BAB I PENDAHULUAN. (KAPUSLITDATIN BNN) Darwin Butar Butar pada tahun 2013 dalam acara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. (KAPUSLITDATIN BNN) Darwin Butar Butar pada tahun 2013 dalam acara"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepala Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional (KAPUSLITDATIN BNN) Darwin Butar Butar pada tahun 2013 dalam acara rapat koordinasi implementasi kebijakan dan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (Jakstranas P4GN 2011 s/d 2015), menjelaskan bahwa penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman nasional yang perlu diperhatikan secara seksama dan multidimensional, baik ditinjau dari segi mikro (keluarga) maupun makro (ketahanan nasional), serta dampak buruknya di bidang ekonomi dan sosial. Dalam beberapa tahun terakhir penyalahgunaan narkoba meningkat pesat dalam segi jumlah pengguna. Berikut tabel proyeksi persentase peningkatan pengguna Narkoba dari tahun 2008 hingga Tabel 1.Persentase peningkatan penyalahguna narkoba di Indonesia ( ) Sumber: BNN.co.id 1

2 Pada tabel 1 dapat dilihat peningkatan penyalahgunan narkoba selama 5 tahun ( ). Pada semua kelompok penyalahguna narkoba tersebut dipilah menurut kelompok pelajar/mahasiswa dan kelompok bukan pelajar/mahasiswa. Angka prevalensi penyalahguna narkoba disetiap kelompok kemudian dibagi menurut jenis penyalahguna yaitu coba pakai, teratur pakai, dan pecandu (bukan suntik dan suntik). Pada kelompok pelajar/mahasiswa yang coba pakai, angka kenaikan pada tahun 2008 sebesar 3,74%, kemudian mengalami kenaikan sekitar 0,27 % setiap tahun hingga mencapai 5,09% pada tahun Pada subkelompok teratur juga mengalami kenaikan mulai dari 1,7% pada 2008 menjadi 2,31% pada tahun Hal senada juga terjadi pada subkelompok pecandu bukan suntik dan suntik. Peningkatan juga terjadi pada kelompok bukan pelajar/mahasiswa untuk kenaikan angka prevalensi per tahun pada subkelompok coba pakai yaitu 0,06% kemudian mengalami peningkatan menjadi 0,07% pada tahun Peningkatan ini juga terjadi pada subkelompok pecandu teratur, begitu pula halnya pada kelompok pecandu suntik dan bukan suntik. Keadaan ini menunjukkan bahwa permasalahan penyalahgunaan narkoba semakin serius. Menurut Ariesta (2010) penyalahgunaan narkoba adalah "penyakit endemik" dalam masyarakat modern, "korban" umumnya remaja dan dewasa muda. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (APA, 2000), penyalahgunaan narkoba disebut juga sebagai substance abuse, yaitu suatu pola maladaptif dari penggunaan zat yang dapat menyebabkan gangguan klinis yang signifikan atau dapat menyebabkan seseorang menjadi menderita. Dalam DSM IV-TR juga dijelaskan bahwa gejala-gejala 2

3 penyalahgunaan narkoba (substance abuse) meliputi ketidakmampuan untuk mempertahankan pekerjaan, mengasuh anak atau ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas sekolah, penggunaan obat-obatan pada situasi yang berbahaya dan cukup sering mengalami konflik dengan orang lain akibat penggunaan obat-obatan tersebut. Wade (2007) menjelaskan bahwa banyak cara dilakukan untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan narkoba baik secara preventif maupun represif. Sejalan dengan hal ini Budiarta (dalam Syafnita, 2007) mengemukakan bahwa upaya preventif merupakan pencegahan yang dilakukan agar seseorang jangan sampai terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan narkoba misalnya melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah dan juga melalui iklan/poster anti narkoba kepada semua kalangan. Upaya represif artinya usaha penanggulangan dan pemulihan pengguna narkoba yang mengalami ketergantungan, salah satu usaha represif tersebut adalah dengan melakukan rehabilitasi di pusat rehabilitasi maupun Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO). Wresniwiro (dalam Syafnita, 2007) mengemukakan bahwa rehabilitasi merupakan usaha untuk penanggulangan dan pemulihan masalah narkoba dengan cara menolong, merawat dan merehabilitasi korban penyalahgunaan obat terlarang, sehingga diharapkan dapat kembali ke lingkungan masyarakat atau dapat bekerja serta belajar dengan layak. Sarafino (2006) menjelaskan bahwa proses pemulihan pecandu narkoba bukanlah suatu proses yang singkat dan dapat dilakukan dengan mudah, sebelum benar-benar dikatakan terbebas dari narkoba 3

4 maka dalam perjalanannya ada saatnya pecandu mengalami relapse. Menurut Sarafino (2006) relapse adalah suatu keadaan kembali pada perilaku sebelumnya, dalam hal ini kembali menggunakan narkoba. Relapse sangat tinggi kemungkinannya terjadi pada minggu atau bulan pertama berhenti dari penggunaan narkoba (Sarafino, 2006). Menurut data RSKO di Jakarta pada tahun 2012 tingginya potensi relapse pasien narkoba dapat mencapai % (dalam BNN, 2013). Hal ini terjadi karena bagi pecandu, usaha untuk menghentikan kecanduan merupakan hal yang sulit sehingga meningkatkan kemungkinan untuk mengalami relapse. Kondisi ini juga tergambar dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan konselor berinisial I pada salah satu pusat rehabilitasi narkoba di kota Medan sebagai berikut: Kalau melihat klien kami disini, ada juga yang bolak balik kemari. Disini sering juga menerima klien yang udah pernah keluar masuk tempat rehabilitasi lain. Ada klien yang kalau direhab ini baru pertama kali tapi si klien sebelumnya udah pernah masuk rehabilitasi di tempat lain gitu bang (I.003, 9 September 2014) Kalau klien kami sendiri yang udah keluar dari pemulihan ada juga yang kembali ke mari. Sering juga ada kembali kemari karena alasan udah goyang dan tergoda untuk make narkoba lagi jadi daripada tambah parah kliennya minta di rehab lagi (I.005, 9 September 2014) Kadang ada juga yang lari dari rehab karena tidak tahan tidak memakai barang dan pas udah keluar dia udah make narkoba lagi, dan dengan bantuan keluarga dan pihak aparat bisa tertangkap lagi (I.006, 9 September 2014) Pernyataan ini menunjukkan suatu kondisi bahwa seorang pecandu memiliki peluang untuk mengalami relapse, mengalami kesulitan untuk 4

5 mempertahankan dirinya agar tetap bersih dari narkoba. Hal ini senada dengan pernyataan Minervini (2011) yang menyatakan bahwa tantangan dan hambatan yang dihadapi para pecandu menuju kepulihan sangatlah berat, seorang pecandu harus berusaha untuk memperbaiki komponen-komponen yang telah rusak dalam kehidupan mereka, tidak hanya fisik, namun juga mental, sosial, dan spiritual. Pecandu harus berjuang melawan sugesti yang akan berada terus dalam kehidupan mereka bahkan mungkin juga mereka akan membawa sugesti ini sampai akhir kehidupannya. Sugesti atau adanya keinginan/dorongan untuk menggunakan zat ini disebut sebagai craving. Situasi yang dapat menyebabkan seorang pecandu mengalami craving dan selanjutnya mengalami relapse disebut sebagai high risk situation yaitu situasi yang beresiko tinggi untuk memicu penggunaan narkoba. High risk situation dapat berupa: tekanan psikologis, masalah keluarga, sakit yang dihubungkan dengan masalah medis, hubungan sosial (bertemu dengan teman lama yang merupakan pengguna), atau lingkungan (melintasi jalan tempat biasanya menggunakan narkoba), berhadapan dengan objek, atau bahkan mencium bau yang behubungan dengan obat-obatan (Leshner dalam National Institute of Drug Abuse, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh seorang Psikolog, Thersiah Lubis (dalam Candraresmi, 2000) yang menangani kasus penyalahgunaan narkoba, menyimpulkan bahwa banyak pecandu yang telah berulang kali kembali pada pemakaian narkoba padahal pecandu tersebut telah berulang kali pula melakukan proses rehabilitasi. Menurutnya keberhasilan pemulihan bagi pengguna narkoba dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya 5

6 faktor eksternal seperti mengikuti berbagai program pemulihan di panti rehabilitasi serta faktor internal berupa keinginan untuk berhenti menggunakan narkoba, memiliki keyakinan untuk mampu melepaskan diri dan menolak untuk tetap tidak menggunakan narkoba. Marlat dan Gordon (dalam Handershot, 2011) memberikan penjelasan senada dengan Thersiah Lubis yang menyatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan seorang relapse adalah faktor keyakinan akan kemampuan yang ia miliki. Seorang individu yang tidak yakin akan kemampuannya untuk menolak narkoba maka akan semakin mudah untuk mengalami relapse. Berbeda halnya dengan individu yang yakin akan kemampuannya untuk menolak narkoba, maka akan semakin sulit untuk mengalami relapse. Sejalan dengan hal ini, Witkiewitz & Marlatt (dalam Sarafino, 2006) juga menjelaskan bahwa salah satu yang dapat menyebabkan pecandu relapse adalah keyakinan akan kemampuannya yang rendah. Keyakinan seorang individu akan kemampuannya untuk menolak dan tetap tidak menggunakan narkoba sehingga tidak mengalami relapse disebut sebagai abstinence self-efficacy (Majer, 2004). Groove (2012) menjelaskan bahwa abstinence self efficacy terdiri dari dua kata yaitu abstinence dan self efficacy. Self-efficacy merupakan keyakinan seorang individu mengenai kemampuannya untuk melakukan aktivitas tertentu yang sebelumnya sudah dilatih untuk menghadapi peristiwa penting dalam kehidupannya, dan abstinence merupakan suatu keadaan pecandu yang tidak menggunakan narkoba, sehingga abstinence self-efficacy adalah keyakinan individu akan kemampuannya untuk menolak penggunaan narkoba dalam situasi 6

7 yang dapat memicu penggunaan narkoba/high risk situation. Ilgen (2005) menjelaskan bahwa abstinence self efficacy menentukan seorang individu untuk merasa, berfikir, dan memotivasi untuk berperilaku tidak menggunakan narkoba. Individu yang memiliki keyakinan akan kemampuannya akan memandang high risk situation sebagai tantangan yang harus dikuasai atau dihadapi dan bukan sebagai ancaman yang harus dihindari. Mark Ilgen, John McKellar dan Quyen Tiet (2005) dalam penelitiannya tentang abstinence self-efficacy, mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara abstinence self-efficacy dengan perilaku tidak menggunakan narkoba (abstinence) selama satu tahun. Durasi selama 1 tahun ini menunjukkan bahwa pecandu sudah memiliki kemampuan yang baik untuk menolak penggunaan narkoba, terkait dengan masa kritis untuk mengalami relapse dalam minggu atau bulan pertama setelah rehabilitasi (Sarafino,2006). Hal ini juga menunjukkan pentingnya peningkatan abstinence self efficacy dalam proses pemulihan di rehabilitasi. Dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti di salah satu pemulihan narkoba di Medan pada mantan pecandu yang berada dalam masa pemulihan menunjukkan adanya ketidakyakinan akan kemampuannya untuk dapat pulih, terlihat dari pernyataan pecandu berinisial B berikut ini: Saya udah satu bulan di sini, tapi saya masih ragu nanti kalau di bujuk kawan, bisa-bisa saya gak tahan. Kalau dari program udah bagus tapi itu dia aku masih belum tau bagaimana nanti kalau di bujuk kawan, takutnya bisa terpengaruh lagi (B.007, 16 September 2014) Kalau lagi galau, saya masih teringat makai shabu, biar hilang semua beban di kepala ini. makanya kalau udah sehat gini bisalah saya bilang sembuh tapi kalau udah galau gak yakin mampu nolak bang. (B.010, 16 September 2014) 7

8 Pecandu berinisial C juga menuturkan hal yang senada: Aku udah pernah masuk rehabilitasi satu kali bang, awalnya aku senang kali bisa keluar dari rehabilitasi itu, merasa kayak dipenjara. Tapi waktu udah keluar aku baru sadar kalau aku itu gampang goyang. Gampang kali terpengaruh, diajak kawan pesta-pesta terus dikasih barang yaudah balek lagi make bang. (C.003, 2 oktober 2014) Kalau saat ini penting kali memang bang untuk meningkatkan kemampuan kita untuk nolak make, kadang kalo udah dibujuk kawan ini jadi susah awak nolaknya (C.007, 2 oktober 2014) Sejauh ini belum yakin bang dengan kemampuanku, perlu dapat motivasi ini biar makin percaya diri dengan kemampuan aku sendiri. Kan itulah yang paling penting dulu, kalau kita belum yakin bagaimana bisa kita bisa mampu, iya kan bang (C.010, 2 oktober 2014). Pernyataan-pernyataan diatas didukung oleh salah seorang staf konselor yang bertugas di pusat rehabilitasi tersebut. Ia menjelaskan bahwa kebanyakan pecandu masih belum yakin akan kemampuannya untuk menahan diri dan tetap tidak menggunakan narkoba atau dalam istilah yang sering mereka gunakan disebut dengan clean and sober yang berarti bersih dari penggunaan narkoba dan tidak mengalami gangguan kejiwaan, berikut penuturannya: Mereka ini penting sekali mendapat pembekalan tentang cara mengontrol pikirannya biar percaya diri, biar nanti dia kuat kalau kembali ke luar, jadi memang harus di bekali dengan kemampuan untuk mampu mengatakan tidak untuk menggunakan narkoba (I.012, 16 Oktober 2014) Sebahagian besar pecandu ini memang selalu mudah goyang dan gak percaya diri dengan kemampuannya, ada takut takut kalau nanti berhadapan dengan masalah. Kalau selalu tidak percaya diri akan kemampuannya bagaiamana dia bisa kuat menghadapi tantangan di luar sana. Ujung-ujungnya ya relapse lagi (I.013, 16 Oktober 2014) Pernyataan diatas menunjukkan kondisi mengenai pecandu yang tidak yakin akan kemampuannya untuk menolak penggunaan narkoba. Sejalan dengan 8

9 hal ini, Minervini (2011) melakukan penelitian mengenai keyakinan seorang individu untuk mampu bertahan tidak menggunakan substance atau disebut dengan abstinence self efficacy dalam situasi yang dapat memicu penggunaan narkoba (high-risk situation). Hasil yang diperoleh adalah abstinence self efficacy yang tinggi dapat membantu pecandu untuk mengendalikan dorongan/keinginan untuk menggunakan zat (craving). Menurut Marlat dan Gordon (dalam Handershot, 2011), cara untuk meningkatkan abstinence self efficacy adalah dengan melakukan identifikasi strategi kognitif yang tepat untuk mengatasinya maka akan semakin membuatnya yakin untuk menolak penggunaan narkoba, dan selanjutnya menurunkan kemungkinan untuk relapse. Selain itu, para pecandu juga memiliki pikiran irasional berkaitan dengan penggunaan narkoba (Sudiyanto, 2007). Chiang (2006) juga memberikan penjelasan yang senada; ia menjelaskan bahwa pecandu perlu untuk merestrukturisasi pikirannya yang irasional, berupa pengharapan yang tidak rasional akan manfaat penggunaan narkoba seperti: narkoba dapat membantu penyelesaian masalah, meningkatkan harga diri, tanpa narkoba maka akan mengurangi kemampuan fisik untuk bekerja dan mampu mengatasi berbagai masalah sehari-hari. Adanya pikiran yang irasional ini secara jelas terlihat pada seorang pecandu berinisial C: Kalau tidak memakai barang lagi rasanya hidup itu hampa. Kayak udah segala-galanya gitu bang, terasa kosong bang. Kalau tidak memakai itu kita jadi kayak gak semangat kerja (C.013, 9 Oktober 2014) Kalau sudah muncul keinginan memakai narkoba itu bang, kayaknya udah gelap dunia ini, pokoknya harus memakai, kira kira gitulah pikiranku. Kalau misalnya macam naik darah ini bang, jantung berdetak 9

10 gitu makin keras artinya mau mintalah badan ini bang (C.015, 9 Oktober 2014) Kalau udah make narkoba pikiran kita kayaknya kita akan makin kuat bang. Bisa tahan lama kalau kerja (C.016, 10 Oktober, 2014) Pernyataan-pernyataan diatas menunjukkan keadaan bahwa pecandu memiliki pikiran irasional berupa overgeneralization (melakukan generalisasi dari salah satu aspek kehidupan terhadap seluruh aspek kehidupannya) yaitu berupa penilaian bahwa narkoba adalah segalanya, tanpa narkoba maka hidupnya hampa dan juga terdapat pikiran jumping to conclusion (mengambil kesimpulan atas fakta yang sangat sedikit) berupa anggapan bahwa peningkatan detak jantung merupakan indikator bahwa ia butuh untuk menggunakan narkoba. Sudiyanto (2007) menambahkan pula bahwa pecandu perlu untuk membangun status kognitif yang rasional (cognitive restructuring) sehingga menjadi adaptif dan semakin yakin akan kemampuannya dalam menghadapi high risk situation. Begitu pula dengan pernyataan Bernard P. Rangé1 dan Ana Carolina Robbe Mathias (2012) dalam bukunya yang berjudul Cognitive-Behavior Therapy for Substance Abuse menjelaskan bahwa salah satu teknik untuk membantu meningkatkan kemampuan pecandu untuk tidak menggunakan narkoba adalah dengan mengidentifikasi pikiran irasional kemudian melakukan restrukturisasi. Hal ini akan membuat pecandu mampu untuk menginterpretasi situasi pemicu penggunaan narkoba dengan baik sehingga melemahkan hasrat/keinginan untuk kembali menggunakan narkoba, keadaan inilah yang selanjutnya membuat pecandu semakin yakin bahwa dirinya mampu untuk menghindari penggunaan narkoba. 10

11 Penelitian Hagman (2004) memberikan penjelasan dari sudut pandang yang berbeda. Hagman menjelaskan bahwa terdapat interaksi antara keberadaan dalam situasi pemicu penggunaan zat, kemampuan penyelesaian masalah (coping skills) dan abstinenence self-efficacy terhadap proses relapse. Individu yang memiliki abstinence self efficacy yang rendah diakibatkan karena memiliki coping skill yang tidak efektif. Semakin ia tidak memiliki keterampilan yang baik untuk mampu mengatasi permasalahan yang ia alami maka semakin rendah keyakinannya untuk menolak penggunaan narkoba. Hagman (2004) juga menjelaskan bahwa pada saat seorang pecandu sudah memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk menghindari penggunaan narkoba maka semakin mampu ia menolak penggunaan zat tersebut karena sudah memili kemampuan coping skill yang baik. CBT memberikan penjelasan yang logis mengenai hubungan kognitif yang terdistorsi/irasional dengan gangguan psikologis, terapi ini telah diadaptasi secara khusus dalam menangani masalah penyalahgunaan narkoba (Spiegler, 2003). Beberapa penelitian mendukung efektifitas CBT untuk meningkatkan abstinence self efficacy, akan tetapi CBT yang diberikan lebih difokuskan pada teknik coping skill, seperti Jafari (2012) melakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan efektifitas dua pendekatan yaitu CBT dan SOC (stage of change model) untuk meningkatkan abstinence self efficacy. Berdasarkan hasil penelitiannya membuktikan bahwa CBT dapat meningkatkan self efficacy. Begitu pula oleh Ali Khaneh Keshi pada tahun 2013 melakukan penelitian yang bertujuan untuk menggali efektivitas cognitive behavior therapy (CBT) pada 11

12 peningkatan self efficacy. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan setelah pemberian CBT. Pendekatan coping skill yang diberikan ini dilandasi oleh beberapa hal, Julian (2007) dalam bukunya yang berjudul cognitive-behavioral therapy menjelaskan bahwa kebanyakan praktisi CBT menggunakan teknik coping skill karena teknik ini memiliki fokus pada high risk situation, dengan memahami peran situasi tersebut maka individu kemudian dibekali kemampuan coping guna menghadapi high risk situation. Selanjutnya, Jafari (2012) menjelaskan bahwa metode coping skill merupakan metode yang lebih cepat dan lebih mudah untuk dilakukan, selain itu metode ini juga secara langsung dapat membantu individu untuk semakin mampu dalam menerapkan coping skill pada high risk situation. Namun, berdasarkan penjelasan Bernard (2012) seorang pecandu tidak hanya memerlukan peningkatan kemampuan coping skill saja, tetapi perlu untuk membangun status kognitif yang rasional. Keadaan ini semakin memperjelas bahwa selain dibantu untuk mampu melakukan teknik coping, pecandu juga perlu untuk mengganti pikirannya yang irasional menjadi rasional. Spiegler (2003) menjelaskan bahwa teknik coping skill dan restrukturisasi kognitif merupakan bagian dari cognitive behavioral therapy (CBT). Terapi kognitif yang berdasarkan pada cognitive restructuring berperan untuk mengubah kognitif klien secara langsung dengan cara mengubah pikiran yang irasional menjadi rasional. Sedangkan dalam coping skill individu akan diberikan intervensi berupa peningkatan coping skill untuk menghadapi high risk situation. 12

13 Berdasarkan penjabaran ini, maka peneliti menilai bahwa perlu untuk memberikan CBT tidak hanya dengan menggunakan teknik coping skill tetapi juga menggunakan teknik restrukturisasi kognitif sebagai upaya untuk membantu pecandu meningkatkan keyakinan akan kemampuannya menolak menggunakan narkoba. Intervensi CBT dapat dilakukan secara individual maupun berkelompok. Subjek dalam penelitian ini merupakan pecandu yang berada dalam pusat rehabilitasi yang sama dan juga memiliki keluhan yang sama, oleh karena itu pendekatan CBT dengan cara berkelompok akan lebih efisien dalam segi waktu, biaya dan tenaga. CBT berkelompok atau Group Cognitive Behavioral Therapy merupakan bentuk pelaksanaan CBT dengan melibatkan beberapa orang klien. Bieling (2006) menjelaskan bahwa kelebihan pendekatan berkelompok ini adalah memberikan fokus pada keterbukaan dalam berinteraksi, mampu menyediakan ruang dan peluang kepada klien untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi melalui kewujudan unsur-unsur terapeutik dalam CBT kelompok seperti nilai umum, dukungan, peluang untuk mencoba tingkah laku baru dan respon. Selain itu, CBT berkelompok merupakan suatu proses antara pribadi yang bercirikan pengungkapan pikiran dan perasaan secara leluasa, saling percaya, saling perhatian, saling memahami dan saling membantu. Morrison (dalam Bieling, 2006) menyebutkan bahwa keuntungan yang diperoleh dalam pendekatan Group CBT dibandingkan dengan individual adalah efisiensi dari segi waktu, biaya dan tenaga. Oleh karena ini maka peneliti akan mengangkat judul Efektivitas Group Cognitive Behavioral Therapy dalam meningkatkan Abstinence Self efficacy Pecandu pada masa pemulihan di pusat rehabilitasi X Kota Medan 13

14 B. Perumusan Masalah Rumusan permasalahan dalam pelitian ini adalah: 1. Apakah Group Cognitive Behavioral Therapy dengan teknik restrukturisasi kognitif efektif untuk meningkatkan abstinence self efficacy? 2. Apakah Group Cognitive Behavioral Therapy dengan teknik coping skill efektif untuk meningkatkan abstinence self efficacy? 3. Apakah Group Cognitive Behavioral Therapy dengan gabungan teknik restrukturisasi kognitif dan coping skill efektif untuk meningkatkan abstinence self efficacy? 4. Apakah Group Cognitive Behavioral Therapy dengan gabungan restrukturisasi kognitif dan coping skill lebih efektif untuk meningkatkan abstinence self efficacy dibandingkan dengan pemberian restrukturisasi kognitif dan coping skill secara terpisah? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas Group Cognitive Behavioral Therapy dengan menggunakan teknik restrukturisasi kognitif dan/atau coping skill untuk meningkatkan abstinence self efficacy pada pecandu dalam proses pemulihan di rehabilitasi. 14

15 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis : a) Menambah pemahaman dan sumber informasi bagi disiplin ilmu psikologi klinis, khususnya mengenai penerapan Group Cognitive Behavioral Therapy dengan menggunakan teknik restrukturisasi kognitif dan/atau coping skill untuk meningkatan abstinence self efficacy pada pecandu narkoba. b) Memberikan masukan bahwa pecandu tidak hanya memerlukan intervensi coping skill, tetapi perlu juga untuk mengganti pikirannya yang irasional menjadi rasional agar semakin yakin akan kemampuannya untuk menolak penggunaan narkoba. 2. Manfaat praktis: a) Bagi pusat-pusat rehabilitasi, diharapkan dapat melihat pentingnya peningkatan abstinence self efficacy dalam diri seorang pecandu narkoba sebagai bekal bagi mereka untuk bertahan tanpa penggunaan narkoba setelah keluar dari tempat rehabilitasi. b) Pecandu yang menjalani rehabilitasi dapat semakin meningkatkan keterampilannya dalam hal coping skill. c) Pecandu mampu menerapkan pikirannya yang rasional dalam menghadapi high risk situation. d) Implikasi hasil penelitian dapat digunakan dalam penyusunan Standard Operasional Procedure (SOP) terhadap penanganan penyalahguna narkoba. 15

16 e) Memberikan masukan bagi pihak rehabilitasi untuk memiliki sumber daya manusia seperti tenaga Psikolog klinis yang memiliki keahlian CBT untuk menerapkan intervensi coping skill dan/atau restrukturisasi kognitif dalam proses rehabilitasi pecandu narkoba. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan: Bab ini menguraikan secara umum mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian. Bab 2 Landasan Teori: Bab ini menguraikan mengenai berbagai teori yang dapat memberikan penjelasan dan mendukung data penelitian. Bab 3 Metode Penelitian: Bab ini menguraikan rangkaian penelitian yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan analisa data. Bab 4 Hasil dan Pembahasan: Bab ini menguraikan mengenai hasil yang ditemukan dalam penelitian serta pembahasan hasil penelitian dan perbandingan hasil penelitian dengan teori. Bab 5 Kesimpulan, dan Saran: Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari seluruh hasil yang telah diperoleh, dan saran untuk penyempurnaan penelitian selanjutnya. 16

BAB II LANDASAN TEORI. DSM IV-TR (2004) mendefinisikan Substance Related Disorder sebagai. gangguan yang berhubungan dengan penggunaan suatu zat

BAB II LANDASAN TEORI. DSM IV-TR (2004) mendefinisikan Substance Related Disorder sebagai. gangguan yang berhubungan dengan penggunaan suatu zat BAB II LANDASAN TEORI A. Substance-Related Disorder DSM IV-TR (2004) mendefinisikan Substance Related Disorder sebagai gangguan yang berhubungan dengan penggunaan suatu zat yang dapat menimbulkan efek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut narkoba dewasa ini cukup meningkat terutama di kalangan generasi muda. Morfin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu mendapatkan perhatian serius dari segenap elemen bangsa. Ancaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu mendapatkan perhatian serius dari segenap elemen bangsa. Ancaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan berbagai kalangan dan telah menjadi ancaman nasional yang perlu mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

[JURNAL PSYCHOMUTIARA] Volume 1 No

[JURNAL PSYCHOMUTIARA] Volume 1 No EFEKTIVITAS GROUP COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN ABSTINENCE SELF EFFICACY PECANDU PADA MASA PEMULIHAN DI PUSAT REHABILITASI X KOTA MEDAN Yustian Sinaga yustiansinaga@gmail.com Irmawati

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Narkoba(Narkotika dan obat/bahan berbahaya) sebagai kelompok obat, bahan, atau zat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Narkoba(Narkotika dan obat/bahan berbahaya) sebagai kelompok obat, bahan, atau zat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperkenalkan istilah NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) atau yang sering dikenal dengan Narkoba(Narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini peredaran dan penggunaan narkoba di kalangan masyarakat Indonesia nampaknya sudah sangat mengkhawatirkan dan meningkat tiap tahunnya. Kepala Badan Narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil dan makmur, sejahtera, tertib dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman nasional yang perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh segenap element bangsa. Ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat adiksi lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat adiksi lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.l. Latar Belakang Penelitian Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat adiksi lainnya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyalahguna narkoba saat ini sudah mencapai 3.256.000 jiwa dengan estimasi 1,5 % penduduk Indonesia adalah penyalahguna narkoba. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (BNN, 2007). Narkoba atau napza adalah obat, bahan, atau zat, dan bukan tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi ancaman nasional yang perlu diperhatikan secara seksama dan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi ancaman nasional yang perlu diperhatikan secara seksama dan 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dekade terakhir ini, penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman nasional yang perlu diperhatikan secara seksama dan multidimensional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laporan kinerja BNN pada tahun 2015 dimana terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. laporan kinerja BNN pada tahun 2015 dimana terjadi peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui bahwa narkoba di Indonesia sudah merajalela. Kepala Badan Narkotika Nasional, menyatakan Indonesia darurat narkoba sejak tahun 2015 (Rachmawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) kian mengerikan sekaligus memprihatinkan.

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) kian mengerikan sekaligus memprihatinkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) kian mengerikan sekaligus memprihatinkan. Setiap tahunnya penggunaan Napza semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) adalah sejenis zat (substance) yang

BAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) adalah sejenis zat (substance) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkoba (Narkotika dan obat-obat terlarang) atau Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) adalah sejenis zat (substance) yang penggunaannya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea Ke Empat yang menyebutkan bahwa tujuan pembentukan Negara Indonesia adalah melindungi segenap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberitaan media massa mengenai narkoba (narkotika dan obat-obat berbahaya) akhir-akhir ini kian marak. Pemberitaan ini cukup mengkhawatirkan beberapa orang tua yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk dilaksanakan bagi pengguna narkoba. Zat yang terkandung dalam obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk dilaksanakan bagi pengguna narkoba. Zat yang terkandung dalam obat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Say no to drug adalah suatu istilah yang mudah diucapkan tetapi susah untuk dilaksanakan bagi pengguna narkoba. Zat yang terkandung dalam obat tersebut ternyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat merusak, baik merusak mental maupun moral dari para pelakunya, terlebih korban yang menjadi sasaran peredaran

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak Pidana Narkotika merupakan salah satu tindak pidana yang cukup banyak terjadi di Indonesia. Tersebarnya peredaran gelap Narkotika sudah sangat banyak memakan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, kasus peredaran dan penyalahgunaan narkoba saat ini semakin marak terjadi di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang berpenduduk sekitar

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan No.1942, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Standar Pelayanan Rehabilitasi. PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN REHABILTASI BAGI

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANTAN PECANDU UNTUK KEMBALI MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (RELAPS) TESIS NAMA: NURMIATI HUSIN NPM :

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANTAN PECANDU UNTUK KEMBALI MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (RELAPS) TESIS NAMA: NURMIATI HUSIN NPM : UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANTAN PECANDU UNTUK KEMBALI MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (RELAPS) TESIS NAMA: NURMIATI HUSIN NPM : 0606154295 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum.

BAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat komplek dan urgent, permasalahan ini menjadi marak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman seperti sekarang ini, semakin banyak saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam masyarakat. Diantara

Lebih terperinci

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang  2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika adalah zat adiktif yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan ketergantungan bagi penggunanya. Narkotika meningkatkan daya imajinasi manusia dengan merangsang

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan hukum serta setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini maraknya peredaran narkoba sudah tak terbendung lagi, bahkan hal tersebut sudah meluas ke seluruh penjuru dunia, terutama di negara Indonesia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi HIV&AIDS di Indonesia sudah berlangsung selama 15 tahun dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang memudahkan penularan virus penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, alkohol dan zat

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, alkohol dan zat BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, alkohol dan zat adiktif) atau juga yang lebih dikenal dengan sebutan NARKOBA di Indonesia terus mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika pada hakekatnya sangat bermanfaat untuk keperluan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada umumnya mengatur secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba adalah sebuah permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia, bahkan negara-negara lainnya. Istilah NARKOBA sesuai dengan Surat Edaran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2014 PERATURAN BERSAMA. Penanganan. Pencandu. Penyalahgunaan. Narkotika. Lembaga Rehabilitasi. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan semakin meningkat. Dapat kita amati dari pemberitaan-pemberitaan baik di media cetak maupun elektronika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global. Permasalahan ini semakin lama semakin mewabah, bahkan menyentuh hampir semua bangsa di dunia ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga BAB I PENDAHULUAN Permasalahan penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, dari sudut medik psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psiko sosial (ekonomi politik, sosial budaya, kriminalitas

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan yang terus meningkat. Hal ini merupakan ancaman yang serius bukan saja terhadap kelangsungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 2009 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 2009 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 2009 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis. Zat tersebut menyebabkan penurunan atau perubahan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Optimisme..., Binta Fitria Armina, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Optimisme..., Binta Fitria Armina, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peredaran dan penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di Indonesia menunjukkan peningkatan yang tajam. Tak hanya orang dewasa, bahkan anak-anak usia sekolah

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan masyarakatnya. Kondisi masyarakat yang sehat dan cerdas akan. tantangan global di masa kini dan di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan masyarakatnya. Kondisi masyarakat yang sehat dan cerdas akan. tantangan global di masa kini dan di masa yang akan datang. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa diantaranya sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kemampuan masyarakatnya. Kondisi masyarakat yang sehat dan cerdas akan menjadi modal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel tergantung. Shaughnessy, Zeichmester, dan Zeichmester (2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dan pekerjaan merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan; keduanya saling mempengaruhi

Lebih terperinci

TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Psikologi. Oleh : YUSTIAN SINAGA

TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Psikologi. Oleh : YUSTIAN SINAGA EFEKTIVITAS GROUP COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN ABSTINENCE SELF EFFICACY PECANDU PADA MASA PEMULIHAN DI PUSAT REHABILITASI X KOTA MEDAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DAN KECENDERUNGAN RELAPSE PADA PECANDU NARKOBA YANG MENJALANI REHABILITASI

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DAN KECENDERUNGAN RELAPSE PADA PECANDU NARKOBA YANG MENJALANI REHABILITASI NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DAN KECENDERUNGAN RELAPSE PADA PECANDU NARKOBA YANG MENJALANI REHABILITASI Oleh: INTAN AGITHA PUTRI (14320128) Yulianti Dwi Astuti PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

Lebih terperinci

2. Faktor pendidikan dan sekolah

2. Faktor pendidikan dan sekolah BAB IV ANALISIS APLIKASI TERAPI LIFE MAPPING DENGAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR DALAM MENANGANI SISWI YANG MEMBOLOS DI SMA AL-ISLAM KRIAN SIDOARJO A. Faktor yang menyebabkan siswi sering membolos di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena peredarannya melingkupi disemua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dewasa ini sedang berlangsung proses pembaharuan hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana formal, hukum pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kesehatan jiwa manusia merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia untuk bekerja, berinteraksi dengan orang lain ataupun berkembang. Seseorang yang

Lebih terperinci

2014 PENDAPAT PESERTA ADIKSI PULIH TENTANG PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL DI RUMAH CEMARA

2014 PENDAPAT PESERTA ADIKSI PULIH TENTANG PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL DI RUMAH CEMARA BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi ini masyarakat lambat laun berkembang, di mana perkembangan itu selalu diikuti proses penyesuaian diri yang kadang-kadang proses tersebut terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir ini, masalah penyalahgunaan narkoba meningkat luas, tidak hanya di kota besar namun juga di kota-kota kecil dan pedesaan di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah. 344 BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Setelah penulis menguraikan pembahasan ini bab demi bab, berikut ini penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah. 1. Dalam Hukum Islam narkoba (al-mukhaddirat)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak lepas dari sejarah

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak lepas dari sejarah BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak lepas dari sejarah kehidupan bangsa. Setelah Indonesia merdeka, pelayanan kesehatan masyarakat dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 pasal 46 dan 47 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan

Lebih terperinci

Gedung Rehabilitasi Narkoba Provinsi Jawa Tengah di Kota Semarang BAB I PENDAHULUAN

Gedung Rehabilitasi Narkoba Provinsi Jawa Tengah di Kota Semarang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang sangat memperihatinkan, bahkan menjadi permasalahan global yang sudah menjadi ancaman serius dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA (Narkotika dan bahan/obat berbahaya)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah pecandu narkoba di Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah mengungkap 807 kasus narkoba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bahaya penyalahgunaan narkoba ditingkat pelajar mencapai angka yang sangat menghawatirkan, Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia merupakan lembaga pemerintah yang bergerak untuk

Lebih terperinci

2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA

2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan Korban dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) atau yang biasa dikenal sebagai NARKOBA (Narkotika dan Obat berbahaya)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Jumlah pengguna dan pecandu narkoba dari tahun ke tahun

Lebih terperinci

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

17. Keputusan Menteri...

17. Keputusan Menteri... Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan nasional yang berkaitan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia tidak kunjung tuntas dan semakin memprihatinkan bahkan sampai mengancam

Lebih terperinci

DRUG ABUSE KELOMPOK 5

DRUG ABUSE KELOMPOK 5 DRUG ABUSE KELOMPOK 5 Pertanyaan Umum 1. Identitas Pribadi Nama Pasien : Umur : tahun (*pria/wanita) Alamat : Suku : Agama : Pendidikan terakhir : Pekerjaan : Aktivitas sehari-hari : Status pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya narkotika hanya digunakan untuk pengobatan, adapun jenis narkotika pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazim disebut sebagai madat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi setiap hari antara anggota-anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Pergaulan tersebut

Lebih terperinci

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Rehabilitasi Medis. Penyalahgunaan Narkotika. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2415/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini peredaran narkotika semakin merajalela dikarenakan Indonesia bukan lagi tempat transit, tetapi menjadi sasaran pemasaran, dan bahkan tempat produksi

Lebih terperinci

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, 02 Maret 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 29 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 29 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Usia remaja merupakan masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan tingkah laku

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH/ PEMERINTAH

Lebih terperinci

Fokus Pagi Edisi Sabtu, 27 Juni 2009 Tema: Narkoba Topik : Permasalahan Narkoba di Lingkungan Masyarakat

Fokus Pagi Edisi Sabtu, 27 Juni 2009 Tema: Narkoba Topik : Permasalahan Narkoba di Lingkungan Masyarakat Fokus Pagi Edisi Sabtu, 27 Juni 2009 Tema: Narkoba Topik : Permasalahan Narkoba di Lingkungan Masyarakat Sahabat MQ/ dengan jumlah pengguna narkotika/ psikotropika/ dan zat aditif yang mencapai 3 koma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja sejak dahulu dianggap sebagai masa pertumbuhan yang sulit, dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun orang tua. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba baik ditingkat global, regional dan nasional, sejak lama telah merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita-berita kriminalitas yang semarak di berbagai media, baik cetak maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA. NAPZA adalah narkotika,

Lebih terperinci

SKRIPSI. UPAYA REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA NARKOTIKA OLEH BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNNK/KOTA) PADANG (Studi Kasus di BNNK/Kota Padang)

SKRIPSI. UPAYA REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA NARKOTIKA OLEH BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNNK/KOTA) PADANG (Studi Kasus di BNNK/Kota Padang) SKRIPSI UPAYA REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA NARKOTIKA OLEH BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNNK/KOTA) PADANG (Studi Kasus di BNNK/Kota Padang) Diajukan Untuk Memenuhi Sebahagian Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mental adiktif, karena zat yang terkandung di dalam NAPZA menimbulkan adiksi atau

BAB I PENDAHULUAN. mental adiktif, karena zat yang terkandung di dalam NAPZA menimbulkan adiksi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan NAPZA merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern, penyakit kronik yang berulang kali kambuh dan merupakan proses gangguan mental adiktif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Oleh : Made Ana Wirastuti I Ketut Suardita Hukum Pidana, Fakultas Hukum Program Ekstensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang dari tahun ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah pengguna narkotika dan obat terlarang dari tahun ke tahun terus bertambah, BNN (Badan Narkotika Nasional) Indonesia telah mendata untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak pada kehidupan sosial ekonomi individu, masyarakat, bahkan negara. Gagal dalam studi,gagal dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern, dapat dikatakan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit kronik yang berulang kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu, sehingga segala aspek kehidupan manusia tidak memiliki batas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harian (Kalakhar) BNN Komjen Pol I Made Mangku Pastika peredaran gelap

BAB I PENDAHULUAN. Harian (Kalakhar) BNN Komjen Pol I Made Mangku Pastika peredaran gelap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut narkoba cukup meningkat 5 tahun belakangan ini. Menurut Kepala Pelaksana Harian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah sehingga diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan Penyalahgunaan Narkotika merupakan suatu bentuk kejahatan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba sudah menjadi istilah popular di masyarakat, namun masih sedikit yang memahami arti narkoba. Narkoba merupakan singkatan dari narkotika psikotropika dan bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan hidup merupakan tujuan yang harus dicapai oleh setiap individu. Ketidakmampuan manusia dalam mencapai makna

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1961, 2015 KEJAGUNG. Lembaga Rehabilitasi. Pecandu. Korban. Narkoba. Penanganan. Juknis. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 029/A/JA/12/2015 TENTANG

Lebih terperinci