Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X"

Transkripsi

1 Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Penegakan Hukum Pelaku Penyalahgunaan Senjata Api Replika (Airsoft Gun) yang Dilakukan oleh Warga Sipil Dihubungkan dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api Jo Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Penegakan Hukum Pelaku Penyalahgunaan Senjata Api Replika (Airsoft Gun) yang Dilakukan oleh Warga Sipil Dihubungkan dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api Jo Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 1 Juwita Eka Saputri 1 Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No.1 Bandung juwitaekasaputri@gmail.com Abstrak. Airsoft gun adalah benda yang bentuk, sistem kerja dan/atau fungsinya menyerupai senjata api yang terbuat dari bahan plastik dan/atau campuran yang dapat melontarkan Ball Bullet (BB). Seiring dengan perkembangannya banyak terjadi kasus penyalahgunaan airsoft gun. Para pelaku penyalahgunaan airsoft gun ini dijerat sanksi pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan airsoft gun serta mengetahui hambatan atau kendala yang ditemukan dalam penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan airsoft gun. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu bertujuan untuk memperoleh gambaran menyeluruh dan sistematis terhadap norma hukum, asas hukum, dan pengertian hukum dalam suatu hukum positif. Pendekatan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu menitik beratkan pada studi dokumen untuk mempelajari data sekunder yang terkumpul berupa bahanbahan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penegakan hukum tersebut tidak berjalan dengan baik karena disini para aparat penegak hukum hanya menganggap airsoft gun sebagai senjata api berdasarkan Perkap No. 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga. Selain itu karena airsoft gun dinilai tidak seberbahaya senjata api maka penjatuhan sanksi pidana yang ringan dianggap sudah dapat untuk menghukum pelaku penyalahgunaan airsoft gun. Kemudian di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api dengan Perkap No. 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga adalah berbeda. Kata Kunci: senjata api replika, penyalahgunaan, airsoft gun. Abstrak. Airsoft gun adalah benda yang bentuk, sistem kerja dan/atau fungsinya menyerupai senjata api yang terbuat dari bahan plastik dan/atau campuran yang dapat melontarkan Ball Bullet (BB). Seiring dengan perkembangannya banyak terjadi kasus penyalahgunaan airsoft gun. Para pelaku penyalahgunaan airsoft gun ini dijerat sanksi pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan airsoft gun serta mengetahui hambatan atau kendala yang ditemukan dalam penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan airsoft gun. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu bertujuan untuk memperoleh gambaran menyeluruh dan sistematis terhadap norma hukum, asas hukum, dan pengertian hukum dalam suatu hukum positif. Pendekatan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu menitik beratkan pada studi dokumen untuk mempelajari data sekunder yang terkumpul berupa bahanbahan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penegakan hukum tersebut tidak berjalan dengan baik karena disini para aparat penegak hukum hanya menganggap airsoft gun sebagai senjata api berdasarkan Perkap No. 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga. Selain itu karena airsoft gun dinilai tidak seberbahaya senjata api maka penjatuhan sanksi pidana yang ringan dianggap sudah dapat untuk menghukum pelaku penyalahgunaan airsoft gun. Kemudian di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api dengan Perkap No. 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga adalah berbeda. Kata Kunci: senjata api replika, penyalahgunaan, airsoft gun. 944

2 Penegakan Hukum Pelaku Penyalahgunaan Senjata Api 945 A. Pendahuluan Airsoft gun adalah benda yang bentuk sistem kerja dan/atau fungsinya menyerupai senjata api yang terbuat dari bahan plastik dan/atau campuran yang dapat melontarkan Ball Bullet (BB). Permainan airsoft gun menggunakan peluru berupa bullet atau pellet plastik kaliber 6 (enam) mm, yaitu bola-bola kecil yang ringan terbuat dari plastik padat, selain itu airsoft gun memiliki kecepatan proyektil sekitar feet per second. Memiliki bentuk luar yang sama dengan senjata api versi militer. Airsoft gun dengan skala 1:1 dengan senjata asli, namun system kerja airsoft gun tidak sama dengan senjata api. Airsoft gun dibagi menjadi tiga jenis utama berdasarkan tenaga penggeraknya: spring (berpenggerak pegas), elektrik, dan gas. Pada jenis spring, peluru ditembakan oleh per, dan harus ditarik peloncok (dikokang) setiap sebelum menembak. Pada jenis elektrik, menggunakan motor/dinamo elektrik yang dijalankan dengan tenaga baterai. Pada jenis gas airsoft gun dioperasikan dengan menggunakan gas tekanan tinggi. Meskipun demikian, penggunaan airsoft gun dapat dikatakan seperti pedang bermata dua karena disamping banyak hal-hal positif yang didapatkan oleh masyarakat, terdapat pula hal-hal negatif yang timbul. Dampak yang diperlihatkan dari alat permainan ini jika tidak bijak dalam memperlakukannya dapat merugikan orang lain dan pelaku hobi ini sendiri. Karena itu jika ada seseorang atau kelompok orang yang tidak mematuhi kode etik penggunaan airsoft, mereka layak untuk tidak dianggap atau dikucilkan dari lingkup dunia hobi airsoft nasional maupun internasional. Mendapatkan airsoft gun sendiri di Indonesia tidaklah susah, toko-toko penjual airsoft gun banyak ditemui di kota-kota besar contohnya di Jakarta, Palembang, Bandung dan Surabaya. Para penjual menjual berbagai jenis dan bentuk dari airsoft gun mulai dari replika handgun, revolver, shotgun dan assault rifle dengan spesifikasi yang beragam dengan harga bervariatif yang harga per unitnya tergolong mahal. Selain menjual airsoft gun para penjual juga melayani jasa servis perbaikan serta kelengkapan airsoft gun. Banyak didapati penjualan airsoft gun yang dilakukan secara online disebabkan belum tersedianya penjual airsoft gun dibeberapa daerah di Indonesia, dengan menggunakan jasa penjualan online pembelipun bisa memiliki airsoft gun dengan jasa pengiriman. Penjualan juga dilakukan oleh pemilik yang ingin menjual airsoft gun miliknya kepada orang lain maupun kepada anggota komunitas airsoft gun. Berdasarkan uraian dan penjelasan pada latar belakang Penelitian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan airsoft gun? 2. Apa hambatan atau kendala yang ditemukan dalam penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan airsoft gun? B. Landasan Teori Senjata api memiliki beberapa pengertian yang diambil dari berbagai sudut pandang, berikut adalah beberapa pengertian dari senjata api, yaitu: Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian izin Pemakaian Senjata Api Yang dimaksud dengan senjata api adalah: 1. Senjata api dan bagian-bagiannya; 2. Alat penyembur api dan bagian-bagiannya; 3. Mesiu dan bagian-bagiannya seperti patroonhulsen, slaghoedjes dan lainlainnya; 4. Bahan peledak, termasuk juga benda-benda yang mengandung peledak seperti Ilmu Hukum, Gelombang 2, Tahun Akademik

3 946 Juwita Eka Saputri, et al. garanat tangan, bom, dan lain-lainnya. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api: Yang dimaksud dengan pengertian senjata api dan amunisi termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam pasal 1 ayat (1) dari peraturan senjata api 1936 (Stbl Nomor 170), yang telah diubah dengan ordonantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. Nomor 278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata yang nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang ajaib dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat digunakan Pengertian senjata api pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api tersebut mengacu kepada pengertian senjata api dalam Pasal 1 ayat (1) peraturan senjata api 1936 (Stbl Nomor 170), yang telah diubah dengan ordonantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. Nomor 278), yaitu: Maka termasuk dalam pengertian senjata api: 1. Bagian-bagian senjata api; 2. Meriam-meriam dan penyembur-penyembur api dan bagian-bagiannya; 3. Senjata-senjata tekanan udara dan senjata-senjata tekanan per, pistol-pistol penyembelih dan pistol-pistol pemberi isyarat, dan selanjutnya senjata-senjata api tiruan, seperti pistol-pistol tanda bahaya dan revolver-revolver perlombaan, pistol-pistol mati suri, dan revolver-revolver mati suri serta benda-benda lain yang dapat dipergunakan untuk mengancam atau mengejutkan, demikian pula bagian-bagian senjata-senjata itu, dengan pengertian pula bagian-bagian senjatasenjata itu, dengan pengertian bahwa senjata-senjata tekanan udara, senjatasenjata tekanan per, dan senjata-senjata tiruan serta bagian-bagian senjata itu hanya dipandang sebagai senjata api, apabila dengan nyata tidak dipergunakan sebagai permainan anak-anak. Lebih lanjut dijabarkan dalam Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976 yang menyatakan: Senjata Api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar angkatan bersenjata, senjata api merupakan alat khusus yang penggunanya diatur melalui ketentuan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1976, yang menginstruksikan agar para menteri (pimpinan lembaga pemerintah dan non pemerintah) membantu pertahanan dan keamanan agar dapat mencapai sasaran tugasnya Dengan demikian, secara tegas telah ditetapkan jika Senjata Api hanya diperuntukkan bagi angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan dalam hal ini TNI dan Polri, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar bidang pertahanan dan keamanan penggunaan Senjata Api diatur dalam Intruksi Presiden dimaksud, dalam arti Senjata Api tidak dapat dipergunakan atau dimanfaatkan secara bebas tanpa alas hak yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Lebih jauh dijelaskan dalam ordonansi Senjata Api Tahun 1939 jo Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, yang juga senjata api adalah: 1. Bagian-bagian dari senjata api 2. Meriam-meriam dan vylamen werpers (penyembur api) termasuk bagiannya 3. Senjata-senjata tekanan udara dan tekanan per dengan tanpa mengindahkan kalibernya Volume 2, No.2, Tahun 2016

4 Penegakan Hukum Pelaku Penyalahgunaan Senjata Api Slachtpistolen (pistol penyembelih/pemotong) 5. Sein pistolen (pistol isyarat) 6. Senjata api imitasi seperti alarm pistolen (pistol tanda bahaya), start revolvers (revolver perlombaan), shijndood pistolen (pistol suar), schijndood revolvers (revolvers suar) dan benda-benda lainnya yang sejenis itu, yang dapat digunakan untuk mengancam dan menakuti, begitu pula bagian-bagiannya. Dengan demikian, yang disebut Senjata Api tidak hanya terbatas pada bentuk utuh Senjata Api, namun bagian-bagian daripadanya pun termasuk dalam definisi dan kriteria Senjata Api. Airsoft gun adalah mainan senjata api replika yang berukuran 1:1 dengan jenis senjata aslinya. Mainan replika airsoft gun mengadopsi beragam jenis senjata-senjata yang ada di dunia, baik dari jenis pistol, revolver, submachine gun, assault rifle, sniper rifle, shotgun sampai bazooka. Walaupun termasuk kategori mainan, airsoft gun juga mampu memuntahkan peluru plastik bulat berukuran 6mm (biasa disebut bb), baik secara satu persatu (single action), semi otomatis maupun full otomatis. Bahkan untuk jenis tertentu bias digunakan BB alumunium, besi atau tembaga. Material inti dari airsoft gun terbuat dari Besi metal dan bahan ABS resin (seperti bahan yang digunakan pada handphone), yang dikombinasikan dengan allumunium alloy, dan zinc. Berat rata-rata jenis airsoft gun berkisar antara 70% hingga 90% dari berat senjata aslinya. Kadangkala, supaya mendekati berat senjata aslinya, pada jenis jenis tertentu, magazine pada airsoft gun jenis pistol dibuat dengan berat yang lebih berat ketimbang magazine senjata aslinya. Digerakkan oleh hembusan udara. Pada dasarnya airsoft gun digerakkan oleh hembusan udara yang dihasilkan oleh piston yang digerakkan oleh: 1. Pengokang pada jenis spring gun (SPG) 2. Motor yang digerakkan oleh baterai pada jenis electric gun (EG: Electric Gun/ AEG: Automatic Electric Gun) 3. Hembusan gas (freon) pada jenis Gas Blowback Gun (GBB) Hembusan udara tersebut, memutar bb bulat berukuran 6 mm dalam laras airsoft gun agar laju bb tersebut bias semakin akurat. Fasilitas ini dinamakan fasilitas Hop-Up, yang sudah diadaptasi oleh mainan airsoft gun dewasa ini. Seperti dijelaskan pada uraian diatas, sistim gerak pada airsoft gun membaginya menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu: 1. Spring Gun (SPG) Penggerak dengan menggunakan sistim pegas/per. 2. Gas Blowback Gun (GBB) Penggerak dengan menggunakan sistim gas, dan 3. Automatic Electric Gun (AEG) atau Electric Gun (EG) - Penggerak dengan menggunakan sistim motor yang digerakkan oleh baterai. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada Bab III telah dikemukakan beberapa putusan pengadilan yang memutus perkara penyalahgunaan airsoft gun menggunakan sanksi pidana dalam Undang- Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api. Penggunaan sanksi pidana tersebut dilakukan dalam rangka penegakan hukum. Dalam menjatuhkan putusannya, Hakim bukan tanpa alasan, ada hal-hal yang dipertimbangkan terlebih dahulu oleh Hakim, karena Hakim memutus semata-mata bukan hanya untuk kepastian hukum tetapi juga memberikan keadilan serta kemanfaatan. Putusan-putusan pengadilan yang dikemukakan pada Bab III adalah menjatuhkan pidana kepada para Pelaku penyalahgunaan airsoft gun menggunakan Ilmu Hukum, Gelombang 2, Tahun Akademik

5 948 Juwita Eka Saputri, et al. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api, namun sanksi pidana yang dijatuhkan sangat jauh dari sanksi yang telah ditetapkan undang-undang senjata api tersebut. Memang dalam undang-undang senjata api tersebut tidak ditetapkan mengenai sanksi minimum, akan tetapi dijatuhkannya sanksi yang sangat ringan dan jauh dari ancaman yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 menimbulkan sebuah pertanyaan terhadap kinera para aparat penegakan hukum dalam menegakan hukum. Pengunaan senjata api dan bahan peledak oleh sipil saat ini sudah sangat mudah kita dengar dan kita lihat dengan banyaknya terjadi tindak pidana perusakan, pembunuhan, pencurian, atau terorisme dan lain-lain. Penggunaan senjata api dan bahan peledak tersebut sudah pasti illegal karena untuk melakukan tindak kejahatan. Militer yang memiliki tugas untuk keamanan kepada masyarakat secara sah dan wajar dapat menggunakan senjata api dan bahan peledak untuk menumpas tindakan terorisme. Sipil dapat saja memiliki dan menggunakan senjata api atau bahan peledak, namun untuk hal-hal tertentu saja dapat menggunakannya, misalnya untuk industri, olahraga, atau keamanan pribadi para Pejabat Negara. Sedangkan militer memang wajar dan sah karena pertahanan dan keamanan memiliki dan menggunakan senjata api dan bahan peledak. D. Kesimpulan 1. Penulis berpendapat, tidak tepat jika mengatakan bahwa Hakim telah melakukan penafsiran secara analogi antara airsoft gun dengan senjata api, yang terjadi terkait dengan hal ini adalah perubahan dalam perundang-undangan. Perubahan dalam perundang-undangan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi: Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan, sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya. Perubahan dalam perundang-undangan seperti yang terdapat dalam rumusan Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut, pada dasarnya terdapat 2 teori, yaitu teori formil dan teori materil. Kemudian teori materiil tersebut terbagi menjadi teori materiil terbatas dan teori materiil tidak terbatas. Jika dikaitkan dengan penyalahgunaan airsoft gun, Penulis berpendapat bahwa dalam hal ini Hakim menerima perubahan yang telah terjadi di luar undangundang senjata api, yaitu dengan adanya Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga. Dalam Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2012 tersebut airsoft gun digolongkan sebagai senjata api olehraga. Dengan dimasukkannya airsoft gun tersebut diterima sebagai perubahan yang terjadi dan mempunyai pengaruh apabila terjadi penyelahgunaan, maka terhadap pelaku harus diterapkan ketentuan senjata api sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api. Dalam hal ini berarti Hakim yang memutus perkara penyalahgunaan airsoft gun menggunakan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 menganggap airsoft gun adalah senjata api karena berdasarkan Peraturan Kapolri No 8 tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga. Volume 2, No.2, Tahun 2016

6 Penegakan Hukum Pelaku Penyalahgunaan Senjata Api Kendala yang dihadapi pihak kepolisian dalam menanggulangi kepemilikan dan penyalahgunaan aisoft gun yaitu kendala dari segi preventif berupa kurangnya pengetahuan anggota kepolisian tentang sifat, bentuk dan fungsi dari pada airsoft gun, dimana airsoft gun hanya berupa mainan atau alat olahraga. Respon masyarakat yang sudah cenderung menilai bahwa airsoft gun merupakan senjata berbahaya sehingga paradigma ini sulit untuk diubah, sulit untuk mengetahui jumlah kepemilikan airsoft gun yang beredar di kalangan masyarakat. Masyarakat kurang berperan aktif dalam memberikan aduan kepada pihak kepolisian terhadap lingkungan sekitar dimana sudah ada kegiatan yang mencurigakan dan cenderung kearah kriminal yang menggunakan airsoft gun. E. Saran Dari segi represif, kendala yang dihadapi pihak kepolisian yaitu tidak adanya aturan hukum yang tepat untuk mengatur kepemilikan dan penyalahgunaan airsoft gun sehingga masih ada pihak kepolisian yang menganalogikan airsoft gun dengan senjata api. Penerapan Undang-Undang Senjata Api yang tidak tepat karena memberikan analogi terhadap airsoft gun dengan senjata api. 1. Pemerintah sebaiknya membuat suatu aturan atau regulasi mengenai kepemilikan dan penyalahgunaan airsoft gun sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam penerapan Undang-Undang Senjata Api. Dalam hal ini komunitas yang menggunakan airsoft gun dengan benar yaitu sebagai manusia, alat olahraga ataupun sebagai hobi, dapat menggunakan airsoft gun dengan tenang, tanpa harus resah dicurigai sebagai seorang pelaku tindak pidana. 2. Kepolisian diharapkan mengevaluasi kembali pengetahuan tentang sifat, bentuk dan fungsi dari pada airsoft gun, dimana airsoft gun hanya berupa mainan atau alat olahraga, dan juga lebih cermat dalam menyelidiki dan mengungkap sindikat peredaran dan kepemilikan airsoft gun karna masyarakat semakin mudah untuk mengakses atau memperoleh airsoft gun. Daftar Pustaka Adami Chanawi, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT Raja Grafindo, Jakarta, Al Aspary Anshari Insan, Tindak Pidana Perpajakan, Jasa Offset, Jakarta, Anwar Moch, Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku II Jilid I, Alumni, Bandung, Apeldoom Van, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, Arief Barda nawawi, Kebijakann Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Undip, Semarang, Bakhri Syaiful, Pidana Denda Dan Korupsi, Total Media, Yogyakarta, 2009 Daliyo J.B, Pengantar Ilmu Hukum, Prenhallindo, Jakarta, Darmodiharjo Darji, Shidarta. Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filosafat Hukum Indonesia, Gramedia, Jakarta, Friedman Lawrance M., Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial, terjemahan M. Khozim, Nusa Media, Bandung, Ilmu Hukum, Gelombang 2, Tahun Akademik

BAB I PENDAHULUAN. sistem kontrol sosial akibat perubahan sosial yang terjadi. Perubahan sosial

BAB I PENDAHULUAN. sistem kontrol sosial akibat perubahan sosial yang terjadi. Perubahan sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam masyarakat yang sedang berubah, khususnya kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung dan masih banyak lagi kota lainnya, kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Zeihan Desrizal, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Zeihan Desrizal, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Senjata api adalah sebuah alat yang diciptakan sebagai alat untuk melaksanakan tugas pokok angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media atau alat peraganya pun bermacam- macam. Airsoft gun merupakan

BAB I PENDAHULUAN. media atau alat peraganya pun bermacam- macam. Airsoft gun merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia olahraga belakangan ini semakin beragam, bahkan media atau alat peraganya pun bermacam- macam. Airsoft gun merupakan salah satu kegiatan olahraga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta etika dan aturan main) memiliki senjata terjadi justru sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. serta etika dan aturan main) memiliki senjata terjadi justru sebaliknya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendengar kata senjata, mungkin terbayang dalam pikiran kita adalah suasana perang, perampokan atau kekerasan bersenjata lainnya. Keras, tetapi sebenarnya, begitu kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan senjata api,salah satu jenis kejahatan menggunakan senjata api yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI MENGENAI PENJUALAN AIRSOFT GUN MELALUI MEDIA INTERNET. berbanding satu) dengan jenis senjata aslinya. Mainan replika airsoft gun

BAB II TINJAUAN TEORI MENGENAI PENJUALAN AIRSOFT GUN MELALUI MEDIA INTERNET. berbanding satu) dengan jenis senjata aslinya. Mainan replika airsoft gun BAB II TINJAUAN TEORI MENGENAI PENJUALAN AIRSOFT GUN MELALUI MEDIA INTERNET A. Pengertian Airsoft Gun Airsoft gun adalah mainan senjata replika yang berukuran 1:1 (satu berbanding satu) dengan jenis senjata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, yakni: pertama, memberikan layanan civil (Civil Service); kedua,

BAB I PENDAHULUAN. ini, yakni: pertama, memberikan layanan civil (Civil Service); kedua, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki keterbatasan, baik dalam hal ketersediaan personil, peralatan dan anggaran operasional. Oleh karena itu diperlukan

Lebih terperinci

Digerakkan Oleh Hembusan Udara

Digerakkan Oleh Hembusan Udara Airsoft Gun Sewaktu masih kecil, memiliki mainan berwujud senjata sangatlah begitu membahagiakan sekaligus membanggakan. Teman teman sepermainan pasti akan terkagum kagum dengan bentuk senjata mainan kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga mampu, menekan terjadinya setiap permasalahan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. hingga mampu, menekan terjadinya setiap permasalahan dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Republik Indonesia (Polri) adalah Lembaga Negara yang bertugas sebagai penegak hukum. Hal ini tercantum dalam pasal 13 UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian

Lebih terperinci

ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM

ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM JURNAL PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN PASAL 40 PERATURAN KAPOLRI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SENJATA API UNTUK KEPENTINGAN OLAHRAGA KHUSUSNYA TENTANG AIRSOFT GUN Diajukan oleh:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penegakan HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penegakan HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penegakan HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian HAM bagi penegak hukum adalah prinsip dan standar HAM yang berlaku secara universal bagi semua petugas penegak hukum dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterikatan dan keterkaitan dengan komponen-komponen lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. keterikatan dan keterkaitan dengan komponen-komponen lainnya. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai suatu negara hukum bangsa Indonesia mempunyai sistem peradilan dan catur penegak hukum. Namun dalam komponen peradilan yang cukup urgen adalah Kepolisian. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan masyarakat seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena selalu didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan :

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan : 78 V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan : 1. Perbuatan yang dapat digolongkan sebagai penyalahgunaan perizinan airsoft gun, maka ditarik simpulan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita tentang peristiwa pidana, baik melalui media cetak maupun media elektronik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. airsoft gun mulai diminati dan perlahan menjadi suatu kegemaran baru. 1 Peminat

I. PENDAHULUAN. airsoft gun mulai diminati dan perlahan menjadi suatu kegemaran baru. 1 Peminat 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sekitar tahun 1999 airsoft gun sudah mulai dikenal di Indonesia, Semenjak itu airsoft gun mulai diminati dan perlahan menjadi suatu kegemaran baru. 1 Peminat senjata replika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem perundangundangan.

I. PENDAHULUAN. aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem perundangundangan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang sangat menjunjung tinggi hukum, oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Pencurian Benda Purba Dikaitkan dengan Pasal 362 KUHP JO Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya 1 Tubagus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.791, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Sentaja Api. Penggunaan. Pejabat PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-06/K.BNPT/11/2013 TENTANG PENGGUNAAN

Lebih terperinci

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari serta ketimpangan strata sosial yang terjadi dalam masyarakat, menimbulkan kecemburuan sosial yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar masyarakat ataupun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian dalam Kegiatan yang Mengumpulkan Massa dan Menimbulkan Korban Tinjauan adalah melihat dari jauh dari tempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAKAN PENJUALAN AIRSOFT GUN MELALUI MEDIA INTERNET SECARA MELAWAN HUKUM

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAKAN PENJUALAN AIRSOFT GUN MELALUI MEDIA INTERNET SECARA MELAWAN HUKUM BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAKAN PENJUALAN AIRSOFT GUN MELALUI MEDIA INTERNET SECARA MELAWAN HUKUM BERDASARKAN DENGAN UNDANG UNDANG NO 12/DRT/TAHUN 1951 DI HUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 11

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia menurut kodratnya adalah merupakan makhluk sosial, yang artinya setiap individu selalu ingin hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 295/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api (Lembaran Negara Republ

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api (Lembaran Negara Republ No.2096, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pengelolaan Senjata Api. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SENJATA API DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi dan perubahan sosial, tidak hanya perubahan-perubahan yang berlangsung dengan intensif ditingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden.POLRI menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar kita ataupun yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Lebih selektif dalam memberikan rekomendasi izin; penggunaan senjata api; Tindakan Kepolisian;

BAB III PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Lebih selektif dalam memberikan rekomendasi izin; penggunaan senjata api; Tindakan Kepolisian; 73 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. a. Upaya Preventif Untuk mencegah kejahatan menggunakan senjata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI Diajukan Oleh: Nama : MUHAMMAD YUSRIL RAMADHAN NIM : 20130610273 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKATA 2017

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda

I. PENDAHULUAN. menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kehidupan dapat menangkap berbagai

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. kepemilikan senjata api bagi warga sipil, yaitu: dan diawasi secara ketat, yaitu

BAB III PENUTUP. kepemilikan senjata api bagi warga sipil, yaitu: dan diawasi secara ketat, yaitu 83 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada Bab I dan Bab II, dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Langkah-langkah Polri dalam menanggulangi penyalahgunaan izin kepemilikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, hal ini diatur tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara hukum asas taat dan hormat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin tidak ada habisnya, mengenai masalah ini dapat dilihat dari pemberitaan media masa seperti

Lebih terperinci

Amanna Gappa Amanna Gappa, Vol. 25 No. 2 September 2017 P-ISSN: , E-ISSN: Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Amanna Gappa Amanna Gappa, Vol. 25 No. 2 September 2017 P-ISSN: , E-ISSN: Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin amn gp Amanna Gappa Amanna Gappa, Vol. 25 No. 2 September 2017 P-ISSN: 0853-1609, E-ISSN: 2549-9785 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Eksistensi Senjata Airsoft Gun dalam Perspektif Undang- Undang

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pertanggungjawaban Pidana terhadap Penyalahgunaan Senjata Api oleh Anggota Tentara Negara Indonesia Ditinjau dari Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab Program Studi Ilmu Hukum-Universitas Narotama Surabaya Abstrak Maraknya peredaran narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban dunia selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentukbentuk kejahatan juga senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari pidana itu adalah untuk mencegah timbulnya kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari pidana itu adalah untuk mencegah timbulnya kejahatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari pidana itu adalah untuk mencegah timbulnya kejahatan dan pelanggaran. Sejarah hukum pidana mengungkapkan bahwa pada masa lampau terdapat sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, seharusnya semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap sistem hukum menunjukan empat unsur dasar, yaitu : pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk sosial yang artinya manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda, dalam memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu

Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu A. Pengertian Penegakan Hukum Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Penegakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak sangat berperan sebagai kunci sukses suatu bangsa. Seiring dengan perkembangan pelaku kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menuliskan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum. Salah satu prinsip penting negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini terbukti dari adanya indikasi angka-angka kecelakaan lalu lintas yang selalu

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek hukum yang berlaku. Kemajuan teknologi informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan membangun dalam rangka mengisi kemerdekaan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan membangun dalam rangka mengisi kemerdekaan. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi yang sangat cepat dewasa ini membuat cara yang digunakan untuk melakukan kejahatan semakin maju dan beraneka ragam jenisnya. Kejahatan dan pelanggaran

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB IV PENUTUP. diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut : 1 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan atas permasalahan yang diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Bahwa konsep Korporasi sebagai subyek tindak pidana telah dirumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran

Lebih terperinci

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyalahgunaan Wewenang Yang Dilakukan Oleh Oknum Petugas Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Peraturan Menteri Hukum & HAM Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Tata Tertib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E Pelaksanaan peradilan tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota TNI ( studi kasus di pengadilan militer II 11 Yogyakarta ) Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E.0004107 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana, tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, penyalahgunaan narkotika dapat berdampak negatif, merusak dan mengancam berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, terutama di kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Selain itu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against

I. PENDAHULUAN. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against Humanity), serta merupakan ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara karena terorisme sudah merupakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API A. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api Senjata api merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional

Lebih terperinci