PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)
|
|
- Surya Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) WHENNIE SASFIRA ADLY DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
2 ABSTRACT Change of agrarian structure cover ownership patten, domination and farm exploiting. Domination of land not yet of course and do not have to be joined with ownership. Ownership of farm show at formal domination while domination sho effective domination. Factors which can influence change of agrarian structure among other things: (1) Resident growth, (2) Economic factor, (3) Social-culture factor, that is farm endowment, dan (4) accessing to main road countryside. Pattern of farm exploiting in drainage basin have to pay attention to method of conservation to take care of permanence of River Side Area resoursces. Conservancy of the River Side Area need participation from stakeholders, like government, socialize, and also private sector. So, that later can be created by management of inwrought River Side Area. Keywords: agrarian structure, conservation and management of inwrought DAS.
3 RINGKASAN WHENNIE SASFIRA ADLY. PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya. (Dibimbing oleh MARTUA SIHALOHO). Masyarakat DAS merupakan masyarakat agraris yang sangat tergantung dari sumberdaya lahan (PSP IPB, 2005). Bagi masyarakat di sekitar DAS, bertani/buruh tani masih menjadi pilihan. Ketika masyarakat tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan subsistennya kemudian akan mendorong mereka melakukan konversi hutan alam menjadi lahan budidaya pertanian, baik berupa sawah maupun kebun campuran. Penggunaan lahan secara intensif oleh masyarakat ikut mempercepat alih fungsi lahan. Pengelolaan lahan pertanian yang tidak memperhatikan kaidah koservasi akan mempengaruhi kondisi lingkungan DAS. Seperti munculnya lahan potensial kritis, erosi, degradasi hutan-lahan, dan deforestasi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Analisis perubahan struktur agraria di DAS Citanduy; (2) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan struktur agraria di DAS Citanduy; (3) analisis perubahan struktur agraria dan pengelolaan DAS saat ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung data kuantitatif yang diperoleh dari hasil survei melalui instrumen kuesioner untuk mengetahui perubahan struktur mencakup pemilikan, penguasaan, pengusahaan
4 lahan yang terjadi. Metode pendekatan kualitatif yang digunakan berupa wawancara, observasi dan analisis dokumen. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Pemilikan lahan pertanian dan lahan tergarap sawah penduduk Desa Tanjungsari mengalami perubahan jika dilihat dari periode sebelum tahun 1999 (dahulu) dan periode tahun 1999 hingga 2009 (sekarang). Misalnya, petani yang dahulunya merupakan tunakisma, sekarang berubah posisi menjadi petani pemilik lahan sempit. Namun juga ada diantara petani yang mengalami penurunan posisi dari petani pemilik lahan luas menjadi pemilik lahan sempit. Perubahan ini disebabkan oleh perolehan warisan yang diterima penduduk tunakisma sehingga membuat mereka masuk ke dalam golongan petani berlahan sempit. Penduduk Desa Tanjungsari dapat dikelompokkan ke dalam empat golongan, yaitu: (1) pemilik penggarap murni, (2) pemilik penggarap dan/atau pemilik penyewa, (3) penggarap murni, dan (4) tunakisma sawah. Pola penguasaan lahan di desa ini juga mengalami perubahan dari periode sebelum tahun 1999 dan periode tahun Sekarang jumlah petani pemilik berlahan sempit meningkat tajam, hal ini menunjukkan bahwa pola hubungan produksi bagi hasil yang terjadi di Desa Tanjungsari meningkat. Penduduk yang tidak mampu membeli lahan kemudian memilih menerapkan pola hubungan bagi hasil. Peristiwa meletusnya Gunung Galunggung tahun 1982 mengakibatkan terjadinya perkembangan pembukaan lahan di Desa Tanjungsari. Dahulunya, lahan penduduk desa berupa hamparan kebun pandan dan singkong. Namun sekarang, perkebunan pandan dan singkong tersebut berubah menjadi hamparan
5 lahan sawah. Hal ini juga berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk dari yang dahulunya adalah pengrajin pandan, beralih menjadi petani. Pola pemanfaatan lahan yang dilakukan penduduk pada umumnya adalah monokultur. Hal ini disebabkan oleh: (1) biaya yang dibutuhkan untuk menanam jenis tanaman palawija lebih besar dibanding padi, (2) susah dalam pemasaran hasil, dan (3) andil keputusan petani pemilik yang lebih cenderung memilih pola monokultur. Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan struktur agraria Desa Tanjungsari diantaranya: (1) meletusnya Gunung Galunggunga, (2) faktor keterdesakan ekonomi, (3) faktor sosial budaya (warisan), (4) harga jual tanaman kayu, (5) akses ke jalan utama desa, dan (6) keinginan berinvestasi lahan pertanian. Perubahan struktur agraria dalam hal pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan konservasi dapat mengganggu stabilitas DAS dalam menjalankan fungsinya. Praktek usahatani tersebut akan mengakibatkan munculnya lahan-lahan kritis baru. Kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa perlunya suatu pengelolaan DAS yang Terpadu baik dari segi unsur maupun pihak-pihak yang terlibat di dalamnya haruslah optimal sehingga mampu meningkatkan kinerja DAS dalam menghasilkan output demi kelangsungan hidup generasi bangsa kedepan.
6 PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Oleh: Whennie Sasfira Adly I SKRIPSI Sebagai Syarat Kelulusan Pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor 2009
7 LEMBAR PENGESAHAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama Nomor Induk Mahasiswa Mayor Judul Proposal Penelitian : Whennie Sasfira Adly : I : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat : Perubahan Struktur Agraria dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) (Kasus: Desa Tanjung Sari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya). dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Martua Sihaloho, SP, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP Tanggal Lulus:
8 LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, September 2009 Whennie Sasfira Adly I
9 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bangkinang, Riau, 9 Januari 1987 sebagai anak pertama dari lima bersaudara. Anak dari Bapak Adli Mukhtar Luthfi dan Ibu Yulinawati. Penulis menyelesaikan TK Pertiwi Bangkinang tahun 1993, Sekolah Dasar Negeri No. 011 Langgini-Bangkinang tahun 1999, SMP Negeri 1 Bangkinang tahun 2002, dan SMU Negeri 8 Pekanbaru tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Provinsi Riau. Penulis memilih Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM), Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama di KPM penulis aktif berorganisasi sebagai anggota Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Riau (IKPMR) Bogor dan anggota Himpunan Profesi (Himpro) divisi Riset Pengembangan Masyarakat.
10 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul Perubahan Struktur Agraria dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Atas kehendak-nya Skripsi ini dapat selesai. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Isi dari skripsi ini merupakan tujuan penelitian yang terdiri dari: (1) Analisis perubahan struktur agraria di DAS Citanduy; (2) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan struktur agraria di DAS Citanduy; (3) Analisis perubahan struktur agraria dan pengelolaan DAS Citanduy saat ini. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya dengan minat yang sama dalam lingkup Studi Agraria dan Ekologi Manusia. Penulis berharap semoga materi yang disampaikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, September 2009 Whennie Sasfira Adly
11 UCAPAN TERIMA KASIH Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis hendak memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas segala nikmat, karunia dan hidayahnya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini pula, penulis hendak menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1) Bapak Martua Sihaloho, SP., MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan mengenai pembuatan Skripsi yang baik sesuai tema dan kaidah penulisan. 2) Bapak Dr. Satyawan Sunito sebagai penguji utama dan Ibu Ratri Virianita S. Sos, MSi. sebagai penguji perwakilan dari departemen. 3) Bapak Adli Mukhtar Luthfi dan Ibu Yulinawati, Adik-adik penulis (Dina, Tika, Ayu dan Habib) yang sangat berarti dalam mendukung penulis untuk melakukan segala aktivitas pendidikan serta untuk segala perhatian dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. 4) Kepala Desa dan jajaran pemerintahan Desa Tanjungsari, Bapak Unang beserta Ibu, Bapak Apipudin beserta Ibu, Bapak Ekbang, Ibu Jua, dan Ibu Siti Rohmat (Ketua Kelompok Tani Surakatiga), atas kesediannya berbagi informasi, pengetahuan dan pengalaman dalam rangka penyelesaian penelitian skripsi ini. 5) Ibu Ai dan Bapak Ateng serta Bu Haji dan Bapak Haji atas kasih sayang dan informasi yang diberikan selama proses penelitian di lapangan.
12 6) Gilang Kartiwa Nugraha yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7) Rekan satu bimbingan sejak Mata Kuliah Studi Pustaka hingga Skripsi, Agustina Nurhaeni. 8) Sahabat-sahabat karibku: Mimi, Yayan, Bang Oji, Oel, Memet, Anggi, Chabun, Uti, Arya, Eka, Satya, Edu, Dito, Fahmi, Reni, Ciwow, Iya,, Aida, Andi, Egi, Liza, Reza, Luci, Anvina, Vidy, Idham, Iti, Bibob, Morce dll yang telah menjadi sahabat penulis dalam keadaan suku maupun duka. 9) Anak-anak Asrama Riau Putri dan Putra yang merupakan teman-teman seperjuangan penulis. 10) Buat semua teman-teman KPM angkatan 42, semoga persahabatan dan kebersamaan kita tidak sebatas facebook. 11) Seluruh staf pengajar Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan ilmu dan berbagi pengalaman. 12) Seluruh penggiat agraria yang ada di Sains, terima kasih atas informasi, literatur dan ilmu yang telah diberikan dalam memahami ilmu keagrariaan. Penulis berharap semoga apa yang telah penulis paparkan dalam Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, September 2009 Penulis
13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Struktur Agraria Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Struktur Agraria Daerah Aliran Sungai Sistem Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu Perubahan Struktur Agraria dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kerangka Pemikiran Hipotesis Pengarah Defenisi Konseptual Defenisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN Strategi Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pemilihan Responden dan Informan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisa Data BAB IV GAMBARAN UMUM DESA TANJUNGSARI Profil Desa Tanjungsari Letak Geografis Desa Tanjungsari Demografi Desa Tanjungsari Struktur Organisasi Sosial Masyarakat Desa Tanjungsari Sarana dan Prasarana Profil Responden Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Distribusi Responden Menurut Pendapatan xiii xiv xvi
14 BAB V STRUKTUR AGRARIA DESA TANJUNGSARI Perubahan Struktur Agraria Pola Pemilikan Lahan Pertanian Desa Tanjungsari Pola Penguasaan Lahan Pertanian Desa Tanjungsari Pola Pemanfaatan Lahan Pertanian Desa Tanjungsari Faktor-faktr yang Mempengaruhi Perubahan Struktur Agraria Fenomena Alam Meletusnya Gunung Galunggung Kebutuhan Ekonomi Faktor Sosial Budaya Harga Jual Tanaman Kayu Akses Ke Jalan Utama Keinginan Investasi dalam Bentuk Lahan Pertanian Ikhtisar BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAS CITANDUY Gambaran Umum DAS Citanduy Letak dan Luas DAS Citanduy Wilayah dan Kondisi Biofisik DAS Citanduy Perubahan Struktur Agraria dan Pengelolaan DAS Minimnya Kawasan Hutan di DAS Lahan Kritis Pencemaran Sumberdaya Air DAS Citanduy Pengelolaan DAS Citanduy Terpadu Balai Pengelolaan DAS Cimanuk - Citanduy Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Tasikmalaya Balai Besar Pengelolaan Citanduy Masyarakat Desa Tanjungsari Ikhtisar BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 88
15 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman Tabel 1. Perkembangan Kepadatan Penduduk Desa Tanjungsari Tahun 2007 hingga Tahun Tabel 2. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Tanjungsari Tahun Tabel 3. Klasifikasi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun Tabel 4. Klasifikasi Penduduk Desa Tanjungsari Menurut Umur Tahun Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Faktor Pendidikan Tahun Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Tahun Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Jumlah Pendapatan Tahun Tabel 8. Distribusi Responden Menurut Status Hukum yang Dimiliki Tahun Tabel 9. Distribusi Responden Menurut Bentuk Lahan Pertanian yang Dimiliki Tahun Tabel 10. Distribusi Responden Menurut Luas Lahan Pertanian yang Dimiliki Periode Sebelum Tahun Tabel 11. Distribusi Responden Menurut Cara Memperoleh Lahan Pertanian Sebelum Tahun Tabel 12. Distribusi Responden Menurut Bentuk Lahan Pertanian yang Dimiliki Periode Tahun Tabel 13. Distribusi Responden Menurut Luas Lahan Sawah yang Dimiliki Periode Sebelum Tahun Tabel 14. Distribusi Responden Menurut Luas Lahan Sawah yang Dimiliki Periode Tahun Tabel 15. Distribusi Responden Petani Pemilik Menurut Penggarapan yang Dilakukan Periode Tahun Tabel 16. Distribusi Responden Menurut Pola Hubungan Penguasaan Lahan Tergarap Sawah Tabel 17. Distribusi Responden Menurut Pola Hubungan yang Terjadi Tabel 18. Distribusi Responden Menurut Penguasaan Lahan Sawah Periode Sebelum Tahun
16 Tabel 19. Distribusi Responden Menurut Penguasaan Lahan Sawah Periode Tahun Tabel 20. Wilayah Administrasi DAS Citanduy Tahun Tabel 21. Data Luas Hutan Wilayah DAS Citanduy Tahun Tabel 22. Perbandingan Luas Hutan di DAS Citanduy dengan Luas Hutan yang Dibutuhkan Menurut UU No 41 Kehutanan Tahun Tabel 23. Jenis Lahan Di Desa Tanjungsari Tahun Tabel 24. Kondisi Lahan Kritis di DAS Citanduy Tahun Tabel 25. Lahan Kritis Di Kecamatan Sukaresik Tahun Tabel 26. Luas Tanah Sawah Menurut Desa Tahun
17 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman Gambar 1. Lingkup Hubungan-hubungan Agraria... 9 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pengaruh Perubahan Struktur Agraria terhadap Sistem Pengeloolaan Daerah Aliran Sungai Gambar 3. Sub DAS, DAS Citanduy... 67
18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa pada tahun 2005 (Data BPS, 2005). Peningkatan jumlah penduduk terus terjadi setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan penduduk 1,3 persen (Data BPS, 2005). Jumlah penduduk yang semakin tinggi ini akan diikuti pemenuhan kebutuhan untuk menunjang kehidupannya. Bentuk pemenuhan kebutuhan dapat berupa pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Tanah atau sumberdaya lainnya pada suatu masyarakat agraris merupakan faktor produksi memiliki arti yang sangat penting. Menurut Wiradi (1984), masalah penguasaan tanah di pedesaan merupakan masalah yang rumit, karena menyangkut berbagai aspek seperti aspek ekonomi, demografi, hukum, politik dan sosial. Tanah dari aspek ekonomi adalah melihat tanah sebagai faktor produksi. Namun ketika tanah tersebut menjadi langka, maka perbandingan jumlah manusia dengan luas lahan menjadi sangat penting, inilah yang dinamakan sebagai aspek demografis. Tanah jika dilihat dari aspek hukum lebih kepada pola hak dan kewajiban pemakai tanah (baik secara formal maupun informal). Peraturan akan ditaati masyarakat jika ada aparatur organisasi yang mampu memaksakan peraturan tersebut, artinya diperlukan suatu kekuasaan (pandangan politik). Kemudian dari keempat aspek ini akan dapat dilihat bagaimana lapisan-lapisan masyarakat terbentuk dalam penguasaan tanah (sudut pandang sosial).
19 Tanah yang menjadi aset utama bagi rakyat banyak adalah tanah untuk bercocok tanam yang merupakan sumber kehidupan utamanya (Tjodronegoro, 1999). Sumberdaya tanah bersifat multifungsi dalam aktifitas kehidupan manusia di berbagai bidang, baik di bidang pertanian maupun non-pertanian. Di bidang pertanian tanah digunakan sebagai lahan untuk berusahatani sehingga dapat menghasilkan produksi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan, seperti sawah, kebun/ladang dan lain-lain. Tanah di bidang non-pertanian digunakan sebagai tempat pemukiman, perkantoran/jasa maupun tempat lainnya. Aktivitas alih fungsi lahan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Sihaloho (2004) menyatakan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi alih fungi lahan, diantaranya: (1) Pertumbuhan penduduk, semakin pesatnya pertumbuhan penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan akan sumberdaya lahan terutama lahan untuk pemukiman; (2) Desakan ekonomi mendorong masyarakat yang awalnya berusaha di sektor pertanian beralih ke sektor nonpertanian; (3) Pengaruh dari warga yang telah lebih dahulu melakukan alih fungsi lahan; (4) Investasi pihak swasta yang menawarkan ingin membeli lahan warga; (5) Intervensi pemerintah yang berusaha melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); dan (6) Proses pengadaan tanah oleh pihak yang lebih dominan. Masyarakat sekitar DAS umumnya merupakan masyarakat agraris yang sangat tergantung dari sumberdaya lahan (PSP IPB, 2005). Adanya ketimpangan dalam penguasaan tanah akan membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama dalam kaitannya dengan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan lain sebagainya.
20 Masyarakat di sekitar DAS yang tidak mempunyai alternatif lain karena keterbatasan dana, usia atau keahlian, maka bertani/buruh tani masih sangat menjadi pilihan (Prasetyo, 2004). Sebagai akibat dari pilihan tersebut dan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, maka intensitas pengelolaan pun semakin meningkat. Ketika masyarakat tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan subsistennya karena keterbatasan lahan yang mereka miliki, maka situasi ini kemudian mendorong mereka melakukan konversi hutan alam menjadi lahan budidaya pertanian, baik berupa sawah maupun kebun campuran. Menurut Indaryanti (2004) secara umum kondisi sumberdaya alam dibagian hulu dan tengah DAS Citanduy telah mengalami perubahan yang cukup serius dibanding beberapa tahun lalu. Perubahan-perubahan tersebut meliputi ketersediaan dan kualitas air, bencana banjir dan longsor pada musim penghujan akibat meluapnya air sungai serta kualitasnya yang semakin buruk akibat tercemar limbah pabrik, lumpur atau tanah yang terbawa arus air sungai. Data dari Balai Pengelolaan DAS Cimanuk-Citanduy (2007) menunjukkan bahwa kurun waktu lima tahun terakhir ini, kondisi lingkungan hidup di Jawa Barat menunjukkan kecenderungan yang bertambah buruk. Persoalan lingkungan hidup umumnya terkait juga dengan meningkatnya degradasi hutan dan lahan, erosi dan deforestasi yang dapat menambah luas lahan kritis. Sekitar 20 DAS dari 40 DAS yang teridentifikasi di Jawa Barat dinyatakan dalam kondisi kritis hingga sangat kritis. Tingkat kekritisan DAS umumnya dicirikan oleh terjadinya pendakangkalan sungai dan tingginya fluktuasi debit aliran sungai antara musim hujan dan musim kemarau. Akibatnya kondisi kesehatan DAS terganggu, sehingga banjir bandang di banyak tempat di Jawa Barat tidak dapat dihindari.
21 Kondisi kualitas air juga semakin menurun yang ditunjukkan dengan tingginya laju sendimentasi dan pencemaran, terutama terkait dengan aktivitas pemanfaatan lahan pertanian. Yunus (2005) mengemukakan bahwa mata pencaharian penduduk di wilayah DAS Citanduy relatif sama yaitu sebagai petani dan buruh tani dengan pola penggunaan lahan terbanyak adalah tegalan dan sawah. Pengusahaan lahan tanpa memperhatikan kaidah konservasi akan meningkatkan bahaya erosi yang dapat mengakibatkan lahan berubah menjadi lahan kritis. Artinya, produktivitas lahan menurun, sehingga menyebabkan terjadinya kelangkaan air untuk kegiatan pertanian dan keperluan sehari-hari pada musim kemarau. Permasalahan-permasalahan DAS yang ada memerlukan suatu bentuk pengelolaan yang mampu mengendalikan hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan DAS dengan kegiatan manusia dalam menciptakan kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Balai Pengelolaan DAS Cimanuk-Citanduy, 2007). Pengelolaan DAS harus melibatkan berbagai pihak dalam pelaksanaannya, seperti pemerintah, swasta dan masyarakat. Keterpaduan pihak-pihak yang terlibat sangat diperlukan untuk optimalisasi kinerja dalam pengelolaan DAS. Pengelolaan DAS seperti ini disebut sebagai pengelolaan DAS Terpadu, dimana unsur-unsur dan pihak-pihak yang terlibat DAS harus optimal sehingga mampu meningkatkan kinerja DAS.
22 Penelitian ini akan berusaha menganalisis perubahan struktur agraria yang terjadi di DAS Citanduy dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Kemudian juga akan dilihat bagaimana bentuk pengelolaan DAS saat ini serta bagaimana perubahan struktur agraria dan pengelolaan DAS Citanduy saat ini. 1.2 Perumusan Masalah Beberapa permasalahan yang akan dikaji berdasarkan latar belakang di atas, diantaranya: 1. Bagaimana perubahan struktur agraria di DAS Citanduy? 2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan struktur agraria di DAS Citanduy? 3. Bagaiamana perubahan struktur agraria dan pengelolaan DAS Citanduy saat ini? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis perubahan struktur agraria di DAS Citanduy. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan struktur agraria di DAS Citanduy. 3. Bagaiamana perubahan struktur agraria dan pengelolaan DAS Citanduy saat ini?
23 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini, khususnya bagi peneliti diharapkan dapat berguna untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan selama pelaksanaan penelitian dalam melihat fenomena praktis yang terjadi dan mengaitkannya dengan teori yang telah diperoleh. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk menjadi bahan penelitian dan penulisan selanjutnya. Kemudian, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan tambahan dalam mata kuliah Kajian Agraria dan Ekologi Manusia. Sedangkan bagi instansi yang terkait, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan suatu tindakan yang berkaitan dengan sistem pengelolaan DAS.
24 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Struktur Agraria Istilah agraria berdasarkan penelusuran etmologis Kamus Bahasa Latin- Indonesia dan World Book Dictionary dalam Sitorus (2002) berasal dari kata ager, yang artinya lapangan, pedusunan atau wilayah. Suatu bentangan lapangan, pedusunan atau wilayah yang terdiri dari aneka unsur yang meliputi tanah, air, hutan, bahan mineral/tambang, udara dan lain-lain. Sitorus (2002) juga menjelaskan bahwa lingkup agraria mengandung pengertian yang luas dari sekedar tanah pertanian atau pertanian, yaitu suatu bentang alam yang mencakup keseluruhan kekayaan alami (fisik dan hayati) dan kehidupan sosial yang terdapat di dalamnya. Lingkup agraria itu sendiri terdiri dari dua unsur, yaitu obyek agraria atau sering disebut sebagai sumber-sumber agraria dan subyek agraria. Unsur yang pertama, yaitu sumber-sumber agraria, sangat erat kaitannya dengan ruang fisik tertentu yang tidak dapat dipindahkan ataupun dimusnahkan. Oleh karena itu, sumber-sumber agraria berkaitan erat dengan akumulasi kekuasaan (politik, ekonomi dan sosial). Merujuk pada pasal 1 (ayat 2, 4, 5, 6) UUPA 1960, Sitorus (2002) menyimpulkan sumber-sumber agraria sebagai berikut: (1) tanah atau permukaan bumi yang merupakan modal alami utama dalam kegiatan pertanian dan peternakan; (2) perairan, baik di darat maupun di laut yang meliputi kegiatan
25 perikanan (sungai, danau maupun laut); (3) hutan, meliputi kesatuan flora dan fauna dalam suatu kawasan tertentu dan merupakan modal alami utama dalam kegiatan ekonomi komunitas-komunitas; (4) bahan tambang, mencakup beragam bahan tambang/mineral yang terkandung di dalam tubuh bumi ; dan (5) udara, dalam arti ruang di atas bumi dan air. Unsur kedua adalah subyek agraria, yaitu pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap sumber-sumber agraria tersebut. Secara garis besar, subyek agraria dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu komunitas (mencakup unsur-unsur individu, kesatuan dari unit-unit rumah tangga dan kelompok), pemerintah (sebagai representasi negara mencakup Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa) dan swasta (private sector yang mencakup unsur-unsur perusahaan kecil, menengah dan besar). Ketiga kategori ini memiliki ikatan dengan sumber-sumber agraria melalui institusi penguasaan/pemilikan/ pemanfaatan (tenure institutions). Hubungan penguasaan/pemilikan/pemanfaatan akan membawa implikasi terbentuknya ragam sosial, sekaligus interaksi sosial diantara ketiga subyek. Dimana satu dan lain subyek saling berhubungan secara sosial dalam kaitan hubungan teknis masing-masing subyek itu dengan sumber-sumber agraria. Sitorus (2002) membagi analisis agraria ke dalam dua bentuk. Pertama, ketiga subyek agraria memiliki hubungan teknis dengan obyek agraria dalam bentuk kerja pemanfaatan berdasar hak penguasaan (land tenure) tertentu. Proporsi pertama ini menggambarkan hubungan teknis yang menunjukan cara kerja subyek agraria dalam pengolahan dan pemanfaatan obyek agraria untuk memenuhi kebutuhannya.
26 Kedua, ketiga subyek agraria satu sama lain berhubungan atau berinteraksi secara sosial dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan obyek agraria tertentu. Proporsi kedua ini menggambarkan hubungan sosial agraris yang menunjukan cara kerja subyek agraria yang saling berinteraksi dalam rangka pemanfaatan obyek agraria, dengan kata lain hubungan ini berpangkal pada perbedaan akses dalam hal penguasaan/pemilikan/dan pemanfaatan lahan. Hubungan-hubungan sosial agraria antar subyek agraria yang kemudian membentuk sebuah struktur agraria dapat digambarkan dalam hubungan segitiga antar subyek agraria yang digambarkan oleh Sitorus (2004) berikut ini (Gambar 1). Komunitas Sumber-sumber Agraria Pemerintah Swasta Gambar 1. Lingkup Hubungan-hubungan Agraria Keterangan: Hubungan teknis agraria (kerja) Hubungan sosial agraria Struktur agraria pada penelitian ini adalah hubungan antara subyek dengan sumber-sumber agraria mencakup penguasaan/pemilikan/pemanfaatan lahan. Menurut Wiradi (1984), kata pemilikan tanah menunjuk pada penguasaan formal sedangkan penguasaan menunjuk pada penguasaan efektif. Misalnya, jika seseorang memiliki sebidang tanah 2 hektar, kemudian juga menggarap lahan orang lain seluas 3 ha, maka luas lahan yang ia kuasai adalah 5 hektar.
27 Pemilikan tanah dari sisi sosial, bukan hanya merupakan harta ekonomi, tetapi mencerminkan status sosial seseorang. Penguasaan tanah belum tentu dan tidak harus disertai dengan pemilikan. Sihaloho (2004) menambahkan bahwa penguasaan tanah dapat berupa hubungan pemilik dengan pemilik, pemilik dengan pembagi-hasil, pemilik dengan penyewa, pemilik dengan pemakai dan lain-lain. Sedangkan kata pengusahaan menunjuk pada pemanfaatan sebidang tanah secara produktif. Kelembagaan penguasaan tanah yang umumnya dilakukan masyarakat di desa-desa Jawa adalah sebagai berikut (Wiradi dan Makali, 1984): 1. Sistem Gadai, merupakan bentuk kelembagaan penguasaan tanah dimana pemilik menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai atau dengan bentuk pembayaran berupa sekian kuintal gabah atau sekian gram emas perhiasan atau sekian ekor kerbau atau sapi, dengan ketentuan pemilik tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebus, maka hak pengusahaan tanahnya ada pada pemegang gadai. Pengembalian tanah dilakukan setelah tanah selesai dipanen. 2. Sistem sewa adalah penyerahan sementara hak penguasaan tanah kepada orang lain, sesuai dengan perjanjian yang dibuat bersama oleh pemilik dan penyewa. 3. Sistem bagi hasil adalah penyerahan sementara hak atas tanah kepada orang lain untuk diusahakan, dengan penggarap akan menanggung beban tenaga kerja seluruhnya dan menerima sebagian dari hasil tanahnya.
28 Terkait pola hubungan agraria, Sihaloho (2004) mengelompokkan penguasaan lahan ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Masyarakat yang memiliki lahan luas dan mempercayakan lahan garapannya untuk digarap orang lain. Pemilik lahan ini menerapkan sistem sewa ataupun bagi hasil. 2. Pemilik lahan sempit yang menggunakan tenaga kerja keluarga untuk mengolah lahan yang dimilikinya. Pemilik lahan ini tidak memanfaatkan tenaga kerja buruh karena luas lahan yang dimiliki sempit dan dana yang dimiliki untuk biaya pengolahan lahan terbatas. 3. Pemilik lahan mengolah sendiri lahan yang dimiliki dengan memanfaatkan jasa buruh tani. Petani yang dimaksud dari pernyataan ini adalah petani yang memiliki lahan sempit maupun luas. Wiradi (1984) menambahkan bahwa terdapat lima pengelompokkan penduduk desa dalam penguasaan lahan, diantaranya: (1) Pemilik Penggarap Murni, yaitu petani yang hanya menggarap lahan yang dimilikinya; (2) Penyewa dan penyakap murni, yaitu mereka yang tidak memiliki lahan garapan tetapi mempunyai lahan garapan melalui sewa dan/atau bagi hasil; (3) Pemilik penyewa dan/atau pemilik penyakap, yaitu mereka yang di samping menggarap lahannya sendiri juga menggarap lahan milik orang lain; (4) Pemilik bukan penggarap; dan (5) Tunakisma mutlak, yaitu mereka yang benar-benar tidak memiliki lahan garapan. Sebagian besar dari mereka (tunakisma) ini adalah buruh tani dan hanya sebagian kecil saja yang memang pekerjaannya bukan tani.
29 Bentuk-bentuk penguasaan tanah secara adat yang terdapat di Pulau Jawa menurut Wiradi (1984) adalah: 1. Tanah yasan, yasa atau yoso yaitu tanah yang didapatkan seseorang karena membuka hutan atau tanah liar untuk dijadikan tanah garapan. Hak seseorang berasal dari fakta bahwa dialah, atau nenek moyangnya yang semula membuka tanah tersebut. Istilah yasa atau yoso dalam bahasa Jawa berarti membuat sendiri atau membangun sendiri (bukan membeli). Bentuk hak atas tanah ini dalam UUPA-1960 dikategorikan sebagai hak milik. 2. Tanah gogolan, pekulen, kesikepan dan sejenisnya, yaitu tanah pertanian milik masyarakat desa yang hak pemanfaatannya biasanya dibagi-bagi kepada sejumlah petani (biasanya disebut sebagai penduduk inti) secara tetap maupun secara giliran berkala. Pemegang hak garap tanah ini tidak berhak untuk menjualnya atau memindahtangankan hak tersebut. Pada konsep barat pemilikan tanah gogol dikategorikan sebagai pemilikan komunal. 3. Tanah titisara, titisoro, kas desa atau bondo desa adalah tanah pertanian milik desa yang secara berkala biasanya disewakan atau disakapkan dengan cara dilelang terlebih dahulu. Hasilnya menjadi kekayaan desa yang biasanya dipergunakan untuk keperluan-keperluan desa, baik sebagai sumber dana anggaran rutin maupun untuk pembangunan. Tanah ini dalam konsep Barat dapat digolongkan dalam tanah yang tunduk kepada pengawasan komunal dan keberadaannya diakui dalam UUPA Tanah bengkok yaitu tanah pertanian (umumnya sawah) milik desa yang diperuntukkan bagi pamong desa terutama kepala desa (lurah) sebagai gajinya selama menduduki jabatan tersebut. Setelah tidak lagi menjabat, maka tanah
30 tersebut dikembalikan kepada desa untuk diberikan kepada pejabat yang baru. Tanah ini juga merupakan tanah yang tunduk kepada pengawasan komunal dan keberadaannya diakui dalam UUPA Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Struktur Agraria Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi perubahan struktur agraria. Zuber (2007) mengemukakan ada empat faktor yang mempengaruhi perubahan struktur agraria, diantaranya: 1. Permintaan lahan dari kegiatan non-pertanian seperti pembangunan real estate, pabrik, areal perdagangan dan pelayanan lainnya yang membutuhkan areal tanah yang luas; 2. Faktor sosial budaya, seperti adanya aturan warisan; 3. Kerusakan lingkungan seperti adanya musim kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan terutama pada usaha pertanian, penggunaan pestisida ataupun pupuk yang dapat mematikan predator dan kerusakan lahan pertanian; dan 4. Kelemahan hukum yang mengatur bidang pertanian, seperti harga pupuk yang tinggi, harga gabah yang rendah dan masalah pengaturan harga beras yang sampai sekarang masih sangat pelik. Para petani miskin masih sangat menderita dengan proses input pertanian yang sangat tinggi (high cost), namun di sisi lain penjualan outputnya masih sangat rendah. Penelitian Syafa at et al. (2001) pada sentra produksi padi utama di Jawa dan Luar Jawa, menunjukkan bahwa selain faktor teknis dan kelembagaan, faktor ekonomi yang menentukan alih fungsi lahan sawah ke pertanian dan non pertanian adalah: (1) nilai
31 kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun dan (2) respon petani terhadap dinamika pasar, lingkungan dan daya saing usahatani meningkat. Sihaloho (2004) dalam hasil kajiannya menjelaskan faktor-faktor penyebab konversi lahan di Kelurahan Mulyaharja, Bogor, Jawa Barat sebagai berikut: 1. Faktor pertambahan penduduk yang begitu cepat berimplikasi kepada permintaan terhadap lahan pemukiman yang semakin meningkat dari tahun ke tahun; 2. Faktor ekonomi yang identik dengan masalah kemiskinan. Masyarakat pedesaan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya melalui hasil penjualan kegiatan pertanian yang umumnya rendah, berusaha mencari bentuk usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Untuk mendapatkan modal dalam memulai usahanya, petani pada umumnya menjual tanah yang dimilikinya. 3. Faktor luar, yaitu pengaruh warga dari desa-kelurahan perbatasan yang telah lebih dahulu menjual tanah mereka kepada pihak Perseroan Terbatas (PT); 4. Adanya penanaman modal pihak swasta dengan membeli lahan-lahan produktif milik warga; 5. Proses pengalihan pemillik lahan dari warga ke beberapa PT dan ke beberapa orang yang menguasai lahan dalam luasan yang lebih dari 10 hektar; dan 6. Intervensi pemerintah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Berdasarkan RTRW tahun 2005, seluas 269,42 hektar lahan Kelurahan Mulyaharja akan dialokasikan untuk pemukiman/perumahan real estate;
32 2.1.3 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan ekosistem dimana jasad hidup dan lingkungannya berinteraksi secara dinamik dan terdapat saling ketergantungan (interdependensi) diantara komponen-komponen penyusunnya. Menurut Asdak (2002), DAS merupakan kumpulan Sub-DAS yang lebih kecil dan jumlahnya sesuai dengan ordo atau jumlah cabang sungainya. Yunus (2005) menambahkan bahwa DAS merupakan ekosistem yang di dalamnya terjadi interaksi antara faktor-faktor biotik (vegetasi) dan faktor-faktor fisik (tanah dan iklim) serta manusia dengan segala aktivitasnya. Interaksi yang terjadi dinyatakan dalam bentuk keseimbangan masukan dan keluaran yang mencirikan keadaan hidrologis DAS dengan melihat hasil pengukuran tingkat erosi, sedimentasi, aliran permukaan, fluktuasi debit dan produktivitas lahan. Kawasan DAS dibatasi oleh pemisah topografi yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau ke laut. Batasan-batasan DAS menurut Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air (2008) dibedakan berdasarkan fungsinya, yaitu DAS bagian hulu yang didasarkan pada fungsi konservasi untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. Daerah Aliran Sungai bagian hulu mempunyai peran paling penting, terutama sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan ke bagian hilirnya. Berikutnya adalah DAS bagian tengah dan bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi.
33 2.1.4 Sistem Pengelolaan Daerah Airan Sungai Terpadu Suatu DAS dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan pembangunan misalnya untuk areal pertanian, perkebunan, perikanan, permukiman, pembangunan PLTA, pemanfaatan hasil hutan kayu dan lain-lain. Semua kegiatan tersebut akhirnya adalah untuk memenuhi kepentingan manusia khususnya peningkatan kesejahteraan. Namun demikian hal yang harus diperhatikan adalah berbagai kegiatan tersebut dapat mengakibatkan dampak lingkungan jika tidak ditangani dengan baik. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa penurunan tingkat produksi, baik produksi pada masing-masing sektor maupun pada tingkat DAS. Upaya untuk mengelola DAS secara baik dengan mensinergikan kegiatan-kegiatan pembangunan yang ada di dalam DAS sangat diperlukan bukan hanya untuk kepentingan menjaga kemampuan produksi atau ekonomi semata, tetapi juga untuk menghindarkan dari bencana alam yang dapat merugikan seperti banjir, longsor, kekeringan dan lain-lain. Pengelolaan DAS Terpadu pada dasarnya merupakan bentuk pengelolaan yang bersifat partisipatif dari berbagai pihak-pihak yang berkepentingan dalam memanfaatkan dan konservasi sumberdaya alam pada tingkat DAS. Pengelolaan DAS Terpadu mengandung pengertian bahwa unsur-unsur atau aspek-aspek yang menyangkut kinerja DAS dapat dikelola dengan optimal sehingga terjadi sinergi positif yang akan meningkatkan kinerja DAS dalam menghasilkan output. Pihakpihak yang dimaksud disini adalah pemerintah, swasta dan masyarakat. Laporan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air (TPKSDA) (2007) yang diketuai oleh Menteri Pekerjaan Umum, merumuskan sasaran pengelolaan
34 DAS Terpadu yang ingin dicapai, yaitu: (1) Terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal; (2) Meningkatnya produktivitas lahan pertanian dan hutan; (3) Meningkatnya partisipasi mayarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS; dan (4) Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pertama, terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal, meliputi hasil air yang memadai baik jumlah, kualitas, kontinuitas serta terkendalinya erosi serta kekeringan. Hasil air yang optimal ditekankan pada kemampuan DAS sebagi suplai sumber air minum penduduk dan untuk keperluan lain rumah tangga, air untuk industri, air untuk irigasi dan air untuk habitat biologi. Kedua, meningkatnya produktivitas lahan di DAS dapat dilihat dari meningkatnya kesuburan tanah, ketersediaan air yang optimal, serta erosi dan degradasi lahan rendah. Hal ini dapat dilakukan melalui usaha konservasi tanah dan air. Ketiga, meningkatnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS. Partisipasi masyarakat dapat dilihat dari kelembagaan lokal (organisasi/kelompok) yang ada di masyarakat. Dimana anggota-anggota masyarakat berusaha meningkatkan kapasitas kelembagaannya dalam mengelola sumberdaya yang ada untuk menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan dalam menjaga kelestarian DAS. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS dapat dilihat dari partisipasi mayarakat yang terorganisir dalam kelembagaan, seperti kelompok tani dan kelompok tradisional (Kolopaking dan Tonny, 1994). Selanjutanya menurut Kolopaking dan Tonny (1994), tingkat partisipasi masyarakat dapat dikategorikan sebagai berikut: (1) Tingkat partisipasi tinggi, apabila peranserta masyarakat tidak hanya dalam proses pelaksanaan dan pemanfaatan hasil, tetapi
35 juga berperanserta dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan; (2) Tingkat partisipasi sedang, apabila peranserta masyarakat hanya dalam proses pelaksanaan dan pemanfaatan hasil dan (3) Tingkat partisipasi masyarakat rendah, apabila peranserta masyarakat tidak memenuhi kriteria (1) dan (2). Keempat, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan ini dapat dilihat dari pelaksanaan program/kegiatan yang berhubungan dengan upaya menjaga keberlanjutan ekosistem sumber daya hutan, lahan dan air di DAS Perubahan Struktur Agraria dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya seperti pertanian, perumahan dan lainnya. Pengusahaan lahan pertanian pada umumnya kurang mengindahkan aspek lingkungan dan lebih mengutamakan hasil/keuntungan finansial sesaat. Para petani pada umumnya kurang menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air (Deptan, 2008). Banyak petani yang menggunakan bahan kimia untuk meningkatkan produksi pertaniannya. Namun, dengan penggunaan bahan kimia ini justru akan menurunkan produktivitas lahan. Pembukaan lahan untuk pemukiman juga memberikan kontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Perubahan lahan pertanian menjadi pemukiman di DAS dapat mengakibatkan dampak negatif khususnya bila dilihat dari laju erosi (Yunus, 2005). Selain itu lingkungan pemukiman yang telah berpenghuni akan menghasilkan limbah domestik, baik berupa sampah padat organik maupun anorganik yang dapat menurunkan kualitas sungai.
36 Perubahan-perubahan ini secara tidak langsung akan mempengharuhi keadaan DAS. Apabila perubahan-perubahan tersebut tidak segera dikelola dengan baik, akan mempengaruhi tingkat erosivitas yang dapat menyebabkan daya tampung air menurun tajam. Apabila tidak dikelola dengan baik maka inilah yang sering mengakibatkan banjir dimusim hujan dan kekurangan air dimusim kemarau. Kolopaking dan Tonny (1994) menyatakan bahwa selama ini pelaksanaan program konservasi dan pengelolaan DAS yang muncul umumnya berupa bentuk hubungan vertical-instructional dan partisipasi yang semu. Hal ini terjadi karena kelembagaan tradisional semata-mata dipandang sebagai obyek. Selain itu dari sisi masyarakat yang menjadi anggota kelompok tani dan kelompok tradisional, kendala yang mereka hadapi sehingga tidak dapat berpartisipasi sepenuhnya adalah karena faktor pemilikan lahan (Kolopaking dan Tonny, 1994). Salah satu contoh di luar Jawa (DAS Saddang, Jeneberang dan Batanghari), tidak sedikit lahan kritis milik pemerintah yang ditelantarkan. Padahal para petani mau berperanserta melakukan kegiatan konservasi di atas lahan kritis tersebut. Akan tetapi karena status lahan yang tidak jelas dan tidak memiliki kekuatan untuk menguasai lahan tersebut, menyebabkan para petani tidak mampu untuk berpartisipasi dalam program-program konservasi. Lahan-lahan kritis di wilayah DAS tidak saja menyebabkan menurunnya produktivitas tanah di tempat terjadinya lahan kritis itu sendiri, tetapi juga menyebabkan rusaknya fungsi hidrologis DAS dalam menahan, menyimpan dan meresapkan air hujan yang jatuh pada kawasan DAS tersebut. Penurunan produktivitas lahan-lahan kritis mengakibatkan hasil tanaman terus menurun
37 sehingga tidak mampu lagi mendukung kehidupan ekonomi keluarga sehingga tercipta keluarga-keluarga miskin baru. Oleh karena itu kawasan lahan kritis selalu dicirikan oleh produktivitas lahan yang rendah, jumlah penduduk yang tinggi, pendapatan petani yang rendah, potensi erosi yang tinggi, terkonsentrasinya kantong kemiskinan dan kerawanan gizi dan yang lainnya (TKPSDA, 2008). Menciptakan proses koordinasi dalam mencari dan menetapkan bentukbentuk hubungan kelembagaan antara pemerintah dengan swasta, masyarakat, LSM maupun akademisi dalam pengelolaan DAS tidaklah mudah. Beberapa pelaksanaan program-program konservasi dan pengelolaan DAS yang selama ini telah dilaksanakan, khususnya mengenai hubungan antara kelembagaan pemerintah dengan swasta dan LSM belum terencana dan terlaksana dengan baik. Bentuk kelembagaan diantara pihak-pihak yang terlibat dapat dilihat dengan mengidentifikasi terlebih dahulu sumber-sumber kerusakan yang terjadi pada wilayah DAS, seperti kerusakan hutan, tanah dan air, kemudian dicari bentuk-bentuk usaha yang menguntungkan dan mampu menciptakan pelestarian sumberdaya yang ada (Kolopaking dan Tonny, 1994). Selanjutnya Kolopaking dan Tonny (1994) menjelaskan bahwa kerusakan hutan, tanah dan air di beberapa DAS di Pulau Jawa lebih bersumber dari tekanan penduduk, sedangkan kerusakan di luar Pulau Jawa lebih banyak bersumber dari eksploitasi hutan dan program pembangunan yang tidak terkendali.
38 2.2 Kerangka Pemikiran Penjelasan-penjelasan di atas dapat dirangkai menjadi sebuah kerangka pemikiran yang selanjutnya akan menjadi suatu permasalahan baru dalam mengangkat tema mengenai perubahan struktur agraria di wilayah DAS. Sesuai dengan fokus penelitian ini dikemukakan sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan struktur agraria dan bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi pengelolaan DAS Terpadu. Struktur agraria pada dasarnya merupakan pola hubungan antar berbagai status sosial menurut penguasaan sumber-sumber agraria. Menurut Sihaloho (2004), hubungan tersebut dapat berupa hubungan pemilik dengan penggarap, pemilik dengan pembagi hasil, pemilik dengan penyewa, pemilik dengan dan lain-lain. Kata pemilik menunjuk pada penguasaan formal, sedangkan kata penguasaan menunjuk pada penguasaan efektif (Wiradi, 1984). Sedangkan kata pengusahaan mengandung arti pada bagaimana cara caranya sebidang tanah diusahakan secara produktif. Pemanfaatan lahan di wilayah DAS untuk areal pertanian, perkebunan, perikanan, permukiman dan yang lainnya, telah menyebabkan terjadinya perubahan struktur agraria di wilayah DAS. Perubahan struktur agraria ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) meletusnya Gunung Galunggunga, (2) faktor keterdesakan ekonomi, (3) faktor sosial budaya (warisan), (4) harga jual tanaman kayu, (5) akses ke jalan utama desa, dan (6) keinginan berinvestasi lahan pertanian. Perubahan struktur agraria dengan membuka lahan garapan baru non sawah berupa lahan kering atau pun pemukiman yang semakin intensif dan tak
39 terkendali di DAS, akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan beban dan tekanan stabilitas DAS yang mengarah pada kerusakan secara nyata. Tingkat kerusakan DAS ini diindikasikan dengan fluktuasi debit sungai yang tajam antara musim penghujan dan kemarau, pendangkalan sungai, terjadinya tanah longsor, banjir dan kekeringan. Permasalahan-permasalahan tersebut memerlukan suatu bentuk pengelolaan DAS yang terpadu melalui kontribusi berbagai pihak terkait (masyarakat, pemerintah, swasta), sehingga dapat tercapai suatu bnetuk pengelolaan DAS Terpadu. Secara skematis, kerangka pemikiran mengenai penelitian ini disajikan pada Gambar Hipotesis Pengarah Sesuai dengan tujuan yang diajukan, maka hipotesis pengarah untuk penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perubahan struktur agraria (pemilikan, penguasaan dan pengusahaan) di DAS adalah: meletusnya Gunung Galunggunga, faktor keterdesakan ekonomi, faktor sosial budaya (warisan), harga jual tanaman kayu, akses ke jalan utama desa, dan keinginan berinvestasi lahan pertanian. 2. Perubahan struktur agraria dalam hal penggunaan lahan di DAS diduga akan berpengaruh terhadap kondisi DAS.
40 Faktor Penyebab Perubahan Struktur Agraria: 1. Pertambahan penduduk 2. Faktor ekonomi 3. Faktor sosial budaya (warisan) 4. harga jual tanaman kayu 5. Akses ke jalan utama 6. keinginan berinvestasi lahan pertanian Perubahan Struktur Agraria DAS: 1. Pemilikan lahan 2. Penguasaan lahan 3. Penggunaan Lahan Stabilitas DAS Partisipasi Berbagai Pihak: Pemerintah, Swasta, Masyarakat, LSM dan Akademisi Pengelolaan DAS Terpadu Gambar 2. Bagan Kerangka Analisis Pengaruh Perubahan Struktur Agraria terhadap Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Keterangan : Hubungan Mencakup 2.4 Definisi Konseptual 1. Penguasaan tanah adalah penguasaan efektif terhadap lahan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Pengusahaan tanah adalah bagaimana memanfaatkan sebidang tanah secara produktif. 3. Lahan kritis adalah lahan yang keadaan biofisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air. 4. Konservasi tanah adalah upaya mempertahankan, merehabilitasi dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya.
41 5. Pertambahan penduduk adalah meningkatnya jumlah proporsi penduduk pada suatu wilayah tertentu. 6. Faktor ekonomi adalah beruhubungan dengan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga. 7. Faktor sosial budaya adalah pemilikan lahan yang diperoleh melalui warisan. 8. Daerah Aliran Sungai adalah wilayah yang mengalirkan air yang jatuh di atasnya. 9. Sub-DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam beberapa sub-das. 10. Pengelolaan DAS Terpadu adalah pengelolaan sumberdaya DAS yang partisipatif dari pihak-pihak yang terlibat, seperti pemerintah, masyarakat, swasta. 11. Keberlanjutan (sustainable) adalah keberlanjutan program/kegiatan dalam upaya meningkatkan konservasi DAS. 12. Berwawasan lingkungan adalah memperhatikan aspek lingkungan untuk menjaga ekosistem tetap seimbang. 2.5 Definisi Operasional Untuk mengarahkan pengumpulan, pengelolaan dan analisis data dalam penelitian dirumuskan sejumlah defenisi operasional sebagai berikut: 1. Perubahan struktur agraria adalah perubahan pola pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan lahan pertanian yang dilihat dari sebelum tahun 1999 (dahulu) dan tahun (sekarang). Periode waktu tersebut dipilih karena hasil
PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)
PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Kasus Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) WHENNIE SASFIRA ADLY DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Struktur Agraria Istilah agraria berdasarkan penelusuran etmologis Kamus Bahasa Latin- Indonesia dan World Book Dictionary dalam Sitorus (2002) berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang terpenting di negara kita, karena sebagian besar warga Indonesia bermatapencaharian sebagai petani, namun juga sebagian besar warga miskin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai
Lebih terperincisumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu
BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
6 BAB II 2.1 Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS 2.1.1 Konsep Perkebunan Perkebunan adalah salah satu subsektor pertanian non pangan yang tidak asing di Indonesia. Pengertian perkebunan 2 dalam Undang-undang
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali
Lebih terperinciKAJIAN AGRARIA (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT.
KAJIAN (KPM 321) PENDAHULUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA / DEPARTEMEN -KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN ASYARAKAT. 2009/10 1 FOKUS Mempelajari hubungan antara manusia yang mengatur penguasaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan yang bersih adalah dambaan setiap insan. Namun kenyataannya, manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai macam kegiatan yang
Lebih terperinciBAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN
51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat
Lebih terperinciREFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN
REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),
Lebih terperinciPERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN ( PERSISTENCE
PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN (PERSISTENCE) MASYARAKAT TANI (Studi Kasus: Kampung Ciharashas dan Cibeureum Batas, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan
Lebih terperinciMata Pencaharian Penduduk Indonesia
Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi
BAB 5 PENUTUP Bab penutup ini akan memaparkan temuan-temuan studi yang selanjutnya akan ditarik kesimpulan dan dijadikan masukan dalam pemberian rekomendasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan peningkatan kebutuhan manusia yang tidak terbatas namun kondisi sumberdaya alam terbatas. Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan
Lebih terperinci2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN berikut : FAO dalam Arsyad (2012:206) mengemukakan pengertian lahan sebagai Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen
Lebih terperinciPenanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM
Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumber daya alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya yang termasuk ke dalam
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciContoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA
Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang
Lebih terperinciPrestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng
KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan
Lebih terperinciMAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)
MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. diharapkan adanya pemahaman terhadap perubahan struktur agraria, faktor-faktor
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Strategi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Melalui pendekatan ini diharapkan adanya pemahaman terhadap perubahan struktur agraria, faktor-faktor
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG PENELITIAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara dengan jumlah kepulauan terbesar didunia. Indonesia memiliki dua musim dalam setahunnya, yaitu musim
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang adalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan terjadinya peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam
1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Hasil bumi yang berlimpah dan sumber daya lahan yang tersedia luas, merupakan modal mengembangkan dan
Lebih terperinci4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN
4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk
Lebih terperincippbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau
Lebih terperinciPENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani
ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani Abstrak Daerah penelitian adalah DAS Deli yang meliputi tujuh subdas dan mempunyai luas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama kondisi lahan pertanian yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi
TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor produksi utama dalam produksi pertanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DAS Biru yang mencakup Kecamatan Bulukerto dan Kecamatan Purwantoro berdasarkan peraturan daerah wonogiri termasuk dalam kawasan lindung, selain itu DAS Biru
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi
Lebih terperinciKERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN
KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender
Lebih terperinci1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product
Lebih terperinciLaporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN
BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin
Lebih terperinciMultifungsi Lahan dan Revitalisasi Pertanian
Multifungsi Lahan dan Revitalisasi Pertanian Oleh : Irawan Pengetahuan dan pemahaman masyarakat di Jepang terhadap multifungsi pertanian sudah sedemikian rupa sehingga pertanian dinilai bukan dari hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI
BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu peristiwa alam yang seringkali terjadi. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan
Lebih terperinciBAB VI PENGELOLAAN DAS CITANDUY
BAB VI PENGELOLAAN DAS CITANDUY Ukuran DAS memiliki variasi antara satu dengan yang lainnya. Ada yang memiliki luas beberapa hektar saja hingga ribuan hektar. Secara administratif, batas DAS dapat tercakup
Lebih terperinciPENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN
PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa
Lebih terperinci2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia Tuhan memang diperuntukkan bagi manusia sehingga harus dimanfaatkan atau diambil manfaatnya. Di sisi lain dalam mengambil manfaat hutan harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perluasan areal tanam melalui peningkatan intensitas pertanaman (IP) pada lahan subur beririgasi dengan varietas unggul baru umur super ultra genjah. Potensi tersebut
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta
Lebih terperinci