan dianalisis pandangan dari kedua

BAB III ANALISIS. hukum positif dan hukum Islam, dalam bab ini akan dianalisis pandangan dari kedua BAB III ANALISIS Setelah uraian bab sebelumnya dijelaskan bagaimana gabungan melakukan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh satu orang terhadap beberapa korbannya dengan berbeda masa dan tempat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR 51 BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR A. Analisis Terhadap Sanksi Aborsi yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur di Pengadilan Negeri Gresik Dalam

Lebih terperinci

Fikih Ringkas dalam Berkurban

Fikih Ringkas dalam Berkurban Fikih Ringkas dalam Berkurban Bismillahirrahmanirrahim. Artikel ini sebenarnya telah kami posting beberapa tahun yang lalu di blog kami yang masih beralamat di warisan salaf wordpress. Mengingat sebentar

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama islam adalah agama yang penuh kemudahan dan menyeluruh meliputi segenap aspek kehidupan, selalu memperhatikan berbagai maslahat dan keadaan, mengangkat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sanksi hukum bagi seorang ayah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak kandungnya, berdasarkan ketentuan hukum positif di Indonesia, ia dapat dijerat dengan pasal-pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum ada tiga unsur seseorang dianggap telah melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum ada tiga unsur seseorang dianggap telah melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum ada tiga unsur seseorang dianggap telah melakukan perbuatan jarimah, yaitu: unsur formal (al-rukn al-syar'i), unsur material (alrukn al-mâdî), dan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan 66 BAB IV MEKANISME PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DENGAN AKAD JUAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pula. Fitrah telah menentukan bahwa individu tidak akan berkembang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pula. Fitrah telah menentukan bahwa individu tidak akan berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia berjalan di kehidupan dunia ini, sejak awal penciptaan dalam dirinya terdapat kepribadian yang beragam dan dikendalikan oleh kecenderungan naluri yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEPSI HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN. A. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan

BAB II KONSEPSI HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN. A. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan 1 BAB II KONSEPSI HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN A. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan Penganiayaan berasal dari kata aniaya yang berarti perbuatan menyakiti, menyiksa, atau bengis terhadap

Lebih terperinci

FAKTA- FAKTA TENTANG QISAS, HUDUD, TAKZIR & DIYAT

FAKTA- FAKTA TENTANG QISAS, HUDUD, TAKZIR & DIYAT FAKTA- FAKTA TENTANG QISAS, HUDUD, TAKZIR & DIYAT Di tengah-tengah kemelut isu hudud ini adalah lebih baik kita ambil kesempatan ini untuk berkongsi sesama kita mengenai hudud agar yang tak tahu menjadi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS MENURUT PASAL 49 KUHP

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS MENURUT PASAL 49 KUHP BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS MENURUT PASAL 49 KUHP A. Analisis Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas Menurut Pasal 49 KUHP Dalam KUHP pasal 49 ayat 1, dikenal

Lebih terperinci

BAB II. 1. Pengertian dan ketentuan Hukum Pidana Islam tentang perihal model. amar ma ruf nahi munkar oleh Front Pembela Islam

BAB II. 1. Pengertian dan ketentuan Hukum Pidana Islam tentang perihal model. amar ma ruf nahi munkar oleh Front Pembela Islam 18 BAB II HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN TERHADAP PERIHAL MODEL AMAR MA RUF NAHI MUNKAR OLEH FRONT PEMBELA ISLAM A. Hukum Pidana Islam 1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB IV ISTINBATH HUKUM DAN NATIJAH. nash yang menerangkan tentang pembagian waris seorang transseksual yang

BAB IV ISTINBATH HUKUM DAN NATIJAH. nash yang menerangkan tentang pembagian waris seorang transseksual yang BAB IV ISTINBATH HUKUM DAN NATIJAH A. Istinbath Hukum Dan Natijah Status kewarisan bagi para pelaku transseksual yang mengoperasi ganti kelamin dalmam perspektif ushul fiqih ini merupakan masalah baru

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO A. Produk Kepemilikan Logam Mulia (KLM) di PT. BRI Syari ah KCP Sidoarjo Memiliki logam mulia (LM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu perbuatan yang dikatakan sebagai delik atau tindakan yang melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum positif memiliki kedudukan

Lebih terperinci

Droit Compare (Bahasa Perancis); baru dikenal di Amerika Serikat pada abad ke-19,

Droit Compare (Bahasa Perancis); baru dikenal di Amerika Serikat pada abad ke-19, 62 BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA Istilah perbandingan hukum atau Comparative Law (Bahasa Inggris), atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks syari at Islam, hukuman adalah sesuatu yang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks syari at Islam, hukuman adalah sesuatu yang mengikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konteks syari at Islam, hukuman adalah sesuatu yang mengikuti dan dilaksanakan setelah sesuatu perbuatan dilakukan oleh seseorang. 1 Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan yang disertai dengan rumah penjara secara berangsurangsur dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis Terhadap Proses Jual Beli Mesin Rusak Dengan Sistem Borongan Penulis telah menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan saling membutuhkan satu sama lain sampai kapanpun, hal tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan. Maka dari itu mau

Lebih terperinci

Otopsi Jenazah Dalam Tinjauan Syar'i

Otopsi Jenazah Dalam Tinjauan Syar'i Otopsi Jenazah Dalam Tinjauan Syar'i Sesungguhnya mematahkan tulang seorang mukmin yang sudah meninggal, sama seperti mematahkan tulangnya dikala hidupnya (Riwayat Abu Dawud 2/69, Ibnu Majah 1/492, Ibnu

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna 65 BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO NO: 832/PID.B/2012/PN.Sda TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN A. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan

Lebih terperinci

BAB II PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN (PENCURIAN) MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM. A. Pengertian Pelanggaran Hak Pemegang Paten (Pencurian)

BAB II PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN (PENCURIAN) MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM. A. Pengertian Pelanggaran Hak Pemegang Paten (Pencurian) BAB II PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN (PENCURIAN) MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM A. Pengertian Pelanggaran Hak Pemegang Paten (Pencurian) Pencurian merupakan pelanggaran terhadap hak milik seseorang. Menurut

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : 24 Tahun 2012 Tentang PEMANFAATAN BEKICOT UNTUK KEPENTINGAN NON-PANGAN

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : 24 Tahun 2012 Tentang PEMANFAATAN BEKICOT UNTUK KEPENTINGAN NON-PANGAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : 24 Tahun 2012 Tentang PEMANFAATAN BEKICOT UNTUK KEPENTINGAN NON-PANGAN (MUI) setelah: Menimbang : 1. bahwa seiring dengan dinamika yang terjadi di masyarakat, beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam, Islam hadir dengan ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan manusia. Islam tidak

Lebih terperinci

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN JI A>LAH DAN PANDANGAN PENDUDUK DI DESA NGRANDULOR KECAMATAN PETERONGAN KABUPATEN JOMBANG A. Analisis Pelaksanaan Ji a>lah dan pandangan penduduk di Desa

Lebih terperinci

WELCOME MATA PELAJARAN : MADRASAH ALIYAH ASSHIDDIQIYAH FIQIH. Kelas : XI (Sebelas), Semster : Ganjil Tahun Pelajaran : 2012/2013

WELCOME MATA PELAJARAN : MADRASAH ALIYAH ASSHIDDIQIYAH FIQIH. Kelas : XI (Sebelas), Semster : Ganjil Tahun Pelajaran : 2012/2013 WELCOME MADRASAH ALIYAH ASSHIDDIQIYAH MATA PELAJARAN : FIQIH Kelas : XI (Sebelas), Semster : Ganjil Tahun Pelajaran : 2012/2013 STANDAR KOMPETSDI DAN KOMPETENSI DASAR STANDAR KOMPETENSI 1 Memahami ketentun

Lebih terperinci

FATWA FIQIH JINAYAH : BOM BUNUH DIRI Oleh: Nasruddin Yusuf ABSTRAK

FATWA FIQIH JINAYAH : BOM BUNUH DIRI Oleh: Nasruddin Yusuf ABSTRAK FATWA FIQIH JINAYAH : BOM BUNUH DIRI Oleh: Nasruddin Yusuf ABSTRAK Bom bunuh diri yang dilakukan muslim Palestina sejak sekitar satu sasawarsa terakhir yang sekarang mulai merebak kebeberapa negara seprti

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME

BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME A. Persamaan Hukuman Pelaku Tindak Pidana Terorisme Menurut Hukum Positif dan Pidana Islam Mengenai

Lebih terperinci

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan

Lebih terperinci

Rasulullah saw. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim No.3189)

Rasulullah saw. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim No.3189) Kitab Hudud 1. Hudud pencurian dan nisabnya Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata: Rasulullah saw. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim No.3189) Hadis

Lebih terperinci

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad) PENGANTAR Sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al- Quran dan Sunnah. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, banyak permasalahan baru yang dihadapi umat Islam, yang tidak terjadi pada masa Rasulullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB II PENGAMPUNAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM. Korupsi dapat diartikan sebagai bentuk tindak pidana pencurina uang negara,

BAB II PENGAMPUNAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM. Korupsi dapat diartikan sebagai bentuk tindak pidana pencurina uang negara, BAB II PENGAMPUNAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM Korupsi dapat diartikan sebagai bentuk tindak pidana pencurina uang negara, penggelapan serta penerimaan suap yang dilakukan oleh penajabat negara. Dalam hukum

Lebih terperinci

FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL

FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 78/DSN-MUI/IX/2010 Tentang MEKANISME DAN INSTRUMEN PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia setelah: Menimbang :

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindakan Main Hakim Secara. Bersama-Sama Bagi Pelaku Tindak Pidana Pengeroyokan

BAB IV. A. Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindakan Main Hakim Secara. Bersama-Sama Bagi Pelaku Tindak Pidana Pengeroyokan BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINGGI BANDUNG NO. 184/PID/2015/PT. BDG TENTANG TINDAKAN MAIN HAKIM SECARA BERSAMA-SAMA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN A. Analisis

Lebih terperinci