BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. PENGGUNAAN BEBERAPA ISTILAH DALAM PENELITIAN Sebelum masuk kepada telaah teoritis antar variabel penelitian, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai penggunaan beberapa istilah dalam penelitian ini, antara lain mengenai ideologi, sikap, dan Islam mainstream. 1. Ideologi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi merupakan seperangkat sistem atau himpunan kepercayaan, nilai, norma, ide, dan cara berpikir yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang menjadi dasar dalam menentukan sikap, arah, dan tujuan hidup. Penelitian ini melihat interaksi antara kesesuaian ideologi dan sikap terhadap kesesuaian ideologi terhadap orientasi akulturasi kelompok dominan, dengan subjek penelitian adalah Islam mainstream, Ahmadiyah Qadiyan, dan Ahmadiyah Lahore. Maka dari itu, ideologi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ideologi yang dimiliki oleh Islam mainstream, Ahmadiyah Qadiyan, dan Ahmadiyah Lahore. Adapun ideologi Islam mainstream yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (dalam Divisi Riset Ilmiah Universitas Islam Madinah, 2009): 1. Beriman kepada Allah SWT termasuk nama dan sifa-sifatnya (Asmaul Husna), yakni Allah SWT tidak serupa dengan makhluk lain (mukholafatuhu lil hawadis), Allah SWT adalah dzat yang 9

2 10 maha benar (al-haq), maha esa (wahdaniyah), tidak beranak dan tidak diperanakkan (surat Al-ikhlas (3) yang berbunyi lam yalid wa lam yuulad). 2. Beriman kepada kitab-kitab Allah, yakni Taurat, Zabur, Injil, dan Al-qur an, serta meyakini Al-qur an merupakan kitab suci terakhir sebagai penutup juga penyempurna kitab-kitab sebelumnya dan tidak akan ada wahyu lain setelah Al-Qur an. 3. Beriman kepada rasul Allah, dan menyakini bahwa nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir. 4. Tidak mengharamkan untuk menikah dengan seseorang di luar keanggotaan kelompoknya selama yang bersangkutan beragama Islam. 5. Tidak mengharamkan untuk sholat di belakang imam di luar keanggotaan kelompoknya selama yang bersangkutan adalah Islam dan baligh. 6. Nabi Muhammad SAW adalah nabi akhir zaman dan tidak akan ada lagi nabi setelah nabi Muhammad SAW. 7. Mengucap dua kalimat syahadat sebagai syarat seorang muslim (bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT). Adapun ideologi kelompok Ahmadiyah Qadiyan (Jema at Ahmadiyah) yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (dalam Dzahir, 2008):

3 11 1. Tuhan memiliki sifat-sifat seperti manusia, seperti puasa, shalat, tidur, terjaga, berlaku benar dan salah, menulis, memiliki tanda tangan, dan memiliki anak. 2. Memiliki kitab suci tersendiri yang terdiri dari 20 juz yang disebut Al-Kitab Al-Mubin (ada juga yang menyebutnya dengan Tadzkira) (lihat juga dalam Jaiz, 2009). 3. Meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah nabi Muhammad SAW (lihat juga dalam Sastrawi, 2011; Fathoni, 1994; Jaiz, 2009) dan meyakini bahwa nabi dan rasul akan tetap ada hingga hari kiamat. 4. Mengharamkan untuk menikah dengan non-ahmadiyah Qadiyan (lihat juga dalam Sastrawi, 2011; Jaiz, 2009). 5. Mengharamkan pengikutnya untuk sholat di belakang Imam seseorang yang bukan Ahmadiyah Qadiyan dan bila mensholatkan seorang Muslimin (lihat juga dalam Sastrawi, 2011; Jaiz, 2009). 6. Setiap orang di luar keanggotaan Ahmadiyah Qadiyan adalah kafir. Adapun ideologi Ahmadiyah Lahore (Gerakan Ahmadiyah) yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (dalam Sastrawi, 2011): 1. Allah SWT adalah tuhan yang satu (esa) yang wajib disembah. 2. Al-Qur an sebagai kitab suci terakhir dan penyempurna kitab sebelumnya yang dijadikan sebagai pedoman hidup.

4 12 3. Mempercayai bahwa nabi Muhammad SAW merupakan nabi akhir zaman dan tidak akan ada lagi nabi setelah nabi Muhammad SAW dan Mirza Ghulam Ahmad bukanlah seorang nabi, melainkan hanya seorang tokoh pembaharu. 4. Tidak melarang untuk menikah dengan Islam di luar anggota Ahmadiyah. 5. Membolehkan bermakmum (dalam shalat) kepada non Ahmadiyah selama yang bersangkutan adalah seorang Islam. 6. Meyakini bahwa siapa pun yang membacakan dua kalimat syahadat adalah Muslim. 2. Sikap terhadap kesesuaian ideologi Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan sikap yang bersifat unidimensional, yakni sikap yang hanya terdiri dari elemen evaluasi yang dapat diekspresikan melalui perasaan suka atau tidak suka, rasa cinta atau benci, dan pandangan baik atau buruk (Franzoi, 2009). Dengan kata lain, sikap yang bersifat unidimensional dapat diartikan sebagai evaluasi positif atau negatif terhadap suatu objek. Adapun objek dalam penelitian ini merupakan kesesuaian ideologi antara kelompok Islam mainstream dan kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Lahore seperti yang dipaparkan pada poin 1 di atas. Maka sikap dalam penelitian ini merupakan evaluasi positif atau negatif terhadap kesesuaian ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore dengan ideologi Islam pada umumnya.

5 13 3. Islam Mainstream Istilah mainstream diartikan sebagai suatu aliran induk atau faham yang dianut oleh mayoritas masyarakat setempat. Mengacu kepada istilah tersebut, Islam mainstream dapat diartikan sebagai arus utama Islam yang mengarah kepada kelompok-kelompok islam dengan faham yang dianut oleh mayoritas masyarakat Islam. Islam mainstream di Indonesia sendiri merupakan kelompok-kelompok Islam yang berkiblat kepada faham utama Islam (lihat kembali ideologi Islam pada umumnya pada poin 1 di atas), yang bernaung dibawah payung sebuah Majelis Ulama Islam Indonesia (MUI), seperti kelompok NU (Nahdlatul Ulama), Muhammadiyah, Al-Wasliyah, Syarikat Islam, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah). Salah satu contoh kelompok di luar mainstream ini adalah kelompok Ahmadiyah (Qadiyan dan Lahore) (lihat Van-Bruinessen, 1992). Mengacu kepada penjelasan singkat tersebut, dapat terllihat bahwa Islam mainstream merupakan kelompok dominan dan kelompok Ahmadiyah (Qadiyan dan Lahore) merupakan kelompok nondominan yang ada di Indonesia. Islam mainstream sebagai kelompok dominan merupakan subjek penelitian dalam penelitian ini. Pada pembahasan selanjutnya, kelompok Islam mainstream adalah sebagai kelompok dominan dan istilah kelompok Ahmadiyah Lahore dan Ahmadiyah Qadiyan adalah sebagai kelompok non-dominan. B. TELAAH TEORITIS ANTAR VARIABEL PENELITIAN Penelitian ini berangkat dari hubungan negatif antar kelompok, yakni konflik. Konflik antar kelompok merupakan proses di mana suatu kelompok

6 14 mempersepsikan kelompok lain telah atau akan melakukan tindakan yang bertentangan dengan kepentingan mereka yang dapat dimulai dari permasalahan sederhana dan dengan cepat meningkat ke arah kemarahan, dendam, dan tindakan untuk membahayakan dan melukai kelompok lain tersebut (Baron, Byrne, & Branscombe, 2006). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kelompok dominan merupakan kelompok dalam masyarakat yang mempunyai sifat-sifat lebih dibandingkan dengan kelompok lain tidak hanya dalam hal jumlah, tetapi juga dalam hal penguasaan atas sumber daya alam dan manusia di dalam masyarakat, sedangkan kelompok non-dominan merupakan golongan sosial yang jumlah warganya jauh lebih kecil dibandingkan dengan golongan lain dalam suatu masyarakat dan dengan status mereka sebagai kelompok yang lemah dalam suatu masyarakat membuat kelompok ini cenderung mengalami diskriminasi oleh golongan lain yang lebih besar. Berdasarkan pemaparan kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konflik antara kelompok dominan dan non-dominan merupakan proses di mana suatu kelompok yang memiliki kekuatan dari segi jumlah dan kekuasaan dalam masyarakat mempersepsikan kelompok lain yang lebih lemah statusnya dari mereka (baik dari jumlah maupun kekuatannya dalam masyarakat) telah atau akan melakukan tindakan yang bertentangan dengan kepentingan mereka sehingga menimbulkan kemarahan, dendam, dan tindakan untuk membahayakan dan melukai kelompok yang statusnya lebih lemah dari mereka tersebut. Banyak determinan konflik yang telah ditemukan sebelumnya, namun dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada peran sikap terhadap kesesuaian

7 15 ideologi dan orientasi akulturasi yang dapat memecahkan konflik antar kelompok. Konflik juga merupakan produk dari kesenjangan kombinasi orientasi dan strategi akulturasi yang dilakukan oleh kelompok dominan dan non-dominan (Bourhis, dkk., 1997) yang dipengaruhi oleh seberapa berbeda atau sama nilai-nilai, norma, kepercayaan, maupun bahasa antar kelompok yang berinteraksi tersebut (Berry & Sam, 2006), di mana semakin besar perbedaan akan semakin dievaluasi secara negatif dan sebaliknya (Berry, Poortinga, Segall, & Dasen, 2002) yang pada akhirnya mengarahkan kepada penerimaan atau penolakan dari satu kelompok terhadap kelompok lain (Mummendey & Wenzel, 1999) yang dapat digambarkan dari orientasi akulturasi yang diinginkan oleh kelompok tersebut (Bourhis, dkk., 1997). Berdasarkan penalaran singkat tersebut, dinamika penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut: Sikap terhadap kesesuaian ideologi Kesesuaian ideologi Orientasi akulturasi (integrasi, asimilasi, segregasi, eksklusi, dan individualisme) Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian 1. Ideologi Antar Kelompok Sebagai Determinan Orientasi Akulturasi Kenrick (2007) mendefinisikan kelompok sebagai suatu unit yang terdiri dari dua atau lebih individu yang saling bergantung dan mempengaruhi satu sama lain serta saling berbagi identitas bersama, di

8 16 mana setiap kelompok sudah tentu akan memiliki nilai, norma dan tujuan masing-masing. Setiap kelompok memiliki nilai, norma, simbol, maupun kepercayaan (ideologi) yang berbeda satu sama lain dengan perspektif yang mungkin berbeda terhadap penerapannya masing-masing (Sihbudi & Nurhasim, 2001). Dalam realita kehidupan sehari-hari, dapat dilihat bahwa setiap kelompok memiliki ideologi dengan kadar kesesuaian maupun ketidaksesuaian yang beragam. Sebagai contoh, kelompok Islam mainstream dan Ahmadiyah Qadiyan memiliki ideologi yang sangat berbeda dan tidak sesuai antara satu sama lain walaupun Ahmadiyah Qadiyan juga mengatasnamakan kelompok mereka sebagai Islam (lihat Dzahir, 2008; Sastrawi, 2011; Fathoni, 1994; Jaiz, 2009), sedangkan kelompok Ahmadiyah Lahore memiliki ideologi yang hampir sesuai dari Islam pada umumnya yang juga mengatasnamakan kelompok mereka sebagai Islam (lihat Sastrawi, 2011; Iskandar, 2005). Seberapa sama atau berbeda ideologi yang dimiliki antar kelompok sangat kuat pengaruhnya terhadap proses akulturasi yang disebut dengan degree of similarity (Berry & Sam, 2006). Dalam proses akulturasi masingmasing kelompok yang berakulturasi memiliki masing-masing orientasi akulturasi (yang dilakukan oleh kelompok dominan) dan strategi akulturasi (yang dilakukan oleh kelompok non-dominan), dan kombinasi antara orientasi dan strategi akulturasi ini yang nantinya akan menentukan kualitas hubungan antara kedua kelompok dominan dan non-dominan (positif atau negatif) (Bourhis, dkk., 1997). Mengacu kepada definisi orientasi akulturasi

9 17 yang dikemukakan oleh Bourhis, dkk. (1997), yakni strategi akulturasi yang diinginkan oleh kelompok dominan maka secara spesifik kadar kesesuaian dan ketidaksesuaian ideologi antara kelompok dominan dan non-dominan dapat mempengaruhi harapan kelompok dominan sehubungan dengan strategi akulturasi yang harus digunakan oleh kelompok non-dominan. Ada satu variabel yang dipercaya menengahi peran dari faktor degree of similarity tersebut terhadap preferensi akulturasi kelompok dominan yang akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya. Orientasi akulturasi kelompok dominan pada awalnya dikemukakan oleh Berry pada tahun 1974 yang dikenal sebagai ekspektasi akulturasi, yakni keinginan kelompok dominan akan strategi akulturasi yang harus dilakukan oleh kelompok non-dominan terhadap budaya dominan. Mengingat bahwa kelompok dominan memiliki kuasa dan kekuatan dalam menentukan keberhasilan strategi akulturasi yang dilakukan kelompok nondominan, maka kemudian Berry menambahkan kajian ekspektasi akulturasi pada teori akulturasinya (Berry & Sam, 2006; Chun, Organista, & Marin, 2003). Bourhis, dkk. (1997) kemudian menyempurnakan temuan Berry tersebut dan menyatakan bahwa keberhasilan akulturasi memang sangat ditentukan oleh kelompok dominan dengan orientasi akulturasinya, yang pada akhirnya dapat menentukan kualitas hubungan antara kedua kelompok (positif atau negatif). Adapun orientasi akulturasi kelompok dominan yang disempurnakan oleh Bourhis, dkk. (1997) terbagi menjadi lima orientasi, yakni :

10 18 1. Integrasi, kelompok dominan menerima kelompok non-dominan dalam mempertahankan budaya asli mereka dan juga menerima mereka ketika mereka mengadopsi nilai-nilai budaya dominan. 2. Asimilasi, kelompok dominan menginginkan kelompok nondominan untuk sepenuhnya mengikuti budaya dominan dan sepenuhnya meninggalkan budaya mereka. 3. Segregasi, kelompok dominan bisa menerima kelompok nondominan untuk mempertahankan budaya mereka selama mereka memisahkan diri dan hidup terpisah sepenuhnya dari budaya dominan. 4. Eksklusi, kelompok dominan tidak menginginkan kelompok nondominan untuk mempertahankan budaya mereka dan tidak pula menerima mereka untuk mengadopsi nilai budaya dominan. 5. Individualisme, kelompok dominan menolak kelompok nondominan dari sisi budaya atau kelompok dimana mereka bernaung karena tipe ini tidak memandang orang lain dari sisi budaya atau kekelompokkan, melainkan menerima mereka secara pribadi atau secara personal terlepas dari kekelompokkan di mana mereka bernaung. Bagaimana kesesuaian maupun ketidaksesuaian ideologi antar kelompok dapat menentukan masing-masing orientasi akulturasi di atas akan dijelaskan dalam penjabaran selanjutnya.

11 19 2. Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi Antar Kelompok Sebagai Determinan Orientasi Akulturasi Sikap dari definisi unidimensional diartikan sebagai evaluasi positif atau negatif terhadap suatu objek yang dapat diekspresikan dengan rasa suka atau tidak suka, rasa cinta atau benci, dan pandangan baik atau buruk (Franzoi, 2009). Sikap positif atau negatif yang dimiliki oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain tergantung dari seberapa berbeda atau sesuai ideologi yang dimiliki oleh keduanya, di mana semakin individu menilai suatu kelompok sebagai berbeda dengan kelompok di mana diri bernaung, maka semakin negatif sikap individu terhadap kelompok tersebut dan sebaliknya (lihat Berry, dkk., 2002). Hal ini dapat terjadi karena ideologi kelompok lain yang berbeda dapat dipersepsikan sebagai suatu ancaman terhadap ideologi suatu kelompok tertentu yang pada akhirnya dapat melahirkan perasaan negatif terhadap kelompok tersebut (lihat Verkuyten, Gonzales, Weesie, & Poppe, 2008). Jadi, semakin berbeda ideologi yang ada akan semakin dipersepsikan sebagai ancaman yang akhirnya melahirkan sikap negatif, dan sebaliknya semakin kecil perbedaan ideologi tersebut semakin tidak dipersepsikan sebagai ancaman sehingga yang muncul adalah sikap positif. Ketidaksesuaian ideologi akan memunculkan sikap negatif (Hipotesis 1) sehingga yang terjadi adalah penolakan (i.e. asimilasi, segregasi, atau eksklusi) terhadap kelompok yang ideologinya sangat tidak sesuai dengan ideologi mereka (Hipotesis 3a, 3b, dan 3c). Sedangkan

12 20 terhadap kelompok dengan ideologi yang sesuai dengan ideologi mereka akan memunculkan sikap positif (Hipotesis 1) sehingga yang terjadi adalah penerimaan (e.g. integrasi dan individualisme) terhadap kelompok yang ideologinya sesuai dengan ideologi mereka. a. Sikap Terhadap Kesesuaian Ideologi Kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore Sebagai Determinan Orientasi Akulturasi Islam Mainstream Ideologi (seperangkat sistem nilai, norma, dan kepercayaan) yang sesuai akan dievaluasi secara positif, sebaliknya ideologi yang tidak sesuai akan dievaluasi secara negatif (Berry, dkk., 2002), di mana evaluasi dapat diartikan sebagai sikap unidimensional (Franzoi, 2009). Ketika diterapkan pada contoh subjek dalam penelitian ini, yakni antara Ahmadiyah Lahore (ideologinya sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya) dan Qadiyan (ideologinya tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya), maka Islam mainstream akan memiliki sikap negatif terhadap Ahmadiyah Qadiyan dan positif terhadap Ahmadiyah Lahore (Hipotesis 1). Ketika dikaitkan dengan kajian persepsi ancaman oleh Verkuyten, dkk. (2008), maka ketidaksesuaian ideologi kelompok Ahmadiyah Qadiyan dari ideologi Islam pada umumnya akan dipersepsikan sebagai ancaman oleh Islam mainstream, sehingga Islam mainstream memiliki sikap negatif terhadap kelompok ini, dan sebaliknya pada Ahmadiyah Lahore dikarenakan ideologi mereka yang sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya sehingga tidak begitu

13 21 dipersepsikan sebagai ancaman oleh Islam mainstream, sehingga Islam mainstream memiliki sikap positif terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore. Sebagai akibatnya Islam mainstream lebih dapat menerima Ahmadiyah Lahore dari segi orientasi akulturasinya (yakni tipe orientasi integrasi dan individualisme) daripada Ahmadiyah Qadiyan (yakni tipe orientasi asimilasi, segregasi, dan eksklusi) (Hipotesis 2 dan 3). Jika kita lihat kembali pada ideologi kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore terhadap ideologi Islam mainstream (lihat poin A hal. 9), dapat terlihat bahwa ideologi kelompok Ahmadiyah Qadiyan sangat tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya, sedangkan ideologi Ahmadiyah Lahore dapat dikatakan sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kadar perbedaan ataupun ketidaksesuaian ideologi dapat membuat anggota suatu kelompok menyikapi secara negatif kelompok lain, sikap negatif itu sendiri dapat berupa penolakan, diskriminasi, bahkan konflik (Berry, dkk., 2002; Verkuyten, dkk., 2008; Mummendey & Wenzel, 1999). Dengan demikian, kelompok dengan ideologi yang tidak sesuai dengan ideologi kelompok dominan akan disikapi secara negatif yang pada akhirnya akan mengarahkan kepada penolakan terhadap kelompok nondominan tersebut, sedangkan kelompok dengan ideologi yang sesuai dengan ideologi kelompok dominan akan disikapi secara positif yang

14 22 pada akhirnya akan mengarahkan kepada penerimaan terhadap kelompok non-dominan tersebut. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa secara spesifik pada contoh kasus ini, ideologi Ahmadiyah Qadiyan yang sangat tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya dipercaya menciptakan lahirnya sikap negatif terhadap kelompok ini yang pada akhirnya mengarahkan Islam mainstream untuk menolak kelompok Ahmadiyah Qadiyan (asimilasi, segregasi, atau eksklusi) (Hipotesis 3a, 3b, dan 3c). Sebaliknya yang terjadi pada kelompok Ahmadiyah Lahore, ideologi mereka yang sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya melahirkan sikap yang lebih positif sehingga mengarahkan Islam mainstream untuk menerima kelompok ini (integrasi dan individualisme) (Hipotesis 2a dan 2b). Penerimaan atau penolakan kelompok dominan terhadap non dominan merupakan elemen dalam fenomena akulturasi (lihat Bourhis, dkk., 1997), dan juga tergantung dari sikap (evaluasi) mereka terhadap seberapa sesuai atau tidak sesuai ideologi mereka dengan ideologi kelompok non-dominan tersebut (Mummendey & Wenzel, 1999; Berry, dkk., 2002). Melihat penalaran teoritis tersebut, maka peneliti berasumsi bahwa sikap Islam mainstream terhadap kesesuaian ideologi itu sendiri yang memediasi peran kesesuaian ideologi dalam menentukan orientasi akulturasi yang diinginkan Islam mainstream terhadap kedua kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore.

15 23 Sikap Islam Mainstream Terhadap Kesesuaian ideologi kedua kelompok Ahmadiyah dengan ideologi Islam pada umumnya. Ideologi Sesuai : Ahmadiyah Lahore. Ideologi Tidak Sesuai: Ahmadiyah Qadiyan. Orientasi akulturasi Islam mainstream (integrasi, asimilasi, segregasi, eksklusi, dan individualisme). Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian antara Islam Mainstream dan Kedua Kelompok Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore. Ada dua dimensi yang membentuk kelima orientasi akulturasi kelompok dominan yang dikemukakan oleh Bourhis, dkk. (1997) dan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini: Dimensi 2: apakah patut untuk diterima ketika kelompok nondominan mengadopsi budaya kelompok dominan? Dimensi 1: apakah patut untuk diterima ketika kelompok non-dominan mempertahankan budaya asli mereka? Yes No Yes Integrasi Asimilasi No Segregasi Ekslusi Individualisme Gambar 3. Dimensi Orientasi Akulturasi Kelompok Dominan Ketika teori dikaitkan dengan contoh kasus penelitian antara Ahmadiyah (Qadiyan & Lahore) dan Islam mainsream, bahwa penerimaan atau penolakan dari kelompok dominan ditentukan oleh sikap mereka (Mummendey & Wenzel, 1999), dan sikap mereka ditentukan oleh kesesuaian ideologi yang dimiliki oleh kelompok nondominan (Berry, dkk., 2002), maka Islam mainstream akan memiliki

16 24 sikap yang positif terhadap Ahmadiyah Lahore (Hipotesis 1), sebagai akibatnya Islam mainstream lebih menerima kelompok ini, yakni dengan memilih integrasi (Hipotesis 2a) dan individualisme (Hipotesis 2b). Sedangkan terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan, Islam mainstream akan memiliki sikap yang negatif (Hipotesis 1), sebagai akibatnya Islam mainstream lebih menolak kelompok ini, yakni dengan memilih asimilasi (Hipotesis 3a), segregasi (Hipotesis 3b), dan eksklusi (Hipotesis 3c). Peneliti berhipotesis bahwa akibat dari sikap positif kelompok dominan terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi kelompok dominan, maka kelompok dominan lebih menginginkan orientasi integrasi terhadap kelompok ini, yakni menerima kelompok di kedua dimensi akulturasi (lihat Gambar 3). Pada subjek penelitian, Islam mainstream lebih menerima Ahmadiyah Lahore untuk mempertahankan ideologi mereka dan menerima mereka sebagai bagian dari Islam. Hal ini dikarenakan kelompok dominan menyikapi kesesuaian ideologi antara mereka dan kelompok non-dominan tersebut secara positif, sehingga mengarahkan kelompok dominan untuk menerima mereka dalam mempertahankan ideologi tersebut dan juga menerima mereka untuk mengadopsi nilai-nilai dominan (yakni integrasi) (Hipotesis 2a). Peneliti juga berhipotesis bahwa kelompok dominan juga menginginkan orientasi individualisme (Hipotesis 2b) terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya sesuai dengan ideologi mereka. Hal ini

17 25 dikarenakan kelompok dominan menyikapi kesesuaian ideologi ini secara positif sehingga dapat menerima kelompok non-dominan ini secara pribadi terlepas dari keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Pada kasus penelitian, Islam mainstream tidak menuntut Ahmadiyah Lahore untuk mempertahankan atau meninggalkan ideologi mereka, tidak pula menuntut mereka untuk sepenuhnya menerapkan ideologi Islam pada umumnya sebagai ideologi mereka, dan tidak meminta mereka untuk memisahkan diri dari Islam. Artinya, Islam mainstream menerima mereka secara pribadi terlepas dari keanggotaan mereka sebagai Ahmadiyah (yakni individualisme) (Hipotesis 2b). Hipotesis penelitian berikutnya adalah bahwa kelompok dominan lebih menginginkan asimilasi terhadap kelompok non-dominan yang ideologinya tidak sesuai dengan ideologi kelompok dominan (Hipotesis 3a). Hal ini dikarenakan kelompok dominan menyikapi ketidaksesuaian ideologi ini secara negatif, sehingga mereka menolak kelompok nondominan tersebut untuk mempertahankan ideologi mereka dan menginginkan mereka untuk sepenuhnya mengikuti budaya dominan (yakni asimilasi) (Hipotesis 3a). Pada kasus penelitian, Islam mainstream lebih menginginkan asimilasi terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan, yakni menginginkan mereka untuk sepenuhnya meninggalkan ideologi mereka dan sepenuhnya mengikuti ideologi Islam pada umumnya. Peneliti juga berhipotesis bahwa konsekuensi dari sikap negatif kelompok dominan terhadap ketidaksesuaian ideologi pada kelompok

18 26 non-dominan berimplikasi kepada pemilihan orientasi segregasi, yakni menolak kelompok non-dominan untuk mengadopsi ideologi dominan dan masih bisa menerima mereka dalam mempertahankan ideologi mereka namun dengan cara hidup terpisah dari kelompok dominan (yakni segregasi) (Hipotesis 3b). Secara spesifik pada kasus penelitian, Islam mainstream lebih menginginkan segregasi terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan, yakni menginginkan mereka untuk mendirikan agama sendiri di luar agama Islam jika mereka tetap ingin mempertahankan ideologi mereka yang tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya. Peneliti juga berhipotesis bahwa kelompok dominan juga menginginkan orientasi eksklusi terhadap kelompok non-dominan yang ideloginya tidak sesuai dengan ideologi kelompok dominan. Artinya kelompok dominan menolak mereka untuk mengadopsi budaya dominan dan juga menolak mereka untuk mempertahankan budaya asli mereka (yakni eksklusi) (Hipotesis 3c). Secara spesifik pada kasus penelitian, Islam mainstream lebih menginginkan eksklusi terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan, yakni menolak mereka sebagai bagian dari Islam dan juga menginginkan mereka untuk menghapuskan ideologi mereka yang tidak sesuai dengan ideologi Islam pada umumnya. Penelitian tentang orientasi akulturasi dalam kaitannya dengan sikap memang telah dilakukan sebelumnya di Israel (Bourhis & Dayan, 2004) dan Kanada (Montreuil & Bourhis, 2001). Mereka menemukan bahwa host

19 27 community terhadap kelompok non-dominan yang dihargai lebih memilih orientasi integrasi dan individualisme terhadap kelompok tersebut, sebaliknya terhadap kelompok yang tidak dihargai, host community lebih memilih orientasi asimilasi, segregasi, dan eksklusi. Hasil penelitian ini memperkuat asumsi peneliti bahwa sikap kelompok dominan (positif atau negatif) terhadap seberapa sesuai atau tidak sesuai ideologi yang ada antara mereka dengan kelompok non-dominan turut menentukan preferensi akulturasi mereka. Secara ringkas dapat disimpulkan nalar dari penelitian ini, bahwa kombinasi orientasi akulturasi yang berdampak kepada penentuan kualitas hubungan dan interaksi antar kelompok (Bourhis, dkk., 1997) dipengaruhi oleh kesesuaian ideologi yang ada antara kedua kelompok dominan dan non-dominan yang melahirkan sikap (positif atau negatif) (Berry, dkk., 2002), yang pada akhirnya mengarahkan kepada penerimaan atau penolakan (Mummendey & Wenzel, 1999) yang dapat digambarkan pada salah satu atau kedua dimensi akulturasi (Bourhis, dkk., 1997). Secara spesifik pada fenomena konflik antara Ahmadiyah Qadiyan (Jema at Ahmadiyah) dan Islam mainstream menunjukkan bahwa telah terjadi kesenjangan orientasi dan strategi akulturasi antara Islam mainstream dan Ahmadiyah Qadiyan. Islam mainstream menginginkan asimilasi atau segregasi terhadap Ahmadiyah Qadiyan, sedangkan Ahmadiyah Qadiyan sendiri menginginkan untuk berintegrasi terhadap Islam. Sehingga terjadilah kesenjangan orientasi akulturasi oleh Islam mainstream dan strategi akulturasi oleh Ahmadiyah

20 28 Qadiyan dan pada akhirnya menciptakan ketegangan dan konflik antara kedua kelompok ini (Nasution, 2008; Bourhis, dkk., 1997). Jika contoh kasus antara Ahmadiyah Qadiyan dan Islam mainstream dikaitkan dengan nalar penelitian, maka sikap Islam mainstream yang tidak menginginkan Ahmadiyah Qadiyan untuk berintegrasi merupakan konsekuensi dari ketidaksesuaian ideologi mereka dari ideologi Islam pada umumnya. Hal ini yang kemudian mengakibatkan kelompok tersebut disikapi secara negatif yang pada akhirnya mengarahkan Islam mainstream untuk menolak kehadiran kelompok Ahmadiyah Qadiyan (yakni asimilasi atau segregasi) (Nasution, 2008; Bourhis, dkk., 1997; Berry, dkk., 2002; Mummendey & Wenzel, 1999). C. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hipotesis dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut: 1. Islam mainstream memiliki sikap yang lebih positif terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore daripada terhadap Ahmadiyah Qadiyan. 2. Akibat dari sikap Islam mainstream yang positif terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore maka, a. Islam mainstream lebih menginginkan tipe orientasi integrasi terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore daripada Ahmadiyah Lahore. b. Islam mainstream lebih menginginkan tipe orientasi individualisme terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore daripada Ahmadiyah Lahore.

21 29 3. Akibat dari sikap Islam mainstream yang negatif terhadap kelompok Ahmadiyah Qadiyan maka, a. Islam mainstream lebih menginginkan tipe orientasi asimilasi terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore daripada Ahmadiyah Qadiyan. b. Islam mainstream lebih menginginkan tipe orientasi segregasi terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore daripada Ahmadiyah Qadiyan. c. Islam mainstream lebih menginginkan tipe orientasi eksklusi terhadap kelompok Ahmadiyah Lahore daripada Ahmadiyah Qadiyan.

BAB I PENDAHULUAN. etnis, agama, dan kelompok dengan ideologi 1 masing-masing yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. etnis, agama, dan kelompok dengan ideologi 1 masing-masing yang mungkin BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Konflik antar kelompok telah menjadi sebuah fenomena yang tidak dapat terhindarkan dalam suatu negara plural. Hal ini dapat terjadi karena beragamnya etnis,

Lebih terperinci

AHMADIYAH SEBAGAI PAHAM DAN GERAKAN KEAGAMAAN

AHMADIYAH SEBAGAI PAHAM DAN GERAKAN KEAGAMAAN 1 AHMADIYAH SEBAGAI PAHAM DAN GERAKAN KEAGAMAAN Sebagai Paham Keagamaan, Ahmadiyah adalah paham yang memandang Mirza Ghulam Ahmad, yang lahir di Kota Qodian, India, 1835 M, adalah imam mahdi, almasih al-mau

Lebih terperinci

Pembaharuan.

Pembaharuan. Pembaharuan a.s. Disajikan di bawah ini adalah khutbah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, Masih Maud dan Imam Mahdi, pada tanggal 26 Desember 1903. Terjemahan ini diambil dari naskah berbahasa Urdu

Lebih terperinci

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi) Muhammad SAW adalah seorang nabi terakhir yang diutus ke bumi oleh Allah SWT. Sebagai seorang nabi dan rasul, nabi Muhamad SAW membawakan sebuah risalah kebenaran yaitu sebuah agama tauhid yang mengesakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Allah Swt menurunkan kitab-kitab kepada para Rasul-Nya yang wajib diketahui dan

I. PENDAHULUAN. Allah Swt menurunkan kitab-kitab kepada para Rasul-Nya yang wajib diketahui dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah Swt menurunkan kitab-kitab kepada para Rasul-Nya yang wajib diketahui dan diimani oleh semua manusia, yaitu: Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur'an. Masingmasing kitab

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENOLAKAN PENCANTUMAN ISLAM PADA E-KTP BAGI PENGANUT JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DI MANISLOR KUNINGAN

EXECUTIVE SUMMARY PENOLAKAN PENCANTUMAN ISLAM PADA E-KTP BAGI PENGANUT JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DI MANISLOR KUNINGAN EXECUTIVE SUMMARY PENOLAKAN PENCANTUMAN ISLAM PADA E-KTP BAGI PENGANUT JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DI MANISLOR KUNINGAN Pasca terbitnya SKB 3 Menteri Tahun 2008 terkait Ahmadiyah, kasus terkait Ahmadiyah

Lebih terperinci

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah Umat Islam di seluruh penjuru dunia bersuka cita menyambut maulid Nabi Muhammad Saw pada bulan Rabiul Awal. Muslim Sunni merayakan hari kelahiran Rasulullah pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa Negara menjamin

I. PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa Negara menjamin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama berfungsi sangat penting dalam kehidupan manusia, baik manusia pribadi, maupun manusia sebagai penduduk suatu Negara. Secara konstitutif, jaminan kebebasan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan melalui wahyu Allah yang disampaikan oleh Malaikat jibril. Islam itu

BAB I PENDAHULUAN. dengan melalui wahyu Allah yang disampaikan oleh Malaikat jibril. Islam itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama Allah yang kepada Nabi Muhammad SAW, dengan melalui wahyu Allah yang disampaikan oleh Malaikat jibril. Islam itu sendiri didirikan atas lima

Lebih terperinci

Tauhid untuk Anak. Tingkat 1. Oleh: Dr. Saleh As-Saleh. Alih bahasa: Ummu Abdullah. Muraja ah: Andy AbuThalib Al-Atsary. Desain Sampul: Ummu Zaidaan

Tauhid untuk Anak. Tingkat 1. Oleh: Dr. Saleh As-Saleh. Alih bahasa: Ummu Abdullah. Muraja ah: Andy AbuThalib Al-Atsary. Desain Sampul: Ummu Zaidaan Tauhid untuk Anak Tingkat 1 Oleh: Dr. Saleh As-Saleh Alih bahasa: Ummu Abdullah Muraja ah: Andy AbuThalib Al-Atsary Desain Sampul: Ummu Zaidaan Sumber: www.understand-islam.net Disebarluaskan melalui:

Lebih terperinci

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Modul ke: RADIKALISME ISLAM DI INDONESIA Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Drs. SUMARDI, M. Pd Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Pengertian Radikal Menurut KBBI radikal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Itulah petikan pasal 28B ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

Lebih terperinci

SKB GAFATAR & SKB AHMADIYAH (TINJUAN TEOLOGIS ) Oleh: Prof. H. Abd. Rahman Mas ud, Ph.D Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama

SKB GAFATAR & SKB AHMADIYAH (TINJUAN TEOLOGIS ) Oleh: Prof. H. Abd. Rahman Mas ud, Ph.D Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama SKB GAFATAR & SKB AHMADIYAH (TINJUAN TEOLOGIS ) Oleh: Prof. H. Abd. Rahman Mas ud, Ph.D Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama A. LATAR BELAKANG SOSIOLOGIS & TEOLOGIS LAHIRNYA SKB GAFATAR PENOLAKAN

Lebih terperinci

UNIT 5. Kelas Bimbingan Dewasa

UNIT 5. Kelas Bimbingan Dewasa UNIT 5 Kelas Bimbingan Dewasa Allah s.w.t. menurunkan kitab kepada beberapa utusannya. Memahami tujuan kitab diturunkan. Keistimewaan al-quran. Beriman kepada Allah: Ertinya: percaya sepenuh hati bahawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama dipertimbangkan sekaligus harus dikaji ialah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan, akan diketahui

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL

KISI-KISI PENULISAN SOAL DOKUMEN NEGARA SANGAT RAHASIA KISI-KISI PENULISAN SOAL Jenjang Sekolah : SMP Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam Alokasi Waktu : 120 Menit Bentuk Soal : Pilihan Ganda Nomor 1 s.d. 40 dan Uraian 41

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an Al-karim ialah kitab Allah dan wahyu-nya yang diturunkan

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an Al-karim ialah kitab Allah dan wahyu-nya yang diturunkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an Al-karim ialah kitab Allah dan wahyu-nya yang diturunkan kepada hambanya, penutup para nabi dan rasul, Muhammad SAW. Ia adalah jalan lurus dan ikatan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan laporan hasil penelitian yang diuraikan pada BAB IV terlebih di

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan laporan hasil penelitian yang diuraikan pada BAB IV terlebih di BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Data Berdasarkan laporan hasil penelitian yang diuraikan pada BAB IV terlebih di atas dapat diketahui dengan jelas gambaran tentang program dan peran MUI Kabupaten HSS dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan A. Latar Belakang Al-Ikhlash adalah surah ke-22 yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad di Mekkah. Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa surah ini merupakan

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6 SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA Week 6 Agama Islam menganggap etika sebagai cabang dari Iman, dan ini muncul dari pandangan dunia islam sebagai cara hidup manusia. Istilah etika yang paling

Lebih terperinci

QADLA DAN QADAR. Oleh : Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. Penterjemah: A.Q. Khalid

QADLA DAN QADAR. Oleh : Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. Penterjemah: A.Q. Khalid QADLA DAN QADAR Oleh : Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. Penterjemah: A.Q. Khalid Berikut ini adalah kompilasi dari nukilan yang diambil dari Malfuzat yang berkaitan tentang takdir dan nasib manusia. Kumpulan

Lebih terperinci

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNAGRAHITA

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNAGRAHITA - 855 - A. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNAGRAHITA KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ahmadiyah merupakan suatu gerakan keagamaan yang didirikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Ahmadiyah merupakan suatu gerakan keagamaan yang didirikan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ahmadiyah merupakan suatu gerakan keagamaan yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1891 di Asia Selatan (sekarang India). Gerakan ini mempunyai dasar pemikiran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL 71 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL Sekolah merupakan institusi yang bertanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

OLEH : Dr. M. ADI TOEGARISMAN JAKSA AGUNG MUDA BIDANG INTELIJEN.

OLEH : Dr. M. ADI TOEGARISMAN JAKSA AGUNG MUDA BIDANG INTELIJEN. OLEH : Dr. M. ADI TOEGARISMAN JAKSA AGUNG MUDA BIDANG INTELIJEN. Yogyakarta, 12 April 2016 1 Latar belakang terbongkarnya kegiatan keagamaan GAFATAR Banyaknya kasus orang hilang al. Dr. Rita Tri Handayani

Lebih terperinci

Bimbingan Ruhani. Penanya:

Bimbingan Ruhani.  Penanya: Bimbingan Ruhani Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifah ke empat dari Jemaat Islam Ahmadiyah selalu memberikan kesempatan dari waktu ke waktu kepada semua orang dari segala bangsa, agama dan keyakinan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam sebagai agama dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. memiliki prinsip rahmatan lil alamin. Agama yang mengatur kehidupan manusia secara keseluruhan, detail

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 1. Obat untuk menolak bala dengan media ternak. dipaparkan oleh KH. Abdul Hannan Ma shum dalam kitab Sullam al-

BAB VI PEMBAHASAN. 1. Obat untuk menolak bala dengan media ternak. dipaparkan oleh KH. Abdul Hannan Ma shum dalam kitab Sullam al- BAB VI PEMBAHASAN A. ANALISIS KRITIS 1. Obat untuk menolak bala dengan media ternak Surah-surah yang digunakan sebagai media menolak bala yang dipaparkan oleh KH. Abdul Hannan Ma shum dalam kitab Sullam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara plural yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir di seluruh

Lebih terperinci

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Asimilasi Pernikahan Jawa dan Minangkabau) NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

Takwa dan Keutamaannya

Takwa dan Keutamaannya Takwa dan Keutamaannya Khutbah Jumat berikut ini menjelaskan tentang hakikat dan keutamaan takwa. Sebab, takwa merupakan wasiat Allah Subhanahu wa Ta ala dan Rasul-Nya yang harus dipahami maksudnya dan

Lebih terperinci

KESINAMBUNGAN AGAMA-AGAMA

KESINAMBUNGAN AGAMA-AGAMA c Demokrasi Lewat Bacaan d KESINAMBUNGAN AGAMA-AGAMA Oleh Nurcholish Madjid Kemarin, 28 Maret 1999, umat Islam merayakan hari raya Idul Adha 1419 H, yang merupakan perayaan pengingatan kembali (sebuah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melalui pembahasan dan analisis dari bab I sampai bab IV, maka ada beberapa hal yang sekiranya perlu penulis tekankan untuk menjadi kesimpulan dalam skripsi ini, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian dan Penegasan Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian dan Penegasan Judul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dan Penegasan Judul Kedudukan agama dalam kehidupan masyarakat maupun kehidupan pribadi sebagai makhluk Tuhan merupakan unsur yang terpenting, yang

Lebih terperinci

Oleh: Rokhmat S Labib, MEI

Oleh: Rokhmat S Labib, MEI Oleh: Rokhmat S Labib, MEI Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-furqan (Alquran) kepada hamba-nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (TQS al-furqan [25]: 1). Sehebat apa pun manusia,

Lebih terperinci

BAB 2 ISLAM DAN SYARIAH ISLAM OLEH : SUNARYO,SE, C.MM. Islam dan Syariah Islam - Sunaryo, SE, C.MM

BAB 2 ISLAM DAN SYARIAH ISLAM OLEH : SUNARYO,SE, C.MM. Islam dan Syariah Islam - Sunaryo, SE, C.MM BAB 2 OLEH : ISLAM DAN SYARIAH ISLAM SUNARYO,SE, C.MM 1 Tujuan Pembelajaran Dapat menjelaskan Makna Islam Dapat Menjelaskan Dasar Dasar Ajaran Islam Dapat menjelaskan Hukum Islam Dapat menjelaskan Klassifikasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SK GUBERNUR NO. 188/94/KPTS/013/2011 DALAM TEORI PERLINDUNGAN EKSTERNAL DAN PEMBATASAN INTERNAL PERSPEKTIF WILL KYMLICKA

BAB V ANALISIS SK GUBERNUR NO. 188/94/KPTS/013/2011 DALAM TEORI PERLINDUNGAN EKSTERNAL DAN PEMBATASAN INTERNAL PERSPEKTIF WILL KYMLICKA BAB V ANALISIS SK GUBERNUR NO. 188/94/KPTS/013/2011 DALAM TEORI PERLINDUNGAN EKSTERNAL DAN PEMBATASAN INTERNAL PERSPEKTIF WILL KYMLICKA A. SK Gubernur dalam Perlindungan Eksternal (External Protection)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan-keinginan untuk tetap survive dalam meniti masa depan dan cita-cita.

BAB I PENDAHULUAN. keinginan-keinginan untuk tetap survive dalam meniti masa depan dan cita-cita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin besarnya arus globalisasi yang membawa suasana kehidupan semakin penuh dengan persaingan, sehingga semua disibukkan dengan keinginan-keinginan untuk

Lebih terperinci

MAKNA ISRO MI ROJ DAN HIKMAH SHOLAT

MAKNA ISRO MI ROJ DAN HIKMAH SHOLAT MAKNA ISRO MI ROJ DAN HIKMAH SHOLAT Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahnya sehingga hingga detik ini masih dipertemukan kembali

Lebih terperinci

BAB V IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

BAB V IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH Standar Kompetensi (Aqidah) BAB V IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH : 2. Meningkatkan keimanan kepada kitab-kitab Allah. Kompetensi Dasar : 2.1. Menjelaskan pengertian beriman kepada kitab-kitab Allah. 2.2.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. lanjut. Rekapitulasi data hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 5.1 rekapitulasi Data Hasil Penelitian Pengujian Hipotesis

BAB V PEMBAHASAN. lanjut. Rekapitulasi data hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 5.1 rekapitulasi Data Hasil Penelitian Pengujian Hipotesis BAB V PEMBAHASAN A. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian Rekapitulasi hasil penelitian dilakukan untuk memberi gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai hasil penelitian, sehingga dapat ditentukan langkah-langkah

Lebih terperinci

27 Mac 2015 (Jumaat) / 6 Jamadilakhir 1436H

27 Mac 2015 (Jumaat) / 6 Jamadilakhir 1436H Program Cinta Ilmu 27 Mac 2015 (Jumaat) / 6 Jamadilakhir 1436H AJARAN SESAT Bahagian Hal Ehwal Islam Akademi Pengajian Islam Kontemporari UiTM Shah Alam Sesungguhnya ugama (yang benar dan diredai) di sisi

Lebih terperinci

BAB IV TANTANGAN DAN RESPON UMAT ISLAM TERHADAP ALIRAN KEROKHANIAN SAPTA DARMA DI DESA BALONGDOWO

BAB IV TANTANGAN DAN RESPON UMAT ISLAM TERHADAP ALIRAN KEROKHANIAN SAPTA DARMA DI DESA BALONGDOWO BAB IV TANTANGAN DAN RESPON UMAT ISLAM TERHADAP ALIRAN KEROKHANIAN SAPTA DARMA DI DESA BALONGDOWO A. Tantangan Aliran Kerokhanian Sapta Darma di Desa Balongdowo Berdasarkan hasil penelitian yang penulis

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TAHUN PELAJARAN

KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TAHUN PELAJARAN KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TAHUN PELAJARAN 2010/2011 17 September 2010. Standar Kompetensi Lulusan Kemampuan Yang Diuji

Lebih terperinci

BAB IV PERBANDINGAN PANDANGAN ANTARA ISLAM DAN KRISTEN TENTANG PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV PERBANDINGAN PANDANGAN ANTARA ISLAM DAN KRISTEN TENTANG PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BAB IV PERBANDINGAN PANDANGAN ANTARA ISLAM DAN KRISTEN TENTANG PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP A. Persamaan Pandangan Pelestarian Lingkungan Hidup Pada Islam dan Kristen Al Qur an adalah kitab yang diturunkan

Lebih terperinci

Menerapkan hukum bacaan Al Syamsiyah dan Al Qamariyah pada ayat Al Quran. Menerapkan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati pada ayat Al Quran.

Menerapkan hukum bacaan Al Syamsiyah dan Al Qamariyah pada ayat Al Quran. Menerapkan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati pada ayat Al Quran. A. Sekolah Menengah Pertama No. 1. Standar Kompetensi Lulusan Menerapkan tatacara membaca Al Quran menurut tajwid, mulai dari cara membaca Al Syamsiyah dan Al Qomariyah sampai kepada menerapkan hukum bacaan

Lebih terperinci

KISI KISI SOAL UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016

KISI KISI SOAL UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016 NO. KISI KISI SOAL UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016 STANDAR KOMPETENSI 1. Meningkatkan keimanan kepada Allah SWT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan makhluk lainnya. Al-Qur an merupakan bukti tanda. kebesaran/kemahaluasan ilmu Allah bagi orang-orang yang berilmu.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan makhluk lainnya. Al-Qur an merupakan bukti tanda. kebesaran/kemahaluasan ilmu Allah bagi orang-orang yang berilmu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan adalah suatu uraian yang lengkap dan tersusun tentang suatu objek. Dengan ilmu hidup akan menjadi mudah dan baik, serta terangkat derajad kemuliaan

Lebih terperinci

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I ISBN: 978-602-71453-0-6 Editor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

Di antaranya pemahaman tersebut adalah: MENYOAL PEMAHAMAN ATAS KONSEP RAHMATAN LI AL- ÂLAMÎN Kata Rahmatan li al- Âlamîn memang ada dalam al-quran. Namun permasalahan akan muncul ketika orang-orang menafsirkan makna Rahmatan li al- Âlamîn secara

Lebih terperinci

MENERAPKAN EKONOMI ISLAM DENGAN PENDEKATAN EKONOMI PANCASILA: CARI JITU MENUJU INDONESIA PUSAT EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH DUNIA TAHUN

MENERAPKAN EKONOMI ISLAM DENGAN PENDEKATAN EKONOMI PANCASILA: CARI JITU MENUJU INDONESIA PUSAT EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH DUNIA TAHUN MENERAPKAN EKONOMI ISLAM DENGAN PENDEKATAN EKONOMI PANCASILA: CARI JITU MENUJU INDONESIA PUSAT EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH DUNIA TAHUN 2035 Amrial Ilmu Ekonomi Islam FEB UI Dalam Al-Qur an surat Al Baqarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

31. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMP/MTs

31. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMP/MTs 31. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMP/MTs KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti kejadian, serta erat hubunganya

BAB I PENDAHULUAN. persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti kejadian, serta erat hubunganya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata Akhlak berasal dari bahasa Arab khuluq yang jamaknya akhlak. Menurut bahasa, akhlak adalah perangai, tabiat, dan agama. Kata tersebut mengandung segi-segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istilah tersebut adalah pendidikan dan pengajaran. Pengajaran merupakan

BAB I PENDAHULUAN. istilah tersebut adalah pendidikan dan pengajaran. Pengajaran merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, ada dua istilah penting yang saling memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Dua istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah masyarakat adalah aqidah, khususnya aqidah Islam. Maka tugas

BAB I PENDAHULUAN. sebuah masyarakat adalah aqidah, khususnya aqidah Islam. Maka tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Islami merupakan masyarakat yang dekat dengan Allah Swt dalam segala kegiatannya di dunia. Asas pertama kali yang tegak dalam sebuah masyarakat adalah aqidah,

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN PAI

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN PAI KISI-KISI PENULISAN USBN PAI Jenjang Sekolah : SMP Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kurikulum : Kurikulum 2013 Alokasi Waktu : 120 Menit Bentuk Soal : Pilihan Ganda Nomor 1.s.d.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan. martabat kemanusiaan (Sinegar, UUD 1945: 31).

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan. martabat kemanusiaan (Sinegar, UUD 1945: 31). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah generasi mendatang yang sangat berharga. Bisa dikatakan bahwa baik buruknya generasi sebuah bangsa ditentukan oleh tangan-tangan pengembangnya. Dalam

Lebih terperinci

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNADAKSA

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNADAKSA - 1467 - A. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNADAKSA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

INDAHNYA PERSATUAN DARI MANA MENGENAL MAZHAB SYI'AH?

INDAHNYA PERSATUAN DARI MANA MENGENAL MAZHAB SYI'AH? Lisensi Dokumen: Seluruh artikel, makalah, dan e-book yang terdapat di www.hakekat.com boleh untuk digunakan dan disebarluaskan dengan syarat tidak untuk tujuan komersial dan harus mencantumkan www.hakekat.com

Lebih terperinci

TERMINOLOGIS KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN

TERMINOLOGIS KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN KONSEP AGAMA KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN TERMINOLOGIS UNSUR AGAMA SECARA UMUM PENGERTIAN ISLAM SECARA ETIMOLOGIS DAN TERMINOLOGIS PENGERTIAN AGAMA ISLAM KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN TERMINOLOGIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup berdampingan dengan manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat yang diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lisan, misalnya bahasa dalam khotbah, bahasa dalam pidato, dan bahasa. dalam karangan siswa, bahasa terjemahan Al Qur an.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lisan, misalnya bahasa dalam khotbah, bahasa dalam pidato, dan bahasa. dalam karangan siswa, bahasa terjemahan Al Qur an. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Allah, sehingga mampu melahirkan ide-ide yang kreatif. Salah satu kelebihan manusia di antaranya, yaitu

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA - 1217 - A. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

AGAMA ISLAM KOMPETENSI YANG DIUJIKAN INDIKATOR

AGAMA ISLAM KOMPETENSI YANG DIUJIKAN INDIKATOR AGAMA ISLAM NO 1 Rajin Belajar 1.1 Siswa dapat mengetahui manfaat belajar 1.2 Siswa dapat melafalkan doa sebelum belajar 1.3 Siswa dapat mengetahui tugas nabi 1.4 Siswa dapat menyebutkan manfaat rajin

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari

BAB V PENUTUP. Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari BAB V PENUTUP Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari berbagai permasalahan yang telah diuraikan secara panjang lebar, guna untuk mempermudah dalam memahami isi yang terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dalam seninya, akan menyadari bahwa bukan seniman yang mencapai

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dalam seninya, akan menyadari bahwa bukan seniman yang mencapai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di zaman sekarang sangat sedikit seniman yang mengaitkan antara seni dengan agama. Padahal jika disadari, seniman yang sampai pada kesempurnaan tertentu dalam

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH AL QUR AN AL-QURAN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP. Dosen pengampu : Masyhudi Riaman, S.Pd. Disusun Oleh : Sahri Ramadani

TUGAS MATA KULIAH AL QUR AN AL-QURAN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP. Dosen pengampu : Masyhudi Riaman, S.Pd. Disusun Oleh : Sahri Ramadani TUGAS MATA KULIAH AL QUR AN AL-QURAN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP Dosen pengampu : Masyhudi Riaman, S.Pd Disusun Oleh : Sahri Ramadani SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL IBROHIMY TANJUNGBUMI BANGKALAN 2012 KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses optimalisasi yang memerlukan waktu serta tahapan-tahapan tertentu. yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan berprestasi.

BAB I PENDAHULUAN. proses optimalisasi yang memerlukan waktu serta tahapan-tahapan tertentu. yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan berprestasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak proses menuju perkembangan manusia, bahkan dapat dikatakan bahwa maju mundurnya suatu bangsa dapat dilihat bagaimana kemajuan

Lebih terperinci

Keutamaan Kalimat Tauhid dan Syarat-Syaratnya

Keutamaan Kalimat Tauhid dan Syarat-Syaratnya Keutamaan Kalimat Tauhid dan Syarat-Syaratnya Khutbah Pertama:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan biaya pendidikan gratis bagi siswa berprestasi dan beasiswa

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan biaya pendidikan gratis bagi siswa berprestasi dan beasiswa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pemerataan pembangunan di Indonesia saat ini telah diwujudkan melalui program beasiswa yang ditawarkan oleh perusahaan maupun lembaga dengan memberikan biaya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Shalat telah diwajibkan pada malam Isra sebanyak lima puluh kali dalam

BAB I PENDAHULUAN. Shalat telah diwajibkan pada malam Isra sebanyak lima puluh kali dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Shalat telah diwajibkan pada malam Isra sebanyak lima puluh kali dalam sehari semalam, kemudian diturunkan hingga lima kali shalat, tetapi ganjarannya menyamai

Lebih terperinci

Islam dalam Tatanan Kehidupan Bermasyarakat

Islam dalam Tatanan Kehidupan Bermasyarakat Islam dalam Tatanan Kehidupan Bermasyarakat Kampungmuslim.org Di dalam al-quran, Adam adalah nama dari Nabi Adam [as]. Namun Adam juga digunakan al-quran untuk menyebut umat manusia. Atau manusia sebagai

Lebih terperinci

STANDAR ISI PAI SMP AL-QUR`AN & HADITS. No. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Kelas/Semester

STANDAR ISI PAI SMP AL-QUR`AN & HADITS. No. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Kelas/Semester STANDAR ISI PAI SMP AL-QUR`AN & HADITS 1. 1. Menerapkan Hukum bacaan Al Syamsiyah dan Al Qomariyah 2. 2. Menerapkan hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati 3. 1. Menerapkan hukum bacaan Qalqalah dan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. 1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang merupakan landasan ilmiah dalam

Lebih terperinci

Ceramah Ramadhan 1433 H/2012 M Bagaimana Kita Merespon Perintah Puasa

Ceramah Ramadhan 1433 H/2012 M Bagaimana Kita Merespon Perintah Puasa www.bersamadakwah.com 1 Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah Saat kita menunggu tamu istimewa datang, ada perasaan berharap untuk segera mendapatkan kepastian kedatangannya. Anggaplah ia pejabat, sahabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alloh Yang Maha Memampukan orang-orang yang tidak berdaya adalah Dzat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alloh Yang Maha Memampukan orang-orang yang tidak berdaya adalah Dzat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alloh Yang Maha Memampukan orang-orang yang tidak berdaya adalah Dzat yang adil membagi waktu 24 jam sehari semalam kepada setiap manusia. Manusia sukses dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang berkembang maupun negara maju sekalipun yaitu pencapaian kemajuan di bidang ekonomi dan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SDLB AUTIS

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SDLB AUTIS - 1677 - A. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SDLB AUTIS KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roswilda Hadianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roswilda Hadianti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur an adalah kitab suci yang diturunkan Allah Ta ala melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, yang merupakan kitab suci penyempurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Dalam kehidupan pondok pesantren, khususnya kehidupan pondok pesantren Al-Ukhuwah Sukoharjo, dalam kesehariannya sangat banyak kebiasaan-kebiasaan khususnya kebiasaan

Lebih terperinci

KETUHANAN YANG MAHA ESA

KETUHANAN YANG MAHA ESA Tugas Akhir Mata Kuliah Pancasila Judul Makalah : KETUHANAN YANG MAHA ESA Disusun Oleh : Nama : Dewi Retno Ningsih NIM : 11.02.7993 Kelompok : A Program Studi : D3 Jurusan Dosen : Manajemen Informatika

Lebih terperinci

Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat

Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat Al Qur an merupakan petunjuk dari Allah Swt bagi makhluknya, jin dan manusia, yang harus diikuti sebagai pedoman dalam

Lebih terperinci

Sejumlah ulama berpendapat bahwa menjalankan shalat berjamaah mengandung banyak nilai kebaikan, diantaranya berikut;

Sejumlah ulama berpendapat bahwa menjalankan shalat berjamaah mengandung banyak nilai kebaikan, diantaranya berikut; Kkeberkahan puasa yang bentuk konkretnya bisa kita saksikan di bulan Ramadhan. Saat bulan itu ada ibadah shalat Tarawih dan kecendenderungan umat untuk bersemangat menjalankan shalat berjamaah. Kebaikan

Lebih terperinci

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel Dasar Filosofis Rukun: Orang Indonesia (khususnya Orang Jawa) selalu mengedepankan

Lebih terperinci

BAB III LATAR BELAKANG DIKELUARKANNYA SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG DAN MENTERI DALAM NEGERI

BAB III LATAR BELAKANG DIKELUARKANNYA SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG DAN MENTERI DALAM NEGERI BAB III LATAR BELAKANG DIKELUARKANNYA SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG DAN MENTERI DALAM NEGERI A. Latar Belakang Dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Tentang Jemaat Ahmadiyah Indonesia

Lebih terperinci

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid c 1 Ramadan d 16 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang

Lebih terperinci

SUMBER HUKUM ISLAM 1

SUMBER HUKUM ISLAM 1 SUMBER HUKUM ISLAM 1 SUMBER UTAMA HUKUM ISLAM (DALIL QAT EI) Sumber utama hukum Islam ialah dalildalil yang telah disepakati oleh para ulamak dengan secara putus sebagai sumber hukum Islam yang utama dalam

Lebih terperinci

PENGAJIAN AKBAR DALAM RANGKA MEMPERINGATI ISRA MI RAJ NABI MUHAMMAD SAW DI MASJID AGUNG KOTA BLITAR TAHUN 2012 / 1433 H

PENGAJIAN AKBAR DALAM RANGKA MEMPERINGATI ISRA MI RAJ NABI MUHAMMAD SAW DI MASJID AGUNG KOTA BLITAR TAHUN 2012 / 1433 H WALIKOTA BLITAR SAMBUTAN WALIKOTA BLITAR PADA ACARA PENGAJIAN AKBAR DALAM RANGKA MEMPERINGATI ISRA MI RAJ NABI MUHAMMAD SAW DI MASJID AGUNG KOTA BLITAR TAHUN 2012 / 1433 H SENIN, 11 JUNI 2012 Assalamu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan mempunyai peranan yang penting untuk perkembangan tersebut. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling memerlukan adanya bantuan dari orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Manusia dituntut untuk saling

Lebih terperinci

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH BAB IV KOMPARASI KONSEP HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA DALAM STUDI RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH A. Persamaan Konsep Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia Tentang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M.

BAB V KESIMPULAN. Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M. BAB V KESIMPULAN Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M. Dasar-dasar teosofi tumbuh bersamaan dan bercampur dalam perkembangan teoriteori tasawuf; filsafat; dan --dalam

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah menunjukkan bahwa perbudakan di Amerika telah menimbulkan

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah menunjukkan bahwa perbudakan di Amerika telah menimbulkan BAB IV KESIMPULAN Sejarah menunjukkan bahwa perbudakan di Amerika telah menimbulkan berbagai macam reaksi. Berbagai macam cara dilakukan oleh warga Afrika- Amerika untuk merespon kerasnya rasisme dan diskriminasi

Lebih terperinci