BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana Alam Defensi Bencana Alam Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat sehingga menyebabkan korban jiwa serta kerugian yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi materi, ekonomi maupun lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi menggunakan sumber daya yang dimiliki (IDEP, 2007). Berdasarkan penyebabnya, bencana dapat dikatagorikan menjadi tiga, yaitu bencana alam, bencana sosial dan bencana campuran. Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh kejadian kejadian alamiah, seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi, dan angin topan. (IDEP, 2007) Menurut UU No. 24 Tahun 2007, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan 14

2 tanah longsor (UU No. 24 Tahun 2007). Menurut Priambido (2009) bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi alamiah alam semesta (angin : topan, badai, putting beliuang; tanah : banjir, tsunami, kekeringan, perembesan air tanah; api : kebakaran, letusan gunung api). Bencana alam juga didefenisikan sebagai peristiwa yang terjadi akibat kerusakan atau ancaman ekosistem dan terjadi kelebihan kapasitas yang terkena dampaknya. Dapat dijumpai terputusnya alat penunjang kehidupan (lifeline) dan tidak berfungsinya institusi medis (Zailani. Dkk, 2009) Klasifikasi Bencana Alam Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Bencana Alam Geologis Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen). Yang termasuk dalam bencana alam geologis adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami. 2. Bencana Alam Klimatologis Bencana alam klimatologis merupakan bencana alam yang disebabkan oleh faktor angin dan hujan. Contoh bencana alam klimatologis adalah banjir, badai, banjir bandang, angin puting beliung, kekeringan, dan kebakaran alami hutan (bukan oleh manusia).

3 Gerakan tanah (longsor) termasuk juga bencana alam, walaupun pemicu utamanya adalah faktor klimatologis (hujan), tetapi gejala awalnya dimulai dari kondisi geologis (jenis dan karakteristik tanah serta batuan dan sebagainya). 3. Bencana Alam Ekstra-Terestrial Bencana alam ekstra-terestrial adalah bencana alam yang terjadi di luar angkasa, contoh : hantaman/impact meteor. Bila hantaman benda-benda langit mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penduduk bumi (Ekawati, 2005) Macam macam Bencana Alam Banjir 1. Pengertian Banjir Banjir adalah bencana akibat curah hujan yang tinggi dengan tidak diimbangi dengan saluran pembuangan air yang memadai sehingga merendam wilayah-wilayah yang tidak dikehendaki oleh orang-orang yang ada di sana. Banjir bisa juga terjadi karena jebolnya sistem aliran air yang ada sehingga daerah yang rendah terkena dampak kiriman banjir (Purwono, 2006). 2. Penyebab Banjir Menurut Priambodo (2009), secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah sebagai berikut : a. Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi, b. Pendangkalan sungai,

4 c. Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke aliran sungai mapupun gotong royong, d. Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat, e. Pembuatan tanggul yang kurang baik, f. Air laut, sungai, atau danau yang meluap dan menggenangi daratan. 3. Masalah Kesehatan dan Kerugian yang Mungkin Timbul Menurut Sukandarrumidi (2010), Apabila suatu wilayah permukiman dilanda banjir, beberapa masalah kesehatan yang mungkin dialami oleh masyarakat antara lain adalah : a. Tengggelam b. Gangguan pernapasan akibat masuknya air pada jalan napas c. Penyakit diare, leptospirosis, dan gatal gatal pada kulit akibat lingkungan yang tidak bersih. d. Penyakit Malaria akibat terbentuknya genangan air yang mengundang nyamuk malaria. e. Korban harta dan jiwa manusia f. Munculnya penyakit yang tersebar melalui air Gempa Bumi 1. Pengetian Gempa Bumi Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunung api atau runtuhan batuan. Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi

5 (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba tiba (Cahanar, 2005). Priambodo (2009) mendefinisikan gempa bumi sebagai getaran sesaat, bersifat tidak menerus, akibat terjadinya pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Pergeseran ini terjadi karena adanya sumber kekuatan (force) sebagai penyebabnya. 2. Penyebab Gempa Bumi Menurut Primbodo (2009) gempa bumi disebabkan oleh : a. Aktivitas tektonik, merupakan proses alamiah bumi yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik. b. Aktivitas vulkanik, merupakan proses alamiah bumi yang disebabkan oleh aktivitas gunung api. 3. Masalah kesehatan dan bahaya yang sering timbul Menurut Sukandarrumidi (2010), beberapa masalah kesehatan yang sering timbul mengikuti bahaya tektonik dan vulkanik adalah : a. Keracunan makanan b. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) c. Gangguan pernapasan d. Kematian dan luka e. Penyakit psikis karna trauma Tsunami 1. Defenisi Tsunami Tsunami adalah ombak yang sangat besar yang menyapu daratan akibat adanya gempa bumi di laut, tumbukan benda besar/cepat di laut, angin ribut, dan

6 lain sebagainya (Rahayu, 2009). Menurut IDEP (2007) Tsunami adalah gelombang besar yang diakibatkan oleh pergeseran bumi di dasar laut. 2. Penyebab Tsunami Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun 90% tsunami di akibatkan oleh gempa bumi dibawah laut (Cahanar, 2005) 3. Masalah kesehatan yang mungkin timbul. Zailani. dkk (2009) mengatakan Tsunami mengakibatkan bangunan roboh. Reruntuhan bangunan yang menimpa manusia dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Tsunami juga dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan lainnya, antara lain : a. Gangguan pernapasan b. Keracunan makanan c. Korban meninggal akibat tenggelam 2.2 Kesiapsiagaan Definisi Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna ( UU No. 24 Tahun 2007, BNPB, 2011, Depkes, 2007) Menurut IDEP (2007) Kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya untuk

7 memperkirakan kebutuhan dalam rangka menghadapi situasi kedaruratan dan mengidentifikasi kebutuhan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini bentujuan agar perawat mempunyai persiapan yang lebih baik untuk menghadapi bencana alam. Menurut Depkes RI (2010), kesiapsiagaan dalam wilayah manajemen darurat dapat dinyatakan sebagai pernyataan kesediaan untuk berespon terhadap suatu bencana, krisis atau tipe situasi emergensi lainnya. Kesiapsiagaan bukan hanya pernyataan kesiapan tetapi juga suatu topik dimana didalamnya terdapat banyak aspek-aspek manajemen darurat. Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan didalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadi bencana. Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih ditekankan pada kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan menghadapi kondisi darurat bencana secara cepat dan tepat (LIPI-UNESCO/ISDR dalam Rahayu, 2009). Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Konsep kesiapsiagaan memiliki berbagai dimensi yang didukung oleh sejumlah aktifitas. Dimensi dari kesiapsiagaan mencakup berbagai tujuan atau pernyataan akhir bahwa kesiapsiagaan berusaha untuk dicapai. Kegiatan-kegiatan adalah tindakan-tindakan nyata yang perlu untuk diambil

8 dalam rangka menemukan tujuan-tujuan tersebut. Sumber-sumber bervariasi dalam hal bagaimana dimensi-dimensi tersebut dan aktifitas-aktifitas yang didefinisikan (IDEP, 2007). Kesiapsiagaan (preparedness) menghadapi bencana alam adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi bencana sehingga tindakan yang dilakukan pada saat dan setelah terjadi bencana dilakukan secara tepat dan efektif (Zailaini. dkk, 2009). Tujuan khusus dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah menjamin bahwa sistem, prosedur, dan sumber daya yang tepat siap ditempatnya masing-masing untuk memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi korban bencana sehingga dapat mempermudah langkah-langkah pemulihan dan rehabilitasi layanan (Purwono, 2006). Kesiapsiagaan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana agar korban dan dampak bencana dapat diminimalkan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya kesiapsiagaan adalah melakukan inventarisasi sumber daya yang siap dimobilisasi dan menyiapkan lokasi evakuasi (BNPB, 2011) Fase kesiapsiagaan bencana adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan mikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang timbul akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana ( Zailani. Dkk, 2009).

9 Kesiapsiagaan Perawat Perawat Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya di mana pelayanan tersebut dilaksanakan (Potter dan Perry, 2005). Nursalam (2007), mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosiospiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia Peran dan Fungsi Perawat Gawat Darurat Menurut Musliha (2009) adapun peran dan fungsi perawat gawat darurat adalah: 1. Melakukan triage, mengkaji dan menetapkan dalam spektrum yang lebih luas terhadap kondisi klinis pada berbagai keadaan yang bersifat mendadak mulai dari ancaman nyawa sampai kondisi kronis. 2. Memberikan dukungan emosional terhadap pasien dan keluarga.

10 3. Memfasilitasi rujukan dalam rangka menyelesaikan masalah kegawatdaruratan. 4. Jika terjadi bencana, komunikasi kepada seluruh tim pelayanan gawat darurat terkait, baik pelayanan pra rumah sakit, maupun intra rumah sakit Kompetensi Perawat Gawat Darurat Berdasarkan peran dan fungsinya, perawat gawat darurat yang bekerja di puskemas maupun di rumah sakit harus memiliki kompetensi khusus, yang diperoleh melalui pelatihan Basic Trauma Life Support (BTLS) dan Basic Cardiology Life Support (BCLS) atau Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), sedangkan perawat yang bekerja di puskesmas menimal harus memiliki kompetensi Basic Life Support (BLS). Kompetensi tersebut meliputi : pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus ditingkatkan dan dipelihara sehingga menjamin perawat dapat melaksanakan peran dan fungsi secara professional ( Musliha, 2009). Kompetensi yang harus dimiliki perawat dalam penanggulangan Kegawatdaruratan Sistem pernapasan adalah : 1. Mengatasi obstruksi jalan napas 2. Membuka jalan napas 3. Memberi napas buatan 4. Melakukan resusitasi jantung paru (RJP) dengan didahului penilaian ABC kasi eksternal dan internal

11 Pelayanan Gawat Darurat Konsep Pelayanan Gawat Darurat Pelayanan gawat darurat merupakan salah satu komponen pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan/perawat pada saat tanggap darutat. Adapun tugas dan peran pada situasi tanggap darurat bencana adalah memberikan pelayanan kegawatdaruratandi tempat kejadian bencana sebelum korban di rujuk ke puskesmas maupun rumah sakit (Depkes, 2008). Menurut Setiohaji (2012) Pelayanan gawat darurat merupakan suatu program respon kedaruratan perawat/bidan untuk korban yang cedera atau sakit dan memerlukan perawatan yang medesak (Thygerson.dkk, 2011). Pelayanan keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien/pasien yang mempunyai masalah aktual atau resiko yang disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau kecacatan yang mungkin terjadi. Kegiatan pelayanan keperawatan gawat darurat menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien, setting prioritas, intervensi krisis, dan pendidikan kesehatan masyarakat (Krisyanti, dkk, 2011). Sebagai seorang perawat gawat darurat harus memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk menangani respon pasien pada

12 resusitasi, syok, trauma, ketidakstabilan multisystem dan kewatdaruratan yang mengancam jiwa laiannya. Pelayanan gawat darurat dilokasi bencana dilakukan pada fase akut atau tanggap darurat, pelayanan diberikan langsung ditempat kejadian berupa pertolongan terhadap luka ( menghentikan perdarahan) dan evakuasi dari lokasi bahaya ke tempat yang aman dan memberikan pelayanan bantuan hidup dasar untuk menyelamatkan korban, masa pencarian dan penyelamatan pada pase akut adalah 48 jam (Zailani. Dkk, 2009). Menurut Setiohaji (2012) Dalam kegawatdaruratandiperlukan 3 kesiapan, yaitu : 1. Siap mental, dalam arti bahwa emergency can not wait. Setiap unsur yang terkait termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia dapat membawa kematian dalam 1 2 menit. Apnea atau penyumbatan jalan napas dapat mematikan dalam 3 menit. 2. Siap pengetahuan dan keterampilan. Perawat harus mempunyai bekal pengetahuan teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh penting. Selain itu juga keterampilan manual untuk pertolongan pertama. 3. Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat dipisahkan dari penyediaan/logistik peralatan dan obat-obatan darurat. Menurut Musliha (2010), persyaratan dan kesiapan yang harus dimiliki oleh perawat pelaksana gawat darurat adalah : 1. Sehat jasmani dan rohani

13 2. Beriijazah formal keperawatan dari semua tingkat pendidikan yang disahkan oleh pemerintah 3. Memiliki sertifikat pelatihan gawat darurat 4. Tanggap dan cekatan terhadap masalah yang dihadapi Tujuan Pelayanan Gawat Darurat Menurut Kriyanti,dkk (2011), Tujuan dari penanggulangan gawat darurat adalah : 1. Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat 2. Merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai 3. Penanggulangan korban bencana Penatalaksanaan Gawat Darurat Sistem Pernapasan Penilaian Jalan Napas 1. Jalan Napas yang Normal Pada orang yang sadar dan dapat berbicara dengan suara yang jelas, dapat dianggap bahwa airway dalam keadaan baik, pada penderita yang tidak sadar penilaian airway dapat dilakukan dengan cara melihat, mendengar dan meraba. Taruhlah kepala kita (pemeriksa) diatas mulut penderita, dengan melihat mering ke arah kaki penderita. Mata kita melihat naik turunnya dada penderita, pipi kita merasakan adanya hembusan udara dari mulut penderita. Telinga kita

14 mendengarkan apakah ada bunyi pernapasan. Cara ini kita lakukan selama 5 detik, dan lakukan hitungan : satu, dua, tiga, empat dan lima (Depkes RI, 2008) Cara lain adalah dengan menaruh punggung tangan kita di depan hidung penderita untuk merasakan adanya hembusan udara. 2. Jalan Napas yang Tidak Normal Pernapasan yang berbunyi berarti airway tersumbat, tetapi belum sepenuhnya (belum total), karena ada penyempitan pada airway maka timbul suara saat bernapas. Jenis jenis bunyi yang dapat timbul adalah : a. Mengorok (snoring), karena airway tersumbat oleh lidah atau jaringan jaringan di tenggorokan. Perhatikan bahwa bunyi mengorok terutama terjadi saat mengeluarkan napas. b. Bunyi kumur kumur (gurgling), disebabkan adanya muntahan isi lambung, darah atau cairan lain yang mungkin ada di airway. Bunyi ini terjadi saat mengeluarkan dan menarik napas. c. Stridor adalah suara yang keras dalam menarik napas (inspirasi), kemungkinan karena laring yang membengkak dan menyumbat airway bagian atas. Bisa juga karena tersumbat sebagian (parsial) oleh benda asing. Pada penderita yang kesadarannya menurun, lidahnya dapat jatuh ke belakang dan menyumbat airway, kemudian timbul bunyi seperti mengorok. Usaha penderita untuk bernapas kemudian menghasilkan tekanan negatif yang menarik lidah, epiglotis atau keduanya kedalam tenggorokan. Apabila kemudian dilakukan pernapasan buatan, maka lidah akan bertambah jatuh ke belakang,

15 sehingga semangkin tersumbat, oleh karna itu apabila akan dilakukan pernapasan buatan, airway selalu harus tetap terbuka (Depkes RI, 2008) Menurut Sampurna (2013) Pada orang dewasa yang airway tersebut sepenuhnya, warna kulit akan membiru (sianosis) lama kelamaan akan kehilangan kesadaran dan jatuh. Apabila tidak segera ditangani, penderita akan meninggal. Pada anak kecil, akan terlihat gelisah, berusaha bernapas tetapi sia sia, kulit membiru, kehilangan kesadaran dan kemudian meninggal Membebaskan Jalan Napas (Airway) Menurut AGD 118 (2012), untuk membebaskan jalan napas, terlebih dahulu harus diketahui sumbatan yang terjadi atau yang mungkin akan terjadi. Ada 2 (dua) cara yang umumnya digunakan untuk membebaskan jalan napas yaitu : 1. Dengan cara mendongakkan kepala (head-tilt) sambil mengangkat dagu (chin lift). Cara mendongakkan kepala sambil mengangkat dagu adalah cara utuk membuka airway pada penderita yang tidak cedera. Apabila penderita cedera jangan menggerakkan kepala tetapi dapat dilakukan dengan cara mengangkat dagu (chinlift). Cara melakukannya adalah sebagai berikut : a. Letakkan tangan kiri anda pada dahi korban (bila berada pada sisi kanan kepala korban) b. Letakkan ujung jari telunjuk dengan jari tangan anda dari tangan kanan di bawah ujung dagu korban. c. Angkat dagu ke atas pada saat yang sama tekan dahi ke bawah (mendongakkan kepala).

16 2. Mendorong rahang bawah ke depan (jaw thrust) Gerakan ini lebih aman dibandingkan cara head tilt dan chin lift, terutama pada korban dengan cedera, namun lebih sulit dan lebih melelahkan. Gerakan ini sekaligus dapat menstabilkan kepala. Cara melakukannya : a. Berlutut di bagian kepala korban, letakkan siku anda di atas permukaan dimana penderita berbaring. Letakkan tangan maisng masing disamping korban. b. Pegang sudut bagian bawah rahang pada kedua sisinya. (jika penderita bayi atau anak, letakkan 2 atau 3 jari masing masing tangan pada sudut rahang). c. Gunakan gerakan mengangkat untuk menggerakkan rahang ke arah depan dengan kedua tangan. Kedua tehnik tersebut diatas mendorong pangkal lidah ke depan, dan melepaskannya dari dinding belakang Membebaskan Jalan Napas (Airway) dari Sekret Ada dua cara untuk membersihkan airway dari sekret/cairan. Dengan posisi miring dan sapuan jari. Tehnik tehnik tersebut dapat dilakukan sendiri sendiri, ataupun secara bersamaan, tergantung kondisi korban. 1. Posisi miring Posisi ini digunakan pada penderita bukan trauma yang tidak sadar tetapi masih bernapas dengan baik. Cara ini tidak mungkin digunakan bila kita hendak melakukan pernapasan buatan atau kompresi jantung.

17 2. Sapuan jari Muntah yang banyak atau benda padat yang ada dalam rongga mulut/faring dapat mengakibatkan kematian kerena airway tersebut. Sapuan jari dilakukan hanya pada korban yang kesadarannya sama sekali hilang, karena kita akan memasukkan jari kedalam mulut korban. Sapuan jari dapat dilakukan sampai daerah faring, namun hal ini jangan dilakukan pada anak anak, karena dapat mencederai faring yang lembut, selalu menggunakan sarung tangan ketika melakukan sapuan jari. Cara melakukan sapuan jari pada korban yang tidak sadar, adalah : a. Miringkan kepala korban kearah penolong (bila bukan korban cedera), posisi ini dapat mengalirkan/mengeluarkan benda asing, juga membantu pangkal lidah jatuh kebelakang tenggorokan. b. Buka mulut korban dan lihat kedalam, jika terlihat cairan atau setengah cairan, tutuplah ujung jari telunjuk dan jari tengah anda dengan kain/kasa (jangan memakai sarung tangan) c. Masukkan jari telunjuk anda dengan menelusuri bagian dalam pipi dan tenggorokan sampai di pangkal lidah (gunakan jari kelingking untuk bayi atau anak) lalu kait semua benda asing keluar. Jangan sampai anda mendorong benda lebih ke dalam tenggorokan korban.

18 Sumbatan Benda Asing pada Jalan Napas Sumbatan jalan napas karena benda asing sangat berbahaya dalam harus dibersihkan karena apabila korban tidak dapat bernapas, anda tidak dapat memberikan pernapasan buatan. Sumbatan jalan napas pada korban yang sadar dapat menyebabkan henti jantung. Pada sumbatan total, pernapasan akan berhenti karena benda asing tersebut menyumbat jalan napas sepenuhnya. Beberapa menit kemudian korban yang sadar akan menjadi tidak sadar (karena kekurangan oksigen) dan kematian akan terjadi jika sumbatan tidak diatasi. Sumbatan jalan napas yang paling sering ditemukan adalah disebabkan oleh makanan, penyebab umum lainnya gigi palsu yang lepas (Depkes RI, 2008) Sumbatan benda asing pada jalan napas dapat parsial (sebagian) dan total. Pada sumbatan parsial korban masih dapat bernapas karena tidak sepenuhnya menyumbat pernapasan. Walaupun penderita tersebut mempunyai pertukaran udara yang bagus, kita tidak boleh meninggalkan korban dengan sumbatan parsial, karna bisa saja berubah menjadi sumbatan total (AGD 118, 2012) Penatalaksanaan pra rujukan rumah sakit pada korban dengan sumbatan jalan napas dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Sumbatan parsial ( korban masih bernapas cukup baik) Penderita dengan sumbatan parsial dapat diminta untuk batuk. Pada keadaan ini lakukan hal hal sebagai berikut : a. Anjurkan penderita untuk bantuk. Jangan lakukan tindakan yang lain

19 b. Jangan pernah meninggalkan korban sampai kita tahu pasti bahwa jalan napas korban sudah bersih. c. Jika korban tidak dapat mengeluarkan benda sendiri mintalah pertolongan sesuai dengan prosedur rujukan pada SPGDT. 2. Sumbatan total (tidak dapat bernapas), atau parsial dengan pernapasan lemah (penderita masih sadar) Pada keadaan ini harus dilakukan manuver dan heimlich atau dorongan perut (Abdominal thrusts) Tindakan heimlich akan mendorong diafragma dengan cepat keatas, dan juga memperkecil rongga toraks dengan cepat, sehingga terjadi semacam proses pengeluaran napas paksa yang kemudian diharapkan dapat mengeluarkan benda asing. Jangan lakukan pemukulan punggung (back blow) pada orang dewasa. Tindakan heimlich dilakukan sebagai berikut : a. Berdiri di belakang penderita dan peluklah dari belakang, selipkan satu lutut diantara ke dua tungkai korban. Hal ini akan membantu jatuh lebih perlahan apabila kehilangan kesadaran. b. Kepalkan satu tangan dan letakkan di tengah perut di atas pusar tetap di bawah xifoid. c. Letakkan tangan yang lain diatas kepalan tangan pertama d. Lakukan pendorongan perut (abdominal thrusts) Hati hati pada posisi anda, jika tidak benar atau anda terlalu cepat, anda dapat kehilangan keseimbangan dan jatuh menimpa korban. Jika posisi tangan

20 anda terlalu tinggi, anda dapat menyebabkan luka bagian dalam. Pada korban yang hamil dan sangat gemuk lakukan manuver ini dengan meletakkan kepalan tangan di tengah tulang dada korban dan lakukan hentakan dada (chest thrusts) 3. Orang dewasa, sumbatan airway total dan tidak sadar Penderita tidak sadar seperti ini biasanya terjadi pada keadaan : a. Sudah dilakukan tindakan heimlich tetapi tidak berasil, dan kemudian korban jatuh dan menjadi tidak sadar. b. Penderita tidak sadar dan pada saat dilakukan pernapasan buatan, tiupan kita terasa berat (ada hambatan) Pada keadaan seperti diatas, lakukan hentakan perut (abdominal thrust). Pada saat menemukan korban tidak sadar dan kita belum mengetahui apa penyebabnya lakukan hal hal sebagai berikut : 1) Usahakan untuk memberikan ventilasi pada penderita Pertama tama selalu buka jalan napas, kemudian berikan ventilasi buatan 2 kali, jika tiupan terasa berat, dada korban tidak terangkat, maka ini adalah sumbatan jalan napas). 2) Melakukan hentakan perut a) Berlututlah dengan menunggangi korban b) Tempatkan tumit tangan dari satu tangan di tengah perut korban sedikit diatas pusar dan tepat di bawah xifoid. Tempatkan tangan kedua diatas tangan pertama c) Lakukan hentakan perut, dapat diulangi sampai 5 kali.

21 3) Lakukan sapuan jari a) Buka jalan napas b) Lakukan sapuan jari c) Lakukan urutan A B C secara terus menerus sampai benda asing keluar Menilai dan Memperbaiki Pernapasan (Breathing) Pada dasarnya untuk pernapasan ada 3 (tiga) hal yang perlu dilakukan : 1. Menilai pernapasan Bernapas harus tanpa usaha tambahan a. Lihat apakah dada turun naik seperti biasanya korban bernapas, bila korban menggunakan otot leher yang berlebihan atau otot otot antar tulang iga korban terlihat ikut bergerak, kemungkinan korban dalam keadaan sesak. b. Awasi penderita yang sadar apabila berbicara. Berbicara berarti bahwa udara bergerak melewati pita suara. Jika korban hanya dapat bersuara atau berbicara beberapa patah kata saja, kemungkinan pernapasan tidak cukup (adekuat). Korban yang berbicara dalam kalimat lengkap tanpa kesulitan, pernapasan berarti cukup (adekuat). Pada korban yang tidak sadar, bukalah airway. Letakkan telinga anda dengan mulut dan hidung korban selama 5 detik dan lihat dengar raba (sekaligus menilai airway). 1) Lihat : turun naiknya dada 2) Dengar : udara yang keluar dari mulut dan hidung korban

22 3) Raba : rasakan udara yang keluar dari mulut dan hidung korban pada pipi kita Jika ada sumbatan pada airway baru saja terjadi, dada korban mungkin masih akan turun naik, namun tidak ada arus udara yang keluar dari hidung atau mulut korban. Pernapasan agonal (korban bernapas dengan megap megap secara lambat) dapat terjadi pada henti jantung atau pernapasan yang sebentar lagi akan berhenti. Bila karena henti jantung mendadak, maka megap megap ini tidak akan berlangsung lama, dan akan segera diikuti dengan berhentinya pernapasan Tanda tanda Pernapasan yang tidak Adekuat Sangat penting bagi kita untuk mengenal tanda tanda pernapasan yang tidak adekuat. Tanda pernapasan tidak adekuat adalah : 1. Frekuensi pernapasan tidak normal 2. Sesak 3. Sianosis 4. Perubahan kesadaran 5. Denyut jantung yang lambat atau sangat cepat yang disertai dengan jumlah pernapasan yang lambat Memperbaiki Pernapasan 1. Pernapasan buatan (Assisted ventilation) Jika berhubungan dengan jalan napas korban maka kita potencial terkontaminasi dengan ludah atau muntahan korban, karena itu selalu proteksi diri.

23 Jika korban masih bernapas, maka siberikan bantuan pernapasan bila : a. Pernapasan terlalu lambat b. Pernapasan yang terlalu dangkal c. Pernapasan yang sangat cepat 2. Beberapa cara pernapasan buatan yang harus dikuasai : a. Pernapasan mulut ke mulut b. Pernapasan mulut ke masker c. Pernapasan mulut ke Bag Valve Mask (BVM) Resusitasi Jantung Paru (RJP) Bila sel tubuh tidak mendapatkan oksigen, jaringan vital seperti otak dan jantung akan rusak. Hal ini dapat menyebabkan kematian Pengertian Mati Klinis dan Mati Biologis 1. Mati Klinis Korban dinyatakan mati secara klinis apabila berhenti bernapas dan jantung berhenti berdenyut. Pada keadaan ini masih dapat diusahakan agar korban hidup kembali apabila dilakukan RJP. 2. Mati Biologis Kerusakan sel otak dimulai 4 6 menit setelah berhentinya pernapasan dan sirkulasi darah. Setelah 10 menit biasanya sudah terjadi kematian biologis. Pada keadaan ini korban tidak dapat ditolong lagi. Dengan demikian dalam keadaan mati klinis perlu dilakukan tindakan cepat agar tidak menjadi mati biologis. Tindakan yang dilakukan secara umum di sebut

24 bantuan hidup dasar yaitu segala hal yang bersangkutan dengan Airway, Breathing, dan Circulation Tanda Kematian Biologis Walaupun korban belum menunjukkan tanda tanda pembusukan, namun ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa korban sudah mati biologis, yaitu : 1. Kebiruan (lembam mayat) 2. Kekakuan (rigor mortis) 3. Pembusukan yang nyata, terutama bau busuk. Bila terlihat tanda tanda kematian biologis, RJP tidak perlu dilakukan lagi Pemijatan Jantung Jantung dapat dibuat seolah olah berdenyut dengan menekan dada dari luar. Pada tindakan ini kita menekan dada sehingga tekanan dalam rongga dada menjadi sangat tinggi, dan saat melepas tekanan pada dinding dada, rongga dada akan kembali ke bentuk semula karena elastis, dan terjadi penurunan tekanan dalam rongga dada Langkah-langkah sebelum Melakukan RJP Sebelum melakukan RJP pada korban, kita harus : 1. Pastikan bahwa korban tidak sadar 2. Pastikan bahwa korban tidak bernapas 3. Pastikan bahwa nadi korban tidak teraba Untuk korban tidak sadar, cari denyut nadi karotis, dengan cara : 1. Letakkan dua jari diatas laring, jangan gunakan ibu jari

25 2. Geserkan jari penolong ke samping. Hentikan di sela sela antara laring dan otot leher 3. Rasakan nadi, tekan selama 5 10 detik Resusitasi Jantung Paru merupakan kombinasi pemijatan jantung dan napas buatan. Untuk dapat melakukan RJP dengan seksama, maka baik korban maupun penolong harus dalam posisi yang tepat. 1. RJP dengan satu penolong pada orang dewasa a. Lakukan penekanan dada dengan perbandingan 2x tiupan diikuti 30x penekanan dada b. Buka jalan napas, kemudian berikan 2 tiupan yang masing masing waktunya 1,5 sampai 2 detik. Pastikan kita menarik napas yang dalam sebelum memberikan tiupan napas. c. Lanjutkan sampai 4 kali putaran dari 15 tekanan dan 2 ventilasi 2. RJP dengan dua penolong pada orang dewasa Penderita ditidurkan lurus telentang, pada permukaan yang datar dan padat. Jika memakai baju, buka bajunya sehingga kita dapat melihat tulangnya. Penolong pertama berlutut pada ujung kepala korban, penolong kedua berlutut pada sisi kanan dada korban. Lakukan penekanan dada : a. Lokasi penekanan pada area, dua jari di atas proxesus xifoideus b. Penekanan dilakukan dengan menggunakan pangkal telapak tangan. Dengan posisi satu tangan diatas tangan yang lain.

26 Dibawah ini adalah algoritma bantuan hidup dasar pada orang dewasa yang menggambarkan langkah langka Resusitasi Jantung Paru (RJP) 1 2 Tidak Respon Tidak Bernapas atau Bernapas tidak Normal Aktifkan sistem respon kegawatdaruratan Ambil AED/defibrillator atau kirim orang kedua RJP Kualitas Tinggi - Kecepatan paling sedikit 100x/m - Kedalaman kompresi 2 inci (5 cm) - Biarkan dada recoil setiap setelah kompresi - Minimalkan interupsi terhadap kompresi dada - Hindari ventilasi yang berlebihan 3 Nadi Teraba 3A 4 Nadi tidak teraba 5 Cek nadi selama < 10 detik Mulai 30 kompresi dan 2 ventilasi AED/defibrillator datang - Beri 1 napas tiap 5 6 detik - Cek nadi kembali tiap 2 menit 6 Cek irama Irama shockable shockable Berikan 1 shock Segera lakukan RJP selama 2 menit unshockable Segera lakukan RJP selama 2 menit Cek irama tiap 2 menit : lanjutkan sampai tim BHL datang atau korban mulai bergerak

27 Gambar 2.1 Algoritma Bantuan Hidup pada Orang Dewasa Sumber : AHA (Amarican Heart Association) 2.3 Teori Pembentukan Kesiapsiagaan Menurut Citizen Corps (2006), perilaku kesiapsiagaan dapat diuji dengan menggunakan Transtheoritical Model dari Perilaku Berubah, yang juga disebut sebagai tahap-tahap model perubahan. Pada model ini, individu mendemonstrasikan berbagai tingkat kesiapan untuk berubah atau berbagai tingkat aktifitas saat ini. Model ini menempatkan individu dalam 5 (lima) tahap yang mengindikasikan kesiapan untuk mengupayakan, membuat atau mendukung perubahan perilaku. Kelima tahap tersebut adalah : 1. Precontemplation (Pra Renungan), dimana pada tahap ini individu tidak berniat untuk berubah atau bahkan berfikir tentang perubahan dalam waktu dekat (biasanya diukur 6 bulan berikutnya) 2. Contemplation (Renungan), dimana individu belum dipersiapkan untuk mengambil tindakan pada saat ini, tetapi berniat untuk mengambil tindakan dalam jarak enam bulan kedepan. 3. Preparation (Persiapan), dimana individu secara aktif mempertimbangkan untuk mengubah perilakunya kedepan dengan segera 4. Action (Tindakan), dimana individu benar-benar membuat suatu perubahan perilakunya beberapa waktu yang lalu, namun perubahan tersebut belum dipertahankan dengan baik (dipertahankan 6 bulan atau kurang).

28 5. Maitenance (Pemeliharaan), dimana individu telah berubah perilakunya, telah dipertahankan lebih dari 6 bulan, dan sedang bekerja untuk menjaga perubahannya. Menurut Merriam-Webster, kesiapan dapat didefinisikan sebagai persiapan secara mental dan fisik pada suatu pengalaman atau tindakan. Antonovsky (1987), Bandura (1977), Rosenbaum (1988), Meichenbaum & Cameron (1983), seorang individu dindikasikan siap untuk berubah mencakup kemampuan untuk berkoping, menyelesaikan masalah, dan ditunjukkan dengan perilaku yang baik/sehat (Walinga, 2008) Menurut Mc.Kiernan et al (2005), teori perkembangan evolusi dari kesiapsiagaan dan plastisitas Brunswikian menyatakan bahwa perilaku berhubungan antara terbentuknya kebiasaan dan punahnya kebiasaan. Perilaku tersebut disebabkan tampilan domain independen dan domain dependen. Domain independen berada pada dalam prinsip pengorganisasian yang digunakan untuk mengolah berbagai bentuk indikator data yang masih terdapat ketidaksesuaian/kekeliruan. Sedangkan domain dependen berada antara pemberlakuan lingkungan yang unik dan pemanfaatan indikator fungsi dari lingkungan tersbut Teori Pembentukan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2007) Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu kedalam 3 (tiga) domain, ranah

29 atau kawasan, yaitu : 1) kognitif (cognitive), 2) afektif (affective), dan 3) psikomotor (psychomotor). Menurut Chaplin dalam Pieter dan Lumongga (2010), perilaku adalah kumpulan reaksi, perbuatan, aktivitas, gabungan gerakan, tanggapan ataupun jawaban yang dilakukan seseorang, seperti proses berpikir, bekerja, dan sebagainya. Suliha (2001), menyatakan perilaku adalah interelasi stimulus eksternal dengan stimulus internal yang memberikan respons eksternal. Stimulus internal adalah stimulusstimulus yang berkaitan dengan kebutuhan fisik dan psikologis. Sedangkan stimulus eksternal adalah segala macam reaksi seseorang akibat faktor dari luar diri atau dari lingkungan. Menurut Green, et al (1989), faktor perilaku ditentukan oleh 3 (tiga) kelompok, yaitu: (1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yakni faktor yang mendasari terjadinya perilaku, mencakup pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, dan variabel demografi tertentu, (2) Faktor pemungkin (enabling factors), yakni faktor yang memungkinkan timbulnya motivasi atau aspirasi untuk terlaksananya suatu perilaku, mencakup ketersediaan sumber daya kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap kesehatan, serta keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan, (3) Faktor penguat (reinforcing factors), yakni faktor penyerta yang datang sesudah terjadinya perilaku. Yang termasuk kedalam faktor penguat adalah keluarga, teman sebaya, guru, pengambil kebijakan, dan petugas kesehatan. Menurut Teori Belajar Sosial Kognitif yang dikemukakan oleh Rotter dalam Feist dan Feist (2008), perilaku manusia dapat diprediksi paling baik dengan

30 memahami interaksi manusia dan lingkungannya yang paling bermakna. Rotter yakin bahwa perilaku manusia berasal dari interaksi antara faktor pribadi dan faktor lingkungan. Faktor-faktor kognitif (personal) manusia seperti pengetahuan, ekspektansi, persepsi subjektif, nilai, tujuan, dan standar pribadi berperan penting dalam membentuk kepribadian, selanjutnya kepribadian akan memengaruhi perilaku manusia Kesiapsiagaan Perawat Menghadapi Bencana Pengetahuan Menurut Notoatmoodjo (2007), pengetahuan adalah hasil tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Terdapat 6 (enam) tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif yaitu: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

31 telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam bentuk konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

32 Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun dan dapat merencanakan, dapat meringkaskan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Menurut Sutton dan Tierney (2006), kegiatan kesiapsiagaan hendaknya didasarkan kepada pengetahuan tentang potensial dampak bahaya bencana dalam kesehatan dan keselamatan, kegiatan pemerintahan, fasilitas dan infrastruktur, pemberian pelayanan, kondisi lingkungan ekonomi, serta dalam peraturan dan kebijakan. Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006) parameter pertama faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam adalah pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana. Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian untuk siap siaga menghadapi bencana. Zailani.dkk (2006) menyatakan bahwa pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana seringkali terabaikan pada petugas kesehatan yang belum memiliki pengalaman langsung dalam menangani bencana bencana alam.

33 Sikap Menurut Notoatmodjo (2007), sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan pada sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap berita bencana yaitu terlihat dari kesediaan dan perhatiannya terhadap berita. 2. Merespon (responding) Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

34 3. Menghargai (valuing) Menghargai dapat dilihat dari sikap mengajak orang lain mengerjakan sesuatu atau berdiskusi mengenai suatu masalah. Misalnya seorang petugas yang mengajak petugas lainnya untuk menilai resiko bencana disuatu daerah serta melakukan mitigasi terhadap resiko bencana tersebut. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung atau tidak langsung. Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2007), sikap biasanya memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang dihadapi, oleh karena itu sikap merupakan predisposisi untuk berespon yang akan membentuk tingkah laku. Terdapat 3 (tiga) komponen pokok sikap yaitu: 1. Komponen kognisi yang berhubungan dengan kepercayaan atau keyakinan, serta ide dan konsep terhadap objek, artinya keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. 2. Komponen afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang atau evaluasi orang terhadap objek, artinya penilaian (terkandung dalam faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. 3. Komponen konasi yang berhubungan dengan kecenderungan untuk bertingkah laku atau bertindak (tend to behave), sikap merupakan komponen yang mendahului

35 tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka. Ketiga komponen ini secara bersama sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), salah seorang ahli psikologis social, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bentindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Menurut Transtheoretical Model of Behaviour Change yang dinyatakan oleh Citizen Corps (2006), sikap diartikan individu meyakini bahwa mampu untuk mengambil tindakan-tindakan kesiapsiagaan, meyakini dalam efektifitas dan penggunaan tindakan kesiapsiagaan, meyakini bahwa tindakan-tindakan kesiapsiagaan sebanding dengan investasi waktu dan sumber daya. Menurut Syaruddin dan Fratidhina (2009), Menumbuhkan suatu sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini merupakan hal yang sangat penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia Keterampilan Menurut Gordon (1988), Keterampilan adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya, keterampilan perawat dalam menangani kasus gawat darurat, perawat tersebutkan akan melaksanakannya secara efektif dan efesian. Sedangkan menurut Sutrisno (2012), keterampilan adalah hal hal yang orang bisa lakukan dengan baik.

36 Keterampilan yang dimiliki oleh seseorang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Menurur Garry Dessler, pendidikan dan pelatihan memberikan pengetahuan dan keterampilan baru bagi seseorang yang sangat dibutuhkan dalam melaksanakan perkerja dan tugas. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan pelatihan, yaitu : (1) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik, (2) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab dan kemajuan, (3) mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri, (4) membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas tugas baru (Nursalam, 2008). Peningkatan keterampilan merupakan strategi yang diarahkan untuk meningkatkan efesiensi, efektivitas dan sikap tanggap dalam mengahadapi bencana Landasan Teori Kesiapsiagaan (preparedness) menghadapi bencana alam adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi bencana sehingga tindakan yang dilakukan pada saat dan setelah terjadi bencana dilakukan secara tepat dan efektif (Rahayu dkk, 2009). Perawat Puskesmas sebagai lini terdepan yang berperan pada pertolongan pertama pada korban, mempersiapkan masyarakat dalam upaya pencegahan terjadinya kasus gawat darurat maupun memberikan pertolongan bantuan hidup dasar, guna untuk menyelamatkan korban gawat darurat yang bisa menyebabkan kematian sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh perawat (Depkes RI, 2006)

37 Menurut Transtheoretical Model of Behaviour Change yang dinyatakan oleh Citizen Corps (2006), faktor-faktor yang memengaruhi kesiapsiagaan terhadap bencana adalah 1) external motivasi meliputi kebijakan, pendidikan dan latihan, dana, 2) pengetahuan, 3) sikap, 4) keahlian. Menurut Mc.Kiernan et al, 2005, teori perkembangan evolusi dari kesiapsiagaan dan plastisitas Brunswikian menyatakan bahwa perilaku berhubungan antara terbentuknya kebiasaan dan punahnya kebiasaan. Menurut Lawrence Green (1980), perilaku ditentukan oleh 3 faktor yaitu : 1) Faktor predisposisi (Predisposing Factors) yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, dan lain sebagainya 2) Faktor pendukung (Enabling Factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, ketersediaan sumber daya kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap kesehatan, serta keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan), 3) Faktor pendorong (Reiforcing Factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku ( keluarga, teman sebaya, guru, pengambil kebijakan, dan petugas kesehatan). Bloom (1908), membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain (ranah/kawasan) yang terdiri dari ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain) yang ketiganya diukur dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktik (practice). Pengetahuan merupakan kunci utama kesiapsiagaan. Pengetahuan dan sikap mengenai tanda-tanda bahaya dan kesiapsiagaan menghadapinya menjadi prioritas, namun untuk mewujudkannya menjadi lebih baik tentu sangat diperlukan dukungan dari orang-orang terdekat, khususnya keluarga (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006).

38 Merujuk pada Teori Green dan teori perubahan perilaku (Bloom), serta berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti, terkait dengan kesiapsiagaan perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratanakibat bencana, maka faktor yang paling berpengaruh adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat Kerangka Konsep Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut : Kesiapsiagaan Perawat dalam memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan a. Pengetahuan b. Sikap c. Keterampilan - Heimlich Manuver - Resusitasi Jantung Paru Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka konsep, maka dapat dijelaskan bahwa variabel dalam penelitian ini adalah Kesiapsiagaan Perawat yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam memberikan pelayanan Kegawatdaruratan Sistem pernapasan.

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) Sistem utama tubuh manusia Sistem Pernapasan Sistem Peredaran Darah Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan

Lebih terperinci

Universita Sumatera Utara

Universita Sumatera Utara PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth, Bapak/Ibu.. Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR Apa yang akan Anda lakukan jika Anda menemukan seseorang yang mengalami kecelakaan atau seseorang yang terbaring di suatu tempat tanpa bernafas spontan? Apakah Anda

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan tau kognitif

Lebih terperinci

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas BASIC LIFE SUPPORT Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami

Lebih terperinci

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) Tahapan-tahapan BHD tindakan BHD dilakukan secara berurutan dimulai dengan penilaian dan dilanjutkan dengan tindakan. urutan tahapan BHD adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi secara tiba-tiba dalam tempo relatif singkat dalam hubungan antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT Klinik Pratama 24 Jam Firdaus Pendahuluan serangkaian usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan seseorang dari kematian

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT PERTOLONGAN GAWAT DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Keadaan gawatdarurat sering terjadi pada jemaah haji di Arab Saudi. Keterlambatan untuk mengidentifikasi dan memberikan pertolongan yang tepat dan benar dapat

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR )

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR ) RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR ) 1 MINI SIMPOSIUM EMERGENCY IN FIELD ACTIVITIES HIPPOCRATES EMERGENCY TEAM PADANG, SUMATRA BARAT MINGGU, 7 APRIL 2013 Curiculum vitae

Lebih terperinci

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TUJUAN Memahami pengertian bencana dan krisis Memahami penyebab terjadinya bencana Mengidentifikasi proses terjadinya bencana Mengidentifikasi respons individu terhadap

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK KOORDINATOR SKILLS LAB SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATAOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan

Lebih terperinci

REKOMENDASI RJP AHA 2015

REKOMENDASI RJP AHA 2015 REKOMENDASI RJP AHA 2015 Ivan Laurentius NIM 112014309 Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA Periode 26 Oktober 14 November 2015 Rumah Sakit Bhakti Yudha Depol Pembimbing: dr. Amelia,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA. DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN...5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA...8 5W 1H BENCANA...10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA...11 SEJARAH BENCANA INDONESIA...14 LAYAKNYA AVATAR (BENCANA POTENSIAL INDONESIA)...18

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA Pilih jawaban yang paling benar 1. Pada cardiac arrest yang bukan karena asphiksia dilakukan tindakan: a. Pijat jantung b. DC shock c. Pijat jantung nafas buatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadian bencana telah terjadi di Indonesia, baik bencana alam, bencana karena

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadian bencana telah terjadi di Indonesia, baik bencana alam, bencana karena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia terletak di daerah rawan bencana. Berbagai jenis kejadian bencana telah terjadi di Indonesia, baik bencana alam, bencana karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dari manusia, yang sekadar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

RESUSITASI JANTUNG PARU. sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah

RESUSITASI JANTUNG PARU. sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah RESUSITASI JANTUNG PARU Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. alam (natural disaster) maupun bencana karena ulah manusia (manmade disaster).

BAB 1 PENDAHULUAN. alam (natural disaster) maupun bencana karena ulah manusia (manmade disaster). 19 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia sering mengalami bencana, baik bencana alam (natural disaster) maupun bencana karena ulah manusia (manmade disaster). Kejadian

Lebih terperinci

RJPO. Definisi. Indikasi

RJPO. Definisi. Indikasi Algoritma ACLS RJPO Definisi Resusitasi atau reanimasi mengandung arti harfiah menghidupkankembali, dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatue pisode henti jantung berlanjut menjadi

Lebih terperinci

TOKSIKOLOGI BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Alfi Yasmina. Sola dosis facit venenum

TOKSIKOLOGI BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Alfi Yasmina. Sola dosis facit venenum TOKSIKOLOGI Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik Sola dosis facit venenum 1 KLASIFIKASI Berdasarkan cara: Self-poisoning Attempted poisoning Accidental poisoning

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan bukanlah hanya sekedar pertemuan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara subjek

Lebih terperinci

13. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Pesawat Udara SUBSTANSI MATERI

13. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Pesawat Udara SUBSTANSI MATERI 13. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Pesawat Udara Modul Diklat Basic PKP-PK 13.1 Kecelakaan pesawat udara 13.1.1 Terjadinya kecelakaan pesawat udara a. Kecelakaan pesawat udara diketahui sebelumnya;

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan di Indonesia adalah pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu

Lebih terperinci

Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital *

Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital * Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital * PENILAIAN AWAL (PRIMARY SURVEY) HARTONO** *dibacakan pada acara workshop "Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital IndoHCF, Bidakara Hotel,

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I Lampiran Surat Keputusan Direktur RSPP No. Kpts /B00000/2013-S0 Tanggal 01 Juli 2013 PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA 2 0 1 3 BAB I 0 DEFINISI Beberapa definisi Resusitasi Jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Menurut undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,

Lebih terperinci

Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR. Bagian Diklat RSCM

Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR. Bagian Diklat RSCM Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR APA YANG HARUS DILAKUKAN? 2 Kategori penolong (TMRC) (dokter/perawat) (penolong awam) BANTUAN HIDUP DASAR Bantuan hidup dasar (BHD)

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BENCANA KEBUMIAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL HARLINDA SYOFYAN, S.Si., M.Pd PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR 11/30/2016 PSD131-BA-TM12-PGSD_UEU

BENCANA KEBUMIAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL HARLINDA SYOFYAN, S.Si., M.Pd PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR 11/30/2016 PSD131-BA-TM12-PGSD_UEU BENCANA KEBUMIAN HARLINDA SYOFYAN, S.Si., M.Pd PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2016 11/30/2016 PSD131-BA-TM12-PGSD_UEU-2016 1 PETA KONSEP 11/30/2016 PSD131-BA-TM12-PGSD_UEU-2016 2

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis, posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), lempeng eura-asia

Lebih terperinci

PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD RUMAH SAKIT

PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD RUMAH SAKIT PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD RUMAH SAKIT I. PENGERTIAN Triase (Triage) adalah tindakan untuk memilah/mengelompokkan korban berdasar beratnya cidera, kemungkinan untuk hidup, dan keberhasilan

Lebih terperinci

Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM)

Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM) Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM) Medical Emergency Response Plan merupakan bagian integral dari tanggap darurat keseluruhan, bertujuan mengurangi dampak penyakit mendadak

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. Menurut Center of Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), bencana didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Perilaku Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. Menurut WHO/UNICEF Tahun 2004 menyusui adalah suatu cara yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. Menurut WHO/UNICEF Tahun 2004 menyusui adalah suatu cara yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Untuk Menyusui Tinjauan tentang menyusui meliputi definisi menyusui, manfaat menyusui, karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. 2.1.1 Definisi

Lebih terperinci

BAB II JENIS-JENIS BENCANA

BAB II JENIS-JENIS BENCANA Kuliah ke 2 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB II JENIS-JENIS BENCANA Dalam disaster management disebutkan bahwa pada dasarnya bencana terdiri atas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik faktor alam dan/ atau faktor non alam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bantuan Hidup Dasar (Basic life support) 2.1.1. Definisi Istilah basic life support mengacu pada mempertahankan jalan nafas dan sirkulasi. Basic life support ini terdiri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebakaran merupakan salah satu jenis bencana yang cukup potensial dengan meninggalkan kerugian yang besar jika tidak mendapatkan perhatian dan penanganan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGETAHUAN 1. Defenisi Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan tau kognitif

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS KEADAAN DARURAT

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PENINGKATAN KERAMPILAN PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT Bagi KARYAWAN PUSKESMAS KEBONSARI

KERANGKA ACUAN PENINGKATAN KERAMPILAN PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT Bagi KARYAWAN PUSKESMAS KEBONSARI KERANGKA ACUAN PENINGKATAN KERAMPILAN PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT Bagi KARYAWAN PUSKESMAS KEBONSARI A. PENDAHULUAN Penanggulangan penderita gawat darurat adalah suatu pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KEHAMILAN RISIKO TINGGI 2.1.1 Defenisi Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin

Lebih terperinci

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN Pengertian P3K Pertolongan sementara yang diberikan kepada seseorang yang menderita sakit atau kecelakaan sebelum mendapat pertolongan dari dokter. Sifat dari P3K :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I

KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I 1. PENDAHULUAN Puskesmas rawat inap merupakan organisasi fungsional dalam upaya kesehatan yang memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah orang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN 162 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM KESIAPSIAGAAN TRIASE DAN KEGAWATDARURATAN PADA KORBAN BENCANA MASSAL DI PUSKESMAS LANGSA BARO TAHUN 2013 NO. RESPONDEN : I. PETUNJUK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan

BAB 1 PENDAHULUAN. paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Undang-undang No. 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif),

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggaunggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Materi 12 CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Oleh : Agus Triyono, M.Kes A. CEDERA KEPALA Pengertian : Semua kejadian pada daerah kepala yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Definisi Perilaku Menurut Kwick dalam Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB I KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway Primary Survey Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan

Lebih terperinci

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 KELOMPOK 9 Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 kali/menit suara ngorok dan seperti ada cairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Ada beberapa pengertian tentang kecemasan, diantaranya disampaikan oleh Kaplan dan Saddok (1997) kecemasan merupakan suatu

Lebih terperinci

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Pengertian Keperawatan Gawat Darurat (Emergency Nursing) merupakan pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG 14.41 No comments BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengertian banjir dalam Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengertian banjir dalam Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian banjir dalam Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga Bencana (2008) adalah suatu kejadian saat air menggenani daerah yang biasanya tidak digenani air dalam

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

ASKEP KEGAWATAN AKIBAT TENGGELAM. By Yoani Maria V.B.Aty

ASKEP KEGAWATAN AKIBAT TENGGELAM. By Yoani Maria V.B.Aty ASKEP KEGAWATAN AKIBAT TENGGELAM By Yoani Maria V.B.Aty Tenggelam (drowning) merupakan cedera oleh karena perendaman (submersion/immersion) yang dapat mengakibatkan kematian dalam waktu kurang dari 24

Lebih terperinci