BUDAYA SOPIR ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUDAYA SOPIR ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG"

Transkripsi

1 LAPORAN PENELITIAN ANTROPOLOGI BUDAYA SOPIR ANGKUTAN KOTA DI KOTA BANDUNG Disusun oleh: Kelompok 10 B Putri Indah Pertiwi Johan Kartono Herdi Arman Putra Hidayatus Syufyan M. Fajar Gunawan Fatimatuz Zahra DEPARTEMEN SOSIOTEKNOLOGI FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2009

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Pembahasan Sistematika Laporan... 2 BAB II Landasan Teori Teori Antropologi Sistem Angkutan Kota Bandung Izin operasi angkot Trayek angkutan kota Bandung Tarif angkutan kota Retribusi angkutan kota Bandung Unsur-Unsur Budaya... 7 BAB III Metodologi Penelitian... 8 BAB IV Pembahasan Kepemilikan Angkot Jam Kerja Retribusi Pembahasan terhadap unsur budaya Bahasa Pendidikan dan Teknologi Ekonomi Sosial BAB V Penutup Kesimpulan Saran Daftar Pustaka i

3 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting untuk dimiliki oleh suatu kota, terutama kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Sistem transportasi merupakan hal krusial dalam menentukan keefektifan suatu kota. Pergerakan penduduk dan aktivitas ekonomi yang menggerakkan kota sangat tergantung pada sistem transportasi tersebut. Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia, oleh karena itu sistem transportasinya merupakan hal yang penting. Salah satu sistem transportasi umum yang ada di Bandung adalah Angkutan Kota. Angkutan kota (angkot) sudah menjadi kebutuhan utama dalam mendukung kehidupan sehari-hari bagi sebagian besar masyarakat kota Bandung. Posisi angkutan kota yang menjadi kebutuhan utama ini menyebabkan banyaknya jumlah kendaraan angkutan kota di Kota Bandung. Angkutan kota yang banyak akhirnya menyebabkan para pengemudi angkutan kota memiliki komunitasnya sendiri, yang juga memiliki sistem budayanya sendiri, yang berbeda dengan sistem budaya masyarakat Bandung yang lain. Pengemudi angkutan kota yang memiliki prinsip atau budaya hidup yang berbeda dengan pekerja lain ini mendapat respon yang beragam di masyarakat. Budaya pengemudi angkutan kota ini mendapatkan baik respon yang positif maupun yang negatif. Budaya para pengemudi angkutan kota dan respon-respon terhadap budaya tersebut merupakan hal yang menarik untuk dipelajari dan diteliti. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian mengenai budaya sopir angkot di kota Bandung ini adalah: a. Mengetahui sistem penyelenggaraan usaha angkot di kota Bandung b. Mengenal profil umum sopir angkot di kota Bandung c. Mengetahui budaya supir angkot di Kota Bandung 1

4 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Penelitian ini mencakup dua batasan ruang lingkup. Pertama adalah ruang lingkup wilayah, yang dalam penelitian ini adalah angkutan kota di Kota Bandung. Dipilih wilayah kota agar bisa mendapatkan data secara keseluruhan. Kedua adalah ruang lingkup pembahasan, yang fokus hanya kepada perilaku supir angkutan kota di Kota Bandung. Fokus ini dipilih agar penelitian ini menjadi suatu penelitian yang padat dan tidak melenceng kemana-mana sehingga memudahkan yang membaca. 1.4 Sistematika Laporan Sistematika penulisan laporan penelitian ini terbagi dalam beberapa bagian, yaitu: BAB I. PENDAHULUAN Berisikan latar belakang, tujuan, ruang lingkup pembahasan, metodologi penelitian, dan sistematika laporan. BAB II. LANDASAN TEORI Berisikan tinjauan umum tentang angkutan kota dan ilmu antropologi yang mendasari penyusunan laporan penelitian ini. BAB III. PEMBAHASAN Berisikan analisis terhadap penelitian tentang angkutan kota yang telah dilakukan penulis. BAB IV. PENUTUP Berisikan kesimpulan dan saran. 2

5 BAB II Landasan Teori 2.1. Teori Antropologi Ilmu antropologi menyediakan banyak teori yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Penulis memilih beberapa di antaranya yang mendasari penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai angkot ini, yaitu: Teori Geertz: Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang dijadikan sebagai pedoman atau penginterpretasi keseluruhan tindakan manusia Teori R. Firth: Kebudayaan adalah seluruh perilaku manusia dalam organisasi dan pranata yang mengatur penggunaan sumber -sumber terbatas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam suatu masyarakat tertentu. Teori Sathe: Kebudayaan adalah gagasan-gagasan dan asumsi-asumsi penting yang dimiliki suatu masyarakat yang menentukan atau mempengaruhi komunikasi, pembenaran, dan perilaku anggota-anggotanya 2.2. Sistem Angkutan Kota Bandung Menurut Peraturan Daerah Kota Bandung, angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Sedangkan kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Salah satu kendaraan umum yang beroperasi di kota Bandung adalah angkutan perkotaan atau biasa disebut angkot Izin operasi angkot Pengoperasian angkot di kota Bandung diatur oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung bekerjasama dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bandung. Setiap pemilik angkot yang ingin mengoperasikan angkotnya harus memiliki izin dari Pemkot Bandung, dalam 3

6 hal ini Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung. Menurut Perda Kota Bandung No. 02/2008 pasal 131, izin untuk menyelenggarakan usaha angkot terdiri dari: a. Izin Usaha Angkutan (IUA); b. Izin Trayek; c. Izin Operasi; Izin Usaha Angkutan adalah izin yang diperlukan oleh seorang pengusaha angkot yang memperbolehkannya memiliki unit angkutan dan menjalankan unit angkutan itu untuk berusaha di jalanan. Izin Trayek adalah izin yang dibutuhkan suatu unit angkutan kota untuk menjalankan usahanya berdasarkan trayek tertentu. Sedangkan, Izin Operasi adalah izin jalan untuk suatu unit angkutan kota. Izin-izin tersebut diberikan oleh Dishub Kota Bandung dengan melengkapi persyaratanpersyaratan tertentu Trayek angkutan kota Bandung Angkot-angkot yang beroperasi di kota Bandung melintasi berbagai jalanan di kota Bandung yang terbagi dalam 38 trayek atau jurusan. Tiap trayek memiliki nomor dan ciri-ciri angkot tersendiri. Adapun trayek-trayek angkot di kota Bandung adalah sebagai berikut: Trayek angkot Jarak (km) Jumlah (unit) 1 Abdul Muis Cicaheum Via Binong Abdul Muis Cicaheum Via Aceh Abdul Muis Dago Abdul Muis Ledeng Abdul Muis Elang Cicaheum Ledeng Cicaheum Ciroyom Cicaheum Ciwastra Derwati Cicaheum Cibaduyut 18, Stasiun Hall Dago Stasiun Hall Sadang Serang Stasiun Hall Ciumbuleuit Via Eykman Stasiun Hall Ciumbuleuit Via Cihampelas Stasiun Hall Gede Bage Stasiun Hall Sarijadi 7, Stasiun Hall Gunung Batu

7 17 Margahayu Raya Ledeng Dago Riung Bandung Pasar Induk Caringin Dago Panghegar Permai Dipatiukur Dago 18, Ciroyom Sarijadi Ciroyom Bumi Asri Ciroyom Cikudapateuh Sederhana Cipagalo 13, Sederhana Cijerah Sederhana Cimindi Ciwastra Ujungberung 17, Cisitu Tegallega 10, Cijerah Ciwastra Derwati Elang Gede Bage Ujungberung Abdul Muis Mengger Cicadas Elang Antapani Ciroyom Cicadas Cibiru Panyileukan Bumi Panyileukan Sekemirung Sadang Serang Caringin Cibaduyut Karang Setra 18, Cibogo Elang 6 35 Sumber: Bandung Dalam Angka Tahun Tarif angkutan kota Tarif penggunaan jasa angkutan kota yang dibebankan kepada penumpang juga diatur oleh Peraturan Daerah Kota Bandung, terutama yang terbaru pada Perda Kota Bandung No. 2 Tahun 2008, mengatur sebagai berikut: Pasal 153 ayat (1): Besarnya tarif angkutan kota yang sepenuhnya beroperasi di Daerah ditetapkan berdasarkan perhitungan jarak tempuh dikalikan dengan tarif dasar. Pasal 153 ayat (3): Tarif angkutan kota dan angkutan pedesaan yang beroperasi di wilayah perbatasan, ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antar Bupati/Walikota yang terkait dalam kerjasama transportasi antar daerah. Jadi, besaran tarif yang dikenakan bergantung kepada jarak yang ditempuh selama menggunakan jasa angkot. Besaran tarif ditetapkan melalui kesepakatan antara masyarakat kota Bandung, yang diwakili oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bandung yang mewakili pengusaha dan pekerja angkot. 5

8 Tarif angkot yang berlaku saat ini adalah minimal Rp 1.250,- dan bertambah sesuai jarak yang ditempuh Retribusi angkutan kota Bandung Retribusi adalah Pungutan Daerah sebagai Pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khususnya disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang Pribadi dan/atau Badan. Dalam hal ini, retribusi yang dibayarkan atas izin yang diberikan Pemerintah Kota Bandung untuk beroperasi di jalan-jalan kota Bandung serta retribusi terhadap penggunaan terminal. Menurut Perda Kota Bandung No. 12 Tahun 2008, tata cara penagihan retribusi adalah sebagai berikut: Pasal 6 ayat (1): Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. Pasal 7 ayat (1): Pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai/lunas. Sedangkan, beberapa jenis retribusi yang dikenakan terhadap pengoperasian suatu angkutan kota meliputi: 1. Retribusi Pengujian kendaraan bermotor pertama kali, sebesar Rp ,00/kendaraan 2. Pengujian Berkala Perpanjangan, sebesar Rp ,00/kendaraan/6 bulan 3. Penilaian Kondisi Teknis Kendaraan, sebesar Rp ,00/ kendaraan 4. Retribusi Izin Usaha Angkutan ( IUA) penumpang dan barang, sebesar Rp ,00 tiap perusahaan selama usaha. 5. Retibusi Izin Trayek angkutan, sebesar Rp ,00/kendaraan/5 tahun. 6. Retribusi pelayanan jasa terminal penumpang: Rp ,00/hari/terminal Pengujian berkala dikenakan setiap 6 bulan dan setiap pengujian mendapatkan tanda stiker yang ditempelkan di bagian samping badan mobil angkot. Selain retribusi resmi dari pemerintah, ada juga retribusi yang dibayarkan kepada organisasi angkot (Organda) yang diwakili setiap Koperasi Angkutan Kota Bandung Tertib (Kobanter) Baru. Besarannya ditentukan oleh setiap Kobanter Baru yang berbeda-beda sesuai trayeknya. 6

9 2.3. Unsur-Unsur Budaya Ada tujuh unsur budaya yang menjadi dasar melakukan penelitian dalam ilmu antropologi, yaitu: 1. Bahasa 2. Religi 3. Pendidikan 4. Teknologi 5. Ekonomi 6. Sosial 7. Kesenian Penelitian ini sendiri hanya membahas lima unsur dari tujuh unsur yang disebutkan di atas, yaitu bahasa, ekonomi, sosial, pendidikan dan teknologi. Dua unsur yang tidak dimasukkan, religi dan kesenian, dijadikan bahan penelitian dikarenakan tidak dapat melakukan penelitian secara spesifik dan kurang relevan dengan objek yang diteliti. 7

10 BAB III Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam mengerjakan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Metode primer a. Penelitian kuantitatif. Kuesioner dibagikan kepada 100 orang pengguna jasa angkot yang mengamati perilaku-perilaku sopir angkot seperti yang telah ditentukan dalam kuesioner. b. Pengamatan pasif terhadap sopir angkot. Pengamatan dilakukan peneliti terhadap perilaku-perilaku sopir angkot di kota Bandung di setiap mobil angkot yang ditumpangi oleh peneliti dengan melihat dan mencatat perilaku-perilaku sopir angkot tersebut. c. Pengamatan aktif terhadap sopir angkot. Pengamatan dilakukan peneliti terhadap perilaku-perilakuu sopir angkot di kota Bandung yang ditumpangi oleh peneliti dengan berinteraksi secara aktif atau wawancara kepada sopir angkot tersebut. 2. Metode sekunder Dilakukan dengan studi literatur terhadap buku-buku, jurnal, paper, ataupun sumbersumber lainnya dari internet. Studi literatur dilakukan terhadap materi yang terkait dengan topik penelitian. 8

11 BAB IV Pembahasan 3.1. Kepemilikan Angkot Angkot yang beroperasi di kota Bandung terbagi dalam dua macam kepemilikan, yaitu angkot yang dimiliki sendiri dan angkot yang dimiliki oleh orang lain, dalam hal ini adalah pengusaha angkot yang menyewakan angkotnya untuk dikemudikan oleh sopir angkot. Pemilik angkot di kota Bandung ada yang sekaligus menjadi sopir angkotnya sendiri. Pemilik angkot ini membeli angkot dengan modal sendiri sehingga awalnya memiliki orientasi untuk mengembalikan modal pembelian angkot. Namun, karena angkotnya dimiliki sendiri, tidak ada target pendapatan (setoran) yang harus dicapai setiap hari, tetapi tetap mengejar pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, ada juga pemilik usaha angkot yang hanya bertindak sebagai pemilik saja dengan menyerahkan pengoperasian angkot kepada pekerja/sopir yang sudah bersepakat sebelumnya. Kesepakatan itu terutama mengenai besarnya biaya yang harus disetorkan kepada pemilik angkot setiap harinya. Pendapatan bersih yang didapat sopir angkot setiap harinya adalah pendapatan sopir angkot di hari itu dikurangi yang disetorkan. Ada juga kesepakatan mengenai siapa yang menanggung bahan bakar angkot, serta perawatan angkot. Pemilik usaha angkot umumnya tidak hanya memiliki satu angkot saja, dan bisa jadi bukan hanya satu trayek saja yang dimilikinya. Semuanya bebas, yang penting memiliki izin menyelenggarakan usaha angkot seperti yang diatur oleh pemerintah. Namun, banyaknya jumlah angkot yang beroperasi juga diatur dan diawasi oleh Dinas Perhubungan kota Bandung. Penulis tidak berhasil mendapatkan jumlah angkot yang dimiliki sendiri dan dimiliki pengusaha angkot di kota Bandung, sehingga tidak dapat membahas lebih lanjut mengenai hal ini Jam Kerja Setiap trayek angkot memiliki waktu beroperasi yang berbeda-beda. Angkot-angkot yang melewati terminal utama di kota Bandung, seperti terminal Cicaheum, Kebon Kalapa (Abdul Muis), dan Leuwipanjang, beroperasi selama 24 jam penuh. Meski tidak semua angkot di trayektrayek tersebut yang beroperasi selama 24 jam, tetapi penumpang yang ingin menggunakan jasa 9

12 angkot di trayek-trayek tersebut masih dapat dilayani karena ada angkot yang masih beroperasi. Di luar itu, angkot-angkot hanya beroperasi sampai dengan batas waktu tertentu, dan beroperasi kembali keesokan harinya lagi. Waktu bekerja seorang sopir angkot di kota Bandung berbeda-beda. Ada yang mengoperasikan angkotnya sendiri selama sehari, ada yang berbagi waktu kerja mengemudikan satu angkot dengan sopir lain, dan ada menggunakan sistem sopir tembak. Angkot yang dioperasikan sendirian bisa dimiliki sendiri atau disewakan oleh pengusaha angkot. Keuntungannya, pendapatan yang diperoleh bisa lebih besar, tetapi konsekuensinya lebih menguras tenaga dan waktu beristirahat. Ada juga yang satu angkot tetapi berbagi waktu mengemudikannya antara dua sopir angkot. Berapa lama atau berapa rit waktu bekerja satu sopir disepakati bersama antar dua sopir angkot tersebut. Jika angkot tersebut disewakan pengusaha angkot, maka setoran untuk pengusaha angkot juga dibagi dua antara dua sopir angkot. Pendapatan seorang sopir angkot dihitung dari kelebihan setorannya. Pendapatan memang bisa lebih sedikit dibanding sendirian, tetapi waktu kerja lebih singkat. Selain dua cara di atas, ada juga sopir angkot yang menyerahkan pengoperasian angkot kepada orang lain yang sebelumnya tidak bekerja secara tetap sebagai sopir angkot, atau biasa disebut sopir tembak atau sopir batangan. Sopir angkot menuntut setoran untuknya sebesar tertentu, tetapi angkot dioperasikan oleh sopir tembak ini. Seberapa banyak sistem angkot di kota Bandung menganut berbagai sistem tersebut, peneliti tidak mendapatkan datanya Retribusi Retribusi yang harus dibayarkan sopir angkot adalah sebesar Rp ,00/hari/ terminal. Pada kenyataannya, yang dibayarkan oleh sopir angkot berbeda dengan yang telah diatur oleh Perda Kota Bandung No. 12/2008. Berdasarkan wawancara dan pengamatan yang dilakukan terhadap beberapa sopir angkot di Bandung, jumlah dan cara pembayaran retribusi terminal ini tidak sesuai dengan Perda Kota Bandung tersebut. Setiap trayek memiliki dua terminal di masing-masing ujung rutenya. Oleh karena itu, retribusi terminal yang dibayarkan seharusnya adalah sebesar Rp ,00/hari. Namun, yang ditagihkan oleh petugas dari Dishub adalah sebesar Rp ,00/hari. Cara penagihannya pun 10

13 dengan cara diborong 4 kali sekaligus, yang seharusnya menurut peraturan seperti yang disebutkan di bab sebelumnya bahwa penagihan retribusi tidak dapat diborongkan Pembahasan terhadap unsur budaya Bahasa Pengamatan yang dilakukan mendapatkan data bahasa yang digunakan sopir angkot di kota Bandung sehari-hari dalam berkomunikasi dengan penumpang dan lain-lain sebagai berikut: Bahasa Yang Digunakan 40% 16% 44% Sunda Indonesia Campur Grafik 1. Bahasa yang digunakan sopir angkot Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa sopir angkot lebih banyak menggunakan bahasa Sunda daripada bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan karena kebanyakan sopir angkot berasal dari golongan masyarakat menengah ke bawah. Pergaulan masyarakat golongan ini memang lebih banyak menggunakan bahasa daerah, dalam hal ini adalah bahasa Sunda. Meskipun sopir angkot tersebut bukan berasal dari masyarakat Sunda, tetapi mereka juga terbiasa menggunakan bahasa Sunda. Percampuran dengan bahasa Indonesia dikarenakan kebiasaan atau agar penumpang angkot, yang semuanya tidak dapat berbahasa Sunda dengan baik, dapat mengerti dan saling berkomunikasi. 11

14 3.4.2 Pendidikan dan Teknologi Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa sopir angkot, rata-rata pendidikan terakhir seorang sopir angkot adalah SD dan SMP. Unsur teknologi yang diamati disini adalah kepemilikan telepon genggam (handphone) oleh sopir angkot. Setidaknya, sopir angkot yang memiliki handphone tahu cara menggunakan perangkat telekomunikasi modern tersebut. Dari pengamatan ini, didapatkan data sebagai berikut: Kepemilikan Handphone 46% 54% Ya Tidak Grafik 2. Kepemilikan telepon genggam (handphone) oleh sopir angkot Grafik di atas menunjukkan bahwa sebagian besar sopir angkot telah memiliki handphone sehingga penguasaan teknologi bisa dikatakan cukup baik. Selain itu, beberapa sopir angkot yang diwawancarai mengakui bahwa mereka setidaknya mengerti sedikit tentang mesin mobil angkot. Hal ini dikarenakan mereka pernah memeriksa atau memperbaiki sendiri mobil angkot tersebut. Setidaknya, pengetahuan akan mesin ini dipelajari sedikit demi sedikit dari orang lain, kemudian menjadi terbiasa dan akhirnya menjadi tahu juga. Mobil angkot di kota Bandung jarang yang dilengkapi dengan fasilitas radio tape. Namun, pada beberapa angkot dapat ditemukan radio tape terpasang meskipun dengan speaker yang kecil. Bahkan, ada angkot yang sudah dilengkapi dengan pemutar compact 12

15 disc (CD). Kejarangan adanya fasilitas multimedia di mobil ini lebih disebabkan biaya pemasangannya, yang umumnya tidak ditanggung oleh sopir angkot Ekonomi Sistem ekonomi pekerja angkot adalah sistem kejar setoran, maka sopir-sopir angkot menerapkan kebiasaan-kebiasaan berikut untuk memenuhi target harian mereka: Ngetem Ngetem adalah kegiatan kendaraan umum masal/non personal (angkot, metro mini, bis gede) berhenti sementara untuk mendapatkan penumpang. 26% Angkot ngetem? 74% Ya Tidak Grafik 3. Seberapa sering angkot ngetem Berdasarkan hasil pengamatan di atas, diketahui bahwa sebagian besar angkot di Bandung ngetem, bisa sebentar dan bahkan bisa lama. Bahkan, di spot-spot/tempat-tempat tertentu menjadi tempat ngetem. Jika sebelumnya angkot tersebut kosong, ngetem bisa lama yang menyebabkan penumpang yang menunggu menjadi kesal. Kebanyakan sopir angkot ngetem di terminal atau tempat-tempat tertentu untuk memenuhi kapasitas angkot sehingga target setoran terpenuhi. Selain itu, sambil ngetem, sopir angkot juga dapat beristirahat sejenak dari pekerjaannya. Bukan hanya penumpang, angkot juga terkadang harus menunggu gilirannya untuk ngetem terdepan. Dengan begitu, 13

16 waktu ngetem lebih lama dan jumlah rit dalam sehari bisa berkurang. Namun, keuntungannya bagi sopir angkot, penumpang penuh setelah ngetem dapat memberi pendapatan yang maksmimal di satu rit itu. Selain itu, dengan ngetem dan menjadikan penuh kapasitas angkot dapat menghemat bahan bakar. Jika angkot jalan terus, dengan resiko sepi penumpang, maka hanya akan menghabiskan bahan bakar saja. Ngetem yang dilakukan oleh sopir angkot berbeda-beda lamanya. Hasil pengamatan memberikan perbandingan seperti pada grafik berikut: Lama ngetem 19% 51% 30% 1-5 menit 5-10 menit menit Grafik 4. Hasil pengamatan tentang berapa lama amgkot ngetem Berdasarkan hasil pengamatan di atas, penumpang angkot tidak menyukai angkot yang ngetem terlalu lama. Karena itu pula, pengamatan tidak memasukkan data angkot yang ngetem lebih dari 15 menit, meskipun banyak terjadi seperti di terminal atau pada malam hari yang memang penumpangnya jarang. Perilaku ngetem ini memiliki efek berbeda bagi pengguna dan pengemudi angkot. Ngetem lama, penumpang jadi kesal. Tidak ngetem, pendapatan berkurang. 14

17 Memaksa 7-5 Ada lagi istilah 7-5, yaitu banyaknya penumpang yang bisa memenuhi tempat duduk di kanan dan kiri dalam angkot. 7 orang di sebelah kanan dan 5 orang di sebelah kiri adalah kapasitas maksimal di bangku tersebut, bahkan sebetulnya untuk beberapa angkot, tidak mencapai 7-5 sudah terasa sempit dan penumpang yang dipaksakan masuk tidak mendapatkan tempat duduk yang layak. Hal ini dilakukan sopir angkot, yaitu memaksakan 7-5 adalah demi memaksimalkan kapasitas angkot untuk memperoleh pendapatan yang maksimal. Belum lagi ditambah dengan adanya bangku tempel atau bangku artis yang ditempatkan pada ujung pintu angkot, berkapasitas 1-2 orang. Bahkan, tempat duduk di depan samping sopir yang sebetulnya diperuntukkan untuk satu orang, tetapi demi memaksimalkan kapasitas, dapat ditempati oleh dua orang penumpang. Namun, hal ini tidak hanya ada pada angkot di kota Bandung, tetapi di daerah-daerah lain di Indonesia, seperti di Jakarta, Bogor, dan kota-kota lainnya. Jika dihitung, jumlah penumpang yang dipaksakan ini menjadi 17 orang dalam satu angkot termasuk sopir. Padahal, kapasitas layak yang diizinkan Dinas Perhububungan untuk angkot adalah sekitar orang saja. Namun, tidak ada tindakan apa-apa dari petugas terkait terhadap hal ini. 32% Memaksakan "7-5"? 68% Ya Tidak Grafik 5. Perbandingan sopir angkot yang memaksakan kapasitas 7-5 pada angkotnya 15

18 Kesesuaian tarif Tarif angkot yang dibebankan kepada pengguna jasa angkot di kota Bandung didasarkan pada jarak yang ditempuh penumpang tersebut selama menaiki angkot tersebut. Makin jauh jarak tempuhnya, maka tarif yang dibebankan juga lebih besar. Menurut kesepakatan terakhir antara Dishub Kota Bandung dan Organda Kota Bandung, disepakati bahwa tarif minimum pengguna jasa angkot, dalam artian untuk jarak dekat, tarifnya adalah Rp 1.250,-. Namun, pada kenyataannya, tarif minimum yang dibayarkan penumpang angkot adalah sebesar Rp 1.500,-. Sopir angkot rata-rata masih berpegang pada tarif sebelumnya, padahal yang terbaru sudah diturunkan sebesar Rp 250,-. Salah satu penyebab lain sopir angkot masih berpegang pada tarif yang lama adalah masalah susah memberikan kembaliannya. Selain itu, terkadang sopir angkot suka menaikkan tarif secara sepihak dimana dia meminta tarif yang harus dibayar lebih besar daripada biasanya atau bisa juga mengembalikan uang lebih dengan kurang dari seharusnya. Hal ini dilakukan sopir angkot demi mengejar setoran, ini terbukti dari hasil pengamatan berikut ini: Sesuaikah tarif yang dibebankan? 15% 85% Ya Tidak Grafik 6. Perbandingan apakah tarif yang dikenakan sudah sesuai atau tidak. 16

19 Sesuaikah kembalian yang diterima? 33% 67% Ya Tidak Grafik 7. Perbandingan apakah kembalian uang lebih yang diterima penumpang angkot sudah sesuai atau belum. Putar balik (kasus khusus) Ada kalanya angkot tidak berjalan mengikuti rute yang semestinya. Salah satu kasusnya adalah angkot yang sebelum sampai ke tujuannya, tetapi memutar arah kembali ke arah rute sebaliknya. Ini dinamakan putar balik. Akibatnya, jika masih ada penumpang di dalam angkot tersebut terpaksa diturunkan di tempat angkot tersebut memutar arah. Alasan sopir angkot melakukan putar balik adalah karena rute tersebut sedang sepi sedangkan rute sebaliknya diperkirakan ramai atau memang ada keperluan tertentu kea rah sebaliknya. Cukup jarang memang kasus ini, maka dari itu penulis menyebutnya kasus khusus. Berdasarkan pengamatan, hanya 22 % angkot yang diamati yang melakukan putar balik seperti ditunjukkan grafik berikut: 17

20 Melakukan putar balik? 22% 78% Ya Tidak Grafik 8. Perbandingan apakah sopir angkot melakukan putar balik atau tidak Dari 22 % angkot yang diamati yang melakukan putar balik tersebut, alasan-alasan angkot tersebut melakukan putar balik ditunjukkan oleh grafik berikut: Alasan memutar balik? 14% 86% Sepi penumpang Mau pulang Grafik 9. Perbandingan alasan sopir angkot melakukan putar balik Penumpang yang ada di dalam angkot pada saat angkot melakukan putar balik terpaksa diturunkan, dan kadang sopir angkot bertanggung jawab dengan tidak meminta tarif 18

21 karena hal-hal seperti ini biasanya di luar perkiraan. Persentase hasil pengamatan cukup banyak yang tidak perlu membayar ongkos, tetapi lebih banyak yang diminta untuk membayar penuh ongkos angkot. Grafiknya sebagai berikut: Tarif yang dibayar? 41% 9% 50% Bayar penuh Bayar setengahnya Tidak bayar Grafik 10. Perbandingan tarif yang dibayar oleh penumpang saat sopir angkot melakukan putar balik Sosial Sopir angkot dalam profesinya tidaklah sendiri. Mereka berkelompok sesuai dengan trayek dimana mereka bekerja, meski tak jarang antar sopir angkot yang berbeda trayek juga saling kenal. Pergaulan antar sopir angkot terutama di terminal-terminal sembari menunggu penumpang. Namun, cara pergaulan ini tergantung masing-masing pribadi sopir angkot juga. Ada yang sering mengobrol, dan ada pula yang hanya sebatas kenal nama saja. Pergaulan antar sopir angkot ini tidak dibatasi oleh usia, tetapi berdasarkan wawancara yang dilakukan, bahwa sopir-sopir angkot memang lebih sering berkumpul dengan sopir-sopir angkot lain yang usianya setara. Dari survey atas 100 responden berikut, terlihat sopir angkot paling banyak berada pada kelompok usia antara tahun. 19

22 65% 8% Usia sopir angkot 27% Tahun Tahun Di atas 40 Tahun Grafik 11. Perbandingan sopir angkot berdasarkan usianya. Data di atas tidak dapat dijadikan kesimpulan akhir mengenai rata-rata usia sopir angkot di Bandung, tetapi sebatas pengamatan ini dapat dianalisis bahwa usia di antara tahun mendominasi pekerjaan sopir angkot. Usia di bawah 30 tahun mungkin lebih memilih pekerjaan lain dibandingkan sebagai sopir angkot. Sedangkan, usia di atas 40 tahun sudah tergeser oleh sopirsopir angkot yang lebih muda. Angkot-angkot ini juga terkumpul dalam suatu organisasi, yaitu Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bandung meskipun keberadaanya bukan di bawah pemerintah. Namun, posisinya justru sering mewakili angkot-angkot pada rapat dengan pemerintah. Organisasi ini juga memungut iuran/retribusi kepada anggota-anggotanya yang pemanfaatannya juga untuk kesejahteraan anggota-anggotanya. Organda Bandung ini membawahi Koperasi Angkutan Kota Bandung Tertib (Kobanter) Baru yang mewakili setiap trayek angkot Bandung. Sopir-sopir angkot Bandung juga memiliki solidaritas yang tinggi antar sesamanya. Ini terbukti dari beberapa kejadian baru-baru ini, yaitu pada demo kenaikan tarif karena peningkatan harga BBM dan akan beroperasinya bis Trans Metro Bandung (TMB). Pada kejadian pertama, sopirsopir angkot yang diorganisasi Organda sepakat untuk melakukan mogok massal dan semua mengikuti. Sedangkan, yang kedua mogok massal dilakukan angkot-angkot yang beroperasi di sepanjang Jalan Soekarno-Hatta. Meskipun, solidaritas ini sepertinya terkesan dipaksakan. Berbeda halnya dengan rasa sosial yang ditunjukkan oleh sopir angkot terhadap pengguna jalan lainnya. Hal ini terlihat dari seringnya sopir-sopir angkot melanggar atau mengabaikan 20

23 peraturan-peraturan lalu lintas sehingga menimbulkan ketidaknyamanan pada pengguna jalan lainnya. Selain itu, penumpang di dalam angkot juga sering merasakan ketidaknyamanan terhadap perilaku menyetir angkot oleh sopirnya. Berikut ini adalah hasil pengamatan tentang jumlah sopir angkot yang menyetir angkotnya dengan kasar atau tidak: Pembawaan dalam menyetir angkot 61% 39% Kasar Tidak Grafik 12. Perbandingan cara pembawaan dalam menyetir mobil angkot Berdasarkan hasil pengamatan di atas, memang lebih sedikit sopir yang menyetir angkotnya dengan kasar dibanding yang tidak. Dari jumlah seperti itu, sudah menimbulkan keresahan bagi orang lain, tetapi kurang bisa disimpulkan bahwa sopir angkot memiliki rasa sosial yang rendah. 21

24 BAB V Penutup Kesimpulan Perilaku-perilaku sopir angkot yang berhasil diamati adalah 1. Ngetem 2. Memaksa Putar balik 4. Ugal-ugalan 5. Menaikkan ongkos secara sepihak Perilaku-perilaku di atas menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengguna jasa angkot maupun pengguna jalan raya lainnya. Sopir angkot Bandung mampu berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda. Sopir angkot secara pengetahuan dan teknologi sudah cukup baik. Secara sosial sopir angkot memiliki organisasi untuk membantu mereka sehingga ikatan antar mereka cukup kuat. Sistem perangkutan angkot di Bandung rata-rata menggunakan sistem setoran. Pemungutan retribusi oleh pemerintah kota Bandung tidak sesuai dengan peraturan daerah mengenai retribusi. Saran Sopir angkot sebaiknya mengurangi perilaku-perilaku yang menimbulkan ketidaknyamanan orang lain. Sopir angkot hendaknya selalu taat kepada aturan-aturan lalu lintas yang berlaku di jalan raya sehingga stigma negatif dari masyarakat. Pengguna angkot juga hendaknya lebih menghormati profesi sopir angkot, dan jangan sembarangan naik dan turun dari angkot di tempat-tempat yang kurang memungkinkan. Pemerintah harusnya mengaplikasikan peraturannya dengan baik. 22

25 Daftar Pustaka Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota Bandung. Sumber: website Pemerintah Kota Bandung ( Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Retribusi di Bidang Perhubungan. Sumber: website Pemerintah Kota Bandung ( Bandung Dalam Angka Tahun Sumber: website Pemerintah Kota Bandung ( Ngetem And The Never Ending Circle. Sumber: Ayu Humairoh, Teori Sosiologi dan Antropologi. Sumber: A.E. Dumatubun, Kebudayaan, Kesehatan Orang Papua Dalam Perspektif Antropologi Kesehatan, Jurnal Antropologi Papua, vol. 1, no. 1, Agustus Roger M. Keesing, Theories of Culture, Annual Review of Anthropology, Dr. Chairil N. Siregar, M.Sc, Materi Kuliah Antropologi. Chabib Mustofa, Antropologi Budaya. 23

Budaya Supir Angkot di Kota Bandung. Kelompok 10 B Antropologi

Budaya Supir Angkot di Kota Bandung. Kelompok 10 B Antropologi Budaya Supir Angkot di Kota Bandung Kelompok 10 B Antropologi Anggota kelompok Putri Indah P 10506003 Herdi Arman Putra 12206037 Hidayatus Syufyan 12206087 Johan Kartono 10706018 M. Fajar Gunawan 13204241

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan industri jasa yang memiliki fungsi pelayanan publik dan misi pengembangan nasional, yang secara umum menjalankan fungsi sebagai pendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari-hari. Angkutan kota atau yang biasa disebut angkot adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari-hari. Angkutan kota atau yang biasa disebut angkot adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah alat yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi

Lebih terperinci

BAB III PERKEMBANGAN KOTA DAN KARAKTERISTIK SARANA ANGKUTAN UMUM KOTA BANDUNG. III.1.1. Pertumbuhan Penduduk dan Luas Wilayah

BAB III PERKEMBANGAN KOTA DAN KARAKTERISTIK SARANA ANGKUTAN UMUM KOTA BANDUNG. III.1.1. Pertumbuhan Penduduk dan Luas Wilayah BAB III PERKEMBANGAN KOTA DAN KARAKTERISTIK SARANA ANGKUTAN UMUM KOTA BANDUNG Bab ini menguraikan perkembangan fisik Kota Bandung, perkembangan dan pertumbuhan penduduk, sistem penyediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN OBJEK PENELITIAN. A. Metode Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data.

BAB III METODE DAN OBJEK PENELITIAN. A. Metode Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data. BAB III METODE DAN OBJEK PENELITIAN A. Metode Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data. 1. Metode Penelitian Sebuah penelitian senantiasa memerlukan suatu metode penelitian yang disesuaikan

Lebih terperinci

KAJIAN INTEGRASI RUTE ANGKUTAN UMUM DI KOTA BANDUNG

KAJIAN INTEGRASI RUTE ANGKUTAN UMUM DI KOTA BANDUNG KAJIAN INTEGRASI RUTE ANGKUTAN UMUM DI KOTA BANDUNG Oleh : Aditiya Ramdani 1 1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Pasundan, Bandung email : adityaramdani@mail.unpas.ac.id ABSTRAK Rencana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 108 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

Lebih terperinci

Aplikasi Graf Berbobot dalam Menentukan Jalur Angkot (Angkutan Kota) Tercepat

Aplikasi Graf Berbobot dalam Menentukan Jalur Angkot (Angkutan Kota) Tercepat Aplikasi Graf Berbobot dalam Menentukan Jalur Angkot (Angkutan Kota) Tercepat Nicholas Rio - 13510024 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Transportasi umum merupakan sebuah alat yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari manusia dalam pengembangan ekonomi suatu bangsa. Menurut Nasution

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang menunjang pergerakan baik orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang menunjang pergerakan baik orang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan sarana yang menunjang pergerakan baik orang maupun barang dari suatu tempat asal ke tempat tujuan. Secara umum, kebutuhan akan jasa transportasi

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN TAKSI DAN ANGKUTAN SEWA KHUSUS MENGGUNAKAN APLIKASI BERBASIS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah dilakukan analisa data dan pembahasannya, maka dapat diketahui tingkat kesesuaian antara kepentingan dan kepuasan responden, tingkat kesenjangan antara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KARAKTERISTIK KORIDOR CIBIRU-DAGO

BAB II KARAKTERISTIK KORIDOR CIBIRU-DAGO BAB II KARAKTERISTIK KORIDOR CIBIRU-DAGO 2.1 Umum Sebelum melakukan analisis, sebaiknya diketahui terlebih dahulu mengenai kondisi eksisting koridor yang ditinjau. Hal ini berguna untuk mendapatkan data

Lebih terperinci

KONDISI EKSISTING. Data hasil survei angkot jalur ABG/H

KONDISI EKSISTING. Data hasil survei angkot jalur ABG/H Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum Kota Malang Jalur ABG/H ( Arjosari Borobudur Gadang/Hamid Rusdi ) Arif Rachman Julianto ( 201210340311186 ) Artikel Tugas Sistem Transportasi Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sarana dan prasarana pendukung salah satunya adalah sarana

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sarana dan prasarana pendukung salah satunya adalah sarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah tidak terlepas dari pengaruh perkembangan sarana dan prasarana pendukung salah satunya adalah sarana transportasi. Transportasi

Lebih terperinci

Pengaplikasian Graf dalam Menentukan Rute Angkutan Kota Tercepat

Pengaplikasian Graf dalam Menentukan Rute Angkutan Kota Tercepat Pengaplikasian Graf dalam Menentukan Rute Angkutan Kota Tercepat Rachel Sidney Devianti/13515124 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda hidup mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya. Kegiatan transportasi ini membutuhkan

Lebih terperinci

Gambar II.1 bis sekolah gratis kota Bandung (Sumber : Dokumen pribadi 2014)

Gambar II.1 bis sekolah gratis kota Bandung (Sumber : Dokumen pribadi 2014) BAB II BIS SEKOLAH GRATIS KOTA BANDUNG II.1 Bis Sekolah Gratis kota Bandung II.1.1 Latar Belakang Bis Sekolah Gratis kota Bandung Pemerintah kota Bandung mengadakan bis sekolah gratis untuk para pelajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus ibukota dari Provinsi Jawa Barat yang mempunyai aktifitas Kota

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus ibukota dari Provinsi Jawa Barat yang mempunyai aktifitas Kota Pertumbuhan Ekonomi (%) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Bandung dikenal sebagai salah satu wilayah Metropolitan sekaligus ibukota dari Provinsi Jawa Barat yang mempunyai aktifitas

Lebih terperinci

Lampiran. Lampiran Data Kota Bandung

Lampiran. Lampiran Data Kota Bandung Lampiran Data Kota Bandung No Trayek Lampiran 1. Trayek Angkutan Kota Bandung Panjang Trayek (km) SK Walikota Jumlah Kendaraan SK DISHUB Ber operasi Koperasi 1 Abdul Muis - Cicaheum via Binong 32 427 394

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan transportasi semakin lama semakin meningkat seiring

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan transportasi semakin lama semakin meningkat seiring BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transportasi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat saat ini. Transportasi telah menjadi media untuk melakukan perpindahan barang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN KELEMAHAN PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN KELEMAHAN PENELITIAN BAB V KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN KELEMAHAN PENELITIAN Bab ini memuat kesimpulan dari uraian pada bab-bab sebelumnya serta rekomendasi terkait dengan hasil kesimpulan tersebut. Bab ini juga menguraikan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG

BAB 5 KESIMPULAN PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG BAB 5 KESIMPULAN PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG Pada bab ini akan dipaparkan kesimpulan dari hasil studi mengenai indentifkasi pengaruh pembangunan PASUPATI

Lebih terperinci

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM YANG MELAYANI TRAYEK PINGGIRAN-PUSAT KOTA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM YANG MELAYANI TRAYEK PINGGIRAN-PUSAT KOTA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM YANG MELAYANI TRAYEK PINGGIRAN-PUSAT KOTA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: NUGROHO MULYANTORO L2D 303 297 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.494, 2016 KEMENHUB. Angkutan Bermotor. Pencabutan. Orang. Kendaraan PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 32 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIFITAS PELAYANAN ANGKUTAN KOTA JURUSAN ABDUL MUIS DAGO

STUDI EFEKTIFITAS PELAYANAN ANGKUTAN KOTA JURUSAN ABDUL MUIS DAGO STUDI EFEKTIFITAS PELAYANAN ANGKUTAN KOTA JURUSAN ABDUL MUIS DAGO Astrid Fermilasari NRP : 0021060 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup dan benda mati dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Transportasi Kota Bandung dengan Menerapkan Konsep Sirkuit Hamilton dan Graf Berbobot

Perancangan Sistem Transportasi Kota Bandung dengan Menerapkan Konsep Sirkuit Hamilton dan Graf Berbobot Perancangan Sistem Transportasi Kota Bandung dengan Menerapkan Konsep Sirkuit Hamilton dan Graf Berbobot Rakhmatullah Yoga Sutrisna (13512053) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi yang sekarang selalu dihadapi kota-kota besar di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. transportasi yang sekarang selalu dihadapi kota-kota besar di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu komponen yang penting bagi kehidupan dan perkembangan ekonomi, sosial, politik dan mobilitas penduduk. Permasalahan transportasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi telah menjadi media untuk melakukan perpindahan barang ataupun orang dari

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi telah menjadi media untuk melakukan perpindahan barang ataupun orang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat saat ini. Transportasi telah menjadi media untuk melakukan perpindahan barang ataupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi yang merupakan salah satu sektor industri yang bersentuhan langsung dengan lalu lintas dinyatakan sebagai salah satu industri dengan tingkat cedera dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu sebagai pintu masuk ke wilayah kota Yogyakarta, menyebabkan pertumbuhan di semua sektor mengalami

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TERMINAL ANGKUTAN PENUMPANG UMUM DALAM KABUPATEN ACEH TAMIANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

1. Pendahuluan MODEL PENENTUAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN KOTA YANG OPTIMAL DI KOTA BANDUNG

1. Pendahuluan MODEL PENENTUAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN KOTA YANG OPTIMAL DI KOTA BANDUNG Ethos (Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat): 173-180 MODEL PENENTUAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN KOTA YANG OPTIMAL DI KOTA BANDUNG 1 Aviasti, 2 Asep Nana Rukmana, 3 Jamaludin 1,2,3 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 12...TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI DI BIDANG PERHUBUNGAN

KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 12...TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI DI BIDANG PERHUBUNGAN RaraRAraraNCANGANR LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 12...TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI DI BIDANG PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem tranportasi memiliki satu kesatuan definisi yang terdiri atas sistem, yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa izin trayek

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 6 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata banyaknya rit dan jumlah penumpang yang diamati Trayek Rata-rata Rit per 9 Jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata banyaknya rit dan jumlah penumpang yang diamati Trayek Rata-rata Rit per 9 Jam pukul 1.-16. dan sore hari dilakukan pada pukul 16.-19.. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Mencari data awal tentang aturan mengenai angkutan perkotaan, jumlah tiap trayek, dan lintasan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN TAKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 NO. 6, 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Umum Angkutan Umum dapat didefinisikan sebagai pemindahan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan umum adalah setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan pungutan kepada masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM TRANS METRO BANDUNG KORIDOR 2 CICAHEUM-CIBEUREUM

BAB III GAMBARAN UMUM TRANS METRO BANDUNG KORIDOR 2 CICAHEUM-CIBEUREUM BAB III GAMBARAN UMUM TRANS METRO BANDUNG KORIDOR 2 CICAHEUM-CIBEUREUM Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai gambaran umum TMB yang meliputi; gambaran umum angkutan umum di Kota Bandung, Gambaran umum

Lebih terperinci

KINERJA OPERASI ANGKOT RUTE CIUMBULEUIT ST. HALL

KINERJA OPERASI ANGKOT RUTE CIUMBULEUIT ST. HALL KINERJA OPERASI ANGKOT RUTE CIUMBULEUIT ST. HALL Oleh : Erik Ratiawan NRP : 0021047 Pembimbing : Budi Hartanto S, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKHIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB VI PENGUMPULAN DATA

BAB VI PENGUMPULAN DATA BAB VI PENGUMPULAN DATA 6.1. Umum Pengumpulan data dalam tugas akhir ini dibagi dalam 2 jenis. Yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metoda

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. Nomor: 2 Tahun 2006 Seri: B PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL PENUMPANG

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. Nomor: 2 Tahun 2006 Seri: B PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL PENUMPANG KO T A P R A D J A JO J G A TA R A K LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor: 2 Tahun 2006 Seri: B PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, angkutan dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang merupakan kajian ilmu geografi yang meliputi seluruh aspek darat, laut maupun udara. Alasan mengapa ruang menjadi kajian dari geografi, karena ruang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angkutan Undang undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mendefinisikan angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Retribusi Terminal merupakan salah

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta No.516, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Penyelenggaraan Angkutan Orang. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEKOLAH DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang : a. bahwa dengan memperhatikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin meningkat. Institusi pemerintah sebagai pelayan masyarakat perlu menemukan dan memahami cara

Lebih terperinci

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

perbaikan hidup berkeadilan sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang di kawasan Asia Tenggara, bangsa Indonesia termasuk bangsa yang dikategoikan Negara dunia ketiga. Negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pilihan utama bagi masyarakat untuk mencapai tempat tujuan. Pengguna angkutan. angkutan kota tersebut sampai di tempat tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. pilihan utama bagi masyarakat untuk mencapai tempat tujuan. Pengguna angkutan. angkutan kota tersebut sampai di tempat tujuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan kota merupakan salah satu moda transportasi yang biasa digunakan oleh masyarakat. Angkutan kota disediakan untuk mengangkut penumpang menuju tujuan tertentu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG IJIN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pendapatan masih menjadi indikator utama tingkat kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya. Perkembangan tingkat pendapatan

Lebih terperinci

STUDI KINERJA OPERASI DAMRI DI KOTA BANDUNG Disusun oleh: Render bakti Diputra Dosen pembimbing: Ir. Budi Hartanto Susilo, M.Sc

STUDI KINERJA OPERASI DAMRI DI KOTA BANDUNG Disusun oleh: Render bakti Diputra Dosen pembimbing: Ir. Budi Hartanto Susilo, M.Sc STUDI KINERJA OPERASI DAMRI DI KOTA BANDUNG Disusun oleh: Render bakti Diputra Dosen pembimbing: Ir. Budi Hartanto Susilo, M.Sc Abstrak: Di Indonesia, DAMRI merupakan salah satu sarana kendaraan umum perkotaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling penting ialah transportasi. Transportasi sangatlah penting bagi masyarakat karena suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan alat pemindahan manusia, hewan, atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Mojosari yang terletak di Jln. Brawijaya no. 231 Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Mojosari yang terletak di Jln. Brawijaya no. 231 Kecamatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terminal Mojosari yang terletak di Jln. Brawijaya no. 231 Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto merupakan terminal baru Mojosari yang telah diresmikan sekitar 2 tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2000 NOMOR 46 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 43 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2000 NOMOR 46 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 43 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2000 NOMOR 46 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 43 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 9 Tahun 200 Lampiran : (satu) berkas TENTANG TATALAKSANA PENYELENGGARAAN PELAYANAN DI TERMINAL BIS - KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 9 2007 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG : KENDARAAN UMUM YANG BERSIH, HIGIENIS, DAN BEBAS ASAP ROKOK WALIKOTA SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

CONTOH 1 : PERMOHONAN IZIN USAHA ANGKUTAN

CONTOH 1 : PERMOHONAN IZIN USAHA ANGKUTAN LAMPIRAN III KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN Nomor : KM 35 Tahun 2003 Tanggal : 20 Agustus 2003 CONTOH 1 : PERMOHONAN IZIN USAHA ANGKUTAN NAMA PERUSAHAAN / KOPERASI / PERORANGAN *) Alamat lengkap Nomor Telepon

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Transportasi sangat berperan besar untuk pembangunan di suatu daerah. Pergerakan manusia, barang, dan jasa dari suatu tempat ke tempat lain dapat diperlancar dengan

Lebih terperinci

Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman

Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman Oleh : Nadra Arsyad, ST, MT 1) ABSTRAK Angkutan kota merupakan fasilitas yang diharapkan mampu meyediakan aksesibilitas yang baik bagi penggunanya, hal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2008 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003 Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan wilayah dan interaksi Kota Desa secara berimbang dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan wilayah dan interaksi Kota Desa secara berimbang dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota telah ditetapkan sebagai pusat pembangunan wilayah dengan segala konsekuensinya, maka tidak ada alasan apabila perencanaan dan pembangunan Kota berikut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan 66 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan dan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi perkotaan di empat kelurahan di wilayah

Lebih terperinci

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TRANSPORTASI DARAT

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TRANSPORTASI DARAT BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TRANSPORTASI DARAT BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI IZIN TRAYEK

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI IZIN TRAYEK BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang Mengingat a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung berada pada ketinggian sekitar 791 meter di atas permukaan laut (dpl). Morfologi tanahnya terbagi dalam dua hamparan, di sebelah utara relatif berbukit

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK ANGKUTAN DARAT DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK ANGKUTAN DARAT DI KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK ANGKUTAN DARAT DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta)

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 2001 Seri : C ================================================================= PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat ini objek tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR : 1/B TAHUN : 2001 SERI : B USALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Lebih terperinci

TINJAUAN PENETAPAN TARIF TAKSI DI KOTA PADANG

TINJAUAN PENETAPAN TARIF TAKSI DI KOTA PADANG TINJAUAN PENETAPAN TARIF TAKSI DI KOTA PADANG Titi Kurniati Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas ABSTRAK Salah satu pilihan angkutan umum yang tersedia di kota Padang adalah taksi, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk disuatu negara akan berbanding lurus dengan kebutuhan sarana transportasi. Begitu pula di Indonesia, transportasi merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

2015 SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA

2015 SUBJECTIVE WELL-BEING PENGEMUDI ANGKUTAN KOTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap pengemudi angkutan kota (angkot) karena peneliti sadar bahwa peranan pengemudi angkot dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1585, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Orang. Kendaraan Umum. Trayek. Standar Pelayanan. Minimal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 98

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk di kota Semarang sebagai pusat kota Jawa Tengah semakin memacu perkembangan pusat pusat perekonomian baru baik

Lebih terperinci