BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API"

Transkripsi

1 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API A. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api Senjata api merupakan bukanlah benda yang umum digunakan ataupun dibawabawa oleh masyarakat sipil, Negara telah membuat regulasi mengenai kepemilikan senjata api. Walaupun demikian penyalahgunaan senjata api tetap tidak dapat dihindarkan. Hal ini bisa saja dikarenakan kurang konsekuennya pihak-pihak terkait dalam mengeluarkan izin kepemilikan senjata api. Sekarang masyarakat berpandangan pemberian izin senjata api sama saja dengan memberikan izin untuk membunuh. Dalam artian orang yang memegang izin senjata api lebih besar kemungkinan untuk membahayakan nyawa orang lain dengan senjata yang dimilikinya. Ketika mendengar kata senjata api, seringkali terlintas di kepala sebuah aksi kejar-kejaran antara pelaku kejahatan dengan polisi. Kata senjata api memang sulit untuk dipisahkan dari tindakan kejahatan dan polisi sebagai aparat penegak hukum yang bertugas untuk menanggulangi kejahatan. Hal ini juga berlaku di Indonesia, baik polisi maupun pelaku kejahatan memiliki dan menggunakan senjata pai sebagai alat untuk kepentingan masing-masing. Polisi menggunakan senjata api untuk menangani kejahatan, sementara pelaku kejahatan menggunakan senjata api sebagai alat untuk melakukan kejahatan A. Josias Runturambi dan Atin Sri Pujiastuti, Op.Cit, halaman 15 19

2 Undang-undang No 8 Tahun 1948 mengatur mengenai pendaftaran dan pemberian izin pemakaian Senjata Api. Senjata Api milik masyarakat sipil yang ingin didaftarkan harus didaftarkan ke kepolisisan daerah tempat orang tersebut berdomisili. Dalam Undang-Undang ini ditetapkan bahwa orang yang bukan anggota TNI atau POLRI yang memegang senjata api harus mempunyai surat izin. Hal yang demikian diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1948 tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api. Yang dimaksud dengan senjata api dalam Undang-undang ini, ialah : senjata api dan bagian-bagiannya, alat penyembur api dan bagian-bagiannya, mesiu dan bagian-bagiannya seperti "patroonhulsen", "slaghoedjes" dan lain-lainnya, bahan peledak, termasuk juga benda-benda yang mengandung peledak seperti geranat tangan, bom dan lain-lainnya. 25 Dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari terhitung mulai berlakunya Undang-undang ini semua senjata api harus didaftarkan. 26 Mulai hari berlakunya Undang-undang ini pemindahan senjata api kelain tangan dilarang, kecuali pemindahan sejata api ke tangan lain. 27 Mulai hari berlakunya Undang-undang ini sampai hari penutupan pendaftaran yang dimaksud, pemindahan senjata api kelain tempat dilarang, kecuali pemindahan seperti9tersebut. 28 Senjata api yang berada ditangan orang bukan anggauta Tentara atau Polisi harus didaftarkan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan (atau Kepala Kepolisian Daerah Istimewa selanjutnya disebut Kepala Kepolisian Karesidenan saja) atau orang yang ditunjukkannya. 29 Senjata api yang berada ditangan anggauta Angkatan Perang 25 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Mencabut Peraturan Dewan Pertahanan Negara Nomor 14 dan Menetapkan Peraturan Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api, Pasal 1 26 Ibid, Pasal 2 27 Ibid, Pasal 3 28 Ibid, Pasal 4 29 Ibid, Pasal 5 ayat (1) 20

3 didaftarkan menurut instruksi Menteri Pertahanan, dan yang berada ditangan Polisi menurut instruksi Pusat Kepolisian Negara. 30 Tiap-tiap senjata api yang akan didaftarkan dan harus dibawa ketempat pendaftaran untuk diperlihatkan kepada Kepala Kepolisian Karesidenan atau orang yang ditunjukkannya. 31 Mereka yang mendaftarkan senjata apinya menerima tanda pendaftaran menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Pusat Kepolisian Negara. 32 Tanda pendaftaran untuk senjata-senjata api yang didaftarkan, berlaku sebagai surat idzin pemakaian senjata api untuk sementara waktu, selanjutnya disebut surat idzin sementara. 33 Dalam waktu 7 hari mulai hari penutupan pendaftaran tersebut, Kepala Kepolisian Karesidenan melaporkan hasil pendaftaran kepada Kepala Pusat Kepolisian Negara. 34 Setiap orang bukan anggauta Tentara atau Polisi yang mempunyai dan memakai senjata api harus mempunyai surat idzin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara. 35 Untuk tiap senjata api harus diberikan sehelai surat idzin. 36 Yang berhak memberi surat idzin pemakaian senjata api ialah Kepala Kepolisian Karesidenan atau orang yang ditunjukkannya. 37 Semua senjata api menjadi milik Negara, bilamana sehabis waktu 16 hari terhitung mulai hari penutupan pendaftaran senjata api, senjata api tadi belum mempunyai surat idzin pemakaian senjata api. 38 Surat idzin pemakaian senjata api (termasuk idzin sementara) 30 Ibid, Pasal 5 ayat (2) 31 Ibid, Pasal 6 ayat (2) 32 Ibid, Pasal 7 ayat (1) 33 Ibid, Pasal 7 ayat (2) 34 Ibid, Pasal 8 35 Ibid, Pasal 9 ayat (1) 36 Ibid, Pasal 9 ayat (2) 37 Ibid, Pasal 9 ayat (3) 38 Ibid, Pasal 10 ayat (2) 21

4 dapat dicabut oleh fihak yang berhak memberikannya bila senjata api itu salah dipergunakan, dan senjata api tersebut dapat dirampas. 39 Menurut ketentuan yang berlaku, cara kepemilikan senjata api harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut ini : 1. Pemohon ijin kepemilikan senjata api harus memenuhi syarat medis dan psikologis tertentu. Secara medis pemohon harus sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat mengurangi keterampilan membawa dan menggunakan senjata api dan berpenglihatan normal; 2. Pemohon haruslah orang yang tidak cepat gugup dan panik, tidak emosional dan tidak cepat marah. Pemenuhan syarat ini harus dibuktikan dengan hasil psikotes yang dilaksanakan oleh tim yang ditunjuk Dinas Psikologi Mabes Polri; 3. Harus dilihat kelayakan, kepentingan, dan pertimbangan keamanan lain dari calon pengguna senjata api, untuk menghindari adanya penyimpangan atau membahayakan jiwa orang lain; 4. Pemohon harus berkelakuan baik dan belum pernah terlibat dalam suatu kasus tindak pidana yang dibuktikan dengan SKKB; 5. Pemohon harus lulus screening yang dilaksanakan Kadit IPP dan Subdit Pamwassendak. 6. Pemohon harus berusia 21 tahun hingga 65 tahun; dan 7. Pemohon juga harus memenuhi syarat administratif dan memiliki Izin Khusus Hak Senjata Api (IKHSA) Ibid, Pasal diakses tanggal 24 Mei

5 Setelah memenuhi persyaratan diatas, maka pemohon juga harus mengetahui bagaimana prosedur selanjutnya yang diarahkan menurut ketentuan yang ada, antara lain : 1. Prosedur awal pengajuan harus mendapatkan rekomendasi dari Kepolisian Daerah (Polda) setempat, dengan maksud untuk mengetahui domisili pemohon agar mudah terdata, sehingga kepemilikan senjata mudah terlacak. 2. Setelah mendapat rekomendasi dari Polda, harus lulus tes psikologi, kesehatan fisik, bakat dan keahlian di Mabes Polri sebagaimamana yang telah dipersyaratkan. 3. Untuk mendapatkan sertifikat lulus hingga kualifikasi kelas I sampai kelas III calon harus lulus tes keahlian. Kualifikasi pada kelas III ini harus bisa berhasil menggunakan sepuluh peluru dan membidik target dengan poin antara 120 sampai 129. (dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Institusi Pelatihan Menembak yang sudah mendapat izin Polri dan harus disahkan oleh pejabat Polri yang ditunjuk). 4. Proses pemberian izin dan tes memiliki senjata harus diselesaikan dalam rentang waktu antara tiga sampai enam bulan. Bila gagal dalam batas waktu tersebut, Polri akan menolak melanjutkan uji kepemilikan. 41 Dalam undang-undang disebutkan bahwa ijin kepemilikan senjata api hanya diberikan kepada pejabat tertentu, antara lain : 1. Pejabat swasta atau perbankan, yakni presiden direktur, presiden komisaris, komisaris, diretur utama, dan direktur keuangan; 41 diakses tanggal 24 Mei

6 2. Pejabat pemerintah, yakni Menteri, Ketua MPR/DPR, Sekjen, Irjen, Dirjen, dan Sekretaris Kabinet, demikian juga Gubernur, Wakil Gubernur, Sekwilda, Irwilprop, Ketua DPRD-I dan Anggota DPR/MPR; 3. TNI/Polri dan purnawirawan. 42 Hingga saat ini banyak sekali warga dari kalangan sipil yang mengajukan izin kepemilikan senjata api. Baik ditujukan untuk alat proteksi diri, olahraga, berburu, hingga hobby mengkoleksi hal-hal terkait ragam jenis senjata api. Hal ini tentu menimbulkan suatu problem tersendiri mengingat benda yang diperizinkan tersebut merupakan benda yang dapat dikatakan sangat berbahaya. Masyarakat sipil pada dasarnya diperbolehkan menggunakan senjata api dengan kategori peruntukkan bela diri, koleksi, olahraga, dan berburu dengan persyaratan-persyaratan administrasi perizinan yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Pemberian izin senjata api bagi masyarakat sipil merupakan bentuk dispensasi oleh pejabat aparatur negara. Dan apabila izin kepemilikan (dispensasi) senjata api telah diperoleh, maka senjata api tersebut menjadi tanggung jawab pemegang izin selain Kepolisian yang mengeluarkan kebijakan tersebut. Baik dalam penggunaaan, penyimpanan, serta pengawasan senjata api. 43 B. Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api Senjata adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi. Apapun yang dapat 42 diakses tanggal 24 Mei diakses tanggal 24 Mei

7 digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata. Senjata bisa sederhana seperti pentungan atau kompleks seperti peluru kendali balistik. 44 Senjata api (bahasa Inggris: firearm) adalah senjata yang melepaskan satu atau lebih proyektil yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang dihasilkan oleh pembakaran suatu propelan. Proses pembakaran cepat ini secara teknis disebut deflagrasi. Senjata api dahulu umumnya menggunakan bubuk hitam sebagai propelan, sedangkan senjata api modern kini menggunakan bubuk nirasap, cordite, atau propelan lainnya. Kebanyakan senjata api modern menggunakan laras melingkar untuk memberikan efek putaran pada proyektil untuk menambah kestabilan lintasan. 45 Senjata api diartikan sebagai setiap alat, baik yang sudah terpasang ataupun yang belum, yang dapat dioperasikan atau yang tidak lengkap, yang dirancang atau diubah, atau yang dapat diubah dengan mudah agar mengeluarkan proyektil akibat perkembangan gasgas yang dihasilkan dari penyalaan bahan yang mudah terbakar didalam alat tersebut, dan termasuk perlengkapan tambahan yang dirancang atau dimaksudkan untuk dipasang pada alat demikian. Senjata Api diartikan sebagai setiap alat, baik yang sudah terpasang ataupun yang belum, yang dapat dioperasikan atau yang tidak lengkap, yang dirancang atau diubah, atau yang dapat diubah dengan mudah agar mengeluarkan proyektil akibat perkembangan gas-gas yang dihasilkan dari penyalaan bahan yang mudah terbakar 44 diakses tanggal 24 Mei diakses tanggal 24 Mei

8 didalam alat tersebut, dan termasuk perlengkapan tambahan yang dirancang atau dimaksudkan untuk dipasang pada alat demikian. 46 Indonesia memiliki 2 (dua) buah Undang-undang yang walaupun sudah berusia lanjut namun tetap berlaku secara efektif, salah satunya yaitu Undang-undang Nomor 12/Drt Tahun 1951 tentang Senjata Api (Undang-undang senjata Api). Undangundang ini merupakan satu-satunya Undang-undang yang masih efektif diberlakukan terhadap pelaku penyalahgunaan Senjata Api. Dalam Undang-undang tersebut, secara tegas diatur unsur-unsur dari tindak pidana penyalahgunaan Senjata Api di Indonesia. Ketentuan UU Drt No 12 Tahun 1951 pada dasarnya mengatur mengenai peraturan hukuman istimewa sementara. Melalui peraturan ini pula ditetapkan sanksi pidana terhadap seseorang yang melakukan penyalahgunaan senjata api dan bahan peledak. Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun. 47 Yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan munisi termasuk juga segala barang yang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No.278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib 46 diakses tanggal 24 Mei Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api, Pasal 1 ayat (1) 26

9 (merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan. 48 Yang dimaksudkan dengan pengertian bahan-bahan peledak termasuk semua barang yang dapat meledak, yang dimaksudkan dalam Ordonnantie tanggal 9 Mei 1931 (Stbl. No.168), semua jenis mesiu, bom-bom pembakar, ranjau-ranjau (mijnem), granat-granat tangan dan pada umumnya semua bahan peledak, baik yang merupakan luluhan kimia tunggal (enkelvoudige chemische verbindingen) maupun yang merupakan adukan bahan-bahan peledak (explosieven mengsels) atau bahan peledak pemasuk (inleidende explosieven), yang dipergunakan untuk meledakkan lain-lain barang peledak, sekedar belum termasuk dalam pengertian munisi. 49 Peraturan ini bisanya digunakan untuk kasus-kasus penyalahgunaan senjata api, maupun kasus penyelundupan senjata api ke Indonesia. Sebab UU Darurat No 8 Tahun 1951 ini merupakan perundang-undangan yang masih berlaku dan belum dicabut, di dalamnya juga mengatur secara khusus mengenai sanksi penyalahgunaan senjata api. Akan tetapi sebagaimana disebutkan dalam rumusan pasal-pasal di atas, hal yang dilarang tersebut dapat dilakukan jika orang tersebut memiliki hak untuk melakukan kepemilkan senjata api, senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen). 50 Barangsiapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, 48 Ibid, Pasal 1 ayat (2) 49 Ibid, Pasal 1 ayat (3) 50 diakses tanggal 25 Mei

10 menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag, steek of stoot wapen), dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun. 51 Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaan-pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid). 52 Perbuatanperbuatan yang dapat dihukum menurut Undang-undang ini dipandang sebagai kejahatan. 53 Bilamana sesuatu perbuatan yang dapat dihukum menurut Undang-undang ini dilakukan oleh atau atas kekuasaan suatu badan hukum, maka penuntutan dapat dilakukan dan hukuman dapat dijatuhkan kepada pengurus atau kepada wakilnya setempat. 54 Barang-barang atau bahan-bahan dengan mana atau terhadap mana sesuatu perbuatan yang terancam hukuman dapat dirampas, juga bilamana barang-barang itu tidak kepunyaan si tertuduh. 55 Barang-barang atau bahan-bahan yang dirampas harus dirusak, kecuali apabila terhadap barang-barang itu oleh atau dari pihak Menteri Pertahanan untuk kepentingan Negara diberikan suatu tujuan lain. 56 Yang diserahi untuk mengurus perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum berdasarkan pasal 1 dan 2 selain dari orang-orang yang pada umumnya telah ditunjuk untuk mengusut perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum juga orang-orang, yang 51 Ibid,Pasal 2 ayat (1) 52 Ibid,Pasal 2 ayat (2) 53 Ibid,Pasal 3 54 Ibid,Pasal 4 ayat (1) 55 Ibid,Pasal 5 ayat (1) 56 Ibid,Pasal 5 ayat (2) 28

11 dengan peraturan Undang-undang telah atau akan ditunjuk untuk mengusut kejahatankejahatan dan pelanggaran-pelanggaran yang bersangkutan dengan senjata api, munisi dan bahan-bahan peledak. 57 Pegawai-pegawai pengusut serta orang-orang yang mengikutnya senantiasa berhak memasuki tempat-tempat, yang mereka anggap perlu dimasukinya, untuk kepentingan menjalankan dengan saksama tugas mereka. Apabila mereka dihalangi memasukinya, mereka jika perlu dapat meminta bantuan dari alat kekuasaan. 58 C. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 tentang Senjata Api Dinas Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang menjadi kewenangannya untuk mengamankan hak-hak negara dan dipatuhinya ketentuan dibidang kepabeanan dan cukai, Pejabat Bea dan Cukai dapat menggunakan segala upaya terhadap orang atau barang agar dipenuhinya ketentuan Undang-undang. Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum, Pejabat Bea dan Cukai perlu dilengkapi dengan sarana operasi termasuk Kapal Patroli. Mengingat tugas penegakan hukum dan penggunaan Kapal Patroli kemungkinan menghadapi bahaya yang mengancam jiwa atau keselamatan, dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku, Pejabat Bea dan Cukai dan Kapal Patroli dapat dilengkapi dengan Senjata Api Dinas. Sesuai dengan tugas dan fungsi yang menjadi kewenangan Pejabat Bea dan Cukai, maka jumlah, jenis, macam, dan ukuran/kaliber Senjata Api Dinas yang digunakan dalam penegakan hukum perlu dilakukan pembatasan. Mengingat besarnya bahaya bagi keselamatan dan keamanan, penggunaan Senjata Api Dinas perlu dibatasi hanya dalam hal yang sangat mendesak. 57 Ibid,Pasal 6 ayat (1) 58 Ibid,Pasal 6 ayat (2) 29

12 Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka perlu diatur tentang Senjata Api Dinas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam suatu Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Senjata Api dan Amunisi adalah sebagaimana dimaksud dalam Ordonansi Senjata Api 1937 (Staatsblad 1937 Nomor 170) sebagaimana telah diubah dengan Ordonansi tanggal 30 Mei 1939 (Staatsblad 1939 Nomor 278) serta Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api. 59 Peralatan Keamanan adalah peralatan yang digunakan untuk keperluan keamanan, yang digolongkan sama dengan senjata api. 60 Pengadaan Senjata Api Dinas hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 61 Pengadaan Senjata Api Standar ABRI hanya dapat dilakukan dengan cara pinjam pakai dari Panglima Angkatan. 62 Pemilikan Senjata Api Non Standar ABRI dan Peralatan Keamanan berdasarkan izin pengadaan wajib dilengkapi dengan izin pemilikan. 63 Izin pemilikan diberikan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada Direktur Jenderal. 64 Untuk memperoleh izin pemilikan Direktur Jenderal mengajukan daftar Senjata Api Non Standar ABRI berdasarkan izin pengadaan. 65 Izin pemilikan berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 66 Senjata Api Standar ABRI 59 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 tentang Senjata Api Dinas Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai, Pasal 1 angka 1 60 Ibid,Pasal 1 angka 4 61 Ibid,Pasal 2 ayat (4). 62 Ibid, Pasal 2 ayat (5) 63 Ibid, Pasal 3 ayat (1) 64 Ibid, Pasal 3 ayat (2) 65 Ibid, Pasal 3 ayat (3) 66 Ibid,Pasal 3 ayat (4) 30

13 berdasarkan persetujuan pengadaan pemilikannya tetap berada pada Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. 67 Penguasaan Senjata Api Standar ABRI diberikan berdasarkan izin hak pakai oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia kepada Direktur Jenderal. 68 Senjata Api Dinas disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan keamanan. 69 Pengangkutan Senjata Api Dinas dalam rangka distribusi wajib dilengkapi dengan izin pengangkutan. 70 Izin pengangkutan diberikan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada Direktur Jenderal. 71 Untuk memperoleh izin pengangkutan Direktur Jenderal mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 72 Pejabat Bea dan Cukai dan Kapal Patroli wajib memiliki izin penguasaan pinjam pakai. 73 Izin penguasaan pinjam pakai diberikan oleh Direktur Jenderal atas kuasa Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 74 Izin penguasaan pinjam pakai berlaku untuk seluruh Daerah Pabean. 75 Pemeliharaan Senjata Api Dinas dilakukan secara rutin guna menjaga kondisi senjata siap pakai. 76 Perbaikan Senjata Api Dinas dilakukan oleh bengkel pemeliharaan milik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau bengkel swasta yang telah mendapat izin dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Ibid, Pasal 4 68 Ibid,Pasal 5 69 Ibid,Pasal 6 70 Ibid,Pasal 7 ayat (1) 71 Ibid,Pasal 7 ayat (2) 72 Ibid,Pasal 7 ayat (3) 73 Ibid,Pasal 9 ayat (2) 74 Ibid,Pasal 9 ayat (3) 75 Ibid,Pasal 9 ayat (4) 76 Ibid,Pasal 10 ayat (1) 77 Ibid,Pasal 10 ayat (2) 31

14 Pertanggungjawaban senjata api yang hilang diselesaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 78 Pengawasan Senjata Api Dinas dilakukan dengan sistem pelaporan tentang : jumlah dan posisi Senjata Api Dinas; dan perubahan jumlah dan penghapusan Senjata Api Dinas. 79 Izin Pemilikan Senjata Api Non Standar ABRI yang sudah dimiliki oleh Direktorat Jenderal sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini masih tetap berlaku sampai dengan berakhir masa berlakunya dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. 80 D. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga Penggunaan senjata api di kalangan masyarakat sipil setidaknya disebabkan beberapa hal seperti kurangnya rasa keamanan yang dirasakan masyarakat. Rasa aman tidak cukup didapat hanya dengan adanya perangkat hukum. Sehingga masyarakat merasa perlu untuk mengamankan dirinya sendiri dari segala ancaman marabahaya yang bisa muncul. Alasan lain bagi masyarakat sipil memiliki senjata adalah karena proses kepemilikan tersebut bias dilakukan dengan proses yang relatif mudah. 81 Senjata Api adalah suatu alat yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam yang mempunyai komponen atau alat mekanik seperti laras, pemukul/pelatuk, trigger, pegas, kamar Peluru yang dapat melontarkan anak Peluru atau gas melalui laras dengan bantuan bahan peledak. 82 Penggunaan Senjata Api adalah hak atas Senjata Api dan peluru dengan tujuan untuk menggunakannya sebagai kepentingan olahraga sesuai 78 Ibid,Pasal 11 ayat (4) 79 Ibid,Pasal 12 ayat (1) 80 Ibid,Pasal diakses tanggal 25 Mei Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga, Pasal 1 angka 2 32

15 dengan ketentuan perundang-undangan. 83 Penyimpanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyimpan Senjata Api dan peluru di tempat yang aman agar terhindar dari pencurian, kerusakan dan disalahgunakan oleh orang yang tidak berhak. 84 Jenis senjata api olahraga, meliputi: senjata api; pistol angin (air Pistol) dan senapan angin (air Rifle); dan airsoft gun. 85 Senjata api digunakan untuk kepentingan olahraga: menembak sasaran atau target, menembak reaksi; dan berburu. 86 Pistol angin (air Pistol) dan senapan angin (air Rifle) digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran atau target. 87 Airsoft Gun hanya digunakan untuk kepentingan olahraga menembak reaksi. 88 Jumlah senjata api olahraga yang dapat dimiliki dan dibawa/digunakan oleh atlet menembak sasaran atau target dan reaksi, dibatasi paling banyak 2 (dua) pucuk untuk setiap kelas yang dipertandingkan. 89 Senjata api hanya digunakan di lokasi pertandingan, latihan dan lokasi berburu. 90 Pistol angin (air Pistol) dan senapan angin (air Rifle) dan Airsoft Gun hanya digunakan di lokasi pertandingan dan latihan. 91 Persyaratan untuk dapat memiliki dan/atau menggunakan senjata api untuk kepentingan olahraga sebagai berikut: 1. memiliki kartu tanda anggota Perbakin; 83 Ibid, Pasal 1 angka Ibid, Pasal 1 angka Ibid, Pasal 4 ayat (1) 86 Ibid, Pasal 4 ayat (2) 87 Ibid, Pasal 4 ayat (3) 88 Ibid, Pasal 4 ayat (4) 89 Ibid, Pasal 5 ayat (1) 90 Ibid, Pasal 5 ayat (2) 91 Ibid, Pasal 5 ayat (3) 33

16 2. berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun; 3. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Dokter Polri serta Psikolog Polri; dan 4. memiliki keterampilan menembak, merawat dan mengamankan senjata api yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkanoleh Perbakin. 92 Persyaratan usia, dikecualikan bagi atlet olahraga menembak berprestasi yang mendapatkan rekomendasi dari PB Perbakin. 93 Izin senjata api olahraga, meliputi: pemasukan dari luar negeri (impor), pemasukan (impor) dan pengeluaran (re-ekspor), pengeluaran (ekspor), pengeluaran (ekspor) dan pemasukan (re-impor), pembelian dari dalam negeri, pemilikan, penghibahan, pembaharuan, penyimpanan, pemindahan (mutasi), pengangkutan, penggunaan, pemusnahan; dan/atau gudang. 94 Dalam hal pemilik senjata api meninggal dunia dan belum sempat menghibahkan kepada orang lain maka status senjata api: dimiliki oleh salah satu ahli waris yang sah dan memenuhi persyaratan untuk kepemilikan senjata api setelah ada pernyataan tertulis dari seluruh ahli waris yang berhak, dihibahkan oleh ahli waris yang sah kepada orang lain yang memenuhi persyaratan kepemilikan senjata api, diserahkan kepada negara oleh ahli waris untuk dimusnahkan; atau ahli waris yang sah telah memenuhi persyaratan diantaranya sudah dewasa atau belum dewasa tetapi telah mendapat penetapan sebagai ahli waris dari pengadilan Ibid, Pasal 11 ayat (1) 93 Ibid, Pasal 11 ayat (2) 94 Ibid, Pasal 14 ayat (1) 95 Ibid, Pasal 21 ayat (2) 34

17 Permohonan izin penggunaan senjata api olahraga diajukan kepada: Kapolda u.p. Dirintelkam, untuk penggunaan dalam satu wilayah Polda; dan Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri, untuk penggunaan lebih dari satu wilayah Polda atau di wilayah Polda lain. 96 Izin pemasukan senjata api olahraga berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal dikeluarkan dan dapat diperpanjang sebanyak 1 (satu) kali untuk jangka waktu 6 (enam) bulan, diajukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum habis masa berlakunya. 97 Izin kepemilikan senjata api (Buku Pas) berlaku selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal dikeluarkan, dan wajib didaftar ulang setiap tahun di Polda setempat. 98 Izin penggunaan/membawa senjata api di luar wilayah Polda setempat untuk mengikuti kejuaraan/pertandingan menembak, berlaku selama pertandingan berlangsung. 99 Izin penggunaan/membawa senjata api di luar wilayah Polda setempat untuk kegiatan olahraga berburu, berlaku paling lama 10 (sepuluh) hari dan untuk olahraga safari berburu berlaku paling lama 14 (empat belas) hari. 100 Pengesahan izin senjata api olahraga dilaksanakan oleh Kabaintelkam Polri atas nama Kapolri dan Dirintelkam Polda atas nama Kapolda. 101 Sebelum mengeluarkan surat rekomendasi, Dirintelkam Polda meminta saran/pertimbangan kepada Kapolres tempat domisili atlet yang mengajukan permohonan izin senjata api. 102 Pengawasan dan pengendalian perizinan senjata api, peluru, Pistol Angin (Air Pistol) dan Senapan Angin (Air Rifle), dan Airsoft Gun dilaksanakan pada 96 Ibid, Pasal 26 ayat (1) 97 Ibid, Pasal 29 ayat (1) 98 Ibid, Pasal 29 ayat (2) 99 Ibid, Pasal 29 ayat (3) 100 Ibid, Pasal 29 ayat (4) 101 Ibid, Pasal Ibid, Pasal 34 ayat (1) 35

18 tingkat:polres, Polda; dan Mabes Polri. 103 Pengawasan dan pengendalian pada tingkat Polres dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. kegiatan yang dilakukan sebelum terbit izin a. menerima/mencatat dan meneliti tembusan surat permohonan rekomendasi yang diajukan oleh Pemohon; b. melaksanakan pengecekan di lapangan; c. membuat dan menyampaikan surat saran kepada Kapolda u.p. Dirintelkam Polda dengan tembusan Kapolres, atas hasil penelitian dan pengecekan di lapangan; dan d. mengadakan koordinasi dan pengecekan terhadap senjata api olahraga yang dimohonkan serta meneliti biodata anggota Perbakin yang akan mengadakan latihan, pertandingan, atau berburu. 2. kegiatan yang dilakukan setelah terbit izin: a. menerima dan mencatat tembusan surat izin yang dikeluarkan oleh Kapolri/Kapolda; b. mengadakan pengecekan dan pengamanan terhadap pelaksanaan izin yang telah diberikan kepada pemohon; c. mengadakan penyelidikan dan penyidikan bilamana terjadi penyimpangan/penyalahgunaan izin; dan d. melaporkan hasilnya kepada Kapolda u.p. Dirintelkam Polda. 104 Pengawasan dan pengendalian pada tingkat Polda, dilakukan sebagai berikut: 1. kegiatan yang dilakukan sebelum terbit izin: 103 Ibid, Pasal Ibid, Pasal 36 36

19 a. menerima, mencatat dan meneliti surat permohonan rekomendasi serta kelengkapan persyaratan dan mengadakan pengecekan di lapangan; dan b. mengadakan koordinasi dan pengecekan terhadap senjata api olahraga yang dimohonkan serta meneliti biodata anggota Perbakin yang akan mengadakan latihan, pertandingan, atau berburu; c. membuat rekomendasi ditujukan kepada Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri sesuai hasil pengecekan di lapangan atau surat saran Kapolres. 2. kegiatan yang dilakukan setelah terbit izin: a. menerima dan mencatat tembusan surat izin yang telah dikeluarkan oleh Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri; b. mengadakan pengamanan atas pelaksanaan realisasi izin yang telah diberikan kepada pemohon; c. melaporkan kepada Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri bilamana ditemukan adanya penyimpangan/penyalahgunaan izin; d. melakukan pengecekan gudang Pengprov Perbakin terhadap kepemilikan senjata api olahraga setiap 3 (tiga) bulan sekali; e. memberikan teguran/sanksi kepada pemegang izin bilamana menyimpang dari ketentuan sebagaimana telah ditetapkan dalam surat izin dan bilamana perlu mengadakan penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. mencabut izin kepemilikan dan melakukan penggudangan senjata api apabila: 1) izin kepemilikannya sudah mati/tidak diperbarui/tidak didaftarkan ulang setiap tahunnya di Polda setempat; dan 37

20 2) terbukti melakukan penyalahgunaan izin. 105 Pengawasan dan pengendalian pada tingkat Mabes Polri, dilakukan sebagai berikut: 1. kegiatan yang dilakukan sebelum terbit izin: a. menerima, mencatat dan meneliti surat permohonan rekomendasi serta kelengkapan persyaratan dan mengadakan pengecekan di lapangan; dan b. mengadakan koordinasi dan pengecekan terhadap senjata api olahraga yang dimohonkan serta meneliti biodata anggota Perbakin yang akan mengadakan latihan, pertandingan, atau berburu; c. membuat rekomendasi ditujukan kepada Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri sesuai hasil pengecekan di lapangan atau surat saran Kapolres; 2. kegiatan yang dilakukan setelah terbit izin: a. menyampaikan surat izin dan/atau surat penolakan kepada pemohon serta mendistribusikan surat tembusan ke alamat yang dituju sebagaimana tersebut dalam surat izin/surat penolakan; b. mencatat dan membukukan untuk surat izin yang telah dikeluarkan serta menerima laporan realisasi surat izin; c. memberikan petunjuk arahan kepada kewilayahan berkaitan dengan pengawasan dan pengendalian terhadap senjata api dan peluru yang telah mendapat izin dari Kapolri; dan d. memberikan teguran/sanksi kepada pemegang izin bilamana menyimpang dari ketentuan sebagaimana telah ditetapkan dalam surat izin yang telah diberikan 105 Ibid, Pasal 37 38

21 dan mengadakan penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 106 Pemegang Senjata Api untuk kepentingan olahraga dilarang menggunakan atau menembakkan senjata api di luar lokasi latihan, pertandingan, dan berburu. 107 Pada saat peraturan ini mulai berlaku, izin Senjata Api untuk kepentingan olahraga yang diterbitkan berdasarkan peraturan lama, dinyatakan tetap sah sampai habis masa berlakunya Ibid, Pasal Ibid, Pasal Ibid, Pasal 42 39

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SENJATA API UNTUK KEPENTINGAN OLAHRAGA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SENJATA API UNTUK KEPENTINGAN OLAHRAGA AA PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SENJATA API UNTUK KEPENTINGAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SENJATA API UNTUK KEPENTINGAN OLAHRAGA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SENJATA API UNTUK KEPENTINGAN OLAHRAGA PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SENJATA API UNTUK KEPENTINGAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar masyarakat ataupun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar kita ataupun yang sedang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1883, 2015 POLRI. Senjata Api. Non Organik. Perizinan. Pengawasan. Pengendalian. Pencabutan. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SENJATA API NONORGANIK KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA/ TENTARA NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1948 TENTANG MENCABUT PERATURAN DEWAN PERTAHANAN NEGARA NOMOR 14 DAN MENETAPKAN PERATURAN TENTANG PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN IDZIN PEMAKAIAN SENJATA API PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 13 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 13 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 13 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SENJATA API NON-ORGANIK TNI ATAU POLRI UNTUK KEPENTINGAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api bagi Pengemban Fungsi Kepolisian Lainnya; Mengingat : U

2017, No Negara Republik Indonesia dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api bagi Pengemban Fungsi Kepolisian Lainnya; Mengingat : U BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1040, 2017 POLRI. Senjata Api Nonorganik TNI/POLRI. Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api. Pencabutan. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang: a. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api (Lembaran Negara Republ

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api (Lembaran Negara Republ No.2096, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pengelolaan Senjata Api. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SENJATA API DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aturan agar setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. aturan agar setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada alinea ke IV dijelaskan bahwa tujuan dari Negara Indonesia adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.791, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Sentaja Api. Penggunaan. Pejabat PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-06/K.BNPT/11/2013 TENTANG PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

BATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 133/KA/VI/2011 TENTANG SENJATA API DAN PERALATAN KEAMANAN SATUAN PENGAMANAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te No.1133, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penggunaan Senjata Api Dinas. Ditjen Bea dan Cukai. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PENGGUNAAN SENJATA

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PELAYANAN SENPI NON ORGANIK TNI/ POLRI

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PELAYANAN SENPI NON ORGANIK TNI/ POLRI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT INTELKAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PELAYANAN SENPI NON ORGANIK TNI/ POLRI Mataram, Januari 2015 KEPOLISIAN NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan masyarakat seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena selalu didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PENGGUNAAN SENJATA API DINAS DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu

Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu A. Pengertian Penegakan Hukum Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Penegakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 merupakan salah satu wujud

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.15/Menhut-II/2014 TENTANG PENGELOLAAN SENJATA API DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN, SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DAN BADAN USAHA MILIK

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N No.1490, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengelolaan Barang Bukti. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari serta ketimpangan strata sosial yang terjadi dalam masyarakat, menimbulkan kecemburuan sosial yang menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda

I. PENDAHULUAN. menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kehidupan dapat menangkap berbagai

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015 WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI,

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PENGGUNAAN SENJATA API DI INDONESIA SKRIPSI

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PENGGUNAAN SENJATA API DI INDONESIA SKRIPSI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PENGGUNAAN SENJATA API DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : NAMA NIM : DWI BINTORO NUGROHO

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 231 Tahun 1997 Tentang : Prosedur Impor Limbah

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 231 Tahun 1997 Tentang : Prosedur Impor Limbah Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 231 Tahun 1997 Tentang : Prosedur Impor Limbah MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa dalam rangka upaya pemanfaatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta etika dan aturan main) memiliki senjata terjadi justru sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. serta etika dan aturan main) memiliki senjata terjadi justru sebaliknya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendengar kata senjata, mungkin terbayang dalam pikiran kita adalah suasana perang, perampokan atau kekerasan bersenjata lainnya. Keras, tetapi sebenarnya, begitu kita

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA BAGIAN DAN KEPALA URUSAN PADA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penilai Internal. Ditjen Kekayaan Negara. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 /PMK.06/2014 TENTANG

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERIJINAN PERDAGANGAN DAN KEPEMILIKAN SENJATA API DI INDONESIA. Saddam Tri Widodo

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERIJINAN PERDAGANGAN DAN KEPEMILIKAN SENJATA API DI INDONESIA. Saddam Tri Widodo JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 2 Nomor 12 (2013) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2013 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERIJINAN PERDAGANGAN DAN KEPEMILIKAN SENJATA API DI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita tentang peristiwa pidana, baik melalui media cetak maupun media elektronik.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 91 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 91 TAHUN 2016 TENTANG 1 SALINAN BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 91 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang :

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 30/KMK.05/1997 TENTANG TATA LAKSANA PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK, KARTU KELUARGA DAN AKTA CATATAN SIPIL

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK, KARTU KELUARGA DAN AKTA CATATAN SIPIL QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK, KARTU KELUARGA DAN AKTA CATATAN SIPIL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa setiap kerugian daerah yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 4135/KP.108/DRJD/2013 T E N T A N G KOMPETENSI INSPEKTUR SUNGAI DAN DANAU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 4135/KP.108/DRJD/2013 T E N T A N G KOMPETENSI INSPEKTUR SUNGAI DAN DANAU KONSEP Terlebih Dahulu: 1. Kasubdit Lalu Lintas SDP : 2. Kabag Kepegawaian : 3. Kabag Hukum dan Kerjasama : 4. Dir. LLASDP : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 4135/KP.108/DRJD/2013

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 50 TAHUN 2010 TANGGAL : 25 MEI 2010 JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

BEBERAPA ASPEK TENTANG DELIK SENJATA API, MUNISI DAN BAHAN PELEDAK DI INDONESIA 1 Oleh : Ernest Runtukahu 2

BEBERAPA ASPEK TENTANG DELIK SENJATA API, MUNISI DAN BAHAN PELEDAK DI INDONESIA 1 Oleh : Ernest Runtukahu 2 BEBERAPA ASPEK TENTANG DELIK SENJATA API, MUNISI DAN BAHAN PELEDAK DI INDONESIA 1 Oleh : Ernest Runtukahu 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengertian senjata

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DALAM WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN DAN PENCATATAN PENDUDUK DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN DAN PENCATATAN PENDUDUK DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI TELAH DIRUBAH/DIGANTI DENGAN PERDA NOMOR 18 TAHUN 2003 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN DAN PENCATATAN PENDUDUK DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 45 TAHUN 2000 (45/2000) TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. kepemilikan senjata api bagi warga sipil, yaitu: dan diawasi secara ketat, yaitu

BAB III PENUTUP. kepemilikan senjata api bagi warga sipil, yaitu: dan diawasi secara ketat, yaitu 83 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada Bab I dan Bab II, dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Langkah-langkah Polri dalam menanggulangi penyalahgunaan izin kepemilikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang ; a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterikatan dan keterkaitan dengan komponen-komponen lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. keterikatan dan keterkaitan dengan komponen-komponen lainnya. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai suatu negara hukum bangsa Indonesia mempunyai sistem peradilan dan catur penegak hukum. Namun dalam komponen peradilan yang cukup urgen adalah Kepolisian. Hal ini

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2005 NOMOR : 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan :

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan : 78 V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan : 1. Perbuatan yang dapat digolongkan sebagai penyalahgunaan perizinan airsoft gun, maka ditarik simpulan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN 2002 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 15 TAHUN 1987 (15/1987) TENTANG USAHA PETERNAKAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 15 TAHUN 1987 (15/1987) TENTANG USAHA PETERNAKAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 15 TAHUN 1987 (15/1987) TENTANG USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Mencabut Peraturan Dewan Pertahanan Negara Nomor 14 dan Menetapkan Peraturan T

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Mencabut Peraturan Dewan Pertahanan Negara Nomor 14 dan Menetapkan Peraturan T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1212, 2015 KEMENDAG. Impor. Nitrocellulose. Ketentuan. Pencabutan PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/M-DAG/PER/8/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN SENJATA API. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana dengan Menggunakan Senjata Api

BAB III KETENTUAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN SENJATA API. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana dengan Menggunakan Senjata Api BAB III KETENTUAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN SENJATA API A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana dengan Menggunakan Senjata Api Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, mengenai apa yang dimaksud dengan kejahatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661] UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661] Pasal 102 Setiap orang yang: a. mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG. sinarmedia-news.com

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG. sinarmedia-news.com TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG sinarmedia-news.com I. PENDAHULUAN Pelaksanaan urusan pemerintahan, baik pada tingkat pusat maupun daerah tidak terlepas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Ta

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.209, 2017 KEMENHUB. Kecakapan Pengatur Perjalanan Kereta Api dan Pengendali Perjalanan Kereta Api. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Menteri tentang Tata Car

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Menteri tentang Tata Car BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2074, 2015 KEMENAKER. TKI. Surat Izin. Pemberian. Perpanjangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 ten

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 ten BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.637, 2016 KEMENKEU. Ditjen KN. Penilai Pemerintah. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/PMK.06/2016 TENTANG PENILAI PEMERINTAH DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUKU KEDUA TINDAK PIDANA BAB I TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara Paragraf 1 Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme Pasal 212 (1) Setiap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci