MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA"

Transkripsi

1 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 166 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGUKURAN INDEKS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan ketenagakeraan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional bertuuan untuk memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kera, pemerataan kesempatan kera dan penyediaan tenaga kera serta memberikan perlindungan kepada tenaga kera dalam mewuudkan keseahteraan tenaga kera dan keluarganya; b. bahwa untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan ketenagakeraan di daerah perlu dilakukan pengukuran indeks pembangunan ketenagakeraan; c. bahwa dengan adanya perubahan sub indikator dan pembobotan terhadap pengukuran pembangunan ketenagakeraan, maka Keputusan Menteri Tenaga Kera dan Transmigrasi Nomor 457 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengukuran Pembangunan Ketenagakeraan, perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Keputusan Menteri tentang Pedoman Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakeraan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Waib Lapor Ketenagakeraan di Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3201); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakeraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

2 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakeraan dan Penyusunan Serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4701); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5413); 8. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009; 9. Peraturan Menteri Tenaga Kera dan Transmigrasi Nomor PER.12/MEN/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kera Kementerian Tenaga Kera dan Transmigrasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kera dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 378); 10. Peraturan Menteri Tenaga Kera dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2010 tentang Perencanaan Tenaga Kera Makro (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 542); 11. Peraturan Menteri Tenaga Kera dan Transmigrasi Nomor PER.17/MEN/XI/2010 tentang Perencanaan Tenaga Kera Mikro (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 543); 12. Peraturan Menteri Tenaga Kera dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketenagakeraan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 211); MEMUTUSKAN: Menetapkan: KESATU : Pedoman Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakeraan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri ini. KEDUA : Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU digunakan sebagai acuan bagi: 2

3 a. Instansi yang bertanggung awab di bidang ketenagakeraan pusat dan daerah dalam menyusun indeks pembangunan ketenagakeraan; dan b. Tim Penilai dalam mengukur indeks pembangunan ketenagakeraan. KETIGA : Tim sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA huruf b ditetapkan oleh Menteri. KEEMPAT : Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kera dan Transmigrasi Nomor 457 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengukuran Pembangunan Ketenagakeraan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. KELIMA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 2014 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, ttd. Drs. H.A. MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si. 3

4 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 166 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGUKURAN INDEKS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Untuk melihat keberhasilan pembangunan ketenagakeraan dapat dilihat dari besarnya proporsi kualitas angkatan kera, penduduk yang bekera, produktivitas tenaga kera, perlindungan tenaga kera, keseahteraan pekera dan lain sebagainya. Hasil pembangunan ketenagakeraan di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda. Tingkat keberhasilan pembangunan ketenagakeraan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ketersediaan anggaran, baik dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan maupun Anggaran Pendapatan dan Belana Daerah (APBD), ketersediaan sumber daya manusia (SDM), baik dari sisi umlah maupun kualitasnya, ketersediaan sarana dan prasarana serta kebiakan penyusunan prioritas pembangunan daerah. Hal ini berakibat langsung terhadap hasil-hasil pembangunan di daerah dan pembangunan secara nasional. Permasalahan ketenagakeraan di Indonesia masih banyak dan kompleks, seperti masih besarnya umlah penganggur terbuka, besarnya umlah pekera tidak penuh (bekera kurang dari 35 am per minggu), terbatasnya kesempatan kera baru, masih besarnya angkatan kera yang berpendidikan maksimum SD, rendahnya kualitas angkatan kera, rendahnya produktivitas tenaga kera, rendahnya kesadaran perusahaan melaporkan ketenagakeraan, rendahnya perlindungan dan keseahteraan pekera dan permasalahan ketenagakeraan lainnya. Permasalahan ketenagakeraan di atas bersifat nasional. Namun harus dipahami bahwa setiap provinsi memiliki intensitas permasalahan yang berbeda-beda, baik umlah maupun karakteristiknya. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kera dan Transmigrasi harus memiliki peta keberhasilan dan permasalahan ketenagakeraan secara spesifik di tiaptiap daerah khususnya di tingkat provinsi. Peta tersebut tercermin dari Indeks Pembangunan Ketenagakeraan baik secara keseluruhan maupun masing-masing indikator maupun sub indikator. Indeks Pembangunan Ketenagakeraan masing-masing daerah sangat dibutuhkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik sebagai dasar evaluasi pembangunan di masing-masing daerah dan sebagai dasar permulaan (starting point) pembangunan ketenagakeraan. Bagi pemerintah pusat, peta atau Indeks Pembangunan Ketenagakeraan dapat diadikan dasar evaluasi kebiakan dan penyusunan program nasional pembangunan ketenagakeraan di daerah. 4

5 Keberhasilan pembangunan ketenagakeraan sangat dipengaruhi kualitas perencanaan dan pelaksanaan perencanaan tenaga kera. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan perencanaan dan pelaksanaan perencanaan tenaga kera perlu dilakukan pemantauan, sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakeraan dan Penyusunan serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kera khususnya Pasal 39 ayat (2). Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan ketenagakeraan yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi, maka perlu dilakukan pengukuran pembangunan ketenagakeraan. Untuk itu, Kementerian Tenaga Kera dan Transmigrasi perlu melakukan pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakeraan. B. Tuuan Penyusunan pedoman pengukuran indeks pembangunan ketenagakeraan bertuuan sebagai acuan: c. Instansi yang bertanggung awab di bidang ketenagakeraan Pusat dan daerah dalam menyusun indeks pembangunan ketenagakeraan; dan d. Tim Penilai dalam mengukur indeks pembangunan ketenagakeraan. C. Ruang Lingkup Penyusunan Indeks Pembangunan Ketenagakeraan dilakukan berdasarkan umpan balik (feedback) dari keberhasilan perencanaan tenaga kera yang telah dilakukan daerah (provinsi), sebagaimana yang diamanatkan Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakeraan, maka ditetapkan 9 (sembilan) indikator utama meliputi: 1. perencanaan tenaga kera; 2. penduduk dan tenaga kera; 3. kesempatan kera; 4. pelatihan kera; 5. produktivitas tenaga kera; 6. hubungan industrial; 7. kondisi lingkungan kera; 8. pengupahan dan keseahteraan pekera; dan 9. aminan sosial tenaga kera. 9 (sembilan) indikator utama dalam pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakeraan dirinci menadi sub indikator yang dapat mewakili keberhasilan setiap indikator utama. D. Data dan Sumber Data Untuk penyusunan Indeks Pembangunan Ketenagakeraan diperlukan data dan informasi sebagai komponen utama dan pendukung. Untuk memudahkan pengumpulan data di daerah disiapkan alat (tools) berupa daftar pertanyaan yang harus diisi. Unit kera yang menadi sumber data adalah: 1. Dinas yang bertanggungawab di bidang ketenagakeraan provinsi. Data yang dihimpun, yaitu: a. tugas dan fungsi penyusun perencanaan tenaga kera; b. tim penyusun perencanaan tenaga kera; c. perencanaan tenaga kera; 5

6 d. pelatihan dan kompetensi kera; e. produktivitas tenaga kera; f. hubungan industrial; g. kondisi lingkungan kera; h. pengupahan dan keseahteraan pekera; i. aminan sosial tenaga kera. 2. Badan Pusat Statistik. Data yang dihimpun, yaitu: a. tingkat partisipasi angkatan kera muda (15-19 tahun); b. penduduk yang bekera; c. pekera anak; d. penganggur terbuka; e. pekera tidak penuh; f. penduduk yang bekera di sektor formal; g. penduduk yang bekera di sektor informal tidak termasuk pekera keluarga;dan h. produk domestik regional bruto. 3. PT Jamsostek. Data yang dihimpun, yaitu: a. umlah perusahaan yang menadi peserta amsostek; b. umlah tenaga kera yang menadi peserta amsostek aktif; c. umlah tenaga kera yang menderita kecelakaan kera dan mengaukan klaim. 4. Unit kera di lingkungan Kementerian Tenaga Kera dan Transmigrasi. Data yang dihimpun meliputi seluruh data dan informasi yang bersifat ketenagakeraan, baik yang bersifat umum maupun bersifat teknis. E. Definisi 1. Indeks Pembangunan Ketenagakeraan adalah suatu nilai yang menggambarkan kondisi keberhasilan pembangunan ketenagakeraan secara komposit yang mencakup 9 (sembilan) indikator utama pembangunan ketenagakeraan yang sangat mendasar yaitu perencanaan tenaga kera, penduduk dan tenaga kera, penciptaan kesempatan kera, pelatihan dan kompetensi kera, produktivitas tenaga kera, hubungan industrial, kondisi lingkungan kera, pengupahan dan keseahteraan pekera, serta aminan sosial tenaga kera. 2. Ketenagakeraan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kera pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kera. 3. Perencanaan Tenaga Kera adalah proses penyusunan rencana ketenagakeraan secara sistematis yang diadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebiakan, strategi, dan pelaksanaanprogram pembangunan ketenagakeraan yang berkesinambungan. 4. PendudukUsia Kera adalah penduduk yang berusia 15 tahun dan lebih. 5. Angkatan Kera adalah penduduk usia kera (berumur 15 tahun ke atas) yang selama seminggu sebelum pencacahan, bekera atau punya pekeraan tetapi sementara tidak bekera dan mereka yang tidak bekera tetapi mencari pekeraan. 6

7 6. Bekera adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 am (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. 7. Penganggur Terbuka terdiri dari: a. mereka yang mencari pekeraan; b. mereka yang mempersiapkan usaha; c. mereka yang tidak mencari pekeraan karena merasa tidak mungkin dapat pekeraan; d. mereka yang sudah punya pekeraan, tetapi belum mulai bekera. 8. Tingkat Penganggur Terbuka yang selanutnya disingkat TPT, adalah rasio umlah penganggur terbuka terhadap umlah angkatan kera. 9. Pekera Tidak Penuh adalah kegiatan seseorang yang bekera dibawah am kera normal (kurang dari 35 am seminggu). 10. Tingkat Pekera Tidak Penuh adalah rasio umlah pekera tidak penuh terhadap umlah penduduk yang bekera. 11. Tenaga Kera adalah setiap orang yang mampu melakukan pekeraan guna menghasilkan barang dan/atau asa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 12. Pekera/Buruh adalah setiap orang yang bekera dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 13. Produk Domestik Regional Bruto adalah umlah nilai tambah atas barang dan asa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam angka waktu tertentu. 14. Pelatihan Kera adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kera, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kera pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan enang dan kualifikasi abatan atau pekeraan. 15. Kompetensi Kera adalah kemampuan kera setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kera yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. 16. Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau asa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekera/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Lembaga Kerasama Bipartit yang selanutnya disebut LKS Bipartit, adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekera/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung awab di bidang ketenagakeraan atau unsur pekera/buruh. 7

8 18. Peraturan Perusahaan yang selanutnya disingkat PP, adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kera dan tata tertib perusahaan. 19. Peranian Kera Bersama yang selanutnya disingkat PKB, adalah peranian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekera/serikat buruh atau beberapa serikat pekera/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung awab di bidang ketenagakeraan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kera, hak dan kewaiban kedua belah pihak. 20. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekera/buruh atau serikat pekera/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kera serta perselisihan antar serikat pekera/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. 21. Upah adalah hak pekera/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kera kepada pekera/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu peranian kera, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunangan bagi pekera/buruh dan keluarganya atas suatu pekeraan dan/atau asa yang telah atau akan dilakukan. 22. Sistem Manaemen Keselamatan dan Kesehatan Kera yang selanutnya disingkat SMK3, adalah bagian dari sistem manaemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung awab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkaian dan pemeliharaan kebiakan keselamatan dan kesehatan kera dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kera guna terciptanya tempat kera yang aman, efisien dan produktif. 23. Jaminan Sosial Tenaga Kera yang selanutnya disebut Jamsostek, adalah suatu perlindungan bagi tenaga kera dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kera berupa kecelakaan kera, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. 24. Kecelakaan Kera adalah kecelakaan yang teradi berhubung dengan hubungan kera, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kera, demikian pula kecelakaan yang teradi dalam peralanan berangkat dari rumah menuu tempat kera, dan pulang ke rumah melalui alan yang biasa atau waar dilalui. 25. Waib lapor ketenagakeraan di perusahaan adalah kegiatan waib perusahaan dalam pelaporan mengenai identitas perusahaan, hubungan ketenagakeraan, perlindungan tenaga kera dan kesempatan kera pada perusahaannya. 8

9 BAB II INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN A. Indikator Utama dan Sub Indikator 1. Indikator Utama Indikator yang digunakan dalam penyusunan indeks pembangunan ketenagakeraan ini terdiri dari indikator utama dan sub indikator. Indikator utama merupakan gambaran aktivitas utama dalam bidang ketenagakeraan, sebagaimana tercermin dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakeraan, yaitu: a. Perencanaan tenaga kera; b. Penduduk dan tenaga kera; c. Kesempatan kera; d. Pelatihan dan kompetensi kera; e. Produktivitas tenaga kera; f. Hubungan industrial; g. Kondisi lingkungan kera; h. Pengupahan dan keseahteraan pekera; i. Jaminan sosial tenaga kera. 2. Sub Indikator Sub indikator merupakan kegiatan pokok dari indikator utama, yang dianggap dapat mewakili indikator utama. Sub indikator dari tiap-tiap indikator utama adalah: a. Perencanaan tenaga kera terdiri dari satu sub indikator: Perencanaan Tenaga Kera Provinsi Sebagai acuan dan pedoman bagi pemerintah provinsi dalam rangka menyusun kebiakan, strategi dan pelaksanaan pembangunan ketenagakeraan di daerah masing-masing. b. Penduduk dan tenaga kera terdiri dari 4 (empat) sub indikator: 1) Tingkat Partisipasi Angkatan Kera (TPAK) Muda Sebagai gambaran kemampuan pemerintah daerah dalam mendorong peningkatan enang pendidikan dan kualitas calon tenaga kera. 2) Tingkat Pekera Anak a) Sebagai usaha memberikan kesempatan/mengembalikan anak yang terpaksa bekera untuk memperoleh pendidikan baik formal maupun informal serta menghapus dan mengurangi pekera anak. b) Sebagai usaha mengembangkan intelektualitas SDM yang bermutu untuk pembangunan di masa depan serta usaha menghapus dan mengurangi pekera anak dan melindungi anak yang terpaksa bekera agar terhindar dari bentukbentuk pekeraan terburuk untuk anak. 3) Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Sebagai gambaran ketidakmampuan perekonomian suatu daerah, dalam pembangunan ketenagakeraan untuk menyediakan kesempatan kera bagi tambahan angkatan kera. 4) Tingkat Pekera Tidak Penuh Sebagai gambaran ketidakmampuan perekonomian suatu daerah, dalam pembangunan ketenagakeraan untuk menyediakan kesempatan kera sesuai am kera normal (minimum 35 am per minggu). 9

10 c. Kesempatan kera sub indikatornya adalah: 1) Tingkat Kesempatan Kera Formal Sebagai gambaran kemampuan perekonomian suatu daerah, dalam pembangunan ketenagakeraan untuk menyediakan kesempatan kera yang memiliki hubungan kera yang elas (formal). 2) Tingkat Kesempatan Kera Informal Tidak Termasuk Pekera Keluarga Sebagai gambaran kemampuan perekonomian suatu daerah dan masyarakat dalam pembangunan ketenagakeraan untuk menyediakan kesempatan kera yang tidak memiliki hubungan kera yang elas (informal). 3) Tingkat Kesempatan Kera Sebagai gambaran kemampuan perekonomian suatu daerah, dalam pembangunan ketenagakeraan untuk menyediakan kesempatan kera. d. Pelatihan dan kompetensi kera terdiri dari 3(tiga) sub indikator: 1) Tingkat Kapasitas Pelatihan Sebagai gambaran kemampuan pemerintah daerah di tiap-tiap kabupaten/kota dalam menyediakan lembaga pelatihan kera guna meningkatkan kemampuan, keterampilan dan kompetensi tenaga kera di daerah tersebut.tingkat kapasitas pelatihan ini tercermin dari banyaknya kapasitas terpasang di Balai Latihan Kera (BLK). 2) Tingkat Lulusan Pelatihan Sebagai gambaran kemampuan lembaga pelatihan kera pemerintah (BLK) di suatu daerah dalam meluluskan peserta pelatihan. 3) Tingkat Lembaga Latihan Yang Terakreditasi Sebagai gambaran kemampuan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/kota dalam menyediakan lembaga latihan yang berkualitas dengan standar tertentu. e. Produktivitas tenaga kera terdiri dari 1 (satu) sub indikator: Tingkat Produktivitas Tenaga Kera Sebagaigambaran kemampuan pemerintah daerah dan masyarakat dalam meningkatkan produktivitas tenaga kera. f. Hubungan Industrial terdiri dari 4 (empat) sub indikator : 1) Tingkat Peraturan Perusahaan Yang Disahkan Sebagai gambaran umlah perusahaan yang menyusun peraturan perusahaan secara bipartit. 2) Tingkat Peranian Kera Bersama (PKB) Yang Didaftarkan Sebagai gambaran umlah perusahaan yang menyusun sarana hubungan industrial yang mengatur kepentingan para pihak dalam mewuudkan hubungan industrial yang harmonis. 3) Tingkat Lembaga Kera Sama (LKS) Bipartit di Perusahaan Sebagai gambaran umlah perusahaan yang mempunyai sarana hubungan industrial yang mampu menyelesaikan setiap perselisihan tanpa melalui pengadilan hubungan industrial. 4) Tingkat Perselisihan Hubungan Industrial Sebagai gambaran ketidakmampuan perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan antara pekera/buruh dengan pengusaha. 10

11 g. Kondisi lingkungan kera terdiri dari 3 (tiga) sub indikator: 1) Tingkat Penerapan SMK3 di Perusahaan Sebagai gambaran keberhasilan perusahaan yang diaudit dalam penerapan norma keselamatan dan kesehatan kera. 2) Tingkat Kecelakaan Kera Sebagai gambaran perusahaan yang belum menerapkan norma keselamatan dan kesehatan kera secara sempurna. 3) Tingkat Kepatuhan Waib Lapor Ketengakeraan di Perusahaan Sebagai gambaran kepatuhan perusahaan dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Waib Lapor Ketenagakeraan di Perusahaan. h. Pengupahan dan keseahteraan pekera terdiri dari satu sub indikator yaitu: Proporsi Besaran Upah Minimum Terhadap KHL Gambaran kemampuan pemerintah daerah dalam menetapkan upah minimum mengacu pada standar kebutuhan hidup yang ditempatkan pada skala minimal, yaitu Kebutuhan Hidup Layak (KHL). i. Jaminan sosial tenaga kera terdiri dari 2 (dua) sub indikator: 1) Tingkat Perusahaan Yang Menadi Anggota Jamsostek Gambaran kesadaran perusahaan untuk memberikan perlindungan kepada pekeranya melalui program amsostek. 2) Tingkat Pekera/Buruh Yang Menadi Anggota Jamsostek Aktif Gambaran kesadaran perusahaan mengikutsertakan pekera/buruh dalam program amsostek. B. Penetapan Bobot dan Kriteria Pengukuran Indikator Utama dan Sub Indikator Indeks Pembangunan Ketenagakeraan 1. Penetapan Bobot Indikator Utama dan Sub Indikator Tabel 2.1 Daftar Indikator Utama dan Sub Indikator Indeks Pembangunan Ketenagakeraan INDIKATOR UTAMA (U) SUB INDIKATOR (s) INDIKATOR UTAMA BOBOT SUB INDIKATOR (Wu) (Ws) 1. Perencanaan Tenaga Kera 10 Perencanaan Tenaga Kera Provinsi Penduduk dan Tenaga Kera 10 a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kera Muda 25 b. Tingkat Pekera Anak 25 c. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) 25 d. Tingkat Pekera Tidak Penuh Kesempatan Kera 15 a. TingkatKesempatan Kera Sektor Formal 35 b. Tingkat Kesempatan Kera Sektor Informal Tidak 25 Termasuk Pekera Keluarga c. Tingkat Kesempatan Kera 40 11

12 INDIKATOR UTAMA (U) SUB INDIKATOR (s) INDIKATOR UTAMA BOBOT SUB INDIKATOR (Wu) (Ws) 4. Pelatihan dan Kompetensi Kera 15 a. Tingkat Kapasitas Pelatihan 30 b. Tingkat Lulusan Pelatihan 30 c. Tingkat Lembaga Latihan Terakreditasi Produktivitas Tenaga Kera 10 Tingkat Produktivitas Tenaga Kera Hubungan Industrial 10 a. TingkatPeraturan Perusahaan yang Disahkan 25 b. Tingkat Peranian Kera Bersama didaftarkan 25 c. Tingkat Lembaga Kera Sama (LKS) Bipartit Di 25 Perusahaan d. Tingkat Perselisihan Hubungan Industrial Kondisi Lingkungan Kera 10 a. Tingkat Kepatuhan waib lapor ketenagakeraan di 40 perusahaan b. Tingkat Penerapan SMK3 di Perusahaan 30 c. Tingkat Kecelakaan Kera Pengupahan dan Keseahteraan Pekera 10 Proporsi Besaran Upah Minimum terhadap KHL Jaminan Sosial Tenaga Kera 10 a. Tingkat Perusahaan yang Menadi Peserta Jamsostek 50 b. TingkatPekera/Buruh yang Menadi Peserta 50 Jamsostek Aktif 2. Kriteria Pengukuran a. Perencanaan Tenaga Kera Provinsi Pengukuran sub indikator perencanaan tenaga kera provinsi dihitung menggunakan kriteria sebagai berikut: 1) Keberadaan unit atau tugas dan fungsi di bidang perencanaan tenaga kera diberikan nilai: 15; 2) Terbentuknya tim perencanaan tenaga kera diberikan nilai: 15; dan 3) Ketersediaan buku rencana tenaga kera yang masih berlaku diberikan nilai: 70, dengan kelengkapan informasi tentang: a) persediaan tenaga kera b) kebutuhan tenaga kera c) keseimbangan tenaga kera d) produktivitas tenaga kera e) kebiakan dan program: 12

13 (1) umum (penciptaan kesempatan kera, investasi, pengurangan pengangguran dll); (2) kebiakan sektoral; (3) kebiakan pelatihan; (4) kebiakan penempatan; (5) kebiakan pengawasan; (6) kebiakan HI dan Jamsos; (7) kebiakan ketenagakeraan lainnya. f) Akurasi perencanaan tenaga kera dengan berbagai karakteristiknya. b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kera Muda Besaran proporsi angkatan kera muda (umur tahun) terhadap penduduk usia kera muda (15-19 tahun) diharapkan akan semakin kecil, untuk itu yang terbaik proporsi angkatan kera muda terhadap penduduk usia kera muda (15-19 tahun) adalah nol persen dan yang terburuk sebesar 40 persen. c. Tingkat Pekera Anak Pekera anak diharapkan semakin berkurang dan menadi tidak ada di negara kita, tetapi hal ini sulit dicapai. Untuk itu, toleransi maksimum tingkat pekera anak terhadap penduduk yang bekera adalah 40 persen dan yang diharapkan adalah 0 persen (tidak ada pekera anak). d. Tingkat Penganggur Terbuka Tingkat penganggur terbuka menggambarkan proporsi umlah angkatan kera yang tidak bekera atau yang sedang mencari pekeraan terhadap angkatan kera. Besaran TPT ini diharapkan semakin kecil. Dalam pembangunan ketenagakeraan besaran TPT terbaik adalah 3 persen dan terburuk adalah15 persen dari total angkatan kera. e. Tingkat Pekera Tidak Penuh Tingkat pekera tidak penuh menggambarkan proporsi umlah penduduk yang bekera kurang dari 35 am seminggu dan tidak termasuk yang tidak bekera (0 am) terhadap total penduduk yang bekera. Besaran tingkat pekera tidak penuh diharapkan semakin kecil, yang terbaik tingkat pekera tidak penuh sebesar 10 persen dan yang terburuk 50 persen. f. Tingkat Kesempatan Kera Sektor Formal Pekera layak (decent work) merupakan wuud yang harus diperuangkan oleh pemerintah, sehingga keseahteraan rakyat dapat diwuudkan. Untuk pekera layak atau disebut formal diharapkan yang terbaik sebesar 75 persen dari umlah penduduk yang bekera dan yang terburuk 10 persen. g. Tingkat Kesempatan Kera Sektor Informal Tidak Termasuk Pekera Keluarga Kesempatan kera sektor ini, khususnya adalah kesempatan kera dengan status berusaha sendiri, berusaha dengan dibantu anggota keluarga, dan pekera bebas di pertanian dan non pertanian. Kesempatan kera sektor ini di suatu daerah yang terbaik adalah 25 persen dari total penduduk yang bekera dan yang terburuk adalah 90 persen. 13

14 h. Tingkat Kesempatan Kera Keberhasilan program penempatan tenaga kera adalah ditempatkannya semua angkatan kera. Untuk itu yang terbaik 100 persen angkatan kera tertempatkan dan yang terburuk adalah 0 persen. i. Tingkat Kapasitas Pelatihan Daya tampung lembaga pelatihan (kapasitas) di kabupaten/kota yang dimiliki daerah diharapkan mampu menampung penganggur terbuka yang berpendidikan SMTP dan SMTA. Yang terbaik daya tampung BLK adalah 20 persen dari penganggur terbuka berpendidikan SMTP dan SMTA dan yang terburuk 0 persen.. Tingkat Lulusan Pelatihan Lulusan dari lembaga pelatihan yang terbaik sebesar 20 persen dari penganggur terbuka yang berpendidikan SMTP dan SMTA dan yang terburuk adalah 0 persen. k. Tingkat Lembaga Latihan Terakreditasi Lembaga pelatihan pemerintah dan swasta terakreditasi menunukan keseriusan pemerintah menyediakan lembaga latihan yang berkualitas dengan standar yang telah ditentukan. Kondisi terbaik adalah 100 persen lembaga pelatihan terakreditasi dan kondisi terburuk adalah 0 persen. l. Tingkat Produktivitas Tenaga Kera Produktivitas tenaga kera merupakan rata-rata nilai barang dan asa yang dihasilkan setiap pekera. Produktivitas tenaga kera terbaik sebesar Rp. 50 Juta/TK sedangkan yang terburuk sebesar Rp. 5 Jt/TK. m. Tingkat Peraturan Perusahaan yang Disahkan Peraturan perusahaan merupakan peraturan yang harus dibuat perusahaan yang mempekerakan lebih dari 10 orang, yang mengatur hak dan kewaiban pengusaha dan pekera, syarat kera dan tata tertib. Kondisi terbaik 100 persen perusahaan memiliki PP dan kondisi terburuk 0 persen. n. Tingkat Peranian Kera Bersama yang Didaftarkan Perusahaan yang telah memiliki PP didorong untuk menyusun Peranian Kera Bersama (PKB) bersama-sama dengan serikat pekera. Dengan memiliki PKB hak dan kewaiban pengusaha dan pekera disepakati bersama-sama. Kondisi terbaik 100 persen perusahaan memiliki PKB dan yang terburuk 0 persen. o. Tingkat Lembaga Kerasama Bipartit di Perusahaan Perusahaan yang mempekerakan lebih dari 50 orang mempunyai kewaiban membentuk Lembaga Kerasama Bipartit. Lembaga ini berfungsi sebagai forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal ketenagakeraan. Kondisi terbaik 100 persen perusahaan memiliki LKS Bipartit dan yang terburuk 0 persen. 14

15 p. Tingkat Perselisihan Hubungan Industrial Perselisihan hubungan industrial akan sangat mengganggu proses produksi serta terganggunya hubungan pekera dengan perusahaan. Untuk itu yang terbaik 0 persen (tidak ada perselisihan) dan yang terburuk 10 persen. q. Tingkat Penerapan SMK3 Penerapan SMK3 di perusahaan merupakan hal yang waib dilaksanakan. Tetapi pengauditan penerapan SMK3 ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, untuk itu kondisi terbaik adalah 5 persen perusahaan waib sudah diaudit penerapan SMK3-nya dan yang terburuk adalah 0 persen. r. Tingkat Kecelakaan Kera Kecelakaan kera merupakan sesuatu yang harus dihindari baik oleh pekera maupun pengusaha karena akan sangat merugikan kedua belah pihak. Untuk itu yang terbaik tingkat kecelakaan kera adalah 0 persen dan yang terburuk adalah 5 persen. s. Tingkat Kepatuhan Waib Lapor Ketenagakeraan di Perusahaan Setiap perusahaan kecil, menengah dan besar waib melaporkan keadaaan ketenagakeraannya sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun Untuk itu kondisi terbaik adalah 100 persen perusahaan melaporkan ketenagakeraannya dan yang terburuk adalah 0 persen. t. Proporsi Besaran UMP Terhadap KHL Besaran UMP sangat berpengaruh kepada keseahteraan pekera. Untuk itu kita harapkan nilai UMP lebih besar dari KHL (Kebutuhan Hidup Layak). Kondisi terbaik besaran UMP terhadap KHL adalah 100 persen dan yang terburuk adalah 0 persen. u. Tingkat Perusahaan yang Menadi Anggota Jamsostek Seluruh perusahaan selayaknya menadi anggota amsostek agar bisa melindungi perusahaan dan tenaga keranya. Kondisi terbaik bila seluruh perusahaan di wilayah tersebut menadi anggota amsostek adalah 100 persen, dan yang terburuk adalah 0 persen. v. Tingkat Pekera/Buruh yang Menadi Anggota Jamsostek Aktif Menadi anggota amsostek sangat penting bagi pekera/buruh karena dapat menadi aminan terhadap kecelakaan kera, kesehatan, hari tua dan lain-lain. Untuk itu diharapkan seluruh pekera/buruh perusahaan diikutsertakan menadi anggota amsostek. Kondisi terbaik bila semua pekera/buruh menadi anggota amsostek adalah 100 persen dan yang terburuk adalah 0 persen. 15

16 BAB III METODE PENGHITUNGAN INDEKS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN Angka indeks pembangunan ketenagakeraan untuk suatu daerah dihitung berdasarkan indikator utama dan sub indikator yang telah diberikan pembobotan. Bobot dari masing-masing indikator utama dan sub indikator dimaksud dapat dilihat pada Tabel 2.1. Proses penghitungan indeks pembangunan ketenagakeraan terdiri dari 4 tahapan, yaitu: 1. Menghitung koefisien masing-masing indikator utama; 2. Menghitung indeks masing-masing sub indikator; 3. Menghitung indeks indikator utama; dan 4. Menghitung indeks komposit untuk indeks pembangunan ketenagakeraan. Keempat tahapan penghitungan indeks pembangunan ketenagakeraan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Menghitung Koefisien Masing-masing Indikator Utama Koefisien indikator utama dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot indikator utama dengan umlah bobot setiap sub indikatornya dengan menggunakan rumus sebagai berikut : k n Wun Ws n 100 : Koefisien Indikator Utama ke-n : Bobot Indikator Utama ke-n : Bobot Sub Indikator dari Indikator Utama ke-n a. Menghitung nilai aktual sub indikator Nilai aktual sub indikator dihitung secara individual menggunakan berbagai formula. Berikut akan dielaskan secara rinci proses penghitungan nilai aktual setiap sub indikator dimaksud. 1) Perencanaan tenaga kera provinsi Nilai aktual perencanaan tenaga kera provinsi merupakan proporsi dari ketersediaan tupoksi, tim PTK dan buku RTK yang masih berlaku, dengan rumus sebagai berikut : TPTK BRTK T p Tp TPTK BRTK : Nilai aktual sub indikator PTK Provinsi di Provinsi : Nilai Unit Tugas Pokok dan Fungsi : Nilai Tim Perencanaan Tenaga Kera : Nilai Buku Rencana Tenaga Kera yang masih berlaku 16

17 2) Tingkat Partisipasi Angkatan Kera Muda Nilai aktual tingkat angkatan kera muda merupakan rasio antara angkatan kera muda (15-19 tahun) dengan penduduk usia kera muda (15-19 tahun), yang rumusnya adalah sebagai berikut : AK Muda PUK Muda : Nilai aktual angkatan keramuda dari Provinsi AK : Jumlah angkatan kera muda (15-19 tahun) PUK : Jumlah penduduk usia kera muda(15-19 tahun) Muda 3) Tingkat Pekera Anak Nilai aktual tingkat pekera anak merupakan rasio antara penduduk yang bekera di bawah 18 tahun dengan umlah penduduk yang bekera, yang rumusannya adalah sebagai berikut : : Nilai aktual tingkat pekera anak dari Provinsi PYB Anak : Jumlah pekera anak PYB : Jumlah penduduk yang bekera 4) Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Nilai aktual tingkat penganggur terbuka (TPT) dihitung dengan membandingkan antara umlah penganggur terbuka (angkatan kera dikurangi penduduk yang bekera) dengan total angkatan kera menggunakan rumus sebagai berikut : : Nilai aktual tingkat penganggur terbuka dari 23 PYB AK PYB Anak Muda PYB AK PYB AK Provinsi : Jumlah penduduk yang bekera : Jumlah angkatan kera 5) Tingkat Pekera Tidak Penuh Nilai aktual tingkat pekera tidak penuh dihitung dengan membandingkan umlah pekera tidak penuh (PYB < 35 am dalam seminggu dan tidak termasuk tidak bekera/0 am) dengan total penduduk yang bekera dengan menggunakn rumus sebagai berikut : PYB 35 am / min ggu PYB

18 : Nilai aktual tingkat pekera tidak penuhdariprovinsi PYB 35 am / min ggu : Jumlah pekera tidak penuh PYB : Jumlah penduduk yang bekera 6) Tingkat Kesempatan Kera Sektor Formal Nilai aktual tingkatkesempatan kera sektor formal merupakan rasio antara umlah penduduk yang bekera sektor formal (berusaha dengan buruh dan pekera/buruh/karyawan) dengan umlah penduduk yang bekera. PYBSF PYB PYB PYBSF : Nilai aktual tingkat kesempatan kera sektor formal Dari Provinsi : Jumlah penduduk yang bekera : Jumlah penduduk yang bekera sektor formal 7) Tingkat Kesempatan Kera Sektor InformalTidak Termasuk Pekera Keluarga Nilai aktual tingkat kesempatan kera sektor informal tidak termasuk pekera keluarga merupakan selisih antara total penduduk yang bekera (tanpa pekera keluarga) dengan penduduk yang bekera di sektor formal. : Nilai aktual tingkat penciptaan KK sektor Informal dari Provinsi PYBSF : Jumlah penduduk yang bekera sektor formal Pek. Kel : Jumlah Pekera Keluarga PYB : Jumlah penduduk yang bekera 8) Tingkat Kesempatan Kera Nilai aktual tingkat kesempatan kera merupakan perbandingan antara penduduk yang bekera dengan angkatan kera. PYB AK : Nilai aktual tingkat kesempatan kera dari PYB AK PYB Pek. Kel PYBSF PYB 32 Provinsi : Jumlah penduduk yang bekera : Jumlah angkatan kera

19 9) Tingkat Kapasitas Pelatihan Nilai aktual tingkat kapasitas pelatihan merupakan perbandingan antara daya tampung BLK dengan penganggur terbuka yang berpendidikan SMTP dan SMTA dikalikan dengan perbandingan kabupaten/kota yang memiliki BLK dengan umlah kabupaten/kota. : Nilai aktual tingkat kapasitas pelatihan dari Provinsi DTP BLK : Daya tampung lembaga pelatihan BLK PTSMTP SMTA : Penganggur terbuka (SMTP dan SMTA) Kab / Kota BLK : Jumlah Kab/Kota yang memiliki BLK Kab / Kota : Jumlah Kab/Kota 10) Tingkat Lulusan Pelatihan Tingkatlulusan pelatihan dihitung dengan membandingkan total lulusan peserta pelatihan dengan penganggur terbuka yang berpendidikan SMTP dan SMTA. DTP Kab / Kota Kab / Kota BLK BLK 41 PTSMTP SMTA LPP PT SMTPSMTA : Nilai aktual tingkat lulusan pelatihan dari Provinsi LPP : Jumlah Lulusan peserta pelatihan PT SMTP SMTA : Jumlah Penganggur terbuka (SMTP dan SMTA) 11) Tingkat Lembaga Latihan Terakreditasi Nilai aktual tingkat lembaga latihan terakreditasi dihitung dengan membandingkan umlah lembaga latihan (pemerintah dan swasta) yang terakreditasi dengan umlah keseluruhan lembaga latihan milik pemerintah dan swasta, dengan rumus sebagai berikut : BLK Terakreditasi BLK Pemer intah, swasta 100 : Nilai aktual tingkat lembaga latihan terakreditasi dari Provinsi BLK Terakreditasi : BLK yang telah diakreditasi BLK : BLK milik pemerintah dan swasta Pemer intah, swasta 19

20 12) Tingkat Produktivitas Tenaga Kera Nilai aktual tingkat produktivitas tenaga kera dihitung dengan membandingkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan total penduduk yang bekera menggunakan rumus sebagai berikut : PDRB PYB PDRB PYB : Nilai aktual tingkat produktivitas tenaga kera dari Provinsi : Jumlah Produk Domestik Regional Bruto : Jumlah Penduduk yang bekera 13) Tingkat Peraturan Perusahaan (PP) yang Disahkan Nilai aktual tingkat peraturan perusahaan (PP) yang disahkan dihitung dengan membandingkan umlah perusahaan waib lapor yang telah memiliki PP dengan total perusahaan waib lapor menggunakan rumus : PWPP PW PWPP PW : Nilai aktual tingkat perusahaan waib lapor yang mempunyai PP dari Provinsi : Jumlah perusahaan waib lapor yang mempunyai PP yang disahkan : Jumlah perusahaan waib lapor 14) Tingkat Peranian Kera Bersama (PKB) yang didaftarkan Untuk menghitung tingkatperanian Kera Bersama (PKB) yang didaftarkan adalah dengan membandingkan umlah perusahaan waib lapor yang telah memiliki PKB dengan total perusahaan waib lapor menggunakan rumus sebagai berikut : PWPKB PW : Nilai aktual tingkat perusahaan waib lapor yang mempunyai PKB dari Provinsi PWPKB : Jumlah perusahaan waib lapor yang mempunyai PKB PW : Jumlah perusahaan waib lapor 15) Tingkat Lembaga Kera Sama (LKS) Bipartit di Perusahaan Nilai aktual tingkatlks Bipartit di perusahaan dihitung dengan membandingkan umlah perusahaan menengah dan besar yang waib lapor dan memiliki LKS Bipartit dengan total perusahaan menengah dan besaryang waib lapor menggunakan rumus : PWBT PW MB 20

21 : Nilai aktual tingkat perusahaan waib lapor yang mempunyai lembaga bipartit dari Provinsi PWBT : Jumlah perusahaan waib lapor yang mempunyai LKS Bipartit PW MB : Jumlah perusahaan menengah besar yang waib lapor 16) Tingkat Perselisihan Hubungan Industrial Untuk menghitungtingkat perselisihan hubungan industrial dilakukan dengan membandingkan total perselisihan hubungan industrial dengan total perusahaan waib lapor menggunakan rumus : PHI PW PHI PW : Nilai aktual tingkat perselisihan hubungan industrial dari Provinsi : Jumlah perselisihan hubungan industrial : Jumlah perusahaan waib lapor 17) Tingkat Penerapan SMK3 di Perusahaan Dihitung dengan membandingkan umlah perusahaan yang diaudit penerapan SMK3 dengan total perusahaan waib lapor menggunakanrumus : : Nilai aktual tingkat perusahaan waib lapor yang menerapkan SMK3 dari Provinsi PWSMK 3 : Jumlah perusahaan yang diaudit menerapkan SMK3 PW : Jumlah perusahaan waib lapor 18) Tingkat Kecelakaan Kera Penghitungan tingkatkecelakaan kera dilakukan dengan membandingkan umlah tenaga kera yang mengalami kecelakaan kera di perusahaan waib lapor dengan total tenaga kera di perusahaan waib lapor. TKKK TKPW : Nilai aktual tingkat kecelakaan kera pada TKKK TKPW PWSMK 3 PW perusahaan waib lapor dari Provinsi : Jumlah tenaga kera yang mengalami kecelakaan kera pada perusahaan waib lapor : Jumlah tenaga kera pada perusahaan waib lapor 21

22 19) Tingkat Kepatuhan Waib Lapor Ketenagakeraan di Perusahaan Dihitung dengan membandingkan antara umlah perusahaan waib lapor dengan total perusahaan kecil, menengah dan besar. PW P : Nilai aktual tingkat kepatuhan perusahaan waib 73 PW P Kecil Besar KecilBesar ketenagakeraan di perusahaan dari Provinsi : Jumlah perusahaan waib lapor : Jumlah perusahaan kecil, menengah dan besar 20) Proporsi Besaran UMP terhadap KHL Tingkatbesaran UMP terhadap KHL dihitung dengan cara membandingkan besaran UMP dengan kebutuhan hidup layak (KHL) menggunakan rumus : UMP KHL : Nilai aktual tingkat besaran UMP dari Provinsi : Upah minimum Provinsi : Kebutuhan hidup layak 21) Tingkat Perusahaan yang Menadi Peserta Jamsostek Aktif Untuk menghitung tingkat perusahaan yang menadi peserta amsostek dilakukan dengan cara membandingkan total perusahaan yang menadi peserta amsostek aktif dengan total perusahaan waib amsostek menggunakan rumus sebagai berikut : PWJSTK PW : Nilai aktual tingkat perusahaan yang menadi peserta amsostek dari Provinsi PWJSTK : Jumlah perusahaan yang menadi peserta amsostek aktif PW : Jumlah perusahaan waib amsostek 22) Tingkat Pekera/Buruh yang Menadi Peserta Jamsostek Aktif Untuk menghitungtingkat pekera/buruh yang menadi peserta amsostek adalah dengan membandingkan total pekera/buruh yang menadi anggota amsostek aktif dengan total pekera/buruh di perusahaan waib lapor. TKJSTK TKPW 22

23 : Nilai aktual tingkat pekera/buruh yang menadi peserta amsostek dari Provinsi TKJSTK : Jumlah pekera/buruh yang menadi peserta amsostek aktif TKPW : Jumlah pekera/buruh di perusahaan waib lapor b. Menghitung Indeks masing-masing sub indikator sebelum pembobotan Indeks sub indikator sebelum pembobotan dihitung berdasarkan perbandingan antara selisih nilai aktual suatu sub indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum sub indikator yang bersangkutan menggunakan rumus sebagai berikut : Ixu n, i, xu x n, i, max x x min min : Indeks sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari daerah sebelum pembobotan; dengan n=indikator Utama; = Provinsi; i =Sub Indikator : Nilai aktual sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Provinsi- : Nilai minimum sub indikator ke-i : Nilai maksimum sub indikator ke-i Nilai maksimum dan minimum dari setiap sub indikator indeks pembangunan ketenagakeraan dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Sub Indikator Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakeraan No Sub Indikator Nilai Maksimum Nilai Minimum Ket. *) (x max) (x min) 1 Perencanaan Tenaga Kera Provinsi % 2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kera Muda 40 0 % 3 TingkatPekera Anak 40 0 % 4 Tingkat Penganggur Terbuka 15 3 % 5 Tingkat Pekera Tidak Penuh % 6 TingkatKesempatan Kera Sektor Formal % 7 Tingkat Kesempatan Kera Sektor Informal Tidak Termasuk Pekera % Keluarga 8 TingkatTambahan Kesempatan Kera % 23

24 No Sub Indikator 9 Tingkat Kapasitas Pelatihan 10 Tingkat Lulusan Pelatihan 11 Tingkat Lembaga Latihan Terakreditasi 12 Tingkat Produktivitas Tenaga Kera 13 Tingkat Peraturan Perusahaan yang disahkan 14 Tingkat Peranian Kera Bersama yang didaftarkan 15 Tingkat LKS Bipartit di Perusahaan 16 Tingkat Perselisihan Hubungan Industrial 17 Tingkat Penerapan SMK3 di Perusahaan 18 Tingkat Kecelakaan Kera 19 Tingkat Kepatuhan Waib Lapor Ketenagakeraan di Perusahaan 20 Proporsi Besaran Upah Minimum terhadap KHL 21 Tingkat Perusahaan yang Menadi Anggota Jamsostek Aktif 22 Tingkat Pekera/Buruh yang Menadi Anggota Jamsostek Aktif Nilai Nilai Maksimum Minimum Ket. *) (x max) (x min) 20 0 % 20 0 % % 50 5 Juta/TK % % % 10 0 % 5 0 % 5 0 % % % % % c. Menghitung indeks sub indikator setelah pembobotan Indeks sub indikator setelah pembobotan dihitung berdasarkan karakteristik dari masing-masing sub indikator. Jadi, formula yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing sub indikator, yakni sebagai berikut : 1) Jika nilai aktual sub indikator atau tingkat capaian sub indikator diharapkan tinggi digunakan rumus sebagai berikut : Isu, i, Wsun, i, Ixu n n, i, : Indeks sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Provinsi setelah pembobotan dengan n = Indikator utama = Provinsi i = Sub indikator : Bobot sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Provinsi : Indeks sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Provinsi sebelum pembobotan 24

25 2) Jika nilai aktual sub indikator/tingkat capaian sub indikator diharapkan rendah digunakan rumus sebagai berikut : Isu, ( Wsu n, i, Wsun i Ixu : Indeks sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Provinsi setelah pembobotan dengan n = Indikator utama = Provinsi i = Sub indikator : Bobot sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Provinsi : Indeks sub indikator ke-i untuk indikator utama 2. Menghitung Indeks Indikator Utama ke-n dari Provinsi sebelum pembobotan Indeks indikator utama merupakan perkalian dari koefisien indikator utama dengan total indeks sub indikator. Rumusannya adalah sebagai berikut : Iu k Isu n, n, n, i, : Indeks indikator utama ke-n dari Provinsi : Koefisien indikator utama ke-n dari Provinsi : Indeks sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Provinsi setelah pembobotan; dengan n = Indikator utama i = Sub indikator = Provinsi, n, i, n, i, 3. Menghitung Indeks Komposit untuk Indeks Pembangunan Ketenagakeraan Indeks komposit indeks pembangunan ketenagakeraan merupakan total dari indeks indikator utama. Rumusannya adalah sebagai berikut : IPK Iu n, Dimana : : Indeks Pembangunan Ketenagakeraan dari Provinsi : Indeks indikator utama ke-n dari Provinsi, dengan n = Indikator utama = Provinsi Seluruh tahapan penghitungan indeks pembangunan ketenagakeraan tersebut diatas dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah. ) 25

26 Gambar 2.1 Kerangka Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakeraan PROPINSI X INDIKATOR UTAMA SUB INDIKATOR BOBOT INDIKATOR UTAMA (Wu) BOBOT SUB INDIKATOR (Ws) HITUNG KOEFISIEN k n Wu n Ws n KOEFISIEN INDIKATOR UTAMA (kn) NILAI MAKS & MIN SUB INDIKATOR (Xmax & Xmin) HITUNG INDEKS SUB INDIKATOR SEBELUM BOBOT Ixu n, i, xu x n, i, max x x min min INDEKS SUB INDIKATOR SEBELUM BOBOT (Ixu) HITUNG INDEKS SUB INDIKATOR SETELAH BOBOT Isu n, i, Wsun, i, Ixu n, i, ATAU n, i, Wsun, i, ( Wsun, i, Ixu n, i, Isu ) INDEKS SUB INDIKATOR SETELAH BOBOT (Isu) HITUNG INDEKS INDIKATOR UTAMA Iu n, kn, Isun, i, INDEKS INDIKATOR UTAMA (Iu) HITUNG INDEKS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN PROPINSI X IPK Iu n, INDEKS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN PROPINSI X (IPK) C. PenetapanStatus Pembangunan Ketenagakeraan Sebagai tahap akhir pengukuran indeks pembangunan ketenagakeraan adalah menentukan status daerah yang menadi obek pengukuran. Untuk tingkat Provinsi statusnya dibedakan menadi 3 (tiga) golongan, yaitu rendah (kurang dari 50), sedang atau menengah (antara 50 dan 80), dan tinggi (80 keatas). Untuk keperluan perbandingan antar daerah, status menengah dibagi menadi dua, yaitu menengah bawah dan menengah atas dengan kriteria sebagai berikut : Tabel 2.3 Tingkatan Status Indeks Pembangunan Ketenagakeraan Tingkatan Status Kriteria Rendah 49,99 Menengah bawah 50,00-65,99 Menengah atas 66,00 79,99 Tinggi 80,00 26

27 BAB III PENUTUP Pedoman Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakeraan digunakan sebagai acuan bagi instansi yang bertanggung awab di bidang ketenagakeraan dalam menyusun indeks pembangunan ketenagakeraan dan Tim Penilai dalam menentukan hasil pembangunan ketenagakeraan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 2014 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, ttd. Drs.H.A.MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si. 27

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 457 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGUKURAN INDEKS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 457 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGUKURAN INDEKS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 457 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGUKURAN INDEKS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2010 TENTANG PERENCANAAN TENAGA KERJA MAKRO

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2010 TENTANG PERENCANAAN TENAGA KERJA MAKRO MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2010 TENTANG PERENCANAAN TENAGA KERJA MAKRO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN TENAGA KERJA KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN TENAGA KERJA KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN TENAGA KERJA KABUPATEN KARAWANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, bahwa perencanaan

Lebih terperinci

9. Keputusan /2 ATE\MW\DATAWAHED\2016\PER.GUB\NOVEMBER

9. Keputusan /2 ATE\MW\DATAWAHED\2016\PER.GUB\NOVEMBER PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 87 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN PERENCANAAN TENAGA KERJA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan.

BERITA NEGARA. No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/XII/2008 TENTANG METODE PENGHITUNGAN PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN TENAGA KERJA PROVINSI GORONTALO TAHUN

PERENCANAAN TENAGA KERJA PROVINSI GORONTALO TAHUN PERENCANAAN TENAGA KERJA PROVINSI GORONTALO TAHUN 2013-2017 ISBN : 978-602-7536-15-9 PERENCANAAN TENAGA KERJA PROVINSI GORONTALO TAHUN 2013-2017 Kerjasama : Pusat Perencanaan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR: 13 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR: 13 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR: 13 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI SULAWESI TENGAH Menimbang : a bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR :PER.24/MEN/XII/2008. TENTANG METODE PENGHITUNGAN PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak.

BERITA NEGARA. No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH INFORMASI KETENAGAKERJAAN DAN PENYUSUNAN SERTA PELAKSANAAN PERENCANAAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH INFORMASI KETENAGAKERJAAN DAN PENYUSUNAN SERTA PELAKSANAAN PERENCANAAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG PENETAPAN BESARNYA UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP), UPAH MINIMUM SEKTORAL DAN SUB SEKTORAL PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH INFORMASI KETENAGAKERJAAN DAN PENYUSUNAN SERTA PELAKSANAAN PERENCANAAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/XI/2010 TENTANG PERENCANAAN TENAGA KERJA MIKRO

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/XI/2010 TENTANG PERENCANAAN TENAGA KERJA MIKRO MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/XI/2010 TENTANG PERENCANAAN TENAGA KERJA MIKRO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENDANAAN SISTEM PELATIHAN KERJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENDANAAN SISTEM PELATIHAN KERJA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENDANAAN SISTEM PELATIHAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH INFORMASI KETENAGAKERJAAN DAN PENYUSUNAN SERTA PELAKSANAAN PERENCANAAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN PERATURAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

INDIKATOR KINERJA UTAMA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN LAMPIRAN II KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 82 Tahun 2014 TANGGAL : 30 Desember 2014 INDIKATOR KINERJA UTAMA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013-2018 NAMA SKPD

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH INFORMASI KETENAGAKERJAAN DAN PENYUSUNAN SERTA PELAKSANAAN PERENCANAAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENDANAAN SISTEM PELATIHAN KERJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENDANAAN SISTEM PELATIHAN KERJA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENDANAAN SISTEM PELATIHAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA, ADMINISTRATOR DAN PENGAWAS DI LINGKUNGAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

BAB VI INDIKATOR KINERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN BAB VI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN PROVINSI JAWA TIMUR 014-2019 Pada bagian ini akan dikemukakan Indikator Kinerja Utama (IKU) Dinas Tenaga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA PENGGUNAAN BALAI LATIHAN KERJA OLEH SWASTA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA PENGGUNAAN BALAI LATIHAN KERJA OLEH SWASTA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA PENGGUNAAN BALAI LATIHAN KERJA OLEH SWASTA

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAN MENTERI DALAM NEGERI

PERATURAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAN MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : PER.04/MEN/II/2010 NOMOR : 17 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENINGKATAN PERAN LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA ESELON II

INDIKATOR KINERJA UTAMA ESELON II INDIKATOR KINERJA UTAMA ESELON II Tugas : Melaksanakan urusan Pemerintah Daerah di Bidang Ketenagakerjaan dan Transmigrasi sesuai dengan Azas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan KINERJA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA PENGGUNAAN BALAI LATIHAN KERJA OLEH SWASTA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA PENGGUNAAN BALAI LATIHAN KERJA OLEH SWASTA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA PENGGUNAAN BALAI LATIHAN KERJA OLEH SWASTA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH INFORMASI KETENAGAKERJAAN DAN PENYUSUNAN SERTA PELAKSANAAN PERENCANAAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PAPARANPERENCANAAN DAN PROGRAM KETENAGAKERJAAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN

PAPARANPERENCANAAN DAN PROGRAM KETENAGAKERJAAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN PAPARANPERENCANAAN DAN PROGRAM KETENAGAKERJAAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2017-2022 DINAS TENAGA KERJA DAN KOPERASI, USAHA KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN KEBUMEN DASAR HUKUM PERENCANAAN TENAGA KERJA Landasan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I

3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM KEMENTERIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA Menimbang : KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/I/2011 TENTANG PEMBINAAN DAN KOORDINASI PELAKSANAAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 29 TAHUN 2014 T E N T A N G UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI TAHUN 2015 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

BAB II PROGRAM KERJA. Dinas Tenaga Kerja merupakan instansi teknis yang melaksanakan salah

BAB II PROGRAM KERJA. Dinas Tenaga Kerja merupakan instansi teknis yang melaksanakan salah BAB II PROGRAM KERJA 2.1 Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja merupakan instansi teknis yang melaksanakan salah satu urusan rumah tangga Daerah dibidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, dengan kewenangannya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 12.URUSAN KETENAGAKERJAAN a. Program dan Kegiatan. Program pokok yang dilaksanakan pada urusan Ketenagakerjaan tahun 2012 sebagai berikut : 1) Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja;

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI, TATA KERJA, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS DINAS TENAGA

Lebih terperinci

- 1 - PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 1 - PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH INFORMASI KETENAGAKERJAAN DAN PENYUSUNAN SERTA PELAKSANAAN PERENCANAAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/IX/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/IX/2009 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/IX/2009 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA BAGI CALON TENAGA

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS TENAGA KERJA KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DATABASE KETENAGAKERJAAN KABUPATEN KENDAL TAHUN

DATABASE KETENAGAKERJAAN KABUPATEN KENDAL TAHUN DATABASE KETENAGAKERJAAN KABUPATEN KENDAL TAHUN 2013-2015 DINAS TENAGA KERJA DAN TANSMIGRASI KABUPATEN KENDAL Jl. Soekarno Hatta No. 62 Kendal Kode Pos 51301 Telp. (0294) 381275/381074 Fax. (0294) 381275

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.01/MEN/I/2009 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN METODA STATISTIKA KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA SURAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/IX/2009 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA BAGI CALON TENAGA

Lebih terperinci

3988/XII/Tahun 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2010

3988/XII/Tahun 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2010 3988/XII/Tahun 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2010 Contributed by Administrator Friday, 11 December 2009 Pusat Peraturan Pajak Online KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Lebih terperinci

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perpanjangan Perjanjian Kerja Pada Pengguna Perseorangan (Beri

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perpanjangan Perjanjian Kerja Pada Pengguna Perseorangan (Beri MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERWAKILAN PELAKSANA PENEMPATAN

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN - 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, Juni 2017 KEPALA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TIMUR

KATA PENGANTAR. Surabaya, Juni 2017 KEPALA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TIMUR KATA PENGANTAR Ucapan puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME, bahwa penyusunan Perubahan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 2019 telah

Lebih terperinci

2013, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1918); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik

2013, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1918); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik No.211,2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKERTRANS. Standar Pelayanan. Minimal. Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR

Lebih terperinci

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 25/1997, KETENAGAKERJAAN *10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/XI/2011 TENTANG JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG Membaca : PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DI KOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : bahwa guna

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA BAGI TENAGA KERJA JASA KONSTRUKSI DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 99 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS TENAGA KERJA KOTA PEKANBARU DENGAN

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Tenaga Kerja Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2015 T E N T A N G UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI TAHUN 2016 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SANKSI ADMINISTRATIF DALAM PELAKSANAAN PENEMPATAN

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa perencanaan, pelatihan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2015 SALINAN 1 GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang : a. bahwa pemberdayaan

Lebih terperinci

Terwujudnya Masyarakat Tenaga Kerja Kabupaten Bandung yang Mandiri, Produktif, Profesional dan Berdaya Saing

Terwujudnya Masyarakat Tenaga Kerja Kabupaten Bandung yang Mandiri, Produktif, Profesional dan Berdaya Saing BAB II PROGRAM KERJA 2.1 Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja merupakan instansi teknis yang melaksanakan salah satu urusan rumah tangga Daerah dibidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, dengan kewenangannya

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2015

PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2015 PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2015 SKPD : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulawesi Tengah Kode Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah Dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PERPANJANGAN PERJANJIAN KERJA PADA PENGGUNA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN II - 1 II - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM II-11 BAB II LANDASAN, ASAS DAN TUJUAN II-15 BAB III KESEMPATAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI, UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN/KOTA SERTA PENANGGUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008 PERATURAN PRESIDEN NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

G U B E R N U R L A M P U N G

G U B E R N U R L A M P U N G G U B E R N U R L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G / 662 / B.VII / HK / 2009 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PERENCANAAN TENAGA KERJA PROVINSI LAMPUNG GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN (UMK) DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN (UMSK) TAHUN 2015 KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. Visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. Visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju,

Lebih terperinci

2. Meningkatnya Hubungan Industrial yang Harmonis; 3. Menurunnya Persentase Penduduk Miskin.

2. Meningkatnya Hubungan Industrial yang Harmonis; 3. Menurunnya Persentase Penduduk Miskin. BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Tujuan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur Tujuan dan sasaran adalah tahap perumusan sasaran strategis yang menunjukkan tingkat prioritas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2002 NOMOR : 48 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN DALAM PENYELENGGARAAN STATISTIK DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok. PENGANTAR Pembahasan MSDM yang lebih menekankan pada unsur manusia sebagai individu tidaklah cukup tanpa dilengkapi pembahasan manusia sebagai kelompok sosial. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS, SERTA TATA KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN KUNINGAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA Menimbang : GUBERNUR SULAWESI TENGGARA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN KEPENDUDUKAN PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN KEPENDUDUKAN PROVINSI PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN KEPENDUDUKAN PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 32/MEN/XII/2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di

Lebih terperinci