PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH TERKAIT DENGAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (STUDI PADA BANK X)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH TERKAIT DENGAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (STUDI PADA BANK X)"

Transkripsi

1 PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH TERKAIT DENGAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (STUDI PADA BANK X) Nindira Andaru, Aad Rusyad Nurdin, dan Nadia Maulisa Departemen Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus FHUI Gedung A, Depok 16424, Jawa Barat ABSTRAK Skripsi ini membahas penerapan manajemen risiko dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana penerapan manajemen risiko dalam pemberian KPR menurut peraturan yang berlaku, secara khusus dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP; dan bagaimana penerapan manajemen risiko dalam pemberian KPR pada praktiknya di Bank X berkaitan dengan kebijakan pembatasan Loan to Value (LTV). Kesimpulan: pertama, penerapan manajemen risiko sebagaimana tercantum dalam SEBI 15/40/DKMP yang mencabut SEBI 14/10/DPNP telah cukup memadai dan tersosialisasi dengan baik. Kedua, ketentuan dalam SEBI 15/40/DKMP telah dijalankan sebagaimana mestinya oleh Bank X dalam pemberian fasilitas KPR, namun batasan LTV di Bank X juga turut didasarkan pada zona lokasi. Kata kunci: Manajemen Risiko; Kredit Pemilikan Rumah; Loan to Value The Implementation of Risk Management in House Ownership Credit (KPR) Related to the Policy of Loan to Value Ratio (Study on X Bank) ABSTRACT This paper discusses the implementation of risk management in the provision of House Ownership Credit (KPR). The main issue in this paper focuses on the implementation of risk management in the provision of House Ownership Credit according to prevailing regulation in Indonesia, specifically regulated in BI Circular Letter No. 15/40/DKMP; also about the implementation in practice at X Bank related to the policy of Loan to Value (LTV). The first conclusion shows that the implementation on risk management as regulated in BI Circular Letter No. 15/40/DKMP which officially deactivates the Circular Letter No. 14/10/DPNP is adequate and the socialization has been conducted properly by BI. The second conclusion shows that the clause of the BI Circular

2 Letter No. 15/40/DKMP has been duly executed by X bank in the provision of House Ownership Credit facilities. But the LTV limits also based on the location of the zone. Key words: Risk Management; House Ownership Credit; Loan to Value Pendahuluan Industri perbankan memiliki fungsi pokok yaitu sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun serta menyalurkan dana dari masyarakat ataupun pihak ketiga. Hal tersebut dimuat dalam Penjelasan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Beragamnya kebutuhan masyarakat seiring dengan perkembangan zaman telah menempatkan kredit sebagai salah satu produk jasa perbankan yang paling banyak diminati. Sedangkan dari sisi bank, kredit merupakan sumber pendapatan yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan bank itu sendiri. Banyak nasabah yang kini melakukan aktivitas perkreditan karena kredit sangat membantu dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, maupun papan. Sektor papan (perumahan) merupakan salah satu sektor bisinis yang menarik dan cukup menjanjikan saat ini karena semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat akan perumahan. Maka, kredit konsumsi merupakan produk jasa yang menjadi favorit bagi para debitur. Namun, kebutuhan tersebut sering mengalami hambatan karena minimnya dana yang dimiliki oleh debitur yang ingin memiliki rumah. Maka dari itu, bank-bank yang melaksanakan kegiatan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan sasaran alternatif utama dalam pembiayaan perumahan. Hal ini dikarenakan bank merupakan penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana untuk melaksanakan berbagai macam kegiatan ekonomi. Setiap bank harus peka terhadap segala risiko yang akan timbul, terutama dalam proses pemberian KPR. Kepekaan tersebut menjadi bukti bahwa bank membutuhkan manajemen yang berbasis risiko. Manajemen bank berbasis risiko disini bukan berarti menghilangkan risiko sampai menjadi nihil, namun lebih menekankan kepada bagaimana mengukur, mengelola, mengambil keuntungan, dan mengamankan bank dari segala risiko yang ada. Apabila dikaitkan dengan pemberian KPR oleh bank umum, maka bank yang

3 memberikan fasilitas kredit tersebut harus cermat dalam mengikuti perubahan lingkungan bisnis perumahan, baik terhadap perubahan ekonomi, politik, sosial, budaya, lingkungan alam, teknologi pengolahan, teknologi informasi, lingkungan demografi, birokrasi, maupun otonomi daerah. Perubahan tersebut tentunya akan memberikan berbagai implikasi yang dapat mempengaruhi kinerja suatu bank dalam mengelola kredit. Penetapan besaran Loan to Value (LTV) telah diatur oleh Bank Indonesia melalui SE BI No. 14/10/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah atau Kredit Kendaraan Bermotor. Peraturan tersebut dikeluarkan karena adanya peningkatan kredit konsumsi yang tinggi beserta dengan meningkatnya potensi risiko kredit, khususnya bagi KPR dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). LTV mengatur pembatasan angka rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadpa nilai agunan pada saat awal pemberian kredit, dimana dalam penyaluran KPR ditetapkan paling tinggi sebesar 70%. Kebijakan LTV ini kemudian diperdalam pada tahap kedua yang menghasilkan SE BI No. 15/40/DKMP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit, atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. SE BI ini telah memberikan pengaturan yang lebih ketat terkhusus kepada KPR sejak September 2013 lalu. Berdasarkan dari latar belakang yang telah diungkapkan oleh penulis, telah ditemukan dua pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan manajemen risiko dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia? 2. Bagaimana penerapan manajemen risiko dalam pemberian KPR pada praktiknya di Bank X sehubungan dengan adanya kebijakan pembatasan Loan to Value? Kemudian tujuan dari penulisan skripsi ini diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaturan mengenai manajemen risiko dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah yang berlaku di Indonesia. 2. Menganalisa penerapan manajemen risiko KPR di Bank X sehubungan dengan hadirnya kebijakan pembatasan Loan to Value yang berdasar pada pilar-pilar yang ada dalam konsep Basel Accord dan Peraturan Perbankan.

4 Tinjauan Teoritis Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum. Kebijakan tersebut telah diatur secara jelas dalam Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan, yang berbunyi: Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan SK tersebut, setiap Bank Umum wajib memiliki Kebijakan Perkreditan Bank (KPB) secara tertulis dan harus mendapat persetujuan dari dewan komisaris bank. Kemudian kebijakan tersebut nantinya wajib disampaikan kepada Bank Indonesia. Di dalam Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), setidaknya memuat 7 bab yang berisi hal-hal sebagai berikut: 1. Kebijakan Umum; 2. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan; 3. Organisasi dan manajemen perkreditan; 4. Kebijakan persetujuan kredit; 5. Dokumentasi dan administrasi kredit; 6. Pengawasan kredit; 7. Penyelesaian kredit bermasalah. Bank di dalam setiap kegiatan pemberian kredit yang ditawarkannya harus terlebih dahulu melakukan penilaian kredit, yang berlaku juga bagi setiap pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dimana risiko-risiko yang mungkin dihadapi oleh bank cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian kredit lainnya. Bank harus menerapkan prinsip perkreditan yang disebut juga dengan prinsip 5C, uraiannya adalah sebagai berikut: 1 a) Character, yaitu penilaian kepada calon nasabah debitur mengenai kemampuan untuk memenuhi kewajibannya. Bank wajib mengetahui apakah calon nasabah debiturnya hal Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005),

5 memiliki watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang positif serta memiliki rasa tanggung jawab. b) Capacity, yaitu penilaian kepada calon debitur terhadap kemampuan untuk melunasi kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dilakukannya yang akan dibiayai dengan kredit dari Bank. c) Capital, yaitu jumlah dana atau modal yang dimiliki oleh calon nasabah debitur atau pemohon kredit. d) Collateral, yaitu barang-barang jaminan yang diserahkan oleh nasabah debitur kepada kreditur atas jaminan kredit yang diterimanya. e) Condition of Economy. Secara umum, setiap Bank perlu memperhatikan kondisi ekonomi dan kondisi sektor usaha pemohon kredit dalam rangka pemberian kredit untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi akibat pengaruh dari kondisi perekonomian suatu negara atau daerah. Secara umum, risiko dapat diartikan sebagai suatu bahaya, ancaman, atau kemungkinan terjadinya berbagai tingkat profitability yang memburuk bahkan dapat menimbulkan kerugian suatu bank. Pertumbuhan industri perbankan yang semakin luas dan dalam inilah yang menciptakan peluang bagi terjadinya risiko dalam skala yang lebih tinggi. Seluruh aktivitas bank, produk, dan layanan bank hampir selalu berkaitan dengan uang, yang menyebabkam bank akan selalu memiliki risiko yang melekat (inherent). Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI Nomor 11/25/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, telah menunjukkan bahwa proses penerapan manajemen risiko telah menjadi aspek utama dan wajib diterapkan di setiap bank di Indonesia. Terdapat 8 jenis risko sebagaimana yang telah diatur dalam PBI tersebut, diantaranya yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik, serta risiko kepatuhan. Namun penulis terfokus terhadap lima risiko yang memiliki kaitan erat dengan proses pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), diantaranya sebagai berikut: a. Risiko Kredit (credit risk), merupakan risiko kerugian bagi suatu bank karena nasabah debitur tidak melunasi kembali pokok pinjaman serta bunga. Bank harus melakukan analisis kredit (Credit Appraisal Techniques). Analisis kredit bertujuan untuk memastikan bahwa unit usaha yang dibiayainya tersebut mampu untuk melunasi kembali pinjaman yang telah diberikan oleh Bank ditambah dengan pelunasan bunga.

6 b. Risiko Pasar, merupakan kerugian yang diderita oleh suatu bank pada posisi on-balanced sheet dan off-balanced sheet bank akibat terjadinya market price atas aset bank, interest rate, market volatility, dan market liquidity. 2 Risiko ini muncul akibat adanya pergerakan harga pasar ke arah yang merugikan yang dilihat dari hasil perdagangan portofolio selama periode tertentu setelah dilakukan transaksi. c. Risiko Operasional merupakan risiko yang timbul akibat adanya kegagalan pihak internal bank dalam melaksanakan atau menerapkan prosedur dalam suatu kegiatan perbankan. Kegiatan yang termasuk dalam risiko ini adalah adanya kecurangan, ketidakjujuran, kegagalan manajemen, sistem pengendalian yang tidak memadai, maupun prosedur operasional yang tidak tepat. Risiko ini dapat menimbulkan terjadinya risiko pasar dan risiko kredit. d. Risiko Likuiditas, yaitu risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas atau asset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa menggangu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. 3 Pengaturan tentang risiko likuiditas ini juga diatur dalam Undang-Undang Perbankan dalam Pasal 37, yaitu terkait dengan tindakan yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia apabila suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. e. Risiko Hukum, merupakan risiko yang berasal dari adanya ketidakpastian dalam menginterpretasikan suatu kontrak, hukum, atau peraturan. 4 Hal ini juga berhubungan dengan kemungkinan timbulnya suatu upaya hukum yang dilakukan oleh pihak tertentu kepada perusahaan yang dapat mengancam kesehatan, bahkan kelangsungan perusahaan itu sendiri. 5 Risiko ini perlu diwaspadai agar terhindar dari efek kerugian (Potential Loss) suatu bank. Pada dasarnya, kewajiban setiap bank untuk menerapkan manajemen risiko sebagaimana yang telah ditetapkan PBI Manajemen Risiko bertujuan untuk meningkatan kehati-hatian, terutama dalam setiap aktivitas pemberian kredit konsumsi. Maka dari itu, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan Penerapan manajemen risiko dalam 2 Masyhud Ali, Manajemen Risiko: Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, LN. No. 103 DPNP Tahun 2009, TLN No. 5029, Ps. 1 angka 8. 4 Ferry N. Idroes dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hal Bramantyo Djohanputro, Manajemen Risiko Korporat, (Jakarta: PPM, 2008), hal 168.

7 pemberian KPR, yang semula diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/10/DPNP 15 Maret 2012, kemudian dicabut dan diganti dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP 24 September 2013 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit, atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Metode Penelitian Ditinjau dari tujuannya, bentuk penelitian hukum yang penulis gunakan adalah metode penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Pada metode ini menggunakan pendekatan deskriptif, yang menjelaskan secara rinci mengenai apa yang ingin dipaparkan dengan memberikan analisis terhadap permasalahan yang ditemukan, serta didukung dengan wawancara dari narasumber guna untuk mendukung penelitian. 6 Wawancara akan dilakukan dengan narasumber dari praktisi perbankan dari Bank Umum, yaitu Bank X yang sama-sama menerapkan Manajemen Risiko terhadap pemberian Kredit Pemilikan Rumah. Dalam penelitian ini, bahan hukum yang penulis gunakan adalah data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Uraian lebih rinci adalah sebagai berikut: 1. Bahan hukum primer, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penerapan manajemen risiko kredit pada Bank Umum dalam proses pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), seperti UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, PBI No 5/8/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 11/25/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, SE BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor, dan SE BI No. 14/10/DPNP 15 Maret Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Cet. 7 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 13.

8 Perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendataan Bermotor; 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan informasi yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer serta implementasinya, seperti buku teks, artikel, laporan penelitian yang berhubungan permasalahan yang diteliti, maupun internet. 3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap sumber hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, dan ensiklopedia. 7 Hasil Penelitian Penerapan Manajemen Risiko dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang berlaku di Indonesia didasari pada PBI No. 5/8/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 11/25/2009 tentang Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yakni mencakup: a. Pengawasan aktif dari dewan Komisaris dan Direksi; b. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Bank X senantiasa melakukan berbagai insiatif strategis yang berkaitan dengan pelaksanaan manajemen risiko agar dapat diimplementasikan dalam setiap kegiatan usaha hariannya secara baik dan maksimal. Salah satu target dari Bank X dalam penerapan manajemen risiko berdasarkan Laporan Tahunan Bank X tahun 2013, yaitu ingin lebih fokus tidak hanya kepada pengembangan dan simulasi pengukuran risiko dan permodalan, tetapi juga difokuskan kepada pengembangan budaya dasar risiko pada segenap jajaran di Bank X serta terhadap fungsi pengawasan yang bersifat preventif dalam rangka meminimalisir timbulnya risiko. 8 Bentuk implementasi yang dimaksud adalah dengan melakukan Penilaian Profil Risiko serta melakukan penilaian sendiri (self-assessment). Berikut ini adalah berbagai 7 Ibid., hal Transformasi yang didukung dengan Implementasi Tata Kelola yang Baik dalam Pencapaian Bisnis Berkualitas, (Laporan Tahunan Bank X Tahun 2013), Op.Cit., 271.

9 bentuk pengelolaan Risiko Inheren yang dilakukan oleh Bank X terhadap masing-masing risiko: 9 a) Risiko Kredit, antara lain dengan secara teratur meninjau dan memperbarui Pedoman Kebijakan Manajemen Risiko Bank X (PD No. 07/PD/RMD/2013 tanggal 27 November 2013) serta Pedoman Kebijakan Kredit dan Pembiayaan sebagai proses penilaian risiko. Kemudian Bank X juga memantau eksposur risiko kredit sejak proses pemberian kredit sampai dengan jatuh tempo, seperti memastikan kepatuhan dengan persyaratan kredit, kecukupan agunan, dan penanganan kredit bermasalah. b) Risiko Likuiditas, yang mencakup Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi; adanya Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit (mencakup Risk Appetite dan Risk Tolerance); Proses Manajemen Risiko dan Sistem Informasi Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas; serta Sistem Pengendalian Intern. c) Risiko Pasar, dengan menggunakan perhitungan Standard Method yang dihubungkan untuk menghitung Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) untuk risiko pasar. Kemudian dilakukan juga stress testing untuk mengukur sejauh mana Bank X dapat bertahan menghadapi pengaruh perubahan kondisi eksternal, khususnya pada perubahan suku bunga pasar. d) Risiko Operasional, dengan melakukan langkah antisipasi seperti menghitung pencadangan modal berdasarkan kebutuhan modal minimum (CAR) dengan menerapkan metode Pendekatan Indikator Dasar (PID). 10 Kemudian dilakukan juga penilaian pengendalian internal pada setiap aktivitas Bank X, serta membuat kebijakan dan prosedur yang harus dipatuhi oleh seluruh satuan kerja Bank. e) Risiko Hukum, dengan cara mengevaluasi efektivitas implementasi dari setiap regulasi kebijakan, prosedur, serta kepatuhan yang dibuat secara berkala. Berdasar pada penelitian ini, regulasi yang dimaksud adalah regulasi hukum dalam pemberian KPR. Secara singkat, keseluruhan tahap penerapan manajemen risiko kredit dilakukan sebagai upaya untuk mendeteksi segala potensi risiko yang dimungkinkan muncul dikemudian hari yang akan mempengaruhi usaha perbankan dan permodalan bank tersebut. 9 Transformasi yang didukung dengan Implementasi Tata Kelola yang Baik dalam Pencapaian Bisnis Berkualitas, (Laporan Tahunan Bank X Tahun 2013), Op.Cit., hal Lihat Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/3/DPNP tanggal 27 Januari 2009 perihal Perhitungan Aset Tertimbang Meurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Operasional dengan Menggunakan Pendekatan Indikator Dasar (PID), Romawi I huruf E.

10 Berikut adalah penjelasan terperinci mengenai penerapan manajemen risiko dalam proses pemberian KPR di Bank X: 11 1) Pemeriksaan kebenaran dan kelengkapan informasi tentang calon debitur saat mengajukan permohonan kredit Setidaknya, Calon debitur atau pemohon adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan berdomisili di Indonesia. Bagi calon nasabah KPR FLPP harus belum pernah memiliki rumah dan belum pernah menerima subsisdi pemerintah. Pemohon juga harus memiliki transaksi yang lancar selama tiga bulan terakhir sampai dengan tanggal verifikasi, serta tidak terdaftar dalam daftar negatif Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI). Permohonan kredit oleh pemohon harus memuat informasi yang lengkap dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank X, termasuk riwayat perkreditannya di bank lain. Disinilah Bank X harus memastikan kebenaran seluruh data dan informasi yang disampaikan dalam permohonan kredit. kemudian pemohon wajib melampirkan beberapa data penting kepada Bank, sepertgi identitas pemohon, slip gaji terakhir, fotocopy NPWP, dan lain sebagainya. 2) Verifikasi On The Spot Jika berkas pengajuan kredit telah lolos pada kriteria kelayakan, maka akan dilanjutkan oleh bagian Account Officer, yang akan melakukan pengecekan tentang keberadaan dan kebenaran syarat informasi di lapangan. Berkas tersebut kemudian akan diserahkan kepada Kepala Unit untuk dilakukan pengecekan kembali atau dual control. Dalam hal ini Kepala Unit berfungsi untuk melakukan pengawasan langsung terhadap kinerja Account Officer. 3) Pencairan dana dan pelunasan kredit a. Pencairan dana Dana pinjaman akan dicairkan ke rekening debitur, sedangkan KPR akan langsung di transfer ke rekening pengembang (developer) sesuai dengan perjanjian kerja sama dengan developer. Pada dasarnya, dana harus dicairkan secara seluruhnya oleh Bank X, dengan catatan apabila fasilitas KPR diberikan bagi properti atau rumah yang sifatnya siap huni atau siap pakai. Namun Bank X juga dapat 11 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Adi Santosa (Branch Risk Officer Bank X Cabang Margonda) yang diadakan pada Selasa, 16 Desember 2014, Pukul 14:00 sampai 14:45 WIB di Ruang Rapat Bank X Lt. 3, Jl. Margonda Raya 186, Depok.

11 mencairkan dana secara bertahap, apabila debitur ingin menggunakan fasilitas produk KPR X Platinum maupun Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) terhadap pembelian rumah atau apartemen yang belum jadi (indent), atau apabila developer ingin menggunakan fasilitas Kredit Konstruksi terhadap unit-unit rumah yang sifatnya adalah siap bangun. Hal ini dikuatkan pada ketentuan dalam SE BI No. 15/40/DKMP 12. b. Pelunasan Kredit Pelunasan dilakukan oleh nasabah debitur sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Setiap nasabah debitur yang menggunakan fasilitas KPR dari Bank X wajib membuka rekening atau memiliki rekening di Bank X. Angsuran disetor setiap bulannya pada tanggal yang telah ditetapkan dengan turut mempertimbangkan perkembangan pembangunan propertinya. Bentuk pelunasan pembayarannya bisa secara penuh ataupun sebagian secara bertahap, dengan wajib menyertakan dokumen konfirmasi dari debitur. 4) Penagihan Pada dasarnya, proses penagihan ini dilakukan oleh Bank X kepada nasabah debiturnya dengan mula-mula mengklasifikasikan umur tunggakan dari suatu produk yang digunakan oleh nasabah debitur, dalam hal ini yaitu produk Kredit Pemilikan Rumah. Klasifikasi ini didasarkan pada jumlah hari yang melampaui tanggal jatuh tempo pembayaran, disebut juga dengan Days Past Due (DPD). Berikut ini adalah pemaparan kolektibilitas kredit setelah tanggal jatuh tempo pembayaran: Days Past Due (DPD) Kolektibilitas 0 hari Lancar 1 90 hari Dalam perhatian khusus hari Kurang lancar hari Diragukan > 180 hari Macet 5) Pemantauan Kredit 12 Indonesia, SE BI No. 15/40/DKMP 24 September 2013, Bagian F angka 3 huruf d.

12 Proses pemantauan kredit (Monitoring) yang dilakukan oleh Bank X ini bertujuan untuk mengendalikan seluruh faktor-faktor risiko (risk factors) yang bersifat material, agar tidak terjadi adanya kredit bermasalah. Pada tahap ini, manajemen risiko yang dilakukan hanya sebatas upaya pengukuran dan pengawasan kredit saja. 6) Identifikasi Potensi terjadinya Risiko Kredit Kredit bermasalah dapat terjadi bisa dikarenakan adanya dua faktor, baik dari faktor pihak intern maupun pihak ekstern. Faktor-faktor yang berasal dari pihak intern dapat terjadi karena adanya persetujuan pemberian kredit yang terlalu tinggi pada suatu bank, sehingga menyebabkan tingkat Non Performance Loan (NPL) meninggi. Kemudian faktor dari pihak ekstern yaitu adanya debitur yang gagal bayar dalam pelunasan kredit. 7) Penggolongan kredit bermasalah Penggolongan yang dimaksud bertujuan untuk memudahkan bank dalam menentukan kebijakan atau ketentuan yang perlu diterapkan kepada masing-masing nasabah debiturnya sesuai dengan klasifikasi kredit. Pemberian surat peringatan merupakan salah satu upaya efektif yang dilakukan oleh Bank X untuk mengingatkan nasabah debitur Bank X akan tunggakannya yang telah terlambat. 8) Penyelesaian Kredit Bermasalah Dalam menangani kredit bermasalah, bank dalam hal ini membuat suatu kebijakan dalam rangka meminimalkan risiko kredit. Proses penanganan debitur ini hanya berlaku bagi nasabah debitur yang terbukti mendapatkan kesulitan pembayaran atas pelunasan, baik pelunasan pokok, bunga, maupun denda namun masih memiliki kesanggupan untuk membayarnya dimasa mendatang. Berdasarkan Pasal 1 ayat (26) PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank jo. Bagian IX SE BI No. 15/28/DPNP perihal Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, upaya penyelamatan kredit bermasalah dilakukan dengan cara restrukturisasi kredit. Sebagai tambahan mendasar, Bank dilarang atau dibatasi untuk melakukan transaksitransaksi tertentu pada pihak asing, termasuk pada pemberian penyaluran kredit dalam rupiah dan/atau valuta asing kepada pihak asing. Hal ini didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 2 Jo. Pasal 3 huruf a Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/2005 sebagaimana telah diubah dengan

13 PBI No. 16/9/2014 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. Namun, terdapat beberapa pengecualian terhadap pengaturan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Huruf c pada PBI Pembatasan Transaksi Rupiah oleh Bank, dimana salah satu diantaranya adalah pengecualian terhadap pemberian kredit konsumsi yang digunakan di dalam negeri baik dengan cara membeli, menyewa, atau dengan cara lain, termasuk di dalamnya KPR. Ketentuan pemilikan rumah dan cara perolehan hak atas tanah bagi orang asing dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 13 a. Membeli atau membangun rumah di atas tanah dengan Hak Pakai atas tanah Negara atau Hak Pakai atas tanah Hak milik; b. Membeli satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara; c. Membeli atau membangun rumah diatas tanah Hak Milik atau Hak Sewa Untuk Bangunan atas dasar perjanjian tertulis dengan pemilik hak atas tanah yang bersangkutan. Namun perlu diingat bahwa ketiga cara di atas hanya dapat dilakukan terhadap rumah atau satuan rumah susun yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat sederhana, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing. Secara keseluruhan, Bank X tidak mengalami dampak negatif dari pengetatan kebijakan LTV, namun hal tersebut jelas berpengaruh terhadap tingkat konsumen rumah yang cenderung menurun secara nasional, terutama untuk rumah kedua dan rumah ketiga karena uang muka yang semakin mahal. Namun Bank X menyadari bahwa dampak dari adanya penerapan LTV yang baru ini salah satunya adalah uang muka konsumen yang menjadi lebih mahal, terutama dalam pembelian properti tipe besar dan komersial. Tidak hanya itu, ketentuan tersebut juga berdampak dari sisi pengembang, dimana sebagian dari mereka cenderung beralih ke pembangunan perumahan dengan tipe properti menengah kecil. Pembahasan Kredit Pemilikan Rumah merupakan suatu kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah tinggal berupa rumah tapak (tidak termasuk rumah susun, rumah toko, ataupun rumah kantor) dengan agunan berupa rumah tinggal yang diberikan bank kepada nasabah debitur perorangan 13 Indonesia, Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996, Ps 2.

14 dengan jumlah maksimum pinjaman yang telah ditentukan berdasarkan nilai agunan. 14 Dalam setiap pemberian KPR kepada pada debitur, bank juga perlu memerhatikan segala risiko yang mungkin timbul akibat dari pemberian tersebut, baik apakah itu meliputi risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, maupun risiko hukum. Maka dari itu, setiap bank wajib untuk menerapkan manajemen risiko secara efektif dalam setiap kegiatan usahanya. Dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bagi Bank di Indonesia yang melakukan aktivitas pemberian Kredit Pemilikan Rumah, serta demi menjaga kesinambungan sektor properti yang sehat, diperlukan suatu kebijakan yang bersifat counter cyclical 15 sehingga tingkat pertumbuhan sektor properti dalam jangka panjang akan minim dari segala peristiwa yang tidak diharapkan. Pertumbuhan kredit yang tinggi dapat dikontrol dengan suku bunga, namun penggunaan pada instrumen dalam kredit pemilikan rumah ini dapat berimbas ke sektor lain yang tidak dikehendaki. Maka dari itu, kebijakan Loan to Value (LTV) menjadi alternatif kebijakan untuk mengatur segmen KPR. 16 Terkait dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah mengambil langkah-langkah kebijakan makroprudensial untuk kredit perumahan dengan mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor. Surat Edaran Bank Indonesia tersebut hadir dan berlaku sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Namun Surat Edaran BI No. 14/10/DPNP yang baru diimplementasikan sejak 15 Juni 2012 lalu memiliki beberapa kompleksitas permasalahan sehingga peraturan tersebut dicabut dan selanjutnya Bank Indonesia menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Properti dan Kredit Kendaraan Bermotor tanggal 24 September Secara singkat, ketentuan LTV yang diatur pada SE BI No. 14/10/DPNP ini lebih dikenal dengan penetapan besaran Loan to Value (LTV), dimana mengatur mengenai angka 14 Ady Imam Taufik, Agar KPR Langsung Disetujui Bank: Bagaimana Caranya?, (Jakarta:Media Pressindo, 2011), hal Pengertian istilah Counter Cyclical adalah melakukan pengetatan regulasi dalam kondisi pertumbuhan kredit yang tinggi untuk menjaga agar perekonomian tetap produkti dan mampu menghadapi tantang sektor keuangan di masa yang akan datang. (Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Laporan Pengawasan Perbankan 2012, (Jakarta: Bank Indonesia, 2012), hal Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Grup Stabilitas Sistem Keuangan, Kajian Stabilitas Keuangan: No. 19, September 2012, (Jakarta: Bank Indonesia, 2012). hal 57.

15 rasio nilai kredit yang dapat diberikan oleh suatu bank terhadap besarnya nilai agunan pada saat awal pemberian kredit dengan penetapan besaran LTV maksimum sebesar 70% (tujuh puluh persen), baik untuk pembiayaan pertama maupun berikutnya. Debitur harus menyisihkan dana pribadinya sebesar 30% (tiga puluh persen) dari harga rumah sebagai uang muka. Objek atau ruang lingkup KPR yang dimaksud meliputi kredit konsumsi kepemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen namun tidak termasuk rumah kantor atau rumah toko, dengan tipe bangunan lebih dari 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) dan diberikan kepada debitur perorangan. Penyempurnaan kebijakan mengenai besaran Loan to Value yang telah ditempuh oleh Bank Indonesia serta koordinasi dengan Pemerintah pada tahun 2013 lalu merupakan salah satu kebijakan makroprudensial yang dilakukan dalam rangka untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Setidaknya terdapat beberapa ketentuan baru yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: 17 Tabel 1. Perbedaan Ketentuan LTV Lama dan Baru No. Keterangan Ketentuan LTV Lama (SE BI 14/10/DPNP dan SE BI 14/33/DPbS) Ketentuan LTV Baru (SE BI No. 15/40/DKMP) 1. Ruang lingkup Rumah tinggal dan Rumah tapak, rumah susun, rumah ketentuan rumah susun (tidak toko dan rumah kantor yang dibagi termasuk rumah kantor berdasarkan luas ketentuan dan rumah toko) dengan tipe bangunan > 70m 2 maksimum LTV 2. Kredit untuk Belum diatur Bank wajib menetapkan urutan pembelian fasilita kredit atau pembiayaan beberapa properti di saat yang sama berdasarkan urutan nilai agunan dimulai dari nilai agunan yang paling rendah 3. Debitur atas nama Belum diatur Suami dan istri dianggap sebagai suami istri satu debitur yang dibuktikan berdasarkan Kartu Keluarga. Bila 17 BI Provinsi Sulawesi Tengah, Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tengah Triwulan III 2013: Boks 2. Sosialisasi Kebijakan Loan to Value Jilid II, (Sulawesi Tengah: Tim Ekonomi Moneter KPw BI Provinsi Sulawesi Tengah, 2013), hal 2-3.

16 4. Pemberian kredit untuk uang muka pembelian properti 5. Pemberian fasilitas kredit/ pembiayaan dari fasilitas kredit/ pembiayaan yang masih berjalan 6. Pemberian keterangan fasilitas kredit/ pembiayaan dari calon debitur suami masih memiliki KPR yang outstanding, maka KPR baru atas nama istri akan dianggap sebagai KPR kedua. Hal ini dikecualikan apabila mereka memiliki perjanjian pemisahan harta Belum secara tegas diatur Bank dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk pemenuhan uang muka pembelian properti atau kendaraan bermotor Belum diatur - Pemberian fasilitas kredit/ pembiayaan tersebut diperlakukan sebagai pemberian kredit/ pembiayaan baru - Perhitungan LTV diperlakukan sebagai urutan fasilitas kredit / pembiayaan berikutnya - Jumlah fasilitas kredit tambahan atau pembiayaan baru paling banyak sebesar selisih antara perhitungan LTV berdasarkan nilai propeti yang menjadi agunan dengan baki debet dari fasilitas kredit sebelumnya yang menggunakan agunan yang sama Belum diatur Calon debitur membuat surat pernyataan yang memuat keterangan mengenai fasilitas kredit/pembiayaan kepemilikan properti yang sudah diterima maupun yang sedang dalam proses pengajuan permohonan baik di Bank yang sama maupun di Bank lainnya

17 7. Pengaturan kredit/ pembiayaan Berbasis Inden Belum diatur Bank hanya dapat memberikan fasilitas kredit/pembiayaan jika properti yang diagunkan telah tersedia secara utuh, yaitu telah terlihat wujud fisiknya sesuai dengan yang diperjanjikan dan siap di serahterimakan. Namun terdapat beberapa pengecualian atas ketentuan ini. Parameter Rasio LTV untuk kredit/pembiayaan pemilikan properti dan kredit/pembiayaan konsumsi beragun properti yang diatur dalam kebijakan ini berbeda dengan kebijakan sebelumnya, dimana penghitungan LTV di Indonesia kini bersifat progresif. Artinya, fasilitas kredit pertama yang diberikan oleh bank lebih besar daripada pemberian fasilitas kredit kedua, berlaku seterusnya secara menurun untuk pemberian kredit berikutnya. Parameter berikutnya terletak pada luas bangunannya. Untuk rumah tapak 18, pengenaan LTV nya dipisahkan berdasarkan pada tipe rumah dengan luas antara 22-70m 2 dan tipe rumah dengan luas lebih dari 70m 2. Lain hal dengan pengaturan untuk rumah susun 19, pengenaan LTV dipisahkan berdasarkan tipe rumah susun dengan luas sampai dengan 21m 2, KPRS tipe rumah susun dengan luas antara 22-70m 2, dan KPRS tipe rumah susun dengan luas lebih dari 70m 2. Secara singkat, berikut adalah tabel penghitungan agunan LTV maksimum berdasarkan pada tipe kredit rumah yang berlaku bagi bank umum konvensional: Tabel 2. Tipe Kredit atau Agunan LTV Maksimum Kredit/Pembiayaan dan Tipe LTV Maksimum Agunan I II III KPR Tipe > 70 70% 60% 50% 18 Definisi rumah tapak berdasarkan ketentuan SE BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang merupakan kesatuan antara tanah dam bangunan dengan bukti kepemilikan berupa surat keterangan, sertifikat, atau akta yang dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. 19 Definisi rumah susun berdasarkan ketentuan SE BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional baik dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, antara lain griya tawang, kondominium, apartemen, dan flat.

18 KPRS Tipe > 70 70% 60% 50% KPR Tipe % 60% KPRS Tipe % 70% 60% KPRS Tipe s.d % 60% KPRuko/KPRukan - 70% 60% Kesimpulan Penerapan Manajemen Risiko dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang berlaku di Indonesia didasari pada PBI No. 5/8/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 11/25/2009 tentang Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Kemudian Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/10/DPNP, sebagaimana telah dicabut dan diganti dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP 24 September 2013 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Properti dan Kredit Kendaraan Bermotor, sebagai aturan pelaksana dari PBI Manajemen Risiko bagi bank Umum. Ketentuan yang ada dalam SE BI 15/40/DKMP telah diatur lebih rinci dan lebih tegas mengenai batas LTV maksimum yang dapat diberikan oleh bank kepada setiap calon nasabah debiturnya, mulai dari fasilitas kredit bagi rumah pertama, kedua, dan ketiga, dengan luas bangunan yang berbeda-beda sebagaimana yang telah ditentukan. Pengaturan LTV yang diatur dalam SE BI 15/40/DKMP tidak berlaku bagi nasabah yang menggunakan fasilitas KPR yang diselenggarakan oleh Pemerintah, seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Pada kesimpulannya dapat dikatakan bahwa penerapan manajemen risiko dalam pemberian KPR telah cukup difasilitasi dengan peraturan yang memadai. Penerapan Manajemen Risiko dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dalam praktiknya di Bank X sehubungan dengan pengetatan kebijakan Loan to Value (LTV) diterapkan pada setiap tahap dalam pemberian KPR, mulai dari proses pengajuan kredit hingga setelah kredit disetujui. Namun penetapan LTV nya tidak sepenuhnya berpedoman pada SE BI 15/40/DKMP, dimana penetapan LTV oleh Bank X didasarkan juga pada plafon kredit dan zona lokasi. Kemudian pencairan dana umumnya dilakukan secara keseluruhan terhadap nasabah yang membeli rumah siap huni. Sementara itu, bagi nasabah yang membeli

19 rumah indent atau bagi pengembang yang menggunakan fasilitas Kredit Konstruksi pencairan dananya harus secara bertahap berdasarkan dengan perkembangan pembangunan rumah dalam rangka melakukan mitigasi risiko. Pada dasarnya Bank dilarang memberikan kredit pada orang asing yang tinggal di Indonesia, namun hal tersebut dikecualikan terhadap pemberian kredit konsumsi yang digunakan di Indonesia (dalam hal ini KPR), sebagaimana diatur dalam PBI No. 7/14/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. Namun status kepemilikan tanah yang dapat diperoleh adalah Hak Pakai atas tanah Negara atau Hak Guna Bangunan bagi orang asing yang membeli rumah atas tanah Hak Milik. Kemudian terdapat beberapa persyaratan wajib lainnya yang diperlukan calon debitur asing dalam pengajuan KPR, seperti wajib memiliki KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas). Saran 1. Kebijakan LTV yang diatur dalam SE BI 15/40/DKMP ini memang bertujuan untuk menahan pertumbuhan laju KPR yang disalurkan oleh bank-bank di Indonesia. Namun ada baiknya bahwa bagi setiap bank campuran di Indonesia yang memberikan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah pada orang asing untuk membuat pengaturan penerapan manajemen risiko terkait hal tersebut dengan lebih terperinci dan ditujukan secara khusus bagi orang asing, dengan tetap berpedoman pada SE BI 15/40/DKMP. Peminat pasar properti di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, dimana konsumennya tidak hanya berasal dari dalam negeri namun juga dari luar negeri. Hal ini dikarenakan penjualan properti di Indonesia masih dianggap lebih murah dibandingkan dengan negara lain. Maka dari itu, bank-bank campuran tertentu perlu mengatur hal tersebut mulai dari persyaratan yang wajib dipenuhi oleh orang asing, penetapan LTV maksimal, serta ketentuan-ketentuan lain yang memiliki eksposur risiko kredit yang besar dan perlu diatur secara lebih tegas dan jelas. 2. Dengan adanya pengetatan kebijakan LTV, konsumen perumahan pada Bank X kini hampir sebagian besar dikuasai oleh konsumen menengah kebawah melalui program KPR FLPP. Bank X telah berperan aktif dalam program penyaluran subsidi perumahan yang dikeluarkan oleh Pemerintah tersebut. Maka dari itu, akan lebih baik jika Bank X lebih fokus pada bisnis pembiayaan perumahan bersubsidi yang diperuntukkan bagi

20 masyarakat berpenghasilan rendah, karena kinerja Bank X. Hal ini dikarenakan pengalaman serta kinerja dari Bank X dalam menjalankan bisnis perumahan di Indonesia yang sangat baik jika dibandingkan dengan bank lainnya, serta tidak banyak perbankan di Indonesia yang berminat untuk menangani KPR bersubsidi. Sumber pembiayaannya dapat berasal dari dana dari pemerintah, dari lembaga keuangan, serta dana yang diperoleh dari masyarakat melalui penerbitan obligasi dan produk sekuritas lainnya. Daftar Referensi Buku: Ali, Masyhud. Manajemen Risiko: Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Grup Stabilitas Sistem Keuangan. Kajian Stabilitas Keuangan No. 18, Maret Jakarta: Bank Indonesia, Kajian Stabilitas Keuangan: No. 21, September Jakarta: Bank Indonesia, Kajian Stabilitas Keuangan: No. 22, Maret Jakarta: Bank Indonesia, Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Idroes, Ferry N. Dan Sugiarto. Manajemen Risiko Perbankan. Yogyakarta: Graha Ilmu, Peraturan Perundang-undangan: Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, PBI No. 5/8/PBI/2003, LN No. 56 Tahun Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan PBI No. 5/8/2003 tentang Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, PBI No. 11/25/PBI/2009, LN No. 103 Tahun 2009, TLN No Surat Edaran Bank Indonesia Perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit,

21 atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. SE BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/10/PBI/2015 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE ATAU RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PROPERTI DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR

Lebih terperinci

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.141, 2015 PERBANKAN. BI. Rasio. Loan To Value. Financing To Value. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5706). FPERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/16/PBI/2016 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE UNTUK KREDIT PROPERTI, RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK PEMBIAYAAN PROPERTI, DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN

Lebih terperinci

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan

Lebih terperinci

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan

Lebih terperinci

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Rasio. Loan To Value. Financing To Value. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 141). PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu No.298, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Syariah. Unit Usaha. Bank Umum. Manajemen Risiko. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.53, 2016 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861). PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

BANK INDONESIA SEPTEMBER 2013

BANK INDONESIA SEPTEMBER 2013 1 Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Yang Melakukan Pemberian Kredit Atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Pembiayaan. Kredit. Uang Muka. Properti. Kendaraan Bermotor. LTV. FTV. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 178)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank

BAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan sebuah kredit bersifat konsumtif yang diberikan oleh pihak bank kepada masyarakat untuk memiliki rumah dengan jaminan atau agunan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/ 38 /DPNP tanggal 31 Desember 2010 PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE ADMINISTRASI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DALAM RANGKA SEKURITISASI Lampiran Surat

Lebih terperinci

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit

Lebih terperinci

No.17/ 25 /DKMP Jakarta, 12 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No.17/ 25 /DKMP Jakarta, 12 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No.17/ 25 /DKMP Jakarta, 12 Oktober 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung telah

Lebih terperinci

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sesuai

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ITAS JASA K OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN INDONESIA SA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/POJK.03/2015 TENTANG KETENTUAN KEHATI-HATIAN DALAM RANGKA STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL

Lebih terperinci

OOTORITAS JASA KEUANGAN ReREPUBLIK INDONESIA

OOTORITAS JASA KEUANGAN ReREPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA OOTORITAS JASA KEUANGAN ReREPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /POJK.03/2015 TENTANG KETENTUAN KEHATI-HATIAN DALAM RANGKA STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL

Lebih terperinci

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR../ /POJK/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DEWAN KOMISIONER NOMOR../.../POJK/2015

Lebih terperinci

No. 18/19/DKMP Jakarta, 6 September 2016 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 18/19/DKMP Jakarta, 6 September 2016 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 18/19/DKMP Jakarta, 6 September 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kondisi makro ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/6/PBI/2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/2/PBI/2005 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Mengenai Bank 2.1.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan salah satu pelaku utama dari perekonomian negara karena berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku ekonomi tidak hanya

Lebih terperinci

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada

Lebih terperinci

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan sebagai kebutuhan dasar. Rumah merupakan kebutuhan dasar. manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. perumahan sebagai kebutuhan dasar. Rumah merupakan kebutuhan dasar. manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selain memerlukan sandang dan pangan, juga memerlukan perumahan sebagai kebutuhan dasar. Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dalam meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju dapat menyebabkan stabilitas keuangan dan sistem pembayaran terganggu. Bagi pembuat

Lebih terperinci

KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR

KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR LAMPIRAN I PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN BANK PERKREDITAN

Lebih terperinci

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang No.82, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6044) PERATURAN

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF

DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF A. Latar Belakang Perlambatan ekonomi domestik yang terjadi ditengah perekonomian global yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. BAB I KEBIJAKAN UMUM BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN... 14

DAFTAR ISI 1. BAB I KEBIJAKAN UMUM BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN... 14 -8- LAMPIRAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /POJK.03/2017 TENTANG KEWAJIBAN PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI BANK UMUM -9- DAFTAR ISI 1. BAB I KEBIJAKAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5626 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 348) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO. 1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;

MANAJEMEN RISIKO. 1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; MANAJEMEN RISIKO Penerapan Manajemen Risiko yang dilaksanakan oleh Bank Bumi Arta berpedoman pada Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undangundang Perbankan 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undangundang Perbankan Nomor 10 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan rumah tinggal di Indonesia masih menjadi suatu masalah yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Pekerjaan

Lebih terperinci

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 82) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 25 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO MENURUT KETENTUAN PBI 13/23/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

BAB III PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO MENURUT KETENTUAN PBI 13/23/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH 34 BAB III PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO MENURUT KETENTUAN PBI 13/23/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH A. Pengertian Pengertian manajemen risiko menurut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal. Selain itu dari

BAB V KESIMPULAN. bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal. Selain itu dari BAB V KESIMPULAN Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dijelaskan di dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal. Selain itu dari hasil penelitian terkait dengan prosedur pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/7/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA

Lebih terperinci

Bank Konvensional Syariah Roda 2 20% 20% Roda 3 atau lebih non produktif 25% 25% Roda 3 atau lebih produktif 20% 20%

Bank Konvensional Syariah Roda 2 20% 20% Roda 3 atau lebih non produktif 25% 25% Roda 3 atau lebih produktif 20% 20% FREQUENTLY ASKED QUESTIONS PERATURAN BANK INDONESIA NO.17/10/PBI/2015 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE ATAU RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PROPERTI DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO Profil Singkat BCA Laporan kepada Pemegang Saham Analisa dan Pembahasan Manajemen 8,60% sudah sesuai dengan ketentuan BI mengenai GWM Valuta Asing. dalam batas yang diperkenankan ketentuan BI maksimal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.272, 2012 PERBANKAN. BI. Syariah. Jangka Pendek. Pendanaan. Fasilitas. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5376) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5861 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

No. 13/ 23 /DPNP Jakarta, 25 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 13/ 23 /DPNP Jakarta, 25 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 13/ 23 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran No. 5/21/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/6/PBI/2006 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan No.197, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Kehati-hatian. Perekonomian Nasional. Bank Umum. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5734). PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari peran perbankan dalam menyediakan jasa keuangan. Hampir seluruh kegiatan keuangan membutuhkan jasa bank.

Lebih terperinci

TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM Sehubungan dengan berlakunya Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Ada tiga penelitian sebelumnya yang sangat bermanfaat bagi penulis sebagai bahan acuan, yaitu dilakukan oleh : 1. Riski Yudi Prasetyo 2012 Penelitian yang

Lebih terperinci

2 meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi terutama yang berpihak kepada usaha mikro, kecil, dan menengah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan

2 meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi terutama yang berpihak kepada usaha mikro, kecil, dan menengah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan No.198, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Kehati-hatian. Perekonomian Nasional. Bank Umum Syariah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5735). PERATURAN

Lebih terperinci

7. Memastikan sistem pengendalian internal telah diterapkan sesuai ketentuan.

7. Memastikan sistem pengendalian internal telah diterapkan sesuai ketentuan. 7. Memastikan sistem pengendalian internal telah diterapkan sesuai ketentuan. 8. Memantau kepatuhan BCA dengan prinsip pengelolaan bank yang sehat sesuai dengan ketentuan yang berlaku melalui unit kerja

Lebih terperinci

Prosedur Pengajuan Kredit Pemilikan Rumah dan Pengendalian Internal KPR di PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. Kantor Cabang Bekasi

Prosedur Pengajuan Kredit Pemilikan Rumah dan Pengendalian Internal KPR di PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. Kantor Cabang Bekasi Prosedur Pengajuan Kredit Pemilikan Rumah dan Pengendalian Internal KPR di PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. Kantor Cabang Bekasi Nama : Aulia Kurniasari NPM : 51213499 Program Studi Pembimbing

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH Yth. Bank Umum Syariah di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH Sehubungan dengan berlakunya

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini, perbankan memiliki peranan dan fungsi yang sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di suatu Negara,

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum No. 7/ 3 /DPNP Jakarta, 31 Januari 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Sehubungan dengan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, - 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/2/PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/2/PBI/2005 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2018 TENTANG KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. pembiayaan atau perkreditan adalah dengan menerapkan prinsip Know Your

BAB IV PEMBAHASAN. pembiayaan atau perkreditan adalah dengan menerapkan prinsip Know Your BAB IV PEMBAHASAN A. Penerapan Strategi Anti Fraud Pembiayaan Dalam dunia perbankan pembiayaan atau perkreditan bukanlah bidang yang dapat dihindari oleh bank dan merupakan salah satu sumber pemasukan

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV Lampiran SPI 202 : Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV 1. Latar Belakang Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 perihal Penerapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Pengajuan Pembiayaan Murabahah di PT BPRS PNM Binama Semarang Dalam proses pengajuan pembiayaan murabahah di PT BPRS PNM Binama Semarang, terdapat beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/24/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/24/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/24/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.272, 2015 KEUANGAN OJK. Bank Perkreditan Rakyat. Manajemen Risiko. Penerapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5761). PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/20/PBI/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/24/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

No.6/ 23 /DPNP Jakarta, 31 Mei S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No.6/ 23 /DPNP Jakarta, 31 Mei S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No.6/ 23 /DPNP Jakarta, 31 Mei 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/20172017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/8/PADG/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/8/PADG/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH 1 PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/8/PADG/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM Batang Tubuh PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

Lebih terperinci

- 1 - TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM

- 1 - TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM - 1 - Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM Sehubungan dengan berlakunya Peraturan

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Manajemen Bank

STIE DEWANTARA Manajemen Bank Manajemen Bank Manajemen Lembaga Keuangan, Sesi 4 Pengertian Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat alam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan/atau bentuk2 lainnya

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017 Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN LAPORAN DALAM

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 128 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan dan mempunyai peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /POJK.03/2017 TENTANG KEWAJIBAN PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/4/PBI/2005 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/4/PBI/2005 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/4/PBI/2005 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan usaha bank juga tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis properti di Indonesia semakin pesat seiring dengan kemajuan perekonomian Indonesia, bisa dilihat dari banyaknya pembangunan perumahan, apartemen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendukung dan penggerak laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. pendukung dan penggerak laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Dalam rangka pembangunan perekonomian nasional, sektor keuangan khususnya industri perbankan merupakan salah satu komponen terpenting sebagai pendukung dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan suatu pembangunan yang berhasil maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci