1. Persamaan debit untuk bangunan penagtur pintu radial : Q = K μ a b 2gh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. Persamaan debit untuk bangunan penagtur pintu radial : Q = K μ a b 2gh"

Transkripsi

1 1. Persamaan debit untuk bangunan penagtur pintu radial : Q = K μ a b 2gh 1 (II.7) Dimana: Q = debit (m 3 /dt) K = faktor aliran tenggelam (lihat gambar D.8 lampiran D ) μ = koefisien debit (lihat gambar 2.25) a = bukaan pintu (m) b = lebar pintu (m) g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) ( 9,8) h 1 = kedalaman air di depan pintu di atas ambang (m) Gambar II.13. Bangunan pengatur pintu radial (DPU, dan DJP, 1986). 2. Bangunan pengatur pintu radial dengan kelebihannya : a. gesekan pada bangunan ini jarang terjadi b. bagian alat untuk mengangkatnya ringan dan mudah dieksploitasi c. bangunan ini dipasang di saluran yang lebar d. bangunan ini dapat melewatkan sedimen dasar maupun sedimen layang 3. Bangunan pengatur pintu radial dengan kelemahannya : a. bangunan ini tidak dapat melewatkan benda-benda hanyut b. biaya pembuatan bangunan mahal c. paksi (pivot) pintu memberi tekanan horisontal besar jauh di atas pondasi 45

2 II Bangunan Pengontrol II Bangunan Pengontrol Mercu Tetap Bangunan pengontrol mercu tetap yang memiliki dua bentuk seperti pada gambar II.14 di bawah ini sudah kebanyakan pemakaiannya. Bentuk mercu pada gambar II.14 yang sebelah kanan adalah sedemikian rupa sehingga H 1 /L 1.0, maka bangunan tersebut dikatagorikan termasuk bangunan pengatur ambang lebar. Bangunan ini di dalam hubungannya antara tinggi energi dan debit bangunan sejenis ini sudah dapat diketahui dengan jelas. Gambar II.14. Bangunan pengontrol mercu tetap (DPU, dan DJP, 1986). 1. Konsep perencanaan hidrolis Ada perbedaan pokok dalam hubungan antara tinggi energi dan debit untuk bangunan pengontrol mercu bulat dan bangunan pengukur ambang lebar. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut : Kedua bentuk mercu di atas ada memberikan perbedaan pokok yang terkait di dalam hubungan antara tinggi energi dan debit yang terjadi pada bangunan pengontrol mercu bulat dengan bangunan pengukur ambang lebar. Dalam hal perbedaannya diberikan penjelasan seperti berikut : Untuk bangunan pengontrol mercu bulat Nilai banding H 1 /r = 5.0 Cd = 1.48 Untuk bangunan pengukur ambang lebar Nilai banding H 1 /L = 1.0 Cd =

3 Bentuk mencu yang penggunaannya di saluran irigasi, maka nilai-nilai yang terdapat pada dftar di atas bisa digunakan di dalam persamaan debit dibawah ini : Q = Cd g b H (II.8) Dimana : Q = debit (m 3 /dt) Cd = koefisien debit - bangunan pengukur ambang lebar Cd = bangunan pengontrol mercu bulat Cd = 1.48 g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) (9.8) b = lebar mercu (m) H 1 = tinggi air di atas mercu (m) Penggunaan persamaan di atas, disini diasumsikan dengan koefisien kecepatan datang adalah 1.0 Keterangan simbol dapat dilihat pada Gambar D.7 (lampiran D) 2. Bangunan pengontrol mercu tetap dengan kelebihannya : a. bangunan ini dapat melewatkan sedimen layang maupun benda-benda hanyut b. pisik bangunan kuat dan tidak mudah rusak 3. Bangunan pengontrol mercu tetap dengan kelemahannya : a. apabila nilai banding H H 2 1 melebihi 0.33 menjadi tenggelam, maka aliran pada bendung menjadi tidak moduler. b. bagian permukaan hilir kemiringan digunakan 1: 1 c. bangunan ini masalah aliran tidak bisa disesuaikan. d. bangunan ini tidak dapat melewatkan sedimen dasar 47

4 II Bangunan Pengontrol Celah Trapesium Bangunan pengontrol celah trapesium sama fungsinya dengan mercu tetap, dikarenakan bangunan pengontrol celah trapesium digunakan juga untuk mengontrol tinggi muka air di saluran. Penggunaan kedua jenis bangunan untuk pengontrolan tinggi muka air disaluran irigasi, ini didasarkan pada pencegahan terjadinya fluktuasi muka air yang besar yang dapat mengakibatkan berubahnya debit di saluran irigasi. Hal ini dilakukan dengan cara menghubungkan tinggi muka air yang terjadi pada bangunan pengontrol dengan lengkung debit untuk saluran dan bangunan pengatur. Konsep penggabungan kurve muka air dan kurve debit, dapat dilihat pada gambar D.8 (lampiran D) Pada bangunan pengatur tinggi ambang bangunan dapat dibuat sedemikian rupa sehingga untuk kedua debit di saluran dan di bangunan pengontrol terjadi sama besar. Berada untuk debit antara jarak nilai ini, maka akan terjadi perbedaan tinggi muka air sehingga akan menyebabkan tinggi muka air di saluran akan membesar atau mengecil. Dengan menggunakan bangunan pengontrol celah trapesium, maka akan diperoleh tinggi muka air di saluran dan di bangunan pengontrol dapat dijaga agar tetap sama untuk berbagai besaran debit. Apabila pada bangunan pengontrol celah trapesium ini tidak menggunakan ambang, maka bangunan pengontrol celah trapesium ini dengan sendirinya akan mengakibatkan timbulnya gangguan kecil pada aliran air dan terhadap pengangkutan sedimen. 48

5 Gambar II.15. Bangunan pengontrol celah trapesium (DPU, dan DJP, 1986). 1. Persamaan debit untuk bangunan pengontrol celah trapesium : Q = Cd {bc yc + m yc 2 } {2g (H yc)} 0.5 (II.9) Dimana : Q = debit (m 3 /dt) Cd = koefisien debit ( 1.05) b = lebar dasar (m) Yc = kedalaman kritis pada pengontrol (m) m = kemiringan dinding samping celah (m) H = kedalaman energi di saluran (m) g = percepaatan grafitasi (m/dt 2 ) ( 9.8 ) Persamaan debit di atas dapat dijabarkan untuk b dan s yang ada. Bentuk grafik untuk bangunan pengontrol celah trapesium untuk berbagai b dan s dapat dilihat pada gambar C.II.1 sampai C.II.12 (lampiran C). Di dalam pembuatan grafigrafik ini Cd diambil Penggunaan grafik-grafik tersebut dalam perencanaan bangunan pengontrol celah trapesium untuk bagian-bagian antara lain : a. Menentukan besaran debit agar pengontrol dapat bekerja (misalnya % dari Q rencana). b. Memperhitungkan karakteristik saluran untuk kedua debit ini. Untuk memperhitungkan h 20 (kedalaman air pada 20 % Q rencana), dapat 49

6 dipakai persamaan perkiraan debit dalam saluran irigasi : Q = C h Q 20 ( h = 20 ) 1. 8 Q100 ( h ) 100 (II.10) Q 20 Dan h 20 = ( ) 1.8 * h 100 = (0.2) 0.56 * h 100 = 0.14 h 100 Q Masukkan salah satu dari grafik-grafik tersebut dengan H 100 (kedalaman energi dalam saluran untuk 100 % debit rencana) dan Q 100 lalu carilah harga s-nya. Lakukan hal yang sama untuk H 20 dan Q 20 jika didapat s yang sama, maka ini adalah celah kontrol yang dipilih, setelah itu grafik berikutnya harus diperiksa. Karena bentuknya yang demikian, celah kontrol cocok untuk besar debit yang berbeda-beda. 4. Bangunan pengontrol celah trapesium dengan kelebihannya : a. untuk berbagai besaran debit bangunan ini tidak menaikkan atau menurunkan muka air di saluran. b. bangunan ini kuat dan memberikan panjang ekstra di sebelah hulu bangunan terjun dan dapat dengan mudah dilengkapi dengan pelimpah searah saluran. c. bangunan ini tidak memakai ambang dengan demikian dapat melewatkan sedimen dasar, sedimen layang, maupun benda-benda hanyut. d. Bangunan pengontrol celah trapesium dengan kelemahannya : e. Bangunan berfungsi dengan baik hanya untuk aliran tidak tenggelam melalui celah kontrol. II Bangunan Pengukur dan Pengatur II Bangunan Pengukur dan Pengatur Romijn Bangunan pengukur dan pengatur Romijn merupakan bangunan yang dapat digerakan untuk mengukur dan mengatur debit yang dibutuhkan di dalam suatu petak sawah. Bangunan ini memiliki mercu yang dibuat dari plat baja dan dipasang di atas pintu sorong yang dihubungkan dengan alat pengangkat, agar memberikan kemungkinan untuk digerakan. 50

7 1. Jenis-jenis bangunan pengukur dan pengatur Romijn Bangunan ini diperkenalkan pada awal tahun 1932, dimana bangunannya sendiri telah dibuat dalam tiga bentuk : a). Bangunan dibuat dengan bentuk mercu datar dan terdiri dari dua lingkaran untuk peralihan penyempitan hulu, dapat dilihat pada gambar II.16 Gambar II.16 Bentuk mercu datar dua lingkaran (DPU, dan DJP, 1986). Untuk bentuk mercu datar dengan dua lingkaran, apabila ditinjau dari segi hidrolis, maka bentuk inilah yang termasuk katagori perencanaan yang bagus. Namun di dalam hal pembuatan kedua lingkaran tersebut sangat sulit. Hal lain dapat dikatakan bahwa apabila bangunan ini tidak menggunakan kedua lingkaran tersebut, maka pengarahan air yang berada di atas mercu bangunan sudah dapat dilakukan tanpa pemisahan air. b). Bangunan dibuat dengan bentuk mercu berkemiringan 1:25 dan memiliki satu lingkaran sebagai peralihan penyempitan, dapat dilihat pada gambar II.17 51

8 Gambar II.17. Bentuk mercu miring satu lingkaran (DPU, dan DJP, 1986). Bangunan dengan bentuk mercu miring dengan satu lingkaran dianjurkan penggunaannya oleh Vlugter pada tahun Hal ini dikatakan menurut hasil penyelidikan model hidrolis yang telah dilakukan di laboratorium yang mendasari rekomendasinya, namun bangunan ini sendiri sudah tidak dapat direproduksi lagi (Bos 1976). Kekurangan yang dimiliki oleh bentuk mercu miring satu lingkaran : - bangunan ini memiliki bagian pengontrol yang terletak di atas tepi tajam hilirnya, dimana garis aliran benar melengkung. Apabila pada bagian tepi bangunan mengalami kerusakan, maka pada debit akan terjadi perubahan. - batas moduler akan menjadi 0.25 dan bukan 0.67 hal ini menurut anggapam umum yang dikarenakan oleh gasis-gasis aliran. Pada kondisi aliran tenggelam dimana H 2 = 0.67, maka terjadi pengurangan pada aliran berkisar antara 3 % H 1 untuk aliran rendah dan sampai 10 % untuk aliran tinggi. Bangunan dengan bentuk mercu miring dengan satu lingkaran ini memiliki kerumitan di dalam pembuatannya apabila dibandingkan dengan bangunan dengan bentuk mercu datar, oleh sebab itu di dalam penggunaannya tidak diajurkan lagi. 52

9 c). Bangunan dibuat dengan bentuk mercu datar dengan satu lingkaran sebagai peralihan penyempitan, dapat dilihat pada gambar II.18 Gambar II.18. Bentuk mercu datar satu lingkaran (DPU, dan DJP, 1986). Bangunan dengan bentuk mercu datar satu lingkaran ini merupakan kombinasi yang baik antara dimensi hidrolis yang benar dengan perencanaan konstruksi. Apabila di dalam pelaksanaan dibutuhkan bangunan pengukur dan pengatur Romijn, maka bangunan dengan bentuk mercu datar dengan satu lingkaran ini sangat dianjurkan untuk digunakan, dapat dilihat juga pada gambar D.10 (lampiran D) dan gambar D.11 (lampiran D). 2. Persamaan debit untuk bangunan pengukur dan pengatur Romijin : Q = Cd Cv Dimana: Q = debit (m 3 /dt) Cd = koefisien debit g bc h 1 1,5 (II.11) = H 1 L Cv = koefisien kecepatan datang g = percepatan gravitasi(m/dt 2 ) bc = lebar meja(m) h 1 = tinggi energi hulu diatas meja(m) 53

10 H 1 = tinggi energi diatas meja(m) v1 = h1 + h 1 2g v 1 = kecepatan di hulu(m/dt) Bangunan pengukur dan pengatur Romijn, gambar D.9 (lampiran D), dan sketsa isometri bangunan pengukur dan pengatur Romijn dapat dilihat pada Gambar D.10 (lampiran D), dan dimensi bangunan pengukur dan pengatur Romijn, dapat dilihat pada gambar D.11 (lampiran D) 2. Standar ukuran dan tabel debit untuk pengukur dan pengatur Romijn Bangunan ini memiliki ukuran standar dengan lebar bangunan adalah adalah 0.30, 0.50, 0.75, 1.00, 1.25 dan 1.50 m. Untuk ukuran yang lebar standar ini berlaku untuk semua bangunan, di kecualikan hanya untuk satu tipe, yang memiliki panjang standar mercu 0.50 untuk mercu horisontal dan jari-jari 0.10 m untuk meja berujung bulat. Disini ditambahkan satu pintu lagi agar disesuaikan dengan bangunan sadap tersier yang debitnya kurang dari 160 lt/dt. Untuk bangunan dengan lebar pintu 0.50 m, adalah untuk mercu horisontal adalah 0.33 m dan jarijari 0.07 m yang ini untuk ujung meja. Di dalam tabel II.4 dibawah ini diberikan besar kehilangan tinggi energi H yang dibutuhkan di atas bangunan pengukur dan penagtur yang biasanya digerakan. Apabila pada bangunan pengukur dan pengatur memiliki saluran di hilir berbentuk segi empat dengan potongan pendek, untuk hal ini dapat dilihat gambar D.10 (lampiran D). Apabila penggunaan saluran di hilir yang lebih lebar, maka kehilangan tinggi energi sebaliknya diambil 0.4 H maks. Di dalam tabel II.3 di bawah ini diberikan harga-harga standar besaran debit yang dapat digunakan untuk bangunan pengukur dan pengatur Romijn. 54

11 Tabel. II.3. Harga standar besaran debit untuk bangunan pengukur dan pengatur Romijn (DPU, dan DJP, 1986). Lebar (m) H 1 maks (m) Besar debit (m 3 /dt) Papan duga pengukuran debit Di dalam pengukuran debit secara sederhana, dapat dilakukan dengan memasang tiga jenis papan duga pengukuran debit, meliputi : a. papan duga untuk mengukur muka air di saluran b. memasang skala sentimeter pada kerangka bangunan c. memasang skala liter yang ikut bergerak mengikuti gerakan meja bangunan Memasang skala sentimeter dan skala liter pada posisi sedemikian rupa sehingga pada waktu bagian atas meja berada pada ketinggian yang sama dengan muka air di saluran, titik nol pada skala liter memberikan bacaan pada skala sentimeter yang sesuai dengan bacaan muka air pada papan duga untuk mengukur muka ari di saluran, dapat di lihat pada gambar D.10 (lampiran D) 55

12 Tabel II.4 Standar bangunan pengukur dan pengatur Romijn (DPU, dan DJP, 1986). Panjang meja L = 0.50 m atau 0.33 m H 1 Debir Q (m 3 / dt) Panjang meja L = 0.50 m Standar lebar bangunan ukur romijn (m) (m)

13 H Bangunan pengukur dan pengatur Romijn dengan karakteristiknya : a. jika bangunan dibuat berbentuk mercu datar satu lingkaran, maka untuk tabel debitnya ada dan memiliki kesalahan kurang dari 3 % b. dengan menggunakan bangunan ini, maka debit dapat diukur dan diatur. c. bangunan dengan kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler yaitu di bawah 33 % dari tinggi energi hulu, relatif kecil. d. bangunan ini di dalam perencanaan sudah ada teori hidrolika yang digunakan, dikarenakan bangunan ini disebut juga bangunan berambang lebar. e. bangunan ini juga dapat disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab yaitu dengan cara mengangkat pintu ke atas lebih tinggi lagi. 5. Bangunan pengukur dan pengatur Romijn dengan kelebihannya : a. bangunan ini bisa mengukur dan mengatur debit b. bangunan ini dapat melewatkan sedimen dasar, sedimen layang maupun benda-bendaa hanyut c. bangunan ini memiliki kehilangan tinggi energi yang relatif kecil d. bangunan memiliki ketelitian yang baik e. bangunan masalah eksploitasi mudah 57

14 6. Bangunan pengukur dan pengatur dengan kekurangannya : a. bangunan ini dalam pembuatan rumit dan mahal b. bangunan ini membutuhkan muka air yang tinggi di saluran c. untuk biaya pemeliharaan bangunan ini relatif mahal d. bangunan ini bisa disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab e. bangunan ini memiliki kepekaan terhadap fluktuasi muka. 7. Bangunan pengukur dan pengatur Romijn di dalam penggunaannya : Bangunan pengukur dan pengatur Romijn merupakan bangunnan yang biasa digunakan di Indonesia sebagai bangunan sadap tersier. Bangunan ini memiliki tipe standar ukuran yang kecil yaitu lebar 0.30 atau 0,50 m merupakan bangunan yang cocok. Bangunan ini juga dapat dipakai sebagai bangunan sadap sekunder. Eksploitasi untuk bangunanan ini sederhana. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu bawah yang dapat disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Bangunan ini penggunaannya pada bangunan sadap sekunder dan tersier. Di dalam mendimensi bangunan ini yang penting yaitu lebar bangunan dan kedalaman aliran maksimum pada muka air rencana. Debit rencana untuk petak tersier adalah 140 lt/dt, disini digunakan type I dengan muka air rencana adalah Q 70. II Bangunan Pengukur Dan Pengatur Crump-de Gruyter Bangunan pengukur dan pengatur Crump-de Gruyter bisa dsetel yang merupakan saluran leher panjang yang dipasangi pintu gerak vertikal searah aliran (streamline). Bangunan ini merupakan penyempurnaan modul proporsi yang dapat disetel (ajustable proporsionan modul) dan diperkenalkan oleh Crump pada tahun De Gruyter pada 1926 membuat penyempurnaan trase flum tersebut dengan memnggantikan blok atap seperti yang direncana oleh crump dengan pintu sorong yang dapat disetel. Bentuk bangunan ini dapat dilihat pada gambar II

15 Gambar II.19. Bangunan pengukur dan pengatur Crump-de Gruyter (DPU, dan DJP, 1986). 1. Konsep Perencanaan Hidrolis Persamaan debit untuk bangunan pengukur dan pengatur Crump-de ruyter : 2 Q = Cd b w g( h 1 w) (2.12) 3 Dimana : Q = debit (m 3 /dt) Cd = koefisien debit (=0,94) b = lebar bukaan (m) w = bukaan pintu (m) (w 0,63 h 1 ) g = percepatan grafitasi (m/dt 2 ) (= 9,8) h 1 = tinggi air di atas ambang (m) Grafik nilai banding Crump-de Gruyter, dapat dilihat pada gambar D12 (lampiran D). Pada Grafik yang terdapat di gambar D.12 (lampiran D) digunakan untuk merencanakan bangunan pengukur dan pengatur Crump-de Gruyter. Pada grafik ini memberikan bentuk hidrolis untuk orifis yang didasarkan pada dua nilai banding meliputi : α = Δh h 1 dan K = w h 1 Untuk nilai banding γ = Qmaks/Qmin (diperoleh dari gambar D.12 lampiran D) 59

16 2. Bangunan pengukur dan pengatur ukur Crump-de Gruyter dengan karakteristinya : a. untuk menciptakan aliran kritis di bawah pintu digunakan Δh = h 1 - h 2. Jika terjadi aliran kritis, maka direncanakan peralihan pelebaran yang sebenarnya tidak akan berpengaruh pada kalibrasi tinggi energi, bukaan, dan debit untuk bangunan tersebut. b. penggunaan panjang leher L tidak boleh kurang dari h 1 agar menghindari terjadinya lengkung garis aliran pada pancaran dibawah pintu. c. bukaan pintu diusahakan untuk kurang dari 0.63 h 1, sehingga dapat diperoleh aliran kritis dibawah pintu dan sekaligus menghindari terjadinya pusaran air di depan pintu. Agar memperoleh pengukuran yang teliti, maka pintu dibuka melebihi dari 0.02 m d. airan harus diarahkan kebukaan pintu agar tidak terjadi pemisahan aliran. e. tori hidrolika yang sudah ada digunakan untuk perencanaan Orifis/Lubang yang dapat di atur. Apabila aliran kritis terjadi di bawah pintu, maka tabel A.3.3 pada lampiran A dapat digunakan dengan faktor kesalahan kurang dari 3 %. f. kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler kurang dari h 1 w. Agar kehilangan ini bisa diperkecil, maka peralihan pelebaran bertahap dipasang di belakang leher. Untuk contoh pada peralihan pelebaran dengan kemiringan 1:6, maka ting energi yang dibutuhkan pada Δh diperkecil sampai 0.5 (h 1 - w). h. fisik bangunan kuat dan tidak mudah rusak i. bangunan ini benda-benda hanyut cendrung tersangkut. 3. Bangunan pengukur dan pengatur Crump-de Gruyter dengan kelebihannya : a. bangunan dapat mengukur dan mengatur b. Bangunan dapat melewatkan sedimen dasar maupun sedimen layang c. Pada bangunan ini pengukuran teliti dan eksploitasi mudah dilakukan d. Bangunan kuat 60

17 4. Bangunan pengukur dan pengatur Crump-de Gruyter dengan kelemahannya : a. bangunan ini dalam pembuatan rumit dan mahal b. biaya pemeliharaan mahal c. kehilangan tinggi energi besar d. bangunan ini tidak dapat melewatkan benda-benda hanyut 5. Bangunan pengukur dan pengatur Crump-de Gruyter dengan kegunaannya : Agar berhasil di dalam penggunaan bangunan ini, maka muka air di saluran selalu mengalami fluktuasi atau apabila pada orifis harus bekerja pada keadaan muka air rendah di saluran. Bangunan ini tingkat pemeliharaan mudah dan tidak sulit. II Bangunan Pengukur Dan Pengatur Orifis Bangunan pegukur dan penagutur orifis dengan tinggi energi tetap (CHO = Constant Head Orifice) yang dapt dilihat pada gambar II.20 merupakan kombinasi pintu pengukur dan pengatur dalam satu bangunan. Bangunan ini dikembangkan oleh U.S.Bureau of Reclamation, disebut demikian karena ekploitasinya didasarkan pada penyetelan dan mempertahankan beda tinggi energi (biasanya Δh = 0,06 m untuk Q < 0,6 m 3 /dt dan Δh = 1,12 m untuk Q < 1,5 m 3 /dt) di seberang bukaan pintu Orifis hulu dengan cara menyesuaikan pintu pengatur sebelah hilir. 1. Konsep perencanaan hidrolis : Di dalam penyetelan besar aliran tertentu, maka bukaan pintu Orifis A = b. w diperlukan untuk mengalirkan air, yang berpedomann dari persamaan berikut : Q = C A 2 g.δh (II. 13) Dimana : Q = Debit (m 3 /dt) C = Koefisien debit ( 0,66) A = Luas bukaan pintu (m 2 ) (= bc. w) W = tinggi bukaan pintu (m) 61

18 bc = Lebar pintu (m) g = Percepatan gravitasi (m/dt 2 ) ( 9,81) Δh = Kehilangan tiggi energi di atas pintu (m) (0,06 m dan 0,12 m) Subtitusi harga Cd = 0,66, Δh = 0,06 m, dan g = 9,8 m/dt 2 kedalam persamaan II.7 : Q = 0,716 bc. w (II.14) Gambar. II.20. Bangunan pengukur dan pengatur Orifis (DPU, dan DJP, 1986). Bangunan pengukur dan pengatur orifis ini di dalam penggunaannya diatur lebar bukaan (w) yang telah diperhitungkan. Untuk bagian pintu pengatur disebelah hilir dapat disesuaikan hingga perbedaan tinggi energi yang di ukur sama dengan 62

19 tinggi energi yang diperlukan. Apaila terjadi perbedaan tinggi energi kecil (Δh = 0,66 m) maka hal ini merupakan salah satu faktor tidak benar di dalam pengukuran debit. Adapun faktor-faktor lain yaitu : a. Di depan bangunan pintu terbentuk olakan air dengan kecepatan aliran didalam saluran. b. di belakang bangunan pintu terjadi pusaran air yang besar menyebakan terciptanya pemisahan aliran di sepanjang bangunan pintu. c. bangunan pintu pengatur yang mudah tenggelam, yang sehingga menyebakan terjadi perubahan pada beda tinggi energi yang sudah di setel yaitu Δh = 0,06 m. d. dengan koefisien dari gambar 2.8 akan diperoleh kesalahan sebesar 7%. Bangunan pintu pengatur ini di dalam tipe maupun bentuk dan dimensi yang tidak relevan apabila bangunan di dalam penggunaannya dikhusukan untuk menyetel perbedaan tinggi energi pada Δh = 0,06 m. Pada bagian hilir dari bangunan pintu akan mungkin ditempatkan saluran atau gorong-gorong, pada terakhir ini, kantong udarah di sebelah hilir bangunan pintu harus diaerasi (di isi udara) untuk menghindari kenaikan tekanan yang mendadak. Hal ini sangat disukai apabila permukaan air di dalam gorong-gorong tetap bebas. 2. Pada bangunan ini kehilangan total tinggi energi yang dibutuhkan untuk memperoleh aliran moduler diperlukan tiga hal : a. di atas bangunan pintu perbedaan tinggi energi Δh = 0,06 m. b. kehilangan tinggi energi di butuhkan untuk aliran kritis dibawah/di atas bangunan pengatur. c. terjadi kehilangan di peralihan pada bangunan pengatur ke bagian hilir saluran tersier. Untuk kehilangan tinggi energi biasanya terjadi pada nilai lebih dari 0,25 m. 63

20 3. Bangunan pengukur dan pengatur Orifis dengan karakteristiknya : a. pada bangunan ini pengukuran aliran tidak tepat, dan untuk terjadi kesalahan bisa mencapai 100 %. b. besar nilai kehilangan tinggi energi yang dibutuhkan untuk menciptakan aliran moduler, hal ini lebih dari 0,25 m. c. tepi bawah yang tajam pada bangunan penagtur bisa menjadi tumpul dengan demikian dapat menyebabkan kesalahan pengukuran. d. bangunan ini tidak dapat melewatkan benda-benda hanyut, disebabkan karena pada tepi bangunan pengatur yang tajam dan pemakaian dua pintu sekaligus. e. pada bangunan ini untuk mengukur bukaan pintu di gunakan stang putar bersekrup (screw rod dan operetion wrench), yang diberi skala sentimeter. Di dalam hal ini maka prosedur eksploitasi menjadi rumit. 4. Bangunan pengukur dan pengatur Orifis dengan penggunaannya : Bangunan ini di tempatkan pada bangunan sadap tersier. Karena eksploitasi dan fungsi hidrolis bangunan ini rumit, maka dianjurkan untuk tidak di gunakan di Indonesia. II Bangunan Peredam Energi Bangunan Peredam Energi ditempatkan di sebelah hilir bangunan pengatur sangat bergantung pada energi yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan Froude. Karena perencanaan bangunan peredan energi ini berdasarkan pada bilangan Froude, maka disini dibuat pengelompokan di dalam perencanaan sebagai berikut : 1. apabila nilai Fr u 1,7 maka bangunan peredam energi tidak perlukan ada; tetapi untuk saluran tanah, pada bagian hilir perlu dilindungi dari bahaya erosi; dan untuk saluran pasangan atau beton tidak perlu memerlukan perlindungan khusus. 2. apabila nilai 1,7 < Fr u 2,5 maka bangunan peredam energi perlu digunakan. Bangunan peredam energi yang menggunakan ambang pada ujungnya mampu 64

21 bekerja dengan baik. Apabila perencana menginginkan penurunan muka air Z < 1,5 m, maka perencana dapat menggunakan bangunan terjun tegak. 3. apabila nilai 2,5 < Fr u 4,5 maka dalam hal ini sulit untuk menentukan bangunan peredam energi. Di karenakan ada terjadi loncatan air yang tidak terbentuk dengan baik sehingga menimbulkan gelombang sampai menempuh jarak yang jauh di saluran. Konsep untuk mengatasi hal ini yaitu mengupayakan agar bangunan peredam energi yang direncanakan mapu menimbulkan olakan (turbulensi) yang tinggi dengan blok halang atau dengan cara menambah intensitas pusaran dan adanya pemasangan blok depan pada kolam. Blok depan ini harus berukuran besar (USBR tipe IV), atau akan lebih baik untuk tidak merencanakan bangunan peredam energi. Di dalam hal lain adalah sebaiknya geometri perencanaan diubah untuk memperbesar atau memperkecil bilangan Froude sehingga memberikan kelonggaran memakai bangunan peredam energi katagori lain. 4. apabila nilai Fr u 4,5 maka perencana akan memiliki bangunan peredam energi yang ekonomis, disebabkan bangunan peredam energi bentuk pendek. Jenisnya termasuk bangunan peredam energi USBR tipe III yang dilengkapi dengan blok depan dan blok halang. Diagram yang digunakan untuk pemilihan bangunan peredam energi di saluran terdapat pada gambar D.13 (lampiran D) II Bangunan Peredam Energi Untuk Bilangan Froude Antara 2,5 Dan 4,5 Untuk bangunan peredam energi jenis ini di dalam merencanakannya adalah dengan menembah atau mengurangi, akan tetapi lebih baik menambah bilangan Froude hingga melebihi besarnya besaran tersebut. Untuk hal ini rumus bilangan Froude yang digunakan adalah beikut : Fr = v gy = q 3 gy (II.15) 65

22 Penambahan kecepatan V atau mengurangi kedalaman air y pada rumus di atas, maka keduanya dihubungkan lewat debit per satuan lebar q, yang bisa ditambah Q dengan cara mengurangi lebar bangunan (q = ). B Dari pendekatan di atas dan ternyata tidak memungkinkan, maka ada kemungkinan untuk menggunakan dua tipe bangunan peredam energi sebagai berikut : 1. bangunan peredam energi USBR tipe IV, yang dilengkapi blok muka yang besar untuk memperkuat pusaran. Rumus yang digunakan untuk menghitung panjang bangunan peredam energi (L) : L = 2 y u ( 2 1 8F r u + - 1) (II.16) Kedalaman minimum air hilir adalah 1,1 x y d y 2 + n 1,1 y d menurut USBR, Gambar II.21. Bangunan peredam energi tipe IV (DPU, dan DJP, 1986). 2. Bangunan peredam energi jenis blok halang (baffle-block-type basin Donnelly and Blaisdell, 1954). Pada bangunan peredam energi jenis ini tidak dapat melewatkan benda-benda hanyut. Dalam kondisi seperti ini akan menyebabkan meluapnya bangunan peredam energi dan terjadi kerusakan pada blok halang. Hal lain juga memerlukan struktur beton tulangan untuk pembuatan blok halang. 66

23 Gambar II.22. Bangunan peredam energi jenis blok halang (DPU, dan DJP, 1986). II Bangunan Peredam Energi Untuk Bilangan Frude > 4,5 Bangunan peredam energi dengan nilai bilang Frude berada di atas 4,5 maka kondisi pada loncatan air dan pada peredam energi dapat diperoleh dengan baik. Dalam kondisi seperti ini lebih baik menggunakan bangunan peredam energi USBR tipe III, dapat dilihat pada gambar II.22 Bangunan peredam energi apabila penggunaan blok halang atau blok muka tidak layak (hal ini disebabkan apabila bangunannya dibuat dari pasangan batu), maka bangunan peredam energi dapat direncanakan sebagai bangunan peredam energi loncat air dengan menggunakan ambang ujung, dapat dilihat pada gambar II.24. Untul bangunan peredam energi jenis ini akan menjadi panjang tetapi dangkal. Gambar II.23. Straight drop structure peredam energi tegak (Ankum. P, June 1995) 67

24 Bangunan peredam energi ini dilengkapi dengan ambang ujung. Upto 50 % dari tenaga dapat merusak dengan tekanan dari pancaran dan dengan turbulent circulation di bawah kolom peredam pancaran. Bagian sisi menghancurkan dengan loncatan hydraulika didalam kolam. Walaupun kolam jatuh tegak, kiranya efisensi kehilanagan tenaga sebab dari tekanan, kolam menjadi sangat panjang dibangdingkan dengan kolam peredam lain. Bentuk kolam tenang tidak hanya menyediakan untuk loncatan air tetapi juga menyesuaikan dengan jarak horisontal Ld dengan pelindung dengan pancaran jatuh mana yang panjang sekali. Ld Z = 5,14 ( ) 0,857 Ha Ha (II.17) Untuk Contoh : Dilepaskan per luas q = 0,5 1,0 m 3 /det.m, jatuh di atas Z = 1.00 m, di kendali jarak horisontal Ld ± 5,00 m untuk pancaran mencapai dasar. Bentuk percobaan adalah laporan di buku (e.g. Chow 1959, Henderson 1966), lebih praktis untuk perencanaan teknik. Percobaan menberikan suatu persamaan disain yang mana dasar suatu nilai D = 2 q ( gzg 3 ) Dan di atas loncatan Zb di saluran. Rencana asal rumus untuk peredam energi tegak dapat menjadi sedehana (Ankum 1991) dengan mengeluarkan rumus ke dalaman parameter rencana : q Ha ( ) 2/3 1.7 (II.18) Demikian, dalamnya yb dari lantai bawah ke permukaan air dan panjang Lb mengikuti dari lantai. Z Yb / Ha = 1,25 ( ) 0,179 Ha (II.19) Z Lb / Ha = 11,6 ( ) 0,600 Ha (II.20) 68

25 Dimana : Z = beda tinggi energi (m) Yb = ke dalaman air di hilir kolam (m) Ld = panjang jatuh (m) Lj = panjang olakan (m) Lb = panjang bagunan peredam energi (m) Ha = tinggi energi di hulu (m) Dengan jatuh Z antara tinggi energi dan melepaskan q per luas dalam m 3 /dt.m. Z Jarak dari untuk volume kolam bisah boleh tidak mempunyai penetapan. Ha Tetapi, angka Froude Frj dari pancaran di belakang dengan tekanan menyentuh lantai kolam : Z Frj = 3,27 ( ) 0,389 Ha (II.21) Syarat batas untuk angka Froude Frj > 4,5 Z Kolam peredam energi tegak boleh menggunakan / memakai untuk > 2,3. Ha II Bangunan Peredam Energi Tipe Bucket Bangunan peredam energi tipe bucket adalah bagian kolam yang dalam untuk kedalamn air yang mana di kolam adalah besar dari ke dalaman minimum untuk suatu loncatan hidraulic (lihat gambar. II.24). Menghandalkan energi yang hilang tidak di atas pembentukkan dari suatu loncatan hidraulic, tetapi di atas pembentukkan dari dua kelengkungan. Sebuah bucket di atas dasar dan suatu daerah lengkungan. Ini bercampur baur pergerakan dua lengkungan efektip menghilangnya energi. Suatu ke dalaman minimum di kolam wajib menghindari keluar permukaan lengkungan. Suatu permukaan air maksimun harus ke bentuk daerah lengkungan, menghindari aliran tenggelam. Ini kolam bucket bentuk USBR, dan pertama di bentuk curva hubungan nilai Fruode Frz ; 69

26 Dimana : Frz = nilai Froude Yz = ke dalaman air di bucket (m) Pada level permukaan air hilir (e.g. USBR 1973, Chow 1959, Henderso 1966). Nilai Frz yang baru pada level permukaan air hilir, tidak praktis parameter untuk disain, dan dapat menghindari dengan cepat persamaan untuk suatu disain parameter : q Ha = ( ) 2/3 (II.22) 1.7 Disain kolam bucket meliputi ketepatan radius R Curvation bucket, dan ke dalaman dasar yb di permukaan air hilir dimana mengikuti dengan tepat dari persamaan (ankum 1991) : R Ha yb Ha Z Z = 0,93 + 0,113 ( ) 0,019 ( ) 2 Ha Ha Z = 2,0 + 1,0 ( ) Ha Dimana : Z = tinggi lompatan di antara hulu dan energi permukaan dasar (m) q = debit yang di lepaskan (m 3 /det.m) Z Kolam bucket bolah hanya mengunankan harga batas 1,5 < < 7 Ha (II.23) (II.24) Gambar II.24. Bangunan Peredam Energi Tipe Bucket (untuk Z/Ha = 3) (Ankum. P, (June 1995) 70

27 II Bangunan Terjun Bangunan terjun dibutuhkan pada jaringan irigasi khususnya pada kemiringan permukaan tanah lebih curam dari pada kemiringan maksimum dasar saluran yang di ijinkan. Untuk bangunan terjun yang direncanakan memiliki empat bagian fungsional yang di dalam perencanaannya masing-masing bagian memiliki ciri yang khas yaitu : a. di bagian hulu pengontrol, merupakan bagian yang menciptakan aliran superkritis. b. di bagian hilir yang curam dimana air dialirkan ke elevasi yang lebih rendah. c. di bagian hilir yang curam tepat di bawahnya terdapat potongan U, dapat dilihat pada gambar II.25 merupakan tempat yang digunakan untuk energi diredam. d. di bagian peralihan ke arah saluran memerlukan perlindungan untuk mencegah terjadinya pengikisan dan erosi. 1. Persamaan debit untuk bangunan terjun : Q = Q ( 0.8b1 ) (II.25) Dimana : L = panjang kolam olak hilir (m) hc = kedalaman kritis (m) Q = debit rencana (m 3 /dt) B = lebar bukaan = 0.8 * lebar dasar saluran (m) z = tinggi terjunan (m) q = debit persatuan lebar (m 3 /dt.m1) b 1 = lebar dasar saluran (m) Jenis bangunan terjun seperti ini hanya digunakan untuk z/hc > 1. Bagian Pengontrol Bagian pengontrol merupakan bagian awal dari bangunan yang digunakan untuk aliran di atas`ambang dikontrol. 71

28 Pada bagian pertama dari bangunan ini,aliaran di atas ambang dikontrol. Keterkaitan antara tinggi energi yang menggunakan ambang sebagai acuan (h 1 ) dan debit (Q) pada pengontrol ini berpedoman pada ketinggian ambang (p 1 ), potongan memanjang mercu bangunan, kedalaman bagian pengontrol, dan lebar pada bagian pengontrol. Pada bangunan-bangunan lain yang memiliki bagian pengontrol yaitu bangunan pengukur ambang lebar atau flum leher panjang, bangunan pengontrol mercu bulat, dan bangunan pengontrol celah trapesium. Pada saat menentukan bagian pengontrol, kurve Q-h 1 diplot di grafik, di mana grafik yang sama diplotkan juga debit versus kedalaman air di hulu saluran. Untuk grafik dapat dilihat pada gambar D.14 (lampiran D). Dengan cara untuk menganekaragamkan harga-harga bagian pengontrol, maka kedua kurve dapat dibuat untuk bisa digabung dengan harga antara umum aliran di saluran tersebut. Karena adanya penggabungan ini, maka ada keuntungan yang diperoleh yaitu bangunan pengontrol tidak menyebabkan kurve pengembangan karena pengaruh sedimentasi atau menurunnya muka air karena pengaruh erosi yang terjadi di hulu saluran. Gambar II.25. Ilustrasi peristilahan pada bangunan terjun dan peredan energi (DPU, dan DJP, 1986). 72

29 II Bangunan Terjun Tegak Bangunan terjun tegak akan menjadi lebih besar jika ketinggiannya ditambahkan. Dengan demikian kemampuan hidrolisnya menjadi berkurang akibat dari variasi di tempat jatuhnya pancaran di lantai bangunan terjun apabila terjadi perubahan debit. Apabila perubahan tinggi energi di atas bangunan lebih besar dari 1.50 meter, maka dianjurkan untuk tidak menggunakan bangunan terjun tegak. Penggunaan bangunan terjun tegak, memberikan luapan yang jatuh bebas akan menyentuh lantai bangunan terjun dan bergerak menyebar kehilir pada potongan U, dapat dilihat pada gambar II.25. Dengan adanya luapan dan turbulensi yang terjadi di lantai bangunan terjun di bawah tirai luapan, sebagian dari energi dapat diredam di depan potongan U, dan energi selebihnya diredam di belakang potongan U. Untuk sisa tinggi energi hilir yang mengunakan lantai dasar bangunan terjun sebagai bidang persamaan, H d, tidak berbeda jauh dari perbandingan Δ Z H 1, dan kurang lebih sama dengan 1.67 H 1 (lihat persamaan II.27). Untuk harga H d dapat digunakan untuk menetukkan Z pada bangunan terjun tegak (lihat persamaan II.26). 1. Pesamaan hidrolis bangunan terjun tegak : H 1 = tinggi energi dimuka ambang (m) H = perubahan tinggi energi pada bangunan (m) H d = tinggi energi hilir pada bagian peredam energi (m) q = debit per satuan lebar (m 2 /dt) g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) (9.8) n = tinggi ambang pada ujung bagian peredam energi (m) Parameter-parameter di atas dapat digabungkan untuk memperkirakan tinggi bangunan terjun : Z = ( H + H d ) - H 1 (II.26) Perkiraan awal untuk H d, boleh dimisalkan : 73

30 H d 1.67 H 1 (II.27) Setelah itu kecepatan aliran pada potongan U boleh diperkirakan untuk : V u = 2 gδz (II.28) Perkiraan selanjutnya yaitu untuk : Y u = q V u (II.29) Untuk membedakan sifat aliran yang terjadi pada potongan U dengan menggunakan bilangan Froude yaitu : Fr u = V u gy u (2.30) Untuk bangunan terjun tegak dengan perbandingan panjang yd ΔZ dan Lp ΔZ dihitung dari gambar D.15 (lampiran D) yang memperlihatkan harga y d dan L p II Bangunan Terjun Miring Bangunan terjun miring yang memiliki permukaan miring dengan bebas menghantar air ke lantai/dasar bangunan terjun miring (bagian peredam energi) merupakan bagian dari perencanaan, dan dikhususkan jika tingginya lebih besar dari 1.5 meter. Untuk bangunan terjun miring, kemiringan permukaan belakang dapat dibuat securam mungkin dan relatif pendek. Hal ini dibuat jika peralihan ujung runcing yang dipakai di antara permukaan pengontrol dan permukaan belakang pada bagian hilir, dan untk mencegah pemisahan aliran pada sudut miring, maka disarankan untuk menggunakan kemiringan 1 : 2, dapat di lihat seperti pada gambar

31 Gambar II.26. Bangunan terjun miring (DPU, dan DJP, 1986). Perencanaan bangunan terjun miring jika diperlukan kemiringan curam, maka pada sudut runcing diganti dengan kurve peralihan dengan jari-jari r 0.5 H 1 maks, dapat di lihat pada gambar II.26 Untuk harga y u dan H d yang boleh dipakai untuk perencanaan kolam di belakang potongan U, hali ini kemungkinan dapat ditentukan dengan menggunakan tabel A.3.7 (dapat dilihat pada lampiran A). Untuk tinggi energi Hu pada luapan yang masuk lantai/dasar bangunan terjun miring pada potongan U mempunyai harga yang lebih tinggi jika digunakan bangunan terjun miring dengan permukaan hilir yang miring, membandingkan jika luapan yang terjadi jatuh bebas seperti pada bangunan terjun tegak. Penyebab utamanya adalah bahwa dengan bangunan terjun tegak, energi diredam karena terjadi benturan luapan dengan lantai bangunan terjun tegak dan karena pusaran turbulensi di dasar di bawah tirai luapan. Jika menggunakan bangunan terjun miring, maka bagian peredaman energi menjadi berkurang akibat gesekan dan aliran turbulensi di atas permukaan bangunan terjun miring. 75

32 II.6 Rangkuman Studi Terdahulu Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan tentang Sistem Pakar sebagai penunjang dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan prototipe program interpretasi elektokardiagram (PIE) menggunakan Sistem Pakar, oleh : Abdurrachman, Adri, Tesis magister Instrumentasi dan kontrol, itb (1990). Dalam penulisan ini membahas tentang Elektrokardiagram (EKG) merupakan rekaman grafik potensial-potensial listrik yang ditimbulkan oleh jaringan jantung dan digunakan sebagai alat bantu untuk mengetahui kondisi jantung, disamping pemeriksaan klinis. Permasalahannya, orang yang mempunyai kemampuan untuk menginterpretasikan EKG ini masih terbatas. Pada tesis ini dikembangkan suatu prototipe program elektrokardiagram (PIE) yang dimaksudkan sebagai sarana belajar memahami dan menginterpretasikan EKG. Protatipe PIE dibangun menggunakan sistem pakar dengan sumber pengetahuan berasal dari buku-buku teks EKG yang dipakai oleh mahasiswa medis untuk mempelajari EKG. Pengembangan prototipe PIE ini dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrograman berorientasi objek (OOP), yaitu objek Pascal. Penggunaan OOP ini memungkinkan dipisahkannya mesin inferesi dari basis pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena di dalam OOP dilakukan pengkapsulan menjadi objekobjek yang berbeda. Keuntungan yang akan diperoleh adalah kemudahan dalam pengembangan lanjut prototipe ini, baik dalam peningkatan kecerdasannya maupun dalam sifat kerjanya, misalnya di jadikan online dengan alat perekam EKG. Prototipe ini berhasil menginterpretasikan EKG dengan variasi-variasi umum (17 dari 21 data pengujian) yang diperoleh dari alat perekam EKG standar yang 76

33 dimasukkan dalam PIE secara deskriptif. Sedangkan untuk variasi-variasi unik dan memiliki derajat kompleksitas yang tinggi (4 dari 21 data), prototipe PIE tidak berhasil menginterpretasikannya dengan tepat. Hal ini dikarenakan oleh basis pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku teks EKG merupakan pengetahuan dasar. 2. Sistem Pakar (expert system) untuk penentuan tipe bangunan pintu dan peredam energi pada jaringan irigasi, oleh : Junus Botmir, Tesis Magister Teknik Sipil, Rekayasa Sumber Daya Air, itb (2002). Disini penulis melihat pada bangunanbangunan irigasi (bangunan pengukur, bangunan pengatur, bangunan pengukur dan pengatur, bangunan peredam energi dan bangunan terjun) sangat banyak berada dan terdapat dalam jaringan irigasi. Bangunan bangunan irigasi ini sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan peririgasian baik dalam hal melindungi, mengalirkan, membagikan, mengukur, dan mengatur kebutuhan air untuk kebutuhan pertanian dalam hal ini kebutuhan irigasi, sehingga harus membutuhkan sistem kepakaran pintu dan peredam energi yang dapat menyesuaikan diri dengan berbagai kondisi yang diperlukan oleh perencanaan irigasi dimaksud. Demikian agar debit yang dikeluarkan oleh bangunan pengukur sesuai dengan yang dibutuhkan petak sawah untuk pertumbuhan tanaman. Hal lain yang menunjang pula yaitu kecepatan serta sedimentasi yang bersamaan dengan debit yang masuk dan keluar bangunan pengukur maupun bangunan pengatur dan bangunan-bangunan air lainnya dapat dikeluarkan dengan baik dan terkendali. Dalam menganalisis penentuan tipe bangunan pengukur, bangunan pengatur, bangunan pengukur dan pengatur, bangunan peredam energi dan bangunan terjun, dengan mengacu pada basis pengetahuan dan basis data yang diperoleh dari bukubuku teks yang ada (studi pustaka) dan juga data-data yang diperoleh dari studi lapangan dan intansi terkait saat dilapangan. Dari basis pengetahuan dan basis data yang ada, diproses dengan suatu program komputer yang dapat meniru keahlian beberapa orang tenaga ahli yang disebut sistem pakar (expert system) 77

34 dalam penetuan tipe bangunan pengukur, bangunan pengatur, bangunan pengukur dan pengatur, bangunan peredam energi dan bangunan terjun pada jaringan irigasi. Hasil yang diperoleh dari penulisan ini adalah mendapatkan perengkat lunak yang memiliki kepastian dalam mengabil keputusan penetuan tipe bangunan pengukur, bangunan pengatur, bangunan pengukur dan pengatur, bangunan peredam energi dan bangunan terjun pada jaringan irigasi yang bersangkutan dengan jelas, tepat dan benar berdasrkan basis pengetahuan dan basis data yang ada. Dan juga memberikan perencanaan tipe bangunan pengukur, bangunan pengatur, bangunan pengukur dan pengatur, bangunan peredam energi dan bangunan terjun berdasarkan data-data yang dibutuhkan dalam perencanaan tipe bangunan pengukur, bangunan pengatur, bangunan pengukur dan pengatur, bangunan peredam energi dan bangunan terjun tersebut. 78

PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Bangunan Ukur Debit Cypoletti Ambang lebar Flume tenggorok panjang BANGUNAN UKUR DEBIT Agar pengelolaan

Lebih terperinci

Bab IV Pengembangan Sistem Pakar Untuk Perencanaan Jaringan Irigasi

Bab IV Pengembangan Sistem Pakar Untuk Perencanaan Jaringan Irigasi Bab IV Pengembangan Sistem Pakar Untuk Perencanaan Jaringan Irigasi IV.1 Pendahuluan Pembahasan tentang pengembangan sistem pakar untuk perencanaan jaringan irigasi yang akan dibahas dalam bab ini, menjelaskan

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA 7.1 UMUM Untuk dapat mengalirkan air dari bendung ke areal lahan irigasi maka diperlukan suatu jaringan utama yang terdiri dari saluran dan bangunan pelengkap di jaringan

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum . Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun

Lebih terperinci

STANDAR PERENCANAAN IRIGASI KRITERIA PERENCANAAN BAGIAN BANGUNAN KP 04

STANDAR PERENCANAAN IRIGASI KRITERIA PERENCANAAN BAGIAN BANGUNAN KP 04 STANDAR PERENCANAAN IRIGASI KRITERIA PERENCANAAN BAGIAN BANGUNAN KP 04 Pendahuluan 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Ruang lingkup Kriteria Perencanaan Bangunan ini merupakan bagian dari Standar Perencanaan Irigasi

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR Abstrak Risman 1) Warsiti 1) Mawardi 1) Martono 1) Lilik Satriyadi 1) 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN

KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN KAJIAN PERILAKU DEBIT ALAT UKUR AMBANG LEBAR TERHADAP PROFIL ALIRAN Risman ¹), Warsiti ¹), Mawardi ¹), Martono ¹), Liliek Satriyadi ¹) ¹) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jl.

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 5 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Microsoft Excel dan Bendung Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah sebuah program aplikasi lembar kerja spreadsheet yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM PERENCANAAN BENDUNG. Perencanaan Hidrolis Bendung. Lebar dan Tinggi Bendung Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (Abutment). Lebar bendung sebaiknya diambil sama dengan lebar rata-rata

Lebih terperinci

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 50-59 STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Kustamar Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Peredam energi merupakan suatu bagian dari bangunan air yang berguna

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) VIII-1 BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) 8.1. Tinjauan Umum Bangunan pelimpah berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam embung agar tidak membahayakan keamanan tubuh embung.

Lebih terperinci

i Kriteria Perencanaan Banguna n Bangunan Pengatur Debit DAFTAR ISI Kriteria Perencanaan - Bangunan

i Kriteria Perencanaan Banguna n Bangunan Pengatur Debit DAFTAR ISI Kriteria Perencanaan - Bangunan i Kriteria Perencanaan Banguna n Bangunan Pengatur Debit DAFTAR ISI Kriteria Perencanaan - Bangunan Bangunan Pengatur- Debit ii DAFTAR ISI Hal 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Ruang Lingkup................. 1 2 BANGUNAN

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Bangunan Pengatur Overflow Weir Side Weir PERENCANAAN HIDROLIS OVERFLOW WEIR Bangunan dapat digolongkan

Lebih terperinci

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Definisi Irigasi Irigasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring (Dalam Jaringan/Online) Edisi III, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) M. Kabir Ihsan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: ikhsankb@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi Teknis Kriteria perencanaan jaringan irigasi teknis berisi instruksi standard dan prosedur bagi perencana dalam merencanakan irigasi teknis.

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (181A)

PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (181A) PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (8A) Agatha Padma L Jurusan Teknik Sipil, Universitas Atma Jaa Yogakarta, Jl. Babarsari 44 Yogakarta Email: padma_laksita@ahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA

KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG LAPORAN PENELITIAN PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG DENGAN MERCU TYPE VLUGTER PENELITI / TIM PENELITI Ketua : Ir.Maria Christine Sutandi.,MSc 210010-0419125901 Anggota : Ir.KanjaliaTjandrapuspa T.,MT 21008-0424084901

Lebih terperinci

STANDAR PERENCANAAN IRIGASI

STANDAR PERENCANAAN IRIGASI K E M E N T E R I A N P E K E R JA A N U M U M DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR D I R E K T O R A T I R I G A S I D A N R A W A STANDAR PERENCANAAN IRIGASI KRITERIA PERENCANAAN BAGIAN BANGUNAN KP-04

Lebih terperinci

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

DESAIN BANGUNAN IRIGASI DESAIN BANGUNAN IRIGASI 1. JENIS JENIS BANGUNAN IRIGASI Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai

Lebih terperinci

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2013 PENGERTIAN TENTANG IRIGASI Sejak ratusan tahun lalu atau bahkan ribuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bendung atau pelimpah adalah bangunan yang melintang sungai yang berfungsi untuk menaikkan elevasi muka air untuk keperluan irigasi, PLTA, dan air bersih dan keperluan

Lebih terperinci

BAB 1 KATA PENGANTAR

BAB 1 KATA PENGANTAR BAB 1 KATA PENGANTAR Sebagai negara agraria tidaklah heran jika pemerintah senantiasa memberikan perhatian serius pada pembangunan di sector pertanian. Dalam hal ini meningkatkan produksi pertanian guna

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR (EXPERT SYSTEM) UNTUK PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI DISERTASI JUNUS BOTMIR NIM :

PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR (EXPERT SYSTEM) UNTUK PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI DISERTASI JUNUS BOTMIR NIM : PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR (EXPERT SYSTEM) UNTUK PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi Bandung Oleh : JUNUS BOTMIR

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) Evi J.W. Pamungkas Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN R.A Dita Nurjanah Jurusan TeknikSipil, UniversitasSriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)

Lebih terperinci

PERENCANAAN HIDROLIS BANGUNAN PENGUKUR DEBIT PADA DAERAH IRIGASI WANGUNDIREJA JAWA BARAT ABSTRAK

PERENCANAAN HIDROLIS BANGUNAN PENGUKUR DEBIT PADA DAERAH IRIGASI WANGUNDIREJA JAWA BARAT ABSTRAK PERENCANAAN HIDROLIS BANGUNAN PENGUKUR DEBIT PADA DAERAH IRIGASI WANGUNDIREJA JAWA BARAT Farrah Regia Rengganis NRP: 1021005 Pembimbing : Ir. Kanjalia Tjandrapuspa, M.T. ABSTRAK Irigasi dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa disadap dan

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA 6.1 UMUM Bendung direncanakan untuk mengairi areal seluas 1.32700 ha direncanakan dalam 1 (satu) sistem jaringan irigasi dengan pintu pengambilan di bagian kiri bendung.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Laporan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidrolika 1

PENDAHULUAN. Laporan Praktikum Mekanika Fluida dan Hidrolika 1 PENDAULUAN Sesuai dengan buku penuntun petunjuk Praktikum idrolika Saluran Terbuka percobaan-percobaan dilakukan di laboratorium. Penyelidikan di laboratorium meliputi: Pengukuran debit air dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah sebagai sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi, penyediaan

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI

STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI STUDI EFEKTIVITAS PEREDAM ENERGI BENDUNG PAMARAYAN-JAWA BARAT DENGAN UJI MODEL FISIK 3 DIMENSI Pribadi Maulana NRP : 0121113 Pembimbing : Maria Christine S.,Ir. M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI Pudyono, IGN. Adipa dan Khoirul Azhar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

THE EFFECT OF STEPPED SPILLWAY ( AKAR TERPOTONG TYPE) TO THE LENGTH OF HIDRAULIC JUMP AND ENERGY LOSS IN STILLING BASSIN

THE EFFECT OF STEPPED SPILLWAY ( AKAR TERPOTONG TYPE) TO THE LENGTH OF HIDRAULIC JUMP AND ENERGY LOSS IN STILLING BASSIN THE EFFECT OF STEPPED SPILLWAY ( AKAR TERPOTONG TYPE) TO THE LENGTH OF HIDRAULIC JUMP AND ENERGY LOSS IN STILLING BASSIN PENGARUH PELIMPAH BERTANGGA TIPE AKAR TERPOTONG TERHADAP PANJANG LONCAT AIR DAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU

PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU PERENCANAAN BENDUNG UNTUK DAERAH IRIGASI SULU Vicky Richard Mangore E. M. Wuisan, L. Kawet, H. Tangkudung Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email: vicky_mangore@yahoo.com

Lebih terperinci

Tugas Akhir. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh :

Tugas Akhir. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh : PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN TUBUH HILIR BENDUNG DAN PENEMPATAN BAFFLE BLOCKS PADA KOLAM OLAK TIPE SOLID ROLLER BUCKET TERHADAP LONCATAN HIDROLIS DAN PEREDAMAN ENERGI Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

EVALUASI PANJANG KOLAM OLAK (Ld) DAN PANJANG LONCATAN (Lj) PADA PEREDAM ENERGI BENDUNG,JL. TERUSAN KECUBUNG, KOTA MALANG. Oleh:

EVALUASI PANJANG KOLAM OLAK (Ld) DAN PANJANG LONCATAN (Lj) PADA PEREDAM ENERGI BENDUNG,JL. TERUSAN KECUBUNG, KOTA MALANG. Oleh: EVALUASI PANJANG KOLAM OLAK (Ld) DAN PANJANG LONCATAN (Lj) PADA PEREDAM ENERGI BENDUNG,JL. TERUSAN KECUBUNG, KOTA MALANG JURNAL Oleh: NELSON PINA MAU NIM. 2012520035 Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir

Lebih terperinci

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA Dosen Pengampu : Adwiyah Asyifa, S.T., M.Eng. Disusun oleh : RIZA RIZKIA (5140811023) HERIN AFRILIYANTI (5140811051) MADORA ARUM KAHANI (5140811097)

Lebih terperinci

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain :

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain : PERENCANAAN SALURAN Perencanaan Pendahuluan. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain : - Trase jalur saluran pada peta tata letak pendahuluan. - Ketinggian tanah pada jalar

Lebih terperinci

HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -CULVERT- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN

HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -CULVERT- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -CULVERT- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN UMUM Culvert/ gorong-gorong adalah sebuah conduit yang diletakkan di bawah sebuah timbunan, seperti misalnya timbunan

Lebih terperinci

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh :

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh : PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN TUBUH HILIR BENDUNG DAN PENEMPATAN BAFFLE BLOCKS PADA KOLAM OLAK TIPE SOLID ROLLER BUCKET TERHADAP LONCATAN HIDROLIS DAN PEREDAMAN ENERGI Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

KAJIAN ALIRAN MELALUI PELIMPAH AMBANG LEBAR DAN PELIMPAH AMBANG TIPIS

KAJIAN ALIRAN MELALUI PELIMPAH AMBANG LEBAR DAN PELIMPAH AMBANG TIPIS KAJIAN ALIRAN MELALUI PELIMPAH AMBANG LEBAR DAN PELIMPAH AMBANG TIPIS Risman 1), Warsiti 2) 1,2) Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jln. Prof. H. Sudarto, S.H. Tembalang, Semarang 50275 Telp.

Lebih terperinci

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE PERMUKAAN UNTUK JALAN RAYA a) Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b) Mengalirkan air permukaan yang terhambat oleh

Lebih terperinci

Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe MDL

Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe MDL Standar Nasional Indonesia Tata cara desain hidraulik tubuh bendung tetap dengan peredam energi tipe MDL ICS 93.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan...

Lebih terperinci

KONTROL PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN PRIMER DAN DIMENSI KOLAM OLAK BANGUNAN TERJUN 13 SALURAN SEKUNDER DI BENDUNG NAMU SIRA SIRA

KONTROL PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN PRIMER DAN DIMENSI KOLAM OLAK BANGUNAN TERJUN 13 SALURAN SEKUNDER DI BENDUNG NAMU SIRA SIRA KONTROL PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN PRIMER DAN DIMENSI KOLAM OLAK BANGUNAN TERJUN 13 SALURAN SEKUNDER DI BENDUNG NAMU SIRA SIRA LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI Rudi M. Nainggolan NRP: 0021008 Pembimbing: Ir. Endang Ariani, Dipl.H.E. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pendahuluan Mengkaji kajian pustaka disini merupakan kelengkapan dasar yang mengantarkan pengetahuan dasar yang merupakan teori-teori dasar yang dapat digunakan di dalam penulisan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL l HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK jl1 v v111 x xi xu BAB I PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDROLIS PELIMPAH SAMPING DAM SAMPEAN LAMA SITUBONDO LAPORAN PROYEK AKHIR

STUDI PERENCANAAN HIDROLIS PELIMPAH SAMPING DAM SAMPEAN LAMA SITUBONDO LAPORAN PROYEK AKHIR STUDI PERENCANAAN HIDROLIS PELIMPAH SAMPING DAM SAMPEAN LAMA SITUBONDO LAPORAN PROYEK AKHIR Oleh : Eko Prasetiyo NIM 001903103045 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE VLUGHTER DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE VLUGHTER DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE VLUGHTER DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI Jendrik Sitanggang NRP : 0021092 Pembimbing : ENDANG ARIANI., Ir., Dipl. HE JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase)

DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase) DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP KONDISI ALIRAN (Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase) Irham 1* dan Kurniati 2 1,2 Staf Pengajar Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe Jln B. Aceh Medan

Lebih terperinci

OPTIMASI PEREDAM ENERGI TIPE BUCKET PADA BENDUNG MERCU BULAT. Tesis Magister. Oleh: DEDDI YAN ANDI AMRA

OPTIMASI PEREDAM ENERGI TIPE BUCKET PADA BENDUNG MERCU BULAT. Tesis Magister. Oleh: DEDDI YAN ANDI AMRA OPTIMASI PEREDAM ENERGI TIPE BUCKET PADA BENDUNG MERCU BULAT Tesis Magister Oleh: DEDDI YAN ANDI AMRA 25099021 PENGUTAMAAN REKAYASA SUMBER DAYA AIR JURUSAN TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

UJI MODEL FISIK HIDRAULIK TERJUNAN TEGAK DENGAN KISI PEREDAM (LONGITUDINAL RACKS) UNTUK PENGENDALIAN LONCATAN HIDRAULIK

UJI MODEL FISIK HIDRAULIK TERJUNAN TEGAK DENGAN KISI PEREDAM (LONGITUDINAL RACKS) UNTUK PENGENDALIAN LONCATAN HIDRAULIK 1 UJI MODEL FISIK HIDRAULIK TERJUNAN TEGAK DENGAN KISI PEREDAM (LONGITUDINAL RACKS) UNTUK PENGENDALIAN LONCATAN HIDRAULIK Prima Hadi Wicaksono 1, Very Dermawan 2 Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

3.10 ALIRAN MELALUI PINTU SORONG DAN AIR LONCAT

3.10 ALIRAN MELALUI PINTU SORONG DAN AIR LONCAT 3.0 ALIRAN MELALUI PINTU SORONG DAN AIR LONCAT 3.0. Tujuan a. Mempelajari sifat aliran yang melalui pintu sorong. b. Menentukan koefisien kecepatan dan koefisien kontraksi. c. Menentukan gaya-gaya yang

Lebih terperinci

Hidrolika Saluran. Kuliah 6

Hidrolika Saluran. Kuliah 6 Hidrolika Saluran Kuliah 6 Analisa Hidrolika Terapan untuk Perencanaan Drainase Perkotaan dan Sistem Polder Seperti yang perlu diketahui, air mengalir dari hulu ke hilir (kecuali ada gaya yang menyebabkan

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) Nur Fitriana Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl, Raya Palembang-Prabumulih

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Saluran Terbuka Saluran terbuka adalah salah satu aliran yang mana tidak semua dinding saluran bergesekan dengan fluida yang mengalir, oleh karena itu terdapat ruang bebas dimana

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

PENGARUH ARAH SAYAP PELIMPAH SAMPING DAN KEDALAMAN ALIRAN TERHADAP KOEFISIEN DEBIT

PENGARUH ARAH SAYAP PELIMPAH SAMPING DAN KEDALAMAN ALIRAN TERHADAP KOEFISIEN DEBIT Civil Engineering Dimension, Vol., No.,, March 00 ISSN 0-0 PENGARUH ARAH SAYAP PELIMPAH SAMPING DAN KEDALAMAN ALIRAN TERHADAP KOEFISIEN DEBIT Indratmo Soekarno Dosen Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi

Lebih terperinci

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih BANGUNAN IRIGASI GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih DEFINISI GORONG-GORONG Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran irigasi atau pembuang)

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT Prima Stella Asima Manurung Nrp. 9021024 NIRM : 41077011900141 Pembimbing : Endang Ariani, Ir, Dipl, HE FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP

ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP PENGERTIAN LUBANG : bukaan pada dinding atau dasar tangki dimana zat cair mengalir melaluinya. PELUAP : bukaan dimana sisi atas dari bukaan tersebut berada di atas permukaan

Lebih terperinci

MODUL V PINTU SORONG DAN AIR LONCAT

MODUL V PINTU SORONG DAN AIR LONCAT MODUL V PINTU SORONG DAN AIR LONCAT 6.1. Pendahuluan 6.1.1. Latar Belakang Pintu sorong adalah sekat yang dapat diatur bukaannya. Pada bangunan air, aplikasi pintu sorong adalah pintu pembilas. Fungsinya

Lebih terperinci

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam Perancangan saluran berarti menentukan dimensi saluran dengan mempertimbangkan sifat-sifat bahan pembentuk tubuh saluran serta kondisi medan sedemikian

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Bendungan Semantok, Nganjuk, Jawa Timur PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR Faris Azhar, Abdullah

Lebih terperinci

3.5 Teori kesebangunan Prinsip penskalaan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Studi awal (studi pustaka) Studi lapangan

3.5 Teori kesebangunan Prinsip penskalaan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Studi awal (studi pustaka) Studi lapangan DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.....i HALAMAN PENGESAHAN....ii HALAMAN MOTTO... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAKSI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix BAB

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 SISTEM IRIGASI Irigasi secara umum didefinisikan sebagai kegiatan yang bertalian dengan usaha untuk mendapatkan air guna menunjang kegiatan pertanian seperti sawah, ladang

Lebih terperinci

Sambungan Persil. Sambungan persil adalah sambungan saluran air hujan dari rumah-rumah ke saluran air hujan yang berada di tepi jalan

Sambungan Persil. Sambungan persil adalah sambungan saluran air hujan dari rumah-rumah ke saluran air hujan yang berada di tepi jalan Kelengkapan Saluran Sambungan Persil Sambungan persil adalah sambungan saluran air hujan dari rumah-rumah ke saluran air hujan yang berada di tepi jalan Bentuk: Saluran terbuka Saluran tertutup Dibuat

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi GEOMETRIK IRIGASI Komponen-komponen sebuah jaringan irigasi teknis dapat dibedakan berdasarkan fungsinya. Untuk mengetahui komponen-komponen suatu jaringan irigasi dapat dilihat pada peta ikhtisar. Peta

Lebih terperinci

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEKNIS BENDUNG DI SUNGAI INGGE DAERAH IRIGASI BONGGO KABUATEN SARMI PAPUA Stenly Mesak Rumetna NRP : 0721017 Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Daerah Irigasi

Lebih terperinci

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Konstruksi dan Bangunan Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Pengukuran debit pada saluran terbuka menggunakan bangunan ukur tipe pelimpah atas

Pengukuran debit pada saluran terbuka menggunakan bangunan ukur tipe pelimpah atas Standar Nasional Indonesia Pengukuran debit pada saluran terbuka menggunakan bangunan ukur tipe pelimpah atas ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional BSN 015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh :

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh : PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN TUBUH HILIR SPILLWAY DAN PENEMPATAN BAFFLE BLOCKS PADA KOLAM OLAK TIPE TRAJECTORY BUCKET TERHADAP LONCATAN HIDROLIS DAN PEREDAMAN ENERGI Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG DENGAN MERCU TYPE VLUGTER

PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG DENGAN MERCU TYPE VLUGTER PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG DENGAN MERCU TYPE VLUGTER Maria Christine Sutandi, Kanjalia Tjandrapuspa T., Ginardy Husada Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Maranatha Jl.Prof. drg. Soeria Sumantri,MPH

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE PERANCANGAN SISTEM DRAINASE Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya pelak-sanaan dan pemeliharaan yang minimum. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN AIR MELALUI PINTU TONJOL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGGERUSAN DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN AIR MELALUI PINTU TONJOL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGGERUSAN DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN AIR MELALUI PINTU TONJOL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGGERUSAN DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI Mulyadi Sastrawinata NRP: 0121037 Pembimbing: Ir. Endang Ariani, Dipl.H.E. FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bendung Bendung adalah salah satu bangunan air yang berfungsi meninggikan muka air. Menurut Kriteria Perencanaan Standar Irigasi KP 01, Bendung (weir) dipakai untuk

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG

BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG BAB V ANALISIS HIDROLIS DAN STRUKTUR BENDUNG 5.1 Uraian Umum 5.1.1 Latar Belakang Pembangunan Bendung Kaligending menjadi bendung permanen untuk melayani areal seluas 948 ha, dengan tinggi mercu m dan

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2011 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN SALURAN IRIGASI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2011 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN SALURAN IRIGASI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2011 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN SALURAN IRIGASI BIMBINGAN TEKNIS PADA MITRA KERJA NO. KODE : BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan Variabel... 3 1.6

Lebih terperinci

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Kriteria Desain Kriteria Desain Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Perancang diharapkan mampu menggunakan kriteria secara tepat dengan melihat kondisi sebenarnya dengan

Lebih terperinci

BAB-2 JARINGAN IRIGASI

BAB-2 JARINGAN IRIGASI 1 BAB-2 JARINGAN IRIGASI Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya.

Lebih terperinci

MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY

MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY digilib.uns.ac.id ABSTRAK Sad Mei Nuraini, 2012. MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY DENGAN STEPPED CHUTES. Skripsi, Jurusan Tenik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bangunan spillway

Lebih terperinci

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan uraian tentang beberapa cara pengukuran data unsur aliran

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ENERGI AIR MELALUI SPILLWAY BERSALURAN PELUNCUR LURUS DAN PELUNCUR BERTANGGA DI KOLAM OLAK

PERBANDINGAN ENERGI AIR MELALUI SPILLWAY BERSALURAN PELUNCUR LURUS DAN PELUNCUR BERTANGGA DI KOLAM OLAK PERBANDINGAN ENERGI AIR MELALUI SPILLWAY BERSALURAN PELUNCUR LURUS DAN PELUNCUR BERTANGGA DI KOLAM OLAK (THE COMPARISON OF WATER ENERGY AT CONVENTIONAL SPILLWAY AND STEPPED SPILLWAY AT STILLING BASIN)

Lebih terperinci

BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM

BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PLTM 4.1. KRITERIA PERENCANAAN BANGUNAN AIR Dalam mendesain suatu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) diperlukan beberapa bangunan utama. Bangunan utama yang umumnya

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BENDUNG SEI PARIT KABUPATEN SERDANG BEDAGAI LAPORAN

PERHITUNGAN BENDUNG SEI PARIT KABUPATEN SERDANG BEDAGAI LAPORAN PERHITUNGAN BENDUNG SEI PARIT KABUPATEN SERDANG BEDAGAI LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III oleh: GOMGOM TUA MARPAUNG MUHAMMAD IHSAN SINAGA

Lebih terperinci

I Putu Gustave Suryantara Pariartha

I Putu Gustave Suryantara Pariartha I Putu Gustave Suryantara Pariartha Open Channel Saluran terbuka Aliran dengan permukaan bebas Mengalir dibawah gaya gravitasi, dibawah tekanan udara atmosfir. - Mengalir karena adanya slope dasar saluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Fadly Sutrisno (2010), menyatakan usaha untuk memperlambat proses sedimentasi adalah dengan mengadakan pekerjaan teknik sipil untuk mengendalikan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALIRAN AIR DAN PENGGERUSAN MELALUI PINTU TONJOL PADA ALIRAN TIDAK SEMPURNA DENGAN UJI MODEL FISIK DUA DIMENSI

KARAKTERISTIK ALIRAN AIR DAN PENGGERUSAN MELALUI PINTU TONJOL PADA ALIRAN TIDAK SEMPURNA DENGAN UJI MODEL FISIK DUA DIMENSI KARAKTERISTIK ALIRAN AIR DAN PENGGERUSAN MELALUI PINTU TONJOL PADA ALIRAN TIDAK SEMPURNA DENGAN UJI MODEL FISIK DUA DIMENSI Robby Nursam NRP: 0121011 Pembimbing: Ir. Endang Ariani, Dipl. HE. JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6.1 EVALUASI BENDUNG JUWERO Badan Bendung Juwero kondisinya masih baik. Pada bagian hilir bendung terjadi scouring. Pada umumnya bendung masih dapat difungsikan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular.

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular. BAB I PENDAHULUAN I. Umum Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah dalam usaha pertanian. Di samping sebagai alat transportasi zat makanan untuk pertumbuhan, air memegang peranan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil percobaan dan pembahasan diatas dibagi dalam 2 bagian yakni kesimpulan khusus yang berhubungan dengan perencanaan Bendung Pamarayan dan kesimpulan umum

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN 5.1 Tinjauan Umum Sistem infrastruktur merupakan pendukung fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR HIDROLIKA

PRINSIP DASAR HIDROLIKA PRINSIP DASAR HIDROLIKA 1.1.PENDAHULUAN Hidrolika adalah bagian dari hidromekanika (hydro mechanics) yang berhubungan dengan gerak air. Untuk mempelajari aliran saluran terbuka mahasiswa harus menempuh

Lebih terperinci