PEMBERIAN CONTOH ANALOGI UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBERIAN CONTOH ANALOGI UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA"

Transkripsi

1 PEMBERIAN CONTOH ANALOGI UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA Taufiq Hidayanto dan Subanji Universitas Negeri Malang Abstrak: Miskonsepsi merupakan salah satu masalah serius yang perlu segera ditangani oleh seorang pendidik. Miskonsepsi dapat menyebabkan kesalahankesalahan lain yang lebih sistemik bagi siswa. Penelitian ini merupakan studi kasus miskonsepsi dalam menyelesaikan soal matematika yang dialami oleh dua siswa sekolah dasar dan upaya untuk mengatasinya. Upaya tersebut berupa pemberian contoh analogi yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengonstruksi ide penyelesaian masalah sehingga mencapai solusi yang tepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh analogi dapat membantu siswa mengatasi kesalahan konsep dalam menyelesaikan masalah matematika. Kata Kunci: Contoh Analogi, Miskonsepsi, Siswa SD Miskonsepsi merupakan masalah yang sering menjadi perhatian para peneliti (Radatz dalam Sarwadi & sahrill, 2014; Subanji, 2015; Zazkis & Leikin, 2008). Miskonsepsi berdasarkan oxford dictionary diartikan sebagai A view or opinion that is incorrect because based on faulty thinking or understanding atau suatu pandangan atau opini yang tidak tepat yang disebabkan oleh pemikiran atau pemahaman yang salah. Miskonsepsi siswa perlu segera diatasi karena akan menyebabkan kesalahankesalahan lain dalam belajar matematika. Hal ini didukung oleh pernyataan Radatz dalam Sarwadi & Shahrill (2014) bahwa miskonsepsi dapat menyebabkan kesalahan-kesalahan sistemik yang dilakukan oleh siswa. Berdasakan teori kesalahan yang dikemukanan oleh Subanji (2015: ), kesalahan-kesalahan siswa tersebut dapat berupa pseudo konstruksi, lubang konstruksi, mis-analogical konstruksi, dan mis-logical konstruksi. Penelitian ini mengungkapkan peran contoh analogi dalam mengatasi miskonsepsi siswa sekolah dasar (SD). Contoh analogi digunakan dalam penelitian ini karena didukung dengan banyaknya penelitian-penilitian yang telah mengkaji pentingnya contoh dalam pembelajaran matematika. Contoh-contoh tersebut digunakan untuk memverifikasi pernyataan, untuk menggambarkan algoritma dan prosedur, memberikan kasus-kasus tertentu yang sesuai dengan batasan definisi (Rissland dalam Zazkis dan Chernoff, 2008), membentuk dan menyangkal generalisasi (Zazkis, Liljedah, Chernoff, 2007), dan memperjelas suatu definisi (Zazkis, Leikin, 2008). Amir-movidi, Amiripur, dan Bizan-Jadah (2012) menyatakan bahwa salah satu strategi yang dapat digunakan memfasilitasi siswa untuk membangun pemahaman konseptualnya yaitu penggunaan analogi. Penggunaan analogi ini digunakan untuk mengembangkan penalaran analogi siswa. Richland, et al (2004) dan Loc & Uye (2014) menyatakan bahwa penalaran analogi memiliki peran penting dan meru- 156

2 Hidayanto, Pemberian Contoh Analogi, 157 pakan strategi yang efektif dalam pembelajaran matematika. Dalam penelitian ini, contoh analogi didasarkan pada kemampuan penalaran analogi siswa. Selanjutnya, Amir-movidi, et al (2012) menyimpulkan bahwa kemampuan penalaran analogi membantu siswa dalam mengaitkan pengetahuan matematika baru ke dalam pengalaman yang telah ada. Poin penting dalam penalaran analogi, yaitu: 1. Berupaya untuk menemukan kasus yang mirip namun berbeda dengan masalah awal; 2. Jawaban atau gagasan masalah analogi tersebut mengarah pada jawaban yang mirip dengan masalah asal; 3. Menghasilkan hubungan antara kasus yang trivial maupun tidak dalam contoh analogi; 4. Memisahkan analogi yang dihasilkan dari langkah penyelesaian masalah yang lain, seperti menghasilkan kasus ekstrem, memecah solusi ke dalam beberapa bagian yang terpisah, dan analisis masalah dalam pernyataan prinsip teoritis. Contoh Analogi menggunakan gagasan Watson dan Mason (2005) dalam Zazkis dan Chernoff (2007) yaitu konsep ruang contoh. Menurut Watson dan Mason, ruang contoh adalah kumpulan contoh yang memenuhi fungsi tertentu. Ruang contoh dipengaruhi oleh pengalaman individu dan memori serta prasyarat tertentu dari tugas yang diberikan. Ruang contoh dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. ruang contoh personal, yaitu contoh yang dikembangkan melalui tugas, isyarat, dan lingkungan melalui pengalaman terbaru siswa; 2. ruang contoh personal potensial, yaitu contoh yang terdiri atas pengalaman masa lalu seseorang dan tidak terstruktur, sehingga tidak mudah untuk menjangkaunya; 3. ruang contoh konvensional, yaitu contoh yang telah dikemukakan matematikawan dan yang tersaji dalam buku teks dan dapat ditularkan langsung kepada siswa oleh guru. Keempat gagasan ruang contoh tersebut digunakan sebagai landasan peneliti untuk memberikan contoh analogi. Selain itu, pemberian contoh harus berhati-hati. Hal ini sesuai dengan saran Amir Movidi, et al (2012) untuk memilih contoh analogi dengan tepat karena memungkinkan siswa bernalar dengan tidak tepat dan menyebabkan miskonsepsi. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena data utamanya adalah berupa kata-kata dan hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal. Jenis penelitian ini adalah studi kasus karena peneliti memilih subjek tertentu dengan teknik purposive sampling yaitu memilih siswa yang mengalami kesalahan akibat dari miskonsepsi dalam menyelesaikan soal yang diberikan dan mampu mengomunikasikan idenya dengan baik. Subjek yang dipilih adalah dua siswa SD, yaitu Alfa dan Beta (bukan nama sebenarnya). Alfa merupakan siswa kelas 3 SD dengan kemampuan sedang dan memiliki motivasi matematika yang rendah. Beta adalah siswi kelas 5 SD dengan kemampuan sedang dan memiliki motivasi tinggi terhadap matematika. Prosedur pengambilan datanya diawali dengan pemberian masalah kepada siswa. Subjek 1 (Alfa) diberi diberikan masalah penjumlahan dan subjek 2 (Beta) diberi masalah terkait dengan materi waktu. Selanjutnya, siswa yang mengalami kesalahan karena miskonsepsi diwawancarai untuk mengetahui letak kesalahannya. Setelah mengetahui letak kesala-

3 158, J-TEQIP, Tahun VI, Nomor 2, November 2015 hannya, siswa dberikan contoh analogi yang serupa dengan contoh asal dengan penyelesaian yang lebih mudah. Contoh analogi yang diberikan mengarahkan siswa untuk mengonstruk penyelesaian masalah asal. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan ini menyajikan diskripsi terjadinya kesalahan yang diakibatkan oleh adanya miskonsepsi siswa serta upaya pemberian contoh analogi dalam mengatasi masalah siswa tersebut. Hasil penelitian disajikan berdasarkan karakteristik masing-masing subjek, karena itu dibentuk dalam dua kasus. Kedua kasus ini tidak bisa digeneralisasi, namun dapat menjadi inspirasi bagaimana mengatasi miskonsepsi siswa dalam belajar matematika melalui pemberian contoh analogi. Kasus 1: Kasus pada Alfa, yaitu Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Ratusan Kasus pada Alfa terjadi ketika Ia menyelesaikan masalah operasi bilangan ratusan. Alfa diberikan masalah = 435 yaitu Alfa diminta menentukan bilangan yang tepat untuk mengisi titik-titik tersebut sehingga pernyataan menjadi benar. Alfa menuliskan jawaban: = 432 Berikut transkrip wawancara penelusuran peneliti: P: Gimana dengan jawabanmu ini? Bagaimana kamu mendapatkan jawaban seperti ini? A: ini...pak, trus hasilnya jadi 558, begitu.. P: menurutmu jawabanmu ini benar? A: hmm gak tau, benar kayaknya... Berdasakan ulasan transkrip di atas, siswa mengalami kesalahan dalam berpikirnya. Kesalahan siswa terjadi karena adanya miskonsepsi dalam menyelesaikan soal. Siswa menganggap bahwa untuk mengisi titik-titik tersebut dengan menjumlahkan 123 dengan 432 sehingga menghasilkan jawaban salah. Berikut ini transkrip wawancara peneliti ketika memberikan contoh analogi untuk memperbaiki miskonsepsi tersebut: P: sekarang, kalo misalkan = 5, bilangan yang tepat untuk mengisi titik-titik adalah A: 7... eh 3, Pak P: 7 atau 3? A: 3, Pak, iya, 3... P: kok bisa gitu? P: iya, karena = 5 Transkrip wawancara di atas merupakan bentuk pemberian contoh analogi oleh peneliti. Peneliti memberikan contoh analogi yang melibatkan bilangan yang lebih sederhana agar siswa dapat menyelesaikan dengan mudah. Selanjutnya peneliti membangkitkan berpikir siswa untuk dapat menemukan langkah menentukan jawaban yang tepat. P: Ok, jawabnnya tadi 3, ya, karena = 5, terus, kira-kira, bagaimana kamu mendapatkan jawaban 3? A: hmmm. gimana ya, Pak? (siswa berpikir)..oh aku tahu,... begini, Pak, 5 dikurangi 2, jadinya 3. P: apakah yakin begitu? A: iya, Pak. Benar, ketemu 3, dan... 2 ditambah 3 hasilnya 5

4 Hidayanto, Pemberian Contoh Analogi, 159 Melalui contoh analogi tersebut, siswa diberi kesempatan untuk mengonstruksi prosedur untuk menemukan jawaban yang tepat. Siswa mencoba memikirkan bagaimana mendapatkan jawaban yang tepat, dan akhirnya menemukan cara bahwa untuk menemukan jawabannya adalah dengan mengurangakan 5 dengan 2, sehingga ketemu 3. Selanjutnya peneliti memberikan kasus lain yang analogi dengan kasus sebelumnya, namun bilangannya lebih rumit. P: kalo seandainya saya punya soal gini, gimana? 12 + = 27 A: ini seperti tadi kan, Pak, kalo gitu berarti titik-titik itu isinya hmmm. 27 dikurangi 12 jadinya 15, P: apa kamu yakin? A: iya, Pak, karena = 27 Alfa telah mampu menggunakan prosedur yang Ia temukan dari contoh analogi sebelumnya. Selanjutnya, peneliti mengajak siswa untuk memastikan jawaban pada masalah asal, yaitu = 432. P: nah, sekarang, kalo kita kembali ke masalah untuk menentukan bilangan yang mengisi titik-titik dari soal = 432, tadi caramu gimana? A: = 558 P: kalo dibandingkan dengan caramu untuk menyelesaikan 2 + = 5 tadi, berarti gimana? Caramu udah benar atau masih salah? A: hmm.. iya...ya... berarti ini salah, tadi kan ditambah, harusnya dikurangi P: maksudnya gimana? A: ini lho, Pak. Yang ini 432 harusnya dikurangi 123, trus jadinya jawabannya... (siswa menghitung) = 321, begitu. P: gimana kamu yakin dengan jawaban 321? A: karena ini...gini..ehm.. oh ya, karena = 432 P: Ok, good.. Pada transkrip tersebut tampak bahwa peneliti mengajak siswa untuk membandingkan langkah penyelesaian yang telah dilakukan dengan langkah penyelesaian yang baru saja ditemukan. Siswa telah mampu mentransformasikan langkah penyelesaian dari contoh analogi ke masalah awal sehingga menemukan jawaban yang tepat. Kasus 2: Kasus pada Beta, yaitu Operasi Penjumlahan dan Pengurangan pada Bilangan Jam Permasalahan yang dialami Beta adalah kesalahan dalam melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan pada bilangan jam, yaitu basis 24 untuk bilangan jam sistem 24 jam. Masalah yang diberikan adalah sebagai berikut: Ibu berangkat ke Bandara juanda dari Banyuwangi. Untuk mengejar jadwal penerbangan pagi, Ibu berangkat dari Banyuwangi pukul WIB dan sampai Bandara Juanda pukul WIB. berapa lama perjalanan Ibu dari Banyuwangi ke Bandara? Beta menjawabnya dengan prosedur: dan menghasilkan berikut ini transkrip wawancaranya: P: Bagaimana kamu mendapatkan jawaban ini? 16.30? B: Dengan mengurangi dengan 04.45, Pak. Karena lebih besar

5 160, J-TEQIP, Tahun VI, Nomor 2, November 2015 dari 04.45, jadi saya mengurangi dengan 04.45, jadinya A: apakah kamu yakin dengan jawabanmu? B: gak tau, Pak? Sepertinya begitu.... Berdasarkan kutipan wawancara di atas, Beta sebenarnya telah bisa melakukan operasi pengurangan bilangan jam, namun masih salah dalam bernalar. Beta mengurangkan dengan 04.45, sehingga mendapatkan jawaban Beta mengabaikan kelogisan dari jawaban yang Ia temukan sehingga jawabannya salah. Selanjutnya, Peneliti memberikan contoh analogi untuk mengatasi masalah tersebut. P: OK, sekarang misalkan, Beta berangkat ke sekolah pukul dan sampai sekolah pukul 06.35, berapa lama perjalanan Beta ke Sekolah? B: 35 menit, Pak. P: giamana kamu bisa menjawab 35 menit? B: ya ini, Pak, kan berangkatnya jam 06.00, dan sampai sana jam 06.35, jadi 35 menit... P: caranya gimana? B: ini, Pak. Kan sampainya jam trus berangkatnya jam 06.00, jadinya lama perjalanannya , gitu, Pak. Peneliti memberikan kasus yang serupa dengan kasus awal, namun diberikan dengan kasus yang lebih sederhana. Kemudian peneliti memberikan kasus lain yang lebih rumit. P: sekarang, misalkan kamu dari malang mau ke Surabaya naik Bis, berangkat dari Malang jam dan sampai Surabaya jam Berapa lama perjalananmu? B: hmm.. berarti itu, dikurangi jadinya.. (Beta menghitung)... jadinya P: itu berarti berapa lama? B: 2 jam 25 menit, pak. P: Ok.. Contoh analogi yang kedua diberikan agar Beta lebih mantap dengan langkah yang Ia gunakan untuk menyelesaikan masalahnya. Kemudian, peneliti mencoba memancingnya untuk merumuskan metode untuk menyelesaikan masah yang berkenaan dengan bilangan jam.. P: dari dua contoh tadi, bagaimana untuk menentukan lamanya perjalanan? B: berarti itu, jam waktu sampai dikurangi dengan waktu berangkat, Pak P: OK. Beta diberi kesempatan untuk menggeneralisasi metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Beta talah mencoba merumuskan dan kemudian Ia diajak untuk kembali menyelesaikan masalah awal... P: Kalo kita kembali ke masalah awal tadi, menurutmu jawabannya salah atau benar? B: hmm... salah kayaknya P: kok bisa gitu? B: tadi aku ngitungnya, waktu berangkatnya trus dikurangi sampainya... P: harusnya gimana emang? B: kalo seperti yang tadi, harusnya waktu sampai dikurangi waktu berangkat. P: tadi kok bisa ngitung gitu kenapa? B: pokoknya, yang besar dikurangi yang kecil, Pak P: Oh, gitu, berarti ini gimana harusnya? B: berarti ini, harusnya jam 4.45 dikurangi 21.15, karena ini jam 4.45 subuh,

6 Hidayanto, Pemberian Contoh Analogi, 161 berarti saya jumlah 24 dulu biar mudah, jadinya, dikurangi 21.15, hasilnya 7.30 P: Ok, berarti berapa lama perjalanannya? B: 7 jam 30 menit, Pak P: sekarang masuk akal nggak kalo lama perjalanannya 7 jam 30 menit? B: iya, Pak, karena berangkatnya jam 9 malam, trus sampainya jam 4 subuh, jadi kalo 7 jam itu masuk akal, Pak. Berdasarkan transkrip wawancara di atas, bahwa Beta telah menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Beta memakai ide yang analog dengan contoh-contoh masalah sederhana yang telah diberikan sebelumnya. Pembahasan Kasus yang terjadi pada Alfa dan Beta menunjukkan adanya miskonsepsi pada keduanya. Miskonsepsi yang terjadi pada Alfa yaitu kesalahan dalam menentukan prosedur penyelesaian masalah yang diberikan. Kesalahan Alfa adalah langsung menjumlahkan bilangan yang ada, yaitu = 558. Begitupun juga dengan Beta, kesalahan terjadi ketika Ia mengurangkan = Berdasarkan kajian Skemp (1976), kedua siswa hanya menggunakan pemahaman proseduralnya, tanpa menggunakan pemahaman relasionalnya. Pemahaman prosedural yang digunakan telah tepat, yaitu mereka mampu melakukan operasi hitung dengan benar, namun jawaban yang mereka temukan masih salah. Sehingga, kedua siswa tersebut mengalami kesalahan dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Miskonsepsi yang terjadi pada kedua siswa tersebut mengakibatkan kesalahan dalam proses berpikir siswa. Siswa mengalami mis-logical thinking menurut teori kesalahan konstruksi oleh Subanji (2015). Mis-logical terjadi karena subjek tidak menggunakan nalar dengan tepat sehingga menyebabkan jawabannya salah. Ketidaktepatan nalar ini yang menyebabkan miskonsepsi pada siswa dan berdampak pula pada kesalahan yang dilakukan oleh siswa subjek. Untuk mengatasi miskonsepsi tersebut, peneliti memberikan contoh analogi yang mengantarkan subjek menuju resolusi yang tepat. Karena bentuk bantuannya berbasis tugas, contoh diambil dari ruang contoh personal siswa menurut gagasan Watson & Mason, yaitu contoh yang didasarkan pada tugas yang sedang dialami oleh siswa. Pengambilan contoh ini dengan alasan agar subjek langsung dapat menganalogikan dengan kasus asal dan menuju pada resolusi yang tepat. Pemberian contoh analogi ini juga didasarkan pada pandangan konstruktivistik. Subanji (2013) menyatakan bahwa suatu konsep maupun prosedur tertentu diupayakan untuk dapat dikonstruksi sendiri oleh siswa. Guru memfasilitasinya sehingga siswa tersebut dapat menemukan solusi yang tepat, dalam hal ini, pemberian contoh analogi yang mengarah pada resulusi masalah asal. Contoh analogi yang diberikan berupa contoh yang sekiranya dapat diselesaikan siswa dengan mudah. Pemberian contoh analogi ini membangun berpikir siswa untuk mengkonstruksi ide yang mengarah pada resolusi yang tepat. Pemberian contoh analogi ini juga memperhatikan saran dari Amir-Movidi, et al (2012), yaitu pemberian contoh perlu hati-hati agar tidak menyebabkan subjek mengalami miskonsepsi kembali. Awalnya, siswa diberikan contoh yang sederhana agar siswa langsung dapat menemukan ide solusi yang dapat ditransformasikan ke dalam masalah asal. Selanjutnya, subjek diberikan contoh analogi yang lebih rumit agar dapat menjangkau masalah asal. Setelah subjek mendapatkan ide penyelesaian masalah dengan

7 162, J-TEQIP, Tahun VI, Nomor 2, November 2015 tepat, peneliti mengajak subjek untuk memverifikasi ulang terhadap jawaban masalah asal dan mengajak untuk menemukan solusi dengan tepat melalui ide yang telah dikonstruknya dari pemberian contoh analogi yang diberikan. Pada akhirnya, siswa mampu menyelesaikan masalah dengan tepat. PENUTUP Miskonsepsi merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian serius oleh para pendidik. Miskonsepsi ini akan meyebabkan kesalahan yang berdampak sistemik bagi siswa. Pemberian contoh analogi meruapakan salah satu upaya untuk mengatasi miskonsepsi siswa. Pemberian contoh analogi yang lebih sederhana memberikan DAFTAR RUJUKAN Amir-Mofidi, Somayeh; Amiripour, Parvaneh; & Bijan-zadeh, Mohammad H Instruction of mathematical concepts through analogical reasoning skills. Indian Journal of Science and Technology Vol. 5 No. 6 ISSN: Loc, Nguyen Phu & Uyen, Bui Phuong Using Analogy in Teaching Mathematics: An Investigation of Mathematics Education Students in School of Education - Can Tho University. International Journal of Education and Research Vol. 2 No. 7 Richland, Lindsey E., Holyoak, Keith J., and Stigler, James W Analogy Use in Eighth-Grade Mathematics Classrooms. Cognition and Instruction, 22(1), Sarwadi, Roselizawati & Shahrill, Masitah Understanding Students' Mathematical Errors and Misconceptions: The Case of Year 11 Repeating Students. Mathematics Education Trends and Research 2014 (2014) 1-10 kesempatan kepada siswa untuk dapat mengkonstruksi ide sehingga menuju pada solusi tepat terhadap masalah asal yang perlu diselesaikan oleh siswa. Kedua kasus yang terjadi pada Alfa dan Beta merupakan contoh bentuk kasus siswa yang mengalami miskonsepsi dan peneliti berupaya mengatasinya melalui pemberian contoh analogi. Selanjutnya, peneliti menyarankan bahwa seorang pendidik harus berhati-hati dalam memberikan contoh analogi agar tidak menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi yang lebih parah. Selanjutnya, komunikasi yang baik dengan siswa perlu dibangun oleh pendidik sebagai fasilitator dalam pembelajaran matematika agar mampu mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Skemp, Richard R Relational Understanding and Instrumental Understanding. Mathematics Teaching, 77, Subanji Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: UM Press. Subanji Teori Kesalahan Konstruksi Konsep dan Pemecahan Masalah Matematika. Malang: UM Press. Zazkis, Rina & Chernoff, Egan J What makes a counterexample exemplary?. Educ Stud Math 68: DOI /s Zazkis, Rina & Leikin, Roza Exemplifying definitions: a case of a square. Educ Stud Math 69: DOI /s Zazkis, Rina; Liljedahl, Peter; & Chernoff, Egan J The role of examples in forming and refuting generalizations. ZDM Mathematics Education DOI /s

ANALISIS PENALARAN ANALOGI SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PYTHAGORAS PADA SISWA SMP

ANALISIS PENALARAN ANALOGI SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PYTHAGORAS PADA SISWA SMP ANALISIS PENALARAN ANALOGI SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PYTHAGORAS PADA SISWA SMP Gianlucy Rahmawati Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo Email: gianlucy245@gmail.com

Lebih terperinci

PEMAHAMAN INSTRUMENTAL DAN RELASIONAL MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN

PEMAHAMAN INSTRUMENTAL DAN RELASIONAL MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN PEMAHAMAN INSTRUMENTAL DAN RELASIONAL MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN Sebti Mardiana 1, Susiswo 2, Erry Hidayanto 2 1 Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang 2 Dosen Pascasarjana

Lebih terperinci

Jurnal Kajian dan Pembelajaran Matematika VOLUME 1 NOMOR 1, APRIL 2017 ISSN: (online).

Jurnal Kajian dan Pembelajaran Matematika VOLUME 1 NOMOR 1, APRIL 2017 ISSN: (online). Jurnal Kajian dan Pembelajaran Matematika VOLUME 1 NOMOR 1, APRIL 2017 ISSN: 2549 8584 (online). http://journal2.um.ac.id/index.php/jkpm DESKRIPSI KESALAHAN STRUKTUR BERPIKIR SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pendidikan merupakan faktor yang berperan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dihasilkan dari sistem pendidikan yang baik dan tepat.

Lebih terperinci

PROFIL PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI OPERASI HITUNG CAMPURAN BILANGAN BULAT BERDASARKAN TAHAPAN POLYA

PROFIL PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI OPERASI HITUNG CAMPURAN BILANGAN BULAT BERDASARKAN TAHAPAN POLYA ROFIL EMECAHAN MASALAH ADA MATERI OERASI HITUNG CAMURAN BILANGAN BULAT BERDASARKAN TAHAAN OLYA JURNAL Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai Gelar Sarjana endidikan rogram Studi endidikan

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENERAPKAN ATURAN EKSPONEN

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENERAPKAN ATURAN EKSPONEN ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENERAPKAN ATURAN EKSPONEN Ristina Wahyuni, Subanji, Sisworo Universitas Negeri Malang aristina@smkn11malang.sch.id ABSTRAK : Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia akan mampu mengembangkan potensi diri sehingga akan mampu mempertahankan

Lebih terperinci

ANALYSIS OF MATHEMATICS TEACHER PROBLEM IN LEARNING IMPLEMENTATION SENIOR HIGH SCHOOL

ANALYSIS OF MATHEMATICS TEACHER PROBLEM IN LEARNING IMPLEMENTATION SENIOR HIGH SCHOOL Pedagogy Volume 1 Nomor 1 ISSN 2502-3802 ANALYSIS OF MATHEMATICS TEACHER PROBLEM IN LEARNING IMPLEMENTATION SENIOR HIGH SCHOOL Muhammad Ikram 1, Taufiq 2 Program Studi Pendidikan Matematika 1,2, Fakultas

Lebih terperinci

MENGENALKAN KONSEP PERSENTASE PADA SISWA SEKOLAH DASAR

MENGENALKAN KONSEP PERSENTASE PADA SISWA SEKOLAH DASAR MENGENALKAN KONSEP PERSENTASE PADA SISWA SEKOLAH DASAR Erry Hidayanto Dosen Jurusan Matematika FMIPA UM Abstrak: Pada hakekatnya pembelajaran adalah mengembangkan berpikir siswa sehingga mampu memecahkan

Lebih terperinci

KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN Fitri Kumalasari, Toto Nusantara, Cholis Sa dijah. Universitas Negeri Malang 1

KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN Fitri Kumalasari, Toto Nusantara, Cholis Sa dijah. Universitas Negeri Malang 1 KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN Fitri Kumalasari, Toto Nusantara, Cholis Sa dijah 1,2,3 Universitas Negeri Malang 1 kumalafitrisari@gmail.com, 2 toto.nusantara.fmipa@um.ac.id,

Lebih terperinci

REPRESENTASI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OLEH SISWA SEKOLAH DASAR. Janet Trineke Manoy

REPRESENTASI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OLEH SISWA SEKOLAH DASAR. Janet Trineke Manoy Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 REPRESENTASI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OLEH SISWA SEKOLAH DASAR Janet Trineke Manoy Jurusan Matematika FMIPA Unesa

Lebih terperinci

menyelesaikan permasalahan tersebut? Jika ya, bagaimana commit to user solusi alternatif tersebut?

menyelesaikan permasalahan tersebut? Jika ya, bagaimana commit to user solusi alternatif tersebut? digilib.uns.ac.id BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN Pada Bab IV ini digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan pada Bab I yaitu: Bagaimana tingkat dan karakteristik dari tingkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi dan Analisis Hasil Penelitian 1. Subjek S 1Untuk mengetahui kemampuan translasi model representasi dari Real Script menjadi Gambar Statis subjek S 1, maka diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi individu yang dilakukan secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam kamus besar bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti ada efeknya (pengaruhnya, akibatnya),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita rasakan

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN SISWA SMP KELAS VIII DALAM MENYELESAIKAN MASALAH SOAL CERITA MATEMATIKA

ANALISIS KESALAHAN SISWA SMP KELAS VIII DALAM MENYELESAIKAN MASALAH SOAL CERITA MATEMATIKA ANALISIS KESALAHAN SISWA SMP KELAS VIII DALAM MENYELESAIKAN MASALAH SOAL CERITA MATEMATIKA Nurul Farida Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro E-mail: nurulfarida.maniz@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Berkarakter ISSN FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 April 2018, Hal

Jurnal Pendidikan Berkarakter ISSN FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 April 2018, Hal Jurnal Pendidikan Berkarakter ISSN 2615-1421 FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 April 2018, Hal. 06-10 ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH OPEN-ENDED PADA MATERI BANGUN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan analisis dan pembahasan hasil penelitian untuk mengetahui penalaran proporsional siswa kelas VII-A di MTs Raden Rahmat Ngerong Pasuruan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Paparan Data 1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Penelitian dengan judul Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Menyelesaikan Soal Barisan dan Deret Kelas XI APK 3 SMK

Lebih terperinci

PENALARAN MATEMATIS SISWA BERKEMAMPUAN TINGGI DAN RENDAH DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN KUADRAT

PENALARAN MATEMATIS SISWA BERKEMAMPUAN TINGGI DAN RENDAH DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN KUADRAT Tersedia secara online EISSN: 50-471X Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan Volume: 1 Nomor: 7 Bulan Juli Tahun 016 Halaman: 187 196 PENALARAN MATEMATIS SISWA BERKEMAMPUAN TINGGI DAN RENDAH

Lebih terperinci

MISKONSEPSI PADA PENYELESAIAN SOAL ALJABAR SISWA KELAS VIII BERDASARKAN PROSES BERPIKIR MASON

MISKONSEPSI PADA PENYELESAIAN SOAL ALJABAR SISWA KELAS VIII BERDASARKAN PROSES BERPIKIR MASON Tersedia secara online EISSN: 2502-471X Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan Volume: 1 Nomor: 10 Bulan Oktober Tahun 2016 Halaman: 1917 1925 MISKONSEPSI PADA PENYELESAIAN SOAL ALJABAR

Lebih terperinci

Kemampuan Pemahaman Matematis Melalui Strategi Think Talk Write Pada Siswa Kelas XI IPS SMA Islam As- Shofa Pekanbaru

Kemampuan Pemahaman Matematis Melalui Strategi Think Talk Write Pada Siswa Kelas XI IPS SMA Islam As- Shofa Pekanbaru Suska Journal of Mathematics Education (p-issn: 2477-4758 e-issn: 2540-9670) Vol. 3, No. 1, 2017, Hal. 9 14 Kemampuan Pemahaman Matematis Melalui Strategi Think Talk Write Pada Siswa Kelas XI IPS SMA Islam

Lebih terperinci

BAB IV DESKRPSI DAN ANALISIS DATA. sebelumnya, maka untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut dilakukan

BAB IV DESKRPSI DAN ANALISIS DATA. sebelumnya, maka untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut dilakukan BAB IV DESKRSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Sehubungan dengan pertanyaan penelitian yang dikemukakan sebelumnya, maka untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut dilakukan pembahasan dalam bentuk

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR (SD) MELALUI RECIPROCAL TEACHING

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR (SD) MELALUI RECIPROCAL TEACHING MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR (SD) MELALUI RECIPROCAL TEACHING HASAN SASTRA NEGARA IAIN RADEN INTAN LAMPUNG Email: hasan.sastranegara@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

PENJENJANGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN IDENTIFKASI TAHAP BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN DAN MENGAJUKAN MASALAH MATEMATIKA

PENJENJANGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN IDENTIFKASI TAHAP BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN DAN MENGAJUKAN MASALAH MATEMATIKA PENJENJANGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN IDENTIFKASI TAHAP BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN DAN MENGAJUKAN MASALAH MATEMATIKA Idrus Alhaddad Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola pikir dan pola sikap siswa. Kilpatrick dan Findell (2001) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional kini telah tertuang dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

PENELUSURAN KESALAHAN SISWA DAN PEMBERIAN SCAFFOLDING DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR

PENELUSURAN KESALAHAN SISWA DAN PEMBERIAN SCAFFOLDING DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR PENELUSURAN KESALAHAN SISWA DAN PEMBERIAN SCAFFOLDING DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR Ria Rahmawati Pratamasari Mahasiswa Universitas Negeri Malang Subanji Dosen Matematika FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

KETERAMPILAN BERPIKIR REFLEKTIF GURU MATEMATIKA DALAM PRAKTIK LESSON STUDY

KETERAMPILAN BERPIKIR REFLEKTIF GURU MATEMATIKA DALAM PRAKTIK LESSON STUDY KETERAMPILAN BERPIKIR REFLEKTIF GURU MATEMATIKA DALAM PRAKTIK LESSON STUDY Subanji Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang subanji.fmipa@um.ac.id Abstrak: Kegiatan lesson study memiliki tiga tahapan,

Lebih terperinci

PEMAHAMAN KONSEP PERBANDINGAN SISWA SMP BERKEMAMPUAN MATEMATIKA RENDAH

PEMAHAMAN KONSEP PERBANDINGAN SISWA SMP BERKEMAMPUAN MATEMATIKA RENDAH PEMAHAMAN KONSEP PERBANDINGAN SISWA SMP BERKEMAMPUAN MATEMATIKA RENDAH Harfin Lanya Program Pendidikan Matematika Universitas Madura lanya.harfin@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

MEMBELAJARKAN SISWA TENTANG NILAI TEMPAT SECARA KREATIF

MEMBELAJARKAN SISWA TENTANG NILAI TEMPAT SECARA KREATIF MEMBELAJARKAN SISWA TENTANG NILAI TEMPAT SECARA KREATIF Sri Hariyani, Nurul Firdaus Universitas Kanjuruhan Malang, Universitas Kanjuruhan Malang sri79hariyani@yahoo.com, firdaus25.nurul@ymail.com ABSTRAK.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik begitu pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik begitu pula dengan pengalaman belajar dan mengajar. Pengalaman belajar merupakan hal penting bagi semua orang

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA PENELITIAN. Tabel 4.1 Jadwal Waktu dan Kegiatan Penelitian

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA PENELITIAN. Tabel 4.1 Jadwal Waktu dan Kegiatan Penelitian 45 BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA PENELITIAN Dalam penelitian ini terdapat tahap-tahap kegiatan dalam pengerjaannya. Rincian waktu dan kegiatan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam bidang studi. Oleh karena itu matematika sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi dan Analisis Data Tes Pemecahan Masalah dan Wawancara Subjek dengan Gaya Kognitif Field Dependent 1. Deskripsi dan Analisis Data Tes Pemecahan Masalah dan Wawancara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN EMBAHASAN ada bab ini, akan dideskripsikan dan dianalisis data penalaran matematis siswa SM dengan strategi working backward dalam menyelesaikan masalah matematika. Materi yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sekarang ini sedang digalakan oleh pemerintah. Langkah yang paling penting dilakukan adalah dengan pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agar mampu memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

I. PENDAHULUAN. agar mampu memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat. Hal ini menuntut para pendidik agar mampu memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang memunculkan tuntutan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERSAMAAN KUADRAT PADA PEMBELAJARANMODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERSAMAAN KUADRAT PADA PEMBELAJARANMODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERSAMAAN KUADRAT PADA PEMBELAJARANMODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING Ratna Purwati 1, Hobri 2, Arif Fatahillah 3 Email: ratnapurwati85@gmail.com

Lebih terperinci

PEMAHAMAN RELASIONAL MAHASISWA STKIP PGRI SIDOARJO DALAM GEOMETRI LUKIS

PEMAHAMAN RELASIONAL MAHASISWA STKIP PGRI SIDOARJO DALAM GEOMETRI LUKIS Jurnal Edukasi, Volume 2 No.2, Oktober 2016 ISSN. 2443-0455 PEMAHAMAN RELASIONAL MAHASISWA STKIP PGRI SIDOARJO DALAM GEOMETRI LUKIS Lailatul Mubarokah Pendidikan Matematika, STKIP PGRI Sidoarjo (lailatulm11@gmail.com)

Lebih terperinci

Titi Solfitri 1, Yenita Roza 2. Program Studi Pendidikan Matematika ABSTRACT

Titi Solfitri 1, Yenita Roza 2. Program Studi Pendidikan Matematika   ABSTRACT ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL GEOMETRI SISWA KELAS IX SMPN SE-KECAMATAN TAMPAN PEKANBARU (THE ANALYSIS OF ERROR ON SOLVING GEOMETRY PROBLEM OF STUDENT AT CLASS IX JUNIOR HIGH SCHOOL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi penting sebagai dasar dalam pembangunan dan pengembangan suatu bangsa. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MATEMATIS SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MATEMATIS SISWA ISSN 2502-5872 M A T H L I N E PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF MATEMATIS SISWA Dian Nopitasari Universitas Muhammadiyah Tangerang, d_novietasari@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA PEMBELAJARAN DENGAN MODEL RECIPROCAL TEACHING

PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA PEMBELAJARAN DENGAN MODEL RECIPROCAL TEACHING PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA PEMBELAJARAN DENGAN MODEL RECIPROCAL TEACHING P-31 Oleh : Abd. Qohar Dosen Jurusan Matematika F MIPA UM, Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika UPI e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan bagian terpenting dalam pendidikan. Karena ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses pendidikan terdapat

Lebih terperinci

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRAD ISIONAL

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRAD ISIONAL 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar matematika bukan hanya merupakan akumulasi pengetahuan tetapi bagaimana proses dalam berpikir untuk menerjemahkan fakta-fakta yang berkembang dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pendidikan merupakan bidang garapan yang menyangkut kepentingan segenap kalangan masyarakat yang lebih diprioritaskan untuk masa depan bangsa. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP DALAM MATERI BANGUN RUANG

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP DALAM MATERI BANGUN RUANG KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP DALAM MATERI BANGUN RUANG Rahayu Purwanti, Agung Hartoyo, Dede Suratman Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email : rahayu.purwanti94@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA Prabawati, M. N. p-issn: 2086-4280; e-issn: 2527-8827 ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA THE ANALYSIS OF MATHEMATICS PROSPECTIVE TEACHERS MATHEMATICAL LITERACY SKILL

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 PADANG-GANTING KABUPATEN TANAH DATAR.

PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 PADANG-GANTING KABUPATEN TANAH DATAR. Vol. 4 No.1 Desember 2011 (33-39) http://dx.doi.org/10.22202/jp.2011.v4i1.35 Website: ejournal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/index.php/pelangi PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi belajar mengajar yang baik adalah guru sebagai pengajar tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. individu. Karena dalam pendidikan mengandung transformasi pengetahuan, nilainilai,

BAB 1 PENDAHULUAN. individu. Karena dalam pendidikan mengandung transformasi pengetahuan, nilainilai, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pengalaman belajar diberbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu. Karena dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari yang mudah sampai yang rumit. Hal itu berguna untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. dari yang mudah sampai yang rumit. Hal itu berguna untuk mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemecahan masalah merupakan landasan matematika di sekolah. Tanpa adanya kemampuan untuk memecahkan masalah maka kegunaan dan kekuatan ide-ide matematika,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa disadari

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 1 UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN CONCEPT MAPPING (PTK Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 03 Colomadu Tahun 2013/2014) NASKAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Qori Magfiroh, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Qori Magfiroh, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa tidak terlepas dari aspek pendidikan sehingga sangat wajar jika pemerintah harus memberikan perhatian yang serius terhadap dunia pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA TINGKAT IV MATERI SISTEM BILANGAN KOMPLEKS PADA MATA KULIAH ANALISIS KOMPLEKS

ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA TINGKAT IV MATERI SISTEM BILANGAN KOMPLEKS PADA MATA KULIAH ANALISIS KOMPLEKS September 2017 Vol. 1, No. 2, Hal. 228 ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA TINGKAT IV MATERI SISTEM BILANGAN KOMPLEKS PADA MATA KULIAH ANALISIS KOMPLEKS Ika Wahyuni 1), Nurul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan memegang peranan penting dalam menunjang. kemajuan bangsa Indonesia di masa depan. Setiap orang berhak

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan memegang peranan penting dalam menunjang. kemajuan bangsa Indonesia di masa depan. Setiap orang berhak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan memegang peranan penting dalam menunjang kemajuan bangsa Indonesia di masa depan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika lahir karena adanya kebutuhan untuk menyelesaikan masalah di

BAB I PENDAHULUAN. Matematika lahir karena adanya kebutuhan untuk menyelesaikan masalah di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika lahir karena adanya kebutuhan untuk menyelesaikan masalah di kehidupan sehari-hari, hal ini berarti ketika seseorang telah belajar matematika diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup yang harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu pengetahuan yang dipelajari sejak zaman dahulu hingga kini. Mata pelajaran wajib di sekolah dalam tingkatan apapun. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangatlah pesat, arus informasi yang berada di dunia lebih mudah diakses seakan tidak ada lagi batasan wilayah.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PENALARAN SISWA KELAS VIII DALAM MENYELESAIKAN SOAL KESEBANGUNAN

KEMAMPUAN PENALARAN SISWA KELAS VIII DALAM MENYELESAIKAN SOAL KESEBANGUNAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA KELAS VIII DALAM MENYELESAIKAN SOAL KESEBANGUNAN Susiana Nurhayati 1, Sutinah 2, Abdul Haris Rosyidi 3 Jurusan Matematika, FMIPA, Unesa 1 Jurusan Matematika, FMIPA, Unesa 2 Jurusan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memiliki peran yang sangat luas dalam kehidupan. Salah satu contoh sederhana yang dapat dilihat adalah kegiatan membilang yang merupakan kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS TIPE KESALAHAN BERDASARKAN TEORI NEWMAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATA KULIAH MATEMATIKA DISKRIT

ANALISIS TIPE KESALAHAN BERDASARKAN TEORI NEWMAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATA KULIAH MATEMATIKA DISKRIT p-issn: 2338-4387 e-issn: 2580-3247 ANALISIS TIPE KESALAHAN BERDASARKAN TEORI NEWMAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATA KULIAH MATEMATIKA DISKRIT Dwi Oktaviana IKIP PGRI Pontianak e-mail: dwi.oktaviana7@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN Pada Bab IV ini akan dijelaskan hasil perolehan data di lapangan yang selanjutnya dianalisis untuk memperoleh deskripsi profil berpikir probabilistik siswa dalam menyelesaikan masalah

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KONEKSI SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALOGI MATEMATIS DALAM MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR

KEMAMPUAN KONEKSI SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALOGI MATEMATIS DALAM MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR KEMAMPUAN KONEKSI SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALOGI MATEMATIS DALAM MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR Viniarsih, Sugiatno, Bistari Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan, Pontianak Email: vny41215@gmail.com

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Suska Journal of Mathematics Education (p-issn: 2477-4758 e-issn: 2540-9670) Vol. 2, No. 2, 2016, Hal. 97 102 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Mikrayanti

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENELITIAN

LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap manusia. Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENALARANMATEMATIKA MELALUI STRATEGITHINK PAIR SHARE BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING 1. PENDAHULUAN

PENINGKATAN PENALARANMATEMATIKA MELALUI STRATEGITHINK PAIR SHARE BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING 1. PENDAHULUAN PENINGKATAN PENALARANMATEMATIKA MELALUI STRATEGITHINK PAIR SHARE BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING Tsaniatu Maimunnah 1, Nining Setyaningsih 2 1 Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UMS, 2 Staf pengajar

Lebih terperinci

CONJECTURING DALAM PEMECAHAN MASALAH GENERALISASI POLA

CONJECTURING DALAM PEMECAHAN MASALAH GENERALISASI POLA CONJECTURING DALAM PEMECAHAN MASALAH GENERALISASI POLA Sutarto 1, Intan Dwi Hastuti 2 1, Dosen pendidikan Matematika IKIP Mataram sutarto_zadt@ymail.com 2 Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia. Melalui berpikir, manusia dapat menyelesaikan masalah, membuat keputusan, serta memperoleh pemahaman

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA Hani Ervina Pansa 1, Haninda Bharata 2, M.Coesamin 2 hani.pansa@gmail.com 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses membantu manusia dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka dan kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. (repository.upi.edu, 2013), 3.

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. (repository.upi.edu, 2013), 3. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 54 Tahun 2013 tentang standart lulusan dalam Dimensi Pengetahuan menyebutkan bahwa siswa harus memiliki pengetahuan faktual,

Lebih terperinci

Penalaran Aljabar melalui Pengamatan Pola untuk Siswa Kelas VII

Penalaran Aljabar melalui Pengamatan Pola untuk Siswa Kelas VII Bidang Kajian Jenis Artikel : Pendidikan Matematika : Hasil Penelitian Penalaran Aljabar melalui Pengamatan Pola untuk Siswa Kelas VII Maria Dhalmasia Chrispina Ratu 1), Fransiska Atrik Halim 2) 1) Program

Lebih terperinci

PROSES BERPIKIR SISWA BERDASARKAN KERANGKA KERJA MASON

PROSES BERPIKIR SISWA BERDASARKAN KERANGKA KERJA MASON Tersedia secara online EISSN: 2502-471X Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan Volume: 1 Nomor: 3 Bulan Maret Tahun 2016 Halaman: 297 313 PROSES BERPIKIR SISWA BERDASARKAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA. maka akan dilakukan pembahasan dalam bentuk paparan dan analisis faktor-faktor

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA. maka akan dilakukan pembahasan dalam bentuk paparan dan analisis faktor-faktor BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya, maka akan dilakukan pembahasan dalam bentuk paparan dan analisis faktor-faktor penyebab kesalahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pemahaman dapat dimaksudkan sebagai proses, cara, atau perbuatan memahami.

TINJAUAN PUSTAKA. pemahaman dapat dimaksudkan sebagai proses, cara, atau perbuatan memahami. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemahaman Konsep Matematis Pemahaman memiliki kata dasar paham, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas,2008) paham berarti mengerti dengan benar, tahu benar, sehingga pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengambilan keputusan terhadap masalah yang dihadapi oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak terlepas dari aspek-aspek yang mempengaruhinya. Keputusan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL MENGGUNAKAN MASALAH OPEN ENDED

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL MENGGUNAKAN MASALAH OPEN ENDED KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL MENGGUNAKAN MASALAH OPEN ENDED Mukhammad Nastahwid 1), Edy Bambang Irawan 2), Hery Susanto 3) 1,2,3) Pendidikan

Lebih terperinci

PROFIL PENALARAN PERMASALAHAN ANALOGI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DITINJUAU DARI PERBEDAAN GENDER

PROFIL PENALARAN PERMASALAHAN ANALOGI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DITINJUAU DARI PERBEDAAN GENDER PROFIL PENALARAN PERMASALAHAN ANALOGI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DITINJUAU DARI PERBEDAAN GENDER Retno Kusuma Ningrum 1, Abdul Haris Rosyidi, 2 1 Jurusan Matematika, FMIPA, Unesa 2 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menjamin keberlangsungan pembangunan suatu bangsa. Tanpa pendidikan akan sulit

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPERASI PENJUMLAHAN PECAHAN BENTUK ALJABAR. Herna* ABSTRAK

ANALISIS KESALAHAN MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPERASI PENJUMLAHAN PECAHAN BENTUK ALJABAR. Herna* ABSTRAK ANALISIS KESALAHAN MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPERASI PENJUMLAHAN PECAHAN BENTUK ALJABAR Herna* ABSTRAK This qualitative research was conducted at Junior High School students and aimed to

Lebih terperinci

Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika?

Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika? Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika? Fadjar Shadiq, M.App.Sc (fadjar_p3g@yahoo.com & www.fadjarp3g.wordpress.com) Pakar Pendidikan

Lebih terperinci