OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Kepatuhan Lembaga dalam Pelaksanaan UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Kepatuhan Lembaga dalam Pelaksanaan UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik"

Transkripsi

1 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA Kepatuhan Lembaga dalam Pelaksanaan UU 25 Tahun 2009 tentang Publik BIDANG PENCEGAHAN 2013

2 KATA PENGANTAR KETUA OMBUDSMAN RI Department Name Masyarakat merupakan inti penting dalam paradigma baru tentang new public services. Perubahan posisi masyarakat dari yang dulu dikenal sebagai "clients dan constituents" menjadi "customers" dan kemudian menjadi "citizens". Masyarakat tidak sekedar sebagai obyek layanan tetapi harus ditempatkan sebagai subyek. kepada masyarakat merupakan upaya yang tidak terpisahkan untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien guna meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Sebagai implementasi amanat tersebut, pada tahun 2009 diundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik. Guna menampung aspirasi masyarakat terhadap kepentingan dan kemendesakan peningkatan kualitas pelayanan publik, penyelenggara pelayanan publik perlu membangun kepercayaan masyarakat dengan melaksanakan Undang-Undang tersebut secara konsekuen dan konsisten. Sebagai upaya untuk meningkatan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asaasas umum pemerintahan yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pelayanan publik, serta mewujudkan tanggung jawab penyelenggara pelayanan publik, Ombudsman Republik Indonesia melaksanakan penilaian kepatuhan terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun Pada tahun ini, penilaian kepatuhan dilaksanakan di lingkungan Kementerian/ Lembaga, dan Pemerintah Daerah. Buku ini, memaparkan hasil penilaian kepatuhan di lingkungan Lembaga Pemerintah Non Kementerian dan Lembaga Non Struktural yang dilaksanakan di 36 (tiga puluh enam) Lembaga. Variabel yang digunakan untuk menilai kapatuhan ini adalah membandingkan ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009, yang terdiri atas Standar, Maklumat, Sistem Informasi Publik, Sumber Daya Manusia, Unit, Sarana bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus, Visi, Misi dan Moto, Sertifikat ISO 9000:2008, Atribut, dan Sistem Terpadu. Berdasarkan variabel dan indikator yang telah ditetapkan maka diperoleh nilai maksimal/total sebesar dan dibagi ke dalam 3 (tiga) zonasi kepatuhan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik yaitu: 1. Zona merah atau kepatuhan rendah (0-500). 2. Zona kuning atau kepatuhan sedang ( ). 3. Zona hijau atau kepatuhan tinggi ( ). Demikian, hasil penilaian kepatuhan ini disampaikan sebagai masukan bagi Lembaga Pemerintah Non Kementerian dan Lembaga Non Struktural agar dapat memperbaiki layanan publiknya sehingga ke depan pelayanan publik di Indonesia menjadi lebih baik dan sesuai dengan harapan masyarakat. Jakarta, November 2013 Danang Girindrawardana

3 TIM PENELITI Pengarah: Danang Girindrawardana Alphonsa Animaharsi Penanggung Jawab: H. Hendra Nurtjahyo Ketua Tim Peneliti Pusat: M. Khoirul Anwar Tim litbang Ombudsman RI Pusat: Awidya Mahadewi Chasidin M. Arief Wibowo Tenaga Ahli: Bani Pamungkas

4 DAFTAR ISI Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian... 6 Bab 2 Konsep dan Kerangka Teori Konsep Kepatuhan Pemerintah Daerah Undang-undang Nomor 25 Tahun Definisi Operasional, Variabel, dan Indikator Bab 3 Metodologi Penelitian Metode Penelitian Teknik Pengumpulan Data Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian Tingkat Provinsi Unit Terpadu Standar Visi, Misi dan Moto Maklumat Sistem Informasi Publik Sarana Pengguna Layanan Berkebutuhan Khusus Sistem Pengelolaan Sarana Pengukuran Kepuasan Petugas Keamanan ISO 9001: Atribut Pembagian Zona Lembaga Bab 5 Kesimpulan, Saran, dan Tindak Lanjut Kesimpulan Saran Tindak Lanjut Daftar Pustaka Lampiran

5 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA JL. HR. RASUNA SAID KAV. C-19 JAKARTA TELP. (021) FAX. (021) website :

6 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan paradigma terkini pelayanan publik, yaitu adanya konsep The New Public Service (NPS) yang dikembangkan oleh Janet V. Denhardt dan Robert B. Denhardt pada tahun 2003 (Mindarti, 2007: ). Menempatkan warga sebagai citizens yang mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas dari negara (birokrasi). Warga negara juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan akan hak-haknya, didengar suaranya, sekaligus dihargai nilai dan preferensinya. Dengan demikian, warga negara memiliki hak untuk menilai, menolak dan menuntut siapapun yang secara politis bertanggungjawab atas penyediaan pelayanan publik. Salah satu prinsip utama pelayanan dalam paradigma Publik Baru yang harus diwujudkan agar pemerintah mampu memberikan pelayanan yang berkualitas, yaitu dengan Citizens Influence atau ukuran sejauh mana warga dapat mempengaruhi kualitas pelayanan yang mereka terima dari pemerintah. Pendekatan Publik Baru sebenarnya senada dengan Teori Exit dan Voice yang lebih dahulu dikembangkan oleh Albert Hirschman (Ratminto&Winarsih, 2005:71-72) menyatakan bahwa kinerja pelayanan publik dapat ditingkatkan apabila ada mekanisme exit dan voice. Mekanisme exit berarti bahwa jika pelayanan publik tidak berkualitas maka konsumen harus memiliki kesempatan untuk memilih lembaga penyelenggara pelayanan publik lain yang disukainya. Sedangkan mekanisme voice berarti adanya kesempatan untuk mengungkapkan ketidakpuasan kepada lembaga penyelenggara pelayanan publik. Teori exit dan voice ini sejalan dengan teori politik klasik yang menyatakan bahwa kekuasaan cenderung untuk korup (power tend to corrupt) atau disalah gunakan, sedangkan kekuasaan yang absolut sudah pasti akan disalahgunakan. Dengan demikian untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik diperlukan adanya kesetaraan posisi tawar antara konsumen dengan lembaga penyelenggara pelayanan publik. Secara teoritis kesetaraan posisi tawar ini akan dapat dicapai dengan cara meningkatkan posisi tawar konsumen dengan mengontrol kewenangan/kekuasaan lembaga penyelenggara pelayanan publik. Di Indonesia sendiri, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik, bahwa kontrol terhadap kewenangan/kekuasaan lembaga Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 1

7 penyelenggara pelayanan publik salah satunya dilakukan oleh Ombudsman RI, yaitu dengan melakukan langkah-langkah untuk menindaklanjuti laporan atau informasi mengenai terjadinya penyimpangan oleh penyelenggara negara dalam melaksanakan tugasnya maupun dalam memberikan pelayanan umum. Sebelumnya, melalui kewenangan Ombudsman RI sebagai lembaga yang berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik juga sudah secara tegas disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. Yang mana salah satu kewenangannya adalah menyampaikan saran dan rekomendasi kepada Presiden, kepala daerah atau pimpinan penyelenggara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan penyelenggraan pelayanan publik dalam rangka mencegah maladministrasi. Dengan demikian maka Ombudsman RI merupakan katalisator dalam pelaksanaan prinsip citizen influence sebagaimana yang dipegang oleh pendekatan Publik Baru. Dalam rangka menjalankan fungsinya dalam memberikan saran perbaikan pelayanan publik kepada pimpinan penyelenggara pelayanan publik, maka Ombudsman RI berinisiatif melakukan penelitian mengenai Kepatuhan Penyelenggara Publik Dalam Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Publik. Dengan maksud dan tujuan untuk melihat bagaimana tingkat kepatuhan penyelenggara pelayanan publik dalam mematuhi kewajibannya dalam pelayanan publik, sebagaimana telah diatur dalam Bab V Undang-Undang Publik, khususnya pasal 15. Kepatuhan ini diharapkan merupakan awal dari political will pemerintah dalam mewujudkan peningkatan pelayanan publik. Undang-Undang 25 Tahun 2009 tentang Publik sudah lebih kurang 4 (empat) tahun diundangkan, namun beberapa survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga menunjukkan rapor yang buruk pelayanan publik Indonesia. Tim Penilai Kinerja Publik menyatakan hasil survei tahun 2011 yang dilakukan oleh World Bank terhadap 183 negara, Indonesia menempati urutan ke 129. Indonesia masih kalah dengan India, Vietnam bahkan Malaysia sudah menempati urutan 61 dan Thailand berada di urutan ke 70. Sementara itu, Publikasi World Bank Doing Business 2013 yang dilansir oleh International Finance Corporation (IFC), sebuah unit investasi World Bank menempatkan Indonesia pada peringkat ke-128, atau membaik 2 peringkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terkait dengan kemudahan memulai usaha (prosedur, waktu, biaya, dan pembayaran kebutuhan modal nominal). Posisi Indonesia dalam daftar tersebut diapit oleh Ethiopia dan Bangladesh. Kemudian Tranparency International Indonesia (TII) meluncurkan Corruption Perception Index (CPI) atau indeks persepsi korupsi 2012 yang disurvei oleh TI. Hasilnya cukup mencegangkan. Indonesia masih menjadi negara korup dengan korupsi yang semakin parah. Survey CPI tahun Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 2

8 2012 ini dilakukan terhadap 174 negara di dunia. Indonesia memiliki skor CPI 32 dengan peringkat 118. Artinya, dengan skor 32 itu Indonesia belum dapat ke luar dari situasi korupsi yang sudah mengakar. Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa pelayanan publik di Indonesia masih jauh dari harapan masyarakat dengan ditandai oleh pelayanan publik yang tidak transparan, diskriminatif, berbelit-belit, korup dan sebagainya. Kondisi ini semua tidak terlepas dari rendahnya kualitas penyelenggara pelayanan publik yang belum mampu mengubah pandangannya tentang pelayanan publik, belum dipenuhinya standarisasi pelayanan dan rendahnya partisipasi masyarakat Oleh karena itulah maka Ombudsman RI memiliki kepentingan untuk memastikan penyelenggara pelayanan publik mematuhi kewajibannya untuk menyusun dan menyediakan standar pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi pelayanan publik, sarana, prasarana dan/atau fasilitas pelayanan publik, pelayanan khusus, pengelolaan pengaduan dan sistem pelayanan terpadu, sebagaimana telah di atur dalam Pasal 15 dan Bab V Undang-Undang Publik. Dengan terpenuhinya seluruh kewajiban oleh penyelenggara pelayanan publik, maka hak-hak masyarakat untuk memperoleh kejelasan pelayanan, kepastian waktu dan biaya pelayanan, akurasi pelayanan, keamanan pelayanan, pertanggungjawaban pelayanan, kemudahan akses layanan, profesionalitas dan kenyamanan pelayanan sebagaimana prinsipprinsip pelayanan publik dapat terpenuhi. Dalam penelitian kepatuhan, Ombudsman RI memposisikan diri sebagai masyarakat pengguna layanan yang ingin mengetahui hak-haknya dalam pelayanan publik, seperti ada atau tidaknya persyaratan pelayanan, kepastian waktu dan biaya, prosedur dan alur pelayanan, sarana pengaduan, pelayanan yang ramah dan nyaman, dll. Untuk itu maka metode pencarian data yang digunakan dalam penelitian kepatuhan adalah melalui metode observasi dengan cara mengamati ketampakan fisik (tangibles) dari kewajiban penyelenggara pelayanan publik di setiap unit pelayanan publik yang menjadi objek penelitian. Dalam penelitian kepatuhan tersebut, Ombudsman RI tidak menilai bagaimana ketentuan terkait standar pelayanan itu disusun dan ditetapkan, sebagaimana dilakukan oleh lembaga lain. Penelitian ini juga tidak untuk menilai efektivitas dan kualitas pelayanan, serta kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 3

9 TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV TAHAP V Kegiatan Penyusunan Penetapan Implementasi Efektivitas Kepuasan Standar Standar Standar dan Kualitas Masyarakat terhadap Publik Publik Publik publik Pelaksana Ombudsman Penilaian Bahwa penelitian mengenai kepatuhan dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik telah dilaksanakan oleh Ombudsman RI pada bulan Maret sampai dengan Mei 2013 dengan objek penelitian 18 Kementerian yang menyelenggarakan pelayanan publik, khususnya unit pelayanan perizinan langsung kepada kelompok masyarakat/perorangan/instansi khususnya terkait penyelenggaraan perizinan di tingkat Kementerian yang berada di Jakarta. Penelitian tersebut mengkategorisasi penilaian berdasarkan perolehan nilai dari setiap Kementerian. Pertama, zona merah: menggambarkan kepatuhan yang rendah; kedua, zona kuning: menggambarkan kepatuhan yang sedang; dan ketiga, zona hijau: menggambarkan kepatuhan yang tinggi. Dari hasil observasi, lima Kementerian atau 27,8% masuk kategori zona merah. Kementerian tersebut adalah Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kementerian di zona kuning sebanyak sembilan atau 50%, yaitu Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Riset dan Teknologi. Sedangkan sebanyak lima Kementerian atau 22,2% mendapatkan predikat kepatuhan tinggi, antara lain Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian. Dari hasil penelitian tersebut nampak 50% Kementerian belum sepenuhnya patuh memenuhi kewajibannya sebagai penyelenggara pelayanan publik sebagaimana telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik. Penelitian yang dirilis pada tanggal 22 Juli 2013 yang lalu itu sempat menuai kritik dari beberapa Kementerian, terutama Kementrian yang masuk ke dalam kategori zona merah dan kuning. Namun kemudian tidak sedikit pula Kementerian yang berinisiatif mempelajari lebih Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 4

10 lanjut hasil penelitian tersebut dan menyatakan kesiapan memperbaiki pelayanan publiknya. Beberapa dari mereka yakin bahwa dalam waktu 2 sampai 3 bulan bahwa mereka akan membuat Kementeriannya masuk zona hijau. Lain halnya dengan Kementerian Pekerjaan Umum, yang masuk kategori zona merah dalam kurun waktu satu minggu setelah penelitian kepatuhan dirilis, berupaya dan berhasil memenuhi kewajiban sebagai penyelenggara pelayanan publik sebagaimana ketentuan Bab V Undang-Undang Publik. Hal ini membuktikan bahwa penelitian kepatuhan telah berhasil mendorong Kementerian untuk berkomitmen untuk segera memperbaiki pelayanan publiknya. Bahkan Kementerian Kehutanan terinspirasi untuk membangun Loket Terpadu. Hal ini meneguhkan bahwa penelitian ini sangat bermanfaat dan memberi kontribusi positif terhadap peningkatan pelayanan publik. Beranjak dari latar belakang di atas, maka Ombudsman RI memandang perlu untuk memperluas objek penelitian kepatuhan dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik, yaitu kepada Pemerintah Provinsi dan Kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah Rumusan Masalah Bagaimanakah kepatuhan lembaga dalam menyelenggarakan pelayanan publik berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kepatuhan lembaga dalam menyelenggarakan pelayanan publik berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Teridentifikasinya tingkat kepatuhan lembaga dalam menyelenggarakan pelayanan publik Undang-Undang 25 Tahun 2009 tentang Publik. b. Teridentifikasinya aspek-aspek yang perlu diperbaiki oleh lembaga dalam penyelenggaraan pelayanan publik Manfaat Penelitian 1. Bagi Lembaga Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi kepatuhan lembaga dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik di lembaga bersangkutan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik. Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 5

11 2. Bagi Ombudsman RI Hasil Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kepatuhan lembaga dalam penerapan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan Publik sebagai dasar pelaksanaan koordinasi antara Ombudsman RI dengan lembaga dalam mewujudkan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat Batasan Penelitian 1. Penelitian ini mengambil sampel pada Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dan Lembaga Non Struktural (LNS) yang menyelenggarakan pelayanan publik langsung kepada kelompok masyarakat/perorangan/instansi. 2. Wilayah Penelitian ini dilakukan di Unit Layanan Publik yang langsung di bawah LPNK dan LNS yang berada di Jakarta Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, lokasi tempat di mana LPNK dan LNS yang menjadi objek penelitian yaitu: 1. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI); 2. Konsil Kedokteran Indonesia; 3. Badan Pengawas Obat dan Makanan; 4. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 5. Komisi Banding Merek; 6. Komisi Banding Paten; 7. Badan Standarisasi Nasional; 8. Badan Pusat Statistik; 9. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional; 10. Badan Tenaga Nuklir Nasional; 11. Badan Koordinasi Penanaman Modal; 12. Badan Informasi dan Geospasial; 13. Badan Nasional Sertifikasi Profesi; 14. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; 15. Komisi Kejaksaan; 16. Komisi Nasional HAM; 17. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia; 18. Perpustakaan Nasional; 19. Komisi Informasi Pusat; 20. Komisi Akreditasi Nasional (KAN); 21. Badan Perlindungan Konsumen Nasional; Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 6

12 22. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia; 23. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; 24. Badan Amil Zakat Nasional; 25. Badan Pertanahan Nasional; 26. Dewan Pers; 27. Badan Standarisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan (LANKOR); 28. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI); 29. Komite Anti Dumping; 30. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU); 31. Komisi Kepolisian Nasional; 32. Komisi Penyiaran Indonesia; 33. Komisi Nasional Perempuan; 34. Badan Olahraga Profesional Indonesia; 35. Badan Pertimbangan Kepegawaian; 36. Komite Standar Nasional Untuk Satuan Ukuran (KSNSU) Penelitian ini dimulai pada bulan September sampai dengan November 2013, dengan jadwal pelaksanaan sebagai berikut : No Kegiatan September Oktober November Perencanaan 2 Pengumpulan Data 3 Pengolahan Data 4 Laporan Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 7

13 BAB 2 KONSEP DAN KERANGKA TEORI 2.1. Konsep Kepatuhan Seperti apa yang sering dikatakan oleh banyak orang bahwa kesadaran hukum merupakan salah satu faktor penentu dari kepatuhan hukum, sehingga dalam mebicarakan mengenai kepatuhan hukum harus dimulai terlebih dahulu dari masalah kesadaran hukum. Soerjono Soekanto (1982:152) berpendapat bahwa kesadaran hukum merupakan nilainilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Jadi pada dasarnya setiap manusia mempunyai rasa keadilan, dan asas kesadaran hukum ada di dalam diri setiap manusia. Ada pendapat yang menyatakan bahwa kesadaran hukum yang tinggi menyebabkan warga masyarakat mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sebaliknya apabila kesadaran hukum sangat rendah maka derajat kepatuhan terhadap hukum juga rendah (Soekanto, 1982:216). Indikator-indikator kesadaran hukum menurut B. Kutschincky adalah : 1. Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum (law awareness); 2. Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum (law acquaintance); 3. Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum (legal attitude); 4. Pola-pola perilaku hukum (law behavior). Indikator tersebut di atas menunjukkan pada tingkat kesadaran hukum tertentu mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi Apabila indikator indikator kesadaran hukum, yaitu pengetahuan tentang hukum, pengetahuan tentang isi hukum, sikap terhadap hukum serta pola perilaku hukum dihubungkan dengan kepatuhan hukum, maka akan diperoleh pengertian sebagai berikut: 1. Pengetahuan tentang peraturan hukum tidak mempengaruhi kepatuhan terhadap peraturan; 2. Pengetahuan tentang isi peraturan hukum sangat mempengaruhi sikap terhadap suatu peraturan, akan tetapi sukar untuk menetapkan secara pasti derajat kepatuhan macam apakah yang dicapai dengan pengetahuan tersebut; 3. Sikap terhadap peraturan cenderung mempengaruhi taraf kepatuhan hukum; 4. Pola perilaku hukum sangat mempengaruhi kepatuhan hukum, yang mana perilaku yang sesuai dengan hukum merupakan salah satu ciri atau kriteria akan adanya kepatuhan atau ketaatan hukum yang cukup tinggi. Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 8

14 Dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa indikator perilaku hukum merupakan petunjuk akan adanya taraf kepatuhan hukum yang tinggi, derajat mana dapat memperlihatkan tinggi rendahnya kesadaran hukum Lembaga Dalam rangka mendukung terselenggaranya tertib administrasi pemerintahan maka dibentuklah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), yang mana mengenai LPNK ini untuk pertama kalinya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departeman (LPND). Dalam Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia LPND adalah lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu dari Presiden sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berdengan demikian LPND berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Ketentuan mengenai LPND tersebut telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001.Lembaga Pemerintah Non Departemen sekarang berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), yang terdiri dari: 1. Lembaga Administrasi Negara (LAN) 2. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) 3. Badan Kepegawaian Negara (BKN) 4. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PERPUSNAS) 5. Badan Standarisasi Nasional (BSN) 6. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) 7. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) 8. Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG) 9. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) 10. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) 11. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) 12. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 13. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) 14. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pada era reformasi terjadi fenomena yang tidak terelakan, manakala begitu banyaknya urusan pemerintahan ataupun kenegaraan yang tidak dapat dilaksanakan oleh perangkat Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 9

15 pemerintahan yang ada, yaitu dengan dibentuknya lembaga baru selain LPNK atau Auxilary Body, yang kemudian lebih dikenal dengan Lembaga Non Struktural (LNS) dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Dalam kamus Oxford Paperback Dictionary and Thesaurus kata auxiliary dikatakan berarti providing extra help and support supplementary, extra, reserve, back up, emergency, fallback. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa auxiliary bodies adalah lembaga atau satuan organisasi yang berfungsi untuk membantu melengkapi, membackup dalam keadaan bahasa atau keadaan darurat, atau suatu lembaga yang menggantikan fungsi lembaga lain yang tidak bekerja sebagaimana mestinya atau menyediakan jasa yang diperlukan, tetapi belum pernah disediakan oleh lembaga atau organisasi lain. (Hartono, 2008:7). Peran LNS dibutuhkan untuk memperkuat pelaksanaan tugas pelayanan publik, penegakan hukum dan peradilan serta pembentukan dan perencanaan hukum. Fenomena pembentukan LNS dengan variasi penggunaan nomenklatur (Komisi, Dewan, Lembaga, Komite, Panitia, Pusat dan Tim) telah memberikan pengaruh besar dalam pemerintahan secara luas. Keberadaan LNS terus berkembang keberadaannya hingga jumlahnya pun belum diperoleh secara pasti. Kompas telah mengidentifikasi 42 LNS pada tahun 2005 dan Lembaga Administrasi Negara mengidentifikasi lebih dari 77 LNS pada tahun 2006 (LAN, 2008:1). Sedangkan data pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mencatat ada 90 LNS. Dilihat dari kedudukannya, terdapat dua kelompok besar Lembaga Non Struktural. Kelompok pertama yaitu yang berada pada hierarki negara atau tidak di bawah Presiden (Lembaga Non Struktural Negara) yang bersifat independen. Independen dalam hal ini memiliki makna bahwa pemberhentian anggota hanya dapat dilakukan berdasarkan sebab-sebab yang diatur dalam undang-undang pembentukannya, memiliki kepemimpinan yang kolektif, kepemimpinan tidak dikuasai oleh mayoritas partai tertentu dan masa jabatan komisi tidak habis bersamaan tetapi bergantian. Lembaga Non Struktural tersebut juga diidentifikasi sebagai lembaga yang berfungsi legislatif, yudikatif dan eksekutif seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Perlindungan Anak, dll. Pada kelompok kedua adalah Lembaga Non Struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, sehingga merupakan Lembaga Non Struktural Eksekutif atau merupakan bagian dari eksekutif, contohnya: Komisi Hukum Nasional, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksanaan, Komisi Nasional Lanjut Usia, Komisi Banding Merek, Dewan Kelautan Nasional, Dewan Riset Nasional, Dewan Buku Nasional, Dewan Ekonomi Nasional, Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 10

16 Dewan Maritim Nasional, Dewan Gula Nasional, Dewan Ketahanan Pangan, Dewan Ketahanan Nasional, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, dll. (LAN, 2008:15-17) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik lahir atas dasar kewajiban Negara untuk melayani setiap warga negaranya dalam pemenuhan hak dan kebutuhan dasar dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat UUD 1945 juga untuk membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan tujuan diundangkannya peraturan tentang pelayanan publik ini adalah : adanya hubungan batasan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; adanya sistem penyelenggaraan publik yang layak yang sesuai asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik; terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan adanya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Bahwa dalam Pasal 15 dan Bab V Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik ini Penyelenggara Publik wajib memenuhi 10 unsur mengenai penyelenggaraan pelayanan publik itu sendiri, yang terdiri atas: 1. Standar Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Komponen standar pelayanan yang dimaksud sekurang-kurangnya meliputi : dasar hukum, persyaratan, sistem mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, sarana, prasarana, atau fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, penanganan pengaduan, saran dan masukan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman bebas dari bahaya dan resiko keragu-raguan, dan evaluasi kinerja pelaksana. Dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan ini, penyelenggara pelayanan publik wajib mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait. Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 11

17 2. Maklumat Maklumat pelayanan adalah pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan. Maklumat pelayanan wajib dipublikasikan secara jelas dan luas. Penyelenggara wajib menyusun maklumat pelayanan sesuai dengan sifat, jenis, dan karakteristik layanan yang diselenggarakan dan dipublikasikan secara jelas (Pasal 18). Penyusunan dan pelaksanaan maklumat pelayanan harus dipenuhi selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku (Pasal 46). 3. Sistem Informasi Publik Sistem informasi pelayanan publik adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari penyelenggara pelayanan publik kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan latin, tulisan dalam huruf braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara manual ataupun elektronik. Sistem informasi pelayanan publik berisi semua informasi pelayanan publik yang berasal dari penyelenggara pelayananan publik pada setiap tingkatan dan sekurang-kurangnya memuat informasi yang meliputi : profil penyelenggara, profil pelaksana, standar pelayanan, maklumat pelayanan, pengelolaan pengaduan, dan penilaian kinerja. 4. Pengelolaan Sarana, Prasarana, dan/atau Fasilitas Publik. Penyelenggara pelayanan publik wajib mengelola sarana, prasarana, dan fasilitas pelayanan publik secara efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan berkesinambungan serta bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan penggantian sarana, prasarana,dan fasilitas pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik melakukan analisis dan menyusun daftar kebutuhan sarana, prasarana, dan fasilitas pelayanan publik dan melakukan pengadaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan prinsip efektivitas, efisiensi, transparansi, akuntabilitas, dan berkesinambungan. 5. Khusus Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu antara lain penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil, anak-anak, korban bencana alam, dan korban bencana sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan diberikan tanpa tambahan biaya. 6. Biaya/Tarif Publik Biaya/tarif pelayanan publik pada dasarnya merupakan tanggung jawab negara dan/atau masyarakat. Penentuan biaya/tarif pelayanan publik Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 12

18 ditetapkan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 7. Perilaku Pelaksana dalam Pelaksana pelayanan publik dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus berperilaku sesuai paradigma umum yang berlaku di masyarakat yang diantaranya : adil dan tidak diskriminatif, cermat, santun dan ramah, tegas, andal dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut, profesional, tidak mempersulit, patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar, menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara, tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan, tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik, tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat, tidak menyalahgunakan informasi, jabatan dan kewenangan yang dimiliki, sesuai dengan kepantasan dan tidak menyimpang dari prosedur. 8. Pengawasan Penyelenggaraan Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal dilakukan oleh atasan langsung pelaksana pelayanan publik dan oleh pengawas fungsional sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pengawasan eksternal penyelenggara pelayanan publik dilakukan oleh masyarakat (berupa laporan/ pengaduan masyarakat), oleh Lembaga Negara Pengawas Publik (Ombudsman RI), dan oleh DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. 9. Pengelolaan Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan serta berkewajiban menyusun mekanisme pengelolaan pengaduan dari penerima pelayanan dengan mengedepankan asas penyelesaian yang cepat dan tuntas. Juga penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang berasal dari penerima layanan, rekomendasi Ombudsman RI, DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu, serta berkewajiban menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan tersebut. Penyelenggara pelayanan publik juga berkewajiban mengumumkan nama dan alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang disediakan. Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 13

19 10. Penilaian Kinerja Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban melakukan penilaian kinerja penyelenggaraan pelayanan publik secara berkala dengan menggunakan indikator kinerja berdasarkan standar pelayanan. Dalam rangka mempermudah penyelenggaraan berbagai bentuk pelayanan publik, dapat dilakukan penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu yang dilaksanakan di lingkungan Lembaga yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat, mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, memperpendek proses pelayanan, mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, murah, transparan, pasti, dan terjangkau, dan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan. Sistem pelayanan terpadu merupakan satu kesatuan proses pengelolaan pelayanan terhadap beberapa jenis pelayanan yang dilakukan secara terintegrasi dalam satu tempat baik secara fisik maupun virtual sesuai dengan Standar. Sistem pelayanan terpadu secara fisik dapat dilaksanakan melalui sistem pelayanan terpadu satu pintu dan/atau sistem pelayanan terpadu satu atap. Bahkan pada pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik menyebutkan bahwa penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu satu pintu wajib dilaksanakan untuk jenis pelayanan perizinan dan nonperizinan bidang penanaman modal. Di dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Publik, selain kewajiban penyelenggara tersebut di atas, perlu juga kiranya meletakan Visi, Misi dan Motto yang dapat memotivasi dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, serta menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 guna memberikan kepastian mutu layanan yang berkualitas kepada masyarakat. Termasuk juga pemberian atribut yang berupa pakaian seragam dan kartu identits petugas dalam mendukung formalitas dan citra dari unit pelayanan publik Definisi Operasional, Variabel, dan Indikator Definisi operasional merupakan definisi penelitian terhadap suatu istilah yang memberikan deskripsi tentang metode riset dengan menyebutkan tindakan penting yang akan digunakan dalam penelitian. Definsi operasional yang dijabarkan sesuai dengan variabel terkait dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian ini memuat 1 (satu) variabel, yaitu kepatuhan. Selanjutnya variabel kapatuhan ini digunakan untuk Lembaga dengan cara membandingkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, yang meliputi ketentuan mengenai sistem pelayanan terpadu, standar pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 14

20 pelayanan publik, dan pelayanan khusus tentang pelayanan publik dengan kenyataan yang ada. Serta berapa kriteria penilaian kinerja pelayanan publik sebagaimana di atur oleh Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Publik, sehingga jabaran definisi operasional penelitiannya adalah sebagai berikut : 1. Kepatuhan (variabel kualitatif dan independen) a. Definisi Operasional Kepatuhan adalah perilaku yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam hal ini adalah perilaku Lembaga untuk melaksanaan ketentuan terkait penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang 25 Tahun 2009 tentang Publik b. Cara Ukur Dengan mengobservasi perilaku Lembaga secara langsung, wawancara, dan menganalisa hasil kuesioner yang diisi observer. c. Alat Ukur Observasi, wawancara, dan kuesioner d. Hasil Ukur menggunakan traffic light system, yaitu : Zona merah atau kepatuhan rendah ( ) : Zona merah menggambarkan kepatuhan yang rendah dari penyelenggara perizinan terhadap pelaksanaan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik; Zona kuning atau kepatuhan sedang ( ): Zona kuning menggambarkan kepatuhan yang sedang terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik; Zona hijau atau kepatuhan tinggi ( ) : zona hijau menggambarkan kepatuhan yang tinggi terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik e. Skala Ukur Ordinal 2. Sistem Terpadu (variabel kuantitatif dan independen) a. Definisi Operasional Sistem Terpadu adalah satu kesatuan proses pengelolaan pelayanan terhadap beberapa jenis pelayanan yang dilakukan secara terintegrasi dalam satu tempat baik secara fisik maupun virtual sesuai dengan standar pelayanan b. Cara Ukur : Dengan melihat hasil kuesioner pada variabel sistem pelayanan terpadu c. Alat Ukur Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 15

21 Observasi dan kuesioner d. Hasil Ukur : Terpadu : Satu Atap dan Satu Pintu Tidak terpadu e. Skala Ukur : Ordinal 3. Standar (Variabel kualitatif dan independen) a. Definisi Operasional Tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Standar pelayanan meliputi : dasar hukum, persyaratan pelayanan, sistem, mekanisme dan prosedur (SOP dan Bagan Alur), jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, prosedur pelayanan, alur pelayanan dan ketersediaan sarana dan prasarana (ruang tunggu, pendingin ruangan/ac, tempat duduk, ketersediaan informasi pelayanan publik, sarana antrian/tiket dan toilet/wc, tempat parkir yang memadai, televisi), jumlah pelaksana, jaminan pelayanan (tata tertib, kode etik dan slogan) b. Cara Ukur Dengan melihat hasil kuesioner pada variabel standar pelayanan c. Alat Ukur Observasi dan kuesioner d. Hasil Ukur Dipajang/diumumkan dan Tidak dipajang/diumumkan e. Skala Ukur Ordinal 4. Maklumat (variabel kuantitatif dan independen) a. Definisi Operasional Maklumat adalah pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat di dalam standar pelayanan b. Cara Ukur Dengan melihat hasil kuesioner pada variabel maklumat pelayanan c. Alat Ukur Observasi dan kuesioner d. Hasil Ukur Dipajang/diumumkan dan tidak dipajang/diumumkan e. Skala Ukur Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 16

22 Ordinal 5. Sistem Informasi Publik (variabel kuantitatif dan independen) a. Definsi Operasional Sistem Informasi Publik adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari penyelenggara kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan Latin, tulisan dalam huruf Braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara manual atau elektronik. b. Cara Ukur Dengan melihat hasil kuesioner pada variabel Sistem Informasi Publik c. Alat Ukur Observasi dan kuesioner d. Hasil Ukur Ada : Manual atau elektronik Tidak ada e. Skala Ukur Ordinal 6. khusus (variabel kuantitatif dan independen) a. Definisi Operasional Sarana bagi masyarakat tertentu merupakan kelompok rentan, antara lain penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil, anak-anak. Yang terdiri dari ram, jalur pemandu, pegangan rambatan, tombol lift timbul dan suara, toilet khusus, ruang khusus ibu menyusui dan anak serta loket khusus. b. Cara Ukur Dengan melihat hasil kuesioner pada variabel pelayanan khusus c. Alat Ukur Observasi dan kuesioner d. Hasil Ukur Ada dan tidak ada e. Skala Ukur Ordinal 7. Perilaku pelaksana (variabel kualitatif dan independen) a. Definisi Opresional Sikap petugas dalam memberikan pelayanan, yaitu adil dan tidak diskriminatif, cermat, santun dan ramah, tegas, andal dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut, profesional, tidak mempersulit, tidak memberikan informasi yang salah atau Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 17

23 menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi serta prokatif dalam memenuhi kepentingan masyarakat, tidak menyalahgunakan informasi, jabatan dan kewenangan yang dimiliki, sesuai dengan kepantasan dan tidak menyimpang dari prosedur (tidak meminta imbalan) b. Cara Ukur Dengan melihat persepsi pengguna layanan terhadap perilaku pelaksana pelayanan publik hasil kuesioner pada variabel sumber daya manusia c. Alat Ukur Kuesioner d. Hasil Ukur Baik dan buruk e. Skala Ukur Ordinal 8. Pengelolaan (variabel kualitatif dan independen) a. Definisi Operasional Unit yang bertugas mengelola pengaduan mulai dari tahap penyeleksian, penelaahan, dan pengklasifikasian sampai dengan kepastian penyelesaian pengaduan. Unit terdiri dari : Unit pengelolaan pengaduan, kotak saran/pengaduan, pejabat pengelola pengaduan, loket pengaduan/ruangan pengaduan, informasi nomor telepon pengaduan, informasi pengaduan, informasi prosedur pengaduan dan informasi pengelolaan pengaduan. b. Cara Ukur Dengan melihat hasil kuesioner pada variabel Pengelolaan c. Alat Ukur Observasi dan kuesioner d. Hasil Ukur Ada dan tidak ada e. Skala Ukur Ordinal 9. Penilaian Kinerja (Variabel kualitatif dan independen) a. Definisi Operasional Sarana pengukuran kepuasan pengguna pelayanan b. Cara Ukur Dengan melihat hasil kuesioner pada variabel Pengelolaan Penilaian kinerja c. Alat Ukur Observasi dan kuesioner Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 18

24 d. Hasil Ukur Ada : manual atau elektronik Tidak ada e. Skala Ukur Ordinal 10. Visi, Misi dan Motto (variabel kualitatif dan independen) a. Definisi Opresional Visi adalah pernyataan tentang pandangan jauh tentang organisasi yang hendak dicapai dan misi adalah pernyataan langkah-langkah untuk mencapainya. Sedangkan motto adalah pernyataan mengenai semboyan yang merupakan cerminan jiwa, semangat dan tekad yang menjadi dasar langkah dan gerak segenap aparatur pelayanan b. Cara Ukur Dengan melihat hasil kuesioner pada variabel visi, misi dan moto c. Alat Ukur Observasi dan kuesioner d. Hasil Ukur Dipajang/diumumkan dan tidak dipajang/diumumkan e. Skala Ukur Ordinal 11. Sertifikat ISO 9000:2008 (variabel kualitatif dan independen) a. Definisi Opresional Standar yang menyatakan standar kualitas mutu dari pelayanan b. Cara Ukur Dengan melihat hasil kuesioner pada variabel sistem mekanisme dan prosedur c. Alat Ukur Observasi dan kuesioner d. Hasil Ukur Dipajang/diumumkan dan tidak dipajang/diumumkan e. Skala Ukur Ordinal 12. Atribut (variabel kualitatif dan independen) a. Definisi Opresional Properti atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu entitas, meliputi pakaian seragam dan identitas petugas. b. Cara Ukur Dengan melihat hasil kuesioner pada variabel Pakaian dan ID Card Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 19

25 c. Alat Ukur Observasi dan kuesioner d. Hasil Ukur Memakai dan Tidak memakai e. Skala Ukur Ordinal Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 20

26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survey yakni penelitian yang dilakukan pada populasi, tetapi data yang dipelajari adalah data sampel yang diambil dari populasi tersebut dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data sehingga diperoleh generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam. Dari tingkat eksplanasinya penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode evaluasi. Pengertian metode peneltian deskriptif menurut Sugiono (2006:11) adalah Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel dengan variabel yang lain. Sedangkan Irawan (2004:49) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah Penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan suatu hal seperti apa adanya. Metode evaluasi digunakan peneliti untuk menilai sesuatu dengan membandingkan suatu kegiatan atau produk dengan standar yang telah ditetapkan. Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif yaitu dengan mengutamakan keterangan melalui angka-angka sehingga gejala-gejala penelitian diukur dengan menggunakan skala-skala Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi adalah jumlah keseluruhan subjek penelitian yang terkait dengan objek yang diteliti. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti, sampel diperlukan karena jumlah populasi yang terlalu besar atau karena memang tidak perlu, sedangkan sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (Hasan Mustafa, 2000). Pada penelitian ini populasinya adalah pelayanan publik langsung ke penggunan layanan (perizinan dan non-perizinan) yang diselenggarakan oleh LPNK (Lembaga Pemerintah non-kementerian) dan LNS (Lemabaga Negara non-struktural) di Jakarta. Adapun sampel yang diambil untuk menjadi subjek penelitian adalah pelayanan perizinan dan nonperizinan pada 36 Lembaga yang memiliki kewenangan menyelenggarakan pelayanan tersebut. Teknik sampling memakai teknik purprosive sampling Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 21

27 diperlukan bagi penelitiannya dalam teknik purposive sampling dibagi lagi menjadi Judgment Sampling yaitu, sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya (Hasan Mustafa, 2000). Dalam penelitian ini, peneliti mendatangi langsung unit pelayanan publik Lembaga yang menyelenggarakan pelayanan publik langsung kepada kelompok masyarakat/perorangan/instansi Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode observasi dan kuesioner. Metode observasi adalah merupakan metode pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki (Supardi, 2006 : 88). Observasi dilakukan menurut prosedur dan aturan tertentu sehingga dapat diulangi kembali oleh peneliti dan hasil observasi memberikan kemungkinan untuk ditafsirkan secara ilmiah. Sedangkan kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden (Sutopo, 2006: 82). Responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban atau respon sesuai dengan persepsinya. Kuesioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya, dimana peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden (Sutopo, 2006: 87) Teknik Pengolahan dan Analisa Data Pada analisis data kuantitatif, pengolahan data meliputi tahap editing dan koding, penyederhanaan data dan mengkode data. a. Pemeriksaan Data (editing) Langkah ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul telah lengkap, sehingga dapat dipersiapkan untuk tahap selanjutnya. b. Koding Koding dilakukan untuk menyederhanakan data, yaitu dengan memberi simbol angka pada setiap jawaban atau suatu cara mengklasifikasi jawaban responden menurut macamnya dengan cara menandai jawaban dengan kode tertentu. Hal ini dapat memudahkan reduksi data, analisis, penyimpanan, dan penyebaran data. Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 22

28 c. Penyederhanaan data Agar data mudah dianalisis, maka jawaban dari responden harus diringkas ke dalam kategori yang jumlahnya terbatas. d. Mengkode data Langkah berikutnya adalah mengkode data berdasarkan buku kode yang telah disusun, alat yang digunakan adalah lembaran code (code sheet) untuk pengolahan menggunakan komputer. Setelah tahap pengolahan data dilakukan, tahap selanjutnya adalah menyusun rencana analisis. Rencana analisis adalah suatu rumusan yang sudah dapat mencerminkan atau memberikan gambaran analisisnya. Tahapan dalam menyusun rencana analisis: 1. Menentukan variabel yang hendak dianalisis. Variabel yang hendak dianalisis pada umumnya sudah terlihat pada model hipotesis penelitian, tetapi dapat ditambah dengan variabel lain atau hubungan dengan variabel lain untuk menambah pengetahuan untuk penelitian. Hubungan antar variabel yang akan dianalisis tersebut harus mendapat dukungan teori dan logika. 2. Rekonstruksi variabel yang hendak dianalisis. Dalam pengumpulan data, terkadang terdapat data yang tidak sesuai dengan apa yang direncanakan, sehingga peneliti harus memeriksa dan menjabarkan kembali data yang diperoleh. 3. Pengelompokan variabel ke dalam variabel baru Pengelompokan kategori jawaban atau variabel ke dalam jawaban atau variabel yang baru dilakukan agar data penelitian menjadi sederhana dan memudahkan peneliti untuk melakukan analisis dan membuat kesimpulan. Pada penelitian ini, menggunakan analisa tabel silang lebih dari dua variabel, yaitu tabel silang yang mengaitkan data yang terdiri dari lebih dari dua variabel (variabel terpengaruh dan kontrol) (Masri S dan Sofian Effendi, 2005). Setiap variabel akan dinilai dan dibobot untuk kemudian mendapatkan 3 (tiga) kategorisasi dari penilaian tersebut. Variabel Penilaian dan indikatornya tersebut adalah sebagai berikut : No Variabel Penilaian 1 Sistem Terpadu 2 Standar Kategori Komponen Indikator Nilai Detil Nilai Utama Satu Atap/ Satu Pintu 6 6 Utama 1) Dasar hukum 5 5 2) Persyaratan 5 5 3) Sistem mekanisme dan prosedur 10 Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 23

29 No Variabel Penilaian 3 Maklumat Layanan 4 Sistem Informasi Publik 5 Khusus 6 Pengelolaan Kategori Komponen Indikator Nilai Detil Nilai a. SOP 5 b. Bagan Alur 5 4) Produk pelayanan 5 5 5) Jangka waktu penyelesaian ) Biaya/ tarif ) Sarana, prasarana, atau fasilitas, Ruang Tunggu 2 Pendingin Ruangan/ AC 1 Tempat duduk 10 2 Sarana Antrian (tiket) 1 Toilet 1 Televisi 1 Loket/Meja 1 Tempat Parkir yang memadai 1 8) Jumlah pelaksana 2 2 9) A. Tata Tertib 2 1 B. Kode Etik 1 Utama Ketersediaan Maklumat 5 5 Utama Utama Utama Ketersediaan Sistem Informasi Publik secara manual atau elektronik (Booklet/Pamflet/Banner/Website, dsb) Sarana khusus bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus : -Ram 0,5 -Jalur pemandu 0,5 -Pegangan rambatan 0,5 3 -Tombol Lift timbul & suara 0 -Toilet khusus 0,5 -Ruang khusus ibu menyusui dan 0,5 anak - Loket khusus 0,5 1. Mempunyai unit pengaduan khusus yang mengelola unit pengaduan? Pejabat Pengelola 2 3. Loket /Ruangan 4. Sarana (SMS/ Telpon/Fax/ / dll) pengaduan 5. Informasi prosedur/tata cara pengaduan Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 24

30 No Variabel Penilaian 7 Penilaian Kinerja 8 Visi Misi dan Moto Kategori Komponen Indikator Nilai Detil Nilai 6. Informasi pengelolaan 1 pengaduan yang dipajang di ruang pengelola pengaduan dan atau di ruang pelayanan Utama Sarana pengukuran kepuasan 2 2 pelanggan Tambahan Visi + Misi 3 2 Motto 1 9 ISO 9001:2008 Tambahan Adopsi ISO 9001: Atribut Tambahan - Petugas penyelenggara layanan menggunakan pakaian seragam? Petugas penyelenggara layanan 1 1 menggunakan ID card? TOTAL TOTAL Nilai (Nx10) 1000 Berdasarkan variabel dan indikator penilaian tersebut, akan diperoleh nilai maksimal/total sebesar 1000 dan dibagi ke dalam 3 (tiga) kategorisasi berdasarkan perolehan nilai yang diperoleh oleh masing-masing kementerian tersebut, kategorisasi tersebut adalah : 1. Zona merah atau kepatuhan rendah (0-500) : Zona merah menggambarkan kepatuhan yang rendah dari penyelenggara perizinan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik; 2. Zona kuning atau kepatuhan sedang ( ): Zona kuning menggambarkan kepatuhan yang sedang terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik; 3. Zona hijau atau kepatuhan tinggi ( ) : zona hijau menggambarkan kepatuhan yang tinggi terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik. Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 25

31 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Lembaga selaku penyelenggara layanan publik wajib melaksanakan komponen standar pelayanan yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik tersebut sehingga pengguna layanan (masyarakat) mengetahui mengenai bagaimana pelaksanaan tugas dan kegiatan penyelenggaraan pelayanan publik, sejak dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan atau pengendalian. Seluruh kegiatan tersebut harus dapat diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat. Untuk itu, sejalan dengan penelitian ini yang bertujuan mengetahui bagaimana kepatuhan Lembaga (Unit Layanan Publik) terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Publik, maka penelitian ini mencoba melihat apakah Lembaga pada Unit Layanan Publik sudah melaksanakan kewajibannya untuk membuat dan mengumumkan/memajang indikator-indikator yang menjadi komponen standar pelayanan dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun Sistem Terpadu merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur, sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Ruang lingkup pelayanan dan jasa-jasa publik (public services) meliputi aspek kehidupan masyarakat yang sangat luas. Sayangnya, pelayanan publik yang menyentuh hampir setiap sudut kehidupan masyarakat tidak ditopang oleh mekanisme pengambilan keputusan yang terbuka. Karena itu tidak mengherankan jika pelayanan publik di Indonesia memiliki ciri yang cenderung korup, apalagi yang berkaitan dengan pengadaan produk-produk pelayanan publik yang bersifat perizinan. Kendati mungkin fenomena maladministrasi khususnya pungli yang berkaitan dengan jenis produk tadi hanya melibatkan biaya transaksi (antara sektor publik dengan individu masyarakat) yang relatif kecil (pretty corruption), tetapi biaya-biaya transaksi tersebut melibatkan porsi populasi yang sangat besar. Karena itu pola pungli dengan menggunakan instrumen produk-produk pelayanan tersebut bisa jadi memiliki dampak yang sangat luas. Masalahnya kemudian adalah bagaimana meminimalkan biaya-biaya transaksi tersebut? Sejalan dengan itu, prinsip market oriented pada Unit Layanan Publik harus diartikan bahwa pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara layanan (Pemerintah) harus Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 26

32 mengutamakan pelayanan terhadap masyarakat. Demikian juga prinsip Catalitic Government, mengandung pengertian bahwa penyelenggara layanan harus bertindak sebagai katalisator dan bukannya penghambat dari kegiatan pembangunan, termasuk di dalamnya mempercepat pelayanan masyarakat. Pembentukan Unit Terpadu (UPT) sebagai institusi yang khusus bertugas memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat, pada dasarnya dapat dikatakan sebagai terobosan baru atau inovasi manajemen pemerintahan. Artinya, pembentukan organisasi ini secara empirik telah memberikan hasil berupa peningkatan produktivitas pelayanan umum minimal secara kuantitatif. Dalam konteks teori Reinventing Government, pembentukan Unit Terpadu (UPT) ini telah menghayati makna community owned, mission driven, result oriented, costumer oriented, serta anticipatory government. Penyelenggaraan pelayanan terpadu adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan secara terpadu dalam satu pintu dan satu tempat, yang mengindikasikan adanya kemudahan bagi pengguna layanan untuk mengakses layanan pada satu tempat dan satu penyelenggara, tidak terpencar-pencar melalui beberapa penyelenggara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa unit pelayanan pada Lembaga, 65,8 % merupakan unit pelayanan yang termasuk dalam unit pelayanan terpadu. Sedangkan 34,2% belum menjadi unit pelayanan terpadu. Dari unit pelayanan publik yang telah menjadi unit pelayanan terpadu ini, 80% merupakan unit pelayanan terpadu satu pintu, sedangkan 20% lainnya masih merupakan unit pelayanan satu atap. terpadu satu atap disini diartikan sebagai pola pelayanan yang diselenggarakan dalam satu tempat untuk berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu, sedangkan pelayanan satu pintu adalah pola pelayanan yang diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. Unit Termasuk Unit Terpadu Ya Tidak Jenis Terpadu Terpadu Satu Atap Terpadu Satu Pintu 1 34,2 65,8 1 20,0 80,0 Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 27

33 Standar ; a. Dasar Hukum; Di dalam memberikan landasan hukum dan kepastian hukum bagi penyelenggara maupun pengguna layanan, prosedur pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Lemnbaga Pemerintah harus memiliki dasar hukum yang jelas. Setiap Lembaga sesuai dengan lingkup kewenangan yang dimilikinya harus menetapkan prosedur pelayanan publik yang diselenggarakan di dalam suatu penetapan peraturan dari internal Lembaga Pemerintah dimaksud sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat. Dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat 81,6% unit pelayanan publik dari Lembaga Pemerintah yang menyebutkan dasar hukum dari pelayanan publik yang diselenggarakannya. Sedangkan sebanyak 18,4% dari unit pelayanan publik Lembaga ini belum menyebutkan secara jelas ketentuan yang menjadi dasar hukum dari penyelenggaraan pelayanan publik di maksud. Informasi Dasar Hukum Ya Tidak 1 18,4 81,6 b. Persyaratan ; Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penetapan persyaratan, baik teknis maupun administratif harus seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai atau relevan dengan jenis pelayanan yang akan diberikan. Segala persyaratan yang bersifat duplikasi harus dihilangkan dari instansi yang terkait dengan proses pelayanan. Persyaratan tersebut harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. Dalam hal persyaratan perizinan, seperti dokumen apa saja yang harus dibawa, identitas, dll, sebanyak 63,2% Lembaga memasang persyaratan perizinan di tempat-tempat Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 28

34 yang mudah untuk dilihat ketika pengguna layanan datang untuk mengurus perizinan pada Unit Publik dimaksud. Sedangkan 36,8% dari total sampel yang tidak memasang persyaratan perizinan di tempat layanan perizinan pada Lembaga yang disurvei. Kondisi tentunya tidak juga bisa dimaklumi, karena persyaratan perizinan yang dipajang akan memudahkan pengguna layanan untuk melihat syarat-syarat apa saja yang dibutuhkan, dan meminimalkan proses transaksional yang buruk dengan petugas layanan. Persyaratan 1 Tidak; 36,8 Ya; 63,2,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 % Bentuk Informasi Persyaratan Manual dan Elektonik Elektronik Manual 1 25,0 29,2 45,8 Dari pemasangan informasi mengenai persyaratan perizinan yang dilakukan oleh Unit Layanan Publik Lembaga diketahui sebanyak 45,8 % disediakan dalam bentuk manual. Sedangkan 29,2%nya disediakan dalam bentuk elektronik dan 25% nya disediakan baik dalam bentuk manual maupun eletronik. c. Ketersediaan SOP; Standart Operating Procedure (SOP) adalah pedoman atau acuan untuk bagi petugas pelayanan perizinan untuk bekerja melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance. Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 29

35 Dalam penelitian ini 89,5% dari sampel penelitian sudah mempunyai SOP dalam bekerja untuk melayani pengguna layanan. Namun dari SOP yang telah tersedia tersebut baru 57,9% yang telah diumumkan dan 42,1% belum diumumkan. Dari SOP yang diumumkan ini, media yang digunakan untuk mengumumkannya paling banyak menggunakan media elektronik sebesar 43,8%, 31,3% disebutkan dalam bentuk manual dan 25% disebutkan baik dalam bentuk manual maupun elektronik. Ketersediaan SOP Ya Tidak Bentuk Informasi SOP Manual dan Elektonik 1 10,5 89,5 1 Elektronik Manual 25,0 31,3 43,8 Sangat disayangkan masing ada Lembaga yang belum menyusun SOP dari pelayanan publik yang diselenggarakannya. Ketersediaan SOP ini sendiri sebenarnya merupakan salah satu pra-syarat atau Indikator bagi pelaksanaan Reformasi Birokrasi pada Lembaga dimaksud. Tentunya dengan ketiadaan SOP ini dapat menciptakan pelayanan yang tidak terstandarisasi dan berpotensi membuat kebingungan pada masyarakat sebagai pengguna layanan maupun petugas pemberi layanan. d. Bagan/Alur ; Alur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu pelayanan. Alur pelayanan publik harus sederhana,tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan, serta diwujudkan dalam bentuk bagan alir (flow chart) yang dipampang dalam ruangan pelayanan. Alur sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik karena berfungsi sebagai: a. Petunjuk kerja bagi pemberi pelayanan; b. Informasi bagi penerima pelayanan; c. Media publikasi secara terbuka pada semua unit kerja pelayanan mengenai prosedur pelayanan kepada penerima pelayanan; d. Pendorong terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien; Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 30

36 e. Pengendali (kontrol) dan acuan bagi masyarakat dan aparat pengawasan untuk melakukan penilaian/pemeriksaan terhadap konsistensi pelaksanaan kerja. Alur selain menjelaskan bagaimana seharusnya proses perizinan itu berjalan, juga harus diletakkan pada tempat yang mudah dilihat oleh penerima pelayanan sehingga akan menjadi penting bagi pengguna layanan untuk mengetahui proses apa saja yang sebenarnya berjalan ketika berkas layanan sudah/akan masuk di penyelenggara pelayanan. Dari hasil penelitian ini di dapatkan sebanyak 18,4% penyelenggara layanan tidak mengumumkan alur pelayanan mereka di tempat penyelenggara pelayanan, sisanya (81,6%) sudah memampangkan secara jelas tentang alur pelayanan. Bagan Alur 1 18,4 81,6 Ya Tidak,0 50,0 100,0 Media yang digunakan di dalam menginformasikan alur pelayanan paling banyak menggunakan media manual sebesar 54,8%. Sedangkan yang menggunakan media elektronik sebesar 22,6% dan yang menggunakan keduanya sebesar 22,6%. Media Informasi Alur Manual dan Elektonik Elektronik Manual 22,6 1 22,6 54,8 Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 31

37 e. Informasi Produk/Jenis Layanan; Untuk memperjelas pengguna layanan, dibutuhkan penyediaan informasi mengenai produk/jenis layanan yang disediakan oleh Lembaga. Dari survey yang dilakukan ternyata hanya 78,9% unit layanan publik Lembaga yang menginformasikan jenis layanan yang disediakan kepada pengguna layanan. Dari informasi yang disediakan ini 53,4% nya menggunakan bentuk manual, sedangkan 33,3% sudah menggunakan media elektornik dan 13,3% menggunakan kedua media eletronik maupun manual. Informasi Produk Layanan 1 21,1 78,9 Ya Tidak,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 Bentuk Informasi Produk/Jenis Layanan Manual dan Elektonik Elektronik Manual 13,3 1 33,3 53,3 f. Jangka Waktu/Standar Waktu Penyelesaian Suatu ; Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan publik mulai dari dilengkapinya atau dipenuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan. Unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan, yaitu yang pertama kali mengajukan pelayanan harus lebih dahulu dilayani atau diselesaikan apabila persyaratan lengkap, hal ini sesuai dengan asas first in first out (FIFO). Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 32

38 Kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di depan loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. Standar waktu pelayanan sangat penting bagi pengguna layanan untuk kejelasan jangka waktu penyelesaian izin yang mereka buat di penyelenggara perizinan. Dalam penelitian ini sebanyak 44,7% tidak memajang standar waktu pelayanan mereka. Dan sebanyak 55,3% memasang standar waktu pelayanan perizinan. Dari mereka yang memasang standar waktu pelayanan, sebagian besar menjelaskannya secara manual (57,1%), sedangkan yang secara elektronik 28,6% dan yang menggunakan keduanya baik manual maupun elektronik sebanyak 14,3%. Informasi Jangka Waktu Penyelesaian 1 44,7 55,3,0 20,0 40,0 60,0 Ya Tidak Bentuk Informasi Standar Waktu Manual dan Elektonik Elektronik Manual 14,3 1 28,6 57,1 Bagi unit layanan publik yang tidak memasang standar waktu pelaksanaan, tentunya dapat berpotensi untuk mengulur-ulur pekerjaan mereka. Slogan kalau bisa diperlambat mengapa harus dipercepat yang selama ini masih berkembang di masyarakat juga bersumber dari beberapa penyelenggara perizinan yang tidak memasang standar waktu pelayanan di tempat penyelenggara perizinan. Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 33

39 g. Informasi Standar Biaya ; Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya, dengan nama atau sebutan apapun, sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepastian dan rincian biaya pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan termasuk pula bila terdapat pembebasan biaya pelayanan/biaya gratis. Informasi tentang biaya pelayanan publik ini harus ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. Transparansi mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara pemohon atau penerima pelayanan dengan pemberi pelayanan. Unit pemberi pelayananseyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas mengelola keuangan atau bank yang ditunjuk oleh pemerintah atau unit pelayanan. Di samping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan. Informasi biaya pelayanan menjadi begitu penting untuk dipasang di tempat penyelenggara pelayanan perizinan, karena selain untuk mewujudkan transparansi suatu instansi dalam pengelolaan keuangan, juga untuk menghindari pungutan liar (pungli) yang dipungut kepada pengguna layanan. Dalam penelitian ini sebagian besar Lembaga belum memasang informasi biaya pelayanan di tempat penyelenggaraan perizinan (sebanyak 57,9%). Sedangkan yang sudah memasang sebanyak 42,1%. Tentunya kondisi ini perlu mendapat perhatian karena angka yang belum memasang informasi ini terhitung juga besar. Bagi Lembaga yang menginformasikan biaya pelayanan, media yang digunakan sebagian besar sudag menggunakan media elektronik (50%). Untuk penggunaan media manual sebesar 31,3% dan yang menggunakan kedua media baik elektronik maupun manual 18,8%. Informasi Biaya/Tarif Layanan Ya Tidak 1 42,1 57,9 Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 34

40 Bentuk Informasi Biaya/Tarif Layanan 1 18,8 31,3 50,0 Manual dan Elektonik Elektronik Manual,0 20,0 40,0 60,0 h. Sarana dan Prasarana; Sarana dan prasarana adalah sarana bagi pengguna layanan untuk mendapatkan kenyamanan dalam mengakses tempat penyelenggara pelayanan, di dalam penelitian ini sarana dan prasarana diturunkan menjadi 8 sub Indikator dengan penilaian dalam bentuk ada dan tidak adanya fasilitas dan sarana tersebut. Dari grafik di bawah ini terlihat yang perlu menjadi perhatian adalah ada/tidaknya sarana antrian di tempat penyelenggara pelayanan (23,7%). Tentunya ini situasi yang dapat menyulitkan pengguna layanan di dalam proses pengurusan pelayanan publik ketika kondisi banyaknya pengguna layanan yang datang pada waktu yang bersamaan. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Tempat parkir Loket/Meja ; Televisi; Toilet; Sarana Antrian; Tempat Duduk; Pendingin Ruangan/AC Ruang Tunggu 23,7 52,6 97,4 78,9 81,6 94,7 84,2 97,4 76,3 47,4 2,6 21,1 18,4 5,3 15,8 2,6 0% 20% 40% 60% 80% 100% Ya Tidak Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 35

41 i. Jumlah Pelaksana, Tata Tertib, dan Kode Etik Bahwa ketersediaan pelaksana layanan publik dalam jumlah yang memadai sangat penting dalam menunjang kualitas layanan yang diberikan. Keterbatasan jumlah pelaksana dapat mengakibatkan terjadinya inefisiensi dan kecepatan dalam memenuhi standar layanan. Selain ketersediaan, keberadaan tata tertib dan kode etik sangat penting dalam menjaga standar pelayanan yang diberikan. Dengan adanya tata tertib dank ode etik, pelaksana layanan dapat memiliki panduan yang jelas mengenai tindakan dan prilaku yang diperbolehkan atau dilarang. Dalam penelitian ini terlihat, Lembaga yang memilik kecukupan jumlah petugas sebesar 71,1%. Kemudian sebagian besar Lembaga (55,3%) tidak memiliki Kode Etik Pegawai, dengan 44,7% memiliki. Sedangkan Lembaga yang memiliki tata tertib Pegawai/Petugas hanya sebanyak 34,2%, 65,8% lainnya tidak memiliki. Kode Etik Pegawai; 44,7 55,3 Tata Tertib Pegawai/Petugas; 34,2 65,8 Tidak Ya Kecukupan Jumlah Petugas; 28,9 71,1,0 20,0 40,0 60,0 80, Visi, Misi, dan Moto; Visi Misi dan Moto adalah kesiapan penyelenggara pelayanan publik untuk menyelenggarakan pelayanan sebaik mungkin, untuk itu visi misi dan moto diperlukan sebagai indikator tambahan untuk memperkuat indikator utama yang telah ada, Sebanyak 86,8% Lembaga memasang visi dan misi mereka sebagai penyelenggara pelayanan publik, dan 13,2% tidak memasang visi dan misi mereka sebagai komitmen kesiapan penyelenggara pelayanan. Sedangkan untuk pencantuman motto layanan hampir sebagian besar unit layanan publik Lembaga tidak memasang motto layanan yang (63,2%). Sebanyak 36,8%nya memasang motto layanan. Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 36

42 Visi dan Misi Ya 86,8 Tidak 13,2 Tidak Ya,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 Bentuk Visi dan Misi Manual dan Elektonik Elektronik 28,9 31,6 Manual Elektronik Manual 26,3,0 10,0 20,0 30,0 40,0 Manual dan Elektonik Moto Ya Tidak 36,8 63,2 Tidak Ya,0 20,0 40,0 60,0 80,0 Bentuk Informasi Moto Manual dan Elektonik Elektronik Manual 7,9 13,2 15,8 Manual Elektronik Manual dan Elektonik,0 5,0 10,0 15,0 20,0 Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 37

43 Maklumat ; Ketersediaan Maklumat Ya Tidak 1 39,5 60,5 Maklumat pelayanan adalah pernyataan tertulis dari Penyelenggara berisi janji-janji Penyelenggara untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan serta dipublikasikan secara luas sehingga ada komitmen tertulis dan dipajang untuk kemudian dipatuhi oleh penyelenggara layanan tersebut, hal ini menjadi perhatian khusus karena sebanyak 60,5% dari total sampel tidak memajang maklumat di tempat penyelenggara pelayanan tersebut, tidak ada komitmen yang bisa ditagih oleh pengguna layanan kepada penyelenggara pelayanan. Sebanyak 39,5%nya memajang maklumat pelayanan ini. Bentuk Maklumat Manual dan Elektonik 10,5 Manual Elektronik 10,5 Elektronik Manual 18,4,0 5,0 10,0 15,0 20,0 Manual dan Elektonik Dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Publik, maklumat menjadi sangat penting untuk ada di setiap penyelenggara pelayanan publik. Sesuai dengan pasal 18 UU No. 25 tahun 2009 disebutkan bahwa Penyelenggara wajib menyusun maklumat pelayanan sesuai dengan sifat, jenis, dan karakteristik layanan yang diselenggarakan dan dipublikasikan secara jelas, selain itu diamanatkan pula pada Pasal 46 bahwa Penyusunan dan pelaksanaan maklumat pelayanan harus dipenuhi selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak UU ini berlaku. Manfaat Maklumat jika dapat dilaksanakan secara konsekuen antara lain : 1. Meningkatkan responsivitas petugas pelayanan terhadap stakeholder yg dilayani. 2. Meningkatkan kepuasan masyarakat/pengguna jasa layanan. 3. Meningkatkan kinerja dan kualitas layanan secara menyeluruh. 4. Sebagai dasar Etika bagi service provider. Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 38

44 Selain itu, Maklumat juga berfungsi sebagai : 1. Sebagai infrastruktur/software penyelenggaraan pelayanan. 2. Mendekatkan pejabat publik dengan konstituen melalui ikatan kepatutan. 3. Membangun kredibilitas penyelenggara dan penyelenggaraan pemerintahan melalui pemeliharaan otentisitas. 4. Mewujudkan idealita tentang pemerintah yang berfokus pada warga negara (citizen centric government). Oleh karena itu, Unit Layanan Publik di Kementerian wajib menyusun Maklumat selain sebagai bentuk perjanjian sosial antara penyelenggara layanan publik dengan pengguna layanan publik, adanya Maklumat akan membuat Unit Layanan tersebut semakin : Sebelum Penerapan Maklumat Birokratis Sesudah Penerapan Maklumat Professional TIdak Peduli, diskriminasi, kurang ramah Courtessy, helful service, equal treatment, welcome reception Staff-driven, rule-driven Kepuasan pelanggan bukan prioritas utama Standar pelayanan kabur (beda yang tertulis dengan yang factual) Kurang transparan, informasi tidak lengkap kepada pelanggan Respon lambat terhadap pengaduan Customer-driven Prioritas utama pada pelanggan & kepuasan pelanggan Standar yang jelas & terukur Lebih transparan; informasi di-share kepada publik Good complaints processing system. Compensation to citizens for deficiency in service Processing System Compensation to Citizens for Deficiency in Service Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 39

45 Sistem Informasi Publik; Ketersediaan Sistem Informasi Publik 1 23,7 76,3 Ya Tidak,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 Sistem informasi pelayanan publik adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari penyelenggara pelayanan publik kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan latin, tulisan dalam huruf braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara manual ataupun elektronik. Sistem informasi pelayanan publik berisi semua informasi pelayanan publik yang berasal dari penyelenggara pelayananan publik pada setiap tingkatan dan sekurangkurangnya memuat informasi yang meliputi : profil penyelenggara, profil pelaksana, standar pelayanan, maklumat pelayanan, pengelolaan pengaduan, dan penilaian kinerja Sistem informasi pelayanan publik ini adalah media sosialiasi kepada khalayak umum bahwa ada kegiatan pelayanan publik di tempat penyelenggara pelayanan publik tersebut, dalam penelitian ini karena bentuknya adalah pilihan (cetak maupun elektronik) sebanyak 76,3% dari total sampel sudah memajang/mempublikasikan sistem informasi pelayanan publik ini Sarana Pengguna Layanan Berkebutuhan Khusus; Sebagai catatan, Pasal 29 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Publik menyebutkan penyelenggara pelayanan publik wajib memberi pelayanan dengan perlakukan khusus kepada anggota masyarakat tertentu. Masyarakat tertentu adalah kelompok rentan meliputi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil, anak-anak, korban bencana alam, dan korban bencana sosial. Bukan itu saja, fasilitas dan perlakuan khusus kepada kelompok rentan harus diberikan tanpa pungutan biaya alias gratis. Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 40

46 Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa belum seluruh Unit Layanan Publik di Lembaga yang menjadi sampel dalam peneltitian ini menyediakan sarana khusus bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus tersebut, baik dari loket khusus (81,6%), ruang khusus ibu menyusui dan anak (89,5%), Toilet Khusus (92,1%), Tombol Lift Timbul dan Suara (81,6%), Pegangan Rambatan (86,8%), jalur pemandu (76,3%) dan Ram (73,7%). Sarana Pengguna Layanan Berkebutuhan Khusus Loket Khusus Toilet Khusus Pegangan Rambatan Ram 15,8 7,9 7,9 18,4 13,2 23,7 26,3 81,6 89,5 92,1 81,6 86,8 76,3 73,7 0% 20% 40% 60% 80% 100% Tersedia Belum Tersedia Ditanyakan pula mengenai petugas khusus yang disediakan oleh unit layanan publik dalam melayani kelompok rentan ini, dari kondisi lapangan terlihat 89,5% unit layanan belum menyediakan petugas khusus. Baru 10,5 % dari Lembaga yang menyediakan petugas khusus ini. Hasil penelitian di atas menjadi bukti empiris yang menunjukkan bahwa masih dijumpainya keadaan yang belum sesuai dengan kondisi yang diharapkan bagi kelompok rentan. Meskipun sudah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, namun demikian fasilitas pelayanan publik bagi kelompok rentan masih sangat minim dan dalam pelaksanaannya pun belum banyak terlihat aksesabilitas pelayanan bagi kelompok rentan terutama bagi penyandang cacat dan para lansia (lanjut usia). Untuk itu perlu dilakukan reformasi dalam pelayanan publik untuk mewujudkan aparat dan pelayanan publik yang baik dan siap untuk melayani kelompok rentan yang harus dibangun adalah dengan melakukan perubahan mind-set dan culture-set serta pengembangan budaya kerja bagi aparat yang memberikan pelayanan publik, sehingga muncul kesadaran yang tinggi dari aparatur untuk memberikan pelayanan yang sebaik- baiknya bagi masyarakat dan tidak membeda-bedakan masyarakat Pengelolaan ; masyarakat merupakan bukti adanya penyimpangan atau ketidakpuasan masyarakat/pengguna layanan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, tetapi pengaduan masyarakat juga menjadi sebuah tantangan tersediri bagi penyelenggara layanan untuk bisa Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 41

47 memperbaiki dan memberikan layanan yang sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Untuk itu, penyelenggara layanan publik wajib memiliki unit pengaduan khusus untuk dapat menjembatani keluhan yang dirasakan oleh masyarakat demi terwujudnya kualitas dan kepuasan dari masyarakat selaku pengguna layanan. Sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2009, penyelenggara pelayanan berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan serta berkewajiban menyusun mekanisme pengelolaan pengaduan dari penerima pelayanan dengan mengedepankan asas penyelesaian yang cepat dan tuntas. Sistem Pengelolaan Informasi Cara/Prosedur 52,6 44,7 Loket/Ruangan Khusus 31,6 65,8 Ada Pejabat Khusus 60,5 36,8 Tidak Keberadaan Unit Khusus 57,9 39,5 0% 20% 40% 60% 80% 100% Hasil penelitian menunjukan sebagian besar Unit layanan Publik yang ada pada Lembaga telah menyediakan Sistem Pengelolaan untuk menangani keluhan masyarakat pengguna pelayanan terhadap kinerja pelayanan publik yang berada dalam wilayahnya. Hal ini terlihat dari ketersediaan informasi mengenai cara/prosedur pengaduan yang telah disediakan oleh Lembaga yang disurvai, 52,6% terlihat menyediakan cara/prosedur pengaduan. Namun untuk loket/ruangan khusus pengaduan sebagian besar Lembaga belum menyediakannya (65,8%). Untuk pejabat khusus yang menangani pengaduan, 60,5% dari Lembaga telah menyediakan pejabat khusus dimaksud Sarana Website Khusus 60,5 39,5 78,9 21,1 Faximile Kotak Saran dan Hotline (Telepon) 68,4 44,7 89,5 31,6 55,3 10,5 Ada Tidak SMS Gateway 28,9 68,4 0% 20% 40% 60% 80% 100% Sub-bidang Peningkatan Kapasitas Publik, Penelitian dan Pengembangan 42

KEPATUHAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK EXECUTIVE SUMMARY:

KEPATUHAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK EXECUTIVE SUMMARY: EXECUTIVE SUMMARY: KEPATUHAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG 2 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA BIDANG PENCEGAHAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA 2014

Lebih terperinci

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Laporan Hasil Penelitian KEPATUHAN KEMENTERIAN DALAM PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 PELAYANAN PUBLIK

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Laporan Hasil Penelitian KEPATUHAN KEMENTERIAN DALAM PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 PELAYANAN PUBLIK OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA Laporan Hasil Penelitian KEPATUHAN KEMENTERIAN DALAM PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 PELAYANAN PUBLIK PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi pelayanan publik di

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59,2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Laporan Hasil Penelitian KEPATUHAN KEMENTERIAN DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Laporan Hasil Penelitian KEPATUHAN KEMENTERIAN DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA Laporan Hasil Penelitian KEPATUHAN KEMENTERIAN DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK BIDANG PENCEGAHAN 2013 KATA PENGANTAR Empat tahun sudah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2014 SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk mewujudkan dan memberikan perlindungan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

, No Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan (Be

, No Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan (Be BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1828, 2015 KEMENAKER. Pelayanan Publik. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PENGADUAN PELAYANAN SALAH SATU BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAYANAN PUBLIK

PENGADUAN PELAYANAN SALAH SATU BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAYANAN PUBLIK PENGADUAN PELAYANAN SALAH SATU BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAYANAN PUBLIK Oleh : RINI F. JAMRAH, S.Pd, MM WIDYAISWARA MUDA BADAN DIKLAT PROVINSI SUMBAR ABSTRAK Perbaikan kinerja pelayanan publik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga

Lebih terperinci

Panduan Menyusun. Pelayanan Publik

Panduan Menyusun. Pelayanan Publik Panduan Menyusun Komponen Standar Penyelenggaraan Pelayanan Publik 2014 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA Panduan Menyusun Komponen Standar Penyelenggaraan Pelayanan Publik Disusun Oleh: Tim Komunikasi Publik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang : a. bahwa pemerintah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 34 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 32 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 78 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 32 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 78 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 32 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 78 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Re

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Re BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANA TORAJA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas dan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN II: Draft VIII Tgl.17-02-2005 Tgl.25-1-2005 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTANN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTANN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang:a.

Lebih terperinci

Menetapkan 5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fung

Menetapkan 5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fung PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

SALINAN WALIKOTA LANGSA,

SALINAN WALIKOTA LANGSA, SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG TRANSPARANSI PELAYANAN PUBLIK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 21 TAHUN 2007 SERI PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemenuhan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa negara berkewajiban melayani setiap

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG

WALIKOTA PANGKALPINANG WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

WALIKOTA SALATIGA PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SALATIGA PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA SALATIGA PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SALATIGA, : a. bahwa otonomi daerah pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2012

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2012 PERATURAN MENTERI NOMOR 38 TAHUN 212 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KINERJA UNIT PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan aparatur negara yang

Lebih terperinci

2012, No BAB I PENDAHULUAN

2012, No BAB I PENDAHULUAN 2012, No.750 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KINERJA UNIT PELAYANAN PUBLIK BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum Dan HAM Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Provinsi Bali berkewajiban

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 30 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.571, 2015 OMBUDSMAN. Tata Kerja. Susunan Organisasi. Pecabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 23 Tahun : 2013

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 23 Tahun : 2013 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 23 Tahun : 2013 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk menjamin

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK disampaikan oleh : Drs. F. Mewengkang, MM Asisten Deputi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat memberi rasa puas terhadap masyarakat. Pelayanan kepada

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat memberi rasa puas terhadap masyarakat. Pelayanan kepada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam suatu pemerintahan diperlukan adanya suatu pengawasan dan pembinaaan terhadap pelayanan publik agar dapat tercipta suatu pelayanan publik yang dapat memberi

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK Bagian Organisasi - 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten Pakpak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONE, Menimbang : a. b. c. Mengingat :

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN.. TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN.. TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN.. TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kota Surabaya sebagai

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 9 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2014 No.02,2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Organisasi Setda Kab.Bantul; Publik, Pelayanan, Penyelenggaraan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KOTA BANJARMASIN

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang

Lebih terperinci

Maret 2018 PELAYANAN PUBLIK PERPUSTAKAAN UMUM : BAGAIMANA PERKEMBANGANNYA

Maret 2018 PELAYANAN PUBLIK PERPUSTAKAAN UMUM : BAGAIMANA PERKEMBANGANNYA Maret 2018 PELAYANAN PUBLIK PERPUSTAKAAN UMUM : BAGAIMANA PERKEMBANGANNYA Tupoksi Ombudsman RI Pengawas terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh seluruh Kementerian, Lembaga, BUMN/D serta Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI PERSIAPAN PENILAIAN KEPATUHAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN

RAPAT KOORDINASI PERSIAPAN PENILAIAN KEPATUHAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN RAPAT KOORDINASI PERSIAPAN PENILAIAN KEPATUHAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN Oleh : Drs. NUGROHO PURWOADI, MM Asisten Administrasi Sekda Kabupaten Banyumas GRAHA SATRIA KABUPATEN BANYUMAS - SENIN, 2 APRIL

Lebih terperinci

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) PADA UNIT PELAYANAN PUBLIK KEMENKO POLHUKAM PERIODE 2016 BEKERJASAMA UNIT PELAYANAN PUBLIK KEMENKO POLHUKAM DENGAN BIRO UMUM SEKRETARIAT KEMENKO POLHUKAM 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik dan

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa pelayanan publik merupakan

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN PELAYANAN PUBLIK YANG PRIMA MELALUI LAYANAN TERPADU & LAYANAN ONLINE

MEWUJUDKAN PELAYANAN PUBLIK YANG PRIMA MELALUI LAYANAN TERPADU & LAYANAN ONLINE MEWUJUDKAN PELAYANAN PUBLIK YANG PRIMA MELALUI LAYANAN TERPADU & LAYANAN ONLINE PELAYANAN PUBLIK SEBAGAI FOKUS DARI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YG BAIK /GOOD GOVERNANCE TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA ======================================================================= PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA Monitoring Kepatuhan Kementerian dalam Pelaksanaan UU 25 Tahun 29 tentang Pelayanan Publik BIDan BIDANG PENCEGAHAN 213 DAFTAR ISI I. Latar Belakang... 1 II. Tujuan... 4 III.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 103 TAHUN 2001 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK 1 BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT

SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT PADA BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA PERIODE Januari Desember 2015 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BOYOLALI NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI BOYOLALI NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI BOYOLALI NOMOR TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PELAYAN PUBLIK DAN PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI,

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 24 TAHUN 2014

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 24 TAHUN 2014 SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KINERJA UNIT PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA,

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, 1 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN PENGHARGAAN ADIBAKTI MINA BAHARI.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN PENGHARGAAN ADIBAKTI MINA BAHARI. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/212 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN PENGHARGAAN ADIBAKTI MINA BAHARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 1 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 27 TAHUN 2011 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 27 TAHUN 2011 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 27 TAHUN 2011 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pelayaan publik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa pelayanan publik merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga

Lebih terperinci

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1189, 2014 LPSK. Dugaan Pelanggaran. System Whistleblowing. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG WHISTLEBLOWING SYSTEM ATAS DUGAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak-hak

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

PEMERINTAH KOTA PASURUAN PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

TABEL 4 * JUMLAH TENAGA PENGADAAN BERSERTIFIKAT DI PUSAT

TABEL 4 * JUMLAH TENAGA PENGADAAN BERSERTIFIKAT DI PUSAT Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 0 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 0 Kepresidenan 0 Mahkamah Agung 0 Mahkamah Konstitusi 0 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 0 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI 0 0 Dewan

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN. MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003

LAMPIRAN KEPUTUSAN. MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003 PEDOMAN UMUM PENYELENGARAAN PELAYANAN PUBLIK I. Pendahuluan A. Latar Belakang Ketetapan MPR-RI

Lebih terperinci

BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK KABUPATEN BANTAENG

BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK KABUPATEN BANTAENG BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK KABUPATEN BANTAENG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTAENG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK KABUPATEN BANGKA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

pengantar : Pelayanan Publik dan Standar Pelayanan Publik (SPP)

pengantar : Pelayanan Publik dan Standar Pelayanan Publik (SPP) pengantar : Pelayanan Publik dan Standar Pelayanan Publik (SPP) Oleh : Drs. H. Gunarto, MM Konsultan/Expert pada Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Semarang Bumi Wana Mukti

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Daerah sebagai agen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015. TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang: a. bahwa dalam rangka memberikan jaminan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU I. UMUM Perizinan terpadu pada dasarnya merupakan suatu model Sistem Pelayanan

Lebih terperinci

Klasifikasi LNS Berdasarkan K/L Terkait Jumat, 09 Juni 2017

Klasifikasi LNS Berdasarkan K/L Terkait Jumat, 09 Juni 2017 Klasifikasi LNS Berdasarkan K/L Terkait Jumat, 09 Juni 2017 Sekretariat Negara Republik Indonesia KLASIFIKASI LEMBAGA NON STRUKTURAL BERDASARKAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TERKAIT NO. NAMA LNS KEMENTERIAN/LEMBAGA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa kewajiban Pemerintah sebagai penyelenggara

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Nomor 5038); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

2017, No Republik Indonesia Nomor 5038); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.333, 2017 OMBUDSMAN. Standar Pelayanan Publik. Penilaian Kepatuhan. Pencabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN2016 TENTANG PENILAIAN KEPATUHAN

Lebih terperinci