No. 18/19/DKMP Jakarta, 6 September 2016 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "No. 18/19/DKMP Jakarta, 6 September 2016 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA"

Transkripsi

1 No. 18/19/DKMP Jakarta, 6 September 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5924), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, dan Bank Umum Syariah serta Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud

2 2 dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 2. Kredit adalah kredit sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai perbankan. 3. Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 4. Properti adalah Rumah Tapak, Rumah Susun, dan Rumah Toko atau Rumah Kantor. 5. Rumah Tapak adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang merupakan kesatuan antara tanah dan bangunan dengan bukti kepemilikan berupa surat keterangan, sertifikat, atau akta yang dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. 6. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian yang distrukturkan secara fungsional baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, antara lain griya tawang, kondominium, apartemen, dan flat. 7. Rumah Toko atau Rumah Kantor adalah tanah berikut bangunan yang izin pendiriannya sebagai rumah tinggal sekaligus untuk tujuan komersial antara lain pertokoan, perkantoran, atau gudang. 8. Kredit Properti yang selanjutnya disingkat KP adalah kredit konsumsi yang terdiri atas: a. Kredit yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Tapak, termasuk Kredit konsumsi beragun Rumah Tapak, yang selanjutnya disebut KP Rumah Tapak; b. Kredit yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Susun, termasuk Kredit konsumsi beragun Rumah Susun, yang selanjutnya disebut KP Rusun; dan c. Kredit yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Toko atau Rumah Kantor, termasuk Kredit konsumsi beragun Rumah Toko atau Rumah Kantor, yang selanjutnya disebut KP Ruko atau KP Rukan. 9. Pembiayaan

3 3 9. Pembiayaan Properti yang selanjutnya disingkat PP adalah Pembiayaan konsumsi yang terdiri atas: a. Pembiayaan yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Tapak, termasuk Pembiayaan konsumsi beragun Rumah Tapak, yang selanjutnya disebut PP Rumah Tapak; b. Pembiayaan yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Susun, termasuk Pembiayaan konsumsi beragun Rumah Susun, yang selanjutnya disebut PP Rusun; dan c. Pembiayaan yang diberikan Bank untuk pemilikan Rumah Toko atau Rumah Kantor, termasuk Pembiayaan konsumsi beragun Rumah Toko atau Rumah Kantor, yang selanjutnya disebut PP Ruko atau PP Rukan. 10. Akad Murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. 11. Akad Istishna adalah akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni ) dan penjual atau pembuat (shani ). 12. Akad Musyarakah Mutanaqisah yang selanjutnya disebut Akad MMQ adalah Pembiayaan musyarakah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. 13. Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik yang selanjutnya disebut Akad IMBT adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. 14. Akad Qardh adalah akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati. 15. Rasio

4 4 15. Rasio Loan to Value yang selanjutnya disebut Rasio LTV adalah angka rasio antara nilai Kredit yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian Kredit berdasarkan hasil penilaian terkini. 16. Rasio Financing to Value yang selanjutnya disebut Rasio FTV adalah angka rasio antara nilai Pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian Pembiayaan berdasarkan hasil penilaian terkini. 17. Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut KKB atau PKB adalah Kredit atau Pembiayaan yang diberikan Bank untuk pembelian kendaraan bermotor. 18. Uang Muka adalah pembayaran di muka sebesar persentase tertentu dari nilai pembelian Properti atau harga kendaraan bermotor yang sumber dananya berasal dari debitur atau nasabah. 19. Laporan Bulanan Bank Umum yang selanjutnya disingkat LBU adalah Laporan Bulanan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan bulanan bank umum. 20. Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat LSMK BUS UUS adalah Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan bulanan bank umum syariah dan unit usaha syariah. II. PERHITUNGAN KREDIT, PERHITUNGAN PEMBIAYAAN, NILAI AGUNAN, DAN PENILAIAN AGUNAN A. Perhitungan Kredit dan Nilai Agunan untuk Bank Umum Bank Umum wajib melakukan perhitungan Kredit dan nilai agunan dalam perhitungan Rasio LTV untuk KP dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Kredit

5 5 1. Kredit ditetapkan berdasarkan plafon Kredit yang diterima oleh debitur sebagaimana tercantum dalam perjanjian Kredit; dan 2. nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai taksiran yang dilakukan penilai intern Bank Umum atau penilai independen terhadap Properti yang menjadi agunan. B. Perhitungan Pembiayaan dan Nilai Agunan untuk Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib melakukan perhitungan Pembiayaan dan nilai agunan dalam perhitungan Rasio FTV untuk PP dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pembiayaan ditetapkan berdasarkan jenis akad yang digunakan, yaitu: a. Pembiayaan berdasarkan Akad Murabahah atau Akad Istishna ditetapkan berdasarkan harga pokok Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah sebagaimana tercantum dalam akad Pembiayaan; b. Pembiayaan berdasarkan Akad MMQ ditetapkan berdasarkan penyertaan Bank dalam rangka kepemilikan Properti sebagaimana tercantum dalam akad Pembiayaan; dan c. Pembiayaan berdasarkan Akad IMBT ditetapkan berdasarkan hasil pengurangan harga Properti dengan deposit sebagaimana tercantum dalam akad Pembiayaan. 2. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai taksiran yang dilakukan penilai intern Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah, atau penilai independen terhadap Properti yang menjadi agunan. C. Tata Cara Penilaian Agunan 1. Tata cara penilaian agunan sebagaimana dimaksud pada butir A. 2 dan butir B. 2 ditetapkan sebagai berikut: a. untuk KP atau PP yang diberikan dengan plafon sampai dengan Rp ,00 (lima miliar rupiah)

6 6 rupiah) maka nilai agunan didasarkan pada taksiran yang dilakukan oleh penilai intern Bank atau penilai independen; dan b. untuk KP atau PP yang diberikan dengan plafon di atas Rp ,00 (lima miliar rupiah) maka nilai agunan didasarkan pada taksiran yang dilakukan oleh penilai independen. 2. Penetapan nilai taksiran sebagaimana dimaksud pada angka 1 mengacu pada metode dan prinsip-prinsip yang berlaku umum dalam penilaian agunan yang ditetapkan oleh asosiasi dan/atau institusi yang berwenang. 3. Contoh penetapan penilai agunan tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. RASIO LTV UNTUK KP DAN RASIO FTV UNTUK PP Bank yang memberikan KP atau PP wajib memenuhi ketentuan Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP sebagai berikut: A. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP 1. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna untuk fasilitas pertama ditetapkan sebagai berikut: a. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); b. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan c. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen). 2. Rasio

7 7 2. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna untuk fasilitas kedua ditetapkan sebagai berikut: a. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); b. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); c. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); d. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); e. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m 2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan f. KP Ruko atau KP Rukan dan PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen). 3. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna untuk fasilitas ketiga dan seterusnya ditetapkan sebagai berikut: a. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen); b. KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); c. KP

8 8 c. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen); d. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); e. KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m 2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); dan f. KP Ruko atau KP Rukan dan PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen). 4. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad IMBT untuk fasilitas pertama ditetapkan sebagai berikut: a. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen); b. PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen); dan c. PP Rusun dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen). 5. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad IMBT untuk fasilitas kedua ditetapkan sebagai berikut: a. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); b. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen); c. PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan

9 9 (delapan puluh lima persen); d. PP Rusun dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); e. PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m 2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan f. PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen). 6. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad IMBT untuk fasilitas ketiga dan seterusnya ditetapkan sebagai berikut: a. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); b. PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); c. PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); d. PP Rusun dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); e. PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m 2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); dan f. PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen). 7. Ketentuan mengenai Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 6 berlaku bagi Bank yang memenuhi persyaratan

10 10 persyaratan sebagai berikut: a. rasio Kredit bermasalah dari total Kredit atau rasio Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan secara bersih (net) kurang dari 5% (lima persen); dan b. rasio KP bermasalah dari total KP atau rasio PP bermasalah dari total PP secara bruto (gross) kurang dari 5% (lima persen). 8. Bagi Bank yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 7 maka Bank wajib memenuhi ketentuan Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP sebagai berikut: a. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna untuk fasilitas pertama ditetapkan sebagai berikut: 1) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); 2) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); dan 3) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen). b. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna untuk fasilitas kedua ditetapkan sebagai berikut: 1) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 2) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi)

11 11 persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); 3) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 4) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); 5) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m 2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); dan 6) KP Ruko atau KP Rukan dan PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen). c. Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Istishna untuk fasilitas ketiga dan seterusnya ditetapkan sebagai berikut: 1) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 60% (enam puluh persen); 2) KP Rumah Tapak dan PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 3) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 60% (enam puluh persen); 4) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi

12 12 tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 5) KP Rusun dan PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m 2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); dan 6) KP Ruko atau KP Rukan dan PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen). d. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad IMBT untuk fasilitas pertama ditetapkan sebagai berikut: 1) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); 2) PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan 3) PP Rusun dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen). e. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad IMBT untuk fasilitas kedua ditetapkan sebagai berikut: 1) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen); 2) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); 3) PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen); 4) PP

13 13 4) PP Rusun dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); 5) PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m 2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); dan 6) PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen). f. Rasio FTV untuk PP berdasarkan Akad MMQ dan Akad IMBT untuk fasilitas ketiga dan seterusnya ditetapkan sebagai berikut: 1) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 65% (enam puluh lima persen); 2) PP Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 3) PP Rusun dengan luas bangunan di atas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 65% (enam puluh lima persen); 4) PP Rusun dengan luas bangunan 22m 2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m 2 (tujuh puluh meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 5) PP Rusun dengan luas bangunan sampai dengan 21m 2 (dua puluh satu meter persegi) paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); dan 6) PP Ruko atau PP Rukan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen). 9. Bank dilarang memberikan Kredit atau Pembiayaan untuk pemenuhan Uang Muka dalam rangka KP dan PP kepada debitur atau nasabah. Termasuk pengertian debitur atau nasabah antara lain debitur atau nasabah yang merupakan

14 14 merupakan karyawan Bank yang bersangkutan. 10. Dalam menentukan urutan fasilitas KP atau PP sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, dan angka 8, Bank wajib memperhitungkan seluruh KP dan PP yang telah diterima debitur atau nasabah yang masih berjalan di Bank yang sama maupun Bank lainnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. berdasarkan urutan tanggal perjanjian KP atau akad PP; dan b. dalam hal terdapat tanggal perjanjian KP atau akad PP yang sama maka penentuan urutan fasilitas diawali dari KP atau PP dengan nilai agunan paling rendah. B. Penghitungan Rasio Kredit Bermasalah, Rasio Pembiayaan Bermasalah, Rasio KP Bermasalah, dan Rasio PP Bermasalah 1. Perhitungan rasio Kredit bermasalah dari total Kredit atau rasio Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam butir A.7.a dilakukan sebagai berikut: a. Perhitungan rasio Kredit bermasalah dari total Kredit dilakukan dengan membagi hasil penjumlahan Kredit dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) kepada pihak ketiga bukan Bank setelah dikurangi dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Kredit bermasalah terhadap total Kredit kepada pihak ketiga bukan Bank setelah dikurangi dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Kredit bermasalah. Formula perhitungan rasio Kredit bermasalah adalah sebagai berikut: (Kredit kualitas KL + Kredit kualitas D + Kredit kualitas M) - CKPN Kredit bermasalah Total Kredit - CKPN Kredit bermasalah x 100% b. Perhitungan

15 15 b. Perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan dilakukan dengan membagi hasil penjumlahan Pembiayaan dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) kepada pihak ketiga bukan Bank setelah dikurangi dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Pembiayaan bermasalah terhadap total Pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank setelah dikurangi dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Pembiayaan bermasalah. Formula perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah adalah sebagai berikut: (Pembiayaan kualitas KL + Pembiayaan kualitas D + Pembiayaan kualitas M) CKPN Pembiayaan bermasalah Total Pembiayaan CKPN Pembiayaan bermasalah x 100% 2. Perhitungan rasio KP bermasalah dari total KP atau rasio PP bermasalah dari total PP sebagaimana dimaksud dalam butir A.7.b dilakukan sebagai berikut: a. Perhitungan rasio KP bermasalah dari total KP dilakukan dengan membagi hasil penjumlahan KP dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) terhadap total KP. Formula perhitungan rasio KP bermasalah adalah sebagai berikut: KP kualitas KL + KP kualitas D + KP kualitas M Total KP x 100% b. Perhitungan

16 16 b. Perhitungan rasio PP bermasalah dari total PP dilakukan sebagai berikut: 1) Membagi hasil penjumlahan PP dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) terhadap total PP. 2) Pembiayaan yang diperhitungkan sebagaimana dalam angka 1) adalah pembiayaan yang menggunakan Akad Murabahah, Akad Istishna, Akad MMQ, dan Akad IMBT. Formula perhitungan rasio PP bermasalah adalah sebagai berikut: PP kualitas KL + PP kualitas D + PP kualitas M Total PP x 100% 3. Bagi Bank Umum yang memiliki Unit Usaha Syariah, perhitungan rasio Kredit bermasalah dan rasio KP bermasalah bagi Bank Umum dilakukan secara terpisah dengan perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah dan rasio PP bermasalah bagi Unit Usaha Syariah. C. Sumber Data, Nilai yang digunakan, dan Laporan Lain 1. Penetapan masing-masing komponen dalam perhitungan rasio Kredit bermasalah atau rasio Pembiayaan bermasalah dan perhitungan rasio KP bermasalah atau rasio PP bermasalah dilakukan berdasarkan LBU atau LSMK BUS UUS periode 2 (dua) bulan sebelum tanggal perjanjian Kredit atau akad Pembiayaan ditandatangani. 2. Nilai Kredit bermasalah berasal dari LBU form 11 (Daftar Rincian Kredit Yang Diberikan) yaitu hasil penjumlahan nilai dalam bulan laporan (Kolom XXIV) untuk golongan debitur (Kolom IV) dengan sandi pihak ketiga bukan bank dengan kualitas (Kolom XVII) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M). 3. Nilai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Kredit bermasalah untuk Bank Umum berasal dari LBU form 11 (Daftar Rincian Kredit Yang Diberikan) yaitu hasil penjumlahan

17 17 penjumlahan nilai dari Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom XXVIII.1.a dan XXVIII.1.b) untuk golongan debitur (Kolom IV) dengan sandi pihak ketiga bukan bank dengan kualitas (Kolom XVII) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M). 4. Nilai total Kredit berasal dari LBU form 11 (Daftar Rincian Kredit Yang Diberikan) yaitu hasil penjumlahan nilai dalam bulan laporan (Kolom XXIV) untuk golongan debitur (Kolom IV) dengan sandi pihak ketiga bukan bank. 5. Nilai Pembiayaan bermasalah berasal dari LSMK BUS UUS untuk golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu penjumlahan dari: a. saldo harga pokok (Kolom XIX) pada form 10 (Daftar Rincian Piutang Murabahah) untuk Akad Murabahah; b. saldo harga pokok (Kolom XVIII) pada form 11 (Daftar Rincian Piutang Istishna ) untuk Akad Istishna ; c. jumlah bulan laporan (Kolom XVIII B) pada form 12 (Daftar Rincian Piutang Qardh) untuk Akad Qardh; d. jumlah bulan laporan (Kolom XXI B) pada form 13 (Daftar Rincian Bagi Hasil) untuk akad bagi hasil; e. hasil penjumlahan dari harga perolehan (Kolom XVII B. 3) dikurangi dengan akumulasi penyusutan / amortisasi (Kolom XXII) dan cadangan kerugian penurunan nilai aset Ijarah (Kolom XXIII) dan ditambahkan dengan tunggakan pokok (Kolom XXIV B) pada form 14 (Daftar Rincian Pembiayaan Sewa) untuk akad sewa, dengan formula sebagai berikut: Harga Perolehan - (Akumulasi Penyusutan/Amortisasi + Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Ijarah) + Tunggakan Pokok; dan f. jumlah bulan laporan (Kolom XI B) pada form 18 (Daftar Rincian Pembiayaan Salam) untuk akad salam; dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M). 6. Nilai

18 18 6. Nilai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Pembiayaan bermasalah untuk Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah berasal dari LSMK BUS UUS untuk golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu penjumlahan dari: a. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom XXVI) pada form 10 (Daftar Rincian Piutang Murabahah) untuk Akad Murabahah; b. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom XXV) pada form 11 (Daftar Rincian Piutang Istishna ) untuk Akad Istishna ; c. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom XXIII) pada form 12 (Daftar Rincian Piutang Qardh) untuk Akad Qardh; d. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom XXVII) pada form 13 (Daftar Rincian Bagi Hasil) untuk akad bagi hasil; dan e. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) (Kolom XXVIII) pada form 14 (Daftar Rincian Pembiayaan Sewa) untuk akad sewa; dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M). 7. Nilai total Pembiayaan berasal dari LSMK BUS UUS untuk golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu penjumlahan dari: a. saldo harga pokok (Kolom XIX) pada form 10 (Daftar Rincian Piutang Murabahah) untuk Akad Murabahah; b. saldo harga pokok (Kolom XVIII) pada form 11 (Daftar Rincian Piutang Istishna ) untuk Akad Istishna ; c. jumlah bulan laporan (Kolom XVIII B) pada form 12 (Daftar Rincian Piutang Qardh) untuk Akad Qardh; d. jumlah bulan laporan (Kolom XXI B) pada form 13 (Daftar Rincian Bagi Hasil) untuk akad bagi hasil; e. hasil penjumlahan dari harga perolehan (Kolom XVII B. 3) dikurangi dengan akumulasi penyusutan / amortisasi

19 19 amortisasi (Kolom XXII) dan cadangan kerugian penurunan nilai aset Ijarah (Kolom XXIII) dan ditambahkan dengan tunggakan pokok (Kolom XXIV B) pada form 14 (Daftar Rincian Pembiayaan Sewa) untuk akad sewa, dengan formula sebagai berikut: Harga Perolehan - (Akumulasi Penyusutan/Amortisasi + Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Ijarah) + Tunggakan Pokok; dan f. jumlah bulan laporan (Kolom XI B) pada form 18 (Daftar Rincian Pembiayaan Salam) untuk akad salam. 8. Dalam hal LBU dan LSMK BUS UUS belum dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk menghitung rasio KP bermasalah dan rasio PP bermasalah sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank wajib menyampaikan laporan lain berupa laporan KP dan KKB serta laporan PP kepada Bank Indonesia melalui media sampai dengan batas waktu yang ditetapkan. 9. Penetapan batas waktu penghentian penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 8, akan disampaikan Bank Indonesia melalui surat pemberitahuan. 10. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Periode penyampaian laporan: 1) Untuk laporan bulan berjalan diserahkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya; 2) Dalam hal tanggal 20 jatuh pada hari libur maka Bank menyampaikan laporan pada hari kerja berikutnya; b. Laporan KP dan KKB serta laporan PP menggunakan format standar dan petunjuk pengisian untuk laporan tersebut mengacu pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; c. Laporan

20 20 c. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b menggunakan template yang telah disediakan dalam situs web Bank Indonesia; d. Laporan KP dan KKB atau laporan PP disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan. Untuk Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, laporan KP dan KKB atau laporan PP juga ditembuskan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat; e. Bank mengirimkan laporan KP dan KKB atau laporan PP kepada Bank Indonesia melalui setiap bulan dengan subjek disamakan dengan nama file sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; f. Penyampaian laporan KP dan KKB atau laporan PP kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dan tembusan kepada Kantor Perwakilan dilakukan melalui sesuai dengan daftar alamat penyampaian laporan KP dan KKB atau laporan PP sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; g. Dalam hal penyampaian laporan KP dan KKB atau laporan PP melalui tidak dapat dilakukan, Bank menyampaikan laporan dalam bentuk soft copy dan hard copy kepada: Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1 Jalan M. H. Thamrin No. 2 Jakarta Untuk Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, tembusan laporan KP

21 21 KP dan KKB atau laporan PP dalam bentuk soft copy dan hard copy juga disampaikan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat; h. Batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf g mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam huruf a; dan i. Bank harus menyampaikan secara tertulis mengenai nama petugas dan penanggung jawab yang ditunjuk untuk menyusun dan menyampaikan laporan KP dan KKB atau laporan PP, serta alamat pengirim laporan, termasuk apabila terdapat perubahannya kepada: 1) Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan; 2) Untuk Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, nama petugas dan penanggungjawab serta alamat pengirim laporan yang ditunjuk Bank juga ditembuskan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat. D. Kewajiban Administratif Dalam rangka penetapan Rasio LTV dan/atau Rasio FTV, Bank wajib: 1. Memperlakukan debitur dan suami atau istrinya, atau nasabah dan suami atau istrinya menjadi 1 (satu) debitur atau nasabah, kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta yang dibuktikan dengan fotokopi perjanjian yang disahkan atau dilegalisir oleh notaris; 2. Meminta surat pernyataan dari calon debitur atau nasabah yang paling kurang memuat keterangan mengenai KP dan/atau PP yang masih berjalan (outstanding) termasuk informasi mengenai Kredit tambahan (top up) atau Pembiayaan baru yang berasal dari Kredit atau Pembiayaan yang tidak lancar, KP atau PP dengan mengambil alih (take over) yang disertai Kredit tambahan (top

22 22 (top up) atau Pembiayaan baru yang berasal dari Kredit atau Pembiayaan yang tidak lancar, dan/atau yang sedang dalam proses pengajuan permohonan, baik pada Bank yang sama maupun pada Bank yang lain; dan 3. Menolak permohonan KP dan/atau PP yang diajukan apabila calon debitur atau nasabah tidak bersedia menyerahkan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 2. E. Contoh Perhitungan dan Penetapan Rasio LTV untuk KP atau Rasio FTV untuk PP Contoh perhitungan dan penetapan Rasio LTV untuk KP atau Rasio FTV untuk PP tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. IV. RASIO LTV UNTUK KREDIT TAMBAHAN (TOP UP) ATAU RASIO FTV UNTUK PEMBIAYAAN BARU BERDASARKAN PROPERTI YANG MASIH MENJADI AGUNAN DARI KP ATAU PP SEBELUMNYA DAN KP ATAU PP YANG DIAMBIL ALIH (TAKE OVER) A. Kredit Tambahan (Top Up) atau Pembiayaan Baru Berdasarkan Properti yang Masih Menjadi Agunan dari KP atau PP Sebelumnya Dalam hal Bank memberikan Kredit tambahan (top up) atau Pembiayaan baru berdasarkan Properti yang masih menjadi agunan dari KP atau PP sebelumnya, Bank wajib memenuhi ketentuan Rasio LTV untuk KP dan Rasio FTV untuk PP sebagai berikut: 1. Kredit tambahan (top up) oleh Bank Umum menggunakan Rasio LTV KP yang sama sepanjang KP tersebut memiliki kualitas lancar; 2. Pemberian Pembiayaan baru oleh Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang merupakan tambahan dari pembiayaan sebelumnya menggunakan Rasio FTV PP sebelumnya sepanjang kedua Pembiayaan tersebut memiliki

23 23 memiliki agunan sama dan Pembiayaan sebelumnya memiliki kualitas lancar; 3. Rasio LTV KP yang sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan Rasio FTV PP sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam angka 2 mengacu pada Rasio LTV KP atau Rasio FTV PP yang ditetapkan untuk fasilitas Kredit atau Pembiayaan awal sebagaimana dimaksud dalam butir III. A; 4. Dalam hal KP tidak memenuhi kualitas lancar sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau PP tidak memenuhi kualitas lancar sebagaimana dimaksud pada angka 2 maka Kredit tambahan (top up) menggunakan Rasio LTV KP sebagaimana Kredit baru, atau Pembiayaan baru yang merupakan tambahan dari pembiayaan sebelumnya menggunakan Rasio FTV PP sebagaimana Pembiayaan baru; 5. Yang dimaksud dengan diperlakukan sebagai Kredit atau Pembiayaan baru adalah tambahan Kredit atau Pembiayaan tersebut diperhitungkan sebagai fasilitas KP atau PP yang berikutnya dengan penentuan urutan fasilitas sebagaimana butir III.A.10; 6. Dalam hal Bank memberikan Kredit tambahan (top up) sebagaimana dimaksud pada angka 4 maka dalam menetapkan Rasio LTV untuk Kredit selanjutnya, Bank memperhitungkan Kredit awal dan Kredit tambahan (top up) dimaksud sebagai 2 (dua) fasilitas; 7. Rasio LTV untuk KP dalam rangka Kredit tambahan (top up) atau Rasio FTV untuk PP dalam rangka Pembiayaan baru sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, dan angka 6 mengacu pada Rasio LTV atau Rasio FTV sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.1 sampai dengan butir III.A.6 dan butir III.A.8; 8. Jumlah Kredit tambahan (top up) atau Pembiayaan baru yang diberikan oleh Bank wajib memperhitungkan jumlah baki debet Kredit atau Pembiayaan sebelumnya yang menggunakan

24 24 menggunakan agunan yang sama; 9. Mekanisme Kredit tambahan (top up) atau Pembiayaan baru sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 4 mengacu pada ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang. B. KP atau PP yang Diambil Alih (Take Over) Dalam hal Bank memberikan KP atau PP dengan mengambil alih (take over) KP atau PP dari Bank lain, Bank wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. KP atau PP yang hanya ditujukan untuk pelunasan KP atau PP sebelumnya di Bank lain, tidak diperlakukan sebagai Kredit atau Pembiayaan baru; atau 2. Dalam hal Bank memberikan KP atau PP dengan mengambil alih (take over) KP atau PP dari Bank lain, dengan tambahan (top up) atau disertai dengan Pembiayaan baru maka perlakuan KP atau PP dengan mengambil alih (take over) KP atau PP dari Bank lain mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf A. 3. Mekanisme pengambilalihan Kredit atau Pembiayaan (take over) sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 mengacu pada ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang. C. Contoh Perhitungan dan Penetapan Rasio LTV untuk Kredit Tambahan (Top up) atau Rasio FTV untuk Pembiayaan Baru dan Pengambilalihan KP atau PP (Take Over) Contoh perhitungan dan penetapan Rasio LTV untuk Kredit tambahan (top up) atau Rasio FTV untuk Pembiayaan baru dan pengambilalihan KP atau PP (take over), tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. V. KP

25 25 V. KP ATAU PP UNTUK PEMILIKAN PROPERTI YANG BELUM TERSEDIA SECARA UTUH A. Persyaratan KP atau PP untuk Pemilikan Properti yang Belum Tersedia Secara Utuh 1. Dalam hal Bank memberikan KP atau PP untuk pemilikan Properti yang belum tersedia secara utuh, Bank wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Kredit atau Pembiayaan merupakan KP atau PP sampai dengan urutan fasilitas kedua dengan penentuan urutan fasilitas Kredit atau Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.10; b. Terdapat perjanjian kerjasama antara Bank dengan pengembang yang paling kurang memuat kesanggupan pengembang untuk menyelesaikan Properti sesuai dengan yang diperjanjikan dengan debitur atau nasabah; dan c. Terdapat jaminan yang diberikan oleh pengembang kepada Bank baik yang berasal dari pengembang sendiri atau pihak lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan kewajiban pengembang apabila Properti tidak dapat diselesaikan dan/atau tidak dapat diserahterimakan sesuai perjanjian, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) jaminan yang diberikan oleh pengembang kepada Bank dapat berupa aset tetap, aset bergerak, bank guarantee, standby letter of credit, dan/atau dana yang dititipkan dan/atau disimpan dalam escrow account di Bank pemberi Kredit atau Pembiayaan; 2) dana yang dititipkan dan/atau disimpan dalam escrow account di Bank pemberi Kredit atau Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) adalah dana yang ditahan di Bank atas nama pengembang yang digunakan untuk menyelesaikan pembangunan Properti; 3) Jaminan

26 26 3) Jaminan yang diberikan oleh pihak lain dapat berbentuk corporate guarantee, stand by letter of credit, atau bank guarantee; 4) nilai jaminan yang diberikan oleh pengembang dan/atau pihak lain paling kurang sebesar selisih antara komitmen Kredit atau Pembiayaan dengan pencairan yang telah dilakukan oleh Bank; dan 5) Bank harus dapat memastikan bahwa jaminan dapat dieksekusi dalam hal pengembang tidak dapat menyelesaikan kewajibannya, yang paling kurang tertuang dalam perjanjian kerjasama antara pengembang dengan Bank. 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 juga berlaku bagi Bank yang memberikan KP atau PP dengan mengambil alih (take over) KP atau PP dari Bank lain sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B. B. Tahapan Pencairan KP atau PP untuk Pemilikan Properti yang Belum Tersedia Secara Utuh 1. Dalam hal Bank memberikan KP atau PP sebagaimana dimaksud dalam huruf A maka Bank wajib melakukan pencairan KP atau PP secara bertahap sesuai perkembangan pembangunan Properti yang dibiayai. 2. Tahapan pencairan KP atau PP sebagaimana dimaksud pada angka 1, diatur sebagai berikut: a. Untuk KP atau PP untuk Rumah Tapak, Rumah Toko atau Rumah Kantor, ditetapkan paling tinggi sebesar: 1) 40% (empat puluh persen) dari plafon setelah penyelesaian fondasi; 2) 80% (delapan puluh persen) dari plafon setelah penyelesaian tutup atap; 3) 90% (sembilan puluh persen) dari plafon setelah penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST); dan 4) 100% (seratus persen) dari plafon setelah penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST)

27 27 (BAST) yang telah dilengkapi dengan Akta Jual Beli (AJB) dan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) atau Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). b. Untuk KP atau PP untuk Rumah Susun, ditetapkan paling tinggi sebesar: 1) 40% (empat puluh persen) dari plafon setelah penyelesaian fondasi; 2) 70% (tujuh puluh persen) dari plafon setelah penyelesaian tutup atap; 3) 90% (sembilan puluh persen) dari plafon setelah penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST); dan 4) 100% (seratus puluh persen) dari plafon setelah penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang dilengkapi dengan Akta Jual Beli (AJB) dan Akta Pembebanan Hak Tanggunan (APHT) atau Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). 3. Untuk tahapan pencairan KP Rusun atau PP Rusun, Bank dapat melakukan pencairan tambahan diantara penyelesaian fondasi dan sebelum penyelesaian tutup atap sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.1) dan butir 2.b.2) berdasarkan penilaian perkembangan pembangunan. 4. Besaran persentase pencairan tambahan sebagaimana dimaksud pada angka 3 diserahkan kepada Bank sesuai dengan kebijakan manajemen risiko Bank dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. 5. Pencairan bertahap sebagaimana dimaksud pada angka 1 didasarkan atas laporan perkembangan pembangunan Properti yang berasal dari: a. pengembang dengan verifikasi dari penilai intern Bank; atau b. penilai independen. 6. Bank

28 28 6. Bank harus memiliki pedoman internal terkait spesifikasi teknis penyelesaian fondasi dan tutup atap baik untuk Rumah Tapak, Rumah Toko atau Rumah Kantor, dan Rumah Susun, sebagaimana dimaksud pada angka 2 dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. 7. Penilaian perkembangan pembangunan sebagaimana dimaksud pada angka 3 diatur sebagai berikut: a. untuk KP atau PP yang diberikan dengan plafon sampai dengan Rp ,00 (lima miliar rupiah), didasarkan atas laporan perkembangan pembangunan Properti yang berasal dari: 1) pengembang dengan verifikasi dari penilai intern Bank; atau 2) penilai independen; dan b. untuk KP atau PP yang diberikan dengan plafon di atas Rp ,00 (lima miliar rupiah), didasarkan atas laporan perkembangan pembangunan Properti yang berasal dari penilai independen. C. Contoh Perhitungan dan Penetapan Rasio LTV dan Rasio FTV untuk Pemilikan Properti yang Belum Tersedia Secara Utuh Contoh perhitungan dan penetapan Rasio LTV dan Rasio FTV untuk pemilikan Properti yang belum tersedia secara utuh tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VI. UANG MUKA DALAM RANGKA KKB ATAU PKB A. Uang Muka KKB atau PKB 1. Bank yang memberikan KKB atau PKB wajib memenuhi ketentuan Uang Muka sebagai berikut: a. untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua paling rendah sebesar 20% (dua puluh persen); b. untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih dengan peruntukan kegiatan produktif paling rendah sebesar 20% (dua puluh persen) jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) merupakan

29 29 1) merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau 2) diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang dimilikinya; dan c. untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf b paling rendah sebesar 25% (dua puluh lima persen). 2. Ketentuan mengenai Uang Muka sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berlaku bagi Bank yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. rasio Kredit bermasalah dari total Kredit atau rasio Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan secara bruto (gross) kurang dari 5% (lima persen); dan b. rasio KKB bermasalah dari total KKB atau rasio PKB bermasalah dari total PKB secara bruto (gross) kurang dari 5% (lima persen). 3. Bagi Bank yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 maka Bank wajib memenuhi ketentuan Uang Muka sebagai berikut: a. untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua paling rendah sebesar 25% (dua puluh lima persen); b. untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih dengan peruntukan kegiatan produktif paling rendah sebesar 20% (dua puluh persen) jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau 2) diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan

30 30 dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang dimilikinya; dan c. untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf b paling rendah sebesar 30% (tiga puluh persen). B. Bank dilarang memberikan Kredit atau Pembiayaan untuk pemenuhan Uang Muka dalam rangka KKB dan PKB kepada debitur atau nasabah. Termasuk pengertian debitur atau nasabah antara lain debitur atau nasabah yang merupakan karyawan Bank yang bersangkutan. C. Perhitungan Rasio Kredit Bermasalah, Rasio Pembiayaan Bermasalah, Rasio KKB Bermasalah, dan Rasio PKB Bermasalah 1. Perhitungan rasio Kredit bermasalah dilakukan dengan membagi hasil penjumlahan Kredit dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) kepada pihak ketiga bukan Bank terhadap total Kredit kepada pihak ketiga bukan Bank. Formula perhitungan rasio Kredit bermasalah adalah sebagai berikut: Kredit kualitas KL + Kredit kualitas D + Kredit kualitas M Total Kredit x 100% 2. Perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah dilakukan dengan membagi hasil penjumlahan Pembiayaan dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) kepada pihak ketiga bukan Bank terhadap total Pembiayaan kepada pihak ketiga bukan Bank. Formula

31 31 Formula perhitungan rasio Pembiayaan bermasalah adalah sebagai berikut: Pembiayaan kualitas KL + Pembiayaan kualitas D + Pembiayaan kualitas M x 100% Total Pembiayaan 3. Perhitungan rasio KKB bermasalah dari total KKB dilakukan dengan membagi jumlah KKB dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) terhadap total KKB. Formula perhitungan rasio KKB bermasalah adalah sebagai berikut: KKB kualitas KL + KKB kualitas D + KKB kualitas M x 100% Total KKB 4. Perhitungan rasio PKB bermasalah dari total PKB dilakukan dengan membagi jumlah PKB dengan kualitas kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) terhadap total PKB. Formula perhitungan rasio PKB bermasalah adalah sebagai berikut: PKB kualitas KL + PKB kualitas D + PKB kualitas x 100% Total PKB D. Sumber Data, Laporan Lain, dan Nilai yang Digunakan 1. Penetapan masing-masing komponen dalam perhitungan rasio Kredit bermasalah atau rasio Pembiayaan bermasalah dan perhitungan rasio KKB bermasalah atau rasio PKB bermasalah dilakukan berdasarkan: a. LBU atau LSMK BUS UUS periode 2 (dua) bulan sebelum tanggal perjanjian Kredit atau akad Pembiayaan ditandatangani; atau b. Laporan lain berupa laporan KP dan KKB, dalam hal LBU belum dapat menyediakan komponen perhitungan rasio KKB bermasalah. 2. Laporan

32 32 2. Laporan KP dan KKB sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b wajib disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penyampaian laporan KP dan KKB mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.10. b. Penyampaian laporan KP dan KKB dilakukan sampai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Penetapan batas waktu penghentian penyampaian laporan KP dan KKB, disampaikan oleh Bank Indonesia melalui surat pemberitahuan. 3. Perhitungan nilai Kredit bermasalah dan nilai total Kredit mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.2 dan butir III.C Perhitungan nilai Pembiayaan bermasalah dan nilai total Pembiayaan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.5 dan butir III.C Nilai PKB bermasalah dan PKB untuk Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Nilai PKB bermasalah berasal dari hasil penjumlahan angka dalam: 1) form 10 untuk Akad Murabahah, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan saldo harga pokok (Kolom XIX) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi , , , dan untuk kualitas (Kolom XXIV) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M); 2) form 11 untuk Akad Istishna, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan saldo harga pokok (Kolom XVIII) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi , , , dan

33 untuk kualitas (Kolom XXIII) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M) ; 3) form 12 untuk Akad Qardh, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan jumlah bulan laporan (Kolom XVIII B) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi , , , dan untuk kualitas (Kolom XXI) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M); 4) form 13 untuk akad bagi hasil, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan jumlah bulan laporan (Kolom XXI B) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi , , , dan untuk kualitas (Kolom XXV) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M); dan 5) form 14 untuk akad sewa, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan dari harga perolehan (Kolom XVII B.3) dikurangi dengan akumulasi penyusutan/amortisasi (Kolom XXII) dan cadangan kerugian penurunan nilai aset ijarah (Kolom XXIII) dan ditambahkan dengan tunggakan pokok (Kolom XXIV B), dengan formula sebagai berikut: Harga Perolehan - (Akumulasi Penyusutan/ Amortisasi + Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Ijarah) + Tunggakan Pokok Penjumlahan di atas dilakukan untuk sektor ekonomi (Kolom XIII) dengan sandi sektor , , , dan untuk kualitas (Kolom XXVI) kurang lancar (KL), diragukan (D), dan macet (M). b. Nilai

34 34 b. Nilai PKB berasal dari hasil penjumlahan angka dalam: 1) form 10 untuk Akad Murabahah, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan saldo harga pokok (Kolom XIX) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi , , , dan ; 2) form 11 untuk Akad Istishna, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan saldo harga pokok (Kolom XVIII) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi , , , dan ; 3) form 12 untuk Akad Qardh, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan jumlah bulan laporan (Kolom XVIII B) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi , , , dan ; 4) form 13 untuk akad bagi hasil, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan jumlah bulan laporan (Kolom XXI B) dengan sektor ekonomi (Kolom XIII) sandi , , , dan ; dan 5) form 14 untuk akad sewa, pada golongan nasabah (Kolom II) dengan sandi pihak ketiga bukan bank yaitu hasil penjumlahan dari harga perolehan (Kolom XVII B.3) dikurangi dengan akumulasi penyusutan/amortisasi (Kolom XXII) dan cadangan kerugian penurunan nilai aset ijarah (Kolom XXIII) dan ditambahkan dengan tunggakan pokok (Kolom XXIV B), dengan formula sebagai berikut: Harga

No.17/ 25 /DKMP Jakarta, 12 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No.17/ 25 /DKMP Jakarta, 12 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No.17/ 25 /DKMP Jakarta, 12 Oktober 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM, BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/16/PBI/2016 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE UNTUK KREDIT PROPERTI, RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK PEMBIAYAAN PROPERTI, DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/10/PBI/2015 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE ATAU RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PROPERTI DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR

Lebih terperinci

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.141, 2015 PERBANKAN. BI. Rasio. Loan To Value. Financing To Value. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5706). FPERATURAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Pembiayaan. Kredit. Uang Muka. Properti. Kendaraan Bermotor. LTV. FTV. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 178)

Lebih terperinci

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan

Lebih terperinci

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Rasio. Loan To Value. Financing To Value. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 141). PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan

Lebih terperinci

Bank Konvensional Syariah Roda 2 20% 20% Roda 3 atau lebih non produktif 25% 25% Roda 3 atau lebih produktif 20% 20%

Bank Konvensional Syariah Roda 2 20% 20% Roda 3 atau lebih non produktif 25% 25% Roda 3 atau lebih produktif 20% 20% FREQUENTLY ASKED QUESTIONS PERATURAN BANK INDONESIA NO.17/10/PBI/2015 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE ATAU RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PROPERTI DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan

Lebih terperinci

ketentuan Loan to Value meningkatkan aspek kehati-hatian bank dalam penyaluran

ketentuan Loan to Value meningkatkan aspek kehati-hatian bank dalam penyaluran FREQUENTLY ASKED QUESTIONS Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 Perihal: Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti,

Lebih terperinci

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, - 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 44 /POJK.03/2017 TENTANG PEMBATASAN PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN OLEH BANK UMUM UNTUK PENGADAAN TANAH DAN/ATAU PENGOLAHAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BANK INDONESIA SEPTEMBER 2013

BANK INDONESIA SEPTEMBER 2013 1 Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Yang Melakukan Pemberian Kredit Atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor

Lebih terperinci

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/8/PADG/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/8/PADG/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH 1 PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/8/PADG/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum untuk pengadaan tanah dan/atau pengolahan tanah; e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb

2017, No pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum untuk pengadaan tanah dan/atau pengolahan tanah; e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2017 KEUANGAN OJK. Bank. Tanah. Pengadaan. Pengolahan. Pemberian Kredit. Pembiayaan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

No. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sehubungan

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang No.82, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6044) PERATURAN

Lebih terperinci

No. 13/ 17 /DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

No. 13/ 17 /DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA No. 13/ 17 /DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sehubungan dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha Bank

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV Lampiran SPI 202 : Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV 1. Latar Belakang Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 perihal Penerapan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat No. 10/ 45 /DKBU Jakarta, 12 Desember 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2017 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI DAERAH TERTENTU DI INDONESIA YANG TERKENA BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/4/PBI/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/4/PBI/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/4/PBI/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

2017, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Bank Indonesia t

2017, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Bank Indonesia t LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.83, 2017 PERBANKAN. BI. Bank Umum Syariah. Jangka Pendek. Likuiditas. Pembiayaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6045) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/13 /PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/13 /PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/13 /PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/24/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/24/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/24/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan usaha

Lebih terperinci

2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba

2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.151, 2017 KEUANGAN OJK. Bank. Bencana Alam. Daerah Tertentu. Kredit. Pembiayaan. Perlakuan Khusus. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017 Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN LAPORAN DALAM

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV 1. Latar Belakang Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha bank yang melakukan kegiatan

Lebih terperinci

No. 14/ 7 /DPbS Jakarta, 29 Februari 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 14/ 7 /DPbS Jakarta, 29 Februari 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 14/ 7 /DPbS Jakarta, 29 Februari 2012 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sehubungan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF

DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF A. Latar Belakang Perlambatan ekonomi domestik yang terjadi ditengah perekonomian global yang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian Properti Untuk Kepentingan LTV (P2L) & Laporan Perkembangan Pembangunan Properti (LP3)

Pedoman Penilaian Properti Untuk Kepentingan LTV (P2L) & Laporan Perkembangan Pembangunan Properti (LP3) Pedoman Penilaian Properti Untuk Kepentingan LTV (P2L) & Laporan Perkembangan Pembangunan Properti (LP3) Tinjauan Terhadap PBI No. 17/10/PBI/2015 Nilai Proper+? AGUNAN (PBI NO. 14/15/PBI/2012) Ketentuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Lampiran 1. Sruktur Organisasi BNI Syariah Cabang Malang

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Lampiran 1. Sruktur Organisasi BNI Syariah Cabang Malang LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1. Sruktur Organisasi BNI Syariah Cabang Malang Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian Lampiran 3. Bukti Konsultasi Lampiran 4. Pedoman Wawancara Informan Jabatan Lokasi :

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 66 /POJK.03/2016 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2016 PERBANKAN. BI. Debitur. Sistem Informasi. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5933). PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH - 1 - Yth. Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Sehubungan dengan

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH. PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

No. 13/ 16 / DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

No. 13/ 16 / DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA No. 13/ 16 / DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/35/DPbS tanggal 22 Oktober 2008

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Sistem Informasi Debitur. Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/ Januari 2005 MDC

Sistem Informasi Debitur. Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/ Januari 2005 MDC Sistem Informasi Debitur Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/2005 24 Januari 2005 MDC PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/ 8 /PBI/2005 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kondisi makro ekonomi

Lebih terperinci

No. 12/39/DPbS Jakarta, 31 Desember 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

No. 12/39/DPbS Jakarta, 31 Desember 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA No. 12/39/DPbS Jakarta, 31 Desember 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung telah

Lebih terperinci

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS BATANG TUBUH PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.03/... TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Lebih terperinci

No. 15/44/DPbS Jakarta, 22 Oktober 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA

No. 15/44/DPbS Jakarta, 22 Oktober 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA No. 15/44/DPbS Jakarta, 22 Oktober 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah. Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /SEOJK.03/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /SEOJK.03/2017 Yth. Direksi Lembaga Jasa Keuangan di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /SEOJK.03/2017 TENTANG PELAPORAN DAN PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR MELALUI SISTEM LAYANAN INFORMASI KEUANGAN

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA Yth. Direksi Perusahaan Modal Ventura di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA Sesuai dengan amanat ketentuan Pasal

Lebih terperinci

No. 17/19/DPUM Jakarta, 8 Juli 2015 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 17/19/DPUM Jakarta, 8 Juli 2015 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 17/19/DPUM Jakarta, 8 Juli 2015 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/35/DPAU tanggal 29 Agustus 2013 perihal Pemberian Kredit

Lebih terperinci

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH -- 1 -- Yth. Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /SEOJK.03/20172016 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO Menimbang: a. bahwa dalam rangka menumbuhkembangkan lembaga keuangan mikro yang mampu berkontribusi terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 7 /PBI/1999 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 7 /PBI/1999 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 7 /PBI/1999 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyediaan informasi guna menunjang kelancaran kegiatan usaha

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N

S U R A T E D A R A N No. 15/11/DPNP Jakarta, 8 April 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/ 16 /DPbS tanggal 30 Mei 2011 PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DIREKTORAT PERBANKAN SYARIAH BANK INDONESIA

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ITAS JASA K OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN INDONESIA SA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/POJK.03/2015 TENTANG KETENTUAN KEHATI-HATIAN DALAM RANGKA STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL

Lebih terperinci

No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit

Lebih terperinci

-1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/21/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR

-1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/21/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR -1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/21/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

No.18/21/DKSP Jakarta, 27 September 2016 S U R A T E D A R A N

No.18/21/DKSP Jakarta, 27 September 2016 S U R A T E D A R A N No.18/21/DKSP Jakarta, 27 September 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Ke

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Ke LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2017 KEUANGAN OJK. Informasi Keuangan. Sistem Layanan. Debitur. Pelaporan. Permintaan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

No. 10/ 47 /DPNP Jakarta, 23 Desember 2008 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 10/ 47 /DPNP Jakarta, 23 Desember 2008 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 10/ 47 /DPNP Jakarta, 23 Desember 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Sistem Informasi Debitur Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/24/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/24/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/24/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

No. 3/ 9 /BKr Jakarta, 17 Mei S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 3/ 9 /BKr Jakarta, 17 Mei S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 3/ 9 /BKr Jakarta, 17 Mei 2001 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Kecil ----------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/9/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 82) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/29/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/29/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/29/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH (Sulhan PA Bengkulu) 1. Perbankan Syari ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari ah dan Unit Usaha

Lebih terperinci

Pilih produk PermataKPR yang sesuai dengan kebutuhan dan nikmati berbagai keuntungan PermataKPR bagi Anda dan Keluarga.

Pilih produk PermataKPR yang sesuai dengan kebutuhan dan nikmati berbagai keuntungan PermataKPR bagi Anda dan Keluarga. Seunik Pribadi Anda Pilih produk PermataKPR yang sesuai dengan kebutuhan dan nikmati berbagai keuntungan PermataKPR bagi Anda dan Keluarga. PermataKPR Jaminan proses KPR 5 hari kerja mewujudkan rumah idaman

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/21/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/21/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/21/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kelangsungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 39 /PBI/2008 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PENANGANAN KHUSUS PERMASALAHAN PERBANKAN PASCABENCANA NASIONAL DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS, PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2014 OJK. Perusahaan Pembiyaan. Kelembagaan. Perizinan Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5637) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN /PMK.010/201... TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN /PMK.010/201... TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.010/201... TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.272, 2012 PERBANKAN. BI. Syariah. Jangka Pendek. Pendanaan. Fasilitas. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5376) PERATURAN

Lebih terperinci

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M No.73, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Modal Minimum. Modal Inti Minimum. Bank. Perkreditan Rakyat. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5686) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/9/PBI/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/21/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN

Lebih terperinci

No.8/26/DPbS Jakarta, 14 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA

No.8/26/DPbS Jakarta, 14 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA No.8/26/DPbS Jakarta, 14 November 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Perkreditan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan perundang-undangan yang berlaku,

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA No. 7/50/DPBPR Jakarta, 1 November 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N

S U R A T E D A R A N No. 10/49/DASP Jakarta, 24 Desember 2008 S U R A T E D A R A N Perihal : Perizinan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang bagi Perorangan dan Badan Usaha Selain Bank ---------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

No.17/13/DPSP Jakarta, 5 Juni 2015 SURAT EDARAN

No.17/13/DPSP Jakarta, 5 Juni 2015 SURAT EDARAN No.17/13/DPSP Jakarta, 5 Juni 2015 SURAT EDARAN Perihal : Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/9/PBI/2015

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 8/ 10 /PBI/2006 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK PASCA BENCANA ALAM DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN DAERAH SEKITARNYA DI PROPINSI JAWA TENGAH GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 8/15/PBI/2006 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK BAGI DAERAH-DAERAH TERTENTU DI INDONESIA YANG TERKENA BENCANA ALAM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Yth. Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat. RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Sehubungan dengan berlakunya

Lebih terperinci

No. 14/ 27/DASP Jakarta, 25 September 2012 S U R A T E D A R A N. Perihal : Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit

No. 14/ 27/DASP Jakarta, 25 September 2012 S U R A T E D A R A N. Perihal : Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit No. 14/ 27/DASP Jakarta, 25 September 2012 S U R A T E D A R A N Perihal : Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/5/PBI/2005 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK UMUM PASCABENCANA NASIONAL DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KABUPATEN NIAS, PROPINSI SUMATERA UTARA GUBERNUR

Lebih terperinci

2017, No penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan atau pembiayaan bank bagi bank umum; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di

2017, No penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan atau pembiayaan bank bagi bank umum; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di No.148, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Bank. Perkreditan. Pembiayaan. Kebijakan. Penyusunan dan Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Lebih terperinci