Kajian ISU-ISU STRATEGIS DI BIDANG SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian ISU-ISU STRATEGIS DI BIDANG SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA"

Transkripsi

1

2 Kajian ISU-ISU STRATEGIS DI BIDANG SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA DEPUTI BIDANG KAJIAN KEBIJAKAN PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA JAKARTA, 2015

3 Kajian ISU-ISU STRATEGIS DI BIDANG SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Penyusun: Tim Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Kontributor: Agus Dwiyanto (Pakar Kebijakan Publik) Refly Harun (Pakar Hukum Tata Negara) Denny Indrayana (Pakar Hukum Tata Negara UGM) Gandjar Laksmana Bonaprapta (Pakar Hukum Pidana UI) Zainal Arifin Mochtar (Pakar Hukum Administrasi Negara UGM) Nandang Alamsah (Pakar Hukum Administrasi Negara UNPAD) Kania Dewi (Pakar Hukum Administrasi Negara UNPAD) Deddy Mulyadi (Pakar Administrasi Negara STIA LAN Bandung) Noorsyamsa Djumara (Pakar Administrasi Negara STIA LAN Bandung) Sri Winarsi (Pakar Hukum Administrasi Negara UNAIR) Abimanyu (BKD Prov. Jawa Timur) Dahono Nuswantoro (Inspektorat Prov. Jawa Timur) Diterbitkan oleh : Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat Telp. (021) Fax. (021) Kajian Isu-isu Strategis di bidang Sistem dan Hukum Administrasi Negara Jakarta : PKSANHAN - LAN, hlm. ISBN : ii

4 RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian tentang isu-isu strategis di bidang sistem dan hukum administrasi negara merupakan upaya untuk merespon secara cepat (quick response) atas dinamika praktek dalam implementasi kebijakan di bidang sistem dan hukum administrasi negara di Indonesia. Kajian ini mempunyai durasi waktu yang pendek dan dilakukan beberapa kali dalam 1 (satu) tahun anggaran disesuaikan dengan kebutuhan untuk merespon dinamika tersebut. Pada tahun anggaran 2015, dilaksanakan 3 (tiga) kegiatan yang dipandang penting (urgent) untuk disikapi yakni sebagai berikut: 1. Implementasi UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan; 2. Demokratisasi lokal: pilkada serentak dan pemerintahan daerah di masa transisi; dan 3. Strategi pengembangan kompetensi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam rangka implementasi UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kajian tentang isu-isu strategis di bidang sistem dan hukum administrasi negara ini dilakukan dengan tujuan menganalisis dan menyusun policy brief terkait isu-isu aktual yang strategis dibidang sistem dan hukum administrasi negara. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dari Kajian tentang isu-isu strategis di bidang sistem dan hukum administrasi negara ini adalah tersedianya rekomendasi kebijakan yang memuat alternatif solusi penyelesaian masalah-masalah aktual di bidang sistem dan hukum administrasi negara. A. Implementasi UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan ( UU AP ) yang diberlakukan sejak tanggal 17 Oktober 2014, memuat perubahan penting dalam penyelenggaran birokrasi pemerintahan. Perubahan penting dalam penyelenggaraan birokrasi antara lain mengenai kewenangan pemerintahan. Kewenangan pemerintahan adalah kekuasaan badan/atau pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik. Kewenangan tersebut diperoleh melalui atribusi, delegasi dan/atau mandat. iii

5 UU AP diharapkan dapat menjadi acuan penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan memberikan pelindungan hukum bagi aparatur pemerintahan sebagai akibat ditetapkannya sebuah kebijakan/tindakan. Selain itu, melalui UU AP ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan. Munculnya UU AP ditanggapi beragam oleh beberapa pihak terutama oleh pihak-pihak dari kalangan praktisi pemerintahan (hukum administrasi/hukum pidana) dan aparat penegak hukum. Hal ini dikarenakan ada beberapa disharmoni norma dalam UU AP yang berpotensi menimbulkan permasalahan mendasar dalam implementasinya atau justru membuat undang-undang tersebut tidak dapat diimplementasikan. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Ketidakjelasan status kewenangan Plt. maupun Plh. yang bersumber dari mandat. Plt maupun Plh tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian (mutasi, promosi maupun demosi), dan alokasi anggaran, termasuk dalam hal ini adalah tidak boleh mengubah perencanaan strategis. Dalam praktek, hal ini sering menimbulkan permasalahan. Pejabat tidak berani mengambil keputusan, karena batas antara strategis dan rutin, sangatlah tipis. Dikhawatirkan hal ini dapat mengganggu pelayanan publik dan kinerja organisasi. Selain itu, tanggung jawab Plt. atau Plh. yang harus melaporkan kepada pejabat yang memberi mandat, akan mengakibatkan rentang kendali birokrasi menjadi panjang. Sedangkan berdasarkan Pasal 14 ayat (7) UU AP bahwa Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui mandat tidak berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran. Kewenangan pelaksana tugas (Plt.) memang dibatasi pada hal-hal yang bersifat rutin atau day-to day (tidak strategis) karena ia hanya bersifat sebagai pelanjut roda pemerintahan bukan KDH Defenitif. Adanya batasan kewenangan tersebut nantinya akan berakibat pada terhambatnya roda pemerintahan; 2. Ketidakjelasan jenis dan cakupan sengketa kewenangan. Dalam UU AP tidak jelas batasannya. Apakah mungkin, semua sengketa kewenangan tersebut akan diselesaikan oleh Presiden (jika tidak ada titik temu), karena mekanisme sengketa kewenangan dalam lingkup pemerintahan diselesaikan melalui alur koordinasi, kesepakatan dan iv

6 pada ujungnya berakhir di Presiden; 3. Ketidakjelasan batasan dan mekanisme penyelesaian sengketa kewenangan yang rasional. Dalam UU AP diatur mekanisme penyelesaian sengketa atas kebijakan atau tindakan aparatur pemerintahan diselesaikan melalui PTUN. Secara konsep, kebijakan tidak bisa dipidanakan dan kesalahan administrasi dalam kebijakan diselesaikan secara mekanisme administrasi (administrative beroef) hingga peradilan administrasi. Berkembang pula pemikiran bahwa terkait sengketa hukum atas kebijakan diselesaikan dahulu melalui peradilan administrasi (premium remidium), jika ada pidana, maka baru kemudian dilimpahkan ke peradilan umum (ultimum remidium); 4. Ketidakjelasan batasan dan ruang lingkup akibat hukum dari larangan penyalahgunaan wewenang. Pengawasan larangan penyalahgunaan wewenang dilakukan oleh aparat pengawasan internal pemerintahan (APIP), yang hasilnya dapat menyatakan bahwa tidak ada kesalahan administratif hingga adanya kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian negara. Dalam UU AP, jika terjadi kondisi paling buruk (terdapat kesalahan administrasi/maladministrasi dan/atau kerugian negara), maka mekanisme yang ditempuh adalah pengembalian kerugian negara baik oleh pribadi maupun institusi, sesuai jenis kerugian negara yang terjadi; 5. Ketidakjelasan jaminan keamanan implementasi diskresi, dalam arti diskresi yang ditempuh oleh pejabat pemerintahan sangat rawan dan tidak aman bagi pejabat yang bersangkutan. Di lingkup pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah terbukti beberapa pejabat yang masuk penjara akibat kebijakan yang diambil pada masa jabatannya. Hal ini terjadi karena: (a) semua sektor dalam birokrasi sudah ada peraturan sektoralnya, sehingga mempersempit ruang untuk diskresi; (b) Hampir semua inovasi pastinya memerlukan payung diskresi sebagai dasar pengaman pengambilan keputusan atau tindakan; (c) reformasi birokrasi yang mengutamakan pelayanan publik belum sinergi dengan ketaatan administrasi dan regulasi yang menjadi dasar diskresi, (d) Kewenangan diskresi aparat pemerintah, bisa menjadi solusi alternatif dalam merespon hambatan dalam pelayanan publik, namun juga memiliki implikasi adanya penyimpangan kewenangan (abuse of power); dan (e) Kewenangan untuk mengambil diskresi sangat terbatas. Para pejabat birokrasi tidak berani mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan pelayanan, sehingga v

7 kegiatan pelayanan publik menjadi sangat rule-driven dan rigid; 6. Ruang upaya Administratif yang tidak logis. Badan atau Pejabat Pemerintahan wajib menyelesaikan Keberatan dan Banding tersebut paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak Keberatan atau Banding diterima. Jika terlambat, maka Keberatan atau Banding tersebut, dinyatakan diterima. Batasan waktu 10 (sepuluh) hari tersebut bersifat rigid dan limitatif. Tidak ada alasan apapun untuk mentolerir keterlambatan. Hal ini dikhawatirkan dapat dijadikan alasan bagi pihak-pihak untuk menggugat Kebijakan atau Tindakan Badan atau Aparat Pemerintahan demi kepentingan mereka; 7. Ketidakjelasan implementasi Ketentuan Peralihan. Pengajuan gugatan sengketa Administrasi Pemerintahan yang sudah didaftarkan pada pengadilan umum tetapi belum diperiksa, dengan berlakunya undang-undang ini dialihkan dan diselesaikan oleh PTUN. Artinya, semua perkara terkait kebijakan atau tindakan aparat pemerintahan yang masih dalam tahap penyelidikan, penyidikan maupun baru didaftarkan ke Pengadilan Umum (termasuk Tipikor), harus dialihkan penanganannya ke PTUN; 8. Disharmoni materi dan implementasi UU AP dengan beberapa regulasi lain seperti UU KUHP, UU Tipikor, UU BPK, dan UU Perbendaharaan Negara, meliputi: (a) Penyalahgunaan wewenang yang berdampak kerugian negara (korupsi atau sekedar maladministrasi); (b) Penyelesaian sengketa yang terkait dengan yurisdiksi peradilan (kewenangan PTUN atau peradilan umum termasuk Tipikor); (c) Kewenangan Plt. yang tidak boleh mengambil kebijakan strategis; (d) Siapa yang dimaksud dengan aparat pengawasan intern pemerintah --- yang selama ini dimaknai sebagai APIP --- yang akan bertugas mengawasi penyalahgunaan wewenang dari kebijakan atau tindakan aparatur yang berdampak paling fatal menimbulkan kerugian negara sekalipun (dimana eksistensi fungsional BPK?); dan (e) Implementasi ketentuan peralihan UU AP (apakah berlaku untuk perkara dengan tempus delicti sebelum 17 Oktober 2014 atau tidak dan penegasan kompetensi absolut PTUN untuk menangani perkara kebijakan aparatur pemerintahan). Permasalahan yang muncul terkait implementasi UU AP harus segera ditangani karena akan mempengaruhi proses penyelenggaraan pemerintahan. Oleh sebab itu, berikut disampaikan beberapa alternatif penyelesaian masalah yang dapat/perlu dilakukan, sebagai berikut: 1. Perlu disusun segera PP yang mengatur tentang cakupan tugas dan mekanisme koordinasi pelaksanaan kewenangan yang bersumber vi

8 dari atribusi, delegasi maupun mandat. 2. Perlu diatur secara khusus PP yang mengatur tentang diskresi bagi Plt. Kepala Daerah selama masa transisi pemerintahan. Diskresi dimaksud dibenarkan berdasarkan UU AP dengan dasar adanya pertentangan antar Undang-Undang; 3. Perlu disusun segera PP yang mengatur mengenai mekanisme penyelesaian sengketa kewenangan. Dalam PP tersebut, Presiden dapat mendelegasikan sengketa kewenangan kepada Menteri atau Kepala Daerah. Hal ini dimaksudkan agar tidak semua penyelesaian sengketa harus diselesaikan oleh Presiden; 4. Perlu dibahas dan disepakati dalam Forum Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan dan Kepolisian RI (disingkat Mahkumjakpol) plus BPK dan KPK tentang penyelesaian sengketa kewenangan antara ranah pidana dengan ranah administrasi pemerintahan/birokrasi. Ke depan, perlu harmonisasi antara UU AP dengan Undang-Undang yang terkait dengan dampak hukum larangan penyalahgunaan wewenang tersebut. Dalam hal ini diperlukan sinkronisasi dan penyamaan persepsi terhadap pengertian dan indikator kerugian negara yang ada pada beberapa peraturan perundang-undangan; 5. Perlu PP yang secara khusus mengatur dan menjelaskan makna dan mekanisme diskresi berdasarkan UU AP. Perlu disusun sebuah standar operasional prosedur (SOP) terkait penanganan Keberatan maupun Banding administrasi yang wajib diberlakukan di seluruh instansi Pemerintah. Penyusunan SOP ini juga diwajibkan dalam Pasal 7 ayat (2) huruf h UU AP. Perlu dibahas dan disepakati dalam Forum Mahkumjakpol plus KPK tentang SOP penanganan banding. Jika perlu ada MOU antara para pihak tersebut; 6. Presiden memimpin langsung forum yang melibatkan Ketua MA, Ketua KPK plus Mahkumjakpol untuk menyepakati perihal mekanisme penyelesaian sengketa. Selanjutnya, Ketua MA diharapkan dapat membuat edaran bagi para hakim untuk melaksanakannya; 7. Sebagai tindak lanjut atas kesepakatan tersebut, presiden dapat menunjuk Menkopolhukam atau Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) sebagai koordinator monitoring atas implementasinya. Begitu pula dengan Kapolri dan Jaksa Agung untuk memerintahkan kepada Penyidik dan Jaksa agar melaksanakan UU AP terkait perkara dengan obyek hukumnya (kebijakan atau tindakan aparatur pemerintahan); vii

9 8. Menginstruksikan kepada Kejaksaan, Kepolisian & BPKP --- institusi di ranah eksekutif --- untuk mengaudit kasus-kasus tindak pidana (pidana umum maupun korupsi) yang menjerat pejabat atau mantan pejabat yang sekarang sedang ditangani di tahap penyelidikan maupun penyidikan dan mengklasifikasikan perkara-perkara yang termasuk ranah Administrasi Pemerintahan, Pidana ataupun Tipikor. Berdasarkan pembahasan di atas dan memperhatikan alternatifalternatif penyelesaian masalah dalam implementasi UU AP, Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Deputi Bidang Kajian Kebijakan merekomendasikan prioritas kebijakan dan tindakan yang perlu segera dilakukan adalah : 1. Presiden menginstruksikan kepada Kejaksaan, Kepolisian dan BPKP - institusi di ranah eksekutif- untuk melakukan audit terhadap kasuskasus tindak pidana yang sedang ditangani di tahap penyelidikan maupun penyidikan (pidana umum maupun korupsi), yang menjerat pejabat atau mantan pejabat yang sekarang dan mengklasifikasikan perkara-perkara tersebut termasuk ranah Administrasi Pemerintahan, pidana umum ataukah Tipikor; 2. Perlu segera diaktifkannya kembali Forum Mahkumjakpol plus BPK dan KPK untuk mencari kesekapatan mekanisme penanganan kasuskasus yang diduga terkait kerugian negara, apakah menggunakan ranah hukum pidana (KUHP atau UU Tipikor) atau hukum administrasi negara (UU AP). B. Transisi Pemerintahan di masa Pilkada Serentak Sebanyak 269 kepala daerah habis atau sengaja dihabiskan masa jabatannya pada akhir Hal ini sesuai dengan amanat Perpu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 1 Tahun 2015 dan terakhir diubah dengan UU No. 8 Tahun Klausul mengenai Pemilukada serentak tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) Perpu No. 1 Tahun 2014 : Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara umum, Pemilukada serentak berpotensi memunculkan masalah, antara lain: (1) terjadi kekosongan kepala daerah definitif pada Pemilukada serentak tahap awal (transisi I), dimana ada kepala daerah yang sudah habis masa jabatannya sebelum Pemilukada bulan Desember tahun 2015, sehingga harus dilantik pelaksana tugas (Plt) untuk mengisi kekosongan tersebut; (2) pemajuan/pemotongan masa viii

10 jabatan kepala daerah, dimana ada kepala daerah yang belum habis masa jabatannya pada Pemilukada bulan Desember tahun 2015; dan (3) kembali terjadi kekosongan kepala daerah dan pemajuan/pemotongan masa jabatan kepala daerah pada Pemilukada serentak secara nasional, dimana kepala daerah hasil Pemilukada Tahun 2020 sudah berakhir jabatannya pada tahun 2025, sehingga harus diangkat pelaksana tugas untuk mengisi kekosongan kepala daerah selama 2 tahun menunggu Pemilukada tahun Kepala daerah hasil Pemilukada tahun 2023 hanya menjabat selama 4 tahun karena harus mengikuti Pemilukada serentak di tahun Namun, pengangkatan Plt atau Pj kepala daerah pada kondisi pemilukada serentak bukan hanya berimplikasi pada persoalan teknis administratif belaka, tetapi juga akan berakibat pada hal-hal sebagai berikut: 1. Lamanya masa jabatan Plt atau Pj kepala daerah, baik untuk masa transisi I, transisi II maupun transisi III. Pada siklus normal pelaksanaan pemilukada mulai dari pendaftaran sampai dengan pengumuman pemenang calon sudah memakan waktu yang cukup panjang, terlebih apabila calon yang kalah mengajukan keberatan hasil Pemilukada ke Mahkamah Konstitusi maka akan menambah masa jabatan Plt atau Pj. Pada masa transisi I dan II, masa jabatan kepala daerah mungkin akan lebih aman, artinya tidak melebihi jangka waktu 1 tahun (dengan catatan tidak ada sengketa hasil pemilukada). Namun untuk masa transisi III sebagaimana diungkapkan sebelumnya, masa jabatan Plt atau Pj pasti akan melebihi 2 (dua) tahun; 2. Keterbatasan kewenangan Plt atau Pj. Batas kewenangan Plt atau Pj telah diatur dalam PP No. 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yaitu: (a) dilarang melakukan mutasi pegawai; (b) dilarang membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya; (c) dilarang membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan (d) dilarang membuat kebijakan yang penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan. Namun keempat larangan tersebut dapat dikecualikan apabila ada ijin dari Menteri Dalam Negeri (Pasal 132 A ayat 2 PP No. 49 Tahun 2008). Selanjutnya, di dalam Pasal 14 ayat (7) ix

11 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan: bahwa Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui mandat tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran. Lebih jelas lagi, dalam Pasal 17 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2014 disebutkan bahwa pejabat pemerintah dilarang menyalahgunakan wewenang meliputi larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan larangan bertindak sewenang-wenang. Kewenangan Plt atau Pj memang dibatasi pada hal-hal yang bersifat strategis karena ia hanya bersifat sebagai pelanjut roda pemerintahan, bukan kepala daerah definitif. Pemberian batasan kewenangan tersebut nantinya akan berakibat pada terhambatnya roda pemerintahan, apalagi beberapa daerah akan dipimpin oleh Plt atau Pj lebih dari dua tahun. Di Kabupaten Sintang misalnya, kekosongan Kepala Daerah sudah terjadi sejak 26 Agustus 2015 dan sejak tanggal tersebut kekosongan kepemimpinan di Kabupaten Sintang diisi oleh seorang Penjabat Bupati yang akan menjabat selama lebih dari 3 bulan sampai dengan bulan Desember Selanjutnya, apabila disimulasikan, kekosongan yang sama akan terjadi lagi di Kabupaten Sintang dengan jangka waktu kekosongan yang relatif lama yaitu selama 2 tahun. 3. Terjadinya rangkap jabatan ASN. Terminologi rangkap jabatan yang dimaksud disini bukan rangkap jabatan sebagaimana dimaksudkan dalam UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, dan PP No. 47 Tahun 2005 tentang PNS yang Rangkap Jabatan. Pada Pasal 3 ayat (3) UU No. 43 Tahun 1999 disebutkan Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Sedangkan pada Pasal 4 ayat (3) PP No. 53 Tahun 2010 disebutkan PNS dilarang tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau beekrja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional. Pada Pasal 4 ayat (4) disebutkan PNS dilarang bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing. Pengangkatan Plt atau Pj kepala daerah biasanya dari PNS dengan jabatan tinggi pratama (bupati/walikota) dan PNS dengan jabatan tinggi madya (gubernur). Menurut Pasal 19 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN: 1) Jabatan tinggi pratama meliputi: direktur, kepala biro, asisten deputi, sekretaris direktoral jenderal, sekretaris, inspektorat jenderal, sekretaris kepala badan, kepala pusat, x

12 inspektur, kepala balai besar, asisten sekretariat daerah provinsi, sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas/kepala badan provinsi, sekretaris DPRD, dan jabatan lain yang setara. 2) Jabatan tinggi madya meliputi: sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal lembaga non struktural, kepala badan, staf ahli menteri, kepala Sekretariat Presiden, kepala Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara. Pejabat yang menduduki jabatan-jabatan tersebut memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat besar, sehingga ketika yang bersangkutan ditunjuk menjadi Plt atau Pj gubernur/bupati/walikota tentu sedikit banyak akan mengganggu kinerja jabatan utama yang diembannya. Permasalahan yang muncul terkait implementasi kebijakan Pemilukada serentak, harus segera ditangani karena akan mempengaruhi proses penyelenggaraan pemerintahan daerah secara keseluruhan. Oleh sebab itu, berikut disampaikan beberapa alternatif penyelesaian masalah yang dapat/perlu dilakukan. 1. Perlu diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri sebagai tindak lanjut PP No. 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah khususnya terkait empat larangan bagi Plt atau Pj kepala daerah. Dalam Permendagri tersebut memuat definisi, ruang lingkup dan hal-hal penting lain terkait pengaturan organisasi, SDM dan anggaran mengingat nanti terdapat Plt atau Pj lebih dari 2 (dua) tahun; 2. Perlu diterbitkan PP yang mengatur penjabaran diskresi bagi Plt. kepala daerah selama transisi pemerintahan. Diskresi dimaksud dibenarkan berdasarkan UU AP dengan dasar adanya pertentangan antar UU; 3. Perlu pengaturan pengangkatan jabatan Plt atau Pj kepala daerah, dimungkinkan jabatan tinggi madya yang berasal dari luar Kementerian Dalam Negeri; 4. Perlu pengaturan mengenai aspek kompetensi PNS yang akan diangkat menjadi Plt atau Pj kepala daerah, bukan hanya berdasarkan pada pangkat/golongan PNS yang bersangkutan. Berdasarkan pembahasan atas alternatif-alternatif penyelesaian masalah dalam implementasi kebijakan pemilukada serentak, maka Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Deputi Bidang Kajian Kebijakan merekomendasikan prioritas kebijakan dan tindakan yang perlu segera dilakukan adalah : xi

13 1. Perlu pengaturan tindak lanjut PP No. 49 Tahun 2008 mengingat lamanya masa jabatan larangan Plt atau Pj kepala daerah, atau dengan kata lain perlu percepatan penerbitan pp pengganti pp 49/2008 dalam rangka penjabaran uu 23/2014, yang memuat definisi, ruang lingkup dan hal-hal penting lain terkait pengaturan organisasi, SDM dan anggaran mengingat nanti terdapat Plt atau Pj lebih dari 2 (dua) tahun; 2. Perlu penegasan aspek kompetensi calon Plt atau Pj kepala daerah agar yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik C. Strategi pengembangan kompetensi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam rangka implementasi UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Sejak diberlakukannya UU AP, maka tugas APIP mempunyai perubahan yang sangat mendasar. Tidak hanya dalam aspek administratif saja, namun APIP juga berwenang untuk melakukan audit yang masuk ke ranah perhitungan keuangan negara dan termasuk pula mengkaji ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tindakan dan/atau kebijakan Pejabat Pemerintahan. Lebih jauh lagi, pasca UU AP, maka SDM APIP dituntut untuk dapat menghasilkan kesimpulan apakah kesalahan yang terjadi masuk ranah pidana atau hanya permasalahan administratif saja. Fakta yang dihadapi saat ini, SDM APIP masih dihadapkan pada sejumlah tantangan seperti persoalan tumpang tindihnya pengawasan, hubungan dengan Aparat Penegak Hukum dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor eksternal, kurangnya komitmen tindak lanjut atas hasil pengawasan, kurang jelasnya pembagian tugas antar lembaga pengawasan, serta minimnya kompetensi yang dimiliki oleh SDM APIP. Dalam konteks implementasi UU AP, yang diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi ASN agar kinerjanya tidak dipidanakan, maka tantangan-tantangan tersebut harus dapat dicarikan solusi stratejik yang tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan isu strategis ini merupakan salah satu upaya PKSANHAN LAN untuk memberikan solusi stratejik dari aspek pengembangan kompetensi yang diperlukan oleh SDM APIP dalam rangka pelaksanaan UU AP. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: xii

14 1. Problematika apa saja yang dihadapi SDM APIP dalam melaksankan pengawasan intern pemerintah berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014? 2. Kompetensi apa saja yang diperlukan oleh SDM APIP? 3. Strategi apa yang perlu dilakukan untuk mengembangkan kompetensi SDM APIP untuk mendukung pelaksanaan UU No. 30 Tahun 2014? 4. Apa rekomendasi kebijakan untuk mengembangkan kompetensi SDM APIP ke depan? Permasalahan mendasar terkait APIP sebagaimana diatur dalam UU AP, mencakup beberapa hal sebagai berikut : 1. Ada ketidakjelasan siapa yang dimaksud dengan aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud dalam UU AP. Jika aparat dimaksud adalah APIP sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), maka BPK tidak mempunyai kewenangan untuk memeriksa kebijakan atau tindakan pemerintahan yang akan berdampak pada adanya kesalahan administratif dan/atau menimbulkan kerugian negara. Karena, BPK sebagai auditor eksternal, bukan termasuk dalam pengertian APIP sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerinthan tersebut; 2. Penyalahgunaan wewenang yang menjadi kompetensi APIP berdasarkan UU AP diatur juga dalam ranah hukum pidana. Dari koridor hukum pidana dan tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang diatur juga dalam Pasal 421 KUHP dan Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Berdasarkan Pasal 421 KUHP (Buku Kedua Kejahatan, Bab XXVIII, Kejahatan Jabatan), seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Pasal 3 UU Tipikor, juga mengatur bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling xiii

15 singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp ,00 dan paling banyak Rp , Kerugian negara sebagai kompetensi APIP berdasarkan UU AP diatur dalam beberapa regulasi lainnya. Pengertian kerugian negara diatur dalam Ketentuan Umum UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perbendaharaan Negara (UU Perbendaharaan Negara). Salah satu ciri kerugian negara dalam UU Perbendaharaan Negara adalah adanya unsur perbuatan melawan hukum (PMH). Begitu dinyatakan ada kerugian negara, berarti ada PMH yang bisa menjadi pintu masuk ke ranah pidana. 4. Belum ada kejelasan mengenai mekanisme pengembalian kerugian negara jika dibebankan kepada badan pemerintahan --- dalam hal ada salah administrasi, ada kerugian negara, tapi tidak ada kesalahan administratif ---. Mekanisme di Kemenkeu saat ini, sepertinya belum ada untuk penanggungan atas pembayaran kerugian negara oleh instansi pemerintah. Di sisi lain, secara khusus mengenai perhitungan dan pemeriksaan keuangan negara serta pengembalian kerugian negara diatur dalam UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK). Secara umum, berdasarkan uraian di atas, ditemukan adanya disharmonisasi regulasi, antara UU AP dengan KUHP, UU Tipikor, UU Perbendaharaan Negara dan UU BPK. Implikasinya, menjadi subyektifitas Aparat Penegak Hukum, untuk memilih dan meyakini tindakan tersebut akan dibawa ke ranah administrasi atau korupsi. Pengawasan larangan penyalahgunaan wewenang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah, yang hasilnya dapat menyatakan bahwa tidak ada kesalahan administratif hingga adanya kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian negara. Kompetensi SDM APIP yang perlu dikembangkan dalam rangka melaksanakan UU AP adalah sebagai berikut : 1. SDM APIP harus mempunyai kemampuan untuk menghitung kerugian negara; 2. SDM APIP harus mempunyai kemampuan untuk menilai kebijakan atau tindakan Pejabat Pemerintahan, dari aspek administratif, auditif dan ekonomis; 3. SDM APIP harus mempunyai kemampuan untuk menilai aspek penyalahgunaan wewenang (conflict of interest) dalam pelaksanaan kebijakan atau tindakan Pejabat Pemerintahan; xiv

16 4. SDM APIP harus mempunyai kompetensi untuk berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum dan Auditor Eksternal dalam pelaksanaan pengawasan kebijakan atau tindakan Pejabat Pemerintahan. Untuk itu, perlu dilakukan beberapa upaya stratejik dengan melibatkan beberapa instansi terkait, sebagai berikut: 1. Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian PAN dan RB serta BPKP sebagai instansi pembina Jabatan Fungsional Auditor, perlu merumuskan ulang standar kompetensi Auditor disesuaikan dengan norma dalam UU AP. Terkait dengan hal ini, maka perlu dilakukan perubahan atas Permenpan dan RB No. Per/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit APIP; 2. LAN sebagai instansi pembina Diklat ASN --- termasuk SDM APIP --, perlu berkoordinasi dengan BPKP untuk merumuskan standar Diklat untuk mengembangkan kompetensi SDM APIP sesuai dengan UU AP dan berdasarkan standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada angka 1. xv

17 xvi

18 SAMBUTAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Dalam sistem administrasi negara, kebijakan sebagai instrumentasi penyelenggaraan pemerintahan, memegang peranan penting untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. Namun demikian, tidak kalah penting adalah peran pemerintah untuk mengawal pelaksanaan kebijakan tersebut. Seiring dinamika kekinian yang terjadi dalam masyarakat, implementasi kebijakan yang bersifat dinamis akan melahirkan isu-isu strategis dan permasalahan yang harus direspon secara cepat (quick response). Sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab secara fungsional dalam bidang pengembangan administrasi negara, LAN senantiasa perlu untuk melakukan pengkajian dan merumuskan rekomendasi serta solusi terkait isu-isu strategis dalam praktek sistem administrasi negara di Indonesia. Melaui kegiatan kajian isu-isu strategis diharapkan dapat dirumuskan rekomendasi kebijakan yang memuat alternatif solusi penyelesaian masalah aktual di bidang administrasi negara. Selain itu, hasil kajian isu-isu strategis ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pejabat publik dan penyelenggara negara dalam merumuskan kebijakan maupun untuk mengevaluasi implementasi kebijakan. Berpijak pada berbagai peraturan perundang-undangan di bidang administrasi negara yang diterbitkan dalam beberapa tahun belakangan ini, sifat kegiatan kajian ini dilakukan dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama dan rekomendasinya harus segera disampaikan kepada pihak xvii

19 terkait, sebagai wujud kontribusi nyata LAN dalam pembangunan dan pengembangan administrasi negara di Indonesia. Atas hal tersebut, saya menyambut baik dilaksanakannya kegiatan Kajian Isu-isu Strategis ini. Melalui identifikasi isu yang tepat dan bersifat aktualstrategis, diharapkan dapat membantu pemerintah untuk merumuskan langkah dalam mengimplementasikan kebijakan. Saya berharap semoga hasil Kajian ini bermanfaat bagi pembangunan dan pengembangan sistem administrasi negara Republik Indonesia. Jakarta, Desember 2015 Kepala Lembaga Administrasi Negara Adi Suryanto xviii

20 KATA PENGANTAR Kajian isu-isu strategis merupakan upaya institusional Lembaga Administrasi Negara (LAN) untuk merespon secara cepat (quick response) atas dinamika praktek dalam implementasi kebijakan di bidang sistem dan hukum administrasi negara di Indonesia. Praktek penyelenggaraan administrasi negara yang sangat dinamis, memerlukan pengkajian dan perumusan rekomendasi yang waktu pelaksanaan kegiatannya disesuaikan dengan kebutuhan (kondisional) serta tidak berdurasi 1 (satu) tahun anggaran. Salah satu bentuk reformasi administrasi negara di Indonesia ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Regulasi dimaksud telah membawa perubahan besar dalam penataan bidang sumber daya manusia, kelembagaan maupun ketatalaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara. Atas dasar itu, LAN memandang perlu melakukan kajian terhadap potensi permasalahan stratejik yang timbul sebagai akibatnya ditetapkannya kebijakan tersebut. Pada Tahun Anggaran 2015, Deputi Bidang Kajian Kebijakan LAN cq. Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara (PKSHAN) telah melaksanakan 3 (tiga) kajian isu-isu strategis yang terdiri atas : (1) Implementasi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan; (2) Transisi Pemerintahan di Masa Pilkada Serentak; dan xix

21 (3) Strategi Pengembangan Kompetensi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Melalui kegiatan kajian isu strategis tersebut, telah dihasilkan beberapa alternatif rekomendasi kebijakan yang diharapkan dapat menjadi solusi atas potensi permasalahan yang timbul sebagai dampak dari implementasi beberapa regulasi di bidang sistem dan hukum administrasi negara. Ucapan terima kasih, kami sampaikan kepada semua pihak, khususnya kontributur dan nara sumber dari kalangan instansi Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Daerah maupun perguruan tinggi (akademisi) yang telah bekerjasama dalam diskusi, memberikan data/informasi yang diperlukan serta menyumbangkan gagasan dan pemikiran yang sangat bermanfaat bagi penyusunan laporan hasil kajian isu-isu strategis ini. Semoga laporan hasil kajian isu-isu strategis ini dapat memberi manfaat bagi stakeholders, baik di lingkungan pemerintahan, akademisi maupun masyarakat. Jakarta, Desember 2015 Deputi Bidang Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi Negara Sri Hadiati W.K. xx

22 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... RINGKASAN EKSEKUTIF SAMBUTAN KEPALA LEMBAGA ADMNISTRASI NEGARA... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. B. Tujuan dan Sasaran.. C. Indikator Kinerja D. Waktu Pelaksanaan.. E. Anggaran. F. Sistematika Laporan BAB II IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN... A. Latar Belakang. B. Perumusan Masalah C. Tujuan Kegiatan. D. Pokok Pembahasan.. E. Isu dan Rekomendasi.. F. Rekomendasi Stratejik yang Mendasar... BAB III TRANSISI PEMERINTAHAN DI MASA PILKADA SERENTAK. A. Latar Belakang. B. Perumusan Masalah C. Tujuan Kegiatan. D. Pokok Pembahasan.. E. Metode Pelaksanaan Kegiatan dan Narasumber... F. Pertanyaan dan Hasil Diskusi G. Analisis. H. Alternatif Upaya Penyelesaian Masalah.. I. Rekomendasi Pilihan Kebijakan... BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Tujuan Kegiatan. D. Pokok Pembahasan.. E. Narasumber.. xxi i iii xvii xix xxi

23 F. Tinjauan Konsep Kompetensi dan Pengawasan Intern. G. Tinjauan Normatif Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) H. Hasil Diskusi.. I. Rekomendasi BAB V REKOMENDASI HASIL KAJIAN... A. Implementasi Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. B. Transisi Pemerintahan di Masa Pilkada Serentak. C. Strategi Pengembangan Kompetensi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Dalam Rangka Implementasi UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan DAFTAR PUSTAKA xxii

24 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian tentang isu-isu strategis di bidang Sistem dan Hukum Administrasi Negara Bidang Sistem dan Hukum Administrasi Negara merupakan upaya untuk merespon secara cepat (quick response) atas dinamika praktek dalam implementasi kebijakan di bidang sistem dan hukum administrasi negara di Indonesia. Untuk itu, kajian ini mempunyai durasi waktu yang pendek dan dilakukan beberapa kali dalam 1 (satu) tahun anggaran disesuaikan dengan kebutuhan untuk merespon dinamika tersebut di atas. Jika dimungkinkan, rekomendasi kebijakan atau policy brief kajian isu strategis ini disampaikan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) pada saat berakhirnya masing-masing kegiatan tersebut. Pada tahun anggaran 2015, dilaksanakan 3 (tiga) kegiatan yang dipandang penting (urgent) untuk disikapi yakni sebagai berikut: 1. Implementasi UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan; 2. Transisi Pemerintahan di Masa Pilkada Serentak; dan 3. Strategi pengembangan kompetensi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam rangka implementasi UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. 1

25 B. Tujuan dan Sasaran Kajian tentang Isu-isu Strategis di Bidang Sistem dan Hukum Administrasi Negara ini akan dilakukan dengan tujuan menganalisis dan menyusun policy brief terkait isu-isu aktual yang strategis di bidang Sistem dan Hukum Administrasi Negara Sasaran yang ingin dicapai dari Kajian tentang Isu-isu Strategis di Bidang Sistem dan Hukum Administrasi Negara ini adalah tersedianya rekomendasi kebijakan yang memuat alternatif solusi penyelesaian masalah-masalah aktual di bidang Sistem dan Hukum Administrasi Negara. C. Indikator Kinerja Indikator kinerja kegiatan kajian ini adalah tersedianya 1 (satu) paket laporan Kajian tentang Isu-isu Strategis di Bidang Sistem dan Hukum Administrasi Negara. D. Waktu Pelaksanaan Kegiatan kajian isu-isu strategis ini dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan dalam tahun anggaran E. Anggaran Anggaran yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan kajian isu-isu strategis ini sebesar Rp yang dibebankan pada APBN LAN. 2

26 F. Sistematika Laporan BAB I Pendahuluan berisi Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran, Indikator Kerja, Waktu Pelaksanaan, Anggaran, dan Sistematika Laporan BAB II Implementasi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang berisi Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Kegiatan, Pokok Pembahasan, Isu dan Rekomendasi, dan Rekomendasi Stratejik yang Mendasar BAB III BAB IV BAB V Transisi Pemerintahan di Masa Pilkada Serentak yang berisi Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Kegiatan, Pokok Pembahasan, Metode Pelaksanaan Kegiatan dan Narasumber, Pertanyaan dan Hasil Diskusi, Analisis, Alternatif Upaya Penyelesaian Masalah, dan Rekomendasi Pilihan Kebijakan Strategi Pengembangan Kompetensi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam rangka Implementasi UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang berisi Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Kegiatan, Pokok Pembahasan, Narasumber, Tinjauan Konsep Kompetensi dan Pengawasan Intern, Tinjauan Normatif APIP, Hasil Diskusi, dan Rekomendasi Rekomendasi Hasil Kajian yang berisi Implementasi UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administasi Pemerintahan, Transisi Pemerintahan di Masa Pilkada Serentak, dan Strategi Pengembangan Kompetensi APIP dalam rangka Implementasi UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. 3

27 4

28 BAB II IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) yang diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2014 lalu memuat perubahan penting dalam penyelenggaran birokrasi pemerintahan. Pada hakekatnya UU AP bertujuan untuk : 1. menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan; 2. menciptakan kepastian hukum; 3. mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang; 4. menjamin akuntabilitas badan dan/atau pejabat pemerintahan; 5. memberikan pelindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintahan; 6. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menerapkan AUPB; dan 7. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada warga masyarakat. UU AP merupakan pedoman bagi penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan memberikan pelindungan hukum bagi aparatur pemerintahan sebagai akibat ditetapkannya sebuah kebijakan/ tindakan. Dengan diberlakukannya UU AP diharapkan tidak ada kriminalisasi bagi Aparatur Pemerintah atas kebijakan yang ditetapkan maupun terhadap tindakan yang dilakukan. 5

29 Dalam prakteknya, hingga saat ini norma dalam UU AP belum dijadikan sebagai dasar bagi aparatur pemerintah maupun aparat penegak hukum. Hal ini disebabkan karena adanya disharmoni peraturan perundang-undangan, multi tafsir norma, hingga belum adanya komitmen bersama untuk mengimplementasikan UU AP sebagaimana mestinya. Kondisi tersebut membuat kesan UU AP seakan mati suri. Jika permasalahan di atas tidak segera diatasi (quick response policy), maka tujuan mulia dari UU AP tidak akan tercapai, bahkan UU AP hanya akan menjadi dokumen tertulis semata. Terkait hal tersebut, Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara (PKSHAN LAN) melakukan kegiatan kajian isu strategis tentang implementasi UU AP. Diharapkan, melalui kegiatan ini dapat dirumuskan rekomendasi stratejik sebagai bentuk quick response atas permasalahan dalam pelaksanaan UU AP dimaksud. B. Perumusan Masalah 1. Munculnya UU AP ditanggapi beragam oleh beberapa pihak terutama oleh pihak-pihak dari kalangan praktisi pemerintahan (hukum administrasi/hukum pidana) dan aparat penegak hukum. Tanggapan tersebut terkait bagaimana implementasi beberapa pasal UU AP dihadapan Undang-Undang lainnya, terutama UU Tindak Pidana Korupsi. Misal: a. Beberapa pihak memandang UU AP bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi. Sementara beberapa pihak lain memandang bahwa UU AP memberikan perlindungan 6

30 kepada aparatur pemerintah dari pemidanaan atas maladministrasi; b. Beberapa pihak memandang penegakan hukum UU Tipikor/pidana harus didahulukan daripada penegakan hukum UU AP atau UU lainnya (misal UU Perpajakan, UU Lingkungan Hidup). Sedangkan praktisi pemerintahan memandang bahwa penegakan hukum UU AP atau UU lainnya (misal UU Perpajakan, UU Lingkungan Hidup) harus didahulukan daripada UU Tipikor/KUHP; c. UU AP mengatur secara khusus hukum acara yang berbeda dengan hukum acara pidana maupun Tipikor. Permasalahan tersebut muncul karena utamanya terkait implementasi beberapa norma dalam UU AP sebagai berikut. a. Larangan Penyalahgunaan wewenang sebagai akibat kesalahan administratif atau bahkan yang berdampak adanya kerugian negara (pasal 17, 18, 19, 20, dan 21); b. Diskresi (Bab VI); c. Hukum acara khusus (Pasal 20 dan 21); d. Ketentuan Peralihan (pasal 85, 86, dan 87). 2. Norma-norma dimaksud dikaitkan dengan penegakan hukum dari sisi hukum pidana, yang diatur dalam KUHP dan UU Tipikor, yang mengatur pula mengenai unsur penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara. Berdasarkan Pasal 421 KUHP (Buku Kedua Kejahatan, Bab XXVIII, Kejahatan Jabatan), seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan 7

31 atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Terkait penyalahgunaan wewenang, Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juga mengatur bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun & paling lama 20 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp ,00 & paling banyak Rp ,00 3. Terkait ketentuan peralihan, masih menjadi perdebatan apakah UU AP dapat diterapkan untuk kasus yang terjadi setelah ataukah sebelum 17 Oktober 2014? C. Tujuan Kegiatan 1. Membahas butir-butir permasalahan krusial dalam rangka implementasi UU AP, terlebih apabila dikaitkan dengan adanya perbedaan pendapat dari sudut pandang hukum administrasi dengan hukum pidana. Khususnya terkait penegakan hukum apabila sebuah kebijakan yang dianggap merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang, apakah penegakan hukumnya menggunakan UU AP ataukah KUHP/UU Tipikor? 2. Menghasilkan beberapa pendapat atau solusi yang dapat menjembatani perbedaan pandangan hukum yang terjadi, terutama terkait penegakan hukum atas kasus-kasus yang kemungkinan yang 8

32 akan terjadi dalam praktek penyelenggaraan kegiatan pemerintahan secara empiris. D. Pokok Pembahasan Kegiatan yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan alternatif jawaban atas pokok bahasan diskusi yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah pada prinsipnya sebuah kebijakan bisa dipidanakan? 2. Siapakah (lembaga) yang berwenang menentukan bahwa sebuah kasus dengan obyek keputusan/tindakan aparatur pemerintah menjadi ranah PTUN atau Pengadilan Tipikor? 3. Proses hukum manakah yang harus didahulukan apabila terjadi kasus penyalahgunaan wewenang oleh aparatur pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan/tindakan? Hukum Administrasi /Tata Usaha Negara atau Hukum Tindak Pidana /Tipikor? 4. Bagaimana pemahaman terhadap istilah kerugian negara dalam konteks UU AP. 5. Lembaga manakah yang dapat menentukan kerugian Negara, apakah BPK saja ataukah juga Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP)? 6. Apa jaminan yang memberikan perlindungan hukum terhadap aparatur penyelenggara negara dalam mengeluarkan keputusan/tindakan, termasuk penggunaan diskresi? 7. Apakah pengaturan diskresi dalam UU AP sudah cukup memadai? 8. Apakah UU AP dapat diterapkan untuk kasus yang waktu kejadian (tempus delicti) sebelum 17 Oktober 2015? 9

33 E. Isu dan Rekomendasi Munculnya UU AP ditanggapi beragam oleh beberapa pihak terutama dari kalangan praktisi pemerintahan (hukum administrasi/hukum pidana) dan aparat penegak hukum. Hal ini dikarenakan ada beberapa disharmonisasi norma dalam UU AP yang berpotensi menimbulkan permasalahan mendasar dalam implementasinya atau bahkan membuat takut aparatur pemerintah dalam mengimplementasikan Undang-Undang tersebut. Berikut adalah rincian isu, analisis dan rekomendasi stratejik terkait implementasi UU AP. 1. Kewenangan Plt. maupun Plh. yang Bersumber dari Mandat (Bagian Keempat Pasal 14 UU AP beserta penjelasannya) Analisis: Khusus mengenai kewenangan yang bersumber dari Mandat, yang melahirkan Pelaksana Tugas (Plt) dan Pelaksana Harian (Plh). Plt maupun Plh tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian (mutasi, promosi maupun demosi), dan alokasi anggaran. Termasuk dalam hal ini adalah tidak boleh mengubah perencanaan strategis. Dalam praktek, hal ini sering menimbulkan permasalahan. Pejabat tidak berani mengambil keputusan, karena batas antara strategis dan rutin, sangatlah tipis. Dikhawatirkan hal ini dapat mengganggu pelayanan publik dan kinerja organisasi 10

34 Selain itu, tanggung jawab Plt. atau Plh. yang harus melaporkan kepada pejabat yang memberi mandat, akan mengakibatkan rentang kendali birokrasi menjadi panjang. Sedangkan berdasarkan Pasal 14 ayat (7) UU AP beserta penjelasannya bahwa Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui mandat tidak berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran. Termasuk dalam hal ini adalah Plt tidak boleh melakukan kebijakan atau tindakan yang berdampak besar, termasuk penetapan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah. Kewenangan Plt. memang dibatasi pada hal-hal yang bersifat rutin atau day-to day (tidak strategis) karena ia hanya bersifat sebagai pelanjut roda pemerintahan bukan pejabat definitif. Adanya batasan kewenangan tersebut dikhawatirkan dapat menghambat roda pemerintahan. Antisipasi problem mendesak, terkait Pilkada serentak yang berakibat sangat banyak daerah akan dipimpin oleh Plt. dalam waktu yang cukup lama (bisa lebih dari 6 bulan bahkan hingga 2 tahun, sampai dengan terpilihnya Kdh definitif). Dalam hal ini, Plt Gubernur wajib berkoordinasi dan lapor ke Mendagri dan Plt. Bupati lapor kepada Gubernur. Sedangkan sisi lain, masa Pilkada yang berada di semester akhir anggaran, berimplikasi Plt. harus menandatangani dokumen-dokumen perencanaan kegiatan, usulan perencanaan anggaran bahkan sangat mungkin hingga penetapan anggaran definitif (dalam format Perda). 11

35 Secara umum, meskipun, Plt. Kepala Daerah (KDH) terutama dalam hal transisi pemerintahan, perlu diberikan dasar hukum agar dapat mengambil keputusan strategik, namun tetap harus dibatasi dan dilaporkan kepada pemberi mandat. Rekomendasi: a. Perlu disusun segera PP yang mengatur mengenai cakupan tugas dan mekanisme koordinasi pelaksanaan kewenangan yang bersumber dari atribusi, delegasi maupun mandat. b. Perlu diatur secara khusus, PP yang mengatur mengenai diskresi bagi Plt. KDH selama transisi pemerintahan. Diskresi dimaksud dibenarkan berdasarkan UU AP dengan dasar adanya pertentangan antar UU. 2. Batasan dan Membangun Mekanisme Penyelesaian Sengketa Kewenangan yang Rasional (Bagian Keenam Pasal 16) Analisis: Mekanisme sengketa kewenangan dalam lingkup pemerintahan diselesaikan melalui alur koordinasi, kesepakatan dan pada ujungnya berakhir di Presiden. Hal ini menimbulkan permasalahan terkait : a. Jenis dan cakupan sengketa kewenangan. Dalam UU AP, tidak jelas batasannya. Apakah mungkin, semua sengketa kewenangan tersebut akan diselesaikan oleh Presiden (jika tidak ada titik temu) b. Perlu kejelasan mekanisme dan prosedur penyelesaian sengketa kewenangan ini. Jika memungkinkan tidak semua penyelesaian kewenangan harus rampung di Presiden. Kalaupun terpaksa 12

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEKOSONGAN PEMERINTAHAN SEBAGAI IMPLIKASI PEMILUKADA SERENTAK

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEKOSONGAN PEMERINTAHAN SEBAGAI IMPLIKASI PEMILUKADA SERENTAK POLICY BRIEF PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEKOSONGAN PEMERINTAHAN SEBAGAI IMPLIKASI PEMILUKADA SERENTAK LATAR BELAKANG Sebanyak 269 kepala daerah akan habis atau sengaja

Lebih terperinci

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA POLICY BRIEF PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Penguatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Pasca UU Administrasi Pemerintahan LATAR BELAKANG Disahkannya UU No.

Lebih terperinci

Tri Atmojo Sejati. Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Deputi Bidang Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi Negara

Tri Atmojo Sejati. Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Deputi Bidang Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi Negara Tri Atmojo Sejati Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Deputi Bidang Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi Negara ADA 2 REGULASI PENTING DALAM REFORMASI BIROKRASI, YAKNI UU NO. 5 TAHUN 2014

Lebih terperinci

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA A. Pendahuluan Alasan/pertimbangan penggantian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

ANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI

ANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI ANCAMAN RUU PEMDA KEPADA DEMOKRATISASI LOKAL DAN DESENTRALISASI Pembahasan RUU Pemda telah memasuki tahap-tahap krusial. Saat ini RUU Pemda sedang dibahas oleh DPR bersama Pemerintah, ditingkat Panja.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 82 TANGGAL : 2 DESEMBER 2014 TENTANG : PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT - 1 - GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB X STAF AHLI. Pasal 833. Pasal 834. Pasal 835

BAB X STAF AHLI. Pasal 833. Pasal 834. Pasal 835 - 344 - BAB X STAF AHLI Pasal 833 Staf Ahli berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Sekretaris Negara dan secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara.

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110 Telp. (021) 3864634 ext. 117-120 Fax.

Lebih terperinci

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI Irtama 2016 1 Irtama 2016 2 SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan internal adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57b510afc8b68/bahasa-hukum--diskresi-pejabatpemerintahan

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N 1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Arah kebijakan Inspektorat Kabupaten Bandung adalah Pembangunan Budaya Organisasi Pemerintah yang bersih, akuntabel, efektif dan Profesional dan Peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM & POLITIK RESUFFLE KABINET ZIKIR PASCA PILKADA ACEH 2017

ANALISIS HUKUM & POLITIK RESUFFLE KABINET ZIKIR PASCA PILKADA ACEH 2017 J A R I N G A N S U R V E Y I N I S I A T I F 1 ANALISIS HUKUM & POLITIK RESUFFLE KABINET ZIKIR PASCA PILKADA ACEH 2017 J A R I N G A N S U R V E Y I N I S I A T I F 2 ANALISIS HUKUM & POLITIK RESUFFLE

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.737, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengawasan. Pelaksanaan. Tata Cara Tetap. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 91 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA TETAP

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) 201168 PANDEGLANG 42212 PIAGAM AUDIT INTERN 1. Audit intern adalah kegiatan yang independen dan obyektif dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesejahteraan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, adil, transparan, dan akuntabel harus disikapi dengan serius dan sistematis.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan. No.16, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Perwakilan. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Perwakilan. Organisasi. Tata Kerja. No.1241, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Perwakilan. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENANGANAN PENGADUAN (WHISTLEBLOWER SYSTEM) TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA

Lebih terperinci

*40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

*40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/2004, PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA *40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesejahteraan

Lebih terperinci

BUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH

BUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH BUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT BAGI INSTANSI PEMERINTAH DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN NOMOR: PER- 367/MENKO/POLHUKAM/10/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN NOMOR: PER- 367/MENKO/POLHUKAM/10/2010 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR PERATURAN MENTERI KOORDINATOR NOMOR: PER- 367/MENKO/POLHUKAM/10/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KOORDINATOR Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik Tahun 2010

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG KEWENANGAN KAPASITAS DAN TUGAS, INSPEKTORAT UNTUK MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA ORGANISASI

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.483, 2011 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SEBAGAI MODEL PENEGAKAN HUKUM BARU UNTUK MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN KEPASTIAN HUKUM 1. Oleh:

UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SEBAGAI MODEL PENEGAKAN HUKUM BARU UNTUK MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN KEPASTIAN HUKUM 1. Oleh: UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SEBAGAI MODEL PENEGAKAN HUKUM BARU UNTUK MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN KEPASTIAN HUKUM 1 Oleh: Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh, SH,MH 2 Latar Belakang Makalah ini merupakan updating

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesejahteraan

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG. sinarmedia-news.com

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG. sinarmedia-news.com TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG sinarmedia-news.com I. PENDAHULUAN Pelaksanaan urusan pemerintahan, baik pada tingkat pusat maupun daerah tidak terlepas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5494 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Kepegawaian. Aparatur Sipil Negara. Manajemen. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya didasarkan pada prinsip efisien dan produktivitas seperti

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya didasarkan pada prinsip efisien dan produktivitas seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan layanan Umum (BLU) dibentuk dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/Per/M.KUKM/IX/2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

2016, No Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Kementerian Dalam Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pen

2016, No Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Kementerian Dalam Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pen No.1229, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. LHKPN. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA DI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.400, 2014 ADMINISTRASI. Keuangan. BPKP. Tugas. Fungsi. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA KENDARAAN PERORANGAN DINAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undangundang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPPNS) DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan. No.1568, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 029/A/JA/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN INSPEKTORAT MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lembaga

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA I. UMUM Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 8-2003 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 89, 2007 OTONOMI. PEMERINTAHAN. PEMERINTAHAN DAERAH. Perangkat Daerah. Organisasi.

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT Menimbang : a. Mengingat : 1. BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

Lebih terperinci

PROGRAM MIKRO REFORMASI BIROKRASI

PROGRAM MIKRO REFORMASI BIROKRASI PROGRAM MIKRO REFORMASI BIROKRASI Manajemen Perubahan Seluruh proses reformasi birokrasi di instansi akan mengarah pada rekonseptualisasi organisasi dan mekanisme kerja instansi secara menyeluruh. Proses

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU \ PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2013, No BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disebut LAN adalah lembaga pemerintah nonke

2013, No BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disebut LAN adalah lembaga pemerintah nonke No.127, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Lembaga administrasi Negara. Organisasi. Fungsi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

Lebih terperinci

PERANGKAT DAERAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH

PERANGKAT DAERAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH PERANGKAT DAERAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH http://setkab.go.id Kirab Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur hasil Pilkada serentak Tahun 2015 di Istana

Lebih terperinci

SINKRONISASI MEKANISME PEMERIKSAAN BAGI PEJABAT PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

SINKRONISASI MEKANISME PEMERIKSAAN BAGI PEJABAT PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH SINKRONISASI MEKANISME PEMERIKSAAN BAGI PEJABAT PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH OLEH ADITYA WARMAN, SH. MH. KETUA TP4P KEJAKSAAN AGUNG RI MALANG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang- Undang

Lebih terperinci

WACANA PEJABAT GUBERNUR DARI POLRI

WACANA PEJABAT GUBERNUR DARI POLRI Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG PEMERINTAHAN DALAM NEGERI KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA.

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA. 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.763, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Pokok-Pokok. Pengawasan. BNN. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG POKOK-POKOK PENGAWASAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI

Lebih terperinci

PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL

PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL Lampiran II Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor Tentang Tahun Piagam Pengawasan Internal di Lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 56 Undang-Undang

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWAKARTA,

NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWAKARTA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016 Bagaimanakah Netralitas Pegawai Negeri Sipil Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIII/2015 Dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XII/2014 Terkait Syarat Pencalonan Bagi Pegawai Negeri

Lebih terperinci

LAKIP INSPEKTORAT 2012 BAB I PENDAHULUAN. manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing,

LAKIP INSPEKTORAT 2012 BAB I PENDAHULUAN. manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing, BAB I PENDAHULUAN Pemahaman kegiatan pengawasan harus berangkat dari suatu pemahaman manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing, actuating dan controlling. Controlling adalah salah satu

Lebih terperinci