KH. Hasyim Asy ari dan Nahdlatul Ulama: Perkembangan Awal dan Kontemporer

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KH. Hasyim Asy ari dan Nahdlatul Ulama: Perkembangan Awal dan Kontemporer"

Transkripsi

1 KH. Hasyim Asy ari dan Nahdlatul Ulama: Perkembangan Awal dan Kontemporer H. Hartono Margono Abstrak: Artikel ini membahas tentang perkembangan awal dan kontemporer Nahdlatul Ulama (NU). Artikel ini berargumen bahwa salah satu organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia tersebut baik dalam masa awal berdirinya maupun kontemporer tidak bisa dipisahkan dari sosok sang pendiri, K.H. Hasyim Asy ari. NU sendiri merupakan buah pemikiran K.H. Hasyim Asy ari tentang Islam Indonesia. Pada akhirnya, pemikiran tentang Islam Indonesia tersebut banyak memengaruhi sikap keberagamaan Muslim Indonesia dan tetap relevan hingga sekarang. Kata Kunci: K.H. Hasyim Asy ari, NU, Islam Indonesia. A. Pendahuluan Dalam sejarah Indonesia, sejak masa pra-kemerdekaan hingga saat ini, posisi dan peranan ulama cukup penting terhadap proses perubahan social kemasyarakatan, karena ulama merupakan tokoh panutan bagi umat Islam yang merupakan agama terbesar di Indonesia. Agama pada dasarnya bersifat independen, yang secara teoretis dan dogmatis saat mungkin terlibat dalam kaitan saling mempengaruhi dengan kenyataan sosial, ekonomi dan politik.

2 336 H. HARTONO MARGONO Sebagai unit yang independen, maka bagi penganutnya, agama mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk menentukan pola prilaku manusia dan bentuk struktur social, dengan demikian ajaran agama (aspek kultural dari agama) mempunyai potensi untuk mendorong atau bahkan menahan proses perubahan sosial dimana dalama agama Islam yang strategis untuk melakukan hal itu adalah ulama dan pendidikan (pesantren). 1 Jika ditelusuri lebih jauh tentang peranan ulama dalam mewarnai proses perubahan sosial di Indonesia, maka akan tercatat beberapa tokoh penting dari berbagai golongan dan kelompok masyarakat, diantaranya adalah KH. Hasyim Asy ari. KH. Hasyim Asy ari merupakan seorang ulama yang terkemuka dizamannya, karena dia adalah pendiri pondok pesantren Tebu Ireng dan ikut serta mendorong untuk melakukan perlawanan terhadap penjajahan, disisilain dia adalah tokoh penting dalam berdirinya Nahdlatul Ulama yang kelak dalam sejarah Indonesia akan menjadi ormas Islam terbesar dan memainkan peranan yang cukup signifikan dalam berbagai perubahan sosial dan politik di Indonesia. 2 Berangkat dari pemikiran yang demikian maka dalam makalah ini penulis akan menyajikan secara singkat tentang KH. Hasyim Asy ari dan Nahdlatul Ulama perkembangan awal dan kontemporer, hal ini tentunya dimaksudkan untuk membedah pemikiran serta pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran modern dalam Islam khususnya di Indonesia. B. Biografi KH. Hasyim Asy ari KH. Hasyim Asy ari atau nama lengkapnya Muhammad Hasyim, lahir di desa Gedang Jombang pada 24 Zulkaidah 1287 H/14 Februari 1871, dan wafat di Jombang pada Juli Secara genealogi, KH. Hasyim Asy ari merupakan keturunan kyai, karena kakek buyutnya adalah Kyai Sihah yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras, sedangkan kakeknya Kyai Usman adalah kyai terkenal pendiri pondok pesantren Gedang,

3 K.H. HASYIM ASY ARI DAN NAHDLATUL ULAMA 337 sedangkan ayahnya Asy ari adalah pengasuh pondok pesantren Keras di Jombang. Dari silsilah ini maka dapat dilihat bahwa KH. Hasyim Asy ari lahir dan dibesarkan di lingkungan pondok pesantren. Bahkan pada usia 13 tahun ia sudah menguasai kitab-kitab Islam klasik dan diangkat menjadi badal (asisten pengajar) di pondok pesantren ayahnya. Pada usia 15 tahun, Hasyim Asy ari mulai mengembara ke berbagai pesantren di pulau Jawa untuk memperdalam ilmu agama, seperti di Pesantren Wonocolo Jombang, Pesantren Probolinggo, Pesantren Langitan, Pesantern Tranggilis, dan berguru kepada Kyai Kholil di Bangkalan, Madura. Pada 1893, KH. Hasyim Asy ari berangkat ke Mekah untuk memperdalam ilmu agama dan berguru kepada Syekh Mahfudh At- Tarmisi yang berasal dari Tremas, Jawa Timur. Syekh Mahfudh At- Tarmisi menjadi pengajar di Masjidil Haram dan merupakan ulama ahli hadits di Mekah, beliau adalah murid Syekh Nawawi Al-Bantany yang menjadi murid Syekh Ahmad Khatib SyamBasi (tokoh tasawuf yang berhasil menggabungkan tarikat Qadariah dan tarikat Naqsabandiah). 4 Untuk melengkapi pengetahuannya di bidang agama, KH. Hasyim Asy ari kemudian berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Al- Minangkabau. Namun dari sekian banyak gurunya itu, yang paling mempengaruhi jalan pikiran KH. Hasyim Asy ari adalah Syekh Mahfudh At-Tarmisi. Dari gurunya inilah dia memperoleh ijazah tarikat Qadariah dan Naqsabandiah. Setelah 7 tahun belajar di Mekah, KH. Hasyim Asy ari pulang ke Jawa dan mendirikan pondok Pesantren Tebu Ireng di Jombang pada 26 Rabiul Awal 1317 H/1899 M. Di pondok pesantren inilah KH. Hasyim Asy ari mengajarkan kitab-kitab klasik kepada santrinya yang oleh kalangan NU dikenal dengan kitab kuning. Dari pesantren ini pula kemudian banyak bermunculan kyai dan ulama terkemuka yang mewarnai pemikiran Islam di Indonesia. 5 Adapun pemikiran KH. Hasyim Asy ari di antaranya akan

4 338 H. HARTONO MARGONO dipaparkan dalam sub-sub di bawah. Bidang Pendidikan Setelah mendirikan pondok Pesantren Tebu Ireng, KH. Hasyim Asy ari mewarnai lembaga pendidikannya dengan pandangan dan metodologi tradisional. Ia banyak mengadopsi pendidikan Islam klasik yang lebih mengedepankan aspek-aspek normatif, tradisi belajar-mengajar, dan etika dalam belajar yang dipandangnya telah mengantarkan umat Islam kepada zaman keeemasan. Dalam karyanya, Adab al- Alim wa-al-mutta allim, KH. Hasyim Asy ari terlihat banyak dipengaruhi oleh tradisi pendidikan Islam klasik dan penulis-penulis klasik seperti Imam al-ghazali dan Al-Zarnuji. 6 Namun hingga sekarang pesantren dan NU adalah pilar tegaknya Islam tradsional, serta menjadi basis gerakan NU sejak masa perjuangan melawan penjajah hingga zaman sekarang. Sampai saat ini lembaga pendidikan pesantren masih tetap eksis dan survive dengan segala kemajuan pembaharuan, seperti pondok pesantren Salafiyah Syafi iyyah, Institut Agama Islam Ibrahimy, Pondok Pesantren Nurul Jadid, Institut Keislaman Hasyim Asy ari, Pondok Pesantren Darul Ulum, Akper, dll. Paham keagamaan Pemikiran KH. Hasyim Asy ari dalam paham keagamaan terlihat dari pembelaannya terhadap cara beragama dengan sistem bermazhab. Inilah pandangannya yang erat kaitannya dengan sikap beragama mayoritas kaum Muslimin yang disebut sebagai ahli sunnah wal jama ah. Pemikirannya tentang paham bermazhab ini tertuang dalam karyanya Qanun Asasy li-jam iyyati Nahdlatul Ulama yang kemudian dijadikan pijakan dasar organisasi NU. Menurut KH. Hasyim Asy ari, paham bermazhab timbul sebagai upaya untuk memahami ajaran al-qur an dan al-sunnah secara benar, sebab dalam sejarahnya, sebagai upaya pemahaman terhadap dua sumber utama ajaran Islam itu, sering terjadi perselisihan pendapat.

5 K.H. HASYIM ASY ARI DAN NAHDLATUL ULAMA 339 Hal ini menyebabkan banyak lahir pemikir besar (mujtahid). Namun karena pemikiran mereka tidak gampang dirumuskan secara sederhana, KH. Hasyim Asy ari menyimpulkan bahwa untuk pemahaman keagamaan dan fiqih ditetapkan empat mazhab (Syafi i, Maliki, Hambali, dan Hanafi) yang menjadi cirri utama paham ahlusunnah dan NU. 7 Bidang Teologi KH. Hasyim Asy ari dalam karyanya yang berjudul al-risalah al- Tauhidiyyah dan al-qaid fi Bayan Ma Yajib Min al-qaid menjelaskan bahwa ada tiga tingkat apresiasi manusia tentang Tuhan. Pertama, meliputi penilaian tentang keesaan Tuhan (adalah pemahaman tauhid untuk orang awam). Kedua, pengetahuan dan teori kepastian adalah bersumber dari Allah (pemahaman tauhid untuk para ulama). Ketiga, menggambarkan dari perasaan yang paling dalam akan keagungan Tuhan (untuk para sufi yang membawa kepada pengetahuan tentang Tuhan atau Ma rifat). 8 Bidang Tarikat Tarikat juga tidak luput dari perhatian KH. Hasyim Asy ari. Hal ini sebagaimana tertuang dalam karyanya al-durar al-muntasyirah fi Masail al-tis a Asyarah yang berisi tentang bimbingan praktis agar umat Islam lebih berhati-hati memasuki dunia tarikat. Dalam kitab tersebut, KH. Hasyim Asy ari menjelaskan apa arti wali Allah yang selama ini dijadikan sandaran kaum tarikat. 9 C. KH. Hasyim Asy ari dan Nahdlatul Ulama Kelahiran Nahdlatul Ulama merupakan respons terhadap munculnya gagasan pembaharuan Islam di Indonesia yang banyak di pengaruhi pemikiran atau faham Wahabi serta ide-ide pembaharuan Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh. Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan yang kemudian pada 1912

6 340 H. HARTONO MARGONO membentuk organisasi Muhammadiyah yang banyak melakukan kritik terhadap praktik-praktik keagamaan yang dilakukan kelompok muslim tradisional, seperti menolak tarikat atau praktik seperti talqin yang berkembang sebagai tradisi keagamaan muslim tradisional. Puncak dari pertentangan muslim modern dan muslim tradisional ini terjadi ketika pemerintah Ibnu Saud dari kerajaan Saudi Arabia ingin mengadakan kongres tentang kekhalifahan di Mekah dalam usahanya untuk mendirikan kekhalifahan baru. Hal ini mendapatkan respons yang positif dari tokoh-tokoh Islam di Indonesia, sehingga diadakanlah kongres di Bandung yang dihadiri kelompok Islam modernis dan tradisional. Hasil dari kongres ini menunjuk Tjokroaminoto dari SI dan KH. Mas Mansyur dari Muhammadiyah (keduanya kelompok modernis) untuk mengikuti kongres tentang kekhalifahan di Mekah tersebut. Hal ini menimbulkan kekecewaan kelompok Islam tradisional karena tidak terwakili mengikuti kongres tersebut. Karena itu KH. Wahab Hasbullah (kelompok tradisional) mengusulkan agar utusan Indonesia meminta kepada pemerintah Wahabi Saudi Arabia agar tetap mempertahankan ajaran dan praktik keagamaan empat mazhab, walaupun permintaan itu ditolak. 10 Untuk memperjuangkan aspirasi ulama-ulama tradisional agar dapat bertemu dengan Raja Ibnu Su ud, pada 31 Januari 1926 KH. Wahab Hasbullah mengundang ulama tradional terkemuka seperti KH. Hasyim Asy ari, KH. Asnawi, dan beberapa tokoh lainnya untuk membicarakan langkah-langkah atas utusan ulama tradisional untuk dapat mengirimkan utusan sendiri mengikuti kongres kekhalifahan di Arab Saudi, dalam pertemuan tersebut dihasilkan beberapa keputusan penting sebagai berikut: 1. Mereka secara resmi membentuk komite Hijaz, yang akan mengirimkan utusan sendiri untuk menghadapi Raja Ibnu Su ud. 2. Membentuk organisasi yang berfungsi sebagai wahana para ulama dalam membimbing ulama mencapai kejayaan, dan organisasi tersebut diberi nama Nahdlatul Ulama. 11 Adapun peranan KH. Hasyim Asy ari dalam pembentukan NU

7 K.H. HASYIM ASY ARI DAN NAHDLATUL ULAMA 341 ini sangat penting, karena restu dan legitimasi yang dia berikan sangat berpengaruh terhadap pembentukan organisasi NU. Oleh karena itu dia ditunjuk sebagai rais akbar, sementara ketua tanfiziyah adalah H. Hasan Gipo. Dalam perkembangan selanjutnya, warna dan corak NU sangat dipengaruhi oleh KH. Hasyim Asy ari. Hal ini terlihat dari pidato iftitah yang disampaikannya kepada warga NU tentang faham Ahlussunnah Wal Jama ah yang menganut satu dari empat mazhab yang dijadikan sebagai azas NU. Bahkan muqaddimah NU Qonun Asasy karangan beliau dijadikan sebagai satu kesatuan yang utuh dari Anggaran Dasar NU. Banyak kalangan prihatin dengan semakin terseretnya kyai-kyai dalam pusaran arus politik praktis dewasa ini. Bahkan Mantan Menteri Agama M Maftuh Basyuni dalam beberapa kesempatan menyerukan agar kyai kembali ke pesantren sebagaimana militer kembali ke barak. Meski demikian, banyak kalangan sepakat dengan gagasan tentang pentingnya kyai kembali ke pesantren. Bukan karena politik tidak penting, tetapi karena pengembangan pesantren justru akan lebih menentukan wajah masyarakat dan bangsa di masa depan. Di sinilah menjadi penting kita belajar politik kepada Hadratus SyeKH. Hasyim Asy ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan Pesantren Tebuireng Jombang. Kyai Hasyim adalah sosok kyai yang mampu membangun pesantrennya dan sekaligus tetap mempunyai pengaruh penting dalam kehidupan politik kenegaraan. Sampai saat ini, Kyai Hasyim diakui dan dikenang sebagai ulama besar karena investasi politiknya untuk bangsa, integritas, serta warisan keilmuan dan kelembagaan yang abadi. KH Hasyim adalah seorang ulama karismatik yang dihormati masyarakat dan disegani penguasa. Rasa hormat diberikan karena Kyai Hasyim adalah seorang kyai yang luas dan dalam pengetahuan agamanya. Ia seorang ulama dengan pendirian yang tegas dan mengabdikan hidupnya untuk suatu proses transformasi masyarakat secara menyeluruh. Ia juga diakui sebagai ulama besar karena keberhasilannya mendidik santri-santri menjadi tokoh besar di kemudian

8 342 H. HARTONO MARGONO hari. Seperti ditulis Greg Fealy, menteri-menteri dari unsur NU di masa Presiden Soekarno dan anggota parlemen dari Partai NU sebagian besar adalah santri Kyai Hasyim di Tebuireng. Lebih dari itu, kebesaran Kyai Hasyim bukan hanya karena ia seorang ulama yang teguh, tetapi juga seorang patriot yang mencintai tanah airnya. Ia tanpa kenal lelah mendidik santri-santrinya menjadi ahli agama sekaligus pejuang bangsa untuk merebut kedaulatan dan kemerdekaan tumpah darahnya. Kyai Hasyim bukan hanya melawan kolonialisme dalam arti militer, tetapi juga kolonialisme kultural. Karena itu, ia sempat mengharamkan santri dan masyarakat memakai pakaian yang menjadi kebiasaan kaum penjajah seperti dasi dan celana. Seperti ditulis Abdurrahman Wahid dalam Bunga Rampai Pesantren, pada masa perlawanan terhadap pemerintah kolonial, kyai dan pesantren secara kultural berfungsi sebagai benteng pertahanan menghadapi penetrasi kebudayaan luar. Fungsi yang demikian menghendaki adanya proses pemurnian agama dalam batas-batas tertentu, dimulai dari penonjolan aspek syara (formalisme hukum agama) di pesantren. Patriotisme dan nasionalisme Kyai Hasyim juga ditunjukkan ketika ia bersama sejumlah kyai memelopori Resolusi Jihad pada 22 Oktober Resolusi itu berisi seruan kepada umat Islam untuk membangkitkan perang suci (jihad) dalam rangka mempertahankan kemerdekaan dengan mengusir tentara Sekutu dan Belanda di belakangnya yang hendak kembali menjajah Indonesia. Resolusi itu sendiri didasarkan atas fatwa Kyai Hasyim bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan Soekarno-Hatta adalah sah secara fikih. Dengan demikian, Kyai Hasyim telah memberi status kepada NKRI sebagai negara yang sah di mata hukum agama (fikih). Di samping seorang nasionalis, Kyai Hasyim juga bukan sosok yang haus jabatan. Ia tidak pernah tergoda untuk berpolitik praktis. Ketika diberi jabatan oleh Jepang sebagai Kepala Shumubu (Kantor Urusan Agama), misalnya, jabatan itu ia serahkan kepada putranya, KH. A Wahid Hasyim. Jadi Kyai Hasyim hanya menjadi kepala secara de

9 K.H. HASYIM ASY ARI DAN NAHDLATUL ULAMA 343 jure. Demikian juga jabatan sebagai Ketua Masyumi. Semua urusan politik praktis didelegasikan kepada putranya, sementara Kyai Hasyim sendiri tetap istiqamah berdakwah dan menjadi guru di pesantren. Ia tidak pernah meninggalkan-apalagi melalaikan-tugas utamanya sebagai kyai pesantren. Kyai Hasyim tidak pernah melarang kyai dan santri-santrinya berpolitik. Ia sendiri memberi contoh bagaimana berpolitik. Namun politik Kyai Hasyim adalah politik makrostrategis. Ia benar-benar melibatkan dirinya dalam urusan politik jika ada situasi darurat yang mengancam kedaulatan bangsa dan kemerdekaan umat untuk menjalankan ajaran agamanya. Dengan demikian, Kyai Hasyim melibatkan diri dalam urusan politik untuk jangka waktu tertentu, sementara urusan politik praktis diserahkan kepada orang lain yang pas di bidang itu. Ibarat seorang resi yang hanya turun dari padepokan di atas gunung ketika situasi masyarakat sedang kacau dan membutuhkannya. Kalau situasi sudah normal, sang resi akan kembali berkhalwat di padepokannya. Demikian juga Kyai Hasyim. Ia hanya terjun ke dunia politik dalam situasi dan alasan khusus. Selebihnya ia kembali ke pesantren mengabdikan hidupnya untuk pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan umat. Keberanian untuk menjaga jarak dengan politik praktis menjadikannya tidak pernah kehilangan wawasan dan kebijaksanaan (wisdom) untuk memahami persoalan secara menyeluruh dan mencarikan alternatif solusi yang lebih diterima masyarakatnya. Benar yang dikatakan KH A Wahab Chasbullah, seperti dikutip Allan A Samson dalam Karl D Jackson & Lucian W Pye (Eds.), Political Power and Communications in Indonesia, bahwa Islam dan politik seperti gula dan manisnya. Jika seseorang bisa memisahkan gula dari manisnya, dia akan mampu memisahkan Islam dari politik (if someone is able to separate sugar from its sweetness,he will be able to separate Islamic religion from politics). Namun Kyai Hasyim telah mencontohkan bagaimana

10 344 H. HARTONO MARGONO cara berpolitik kyai yang efektif tanpa mengorbankan tugas utamanya sebagai pemimpin umat. Dengan demikian, dibutuhkan kearifan dan kedalaman wawasan sehingga seorang kyai tahu kapan harus terlibat dalam urusan politik strategis dan kapan harus menarik diri atau menjaga jarak dengan dunia politik. Itulah KH. Hasyim Asy ari. Seorang kyai besar yang konsisten dan fokus membangun landasan yang kokoh bagi transformasi masyarakat dan bangsa secara luas. Suatu sikap yang mungkin sulit untuk diikuti secara konsisten saat ini, kecuali bagi mereka yang ikhlas dan sungguh-sungguh. D. NU dari Awal Perkembangan hingga Kontemporer Kelahiran Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926 silam sebenarnya tak bisa dilepaskan dengan perkembangan kelompok Islam yang secara relatif berhaluan pembaruan ke arah yang disebut pemurnian (purifikasi) ajaran Islam. Organisasi Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada 1912 oleh KH Ahmad Dahan yang kemudian gerakannya dianggap cenderung berbeda dengan kebiasaan praktik-praktik keagamaan (Islam) masyarakat lokal merupakan bagian dari efek picu (trigger effect) yang mempercepat lahirnya NU. Ditambah lagi pada saat itu gerakan pembaruan Islam di Timur Tengah di bawah pengaruh kuat ajaran Muhammad bin Abdul Wahab (Wahabi) dianggap sudah kebablasan karena sudah sampai pada keinginan membongkar makam Rasulullah SAW. Kalangan ulama Indonesia berhaluan Sunni akhirnya membentuk komite (yang disebut Komite Hijaz) yang selanjutnya diutus khusus untuk menemui Raja Fahd di Arab Saudi. 12 Di balik sikap reaktif itu, sebenarnya para ulama Sunni Indonesia memiliki misi mempertahankan budaya pluralisme kebangsaan yang membumi. Pertama, pada tingkat lokal, para ulama NU tidak ingin membenturkan ajaran Islam dengan kebiasaan beragama masyarakat

11 K.H. HASYIM ASY ARI DAN NAHDLATUL ULAMA 345 setempat. Tepatnya, para ulama NU berupaya selalu mengharmoniskan hubungan antara pengamalan agama dan praktik budaya lokal. Kedua, secara universal, para ulama NU berupaya memperkenalkan dan menghendaki penghargaan terhadap nilai-nilai perbedaan yang eksis di dalam masyarakat dunia, dengan menunjukkan toleransi dan pembelaannya terhadap upaya atau keinginan untuk menghilangkan kebiasaan. Terlebih hal itu, oleh pihak NU, secara prinsip ditafsirkan sebagai tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Kalaupun dianggap bertentangan, maka merupakan konsekuensi dari keberagamaan yang memang sudah ada, yakni masing-masing tentu saja memiliki pembenaran atau argumen teologis. 13 Dalam kerangka seperti itulah NU berdiri dan eksis sebagai pengayom kepentingan semua kekuatan dengan gerakan yang berorientasi kerakyatan. Infrastrukturnya sejak awal dibangun di atas tiga pilar utama, semangat kebangsaan (nahdlatul wathan), semangat atau kebangkitan ekonomi ( nahdlatul tujjar), dan gerakan pengembangan pemikiran (taswirul afkar) Islam berbasis kultural di Indonesia. Dalam perjalanannya, karena watak reaktif itu pula NU kerap kali terjebak pada situasi temporer, terutama terkait dengan agenda politik praktis. Para tokohnya tampaknya tak ingin ketinggalan berpartisipasi dalam kancah politik praktis, dengan alasan-alasan yang pada dasarnya bersifat pragmatis. Apalagi, di kalangan tokoh NU itu muncul kesadaran tentang adanya basis massa politik yang riil yang secara kuantitatif memiliki posisi tawar kuat. 14 Barangkali juga ada anggapan, daripada basis massa dimanfaatkan oleh pihak lain, lebih baik untuk kepentingan politik dan ekonomi kalangan internal NU sendiri. Makanya, tidak heran kalau perjalanan NU tidak bisa dilepaskan dengan kiprah politiknya yang sebenarnya merupakan bagian dari kepentingan segelintir elite NU sendiri. Pada rentang NU tergabung dalam Partai Masyumi.

12 346 H. HARTONO MARGONO Melalui muktamar di Palembang pada 1952, NU mendirikan parpol sendiri, yakni Partai NU dan ikut Pemilu Pada 1971, oleh pemerintah Orde Baru Partai NU dengan paksa digabung (fusi) di dalam PPP,hingga kemudian menyatakan diri lepas dari politik praktis melalui Muktamar NU di Situbondo Mulai saat itulah NU di bawah kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyatakan kembali ke Khittah 1926, yang pada dasarnya mereposisi NU ke arah kebangsaan tanpa politik praktis dalam rangka mengimplementasikan substansi ketiga pilar di atas. Tetapi para tokoh atau elite NU sudah telanjur menikmati manfaat pragmatis dunia politik, yang kemudian ternyata semakin menyulitkan operasionalisasi konsep kembali ke Khittah Dalam konteks ini setidaknya terdapat tiga alasan utama sulitnya melepas dunia politik. 15 Pertama, kepemimpinan NU selama 32 tahun ( ) berada langsung di bawah politisi, yakni KH Idham Chalid. Budaya NU kemudian sangat kental dan berurat akar politik. Sehingga, kendati NU sudah menyatakan diri kembali ke Khittah 1926, realitasnya para elite politik dan tokoh-tokoh internal NU yang menyimpan syahwat politik tak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak melampiaskan libido politiknya itu. Kedua, adanya stok massa yang tersedia bisa dikendalikan dan dimanfaatkan seperti yang diinginkan oleh para elitenya. Maka tidak heran jika dari masa ke masa, dan terutama di era reformasi sekarang ini, basis massa NU itu menjadi ladang emas yang dieksploitasi dan didulang suaranya oleh para politisinya. Ketiga, munculnya generasi baru NU yang terpelajar dan melek politik. Kecenderungan ini memang baru terasa sekali di era an hingga sekarang, saat begitu banyak warga Nahdliyin berhasil memberikan pendidikan yang baik bagi generasi penerus mereka, yang menimba ilmu baik di dalam maupun di luar negeri. Mereka ini sangat menyadari potensi diri, serta melihat kesempatan dan daya dukung massa yang memungkinkan untuk tampil dalam kancah politik praktis.

13 K.H. HASYIM ASY ARI DAN NAHDLATUL ULAMA 347 Kondisi seperti itu barangkali memang sulit dihindari, namun tidak perlu resah kalau kelak makna ke-nu-an semakin lama semakin pudar. Sebab, semua sumber dayanya boleh jadi terserap ke dalam pusaran politik praktis yang dimainkan oleh elite NU sendiri. Kalau dulu, setidaknya di era kepemimpinan Gus Dur yang cukup mengesankan itu, faksi-faksi di NU masih didominasi oleh gerakan kultural, aktivis kebangsaan dan intelektual, sementara faksi politik berada di pinggiran, saat ini justru faksi politiklah yang menjadi kekuatan dominan. 16 Mereka mendistribusikan diri dalam jamaah NU. Namun, kalau jujur diakui, para politisi kita sekarang ini, termasuk di dalamnya yang berbasis NU, sudah mengalami disorientasi. Semuanya cenderung hanya berpikir untuk kepentingan materi-duniawi, sangat tidak peduli dengan orientasi kebangsaan dan kerakyatan sesuai jati diri NU. Apalagi mereka umumnya sangat tidak berkarakter dalam berpolitik, sementara perjuangan kebangsaan dan kerakyatan baru bisa terwujudkan apabila politisinya berkarakter dan berorientasi kerakyatan. Jika NU di usianya yang ke-82 tahun saat ini masih tidak melakukan introspeksi, bukan mustahil organisasi massa Islam tradisional terbesar ini ke depan hanya akan menjadi wadah simbolis berupa papan nama yang kehilangan massa dan hakikatnya. 17 E. Penutup Sebagai salah satu organisasi keagamaan yang terbesar di Indonesia, NU bertujuan memberlakukan ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunah Waljama ah dan mengikuti salah satu mazhab yang empat di tengah-tengah kehidupan di dalam satu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. KH. Hasyim Asy ari sebagai pendiri NU dan ulama terkemuka berpengaruh kuat pada sikap beragama umat Islam Indonesia. Bahkan sampai saat ini pemikiran KH. Hasyim Asy ari yang diformulasikan dalam organisasi NU menjadi acuan dalam beragama. Berbagai lembaga pendidikan yang didirikan seperti

14 348 H. HARTONO MARGONO pesantren dan perguruan tinggi Islam merupakan tonggak sejarah cikal-bakal lahirnya ulama-ulama NU, yang hingga kini masih tetap eksis dan terus berkembang. Catatan: 1. Taufik Abdullah, Agama dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Rajawali Press, 1983), hal Greg Barton, Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid, (Yogyakarta: LKIS, 2002), hal Barton, Biografi Gus Dur, hal Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai: Kasus Pondok Pesantren Tebu Ireng, (Malang: Kalimasada Press, 1983), hal Arifin, Kepemimpinan Kyai, hal Anggaran Dasar NU Bab II Pasal 3 Tentang Azas dan Bab XII Pasal 24, hal Saifullah Ma sum, Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, (Bandung: Mizan, 19998), hal Latiful Khuluq, Hasyim Asy ari: Religious Thought and Polirical Activities ( ), (Jakarta: Logos), hal Ma sum, Kehidupan Ringkas, hal Faisal Ismail, Pijar-pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur, (Jakarta: Departemen Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama, 1992), hal Ismail, Pijar-pijar Islam, hal Alfan Alfian, Memahami Polarisasi Politik Ulama, Kompas, 25 Agustus Alfian, Memahami Polarisasi. 14. Choirul Anam, Pertumbuhan dan perkembangan Nahdlatul Ulama, (Solo: Jatayu, 1985), hal Martin Van Bruinessen, NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru, (Yogyakarta, LkiS, 1999), hal Sinansari Ecip (ed.), NU, Khittah dan Godaan Politik, (Bandung: Mizan, 1994), hal Andree Feillard, NU Vis a Vis Negara, (Yogyakarta: LkiS, 1999), hal. 21.

15 K.H. HASYIM ASY ARI DAN NAHDLATUL ULAMA 349 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufik, Agama dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Rajawali Press, 1983). Barton, Greg, Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid, (Yogyakarta: LKIS, 2002). Arifin, Imron, Kepemimpinan Kyai: Kasus Pondok Pesantren Tebu Ireng, (Malang: Kalimasada Press, 1983). Anggaran Dasar NU, (tanpa kota dan penerbit). Ma sum, Saifullah, Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, (Bandung: Mizan, 19998). Khuluq, Latiful, Hasyim Asy ari: Religious Thought and Polirical Activities ( ), (Jakarta: Logos). Ismail, Faisal, Pijar-pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur, (Jakarta: Departemen Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama, 1992). Alfian, Alfan, Memahami Polarisasi Politik Ulama, Kompas, 25 Agustus Anam, Choirul, Pertumbuhan dan perkembangan Nahdlatul Ulama, (Solo: Jatayu, 1985). Van Bruinessen, Martin, NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru, (Yogyakarta, LkiS, 1999). Ecip, Sinansari, (ed.), NU, Khittah dan Godaan Politik, (Bandung: Mizan, 1994). Feillard, Andree, NU Vis a Vis Negara, (Yogyakarta: LkiS, 1999).

BAB V KESIMPULAN. menyebabkan beliau dihargai banyak ulama lain. Sejak usia muda, beliau belajar

BAB V KESIMPULAN. menyebabkan beliau dihargai banyak ulama lain. Sejak usia muda, beliau belajar BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Hisoris Kemampuan keilmuan dan intelektualitasya K.H. Hasyim Asy ari merupakan hasil dari belajar keras selama waktu yang tidak pendek. Hal ini menyebabkan beliau dihargai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian bahwa Islam tidak hanya tentang sistem nilai, tetapi juga memuat sistem politik. Islam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus 195 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai bagian akhir tesis ini, peneliti memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas Tunggal Pancasila oleh Nahdlatul Ulama : Latar Belakang dan Proses 1983-1985 yang menjadi bahan

Lebih terperinci

PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS POLITIK K.H. HASYIM ASY ARI PADA MASA PERJUANGAN MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA TAHUN SKRIPSI

PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS POLITIK K.H. HASYIM ASY ARI PADA MASA PERJUANGAN MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA TAHUN SKRIPSI PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS POLITIK K.H. HASYIM ASY ARI PADA MASA PERJUANGAN MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA TAHUN 1926-1947 SKRIPSI Oleh Achmad Nuril Zamzami NIM 050210302088 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Sumber Arsip Statuten Perkoempoelan Nahdlatoel Oelama, 1926

DAFTAR PUSTAKA. Sumber Arsip Statuten Perkoempoelan Nahdlatoel Oelama, 1926 DAFTAR PUSTAKA Sumber Arsip Statuten Perkoempoelan Nahdlatoel Oelama, 1926 Sumber Artikel Dan Surat Kabar Bendera Islam,14 Oktober 1924 22 Januari 1925. Bintang Timoer, No.215, 24 September 1927. Dunia

Lebih terperinci

untuk mengirim delegasi ke Saudi Arabia, dan membentuk

untuk mengirim delegasi ke Saudi Arabia, dan membentuk BAB v: PENUTUP A. KESIHPULAN 1. Nahdlatul Ulama merupakan jamriyah diniyah yang didirikan pada 15 Rajab 1334 H atau 31 Januar i 1-925 ' organisasi ini didirikan antara lain untuk memberikan jawaban yang

Lebih terperinci

Bagian I Pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di bumi nusantara. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang meneruskan tradisi wali songo,

Bagian I Pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di bumi nusantara. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang meneruskan tradisi wali songo, 1 Bagian I Pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di bumi nusantara. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang meneruskan tradisi wali songo, yang mampu berdialog dengan budaya lokal menggunakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Pemikiran Kiai Said Aqil Siroj tidak terlepas dari Nahdltul Ulama dalam

BAB V PENUTUP. 1. Pemikiran Kiai Said Aqil Siroj tidak terlepas dari Nahdltul Ulama dalam BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Pemikiran Kiai Said Aqil Siroj tidak terlepas dari Nahdltul Ulama dalam mengkontruks Ahl al - Sunnah wal Al Jama ah, oleh karena itu perlu disimpulkan pemikiran Nahdlatul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjalanan Islam di Nusantara (Indonesia) erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perjalanan Islam di Nusantara (Indonesia) erat kaitannya dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjalanan Islam di Nusantara (Indonesia) erat kaitannya dengan perkembangan Islam di Timur Tengah. Jaringan ulama yang terbentuk sejak abad ke-17 dan ke-18

Lebih terperinci

yang sama bahwa Allah mempunyai sifat-siafat. Allah mempunyai sifat melihat (al-sami ), tetapi Allah melihat bukan dengan dhat-nya, tapi dengan

yang sama bahwa Allah mempunyai sifat-siafat. Allah mempunyai sifat melihat (al-sami ), tetapi Allah melihat bukan dengan dhat-nya, tapi dengan I Sunni atau Ahl al-sunnah Wa al- Jama ah atau terkadang juga dikenal dengan sebutan ASWAJA merupakan paham yang berdasarkan pada tradisi Nabi Muhammad SAW, di samping berdasar pada Al Qur an sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik, mereka dapat mengenyam pendidikan sistem Barat.

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik, mereka dapat mengenyam pendidikan sistem Barat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pergerakan nasional yang muncul di kalangan pribumi lahir dari rasa persatuan dan kemanusiaan yang tinggi dari para golongan terpelajar yang pada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang berbeda. Muhammadiyah yang menampilkan diri sebagai organisasi. kehidupan serta sumber ajaran. Pada sisi ini, Muhammadiyah banyak

BAB V PENUTUP. yang berbeda. Muhammadiyah yang menampilkan diri sebagai organisasi. kehidupan serta sumber ajaran. Pada sisi ini, Muhammadiyah banyak BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Metode pehamanan hadis Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) dalam memahami hadis ada beberapa sisi persamaan dan perbedaan. Secara garis besar antara Muhammadiyah dan NU menggunakan

Lebih terperinci

KHOLIDIN CH & FAHRUR ROZI ASWAJA NU CENTER BOJONEGORO

KHOLIDIN CH & FAHRUR ROZI ASWAJA NU CENTER BOJONEGORO KHOLIDIN CH & FAHRUR ROZI ASWAJA NU CENTER BOJONEGORO KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ULAMA NOMOR: 02/Munas/VII/2006 TENTANG BAHTSUL MASAIL MAUDLU IYYAH FIKRAH NAHDLIYAH Pembentukan Jam'iyah Nahdlatul Ulama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBERIAN GELAR WALIYYUL AMRI AD- DHARURI BI AS-SYAUKAH OLEH NAHDATUL ULAMA KEPADA PRESIDEN SOEKARNO

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBERIAN GELAR WALIYYUL AMRI AD- DHARURI BI AS-SYAUKAH OLEH NAHDATUL ULAMA KEPADA PRESIDEN SOEKARNO BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBERIAN GELAR WALIYYUL AMRI AD- DHARURI BI AS-SYAUKAH OLEH NAHDATUL ULAMA KEPADA PRESIDEN SOEKARNO A. Analisis pemberian Gelar Waliyyul Amri Ad-Dharuri bi Al-Syukah oleh Nahdatul

Lebih terperinci

MUHAMMADIYAH DI MATA MAHASISWA NON IMM

MUHAMMADIYAH DI MATA MAHASISWA NON IMM BAHAN DISKUSI KELAS MUHAMMADIYAH DI MATA MAHASISWA NON IMM Oleh Kelompok 1 Muhammad Arifin (201410070311086); Arista Mutiara Risa (201410070311087) M. Prayogi Anggoro (201410070311089); Paksindra Agustina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik praktis artinya tidak terlibat dalam kegiatan politik yang berkaitan dengan proses

Lebih terperinci

PENGARUH GERAKAN WAHABI TERHADAP BERDIRINYA ORGANISASI KEMASYARAKATAN NAHDLATUL ULAMA (NU) TAHUN 1926 SKRIPSI. Oleh: HALIK NIM.

PENGARUH GERAKAN WAHABI TERHADAP BERDIRINYA ORGANISASI KEMASYARAKATAN NAHDLATUL ULAMA (NU) TAHUN 1926 SKRIPSI. Oleh: HALIK NIM. PENGARUH GERAKAN WAHABI TERHADAP BERDIRINYA ORGANISASI KEMASYARAKATAN NAHDLATUL ULAMA (NU) TAHUN 1926 SKRIPSI Oleh: HALIK NIM.060210302105 UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH SINGKAT KH. SYAMSUL ARIFIN ABDULLAH SEBAGAI PENGASUH PONDOK PESANTREN BUSTANUL ULUM PUGER JEMBER

BAB II SEJARAH SINGKAT KH. SYAMSUL ARIFIN ABDULLAH SEBAGAI PENGASUH PONDOK PESANTREN BUSTANUL ULUM PUGER JEMBER 14 BAB II SEJARAH SINGKAT KH. SYAMSUL ARIFIN ABDULLAH SEBAGAI PENGASUH PONDOK PESANTREN BUSTANUL ULUM PUGER JEMBER A. Latar Belakang Keluarga Dengan genealogi seseorang bisa mengetahui silsilah kekerabatan,

Lebih terperinci

PENGARUH AQIDAH ASY ARIYAH TERHADAP UMAT

PENGARUH AQIDAH ASY ARIYAH TERHADAP UMAT PENGARUH AQIDAH ASY ARIYAH TERHADAP UMAT Ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak Paham Asy ariyah sangat kental sekali dalam tubuh umat Islam dan akidah tersebut terus menyebar di tengah kaum muslimin.

Lebih terperinci

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. *

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. * KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN Oleh, Novita Siswayanti, MA. * Abstrak: Pemikiran pembaharuan Kiai Wahid Hasyim telah memberikan pencerahan bagi eksistensi pesantren dalam menentukan arah serta

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 Assalamu alaikum Warahmatullahiwabarakatuh.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Islam tidak hanya sebagai sebuah agama yang hanya mengatur ibadah ritual tetapi

I PENDAHULUAN. Islam tidak hanya sebagai sebuah agama yang hanya mengatur ibadah ritual tetapi 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam tidak hanya sebagai sebuah agama yang hanya mengatur ibadah ritual tetapi Islam merupakan sebuah ideologi yang melahirkan aturan-aturan yang mengatur kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pendidikan Islam di Indonesia antara lain dibukanya pendidikan agama di

BAB V PENUTUP. pendidikan Islam di Indonesia antara lain dibukanya pendidikan agama di 118 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kebijakan-kebijakan pemerintah Jepang dalam kaitannya dengan pendidikan Islam di Indonesia antara lain dibukanya pendidikan agama di sekolah-sekolah yang dikelola oleh Jepang

Lebih terperinci

`BAB I A. LATAR BELAKANG

`BAB I A. LATAR BELAKANG `BAB I A. LATAR BELAKANG Sebelum munculnya aliran teologi asy ariyyah, aliran muktazilah menjadi pusat pemikiran kalam pada waktu itu yang memperkenalkan pemikiran yang bersifat rasional. Akan tetapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan

Lebih terperinci

Ini Alasan Partai Islam Terseok-Seok

Ini Alasan Partai Islam Terseok-Seok http://www.suarapembaruan.com/politikdanhukum/ini-alasan-partai-islam-terseok-seok/49944 Jumat, 21 Februari 2014 10:24 Politik Aliran Pemilu 2014 Ini Alasan Partai Islam Terseok-Seok Yasin Mohammad. Partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepala daerah di Indonesia ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kepala daerah di Indonesia ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sistem pemilihan pemimpin publik yakni kepala daerah dan wakil kepala daerah di Indonesia ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam khas Indonesia merupakan pendidikan alternatif dari pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah. Pertama, karena pesantren

Lebih terperinci

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH CABANG BLIMBING DAERAH SUKOHARJO

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH CABANG BLIMBING DAERAH SUKOHARJO SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH CABANG BLIMBING DAERAH SUKOHARJO SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Ushuluddin Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala menurunnya tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan di pesantren. Karenanya, penulis mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubagus Arief Rachman Fauzi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubagus Arief Rachman Fauzi, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Pandeglang terletak di wilayah Provinsi Banten, merupakan kawasan sebagian besar wilayahnya masih pedesaan. Luas wilayahnya 2.193,58 KM 2. Menurut

Lebih terperinci

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan

Lebih terperinci

Jl. KH. Abdurrahman Wahid Kel. Talang Bakung Kec. Jambi Selatan Kota Jambi Kode Pos Telp./Fax Cp

Jl. KH. Abdurrahman Wahid Kel. Talang Bakung Kec. Jambi Selatan Kota Jambi Kode Pos Telp./Fax Cp Jl. KH. Abdurrahman Wahid Kel. Talang Bakung Kec. Jambi Selatan Kota Jambi Kode Pos. 36135 Telp./Fax. 0741-570298 Cp. 082136949568 Email : sumarto.manajemeno@gmail.com Email : pustakamaarif16@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari 113 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama, ras dan antar golongan. Berdasar atas pluralitas keislaman di

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012

Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012 Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA UPACARA PENGANUGERAHAN GELAR PAHLAWAN

Lebih terperinci

Karenanya parpol Islam bukanlah parpol terbuka dan menganut paham pluralisme.

Karenanya parpol Islam bukanlah parpol terbuka dan menganut paham pluralisme. Karenanya parpol Islam bukanlah parpol terbuka dan menganut paham pluralisme. Mantan Wakil Presiden RI beberapa waktu lalu mengatakan bahwa saat ini tidak ada bedanya antara partai politik nasionalis sekuler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia tidak diragukan lagi peranannya dan kiprahnya dalam membangun kemajuan bangsa Indonesia. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

NU: jamaah konservatif yang melahirkan gerakan progresif

NU: jamaah konservatif yang melahirkan gerakan progresif Martin van Bruinessen, "NU: Jamaah konservatif yang melahirkan gerakan progresif", Kata pengantar pada: Laode Ida, NU Muda: Kaum progresif dan sekularisme baru. Jakarta: Erlangga, 2004, hal. xii-xvii.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010. BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Islam kultural dalam konsep Nurcholish Madjid tercermin dalam tiga tema pokok, yaitu sekularisasi, Islam Yes, Partai Islam No, dan tidak ada konsep Negara Islam atau apologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia sebagai salah satu Negara demokrasi. Pemilihan legislatif yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia sebagai salah satu Negara demokrasi. Pemilihan legislatif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pemilihan umum legislatif telah dilaksanakan pada 9 april 2014 lalu oleh Negara Indonesia sebagai salah satu Negara demokrasi. Pemilihan legislatif yang meliputi

Lebih terperinci

Pijar-Pijar Gagasan Soekarno

Pijar-Pijar Gagasan Soekarno Peringatan Hari Lahir Pancasila - 01 Juni 2015 11:20 wib Pijar-Pijar Gagasan Soekarno Faisal Ismail, Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta PADA sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan

Lebih terperinci

Biografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam

Biografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam Biografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam *Biografi Singkat Empat Imam Besar dalam Dunia Islam* *Imam Hanafi (80-150 H)* Beliau dilahirkan pada tahun 80 H dan meninggal dunia di Bagdad pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diteliti. Padahal pada masa penjajahan sampai dengan tahun 1960-an NU tidak

BAB I PENDAHULUAN. diteliti. Padahal pada masa penjajahan sampai dengan tahun 1960-an NU tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nahdlatul Ulama laksana gadis cantik yang menarik untuk diteliti walau dari berbagai pandangan dan latar belakang yang berbeda. Ormas Islam terbesar di tanah air ini

Lebih terperinci

BAB III PERAN K.H. MASJKUR DALAM LASKAR SABILILLAH. Kedatangan pasukan sekutu (Allied Forces Nederlands East Indies) atau

BAB III PERAN K.H. MASJKUR DALAM LASKAR SABILILLAH. Kedatangan pasukan sekutu (Allied Forces Nederlands East Indies) atau BAB III PERAN K.H. MASJKUR DALAM LASKAR SABILILLAH A. Latar Belakang Berdirinya Laskar Sabilillah Kedatangan pasukan sekutu (Allied Forces Nederlands East Indies) atau AFNEI setelah proklamasi kemerdekaan

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN DALAM ISLAM

KEBUDAYAAN DALAM ISLAM A. Hakikat Kebudayaan KEBUDAYAAN DALAM ISLAM Hakikat kebudayaan menurut Edward B Tylor sebagaimana dikutip oleh H.A.R Tilaar (1999:39) bahwa : Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. I Hukum Islam telah ada dan berkembang seiring dengan keberadaan Islam itu sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan

Lebih terperinci

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan c Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan d Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan Oleh Tarmidzi Taher Tema Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan di Indonesia yang diberikan kepada saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan ingin meraih kekuasaan yang ada. Pertama penulis terlebih dahulu akan

I. PENDAHULUAN. dan ingin meraih kekuasaan yang ada. Pertama penulis terlebih dahulu akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika gerakan sosial keagamaan di Indonesia sangat menarik untuk dikaji. Dikatakan menarik, karena salah satu agendanya adalah menyebarkan gagasannya dan ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi umat Islam di Mesir khususnya dan dunia umumnya pada. pertengahan abad 14 Hijriyah adalah masa-masa dimana imperialisme dan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi umat Islam di Mesir khususnya dan dunia umumnya pada. pertengahan abad 14 Hijriyah adalah masa-masa dimana imperialisme dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi umat Islam di Mesir khususnya dan dunia umumnya pada pertengahan abad 14 Hijriyah adalah masa-masa dimana imperialisme dan koloniaisme memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43 BAB I PENDAHULUAN Setiap penelitian akan di latar belakangi dengan adanya permasalahan yang Akan dikaji. Dalam penelitian ini ada permasalahan yang dikaji yaitu tentang Efektivitas Tokoh Agama dalam Membentuk

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam MODUL PERKULIAHAN Pendidikan Agama Islam Islam Di Indonesia Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ekonomi dan Bisnis Manajemen 04 10230 Lestiyani Inayah, SAg Abstract Dalam bab ini kita

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan Syaikh KH. Asnawi dalam Menyebarkan Agama Islam di Caringin Banten Pada Tahun 1865 1937. Kesimpulan

Lebih terperinci

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq Pada Jumat, 17 Rabiul Awal 83 H (702 M), lahir seorang manusia suci dan penerus risalah Nabi Muhammad Saw. Pada hari yang bertepatan dengan maulid Rasulullah

Lebih terperinci

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) 66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin, yang mana dalam agama Islam

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hijriyah atau pada abad ke tujuh Masehi. Ketika itu, berbagai agama dan

BAB I PENDAHULUAN. Hijriyah atau pada abad ke tujuh Masehi. Ketika itu, berbagai agama dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Objek Ajaran Islam pertama kali masuk di Nusantara yaitu sejak abad pertama Hijriyah atau pada abad ke tujuh Masehi. Ketika itu, berbagai agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan, lahir lebih dulu daripada NU dan strategi dakwahnya berpusat pada pembaharuan (tajdid) serta menjaga kemurnian Islam

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi

BAB V ANALISIS. melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi BAB V ANALISIS Adanya sekolah dan madrasah di tanah air sebagai institusi pendidikan Islam, hanyalah akan mempersempit pandangan kita tentang pendidikan Islam itu sendiri. Ini berarti, kita hanya mementingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kaderisasi merupakan sebuah proses pencarian bakat atau pencarian sumber

BAB I PENDAHULUAN. Kaderisasi merupakan sebuah proses pencarian bakat atau pencarian sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelangsungan sebuah organisasi tidak bisa dilepaskan dari kaderisasi. Kaderisasi merupakan sebuah proses pencarian bakat atau pencarian sumber daya manusia yang handal

Lebih terperinci

Tentang Islam Yang Direstui Oleh Negara di Indonesia

Tentang Islam Yang Direstui Oleh Negara di Indonesia State Islam: Tentang Islam Yang Direstui Oleh Negara di Indonesia 13 September 2017 https://indoprogress.com/2017/09/state-islam-tentang-islam-yang-direstui-oleh-negara-di-indonesia/ Dendy Raditya Atmosuwito

Lebih terperinci

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI 69 BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI A. Santri dan Budaya Politik Berdasarkan paparan hasil penelitian dari beberapa informan mulai dari para pengasuh pondok putra dan putri serta

Lebih terperinci

Mam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara

Mam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara Mam MAKALAH ISLAM Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara 20, September 2014 Makalah Islam Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara M. Fuad Nasar Pemerhati Sejarah, Wakil Sekretaris BAZNAS Polemik seputar

Lebih terperinci

BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA

BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA 18 BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA A. Konsep Syura dalam Islam Kata syura berasal dari kata kerja syawara>> yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V, penulis memaparkan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Simpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan umat Islam dari periode Nabi Muhammad Saw. diutus sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan dan kemunduran yang dialami

Lebih terperinci

4 Alasan Mengapa Buku ini Penting?

4 Alasan Mengapa Buku ini Penting? Oleh : Suswanta 4 Alasan Mengapa Buku ini Penting? 1. Merupakan pengembangan dari skripsi beliau : Perkembangan PSII Sebelum Fusi Parpol : Analisis Konflik Kepemimpinan 1971-1973 2. Satu-satunya buku yang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan organisasi politik namun sepanjang

Lebih terperinci

BEDAH BUKU: KONTIUNUITAS ISLAM TRADISIONAL DI BANGKA 1 Oleh: Janawi 2

BEDAH BUKU: KONTIUNUITAS ISLAM TRADISIONAL DI BANGKA 1 Oleh: Janawi 2 BEDAH BUKU: KONTIUNUITAS ISLAM TRADISIONAL DI BANGKA 1 Oleh: Janawi 2 Pendahulun Buku yang dibahas sekarang adalah tulisan yang dihasilkan melalui proses yang cukup panjang. Terbitnya buku ini diawali

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melalui pembahasan dan analisis dari bab I sampai bab IV, maka ada beberapa hal yang sekiranya perlu penulis tekankan untuk menjadi kesimpulan dalam skripsi ini, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

SANG PENARIK GERBONG ITU 1

SANG PENARIK GERBONG ITU 1 TIDAK USAH MUNAFIK! SANG PENARIK GERBONG ITU 1 Oleh Nurcholish Madjid Rumah berukuran 122 m2 itu tergolong sederhana. Pekarangan berukuran 600 m2. Terletak di bilangan Tanah Kusir, Kebayoran Lama; rumah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammadiyah berasal dari bahasa arab Muhammad, yaitu nama Nabi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammadiyah berasal dari bahasa arab Muhammad, yaitu nama Nabi dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Muhammadiyah berasal dari bahasa arab Muhammad, yaitu nama Nabi dan Rasul terakhir ; ditambah dengan ya nisbah dan ta marbuthah, menjadi Muhammadiyah artinya

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini,

Lebih terperinci

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan

Lebih terperinci

Studi Komparasi antara Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H Hasyim Asy ari tentang Pendidikan Islam ARTIKEL SKRIPSI

Studi Komparasi antara Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H Hasyim Asy ari tentang Pendidikan Islam ARTIKEL SKRIPSI Studi Komparasi antara Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H Hasyim Asy ari tentang Pendidikan Islam ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Program

Lebih terperinci

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI l Edisi 003, Agustus 2011 SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI P r o j e c t i t a i g k a a n D Saiful Mujani Edisi 003, Agustus 2011 1 Edisi 003, Agustus 2011 Syariat Islam dan Keterbatasan Demokrasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. seperti Nasionalisme Radikal, Tradisi Jawa, Komunisme, Sosial Demokrat dan Islam,

BAB V PENUTUP. seperti Nasionalisme Radikal, Tradisi Jawa, Komunisme, Sosial Demokrat dan Islam, BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Banyak muncul pemikiran-pemikiran politik di Indonesia sejak awal Indonesia merdeka, hal iu menyebabkan sering kali terjadi pergesekan diantara pemikiran-pemikiran politik tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat biasa adalah mahkluk yang lemah, harus di lindungi laki-laki,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat biasa adalah mahkluk yang lemah, harus di lindungi laki-laki, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang sederajat dengan laki-laki hanya saja terdapat perbedaan fisik dan kodrat. Sebagai sesama manusia, laki laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: Mizan,1995), hlm Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat,

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: Mizan,1995), hlm Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab kuning merupakan sebuah elemen penting dalam sebuah pondok pesantren. Kitab kuning telah menjadi bahan ajar pesantren dalam kurun waktu yang lama sehingga kitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling memerlukan adanya bantuan dari orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Manusia dituntut untuk saling

Lebih terperinci

Mbah Said, Sebuah Catatan Tentang Moderasi Islam Bagian I

Mbah Said, Sebuah Catatan Tentang Moderasi Islam Bagian I MAKALAH ISLAM Mbah Said, Sebuah Catatan Tentang Moderasi Islam Bagian I 26 Maret 2014 Makalah Islam Mbah Said, Sebuah Catatan Tentang Moderasi Islam Bagian I Jaja Zarkasyi, MA (Rumah Moderasi Islam/Rumi)

Lebih terperinci

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN M.Nidhamul Maulana 1 (2014100703111119), Mumtaza Ulin Naila 2 (201410070311120), Zubaidi Bachtiar 3 (201410070311121), Maliatul Khairiyah 4 (201410070311122), Devi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan judul Pendidikan Islam Berwawasan kebangsaan menurut perspektif KH.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan judul Pendidikan Islam Berwawasan kebangsaan menurut perspektif KH. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan judul Pendidikan Islam Berwawasan kebangsaan menurut perspektif KH. Abdurrahman Wahid, terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

PARTISIPASI POLITIK NAHDLATUL ULAMA PASCA MUKTAMAR KE- 27 DI SITUBONDO TAHUN SKRIPSI. Oleh Fani Ahmad Ariwibowo NIM

PARTISIPASI POLITIK NAHDLATUL ULAMA PASCA MUKTAMAR KE- 27 DI SITUBONDO TAHUN SKRIPSI. Oleh Fani Ahmad Ariwibowo NIM a PARTISIPASI POLITIK NAHDLATUL ULAMA PASCA MUKTAMAR KE- 27 DI SITUBONDO TAHUN 1984-2010 SKRIPSI Oleh Fani Ahmad Ariwibowo NIM 060210302362 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ahli keislaman, kebanyakan berada dalam prespektif hubungan Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. ahli keislaman, kebanyakan berada dalam prespektif hubungan Negara dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi-studi teoritis tentang hubungan Islam dan politik yang dilakukan para ahli keislaman, kebanyakan berada dalam prespektif hubungan Negara dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan 201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Usaha K. H. Abdurrahman Wahid Usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI Pd Silaturahmi dg Peserta Musabaqah Hifzil Quran, tgl 14 Feb 2014, di Jkt Jumat, 14 Pebruari 2014

Sambutan Presiden RI Pd Silaturahmi dg Peserta Musabaqah Hifzil Quran, tgl 14 Feb 2014, di Jkt Jumat, 14 Pebruari 2014 Sambutan Presiden RI Pd Silaturahmi dg Peserta Musabaqah Hifzil Quran, tgl 14 Feb 2014, di Jkt Jumat, 14 Pebruari 2014 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA SILATURAHMI DENGAN PARA PESERTA MUSABAQAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama masa penjajahan Belanda, terjadi berbagai macam eksploitasi di

BAB I PENDAHULUAN. Selama masa penjajahan Belanda, terjadi berbagai macam eksploitasi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama masa penjajahan Belanda, terjadi berbagai macam eksploitasi di Indonesia. Keadaan sosial dan ekonomi di Indonesia begitu buruk terutama untuk pendidikan pribumi

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PESANTREN CIPARI DESA SUKARASA KECAMATAN PANGATIKAN KABUPATEN GARUT TAHUN

2015 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PESANTREN CIPARI DESA SUKARASA KECAMATAN PANGATIKAN KABUPATEN GARUT TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional pertama yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan sebelum adanya lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan

BAB I PENDAHULUAN. paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada awal abad ke-20, sewaktu mulai timbul akan kesadaran dan paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan pembuka jalan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan

Lebih terperinci

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nasionalisme atau rasa kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari sistem pemerintahan yang berlaku di sebuah negara. Nasionalisme akan tumbuh dari kesamaan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Organisasi ekstra universitas merupakan organisasi mahasiswa yang aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi ekstra universitas

Lebih terperinci