ANALISIS DAN REKOMENDASI SUMBER-SUMBER PENERIMAAN DAERAH DARI BAGI HASIL SUB SEKTOR PERKEBUNAN
|
|
- Siska Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Karya Tulis ANALISIS DAN REKOMENDASI SUMBER-SUMBER PENERIMAAN DAERAH DARI BAGI HASIL SUB SEKTOR PERKEBUNAN Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006 Murbanto Sinaga : Analisis dan Rekomendasi Sumber-Sumber Penerimaan Daerah dr Bagi Hasil, 2006
2 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 2 II. PORSI DANA BAGI HASIL DARI PAJAK... 2 III. IV. PORSI DANA BAGI HASIL DARI SUMBERDAYA ALAM... 3 PORSI BAGI HASIL KEUNTUNGAN PTPN DAN COMMUNITY DEVELOPMENT... 5 V. PENUTUP... 7 LAMPIRAN 1
3 ANALISIS DAN REKOMENDASI SUMBER-SUMBER PENERIMAAN DAERAH DARI BAGI HASIL SUB SEKTOR PERKEBUNAN I. PENDAHULUAN Pemerintah daerah yang wilayahnya terdapat perkebunan-perkebunan besar khususnya perkebunan besar negara, telah lama menuntut kepada pemerintah pusat agar memperoleh sebagian porsi penerimaan pemerintah pusat dari sub sektor perkebunan ini. Sayangnya, gaung tuntutan ini masih sebatas gema suara karena sampai sekarang belum juga direspon oleh pemerintah pusat, terbukti dalam UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah belum diatur dana bagi hasil dari sub sektor perkebunan. Dana bagi hasil (DBH) menurut UU No.33 tahun 2004 hanya bersumber dari pajak dan sumberdaya alam. II. PORSI DANA BAGI HASIL DARI PAJAK Sumber dana bagi hasil (DBH) dari pajak terdiri atas PBB, BPHTB, PPh WPOPDN dan PPh pasal 21. Berkaitan dengan sub sektor perkebunan, kontribusinya terhadap empat jenis pajak ini telah mereka penuhi sebagaimana lazimnya dengan obyek pajak di luar sub sektor perkebunan. Persentase pembagiannya antara pemerintah pusat dan daerah dengan jelas telah pula diatur dalam UU tersebut. Dengan demikian pemerintah daerah sebenarnya telah menerima DBH dari sub sektor perkebunan melalui pembagian empat jenis pajak tersebut. Masalahnya adalah daerah yang di wilayahnya terdapat perkebunan-perkebunan besar ingin memperoleh porsi yang lebih besar lagi. Bahkan ada usulan agar PBB khusus untuk lahan perkebunan 2
4 diklasifikasikan atas 3 bagian yaitu lahan yang tanamannya belum menghasilkan, tanaman menghasilkan dan tanaman tua. Apakah tuntutan atas porsi lebih DBH dari pajak ini dapat terealisasi? Jawabannya ya tapi prosesnya pastilah berliku-liku dan memerlukan proses waktu yang relatip sangat lama. Alasannya sederhana, untuk merubah DBH dari pajak harus dirubah pula minimal 4 (empat) undang-undang yang terkait yaitu UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, UU tentang pajak dan UU No. 18 tahun 2004 tentang perkebunan. Bagi daerah, tentulah memerlukan kesabaran ekstra menunggu proses dan waktu perubahan undang-undang dimaksud. Perlu waktu bertahun-tahun, bahkan bisa saja rezim telah berganti, namun perubahan UU dimaksud belum kunjung terealisasi. III. PORSI DANA BAGI HASIL DARI SUMBERDAYA ALAM Sumber DBH dari SDA menurut UU No.33 tahun 2004 terdiri atas 6 (sumber) yaitu kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi. Sumber dari perkebunan tidak dikategorikan sebagai SDA tetapi masih dianggp sebagai sumberdaya buatan. Pro dan kontra pendapat tentang kategori ini antara pemerintah daerah penghasil perkebunan dengan pemerintah pusat sampai sekarang masih menjadi polemik. Ditahun 2004 yang lalu, ketika bertindak sebagai koordinator survey KPPOD untuk peringkat daya tarik investasi daerah di Sumatera Utara, penulis pernah mengadakan in-depth interview dengan Sudarwanto, BSc, ketika sebagai pimpinan salah satu komisi di DPRD Kabupaten Labuhan Batu. Kabupaten ini merupakan kabupaten dengan lahan perkebunan sawit terbesar di Sumatera Utara. Sudarwanto, yang kini menjadi wakil bupati di kabupaten tersebut secara tegas 3
5 menolak pendapat yang menganggap sub sektor perkebunan sebagai sumberdaya buatan. Kalau benar sumberdaya buatan, menurutnya Mengapa harus berkebun sawit di Labuhan Batu, mengapa tidak kabupaten lain?. Argumentasinya investor perkebunan sawit memilih suatu wilayah tertentu untuk membuka lahan perkebunan, tak lain karena wilayah tersebut memiliki tanah dengan unsur-unsur khusus yang tidak dimililki wilayah lain ujarnya. Kekhususan unsur lahan/tanah inilah yang dianggapnya sebagai sumberdaya alam (SDA). Terlepas dari polemik tersebut, penulis mencoba memberikan alasan yang lebih sederhana. Umumnya lahan perkebunan merupakan konversi dari lahan yang semula adalah hutan. Apabila lahan hutan tidak dikonversi menjadi lahan perkebunan, tentunya daerah dimana lahan tersebut berlokasi akan menerima DBH dari kehutanan. Mengapa setelah lahan dikonversi menjadi perkebunan, sumber pendapatan daerah dari DBH kehutanan menjadi hilang? Kondisi ini membuat daerah tidak bergairah. Biarkan saja lahan tetap menjadi hutan, agar pemerintah daerah kebagian penerimaan dari DBH kehutanan. Toh, apabila dikonversi menjadi perkebunan tidak akan menambah penerimaan, bahkan akan mengurangi penerimaan dan menambah pengeluaran untuk membangun sarana dan prasarana seperti jalan, jembatan, sekolah, klinik, jaringan listrik, air dan sebagainya. Argumentasi ini mungkin perlu disampaikan ke pemerintah pusat agar pemerintah daerah tetap menerima porsi DBH kehutanan meskipun lahan hutan telah dikonversi menjadi perkebunan. Bisa saja persentase penerimaan DBH kehutanan untuk lahan yang dikonversi menjadi perkebunan dikurangi sedikit sebab daerah tersebut akhirnya menerima PBB dari lahan perkebunan. Namun, sama halnya dengan DBH dari pajak, usulan perubahan DBH kehutanan juga memerlukan proses dan 4
6 waktu yang relatip panjang sebab beberapa undang-undang yang mengaturnya harus direvisi terlebih dahulu. Persoalannya, sampai kapan harus menunggu? IV. PORSI BAGI HASIL KEUNTUNGAN PTPN DAN COMMUNITY DEVELOPMENT Dari paparan sebelumnya, jelas bahwa usulan perubahan DBH yang bersumber dari pajak dan SDA bukan sesuatu yang mustahil namun memerlukan proses dan waktu yang berliku dan relatif panjang. Porsi bagi hasil yang dapat terealisasi lebih cepat adalah dengan cara mengusulkan perubahan bagi hasil keuntungan yang diperoleh pemerintah pusat dari perkebunan negara. Usulan berikutnya adalah perubahan persentase yang lebih besar dana community development (comdev) yang disalurkan oleh seluruh perkebunan besar di wilayah pemerintah daerah. Perkebunan dimaksud mencakup PTP, perkebunan swasta dalam negeri dan perkebunan swasta milik asing. Bagi daerah yang wilayahnya merupakan lokasi perkebunan negara (PTPN) sangatlah wajar memperoleh porsi bagian keuntungan PTPN. Bagi daerah, kondisi sekarang tentulah dirasakan sangat tidak adil sebab keuntungan PTPN bulat-bulat ditelan oleh pemerintah pusat. Pemda yang wilayahnya tempat dimana PTPN berlokasi terbatas hanya bertindak sebagai penonton budiman meskipun telah banyak berkorban, misalnya menyediakan infrastruktur, harus pula menyesuaikan RUTW/RUTRnya agar sesuai dengan areal PTPN bahkan terpaksa harus turun tangan mengatasi berbagai sengketa, apakah sengketa buruh maupun sengketa tanah serta pengorbanan lainnya. Pemerintah pusat dengan bijaksana harus membagi kepemilikan saham PTPN kepada pemerintah daerah sebagai saham goodwill agar daerah memperoleh porsi bagi hasil keuntungan. Seberapa besar bagian keuntungan yang diperoleh Pemda tergantung seberapa besar kepemililkan saham goodwill. 5
7 Perhitungannya disesuaikan dengan luas lahan PTPN yang berlokasi di wilayah daerah tersebut. Penerimaan bagi hasil keuntungan PTPN ini akan masuk ke kas daerah dan didistribusikan melalui APBD masing-masing daerah. Selanjutnya usulan perubahan penambahan persentase comdev juga akan memberikan pertambahan penerimaan yang cukup signifikan bagi daerah minimal bagi penduduk yang berdomisili di wilayah dimana perkebunan berlokasi. Pembagian dana comdev ini berlaku bagi seluruh perkebunan besar. Untuk kasus Sumatera Utara mekanisme penyaluran comdev dapat mencontoh model yang diterapkan oleh PT. Toba Pulp Lestari (TPL) yang berlokasi di Kabupaten Toba Samosir. Persoalannya, apakah dana comdev yang diperoleh daerah dari perkebunan harus juga masuk ke kas daerah terlebih dahulu sebelum disalurkan ke masyarakat? Sebab apabila mengikuti pola penyaluaran dana comdev yang sedang berlangsung, dana ini langsung diserahkan oleh pihak perkebunan besar kepada kelompokkelompok masyarakat penerima dalam berbagai bentuk bantuan, seperti bantuan untuk rumah ibadah, beasiswa, untuk modal usaha kecil, berbagai bentuk pelatihan dan lain sebagainya. Ironisnya pemda tak mengetahui berapa jumlah dana yang disalurkan dan kepada siapa-siapa dana comdev tersebut disalurkan. Apakah ada indikasi KKN dalam penyalurannya, pemda tidak akan pernah mengetahuinya. Oleh karena itu, apabila usulan pertambahan persentase dana comdev diakomodasi oleh pemerintah pusat, pemda mutlak harus terlibat dalam mekanisme penyalurannya. 6
8 V. PENUTUP Sangatlah wajar apabila pemda yang di wilayahnya terdapat perkebunanperkebunan besar menuntut bagian dari hasil sub sektor perkebunan. Namun beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan terlebih dahulu oleh pemda sebelum mengajukan usulannya adalah: 1. Proses dan waktu realisasi jenis DBH yang diusulkan ke pusat, tidak memakan waktu terlalu lama dan berlarut-larut. 2. Tidak akan menambah beban pajak bagi pihak perusahaan perkebunan. 3. Memprioritaskan perubahan usulan DBH yang dapat segera terealisasi berdasarkan SK Menteri terkait, tanpa perlu terlebih dahulu merevisi UU. Usulan DBH dimaksud adalah pembagian porsi keuntungan PTPN untuk Pemda dan perubahan pertambahan persentase dana comdev bagi seluruh perkebunanperkebunan besar. 4. Apabila usulan pada poin 3 terkabul, langkah berikutnya mengusulkan perubahan DBH perkebunan yang terealisasi berdasarkan perubahan UU seperti DBH dari pajak dan DBH dari sumberdaya alam. Dengan demikian, DBH perkebunan yang diusulkan oleh Pemda dapat dikategorikan atas dua usulan yaitu: DBH yang dapat segera terealisasi dan DBH yang realisasinya perlu proses dan waktu yang relatip lama. 7
DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH
DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH Oleh: DR. MOCH ARDIAN N. Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH 2018 1 2 KEBIJAKAN
Lebih terperinciDANA BAGI HASIL YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DANA BAGI HASIL YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Dgchuank.blogspot.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang proporsional, demokratis, adil,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1469, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Anggaran. Transfer. Pelaksanaan. Pertanggungjawaban. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 183/PMK.07/2013 TENTANG PELAKSANAAN
Lebih terperinciSUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA
Karya Tulis SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA. 2006 PROVINSI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga
Lebih terperinciHubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI
Kebijakan Perhitungan dan Mekanisme Dana Bagi Hasil (DBH) dalam rangka Kebijakan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah : Ketentuan, Mekanisme dan Implementasi No. 12/Ref/B.AN/VI/2007
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2008 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2008 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah
Lebih terperinciTABEL MEKANISME ALUR DATA DJPK
Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Nomor PER- 01 /PK/2009 Tentang Mekanisme Aliran Data di Lingkungan DJPK TABEL MEKANISME ALUR DATA DJPK No. SUMBER DATA KOMPONEN DATA Bentuk Data
Lebih terperinci-2- No.1927, 2015 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan N
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1927, 2015 KEMENKEU. Dana. Bagi Hasil. Alokasi Umum. Penyaluran. Konversi. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 235/PMK.07/2015 TAHUN 2015 TENTANG KONVERSI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimban g : a. bahwa dalam rangka meningkatkan efisiensi pelaksanaan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara Hukum. Kalimat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara Hukum. Kalimat ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 1 ayat (3). Dalam Negara hukum, segala
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI YANG BERSUMBER DARI DANA TRANSFER BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2017
LAPORAN REALISASI YANG BERSUMBER DARI DANA TRANSFER BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2017 1 REALISASI PENERIMAAN DANA TRANSFER TA 2016 URAIAN TARGET REALISASI % DBH 526.279.279.000
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan
Lebih terperinciBADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA HASIL PEMERIKSAAN ATAS
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA HASIL PEMERIKSAAN ATAS PENYALURAN DAN PENERIMAAN DANA PERIMBANGAN TA. 2006 DAN SEMESTER I TA. 2007 PADA PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT DI TALIWANG AUDITORAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui
Lebih terperinciMateri USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I
Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I Percepatan Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara Sebagai Pusat Industri Pertambangan Nasional Oleh, Gubernur Sulawesi Tenggara H. Nur Alam S U L A W E S I T E
Lebih terperinci2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 278, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5767); MEMUTUSKAN: Menetap
No.882, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Non Tunai. Dana Bagi Hasil. Dana Alokasi Umum. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93/PMK.07/2016 TENTANG KONVERSI PENYALURAN DANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama, karena itu peranan sektor pajak sangat besar, terutama untuk menunjang keberhasilan pembangunan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.772, 2011 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN
44 BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN Adanya UU No. 32 dan No. 33 Tahun 2004 merupakan penyempurnaan dari pelaksanaan desentralisasi setelah sebelumnya berdasarkan UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat menjadi APBD adalah suatu
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang
18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UU Nomor 33 Tahun 2004 Draf RUU Keterangan 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1570, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Pajak. Alokasi. Perkiraan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 202/PMK.07/2013 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26,
Lebih terperinci2016, No menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahu
No.477, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Dana. Desa. Transfer. Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PMK.07/2016 TENTANG PENGELOLAAN TRANSFER KE
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk menghapus atau mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menyediakan lapangan pekerjaan dalam konteks
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinci2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanju
No.287, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. DAU Non Tunai. DBH. Konversi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.07/2017 /PMK.07/2015 TENTANG KONVERSI PENYALURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan asas desentralisasi serta otonomi fiskal maka daerah diberikan wewenang untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi serta otonomi fiskal maka daerah diberikan wewenang untuk
Lebih terperinciKajian Perda Provinsi Bali Tentang Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Kab./Kota
Kajian Perda Provinsi Bali Tentang Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Kab./Kota Pengantar K ebijakan perimbangan keuangan, sebagai bagian dari skema desentralisasi fiskal, memiliki paling kurang dua target
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:
Lebih terperinciJogjakarta, 7 Agustus 2017
FUNGSI dan PERAN DJP terkait Transparansi DBH Jogjakarta, 7 Agustus 2017 TUGAS dan FUNGSI DJP TUGAS menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Modal Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah pengeluaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1. 1 Definisi dan Teori Otonomi Khusus UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa daerah otonom yaitu kesatuan masyarakat hukum
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA DIREKTORAT FASILITASI DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini, mencakup kemampuan daerah untuk mengantisipasi pemanfaatan sumber daya daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam era otonomi daerah sekarang ini, suatu daerah provinsi atau kabupaten dituntut untuk meningkatkan efektifitas dan produktivitasnya. Meningkatkan efektifitas dan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang :
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PERLINDUNGAN INVESTASI DI KABUPATEN BARRU
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PERLINDUNGAN INVESTASI DI KABUPATEN BARRU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Pajak Bumi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama, karena itu peranan sektor pajak sangat besar, terutama untuk menunjang keberhasilan pembangunan pada
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1278, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Anggaran. Transfer. Daerah. Pengalokasian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.07/2013 TENTANG PENGALOKASIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat
Lebih terperinciBAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2
BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2 2.1. Penerimaan Daerah Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Dalam pelaksanaan desentralisasi, penerimaan daerah terdiri atas pendapatan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1263, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Pajak Bumi dan Bangunan. Alokasi Sementara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205 /PMK.07/2012 TENTANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 22 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG BAGIAN DESA DARI HASIL PENDAPATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,
Lebih terperinciBADAN KEUANGAN DAERAH PROVINSIS SUMATERA BARAT PELAPORAN DAN REALISASI DARI DANA TRANSFER TA 2016
BADAN KEUANGAN DAERAH PROVINSIS SUMATERA BARAT PELAPORAN DAN REALISASI DARI DANA TRANSFER TA 2016 POSTUR DANA ALOKASI KHUSUS TA 2016 2015 2016 Jenis DAK Jenis I. DAK Fisik I. DAK Reguler 1. DAK Reguler
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism) Federalisme fiskal adalah studi yang membahas mengenai hubungan keuangan antar tingkatan pemerintah dimana pada
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 of 41 1/31/2013 12:38 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH I. UMUM Berdasarkan amanat Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciURAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL. Novotel, Bogor, 06 September 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA) Novotel, Bogor, 06 September 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KERANGKA PENYAJIAN 1. INDONESIA KAYA SUMBER
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 17 TAHUN 2012
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 17 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN MODAL PADA PT BANK SUMUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA) Surabaya, 8 Oktober 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KERANGKA PENYAJIAN 1. INDONESIA KAYA SUMBER DAYA ALAM?
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Salah satu kriteria penting untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa terbesar di bawah minyak dan gas bumi, batu bara, minyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang sangat strategis dan memiliki trend kontribusi positif terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia. Menurut data BPS,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.
Lebih terperinciBoks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang
Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU I. Latar Belakang Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti bagi kondisi ekonomi di Propinsi Riau. Penelitian
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA
Karya Tulis PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2003 DAFTAR
Lebih terperinciA. RENEGOSIASI KONTRAK KARYA (KK) / PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA (PKP2B)
Kepada Rekan-Rekan Media Untuk mendapatkan kesamaan persepsi di antara kita tentang Pertambangan Indonesia, bersama ini saya sampaikan Press Release API IMA, tentang : A. RENEGOSIASI KONTRAK KARYA (KK)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejenis maupun industry secara keseluruhan. Masing-masing perusahaan dituntut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan salah satu pokok kegiatan perekonomian yang hidup dalam lingkungan dunia usaha yang berubah cepat dan dinamis. Seiring dengan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka, akan dibahas lebih lanjut mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa Lebih Perhitungan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN DBH SUBDIT DBH DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN DBH SUBDIT DBH DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN DASAR HUKUM DBH UU No. 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 120/PMK.05/2009 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,
1 of 8 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 120/PMK.05/2009 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan
Lebih terperinciPAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PEMDA RIAU HARUS MELIBATKAN PUBLIK DALAM GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM (GNPSDA) KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PENGANTAR Hasil kajian Jikalahari menunjukkan
Lebih terperinciFORMULASI PERHITUNGAN PENGALOKASIAN ANNUAL FEE PT. INALUM
Karya Tulis FORMULASI PERHITUNGAN PENGALOKASIAN ANNUAL FEE PT. INALUM Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2003 DAFTAR ISI I. IURAN TETAP... 2 II.
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinci