INTEGRATED SAFEGUARDS SEBAGAI ELEMEN POKOK PENANGKAL PROLIFERASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTEGRATED SAFEGUARDS SEBAGAI ELEMEN POKOK PENANGKAL PROLIFERASI"

Transkripsi

1 INTEGRATED SAFEGUARDS SEBAGAI ELEMEN POKOK PENANGKAL PROLIFERASI Oleh : Endang Susilowati, PRSG BATAN ABSTRAK INTEGRATED SAFEGUARDS SEBAGAI ELEMEN POKOK PENANGKAL PROLIFERASI. Pengembangan sistem safeguards International Atomic Energy agency (IAEA) mengalami kemajuan yang sangat berarti. Integrated safeguards hasil integrasi additional protocol ke sistem comprehensive safeguards memberikan IAEA akses fisik dan akses informasi yang sangat luas untuk melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap program nuklir negara anggota. Verifikasi dilaksanakan dengan melaksanakan inspeksi normal dan inspeksi mendadak, complementary access, konfirmasi informasi desain fasilitas kesemua fasilitas dan location outside facility (LOF) dan juga ke lokasi lain yang dipandang dapat memberikan informasi berharga dalam mengevaluasi sistem safeguards. Evaluasi terhadap program nuklir negara dilaksanakan secara komprehensif dan terus menerus terhadap keberadaan siklus bahan nuklir, kemampuan industri strategis dan program penelitian dan pengembangan (R&D) yang sedang dilaksanakan. Acquisition path yang diadopsi ke model fisik siklus bahan nuklir telah diidentifikasi dan dikembangkan untuk menangkal proliferasi bahan senjata nuklir yang kemungkinan direncanakan suatu negara. Tulisan ini mengintroduksikan pendekatan integrated safeguards yang apabila dilaksanakan secara efektif, efisien dan komprehensif dapat menangkal proliferasi bahan senjata nuklir yang kemungkinan dikembangkan oleh suatu negara. Sehingga dapat dijamin bahwa bahan dan fasilitas nuklir di negara anggota hanya digunakan untuk maksud damai. ABSTRACT INTEGRATED SAFEGUARDS ACT AS A MAIN TOOL FOR PROLIFERATION RESISTANCE. The International Atomic Energy Agency (IAEA) safeguards system has significantly evolved from traditional safeguards to integrated safeguards. The later having both broader physical access and broader access to information is an integration of the additional protocol to the comprehensive safeguards system. Integrated safeguards approaches to nuclear facilities and loacation outside facilities (LOFs) implemented by doing verification and evaluation to a State nuclear programmes including normal inspection and short notice inspection, complementary access and confirmation of facility design information. Access are also required to any location at the State which the IAEA deems nessecary to gain effectiveness and efficiency. Evaluation to a State s nuclear programmes is carried out by assessing State s nuclear fuel cycle including its industrial capability and R&D programmed implemented. Acquisition path adopted to the nuclear fuel cycle physical model have been identified and developed to deter weapon usable nuclera material proliferation. This paper is to introduce integrated safeguards approaches developed and implemented effectively, efficiently and comprehensively able to deter proliferation of nuclear material and facilities planned by member States. Then nuclear material and facilities at member States are assured exclusively just for peaceful purposes. 253

2 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Integrated safeguards adalah suatu pengembangan sistem safeguards tradisional yang diterapkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam merespon tantangan baru yang muncul mengancam kerja dan keberhasilan non proliferasi senjata nuklir. Integrated safeguards hanya dapat diterapkan di negara yang menandatangani Comprehensive Safeguards Agreement, CSA (INFCIRC/ 153) dan Additional Protocol, AP (INFCIRC/ 540). Pemikiran dan lahirnya integrated safeguards dipicu oleh terungkapnya pengembangan senjata nuklir yang dilaksanakan di Irak dan penyimpangan atas deklarasi awal bahan nuklir oleh Korea Utara pada periode Ketidakpatuhan kedua negara tersebut merupakan wake up call ke IAEA untuk segera meninjau kembali dan merevisi sistem safeguards tradisional yang telah lama diterapkan. Sistem safeguards tradisional yang tertuang di dalam CSA ternyata tidak mampu mengatasi masalah proliferasi yang semakin kompleks karena CSA hanya menitikberatkan pada keakuratan (correctness) bahan dan aktifitas nuklir yang dideklarasikan oleh operator. Bahan dan kegiatan nuklir tersembunyi tidak terjangkau oleh CSA. Peluang pihak operator fasilitas/ negara untuk menyembunyikan bahan dan aktifitas nuklirnya adalah sangat besar, karena bahan dan aktifitas nuklir yang diverifikasi hanyalah yang ada di fasilitas. Kegiatan nuklir diluar fasilitas tidak akan terdeteksi. Kelemahankelemahan yang terdapat di sistem safeguards tradisional tersebut kemudian ditanggulangi dengan mengembangkan program Strengthening Safeguards yang merupakan cikal bakal perjanjian additional protocol. Additional protocol memberikan IAEA akses yang lebih luas, tidak hanya ke fasilitas nuklir saja tetapi ke semua lokasi yang dianggap oleh IAEA akan memberikan informasi yang berharga. Verifikasi AP menitik beratkan kepada kemungkinan penyembunyian bahan dan aktifitas nuklir yang dilakukan oleh operator/ negara. Sifat verifikasinya adalah menyeluruh ke program nuklir yang 254

3 sedang dilaksanakan dan yang direncanakan negara. Integrasi AP ke CSA akan menghasilkan verifikasi yang akurat (correctness) dan komprehensif (completeness), dalam artian bahwa IAEA akan mampu menyimpulkan ada tidaknya penyimpangan atas bahan nuklir yang dideklarasikan dan ada tidaknya penyembunyian bahan dan aktifitas nuklir yang tidak dideklarasikan. Kesimpulan positif dari kedua kegiatan verifikasi CSA dan AP memampukan IAEA untuk menerapkan integrated safeguards di negara terkait. Apabila suatu negara bermaksud melakukan pengembangan/ proliferasi senjata nuklir maka negara tersebut harus mempunyai infrastruktur yang cukup guna mendukung keberhasilan rencana proliferasi. Proliferasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan fasilitas nuklir yang sudah ada atau secara total independen dari fasilitas nuklir yang dideklarasikan. Kemampuan teknologi, program R&D, ketersedian industri strategis, keberadaan bahan nuklir dan non nuklir dapat digunakan sebagai indikator untuk memprediksi kegiatan nuklir yang sedang dikembangkan. Integrated safeguards dengan akses fisik dan akses informasi yang lebih luas dirancang untuk menangkal kegiatan proliferasi suatu negara. Informasi yang berasal dari berbagai macam sumber dievaluasi dan dianalisis secara comprehensif dan terus menerus. Model fisik dengan beberapa tingkatan acquisition path dikembangkan untuk mengelompokkan secara sistimatis teknologi dan proses pengembangan siklus bahan nuklir, sehingga analisis dapat dilakukan dengan efektif dan affisien. Acquisition path yang dirancang dalam beberapa tingkatan dapat dijadikan template di dalam menganalisis informasi safeguards. Dimulai sejak bahan nuklir ditambang sampai bahan nuklir siap menjadi bahan senjata nuklir. Tulisan ini mengenalkan kegiatan integrated safeguards yang apabila dilaksanakan secara menyeluruh mampu menghalangi program proliferasi senjata nuklir yang dirancang oleh suatu negara. 255

4 BAB II PENDEKATAN INTEGRATED SAFEGUARDS Pendekatan integrated safeguards dikembangkan dengan memperhatikan beberapa faktor spesifik siklus bahan nuklir suatu negara, program nuklirnya meliputi kemampuan teknologi nuklir, jenis bahan nuklir yang dipunyai serta tindakan/ penggunaan teknologi safeguards modern yang dapat diterapkan untuk memverifikasi kegiatan nuklir. Kesimpulan bahwa negara tidak menyimpangkan bahan nuklir yang telah dideklarasikan dan kesimpulan bahwa negara tidak sedang menyembunyikan bahan dan aktifitas nuklirnya mengawali pelaksanaan integrated safeguards. Ada perubahan kriteria verifikasi antara sistem safeguards traditional CSA dan integrated safeguards. Verifikasi sistem safeguards tradisional CSA dilaksanakan dengan mengasumsikan bahwasanya negara mempunyai fasilitas olah ulang dan fasilitas pengkayaan uranium yang tidak dideklarasikan dan tidak terdeteksi. Kedua jenis fasilitas tersebut menjadi perhatian utama IAEA karena fasilitas tersebut merupakan fasilitas strategis yang di dalam operasinya mampu menghasilkan weapon grade material. Untuk menghalangi dan untuk dapat mendeteksi adanya bahan nuklir yang kemungkinan akan di olah ulang, IAEA melakukan inspeksi ke reaktor nuklir setiap 3 bulan. Tiga bulan adalah jangka waktu yang diperkirakan dapat digunakan untuk mengkonversi plutonium yang ada di bahan bakar bekas menjadi bahan senjata nuklir. Dengan didapatkannya kesimpulan positif hasil verifikasi CSA dan AP, waktu verifikasi bahan bakar bekas yang sebelumnya dilaksanakan setiap 3 bulan dikoreksi menjadi setiap tahun. Bahan bakar bekas menjadi perhatian karena di dalam bahan bakar bekas tertimbun plutonium hasil reaksi fisi selama bahan bakar digunakan untuk operasi reaktor. Plutonium adalah salah satu bahan yang dapat digunakan pengembangan senjata nuklir. Bahwasanya IAEA tidak menemukan indikator kegiatan penyembunyian bahan dan aktifitas nuklir khususnya pengkayaan dan proses olah ulang, menambah keyakinan bahwa program nuklir negara hanya digunakan untuk maksud damai. 256

5 Integrated safeguards telah berhasil menaikkan kemampuan IAEA untuk mendeteksi ada/ tidaknya bahan dan aktifitas nuklir yang disembunyikan sehingga dapat menambah keyakinan positif kemajuan program nonproliferasi. Untuk mempertahankan kesimpulan positif integrated safeguards, pendekatan safeguards yang dilakukan adalah mengevaluasi terus menerus program nuklir negara. Komponen utama verifikasi meliputi evaluasi dan analisis informasi, complementary access, inspeksi mendadak, pemasangan alat pemantau jarak jauh, meningkatkan kerja sama dengan organisasi SPPBN ( Sistem Pemantauan dan Pengendalian Bahan Nuklir) tingkat negara. Disamping kegiatan tersebut, akuntansi bahan nuklir tetap menjadi back bone dari integrated safeguards. Pengembangan teknologi maju yang telah berhasil mendukung sistem safeguards adalah pengambilan sampel lingkungan dan pemasangan sistem pemantau jarak jauh (remote monitoring) yang mampu mendeteksi secara online kegiatan operator di fasilitas nuklir. Analisis Informasi Pengumpulan dan analisis informasi yang luas merupakan salah satu faktor untuk dapat memahami kegiatan nuklir suatu negara secara menyeluruh dan jelas. Cakupan dan keluasan informasi dapat memberikan keyakinan bahwa negara sedang atau tidak sedang menyembunyikan bahan dan kegiatan nuklirnya. Informasi berkaitan dengan program nuklir yang sedang dilaksanakan meliputi : Kegiatan R&D yang tidak menggunakan bahan nuklir tetapi berkait dengan siklus bahan nuklir yaitu : konversi, pengkayaan, fabrikasi bahan bakar nuklir, reaktor daya dan reaktor riset, kekritisan, proses olah ulang, akselerator dan pengolahan limbah. Kegiatan R&D yang tidak menggunakan bahan nuklir sebagai contoh adalah pengembangan komponen yang berhubungan dengan siklus bahan nuklir yang mampu menghasilkan bahan nuklir (proses pengkayaan dan proses olah ulang). Gabungan informasi kegiatan R&D yang tidak menggunakan bahan nuklir dan yang menggunakan bahan nuklir serta informasi semua kegiatan di fasilitas nuklir akan menambah 257

6 kejelasan program nuklir yang dilaksanakan oleh negara. Informasi spesifik pada kegiatan operasi di fasilitas yang diidentifikasi/ dibutuhkan oleh IAEA dengan alasan akan dapat memberikan informasi yang efektif di dalam melaksanakan verifikasi safeguards. Sebagai contoh adalah informasi dini tentang penerimaan, pengiriman bahan nuklir, informasi pemuatan bahan bakar bekas di transfer cask. Salah satu kegunaan informasi tersebut adalah untuk menjadualkan inspeksi mendadak ke fasiliats. Informasi yang meliputi uraian, isi dan penggunaan setiap gedung yang ada di kawasan fasilitas atau LOF. Tujuan dari pengumpulan informasi ini adalah untuk menjamin bahwa kegiatan penyembunyian bahan dan aktifitas nuklir tidak di laksanakan di kawasan fasilitas atau LOF. Informasi lokasi, deskripsi, status, kapasitas produksi tahunan dari fabrikasi, rakitan dan perawatan atas item khusus yang secara langsung berhubungan dengan operasi fasilitas nuklir, LOF dan fasilitas R&D. Informasi dari jumlah inventori, jumlah bahan yang di eksport dan di import, yang mana bahan tersebut mengandung uranium atau thorium yang kualitasnya belum cukup untuk operasi siklus bahan nuklir. Informasi bahan nuklir yang dibebaskan dari verifikasi safeguards yang mana bahan nuklir tersebut belum sampai pada tahap penggunaan akhir. Informasi eksport dan import peralatan nuklir dan bahan non nuklir Informasi berkaitan dengan rencana program nuklir di masa mendatang, meliputi : Rencana pengembangan siklus bahan nuklir dan kawasan pengembangan Penjelasan perencanaan kegiatan dan kawasan R&D Hasil evaluasi dan analisis informasi dijadikan acuan untuk memprioritaskan kegiatan complementary access. Evaluasi informasi dilaksanakan secara iteratif dan komprehensif dengan tujuan untuk mempertahankan kesimpulan positif integrated safeguards. Informasi lokasi, status operasi, kapasitas produksi tahunan penambangan uranium dan thorium. 258

7 Complementary Access (CA) Perluasan akses fisik complementary access digabung dengan akses fisik pada CSA merupakan komponen pokok dalam memperkuat sistem safeguards. Complementary access dilaksanakan untuk memverifikasi setiap lokasi yang tidak terjangkau oleh inspeksi rutin dan berperan dalam memberikan informasi berharga dalam memverifikasi bahan dan aktifitas nuklir yang disembunyikan Akses fisik dan akses informasi yang luas akan memampukan IAEA untuk memahami program nuklir suatu negara secara komprehensif. Pemahaman ini sangat diperlukan untuk membentuk suatu keyakinan apakah negara sedang/ tidak sedang menyembunyikan bahan dan aktifitas nuklirnya. Perluasan akses juga harus cukup menjamin bahwa kegiatan penyembunyian tidak dilaksanakan di sekitar fasilitas yang dideklarasikan yang mana kegiatan ilegal tersebut Gambar 1: Lokasi CSA dan AP dapat dengan mudah menggunakan bahan, peralatan, teknologi, pekerja dan infrastruktur yang telah ada. Jenis kegiatan CA bersifat acak, berbeda dengan kegiatan inspeksi rutin yang mempunyai kriteria tetap. Kegiatan CA tergantung kepada kebutuhan dan pada prinsipnya kegiatan CA meliputi pengamatan visual, pengambilan sampel usap lingkungan, deteksi tingkat radisi, recorder untuk merekam penjelasan dari operator fasilitas, pengambilan gambar dengan kamera digital, penyegelan, analisa tidak merusak dan penggunaan alat lain yang dipandang layak untuk digunakan. Instalasi limbah nuklir, instalasi penelitian dan pengembangan (R&D), mining and milling, instalasi konversi dan industri merupakan perluasan lokasi yang dapat diverifikasi. Gambar 1 menunjukkan lokasilokasi yang dapat diakses dengan CSA dan lokasi tambahan yang dapat diakses dengan AP. Equipment manufacture 259

8 Akses ke kawasan fasilitas nuklir dan location outside facilities (LOFs) ditujukan untuk memverifikasi dan menjamin tidak adanya bahan dan aktifitas nuklir yang disembunyikan dan juga untuk mengkonfirmasi kegiatan di fasilitas dan LOF pada tahap closeddown. Lokasi di fasilitas dan LOF yang sensitif karena alasan keselamatan dan kerahasiaan harus dideklarasikan oleh negara ke IAEA sehingga IAEA dapat mempertimbangkan cara lain untuk memverifikasi. Akses ke fasilitas nuklir dan LOF serta complemtary access ke sembarang lokasi di kawasan fasilitas nuklir dan LOF secara jelas dipahami oleh penanggung jawab instalasi. Sebaliknya akses ke instalasi milik perusahaan swasta yang tidak menggunakan bahan nuklir tetapi kegiatannya berkaitan dengan bidang pengembangan teknologi nuklir biasanya sedikit sulit untuk dilaksanakan, diperlukan sosialisasi sejak dini ke perusahan swasta terkait guna mempermudah CA pada saat diperlukan. Akses ke penambangan uranium dan thorium dimaksudkan untuk mengkonfirmasi kapasitas produksi dan penggunaannya. Tindakan verifikas dilakukan dengan cara pengujian tidak merusak, pengamatan visual dan pengambilan sampel usap. Pengujian catatan hasil penambangan dimaksudkan untuk mengetahui jumlah material yang pada taraf signifikan telah digunakan atau telah dikirim keluar kawasan penambangan. Akses ke lokasi penelitian dan pengembangan (R&D), yang dalam kegiatannya menggunakan peralatan khusus dan menggunakan bahan non nuklir yang secara langsung digunakan didalam operasi fasilitas nuklir, dimaksudkan untuk mengkonfirmasi bahwa kegiatan R&D adalah hanya untuk mendukung program nuklir nasional yang dideklarasikan. Ketidak cocokan antara kegiatan R&D dan program nuklir nasional akan diperlakukan sebagai anomali yang perlu tindak lanjut. Demikian juga keberadaan industri sebagai infrastruktur pendukung, peralatan yang dihasilkan harus ada kaitannya dengan program industri nasional atau peralatan diproduksi untuk keperluan eksport. Akses ke lokasi lain, selain kawasan fasilitas dan LOF adalah kawasan penambangan U dan Th, instalasi limbah dan kawasan R&D, 260

9 dilaksanakan untuk pengambilan sampel usap lingkungan. IAEA harus menjelaskan secara rinci ke pihak negara tujuan complementary access. Penjelasan tidak cukup bahwasanya CA dilaksanakan hanya untuk menjamin tidak adanya bahan dan aktifitas nuklir yang disembunyikan, penjelasan lokasi, kegiatan dan maksud pelaksanaan CA harus lebih spesifik. CA juga dilaksanakan untuk menyelesaikan apabila ada ketidak cocokan informasi dan kondisi fisik. Dalam hal CA dilaksanakan secara independen tidak bersamaan dengan pelaksanaan inspeksi rutin, paling lambat dalam rentang waktu 24 jam IAEA harus memberikan informasi ke pihak negara perihal pelaksanaan CA. Apabila pelaksanaan CA digabung dengan pelaksanaan inspeksi rutin, 2 jam sebelumnya IAEA harus menginformasikannya ke pihak negara/ fasilitas. Short Notice Inspection/ Inspeksi Mendadak Inspeksi mendadak sebenarnya telah dilaksanakan sejak CSA diterapkan. Sebagian dari beberapa inspeksi rutin yang dijadualkan, dilaksanakan secara mendadak dengan tujuan untuk menghalangi dan bahkan menggagalkan kegiatan ilegal yang direncanakan oleh operator. Di dalam kerangka integrated safeguards, inspeksi mendadak akan menaikkan kemampuan IAEA untuk mendeteksi penyimpangan bahan dan fasilitas nuklir, karena kegiatan ilegal biasanya dikerjakan dengan terburu buru. Pelaksanaan inspeksi mendadak yang tidak dapat diprediksi pelaksanaannya mengakibatkan operator tidak mempunyai waktu yang cukup membenahi kegiatan ilegalnya. Tingkat kepentingan verifikasi harus seimbang dengan persyaratan praktis pelaksanaan inspeksi mendadak. Sebagai contoh adalah rencana verifikasi penerimaan bahan bakar segar di fasilitas reaktor nuklir. Jenis verifikasi ini tidak perlu dilaksanakan secara mendadak, selama bahan bakar belum segera digunakan untuk operasi teras reaktor. Lain halnya apabila verifikasi dimaksudkan untuk mendeteksi undeclared production of direct use material (Pu), inspeksi mendadak adalah sangat tepat untuk menggagalkan kegiatan ilegal tersebut. Keberadaan operator dan personil badan pengawas yang diperlukan untuk mendampingi inspektur IAEA mutlak harus ada. 261

10 Persyaratan ini perlu dipahami dengan baik karena secara tiba tiba inspektur IAEA akan memberitahu ke badan pengawas bahwasanya mereka telah sampai di bandara dan siap melakukan inspeksi mendadak ke suatu fasilitas nuklir. Akibat yang berdampak pada operator fasilitas adalah bahwa data akuntansi nuklir beserta data pendukungnya harus siap diverifikasi setiap saat. Environmental Sampling ( Pengambilan Sampel Usap Lingkungan). Pengambilan sampel usap lingkungan merupakan perangkat analisis yang sangat handal untuk mendeteksi kemungkinan adanya proses produksi dari fasilitas/ instalasi nuklir yang disembunyikan, khususnya proses produksi bahan nuklir. Kehilangan bahan nuklir yang sedang diproses ke lingkungan sekitar akan terjadi juga meskipun tindakan pencegahan telah dilakukan dengan sangat hati hati. Bahan nuklir yang hilang dapat berbentuk gas, partikel atau aerosol ataupun bentuk padat dan cair. Lebih lanjut bahan nuklir mempunyai sifatsifat yang spesifik, misal sifat keradioaktifannya. Sifat ini memungkinkan bahwa bahan nuklir yang hilang ( U atau Pu) dapat dideteksi meskipun dalam tataran yang sangat kecil (10 12 gram). Biasanya pengambilan sampel dilakukan pada daerah permukaan dari peralatan dan struktur gedung. Untuk menghindari cross contamination, penerapkan persyaratan jaminan kualitas yang ketat dilaksanakan pada beberapa tahapan kegiatan dimulai dari perencanaan yang matang, pelaksanaan pengambilan sampel, penanganan dan analisis sampel serta evaluasi data. BAB III SKENARIO PENANGKALAN PROLIFERASI Bahan senjata nuklir harus diproduksi melalui beberapa tahapan yang terpisah. Masing masing tahapan dapat dilakukan melalui proses yang berbeda beda. Cara/ jalan yang ditempuh dimulai dari bahan sumber sampai menjadi bahan senjata nuklir biasa disebut acquisition path. Proses yang dilaksanakan di setiap tahapan dapat diidentifikasi dengan mengembangkan model fisik siklus bahan nuklir. 262

11 Dengan mengkaji siklus bahan nuklir suatu negara beserta pengalaman tenaga ahlinya, mengkaji infrastruktur industri dan program R&D yang dijalankan. IAEA dapat memperkirakan acquisition path yang sekiranya akan dipilih oleh negara tersebut jika memang negara bermaksud akan mengembangkan senjata nuklir. Karena kemauan/ niat dan kemampuan merupakan modal utama dalam merealisasikan suatu rencana. Acquisition path diadopsi ke dalam model fisik siklus bahan nuklir dengan tujuan untuk membantu agar berbagai macam informasi yang tersedia dapat dikelompokkan dan dicatat secara sistematis sehingga informasi dapat dianalisis dengan efektif dan effisien. Karena dengan mengevaluasi berbagai macam informasi yang tersedia secara komprehensif dan terus menerus dapat memberikan gambaran dan pemahaman yang utuh perihal kemampuan teknologi, scientific dan industri strategis suatu negara di dalam mengoperasikan siklus bahan nuklirnya. Informasi yang disyaratkan di dalam AP termasuk informasi kegiatan R&D dapat dijadikan acuan untuk memprediksi rencana program nuklir di masa mendatang. Evaluasi informasi merupakan cornerstone dari pelaksanaan integrated safeguards. Konsistensi informasi yang diserahkan oleh negara ke IAEA dikonfirmasi dengan informasi yang diperoleh selama inspektur melakukan verifikasi. Demikian juga informasi dari open sources perlu dicek kebenarannya. Informasi pada tingkat fasilitas dan kegiatan R&D selayaknya harus mendukung program nuklir tingkat negara. Analisis Acquisition Path Acquisition path dianalisis dengan menghipotesakan apa yang akan dilakukan terhadap bahan, fasilitas dan teknologi nuklir yang dideklarasikan jika negara berencana mengembangkan senjata nuklir. Kira kira bahan, fasilitas dan teknologi nuklir yang mana yang perlu diadakan/ diciptakan. Dari hasil pemantauan dan verifikasi apakah ada indikasi adanya bahan/ fasilitas yang disembunyikan berkait dengan bahan dan fasilitas nuklir yang sedang dicari dan jika ada indikasi sejauh mana progresnya. Acquisition path diidentifikasi berdasar kepada keberadaan siklus bahan nuklir dan kemampuan tambahan 263

12 yang perlu dimiliki suatu negara. Kedua faktor tersebut merupakan tumpuan yang dapat digunakan untuk mengakses proliferasi dan sekaligus menjadi dasar teknis IAEA untuk mengkaji tindakan safeguards yang dibutuhkan untuk menangkalnya. Acquisition path yang dirancang dalam beberapa tingkatan dapat dijadikan template di dalam menganalisis informasi safeguards. Dimulai sejak bahan nuklir ditambang sampai bahan nuklir siap menjadi bahan senjata nuklir, diidentifikasi dengan tujuan untuk menjelaskan dan mencirikan teknologi, proses dan komponen yang digunakan untuk melaksanakan rencana proliferasi. Identifikasi Acquisition Path Acquisition path dikembangkan dalam beberapa tahapan proses. Masing masing proses dihubungkan satu sama lain dengan aliran bahan nuklir seperti ditunjukkan pada Gambar 2. yang juga merupakan acquisition path tingkat tertinggi atau tingkat negara. Gambar 2. : Acquisition path tingkat negara Produksi air berat Mining/milling Konversi 1 Fabrikasi bahan bakar Reaktor nuklir Managemen bahan bakar bekas Pengkayaan U Konversi 2 Pengembangan senjata nuklir Proses bahan bakar teriradiasi R&D Managemen limbah Seperti terlihat pada gambar 2 bahwa proses pengkayaan uranium dan proses bahan bakar teriradiasi (proses olah ulang) adalah dua buah proses hampir final untuk mencapai proses pengembangan senjata nuklir. Apabila ditemukan adanya komponen, bahan, aktifitas yang merupakan indikator kuat adanya proses pengkayaan uranium atau proses olah 264

13 ulang bahan bakar bekas yang tidak dideklarasikan, IAEA akan segera menanyakan temuannya tersebut ke pihak negara. Identifikasi lebih dini adanya kecenderungan negara untuk mengembangkan senjata nuklir dapat diidentifikasi dari kegiatan R&D yang sedang dijalankan Aquisition path tingkat negara kemudian dipecah lagi menjadi beberapa jalur atau proses (aquisition path tingkat fasilitas) Semakin kebawah, proses dan teknologi yang digunakan akan lebih spesifik. Keberadaan essential equipment, bahan nuklir dan bahan non nuklir menjadi indikator akan adanya proses yang telah dan sedang dilaksanakan. Sebagai contoh adalah teknologi pengkayaan uranium seperti ditunjukkan pada Gambar 3 dibawah Gambar 3 : Acquisition path tingkat fasiliatas pengkayaan uranium Setiap tingkatan acquisition path (tingkat fasilitas) tersusun atas 8 elemen dasar meliputi : peralatan yang didesain khusus, peralatan yang mempunyai fungsi ganda, bahan nuklir, bahan non nuklir, teknologi/ training/ R&D, produk akhir, other observable dan environmental signature. Gambar 4 menunjukkan 8 elemen dasar acquisition path tingkat fasilitas yang tersusun atas delapan elemen dasar tersebut diatas 265

14 Gambar 4 : Elemen Dasar Acquisition Path Dengan menggunakan komponen yang ada di dalam integrated safeguards yaitu bahwasanya semua unsur siklus bahan nuklir diverifikasi, keberadaan essential equipment dan bahan nuklir yang sedang digunakan mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk dapat terdeteksi. Verifikasi dimulai sejak penambangan uranium sampai limbah nuklir, masih di tambah lagi dengan pemeriksaan pada R&D yang menggunakan bahan nuklir dan R&D yang tidak menggunakan bahan nuklir. Tak ketinggalan juga pemeriksaan pada kemampuan sektor industri strategis meliputi fabrikasi, eksport dan import. Keberadaan essential equipment dan bahan nuklir yang sedang digunakan mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk dapat terdeteksi. Ceceran bahan nuklir dapat dideteksi dengan pengambilan sampel usap lingkungan. Dengan bantuan model fisik yang mengadopsi acquisition path, mempermudah penialain informasi karena informasi dikelompokkan sesuai dengan tahapan siklus bahan nuklir sehingga indikator proliferasi mudah teridentifikasi. BAB IV KESIMPULAN Pelaksanaan integrated safeguards yang efektif dan effisien sangat berkontribusi terhadap keberhasilan penangkalan tindakan proliferasi. Pendekatan integrated safeguards yang mempunyai cakupan informasi dan cakupan akses fisik yang 266

15 sangat luas ditambah dengan penggunaan teknologi verifikasi yang canggih menambah keyakinan dan kemampuan IAEA untuk mendeteksi adanya penyimpangan bahan dan aktifitas nuklir baik yang dideklarasikan maupun yang disembunyikan. Fokus utama integrated safeguards yaitu evaluasi program nuklir negara secara menyeluruh dan terus menerus memberikan gambaran yang jelas terhadap kemampuan dan kecenderungan suatu negara dalam mengembangkan siklus bahan nuklirnya. Dengan menganalisis dan mengidentifikasi acquisition path yang diadopsi ke dalam model fisik siklus bahan nuklir, tindakan proliferasi yang sedang dikembangkan suatu negara mempunyai kemungkinan terdeteksi kemudian digagalkan. DAFTAR PUSTAKA 1. Liu and S.Morsy Development of the Physical Model International Atomic Energy Agency Vienna Austria 2. Eckhard Haas Proliferation Resistance and International Safeguards International Atomic Energy Agency Vienna Austria 3. ZJ.Carlson, V.Bragin and Rleslie Integrated Safeguards Australian View and Experience Australian safeguards and Non Proliferation Office 4. Jill N Cooley Integrated Safeguards Current Status of Development and Plan for Implementation International Atomic Energy Agency, Vienna Austria Tanya Jawab dan Diskusi 1. Nama Penanya : Gede Sutresna Wijaya (PTAPB BATAN) Pertanyaan: Ada kesan safeguards membatasi pengembangan kemajuan teknologi suatu negara terhadap bahan bahan yang di safeguard. Komentar anda? Jawaban: Kegiatan safeguards (SG) sama sekali tidak membatasi kemajuan teknologi suatu negara jika teknologi tersebut untuk kepentingan damai. Sebagai contoh dalam melakukan inspeksi, IAEA 267

16 tidak mengintervensi kegiatan Operator. 2. Nama Penanya : Zuhair (PTRKN BATAN) Pertanyaan: Jenis makalah apa saja dari Indonesia yang dicurigai IAEA berkaitan dengan pengembangan senjata nuklir. Jawaban: Pengembangan fasilitas pengkayaan uranium dan olah ulang (reprocessing). 268

EFEKTIFITAS ADDITIONAL PROTOCOL DALAM MEMPERKUAT REZIM NON-PROLIFERASI SENJATA NUKLIR

EFEKTIFITAS ADDITIONAL PROTOCOL DALAM MEMPERKUAT REZIM NON-PROLIFERASI SENJATA NUKLIR EFEKTIFITAS ADDITIONAL PROTOCOL DALAM MEMPERKUAT REZIM NON-PROLIFERASI SENJATA NUKLIR Endang Susilowati 1 Pusat Reaktor Serba Guna BATAN Kawasan Puspiptek Serpong Gedung No. 30, Kota Tangerang Selatan

Lebih terperinci

KAJIAN INFORMASI DESAIN REAKTOR DAYA DALAM KAITANNYA DENGAN SAFEGUARD ABILITY BAHAN NUKLIR

KAJIAN INFORMASI DESAIN REAKTOR DAYA DALAM KAITANNYA DENGAN SAFEGUARD ABILITY BAHAN NUKLIR KAJIAN INFORMASI DESAIN REAKTOR DAYA DALAM KAITANNYA DENGAN SAFEGUARD ABILITY BAHAN NUKLIR Endang Susilowati Pusat Reaktor Serba Guna-BATAN Gedung no.31, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Telp : 021 7560908

Lebih terperinci

REVOLUSI SISTEM SEIFGARD. Endang Susilowati

REVOLUSI SISTEM SEIFGARD. Endang Susilowati Buletin Pengelolaan Reaktor Nuklir. Vol. 7 No. 2 Oktober 2010: 51-60 REVOLUSI SISTEM SEIFGARD Endang Susilowati ABSTRAK REVOLUSI SISTEM SEIFGARD. Sistem seifgard telah mengalami perkembangan yang sangat

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM SEIFGARD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM SEIFGARD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM SEIFGARD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

KONSEP INTEGRASI PERSYARATAN SEIFGARD KE DALAM DISAIN INSTALASI NUKLIR

KONSEP INTEGRASI PERSYARATAN SEIFGARD KE DALAM DISAIN INSTALASI NUKLIR KONSEP INTEGRASI PERSYARATAN SEIFGARD KE DALAM DISAIN INSTALASI NUKLIR Pusat Reaktor Serba Guna, BATAN, PUSPIPTEK Serpong, Tangerang, 15310 E-mail: endang@batan.go.id ABSTRAK KONSEP INTEGRASI PERSYARATAN

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SAFEGUARDS DI MBA RI C*

PELAKSANAAN SAFEGUARDS DI MBA RI C* PELAKSANAAN SAFEGUARDS DI MBA RI C* Dicky Tri Jatmiko, Kadarusmanto, M. Imron** ABSTRAK PELAKSANAAN SAFEGUARDS DI DI MBA RI C. Peraturan Kepala BAPETEN NO.02 Tahun 2005, menetapkan Sistem Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

PENERAPAN PERTANGGUNGJAWABAN DAN PENGENDALIAN BAHAN NUKLIR PADA PEMINDAHAN SPENT FUEL DARI MBA RI-F KE MBA RI-G

PENERAPAN PERTANGGUNGJAWABAN DAN PENGENDALIAN BAHAN NUKLIR PADA PEMINDAHAN SPENT FUEL DARI MBA RI-F KE MBA RI-G PENERAPAN PERTANGGUNGJAWABAN DAN PENGENDALIAN BAHAN NUKLIR PADA PEMINDAHAN SPENT FUEL DARI MBA RI-F KE MBA RI-G Hendro Wahyono, Agus Sunarto, Susanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK

Lebih terperinci

SUA TU RANGKUMAN PEMAHAMAN MEN GENAl INTEGRATED SAFEGUARDS. Djibun Sembiring Pusat Kendali Bahan Nuklir (PKBN) - BAPETEN

SUA TU RANGKUMAN PEMAHAMAN MEN GENAl INTEGRATED SAFEGUARDS. Djibun Sembiring Pusat Kendali Bahan Nuklir (PKBN) - BAPETEN Scminar Tahunan I'cngawasan I'cman![Jalan Tcnaga Nuklir - Jakarta, II Dcscmbcr 2003 ISSN 1693-7902 SUA TU RANGKUMAN PEMAHAMAN MEN GENAl INTEGRATED SAFEGUARDS Djibun Sembiring Pusat Kendali Bahan Nuklir

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA UNREPORTED PU PRODUCTION DI DALAM PENGOPERASIAN REAKTOR RISET DITINJAU DARI SISI SEIFGARD

PROBLEMATIKA UNREPORTED PU PRODUCTION DI DALAM PENGOPERASIAN REAKTOR RISET DITINJAU DARI SISI SEIFGARD Buletin Pengelolaan Reaktor Nuklir. Vol. X No. 1, April 2013: 37-44 PROBLEMATIKA UNREPORTED PU PRODUCTION DI DALAM PENGOPERASIAN REAKTOR RISET DITINJAU DARI SISI SEIFGARD Endang Susilowati ABSTRAK PROBLEMATIKA

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY)

KAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY) KAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY) Djibun Sembiring dan Taruniyati Handayani BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan sarana pokok pengembangan ilmu pengetahuan, karena penelitian bertujuan mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Sistematis berarti

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Radioaktif. Djarot S. Wisnubroto

Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Radioaktif. Djarot S. Wisnubroto Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Radioaktif Djarot S. Wisnubroto Definisi Limbah Radioaktif Definisi IAEA: Definisi UU. No. 10 thn 1997 Limbah radiaoktif adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR I. UMUM Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia meliputi berbagai

Lebih terperinci

REGULASI TERKAIT KETENTUAN PENYUSUNAN DAFTAR INFORMASI DESAIN INSTALASI NUKLIR DI INDONESIA

REGULASI TERKAIT KETENTUAN PENYUSUNAN DAFTAR INFORMASI DESAIN INSTALASI NUKLIR DI INDONESIA ABSTRAK REGULASI TERKAIT KETENTUAN PENYUSUNAN DAFTAR INFORMASI DESAIN INSTALASI NUKLIR DI INDONESIA Suci Prihastuti, Yudi Pramono, Midiana Ariethia Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Instansi Nuklir. Bahan Nuklir. Perizinan. Pemanfaatan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal abad ke-20, perkembangan teknologi telah mendatangkan beragam inovasi baru. Salah satunya adalah pengolahan beberapa unsur kimia menjadi senyawa radioaktif

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA IAEA DALAM MENANGANI PROLIFERASI SENJATA NUKLIR ANGGOTANYA PASCA COMPREHENSIVE SAFEGUARDS AGREEMENT

SKRIPSI UPAYA IAEA DALAM MENANGANI PROLIFERASI SENJATA NUKLIR ANGGOTANYA PASCA COMPREHENSIVE SAFEGUARDS AGREEMENT SKRIPSI UPAYA IAEA DALAM MENANGANI PROLIFERASI SENJATA NUKLIR ANGGOTANYA PASCA COMPREHENSIVE SAFEGUARDS AGREEMENT EFFORTS IN DEALING WITH IAEA MEMBERS PROLIFERATION OF NUCLEAR WEAPONS PASCA COMPREHENSIVE

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua Sarah Amalia Nursani Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya PAPER Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua Sarah Amalia Nursani Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM SEIFGARD NUKLIR DAN TANTANGANNYA SAAT INI

PENERAPAN SISTEM SEIFGARD NUKLIR DAN TANTANGANNYA SAAT INI PENERAPAN SISTEM SEIFGARD NUKLIR DAN TANTANGANNYA SAAT INI Eri Hiswara Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Lebak Bulus Raya No. 49, Kotak Pos 7043 JKSKL, Jakarta Selatan 12070

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

KETENTUAN SISTEM PROTEKSI FISIK INSTALASI NUKLIR DAN BAHAN NUKLIR DI INDONESIA

KETENTUAN SISTEM PROTEKSI FISIK INSTALASI NUKLIR DAN BAHAN NUKLIR DI INDONESIA KETENTUAN SISTEM PROTEKSI FISIK INSTALASI NUKLIR DAN BAHAN NUKLIR DI INDONESIA Niniek Ramayani Yasintha 1, Surachmat 2, dan Taruniyati Handayani 3 Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir

Lebih terperinci

ASPEK SAFEGUARD DAN PROTEKSI FISIK FASILITAS PERANGKAT SUBKRITIK SAMOP

ASPEK SAFEGUARD DAN PROTEKSI FISIK FASILITAS PERANGKAT SUBKRITIK SAMOP ASPEK SAFEGUARD DAN PROTEKSI FISIK FASILITAS PERANGKAT SUBKRITIK SAMOP S y a r i p, Tegas Sutondo, Y. Sarjono Staf peneliti pada Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) BATAN Yogyakarta Jl.

Lebih terperinci

KEGIATAN SEIFGARD DI REAKTOR RISET RSG-GAS SEBAGAI KOMITMEN BATAN DALAM MENJAMIN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR UNTUK TUJUAN DAMAI

KEGIATAN SEIFGARD DI REAKTOR RISET RSG-GAS SEBAGAI KOMITMEN BATAN DALAM MENJAMIN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR UNTUK TUJUAN DAMAI Kegiatan Seifgard di Reaktor... (DicKy, dkk) KEGIATAN SEIFGARD DI REAKTOR RISET RSG-GAS SEBAGAI KOMITMEN BATAN DALAM MENJAMIN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR UNTUK TUJUAN DAMAI Dicky Tri Jatmiko, Azriani ABSTRAK

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN/VERIFIKASI INFORMASI DESAIN REAKTOR NUKLIR

PEMERIKSAAN/VERIFIKASI INFORMASI DESAIN REAKTOR NUKLIR PEMERIKSAAN/VERIFIKASI INFORMASI DESAIN REAKTOR NUKLIR Farid Noor Jusuf, Suci Prihastuti, Dahlia C. Sinaga Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir ABSTRAK

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JAMINAN MUTU DI RSG GAS*)

IMPLEMENTASI JAMINAN MUTU DI RSG GAS*) IMPLEMENTASI JAMINAN MUTU DI RSG GAS*) Pranto Busono, Warsono, Rohadi, Rofei**) ABSTRAK IMPLEMENTASI JAMINAN MUTU DI RSG GAS. Jaminan Mutu merupakan prasyarat untuk pengoperasian instalasi nuklir sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Pengembangan TAHRMoPS Tc-99m merupakan salah satu radioisotop yang digunakan di aplikasi medis untuk keperluan teknik citra tomografi di kedokteran nuklir

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang lingkup Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional Khusus...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang lingkup Tujuan Instruksional Umum Tujuan Instruksional Khusus... DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 01 A. Latar Belakang.... 01 Ruang lingkup... 01 Tujuan Instruksional Umum... 02 Tujuan Instruksional Khusus... 02 BAB II BAHAN NUKLIR DAN MANFAATNYA... 03 A. Definisi Bahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DALAM BIDANG ENERGI

PENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DALAM BIDANG ENERGI Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir PENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DALAM BIDANG ENERGI BAPETEN Sukarman Aminjoyo Badan Pengawas Tenaga Nuklir ( BAPETEN ) Jl. Gajah Mada No. 8 Jakarta INDONESIA http/www.bapeten.go.id.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN 116. Beberapa konsep mengenai reaktor maju sedang dipertimbangkan, dan pencapaian perbaikan dalam keselamatan dan keandalan merupakan

Lebih terperinci

Sihana

Sihana Surabaya, 5-9 Oktober 2015 Sihana Email: sihana@ugm.ac.id Pendahuluan Keamanan nuklir Sistem proteksi fisik SPF Fasilitas nuklir SPF pengangkutan bahan nuklir 2 Industrial Medical Isotopes Isotopes Application

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pemanfaatan sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SINERGI SAFEGUARDS SAFETY DAN SECURITY

SINERGI SAFEGUARDS SAFETY DAN SECURITY SINERGI SAFEGUARDS SAFETY DAN SECURITY Pusat Reaktor Serba Guna-BATAN endang@batan.go.id ABSTRAK SINERGI SAFEGUARDS SAFETY DAN SECURITY. Penggunaan energi nuklir untuk kepentingan kesejahteraan dan perdamaian

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NUCLEAR ENERGY REGULATORY AGENCY BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR Jl. Gajah Mada 8, Jakarta-10120, Telp.021-638 582 69-70, Fax: 021-638 566 13 Homepage: www.bapeten.go.id E-mail:

Lebih terperinci

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BUKU III Biro Peraturan Perundang-undangan, Humas dan Tata Usaha Pimpinan BKPM 2015 DAFTAR ISI 1. PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KONSEP DAN TUJUAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

KONSEP DAN TUJUAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR KONSEP DAN TUJUAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR RINGKASAN Penggunaan uranium sebagai bahan bakar pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) selain menghasilkan tenaga listrik dapat juga menghasilkan bahan

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang No.185, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Keselamatan. Keamanan. Zat Radio Aktif. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5728). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.107, 2012 NUKLIR. Instalasi. Keselamatan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5313) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 KESELAMATAN NUKLIR M I S I Misi keselamatan nuklir adalah untuk melindungi personil, anggota masyarakat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.844, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BATAN. Unit Kerja. Rinvian Tugas. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

KAJIAN KESELAMATAN PADA PROSES PRODUKSI ELEMEN BAKAR NUKLIR UNTUK REAKTOR RISET

KAJIAN KESELAMATAN PADA PROSES PRODUKSI ELEMEN BAKAR NUKLIR UNTUK REAKTOR RISET KAJIAN KESELAMATAN PADA PROSES PRODUKSI ELEMEN BAKAR NUKLIR UNTUK REAKTOR RISET Rr.Djarwanti Rahayu Pipin Sudjarwo Pusat Radioisotop Dan Radiofarmaka BATAN, Gedung 11 kawasan Puspiptek Serpong Sekretaris

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DAN B3 DI IRM. Sunardi

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DAN B3 DI IRM. Sunardi PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DAN B3 DI IRM Sunardi ABSTRAK PENGELOLAAN LlMBAH RAOIOAKTIF DAN B3 01 IRM. Telah dilakukan pengelolaan Limbah radioaktif dan B3 di Instalasi Radiometalurgi (IRM). Limbah radioaktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Memperoleh energi yang terjangkau untuk rumah tangga dan industri adalah aktivitas utama pada masa ini dimana fisi nuklir memainkan peran yang sangat penting. Para

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENGEMBANGAN ENERGI NUKLIR INDONESIA

KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENGEMBANGAN ENERGI NUKLIR INDONESIA Seminar Arsitektur Rezim Nuklir Internasional: Peran Indonesia dalam Konferensi CTBTO, Surabaya, 2 Oktober 2014 KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENGEMBANGAN ENERGI NUKLIR INDONESIA Yaziz Hasan Biro Hukum, Hubungan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2015 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. Penilaian. Verifikasi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA KP PERKA- 24 OKT 2014 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA DIREKTORAT PENGATURAN PENGAWASAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN INSPEKSI. Oleh: Karsono Linggoatmodjo PPTN Bandung. Maksud dan tujuan inspeksi adalah memberi jaminan bahwa adanya data

RANCANGAN INSPEKSI. Oleh: Karsono Linggoatmodjo PPTN Bandung. Maksud dan tujuan inspeksi adalah memberi jaminan bahwa adanya data BPTA: Lokakarya SPPBN. Jakarta, 30-3/ Mei /996 RANCANGAN INSPEKSI Oleh: Karsono Linggoatmodjo PPTN Bandung I. MAKSUD DAN TUJUAN SUA TU INSPEKSI Maksud dan tujuan inspeksi adalah memberi jaminan bahwa adanya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF BENTUK PADAT BERAKTIVITAS RENDAH DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2007

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF BENTUK PADAT BERAKTIVITAS RENDAH DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2007 PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF BENTUK PADAT BERAKTIVITAS RENDAH DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2007 S u n a r d i Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, BATAN ABSTRAK PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF BENTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL BUDAYA SAFEGUARDS PADA INSTALASI NUKLIR

KAJIAN AWAL BUDAYA SAFEGUARDS PADA INSTALASI NUKLIR Kajian Awal Budaya Safeguards...(Liliana Yetta Pandi, Endang Susilowati) KAJIAN AWAL BUDAYA SAFEGUARDS PADA INSTALASI NUKLIR Liliana Yetta Pandi 1), Endang Susilowati 2) 1) BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1549, 2013 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. TENORM. Keselamatan Radiasi. Proteksi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Lebak Bulus Raya No.49, Kotak Pos 7043 JKSKL, Jakarta

Lebih terperinci

PEMANTAUAN LINGKUNGAN DI SEKITAR PUSAT PENELITIAN TENAGA NUKLIR SERPONG DALAM RADIUS 5 KM TAHUN 2005

PEMANTAUAN LINGKUNGAN DI SEKITAR PUSAT PENELITIAN TENAGA NUKLIR SERPONG DALAM RADIUS 5 KM TAHUN 2005 PEMANTAUAN LINGKUNGAN DI SEKITAR PUSAT PENELITIAN TENAGA NUKLIR SERPONG DALAM RADIUS 5 KM TAHUN 005 Agus Gindo S., Syahrir, Sudiyati, Sri Susilah, T. Ginting, Budi Hari H., Ritayanti Pusat Teknologi Limbah

Lebih terperinci

PENENTUAN FRAKSI BAKAR PELAT ELEMEN BAKAR UJI DENGAN ORIGEN2. Kadarusmanto, Purwadi, Endang Susilowati

PENENTUAN FRAKSI BAKAR PELAT ELEMEN BAKAR UJI DENGAN ORIGEN2. Kadarusmanto, Purwadi, Endang Susilowati PENENTUAN FRAKSI BAKAR PELAT ELEMEN BAKAR UJI DENGAN ORIGEN2 Kadarusmanto, Purwadi, Endang Susilowati ABSTRAK PENENTUAN FRAKSI BAKAR PELAT ELEMEN BAKAR UJI DENGAN ORIGEN2. Elemen bakar merupakan salah

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, - 1 - RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 27/2002, PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF *39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS. Revisi - 1 Nopember 2005 Halaman 1 dari 31 KATA PENGANTAR

RENCANA STRATEGIS. Revisi - 1 Nopember 2005 Halaman 1 dari 31 KATA PENGANTAR Revisi - 1 Nopember 2005 Halaman 1 dari 31 KATA PENGANTAR Berbasis pada arahan Pimpinan maka telah dilaksanakan telaah pada Renstra versi 0 yang telah ditandatangani pada bulan Mei 2005 khususnya perihal

Lebih terperinci

PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT RINGKASAN Reaktor pembiak cepat (Fast Breeder Reactor/FBR) adalah reaktor yang memiliki kemampuan untuk melakukan "pembiakan", yaitu suatu proses di mana selama reaktor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGAWASAN PLTN

KEBIJAKAN PENGAWASAN PLTN KEBIJAKAN PENGAWASAN PLTN Dr. Khoirul Huda, M.Eng. Deputy Chairman Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Konferensi Informasi Pengawasan Jakarta, 12 Agustus 2015 1 Agenda Presentasi Pendahuluan Peta Pemanfaatan

Lebih terperinci

LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR

LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR RINGKASAN Inspeksi keselamatan pada fasilitas nuklir termasuk regulasi yang dilakukan oleh Komisi Keselamatan Tenaga Nuklir adalah

Lebih terperinci

SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS

SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS A.Mariatmo, Edison, Jaja Sukmana ABSTRAK Sistem pelaporan kejadian di RSG GAS mengikuti sistem pelaporan kejadian untuk reaktor riset IRSRR yang dikeluarkan oleh IAEA,

Lebih terperinci

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR RINGKASAN Daur bahan bakar nuklir merupakan rangkaian proses yang terdiri dari penambangan bijih uranium, pemurnian, konversi, pengayaan uranium dan konversi ulang menjadi

Lebih terperinci

PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009

PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009 PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009 L.Kwin Pudjiastuti, Syahrir,Untara, Sri widayati*) ABSTRAK PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN

Lebih terperinci

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI 1 Introduksi: Isu proliferasi senjata nuklir merupaka salah satu isu yang menonjol dalam globalisasi politik dunia. Pentingnya isu nuklir terlihat dari dibuatnya

Lebih terperinci

KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA

KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA S. Nitiswati 1), Djoko H.N 1), Yudi Pramono 2) 1) Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN 2) Direktorat Pengaturan, Pengawasan Instalasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4202) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Sihana

Sihana Surabaya, 5-9 Oktober 2015 Sihana Email: sihana@ugm.ac.id Pelatihan Keamanan Nuklir Untuk First Responder Pendahuluan Definisi ADD Jenis ADD Nasional Lokal 2 Industrial Medical Isotopes Isotopes Application

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 2007 LINGKUNGAN HIDUP. Tenaga Nuklir. Keselamatan. Keamanan. Pemanfaatan. Radioaktif. Radiasi Pengion.

Lebih terperinci

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN A.1. Daftar parameter operasi dan peralatan berikut hendaknya dipertimbangkan dalam menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DUPIC SEBAGAI ALTERNATIF PENUTUPAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

TEKNOLOGI DUPIC SEBAGAI ALTERNATIF PENUTUPAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR TEKNOLOGI DUPIC SEBAGAI ALTERNATIF PENUTUPAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR Erlan Dewita, Djati H Salimy Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan Jakarta12710 Telp/Fax:

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA. No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

REAKTOR PEMBIAK CEPAT REAKTOR PEMBIAK CEPAT RINGKASAN Elemen bakar yang telah digunakan pada reaktor termal masih dapat digunakan lagi di reaktor pembiak cepat, dan oleh karenanya reaktor ini dikembangkan untuk menaikkan rasio

Lebih terperinci

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF RINGKASAN Jenis dan tingkat radioaktivitas limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian fasilitas nuklir bervariasi, oleh karena itu diperlukan proses penyimpanan

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dani Budi Satria Putu Tuni Cakabawa Landra I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Komposisi Masukan Perhitungan dilakukan dengan menjadikan uranium, thorium, plutonium (Pu), dan aktinida minor (MA) sebagai bahan bakar reactor. Komposisi Pu dan MA yang

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BURN UP BAHAN BAKAR REAKTOR RSG-GAS MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM BATAN-FUEL. Mochamad Imron, Ariyawan Sunardi

PERHITUNGAN BURN UP BAHAN BAKAR REAKTOR RSG-GAS MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM BATAN-FUEL. Mochamad Imron, Ariyawan Sunardi Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Aplikasi Reaktor Nuklir PRSG Tahun 2012 ISBN 978-979-17109-7-8 PERHITUNGAN BURN UP BAHAN BAKAR REAKTOR RSG-GAS MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM BATAN-FUEL Mochamad Imron,

Lebih terperinci

PEMASANGAN SISTEM MONITOR PADA SISTEM BANTU REAKTOR KARTINI

PEMASANGAN SISTEM MONITOR PADA SISTEM BANTU REAKTOR KARTINI PEMASANGAN SISTEM MONITOR PADA SISTEM BANTU REAKTOR KARTINI Marsudi, Rochim Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 ykbb, Yogyakarta 55281 ABSTRAK PEMASANGAN SISTEM

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG KETENTUAN SISTEM PROTEKSI FISIK INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG KETENTUAN SISTEM PROTEKSI FISIK INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG KETENTUAN SISTEM PROTEKSI FISIK INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA Oleh: Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir

Lebih terperinci