KARAKTERISASI MORFOLOGI EKTOMIKORIZA PADA Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze].

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI MORFOLOGI EKTOMIKORIZA PADA Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze]."

Transkripsi

1 KARAKTERISASI MORFOLOGI EKTOMIKORIZA PADA Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze]. Abstrak Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] merupakan salah satu pohon penghasil kayu berharga di Asia Tenggara yang diketahui berasosiasi dengan fungi ektomikoriza (EcM). Identifikasi mikoriza sangat penting dilakukan sebagai suatu landasan untuk penelitian lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah fungi EcM yang berasosiasi dengan merbau, mempergunakan karakter morfologi sporokarp dan morfotipe EcM. Karakter morfologi sporokarp dan morfotipe EcM yang diperoleh dari tegakan merbau dari hutan tanaman, hutan alam maupun persemaian dibandingkan dengan hasil karakterisasi yang diperoleh dari baiting method. Hanya satu jenis fungi ektomikoriza yang berasosiasi dan membentuk mikoriza dengan merbau, yang belum pernah dideskripsikan sebelumnya. Jenis fungi ini membentuk percabangan monopodial pinate. Jenis fungi ini diidentifikasi termasuk dalam genus Scleroderma. Fungi ini diidentifikasi termasuk dalam genus Scleroderma. Sporokarp fungi ini sering dijumpai tumbuh pada anakan dibandingkan pada tegakan dewasa merbau. Kata kunci: Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze], Scleroderma, morfologi karakterisasi, ektomikoriza, spora, morfotipe Abstract Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] is one of valuable timber tree species in South-East Asia which has been known having ectomycorrhizae (EcM) though being ignored. Identification of the ectomycorrizae is prime important for being basis of further studies. The aim of the study was to investigate the EcM fungi associated with merbau by using both sporocarp morphology and EcM morphotypes. Morphological characters of sporocarps of the fungi and EcM morphotypes obtained from seedlings and trees from natural and plantation stands of merbau, as well as from nurseries were compared to the description of those resulted from baiting method. Only one species of ectomycorrhizal fungus was found associated with merbau which has not been described yet. The fungus formed mycorrhizae with monopodial pinnate branching. The fungus was identified belonging to the genus of Scleroderma. The fungus sporocarps were more common to occur beneath merbau seedlings than trees. Keywords: Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze], Scleroderma, morphology characterization, ectomycorrhyza, spore, morphotype

2 86 Pendahuluan Latar Belakang Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] merupakan tanaman legum yang tergolong dalam famili Fabaceae, subfamily Caesalpinioideae. Jenis pohon ini merupakan jenis yang dominan di hutan alam dataran rendah tropika di Provinsi Papua dan Papua Barat. Jenis ini merupakan salah satu jenis penghasil kayu berharga di Asia Tenggara dan merupakan target utama dalam produksi kayu komersial (PROSEA 1994; Thaman et al. 2004,). Merbau diketahui membentuk asosiasi dengan fungi ektomikoriza (EcM). Walau asosiasi demikian telah lama diketahui sejak lama (Wattling et al. 2002; Smith and Read 2008), tetapi telaah secara komprehensif terhadap EcM pada merbau sangat sedikit mendapat perhatian. Di lain pihak, identifikasi fungi EcM sangat penting dilakukan untuk dijadikan landasan bagi penelitian lebih lanjut. Fungi EcM dapat diidentifikasi berdasarkan morfologi sporocarp (Brundett et al. 1996), morfotipe dari EcM (Agerer 2006), dan dengan metode biologi molekular (Smith and Read 2008). Metode biologi molekular, walau dianggap sebagai metode identifikasi yang memberikan hasil akurat, namun metode identifikasi klasik berdasarkan pada karakter morfologi dan morfotipe masih tetap dianggap metode yang lebih praktis untuk digunakan di lapangan. Baru-baru ini Tedersoo et al. (2007) menemukan 15 species fungi EcM yang berasosiasi dengan merbau di tegakan alam merbau di pulau Seycheles dengan menggunakan metode sekuensi DNA dari unjung akar bermikoriza, tetapi tanpa menyertakan deskripsi morfologi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menelaah fungi EcM yang berasosiasi dengan merbau dengan menggunakan karakter morfologi dari sporokarp dan EcM morfotipe. Hasil yang diperoleh dapat melengkapi pengetahuan tentang morfologi dari fungi dan EcM pada merbau sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya.

3 87 Bahan dan Metode Lokasi Penelitian. Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, secara geografi terletak pada koordinat 133 o o BT, dan 0 o o LS. Daerah ini meliputi hutan pantai dan hutan dataran rendah yang berada pada daerah pantai hingga daerah berbukit dengan ketinggian m dpl. Tegakan merbau di daerah ini dijumpai dalam kelompok dan tumbuh berasosiasi dengan jenis vegetasi lainnya seperti Pometia pinnata J.R. Forster & J.G. Forster, Calophyllum inophyllum L. and Palaquium amboinense Burck. Tanah di hutan pantai berupa tanah berpasir sedangkan di hutan dataran rendah berupa tanah yang berasal dari pelapukan bahan batuan berkapur. Di daerah ini terdapat beberapa tegakan tanaman dalam skala kecil dan beberapa persemaian merbau tidak permanen. Tanaman merbau berumur 50 tahun dengan jarak tanam 4 x 5 m. Lokasi penelitian lain berada pada persemaian tanaman kehutanan di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak pada koordinat 106 o BT and 06 o LS, dengan jenis tanah aluvial. Survei Lapangan dan Baiting Method. Survei lapangan dilakukan dengan melakukan kunjungan lapangan sebanyak tiga kali dalam rentang waktu antara bulan Desember 2006 hingga Maret 2007 untuk mengumpulkan sporokarp, ujung akar bermikoriza, cabutan alam (wildling) maupun tanah dari bawah tegakan merbau. Setiap sporokarp yang ditemukan difoto, dideskripsi ukuran dan warnanya dan selanjutnya dikeringovenkan pada suhu 50 o C selama 24 jam dan disimpan dalam suhu kamar. Contoh tanah diambil dengan cara menggali tanah disekitar pohon hingga kedalaman 20 cm mengikuti sistem perakaran merbau. Contoh akar diambil bersama tanah untuk meminimalkan kerusakan pada ujung akar bermikoriza, dimasukkan ke dalam plastik, selanjutnya dibawa ke laboratorium dan disimpan dalam refrigerator pada suhu 4 o C hingga saat dipergunakan. Baiting method dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh sporokarp fungi EcM yang berasosiasi dengan anakan merbau dan EcM yang terbentuk oleh

4 88 karena asosiasi tersebut. Anakan dan cabutan alam yang digunakan dalam baiting method mempunyai tinggi cm (berumur sekitar 4-8 bulan) yang diperoleh saat survei lapangan, selanjutnya ditanam dalam polibag berukuran 15 x 20 cm, berisi tanah asal dari bawah tegakan merbau. Tanaman dipelihara di rumah kaca. Sprorokarp dan EcM yang dihasilkan, dideskripsi dan dibandingkan dengan hasil deskripsi sporokarp dan EcM yang ditemukan di hutan alam, tanaman maupun persemaian. Karakterisasi Morfologi dan Anatomi Ektomikoriza. Spesimen segar hasil koleksi survei lapangan dibawa ke laboratorium. Karakter utama dideskripsikan berdasarkan morfologi sporocarp dan basidiospore dengan menggunakan mata telanjang maupun mikroskop yang sering membutuhkan pembesaran hingga 100x. Warna, ukuran dan bentuk dari seluruh karakter mikroskopik diperoleh dengan merendam dalam 3% KOH, 70% Et.OH dan pereaksi Melzer s. Basidiospora juga diamati dengan menggunakan scanning electronic microscope (SEM). Seluruh karakter makroskopik dan mikroskopik digunakan dalam determinasi dan identifikasi dengan cara membandingkannya dengan beberapa referensi (Giovanni 1985; Rifai 1987; Largent & Baroni 1988; Sim et al. 1995; Brundrett et al. 1996; Keizer 1998; Kuo 2004; Chen 2006; Sanon et al. 2009). Ujung akar bermikoriza difiksasi dalam FAA (5% Formalin, 5% asam asetat, and 90% alkohol) selama 24 jam, selanjutnya dipotong melintang untuk diamati mikorizanya di bawah mikroskop untuk telaah morfotipe mengikuti metode Agerer (2006). Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian Identifikasi berdasarkan karakter morfologi sporocarp dan basidiospora dari specimen yang dikoleksi dari bawah tegakan alam, tanaman maupun persemaian merbau dan dengan pemeriksaan secara teliti sistem perakaran tanaman merbau dan miselia dari fungi yang ditemukan, disamping pula konsistensi kejadian suatu jenis fungi ditemukan di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa hanya satu

5 89 jenis fungi yaitu Sleroderma sp. yang membentuk ektomikoriza dengan merbau. Sprorocarp jenis fungi ini sangat umum ditemukan pada sistem perakaran anakan merbau daripada tanaman merbau dewasa. Melalui baiting method, anakan cabutan liar yang ditanam dalam waktu 8-12 bulan berhasil memproduksi sporocarp di media pembibitan di dalam rumah kaca. Karakter sporocarp dan morfotipe ECM dari hasil baiting method identik dengan fungi dan EcM yang ditemukan di lapangan. Scleroderma sp. merupakan anggota dari Basidiomycota, famili Sclerodermataceae. Jenis fungi ini memiliki basidioma: epigenous, globose, yang pada saat dewasa dapat mencapai diameter 0,66 ± 0,17 cm, dengan permukaan halus, berwarna putih krem hingga putih kecoklatan. Peridium: kaku, sederhana, tebal 0,2 1,0 mm, berwarna putih kekuningan. Potongan basidioma segar menghasilkan eksudat warna kuning dalam Et.OH. Gleba: kekuningan coklat terang saat muda dan coklat gelap saat matang, tanpa columella tetapi memiliki external basal pad. Sambungan apit (Clamp connection): ada. Badiospora: coklat pucat dalam pereaksi Melzer s and KOH, globose dengan ornamentasi reticulate, diameter 8-10 μm (Gambar 16). EcM memiliki mantel tebal (12-25 μm), permukaan kasar dan berwarna putih krem, monopodial pinnate atau dengan percabangan sederhana pada bagian EcM muda, tetapi menjadi irregular pinnate pada bagian dasar dari EcM tua, terkadang akar bermikoriza saling menjalin dengan rapatnya. Ujung akar bermikoriza dilapisi ayaman miselium yang rapat. Struktur mantel terdiri atas satu lapis jaringan pseudoparenchymatous. Hartig net berkembang dengan baik pada lapisan epidermal (Gambar 17). Pembahasan Berdasarkan karakter morfologi dari sporokarp dan basidiokarp dijumpai satu jenis fungi EcM yang berasosiasi dengan merbau tergolong dalam genus Scleroderma. Dari hasil perbandingan karakter morfologi jenis-jenis Scleroderma yang dideskripsikan oleh Sims et al. (1995), Rifai (1987), Kuo (2004), Chen (2006) dan Sanon et al. (2009) tidak terdapat kemiripan karakter dengan jenis

6 90 Scleroderma yang ada, walaupun dari ciri basidiospora mendekati ciri dari Scleroderma dictyosporum. Lebih lanjut, berdasarkan perbandingan karakter sporokarp, basidiokarp dan EcM yang dihasilkan melalui baiting method dan contoh yang diperoleh dari lapangan menguatkan kesimpulan bahwa hanya satu jenis Scleroderma yang membentuk asosiasi ektomikoriza dengan anakan merbau. Gambar 16. Scleroderma sp (a) sporokarp berbentuk globose hingga tak beraturan; (b) potongan memanjang dari sporocarp memperlihatkan peridium berwarna putih kekuningan mengandung massa spora berwarna coklat terang kekuningan; (c) sporokarp dewasa; dengan massa spora berwarna coklat (d) basidiospora di lihat dengan mikroskop dan (e) basidiospora menampakkan ornamentasi retikulat di bawah Scanning electron microscope; (f) sambungan apit

7 91 Gambar 17. Ektomikoriza pada merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze]. (a) sistem akar bermikoriza merbau dengan percabangan monopodial pinnate; (b) ujung akar bermikoriza merbau di bawah Scanning electron microscope (SEM) dengan ayaman miselia yang rapat, (c) potongan melintang dari asosiasi ektomikoriza Scleroderma sp pada merbau, menunjukkan mantel yang tebal; (d) morfotipe dari mantel, menunjukkan tipe jaringan mantel yang pseudoparenchymatous. M=matel, HN=hartig net, E=sel epidermis, C=sel kortek, En=Sel Endodermis Penggunaan karakter morfologi basidiokarp dari fungi EcM untuk identifikasi sering terkendala oleh variabilitas dari beberapa karakter tersebut (Wurzburger et al. 2001; Nouhra et al. 2005). Seperti warna basidiokarp dari Scleroderma sp. dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti intensitas cahaya, paparan terhadap cahaya dan komposisi serasah (Way et al. 1995). Saat musim hujan warna basidiokarp cenderung lebih terang, mendekati warna putih dibandingkan putih krem yang umum dijumpai. Demikian pula ukuran basidiokarp dipengaruhi oleh tempat tumbuh. Identifikasi berdasarkan anatomi dan morfologi EcM dianggap sebagai komplemen dari metode identifikasi

8 92 berdasarkan anatomi dan morfologi sporokarp, walaupun dapat pula memberikan hasil yang kontradiksi (Wurzburger et al. 2001; Nouhra et al. 2005). EcM yang dibentuk oleh fungi yang berbeda pada tanaman inang yang sama, atau oleh jenis fungi yang sama pada tanaman inang yang berbeda dapat memberikan penampakan struktural yang berbeda pula (Dames et al. 1999), seperti dijumpai pada EcM dari genera Tuber (Giomaro et al. 2000). Bagaimanapun kedua pendekatan deskripsi pada fungi maupun EcM yang terbentuk dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai alat identifikasi awal di lapangan sebelum dilakukan analisis molecular. Oleh karena itu, telaah lebih lanjut terhadap status taksonomi jenis fungi ini dengan menggunakan sekuensi DNA masih diperlukan untuk memastikan apakah fungi ini merupakan jenis baru. Ketepatan identifikasi dalam pemberian nama fungi dan juga EcM sangat penting untuk dijadikan dasar bagi penelitian lebih lanjut. (Brundrett et al. 1996; Dames et al. 1999). Tedersoo et al. (2007) menggunakan sekuensi DNA dari ujung akar bermikoriza merbau memperoleh 15 jenis fungi, dan diantaranya terdapat 2 jenis Scleroderma, yang berasosiasi membentuk EcM dengan merbau. Jika semua jenis fungi yang diidentifikasi Tendersoo et al. (2007) berasosiasi dengan merbau benar membentuk ektomikoriza, dan juga dengan kenyataan bahwa merbau tumbuh baik di hutan primer maupun sekunder dengan jenis tanah yang beragam (PROSEA, 1994), ini mengindikasikan bahwa penemuan jenis fungi EcM yang berbeda masih memungkinkan. Diduga Scleroderma sp. lebih berperan sebagai early stage mycorrhizae daripada late stage mycorrhizae, karena tubuh buah jenis fungi ini lebih sering dijumpai tumbuh di bawah anakan merbau dibandingkan pada tegakan tua. Dengan demikian, ini berarti pula bahwa jenis fungi EcM lain kemungkinan dapat menggantikannya saat tanaman merbau tumbuh dewasa. Dinamika komunitas fungi EcM merupakan kejadian yang umum di alam, seperti adanya perbedaan komunitas fungi EcM pada tingkat umur yang berbeda dari tanaman Quecus rubra L (Gebhardt et al. 2007), dan adanya penurunan kelimpahan taksonomi fungi EcM saat ketersediaan N dalam tanah meningkat (Lilleskov et al. 2002).

9 Kenyataannya jenis fungi yang berasosiasi dengan merbau dapat saling tumpang tindih dengan jenis fungi dari tanaman inang lain (Tedersoo et al. 2007). 93 Simpulan Ditemukan satu jenis fungi EcM yang berasosiasi dengan merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kutze] yaitu Scleroderma sp. Jenis fungi ini banyak dijumpai pada anakan merbau dibandingkan pada tegakan dewasa sehingga diduga lebih cenderung berperan sebagai early stage mycorrhiza. Ektomikoriza yang terbentuk memiliki percabangan monopodial pinnate, berwarna putih krem dengan mantel tebal (12-25 μm), berstruktur pseudoparenchymatous yang terdiri dari satu lapisan jaringan. Daftar Pustaka Agerer R Fungal relationships and structural identity of their ectomycorrhizae. Mycol Progress 5: Brundrett M., Bougher N, Dell B, Grove T, Malajczuk N Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. Wembley, WA: Australian Centre for International Agriculture Research (ACIAR), Chen YL Optimization of Scleroderma spore inoculum for Eucalyptus nurseries in south China [Thesis] Pert: Murdoch University. Dames JF, Straker CJ, Scholes MC Ecological and anatomical characterization of some Pinus patula ectomycorrhizas from Mpumalanga, South Africa. Mycorrhiza 9:9-24. Gebhardt S, Neubert K, Wöllecke J, Münzenberger B, Hüttl RF Ectomycorrhiza communities of red oak (Quercus rubra L.) of different age in the Lusatian lignite mining district, East Germany. Mycorrhiza 17: Giomaro G et al Anatomycal and morphological characterization of mycorrhizas of five strains of Tuber borchii Vittad. Mycorrhiza 10: Giovanni P MacDonald Encyclopedia of Mushrooms and Toadstolls. London: Macdonald & Co (Publisher), Ltd. Keizer GJ The Complete Encyclopedia of Mushrooms. Lisse: Rebo Publisher.

10 94 Kuo M The genus Scleroderma. Retrived from the MushroomExpert.com Web site: [April 21, 2006]. Largent DL, Baroni TJ How to Identify Mushrooms to Genus I-VI. Mad Eureka, C.A: River Press, Inc. Lilleskov E, Fahey TJ, Horton TR, Lovett GM Bellowground ecomycorrhizal fungal community change over nitrogen deposition gradient in Alaska. Ecology 83(1): Nouhra ER, Horion TR, Cazares E, Castellano M Morphological and molecular characterization of selected Ramaria mycorrhizae. Mycorrhiza 15: [PROSEA] Plant Resources of South-East Asia Plant Resources of South- East Asia 5. Di dalam: Leummans RHMJ dan Soerianegara, Editor. (1) Timber Trees: Major Commercial Timbers. Bogor: PROSEA. Rifai MA Malesian Scleroderma (Gasteromycetes). Trans. Mycol. Soc. Japan 28:97. Sanon KB, Bâ AM, Delaruelle C, Duponnois R, Martin F Morphological and molecular analysis in Scleroderma species associated with some caesalpinioid legumes, dipterocarpaceae and phyllanthaceae trees in southern Burkina Fasso. Mycorrhiza 19: Sims KP, Watling R, Jeffries P A revised key to the genus Scleroderma. Mycotaxon 56: Smith SE, Read DJ Mycorrhizal symbiosis. New York: Academic Press. Tedersoo L, Suvi T, Beaver K, Kõljag U Ectomycorrhizal fungi of the Seychelles: diversity patterns and host shifts from the native Vateriopsis seychellarum (Dipterocarpaceae) and Intsia bijuga (Caesalpiniaceae) to the introduced Eucalyptus robusta (Myrtaceae) but not Pinus caribeae (Pinaceae). New Phytol 175: Thaman RR, Thomas LAJ, DeMeon R, Areki F, Elevich CR Intsia bijuga (Vesi). Di dalam: Elevich CR (ed). Species Profile for Pacifics Islands Agroforestry. Retrived from tree.org [25 Apr 2005]. Watling R, Lee SS, Turnbull E The occurrence and distribution of putative ectomycorrhizal basidiomycetes in regenerating south-east asian rain forest. Di dalam: Watling R, Frankland AM, Isaac S dan Robinson CH, editor. Tropical Mycology, Volume I: Macromycetes. New York: CABI Publishing. Hlm Way Y, Sinclair L, Hall IR, Cole ALJ Boletus eduli Semen Lato: a new record for New Zealand. NZ J Crop Hort Sci.23: Wurzburger N, Bidartondo MI, Bledsoe CS Characterization of Pinus ectomycorrhizas from mixes conifer and pygmy forest using morphotypying and molecular methods. Can J. Bot. 79:

Keanekaragaman fungi ektomikoriza di rizosfer tanaman Meranti (Shorea sp.) di Sumatera Barat

Keanekaragaman fungi ektomikoriza di rizosfer tanaman Meranti (Shorea sp.) di Sumatera Barat ISSN 1858-4276 Biospectrum Vol. 6 No. 3, Oktober 2010 Keanekaragaman fungi ektomikoriza di rizosfer tanaman Meranti (Shorea sp.) di Sumatera Barat (Diversity of ectomycorhiza in rhizosphere of Shorea sp.

Lebih terperinci

V. KARAKTERISTIK AKAR BEREKTOMIKORIZA PADA Shorea pinanga, Pinus merkusii DAN Gnetum gnemon

V. KARAKTERISTIK AKAR BEREKTOMIKORIZA PADA Shorea pinanga, Pinus merkusii DAN Gnetum gnemon V. KARAKTERISTIK AKAR BEREKTOMIKORIZA PADA Shorea pinanga, Pinus merkusii DAN Gnetum gnemon (Characteristics of Ectomycorrhizal Roots of Shorea pinanga, Pinus merkusii and Gnetum gnemon) ABSTRAK Karakteristik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK AKAR BEREKTOMIKORIZA PADA Shorea pinanga, Pinus

KARAKTERISTIK AKAR BEREKTOMIKORIZA PADA Shorea pinanga, Pinus KARAKTERISTIK AKAR BEREKTOMIKORIZA PADA Shorea pinanga, Pinus merkusii DAN Gnetum gnemon Root Characteristics of Ectomycorrhizal Fungi on Shorea pinanga, Pinus merkusii, and Gnetum gnemon Melya Riniarti,

Lebih terperinci

Keanekaragaman Fungi Ektomikoriza di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Unand

Keanekaragaman Fungi Ektomikoriza di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Unand ISBN 978-602-14989-0-3 BioETI Keanekaragaman Fungi Ektomikoriza di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Unand FESKAHARNY ALAMSJAH 1, ETI FARDA HUSIN 2, ERDI SANTOSO 3, DEDDI PRIMA PUTRA 4 DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan alam Papua, dengan potensi merbaunya yang tinggi, merupakan satusatunya hutan alam di Indonesia yang dianggap masih relatif utuh setelah hutan alam Kalimantan dieksploitasi

Lebih terperinci

KAJIAN VARIASI MORFOLOGI BASIDIOKARP DAN BASIDIOSPORA LIMA SPESIES JAMUR TERMITOMYCES YANG DITEMUKAN DI DESA WONOJATI KABUPATEN PASURUAN

KAJIAN VARIASI MORFOLOGI BASIDIOKARP DAN BASIDIOSPORA LIMA SPESIES JAMUR TERMITOMYCES YANG DITEMUKAN DI DESA WONOJATI KABUPATEN PASURUAN KAJIAN VARIASI MORFOLOGI BASIDIOKARP DAN BASIDIOSPORA LIMA SPESIES JAMUR TERMITOMYCES YANG DITEMUKAN DI DESA WONOJATI KABUPATEN PASURUAN Khoirul Anwar, Utami Sri Hastuti, dan Agung Witjoro Universitas

Lebih terperinci

Inokulasi cendawan ektomikoriza pada bibit tanaman kehutanan

Inokulasi cendawan ektomikoriza pada bibit tanaman kehutanan Standar Nasional Indonesia Inokulasi cendawan ektomikoriza pada bibit tanaman kehutanan ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Produksi inokulan cendawan ektomikoriza untuk bibit tanaman kehutanan

Produksi inokulan cendawan ektomikoriza untuk bibit tanaman kehutanan Standar Nasional Indonesia Produksi inokulan cendawan ektomikoriza untuk bibit tanaman kehutanan ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

ASOSIASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) PADA KETAPANG

ASOSIASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) PADA KETAPANG ASOSIASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) PADA KETAPANG (Terminalia catappa) (Association of Arbuscular Mycorrhizal Fungus (AMF) on Ketapang (Terminalia catappa)) Petrus, Burhanuddin, Reine Suci Wulandari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Jenis A. cadamba Miq. ini bersinonim dengan A.chinensis Lamk. dan A. indicus A. Rich. Jabon (A. cadamba Miq.) merupakan pohon yang dapat

Lebih terperinci

PERAN MIKORIZA DALAM REGENERASI POHON MERBAU [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] ASAL PAPUA JULIUS DWI NUGROHO

PERAN MIKORIZA DALAM REGENERASI POHON MERBAU [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] ASAL PAPUA JULIUS DWI NUGROHO PERAN MIKORIZA DALAM REGENERASI POHON MERBAU [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] ASAL PAPUA JULIUS DWI NUGROHO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

Lebih terperinci

III. UJI KOMPATIBILITAS TIGA SPESIES FUNGI EKTOMIKORIZA Scleroderma spp SECARA IN VITRO

III. UJI KOMPATIBILITAS TIGA SPESIES FUNGI EKTOMIKORIZA Scleroderma spp SECARA IN VITRO III. UJI KOMPATIBILITAS TIGA SPESIES FUNGI EKTOMIKORIZA Scleroderma spp SECARA IN VITRO (Compatibility Test of Three ectomycorrhizal Fungi Scleroderma spp. Under In Vitro Condition) ABSTRAK Interaksi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan hujan tropic dibagi atas tiga zone berdasarkan ketinggian tempat, antara lain: a. Hutan hujan bawah, terletak pada 0 1000 m dpl. Zona ini pada umumnya didominasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma spp.) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass Order Family Genus

Lebih terperinci

MIKORIZA MATERI KULIAH BIOLOGI TANAH UPNVY. Mikoriza (Mycorrhizae): Oleh: Ir. Sri Sumarsih, MP.

MIKORIZA MATERI KULIAH BIOLOGI TANAH UPNVY. Mikoriza (Mycorrhizae): Oleh: Ir. Sri Sumarsih, MP. MATERI KULIAH BIOLOGI TANAH UPNVY MIKORIZA Oleh: Ir. Sri Sumarsih, MP. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Jl. Ring Road Utara, Condongcatur, Sleman, Yogyakarta e-mail: Sumarsih_03@yahoo.com

Lebih terperinci

ASOSIASI FUNGI EKTOMIKORIZA DENGAN EHA (Castanopsis buruana Miq.) DI HUTAN KAMPUS UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI ABSTRACT

ASOSIASI FUNGI EKTOMIKORIZA DENGAN EHA (Castanopsis buruana Miq.) DI HUTAN KAMPUS UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI ABSTRACT 55 ASOSIASI FUNGI EKTOMIKORIZA DENGAN EHA (Castanopsis buruana Miq.) DI HUTAN KAMPUS UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI Oleh: Faisal Danu Tuheteru 1), Husna 1), Asrianti Arif 1) dan La Ode Almahruf 2) ABSTRACT

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ISOLASI CENDAWAN EKTOMIKORIZA PADA PINUS MERKUSII DI HUTAN PENELITIAN GUNUNG DAHU, BOGOR SHOFIA MUJAHIDAH

ISOLASI CENDAWAN EKTOMIKORIZA PADA PINUS MERKUSII DI HUTAN PENELITIAN GUNUNG DAHU, BOGOR SHOFIA MUJAHIDAH ISOLASI CENDAWAN EKTOMIKORIZA PADA PINUS MERKUSII DI HUTAN PENELITIAN GUNUNG DAHU, BOGOR SHOFIA MUJAHIDAH DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Mikoriza Arbuskular Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk kelangsungan hidupnya fungi berasosiasi dengan akar tanaman. Spora berkecambah dengan

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Artikel (Article) PENDUGAAN BIOMASSA POHON BERDASARKAN MODEL FRACTAL BRANCHING PADA HUTAN SEKUNDER DI RANTAU PANDAN, JAMBI Fractal Branching Model

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

Ni Kadek Marina Dwi Cahyani

Ni Kadek Marina Dwi Cahyani Ni Kadek Marina Dwi Cahyani 1509 100 067 Dosen Pembimbing: Ir. Sri Nurhatika, MP Dr. Ir. Anton Muhibuddin, SP., MP JURUSAN BIOLOGI Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI Oleh : MUHAMMAD MARLIANSYAH 061202036 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 331; Telp ; Fax Bogor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 331; Telp ; Fax Bogor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo BEBERAPA JENIS CENDAWAN EKTOMIKORIZA DI KAWASAN HUTAN SIPIROK, TONGKOH, DAN AEK NAULI, SUMATERA UTARA (Some Ectomycorrhizal Fungi at Sipirok, Tongkoh, and Aek Nauli Forest Area, North Sumatra)*) Oleh/By:

Lebih terperinci

Orchid Mycorrhiza, Peran dan Manfaatnya dalam Bidang Perlindungan Tanaman Perkebunan

Orchid Mycorrhiza, Peran dan Manfaatnya dalam Bidang Perlindungan Tanaman Perkebunan Orchid Mycorrhiza, Peran dan Manfaatnya dalam Bidang Perlindungan Tanaman Perkebunan Roosmarrani Setiawati, SP. POPT Ahli Muda Di alam, mikoriza dijumpai berasosiasi dengan hampir 90% perakaran tanaman

Lebih terperinci

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 5, No. 2, April 2016

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 5, No. 2, April 2016 Identifikasi Mikoriza Vesikular Arbuskular pada Rhizosfer Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) dan Kaliandra (Calliandra calothyrsus) serta Perbanyakannya dengan Media Zeolit NI WAYAN PUSPARINI DHARMAPUTRI

Lebih terperinci

Bondan Yurisman, Burhanuddin, Wahdina

Bondan Yurisman, Burhanuddin, Wahdina ASOSIASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) PADA TANAMAN BINTARO (CERBERA MANGHAS LINN.) DI TANAH ALUVIAL Associated Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) on Cerbera manghas Linn. In Alluvial Soil Bondan Yurisman,

Lebih terperinci

Jenis Shorea Jenis Ektomikoriza Infeksi Akar (%) Sumber. Shorea selanica Scleroderma columnare + Riyanto (2003)

Jenis Shorea Jenis Ektomikoriza Infeksi Akar (%) Sumber. Shorea selanica Scleroderma columnare + Riyanto (2003) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Status Hasil analisis data mengenai status ektomikoriza terhadap respon pertumbuhan spp. dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Status ektomikoriza pada spp. Infeksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Merbau Darat 1. Deskripsi Ciri Pohon Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut (Martawijaya dkk., 2005). Regnum Subregnum Divisi Kelas Famili

Lebih terperinci

ASOSIASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) PADA TANAMAN LABAN

ASOSIASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) PADA TANAMAN LABAN ASOSIASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) PADA TANAMAN LABAN (Vitex pubescens Vahl) Associated Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) on Vitex pubescens Vahl Faradila Sandi, Burhanuddin, Herlina Darwati Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan bukan hanya sekumpulan individu pohon, tetapi sebagai masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri atas pepohonan, semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah, dan hewan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS KEHUTANAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR MAJOR INTERDEPARTEMEN, STRATA 1 (S-1) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH A. Mata Kuliah

Lebih terperinci

UJI TEKNOLOGI INOKULUM FUNGI EKTOMIKORIZA DAN PENAMBAHAN ASAM OKSALAT UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN Hopea mengarawan

UJI TEKNOLOGI INOKULUM FUNGI EKTOMIKORIZA DAN PENAMBAHAN ASAM OKSALAT UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN Hopea mengarawan Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Desember 29, hlm. 17-176 ISSN 853 4217 Vol. 14 No.3 UJI TEKNOLOGI INOKULUM FUNGI EKTOMIKORIZA DAN PENAMBAHAN ASAM OKSALAT UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN Hopea mengarawan

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH (Dyera costulata Hook.f) YANG DITANAM PADA LAHAN KERING DAN LAHAN BASAH DI KABUPATEN KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh/by SULAIMAN BAKRI Program Studi Budidaya Hutan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999) 48 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999) Komposisi : Potato 200 gram Dekstrose.. 20 gram Agar.. 15 gram Aquades 1 liter Proses pembuatan : Kentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sengon atau dengan nama ilmiah Falcataria moluccana (Miq.) Barneby &

BAB I PENDAHULUAN. Sengon atau dengan nama ilmiah Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengon atau dengan nama ilmiah Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) termasuk kedalam famili Leguminosae yang tergolong jenis pohon cepat tumbuh (fast

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015. 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Perkebunan dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBIBITAN MERBAU (Intsia bijuga) Oleh : Budi Budiman, S.Hut, M.Sc Penyuluh Kehutanan Pusat

TEKNIK PEMBIBITAN MERBAU (Intsia bijuga) Oleh : Budi Budiman, S.Hut, M.Sc Penyuluh Kehutanan Pusat TEKNIK PEMBIBITAN MERBAU (Intsia bijuga) Oleh : Budi Budiman, S.Hut, M.Sc Penyuluh Kehutanan Pusat Merbau merupakan salah satu jenis pohon yang menghasilkan kayu dengan kualitas yang baik. Kualitas ini

Lebih terperinci

Penyimpanan Kapsul cendawan mikoriza arbuskula untuk mempertahankan Daya multiplikasi dan Infektivitas

Penyimpanan Kapsul cendawan mikoriza arbuskula untuk mempertahankan Daya multiplikasi dan Infektivitas J. Hort. 16(2):129-133, 2006 Penyimpanan Kapsul cendawan mikoriza arbuskula untuk mempertahankan Daya multiplikasi dan Infektivitas Anwarudin Syah, M.J., Jumjunidang, dan Y. Herizal Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar hutan Indonesia termasuk dalam kategori hutan hujan tropis karena memiliki curah hujan tinggi dan suhu hangat sepanjang tahun. Hutan hujan tropis merupakan

Lebih terperinci

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat.

TULISAN PENDEK. Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat. Jurnal Biologi Indonesia 4(5):417-421 (2008) TULISAN PENDEK Beberapa Catatan Tentang Aspek Ekologi Cacing Tanah Metaphire javanica (Kinberg, 1867) di Gunung Ciremai, Jawa Barat Hari Nugroho Bidang Zoologi,

Lebih terperinci

POTENSI PERTUMBUHAN TRUBUSAN PADA. TUNGGAK SISA PENEBANGAN POHON Eucalyptus pellita THE PONTENTIAL GROWTH OF COPPICE

POTENSI PERTUMBUHAN TRUBUSAN PADA. TUNGGAK SISA PENEBANGAN POHON Eucalyptus pellita THE PONTENTIAL GROWTH OF COPPICE POTENSI PERTUMBUHAN TRUBUSAN PADA TUNGGAK SISA PENEBANGAN POHON Eucalyptus pellita THE PONTENTIAL GROWTH OF COPPICE FROM THE STUMP OF Eucalyptu spellita Rudang Fanny 1,M. Mardhiansyah 2, Rudianda Sulaeman

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ORGAN REPRODUKSI DAN DISPERSAL TUMBUHAN INVASIF LANGKAP

KARAKTERISTIK ORGAN REPRODUKSI DAN DISPERSAL TUMBUHAN INVASIF LANGKAP KARAKTERISTIK ORGAN REPRODUKSI DAN DISPERSAL TUMBUHAN INVASIF LANGKAP (Arenga obtusifolia Mart.) DI CAGAR ALAM LEMBAH ANAI DAN CAGAR ALAM RIMBO PANTI, SUMATERA BARAT TESIS MEITRI HARTIKA BP. 1420422008

Lebih terperinci

KERAGAMAN FORAMINIFERA BENTONIK KECIL RESEN PADA CORE-01 DI PERAIRAN JEPARA, PROVINSI JAWA TENGAH

KERAGAMAN FORAMINIFERA BENTONIK KECIL RESEN PADA CORE-01 DI PERAIRAN JEPARA, PROVINSI JAWA TENGAH KERAGAMAN FORAMINIFERA BENTONIK KECIL RESEN PADA CORE-01 DI PERAIRAN JEPARA, PROVINSI JAWA TENGAH Siti Mulia Nurul Aswad 1), Lia Jurnaliah 2), Winantris 2) 1 Mahasiswa Prog. Sarjana S1, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT Diversity of Species Meranti (Shore spp) In Protected Forest Area Ambawang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FUNGI PADA PEMBIBITAN JABON (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) di SAMPALI MEDAN SKRIPSI

IDENTIFIKASI FUNGI PADA PEMBIBITAN JABON (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) di SAMPALI MEDAN SKRIPSI IDENTIFIKASI FUNGI PADA PEMBIBITAN JABON (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) di SAMPALI MEDAN SKRIPSI Oleh : Maharani D Purba 081202028 / Budidaya Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN MEDAN

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN FUNGI EKTOMIKORIZA DI HUTAN PENELITIAN MERANTI GUNUNG DAHU LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR TRIA NURAINI

KEANEKARAGAMAN FUNGI EKTOMIKORIZA DI HUTAN PENELITIAN MERANTI GUNUNG DAHU LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR TRIA NURAINI KEANEKARAGAMAN FUNGI EKTOMIKORIZA DI HUTAN PENELITIAN MERANTI GUNUNG DAHU LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR TRIA NURAINI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi

TINJAUAN PUSTAKA. dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi TINJAUAN PUSTAKA A. Fungi Mikoriza Arbuskula Fungi mikoriza arbuskula merupakan suatu bentuk asosiasi antara fungi dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang

Lebih terperinci

PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Laju pertumbuhan pohon dan macam pohon apa yang tumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut : BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae (tumbuh-tumbuhan) :

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tristaniopsis merguensis Griff.

TINJAUAN PUSTAKA. Tristaniopsis merguensis Griff. 3 TINJAUAN PUSTAKA Tristaniopsis merguensis Griff. 1) Nomenklatur dan Nama lokal. T. merguensis pertama kali dideskripsikan oleh Griffit pada tahun 1812 dengan spesimen yang berasal dari Burma (Hooker

Lebih terperinci

PRAKATA. merupakan laporan hasil penelitian mengenai Inventarisasi Jamur Pelapuk Putih

PRAKATA. merupakan laporan hasil penelitian mengenai Inventarisasi Jamur Pelapuk Putih PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian mengenai

Lebih terperinci

KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA

KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKORIZA INDIGENOUS DARI PERAKARAN TEMBAKAU DI AREA PERSAWAHAN KABUPATEN PAMEKASAN MADURA

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKORIZA INDIGENOUS DARI PERAKARAN TEMBAKAU DI AREA PERSAWAHAN KABUPATEN PAMEKASAN MADURA ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKORIZA INDIGENOUS DARI PERAKARAN TEMBAKAU DI AREA PERSAWAHAN KABUPATEN PAMEKASAN MADURA Siti Sundari 1507 100 058 Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati, S.Si, M.si Indah Trisnawati,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007). TINJAUAN PUSTAKA Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman (Brundrett, 1991). Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan

Lebih terperinci

*) Makalah disampaikan pada Penyuluhan di desa Tanggeran, Kecamatan Somagede, TINJAUAN BIOLOGI JAMUR TIRAM (Pl e urotus spp.)*) A.

*) Makalah disampaikan pada Penyuluhan di desa Tanggeran, Kecamatan Somagede, TINJAUAN BIOLOGI JAMUR TIRAM (Pl e urotus spp.)*) A. TINJAUAN BIOLOGI JAMUR TIRAM (Pl e urotus spp.)*) Oleh: Dr. Nuniek Ina Ratnaningtyas, M.S. **) A. PENDAHT'LUAI\T Jamur telah dikenal orang sejak jaman dahulu kala. Menurut aktivitasnya" jamur ada yang

Lebih terperinci

PERSETUJUAN. pada Rizosfer Gulma Siam (Chromolaena odorata) (L.) R.M King and H. ini telah disetujui pembimbing untuk diujikan.

PERSETUJUAN. pada Rizosfer Gulma Siam (Chromolaena odorata) (L.) R.M King and H. ini telah disetujui pembimbing untuk diujikan. PERSETUJUAN Skripsi yang berjudul Eksplorasi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) pada Rizosfer Gulma Siam (Chromolaena odorata) (L.) R.M King and H. Robinson yang disusun oleh, ini telah disetujui pembimbing

Lebih terperinci

HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah

HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah 27 HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kawasan arboretum Anggori di buka sejak tahun 1959 pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Saat itu pihak pemerintah Kolonial Belanda mempunyai tujuan membuka kawasan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

Jurnal Sylva Lestari ISSN (print) Vol. 6 No.1, Januari 2018 (9 15) ISSN (online)

Jurnal Sylva Lestari ISSN (print) Vol. 6 No.1, Januari 2018 (9 15) ISSN (online) PENGARUH DOSIS INOKULUM SPORA Scleroderma columnare TERHADAP KOLONISASI EKTOMIKORIZA DAN PERTUMBUHAN SEMAI DAMAR MATA KUCING THE EFFECT OF Scleroderma columnare INOCULUM DOSES TO ENHANCE ECTOMYCORRHIZAL

Lebih terperinci

Kompatibilitas Spora Glomus Hasil Isolasi dari Rizosfer Macaranga triloba dengan Tiga Jenis Tanaman Inang

Kompatibilitas Spora Glomus Hasil Isolasi dari Rizosfer Macaranga triloba dengan Tiga Jenis Tanaman Inang Kompatibilitas Spora Glomus Hasil Isolasi dari Rizosfer Macaranga triloba dengan Tiga Jenis Tanaman Inang Compatibility of Glomus Spores Isolated From The Rhizosphere of Macaranga triloba with Three Types

Lebih terperinci

Dinamika Populasi Anakan Pohon Klimaks Calophyllum soulattri Burm dan Swintonia schwenkii T.&B Di Hutan Bukit Pinang-Pinang

Dinamika Populasi Anakan Pohon Klimaks Calophyllum soulattri Burm dan Swintonia schwenkii T.&B Di Hutan Bukit Pinang-Pinang Dinamika Populasi Anakan Pohon Klimaks Calophyllum soulattri Burm dan Swintonia schwenkii T.&B Di Hutan Bukit Pinang-Pinang Population dynamics of Calophyllum soulattri Burm and Swintonia scwenkii T.&B.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Pisang Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai berikut: Regnum Divisio Classis Ordo Familya Genus : Plantae : Magnoliophyta

Lebih terperinci

Analisis Vegetasi Hutan Alam

Analisis Vegetasi Hutan Alam Analisis Vegetasi Hutan Alam Siti Latifah Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Lahan Gambut. beserta vegetasi yang terdapat diatasnya, terbentuk di daerah yang topografinya

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Lahan Gambut. beserta vegetasi yang terdapat diatasnya, terbentuk di daerah yang topografinya 4 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Gambut Lahan gambut merupakan lahan yang berasal dari bentukan gambut beserta vegetasi yang terdapat diatasnya, terbentuk di daerah yang topografinya rendah dan bercurah

Lebih terperinci

KONDISI HABITAT Rafflesia sp DI IUPHHK PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR, SUMATERA UTARA

KONDISI HABITAT Rafflesia sp DI IUPHHK PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR, SUMATERA UTARA KONDISI HABITAT Rafflesia sp DI IUPHHK PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH: HANA FERONIKA SIREGAR 071201022/ MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN HUTAN PROGRAM

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN Struktur vegetasi tumbuhan bawah diukur menggunakan teknik garis berpetak. Garis berpetak tersebut ditempatkan pada setiap umur tegakan jati. Struktur vegetasi yang diukur didasarkan

Lebih terperinci

MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI

MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Antiklinal adalah tahapan pembelahan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha Rejosari dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR DI RHIZOSFER BEBERAPA JENIS TANAMAN DI KEBUN PERCOBAAN FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS JAMBI.

ISOLASI DAN KARAKTERISASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR DI RHIZOSFER BEBERAPA JENIS TANAMAN DI KEBUN PERCOBAAN FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS JAMBI. ISSN 1410-1939 ISOLASI DAN KARAKTERISASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR DI RHIZOSFER BEBERAPA JENIS TANAMAN DI KEBUN PERCOBAAN FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS JAMBI. ISOLATION AND CHARACTERIZATION OF ARBUSCULAR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 10 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pekarangan warga di Kecamatan Jumantono, Kecamatan Karanganyar dengan dua jenis tanah yang berbeda yaitu tanah Latosol (Desa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza adalah suatu organisme yang hidup secara simbiosis mutualistik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikoriza adalah suatu organisme yang hidup secara simbiosis mutualistik 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Manfaat Mikoriza Mikoriza adalah suatu organisme yang hidup secara simbiosis mutualistik antara cendawan dan akar tanaman tingkat tinggi. Bentuk asosiasi antara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

METODOLOGI. Kerapatan jenis (K)

METODOLOGI. Kerapatan jenis (K) METODOLOGI Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di lahan bekas penambangan timah PT. Koba Tin, Koba-Bangka, dan Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB (PPSHB IPB). Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

Oleh/By : Sri Komarayati & Gusmailina ABSTRACT. organic fertilizer (CIOF) and charcoal-incorporated organic fertilizer (CIMOF) to the

Oleh/By : Sri Komarayati & Gusmailina ABSTRACT. organic fertilizer (CIOF) and charcoal-incorporated organic fertilizer (CIMOF) to the APLIKASI PUPUK ORGANIK PLUS ARANG DAN PUPUK ORGANIK MIKORIZA PLUS ARANG PADA MEDIA TUMBUH ANAKAN Shorea crysophylla (Application of Charcoal-Incorporated Organic Fertilizer and Charcoal-Incorporated Mycorrhiza

Lebih terperinci

BAB IV. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM INTENSITAS CAHAYA

BAB IV. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM INTENSITAS CAHAYA BAB IV. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM INTENSITAS CAHAYA A. Pendahuluan Di mana saja di muka bumi ini inensitas cahaya matahari begitu besar sehingga telah mampu mencegah terjadinya evolusi dan memelihara kehidupan.

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun jambu air (Syzygium aqueum). Kemikalia yang digunakan yaitu larutan alkohol 96%, ethanol,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang dimulai pada bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS JAMUR EKTOMIKORIZA PADA KONDISI HUTAN DENGAN KELERENGAN YANG BERBEDA DI HUTAN WISATA BUKIT BANGKIRAI PT INHUTANI I BALIKPAPAN

KEANEKARAGAMAN JENIS JAMUR EKTOMIKORIZA PADA KONDISI HUTAN DENGAN KELERENGAN YANG BERBEDA DI HUTAN WISATA BUKIT BANGKIRAI PT INHUTANI I BALIKPAPAN KEANEKARAGAMAN JENIS JAMUR EKTOMIKORIZA PADA KONDISI HUTAN DENGAN KELERENGAN YANG BERBEDA DI HUTAN WISATA BUKIT BANGKIRAI PT INHUTANI I BALIKPAPAN Rohmaya 1, Djumali Mardji 1 dan Sukartiningsih 2 1 Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sektor industri merupakan salah satu sektor pada bidang ekonomi dan telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan perekonomian nasional. Berdirinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

KEBERADAAN DAN STATUS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA LAHAN KAKAO DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI

KEBERADAAN DAN STATUS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA LAHAN KAKAO DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI KEBERADAAN DAN STATUS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA LAHAN KAKAO DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI SKRIPSI Disusun Oleh: RAHMAT SAPUTRA 101201068 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SERANGAN Ganoderma sp. PENYEBAB PENYAKIT AKAR MERAH DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DEASY PUTRI PERMATASARI

SERANGAN Ganoderma sp. PENYEBAB PENYAKIT AKAR MERAH DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DEASY PUTRI PERMATASARI SERANGAN Ganoderma sp. PENYEBAB PENYAKIT AKAR MERAH DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DEASY PUTRI PERMATASARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS INOKULAN ALAMI TERHADAP PERTUMBUHAN CABUTAN

PENGARUH DOSIS INOKULAN ALAMI TERHADAP PERTUMBUHAN CABUTAN PENGARUH DOSIS INOKULAN ALAMI TERHADAP PERTUMBUHAN CABUTAN Shorea macrophylla ASAL PT. GUNUNG GAJAH ABADI KALIMANTAN TIMUR DI PERSEMAIAN (Effect of Natural Inoculant Doses on the Growth of Shorea macrophylla

Lebih terperinci