MODIFIKASI MINIFRACT PADA KONDISI TORTUOSITY DI SUMUR DENGAN PERMASALAHAN KERUSAKAN PERFORASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODIFIKASI MINIFRACT PADA KONDISI TORTUOSITY DI SUMUR DENGAN PERMASALAHAN KERUSAKAN PERFORASI"

Transkripsi

1 MODIFIKASI MINIFRACT PADA KONDISI TORTUOSITY DI SUMUR DENGAN PERMASALAHAN KERUSAKAN PERFORASI Oleh : Hisar Limbong dan Sumadi Paryoto Teknik Produksi-Reservoir / Engineering PT.Pertamina EP Region Jawa Jl. Patra Klayan No.1 Cirebon Telp (0231) , Fax (0231) hisar.limbong@pertamina-epjawa.com & sumadi.paryoto@pertamina-epjawa.com ABSTRAK Minifract telah dikenal dan digunakan sebagai metode pengumpulan data yang akurat dalam penentuan desain Fracturing. Minifract adalah suatu pemompaan fluida non compressible yang didesain semirip mungkin pemompaannya dengan Mainfract, namun tidak menggunakan pasir/proppant. Adapun pada sumur dengan masalah tortuosity, pemompaan Minifract akan menemui hambatan disebabkan oleh naiknya tekanan permukaan saat pemompaan sedangkan rate pemompaan rendah. Tortuosity adalah bentuk rekahan kecil yang berawal dari perforasi yang dapat/tidak berhubungan dengan rekahan utama yang terjadi selama operasional Fracturing berlangsung. Tortuosity dapat menyebabkan terjadinya prematur screen out, dimana pasir/proppant tidak dapat terhantarkan seluruhnya ke dalam lubang sumur. Sehingga menyebabkan hasil peningkatan produksi tidak tercapai, pada kasus yang berat sumur akan kehilangan produksi karena tersumbat oleh pasir/proppant. Fenomena tortuosity dapat dikenali dengan melakukan metode Step Rate Test. Pada saat pemompaan Step Rate Down, sebagai bagian dari Step Rate Test, fenomena ini dikenali dengan menganalisa kurva-kurva antara tekanantekanan dan laju alir pemompaan yang didapat selama pemompaan. Tujuan penulisan ini adalah untuk menyajikan suatu situasi/kasus dimana fenomena Tortuosity tidak terlalu jelas dikenali pada saat Step Rate Test, sehingga pada saat pemompaan Minifract tidak dapat mencapai rate pemompaan yang diharapkan karena terjadi pressure drop antara lubang umur dan zona rekahan. Kasus tidak jelasnya Tortuosity yang jarang terjadi ini, disebabkan oleh adanya permasalahan kerusakan pada lubang perforasi sumur. Modifikasi Minifract dilakukan dengan metode pemompaan slug untuk mengatasi akibat tortuosity, sehingga laju pemompaan dapat mencapai semaksimal mungkin tanpa adanya batasan tekanan permukaan. Keywords : Minifract, Tortuosity, Step Rate Down, Pemompaan PENDAHULUAN Fracturing telah dikenal sejak 1948 sebagai salah satu upaya peningkatan produksi pada sumur minyak dan gas. Kegiatan Fracturing di struktur Cemara sebagai upaya peningkatan produksi telah dimulai sejak 2003 dengan memfokuskan sasaran lapisan batupasir yang direkahkan pada lapisan H. Pada kegiatan Fracturing umumnya urutan langkah dibagi berdasarkan 3 tahap yaitu : Uji Laju Formasi (Formation Injectivity Test), Pengumpulan DataFrac (MiniFract) dan Perekahan hidraulik (Fracturing). Keberhasilan operasional perekahan yang merupakan bagian utama dari kegiatan Fracturing ditopang dengan efektivitas tahapan awal yaitu : Injectivity Test & MiniFract. Dimana tahapan awal tersebut dipengaruhi oleh pemilihan fluida dan kondisi

2 lubang sumur. Apabila pemilihan fluida telah dilakukan dengan baik, maka faktor yang tersisa selanjutnya adalah kondisi lubang sumur. Tortuosity adalah suatu bentuk rekahan kecil yang berawal dari perforasi yang dapat/tidak berhubungan dengan rekahan utama yang terjadi selama operasional Fracturing berlangsung. Fenomena ini terbentuk pada lubang sumur yang disebabkan oleh kondisi lubang sumur setelah melewati suatu masa produksi. Apabila kondisi ini diabaikan maka tahapan pengumpulan data perekahan akan gagal yang berakibat pada tidak tercapainya sasaran Fracturing (prematur screen out). Berdasarkan pengalaman praktis di lapangan pada kegiatan Fracturing, untuk mengatasi permasalahan efek friksi yang disebabkan oleh fenomena tortuosity dapat dilakukan beberapa cara yaitu : 1) Melakukan optimasi desain perforasi ; 2) Melakukan optimasi perlakuan laju pemompaan ; 3) Menjaga kualitas rheologi fluida Fract selama pelaksanaan pemompaan ; 4) Melakukan modifikasi pemompaan pasir meningkat secara bertahap. Tulisan ini dibuat dengan mendasarkan pada kasus Fracturing sumur CMB-03 di PT.Pertamina EP Region Jawa, dimana fenomena tortuosity terjadi dan ditangani dengan menggunakan kombinasi dari metoda penanganan yang tersedia. DASAR TEORI Tahapan pekerjaan Fracturing dimulai dengan Formation Injectivity Test dimana tahap ini merupakan suatu pemompaan awal dengan menggunakan fluida dasar (air atau solar). Tujuan dari pemompaan ini adalah untuk membuka/membersihkan selang perforasi guna mendapatkan nilai transmisibility dan nilai tekanan reservoir. Besarnya nilai transmisibility maka permeabilitas dapat dihitung dengan memasukkan harga net height dari log dan viskositas dari fluida dasar. Selanjutnya dilakukan pengumpulan DataFract atau disebut MiniFract dimana dilaksanakan pemompaan fluida utama Fracturing dengan laju pemompaan yang sama dengan laju yang direncanakan untuk Fracturing itu sendiri. Perbedaan dengan perekahan utama adalah proses ini tidak menggunakan pasir dan volumenya disesuaikan dengan kondisi mekanis sumur. Tujuan dari pemompaan ini adalah untuk mendapatkan parameter penting seperti tekanan closure batuan yang akan digunakan untuk mengkalibrasi profil stress batuan, mendapatkan efisiensi fuida untuk rencana desain penempatan pasir saat perekahan, nilai transmisibillity dan tekanan reservoir. Dari kedua tahapan diatas akan didapatkan grafik-grafik hubungan antara tekanan dan laju alir, dimana dengan grafik-2 tersebut dilakukan suatu analisa macthing guna mendapatkan kajian tentang kondisi lubang sumur dan fenomena tortuosity. (gambar 1.) Ada dua kemungkinan terbentuknya fenomena tortuosity yaitu bentuk perforasi sumur yang tidak sejajar dan terbentuknya suatu jalur dari lubang perforasi menuju rekahan alami pada sumur yang memiliki letak lubang sumur yang berarah. Kemungkinan terbentuknya tortuosity pada perforasi yang tidak sejajar muncul ketika lubang perforasi tegak lurus dengan bidang rekahan sehingga jalur bidang rekahan akan terbentuk. Jalur ini akan membentuk seperti bentuk jalur berliku- 2/berkelok-2 dan menyempit arahnya secara tiba-2 yang membuat terjadinya penurunan tekanan karena friksi yang ditimbulkan oleh jalur tersebut. (gambar 2).Ketidaksesuaian lubang perforasi mungkin dapat juga menjadi penyebab hambatan di lubang sumur karena rekahan tidak selalu dumulai dari lubang perforasi, fluida dapat juga terhubung dengan rekahan melalui channel-channel yg sempit di sekitar casing. Kemungkinan terbentuknya fenomena tortuosity lainnya adalah pada sumur dengan letak lubang berarah. Keterkaitan dari bagian lubang sumur melalui zona produksi pada lubang sumur dengan sudut lebih besar dari nol, memerlukan penyesuaian dari jalur yang berawal pada lubang perforasi yang berhubungan dengan bentuk rekahan yang diinginkan. Penyesuaian ini menghasilkan perubahan mendadak pada arah dan jalur sempit yang menghubungkan antara rekahan atau membuat rekahan-rekahan kecil secara pararel dengan rekahan utama yang terdapat di dalam lubang sumur. Perforasi dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan kegiatan Fracturing. Perforasi dapat mengubah

3 perencanaan dan perlakuan pada tekanan permukaan yang diinginkan dan tekanan yang tersedia dibawah perforasi untuk membuat rekahan yang diinginkan. Perforasi sumur harus cukup luas untuk membuat aliran fluida yang dipompakan dapat menciptakan bentuk rekahan dengan suatu penurunan tekanan yang cukup rendah sehingga geometri rekahan yang diinginkan dapat dibuat dengan ketersediaan horsepower pompa Fracturing dan batasan tekanan permukaan yang diijinkan pada fasilitas permukaan yang tersedia.total luas area perforasi harus lebih besar daripada total area tubing yang digunakan untuk Fracturing untuk mencagah efek penyempitan di lubang perforasi. Hambatan awal perforasi dapat dikurangi saat pelaksanaan pekerjaan karena efek pengikisan dari pemompaan sehingga terdorong melewati lubang perforasi. Pengikisan ini akan memperbersar lubang perforasi dengan menurunkan hambatan sehingga tekanan permukaan yang dihasilkan selama pemompaan akan menurun. Perforasi dan masalah tortuosity dapat diamati dengan metode Step Down Test dan saat pemompaan MiniFract sebelum pemompaan Fracturing dilaksanakan. Hambatan pada lubang perforasi dapat dikenali dengan kenaikan tekanan secara tiba-tiba (eksponensial) disaat laju pemompaan dinaikkan. Tortuosity dapat dikenali dengan kenaikan tekanan diawal saat rate dinaikkan dan tekanan menurun saat laju pemompaan tinggi, adapun bentuk grafik yang dibuat antara tekanan dan waktu berbentuk kurva convex.. Terlihat dari gambar 1. bahwa dengan naiknya laju pemompaan, hambatan yang berkaitan dengan bentuk tortuosity menurun seolah karena jalur lebar terbentuk oleh laju alir yang besar. STUDI KASUS FRACTURING CMB-03 Struktur Cemara terletak dibagian baratlau Jawa, ± 70 km sebelah barat Cirebon, merupakan wilayah operasi Field Jatibarang. Sejak 1976 telah dikembangkan sebanyak 60 sumur dengan memproduksikan minyak serta gas bumi dari beberapa lapisan dengan litologi batuan pasir maupun batuan gamping. Permeabilitas berkisar 2-70 md dengan porositas berkisar 18%-25%. Withdrawal rate minyak struktur ini tahun 2006 tercatat 7.8% sementara kumulatif minyak yang diproduksikan berkisar 12% dari cadangan. Struktur Cemara terletak di sub cekungan Jatibarang dimana sebelah Barat dibatasi oleh tinggian Kandanghaur-Gantar dan sebealh timur dibatasi oleh tinggian Arjawinangun. Sub cekungan ini termasuk dalam wilayah cekungan Jawa Barat Bagian Utara. Struktur yang berkembang merupakan suatu struktur antiklin dengan sumbu berarah barat laut trenggara yang dipotong oleh beberapa patahan normal utama yang berarah Utara - Selatan (gambar 3). Stratigrafi lapangan Cemara mulai dari umur tertua adalah sebagai berikut : 1. Batuan Dasar, tersusun atas batuan metasedimen yang berumur Pra-tersier dan tidak didapat kemungkinan akumulasi hidrokarbon. 2. Formasi Jatibarang, diendapkan tidak selaras di atas batuan dasar, terdiri dari tuffa vulkanik yang berselingan dengan batuian ekstrusif, andesit dan basalt dengan umur Eosen Tengah-Oligosen. 3. Formasi Talang Akar, diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Jatibarang. Secara umum litologi yang berkembang terdiri dari perselingan batubara, batupasir dan serpih pada bagian bawahnya. Pada bagian atas berubah menjadi perselingan batupasir, batugamping dan serpih. Lingkungan pengendapannya adalah Fluvial-Neritik. 4. Foermasi Baturaja, terdiri dari batugamping berfosil dan pada beberapa sumur diwilaya Cemara terbukti menghasilkan minyak dan gas. 5. Formasi Cibulakan, terdiri atas perselingan batupasir, batugamping dan serpih. Pada bagian bawah formasi ini didominasi oleh batugamping dan bagian atasnya berkembang batuan pasir dengan resistivitas rendah. Minyak dan gas dijumpai pada kedua litologi di formasi ini. 6. Formasi Parigi, terdiri dari batugamping dengan ketebalan 2 s/d 10 m. Formasi ini telah terbukti sebagai reservoir gas. 7. Formasi Cisubuh, terdiri atas serrpih dan batuan pasir tipis pada bagian

4 bawahnya. Pada struktur Cemara, formasi ini belum diketemukan adanya hidrokarbon. Tekanan reservoir pada struktur ini telah menurun dan saat ini tercatat dalam kisaran 1400 psia s/d 2290 psia dengan kedalaman perforasi antara m sedangkan temperatur reservoir berkisar antara F. Sisa cadangan pasti status 1 Januari 2006 sebesar 8,753 MSTB dengan produksi minyak harian 4,016 bopd. Pemilihan sumur CMB-03 untuk dilakukan Fracturing berdasarkan parameter berikut : Produksi gross kecil (Gross : 68 Blpd/ Net : 29 Bopd/ KA : 57%) ; Litologi batuan pasir; sumur memiliki permeabilitas sebesar md; Bonding cement di sumur ini baik sebesar 5 mv; dan tersedia shale barrier thickness sebesar 8 m (gambar 4). ANALISA DAN PEMBAHASAN Untuk menganalisa dan mengidentifikasi keberadaan fenomena tortuosity telah lama digunakan metode Step Down Test yang dilakukan bersamaan dengan tahapan Step Rate Test. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan kepastian apakah terjadi fenomena tortuosity atau hambatan perforasi di saat pelaksanaan Fracturing. Step Down Test dimulai setelah rekahan terbentuk dan dilakukan dengan menurunkan laju pemompaan sampai rekahan yang telah terbuka akan menutup kembali. Adapun pelaksanaan Step Rate test pada sumur ini dapat dilihat pada gambar 5 s/d. Pada pelaksanaan pertama dimasukkan alat pressure gauge ke dalam sumur sambil dipompakan cairan ke dalam sumur melalui tubing. Dari gambar pertama dilakukan analisa dengan pencocokan antara grafik tekanan terhadap laju alir yang di ubah kedalam grafik analisa. Pada pelaksanaan pertama dapat diperhatikan bahwa tidak terlihat jelas adanya fenomena tortuosity. Selanjutnya dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu pemopaan MiniFract untuk pengumpulan data. Pada saat ini terlihat pada grafik bahwa terjadi kenaikan tekanan secara tiba-tiba (eksponensial) yang tinggi bahkan mengakibatkan putusnya peralatan pressure gauge di dalam sumur. Selanjutnya dilakukan kegiatan pemancingan (fishing) peralatan yang terjatuh. Setelah itu kembali dilakukan Step Rate Test ulang untuk memastikan bahwa permasalahan yang terjadi pada sumur.untuk pelaksanaan kedua ini tetap menempatkan alat pressure gauge di dalam lubang sumur. Hasil pelaksanaan kedua ini dapat dilihat pada gambar. Selanjutnya dilakukan kembali analisa dengan pencocokan antara kurva hasil plot tekanan dengan laju pemompaan. Dari pelaksanaan kedua terdapat hasil yang berbeda dibandingkan pelaksanaan pertama seperti terlihat pada gambar. Adapun berdasarkan aplikasi Fracturing yang telah berkembang sejak 40 tahun silam, penggunaan pemompaan pasir secara slug untuk memperbaiki kehilangan fluida ke dalam rekahan alami yang terdapat pada lubang sumur telah sering diterapkan dan berhasil mengatasi permasalahan kehilangan fluida. Pemompaan pasir secara slug dapat secara efektif mengurangi permasalahan pada penempatan pasir ke dalam lubang sumur. Hal ini telah terbukti efektif untuk mengurangi efek tortuosity dengan cara mengikis jalur tortuosiry di dekat lubang sumur dan menutup rekahanrekahan alami di dekat lubang sumur sehingga memperbesar rekahan-rekahan kecil yang ada membentuk rekahan yang diinginkan. Selain itu metoda lainnya adalah menyesuaikan laju pemompaan. Tujuan utama penyelesaian dengan cara ini adalah untuk mengendalikan tingginya, lebarnya rekahan dan mengurangi tortuosity. Semakin tinggi laju pemompaan akan membuat rekahan semakin tinggi dibandingkan laju pemompaan yang rendah. Laju pemompaan yang tinggi dapat mengurangi tortuosity dengan memberikan energi lebih banyak untuk menjaga lebar rekahan tetap terbuka pada rekahan utama pada fenomena tortuosity, namun metoda ini tidak akan berguna jika sumur mengalami permasalahan kerusakan perforasi. Pada sumur CMB-03 fenomena tortuosity dan kerusakan perforasi tidak terlihat jelas perbedaannya, dimana dari grafik-grafik terlihat hasil pencocokan tidak menghasilkan pola yang jelas. Dengan memastikan tidak adanya masalah dengan pemilihan fluida dasar yang digunakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada

5 sumur CMB-03 kedua hal tersebut yaitu fenomena tortuosity dan kerusakan formasi terjadi. Berdasarkan pemahaman tersebut maka dilaksanakan kembali Step Rate Test dengan memodifikasi pemompaan fluida menggunakan sedikit pasir, guna mengatasi fenomena tortuosity dan mendapatkan laju alir yang diinginkan sesuai rencana perekahan. Pada grafik terlihat bahwa penggunaan pasir pada pemompaan fluida dasar menghasilkan plot tekanan terhadap laju alir dapat mencapai hasil yang diinginkan. Pada pelaksanaan ketiga ini, peralatan pressure gauge di dalam lubang sumur tidak dipergunakan kembali. KESIMPULAN Kondisi tortuosity dapat menyebabkan terjadinya kehilangan tekanan yang besar di lubang perforasi sehingga operasional pengumpulan data sebelum Fracturing tidak dapat terlaksana dengan baik. Fenomena tortuosity dapat saja tidak terlihat jelas setelah dilaksanakan pengujian dengan analisa Step Down Test. Adapun kunci dari fenomena ini adalah naiknya tekanan permukaan secara tiba-tiba, apabila hal ini ditemukan pada saat pelaksanaan MiniFract maka segera hentikan pemompaan. Untuk mengatasi fenomena tortuosity pada Fracturing dapat ditempuh metode : pemompaan pasir secara slug dikombinasikan dengan pengaturan laju alir pemompaan. Penentuan kandidat Fracturing selanjutnya diharapkan dapat menyertai juga kondisi atau sejarah perforasi dan analisa kemungkinan terjadinya kerusakan pada lubang perforasi yang dapat menyebabkan ketidakjelasan identifikasi fenomena tortuosity. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada PT.Pertamina EP Region Jawa atas dukungan yang diberikan di dalam penulisan dan untuk mempresentasikan makalah ini. Penulis juga berterimakasih kepada banyak pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu sangat banyak dalam penulisan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Ari Buhari, Indra Utama dan Ross Burnstad., Succesfully Combating Tortuosity Effects in Deviated and Vertical Wells in Tanjung OilField, IPA03-E-137 presented at 29 th annual Convention & exhibition, IPA Oct McDaniel, B.W., Stegent, N.A, and Ellis, R., How Proppant Slugs and Viscous Gel Slugs Have Influenced the Success of Hydraulic Fracturing Applications, SPE presented at 2001 SPE Rocky Mountain Petroleum Technology Conference, Keystone, Colorado, May Robert, G.A., Chipperfield, S.T., and Miller, W.K., The Evolution of a High Near Wellbore Pressure Loss Treatment Strategy For the Australian Cooper Basin, Paper SPE presented at the 2000 SPE Annual Technical Conference and Exhibition, Dallas, October 1-4. J. Romero. M.G. Mack and J. L. Elbel, SPE Theoritical Model and Numerical Investigation of Near Wellbore effects in Hydraulic Fracturing, Paper SPE presented at the SPE Annual & Exibition held in Dallas, USA, October Warembourg, P.A, Klingensmith, E.A. Hodges, J.E, and Erdle, J.E : Fracture Stimulation Design and Evaluation, Paper SPE 14379, 1985

6 GAMBAR 1. METODE STEP DOWN TEST GAMBAR 2. FENOMENA TORTUOSITY

7

IATMI OPTIMASI PRODUKSI LAPISAN CONGLOMERATE DI STRUKTUR CEMARA DENGAN HYDRAULIC FRACTURING

IATMI OPTIMASI PRODUKSI LAPISAN CONGLOMERATE DI STRUKTUR CEMARA DENGAN HYDRAULIC FRACTURING IATMI 08 010 OPTIMASI PRODUKSI LAPISAN CONGLOMERATE DI STRUKTUR CEMARA DENGAN HYDRAULIC FRACTURING By Hisar Limbong Pertamina EP Region Jawa Abstrak Struktur Cemara sebagai salah satu struktur penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perminyakan adalah salah satu industri strategis yang memegang peranan sangat penting saat ini, karena merupakan penyuplai terbesar bagi kebutuhan

Lebih terperinci

OPTIMASI PRODUKSI LAPANGAN MINYAK MATURE STRUKTUR X LAPANGAN Y PT. PERTAMINA EP REGION JAWA

OPTIMASI PRODUKSI LAPANGAN MINYAK MATURE STRUKTUR X LAPANGAN Y PT. PERTAMINA EP REGION JAWA OPTIMASI PRODUKSI LAPANGAN MINYAK MATURE STRUKTUR X LAPANGAN Y PT. PERTAMINA EP REGION JAWA Boedi Windiarto Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Lapangan X terletak di cekungan

Lebih terperinci

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975) STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi

Lebih terperinci

EVALUASI KEBERHASILAN PEREKAHAN HIDROLIK PADA SUMUR R LAPANGAN X

EVALUASI KEBERHASILAN PEREKAHAN HIDROLIK PADA SUMUR R LAPANGAN X Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 EVALUASI KEBERHASILAN PEREKAHAN HIDROLIK PADA SUMUR R LAPANGAN X Reynaldi Romy Santoso 1), Trijana Kartoatmodjo

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... KATA PENGANTAR... RINGKASAN...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... KATA PENGANTAR... RINGKASAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... KATA PENGANTAR... RINGKASAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PEREKAHAN HIDROLIK PADA SUMUR GAS BERTEKANAN TINGGI

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PEREKAHAN HIDROLIK PADA SUMUR GAS BERTEKANAN TINGGI EVALUASI PEREKAHAN HIDROLIK PADA SUMUR GAS BERTEKANAN TINGGI Imam Kurniawan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstrak Penelitian ini mengevaluasi perekahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka perusahaan penyedia energi melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi yang berasal dari

Lebih terperinci

STIMULASI DENGAN SURFACTANT SEBAGAI ALTERNATIF MENINGKATKAN PRODUKSI DI LAPISAN VULKANIK JATIBARANG PT PERTAMINA EP REGION JAWA

STIMULASI DENGAN SURFACTANT SEBAGAI ALTERNATIF MENINGKATKAN PRODUKSI DI LAPISAN VULKANIK JATIBARANG PT PERTAMINA EP REGION JAWA IATMI 2006-TS-45 PROSIDING, Simposium Nasional & Kongres IX Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2006 Hotel The Ritz Carlton Jakarta, 15-17 November 2006 STIMULASI DENGAN SURFACTANT SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN EVALUASI STIMULASI PEREKAHAN HIDRAULIK METODA PILAR PROPPANT PADA SUMUR R LAPANGAN Y

PERENCANAAN DAN EVALUASI STIMULASI PEREKAHAN HIDRAULIK METODA PILAR PROPPANT PADA SUMUR R LAPANGAN Y Seminar NasionalCendekiawanke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 PERENCANAAN DAN EVALUASI STIMULASI PEREKAHAN HIDRAULIK METODA PILAR PROPPANT PADA SUMUR R LAPANGAN Y Ignatius

Lebih terperinci

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Kerangka Tektonik Sub-cekungan Jatibarang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara. Konfigurasi batuan dasar saat ini di daerah penelitian, yang menunjukkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman iv vii viii xiii 9

DAFTAR ISI Halaman iv vii viii xiii 9 DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERSEMBAHAN... RINGKASAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

DESAIN PENGASAMAN MATRIKS KARBONAT PADA SUMUR X LAPANGAN Y

DESAIN PENGASAMAN MATRIKS KARBONAT PADA SUMUR X LAPANGAN Y DESAIN PENGASAMAN MATRIKS KARBONAT PADA SUMUR X LAPANGAN Y Oleh : Dian Wisnu Adi Wardhana ABSTRAK Maksud dari skripsi ini adalah memilih dan merencanakan jenis Stimulasi Acidizing yang sesuai dengan kondisi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUISIONER. 1. Menurut anda, apakah perangkat ajar ini menarik dari segi penampilan? a. Sangat menarik b. Cukup menarik c.

LAMPIRAN 1 KUISIONER. 1. Menurut anda, apakah perangkat ajar ini menarik dari segi penampilan? a. Sangat menarik b. Cukup menarik c. L1 LAMPIRAN 1 KUISIONER 1. Menurut anda, apakah perangkat ajar ini menarik dari segi penampilan? a. Sangat menarik b. Cukup menarik c. Kurang menarik 2. Bagaimana penyajian materi dalam perangkat ajar

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang

Lebih terperinci

PENENTUAN SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR PENGEMBANGAN DI LAPANGAN RR

PENENTUAN SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR PENGEMBANGAN DI LAPANGAN RR PENENTUAN SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR PENGEMBANGAN DI LAPANGAN RR Mogam Nola Chaniago Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Lapangan RR terletak di bagian timur laut

Lebih terperinci

Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin

Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin Yosua Sions Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Kebumian dan Energi Universitas Trisakti

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan Bab I Pendahuluan I.1 Maksud dan Tujuan Pemboran pertama kali di lapangan RantauBais di lakukan pada tahun 1940, akan tetapi tidak ditemukan potensi hidrokarbon pada sumur RantauBais#1 ini. Pada perkembangan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS SIFAT PATAHAN (SEALING-LEAKING) BERDASARKAN DATA TEKANAN, DECLINE CURVE, DAN CONNECTIVITY INJECTION PADA LAPANGAN DIMA Alfredo, Djoko Sulistyanto Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu kegiatan pengumpulan data bawah permukaan pada kegiatan pengeboran sumur minyak dan atau gas bumi baik untuk sumur eksplorasi maupun untuk sumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan energi di dunia akan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar fosil yang utama cenderung meningkat seiring dengan perubahan waktu. Kebutuhan dunia

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

JUDUL HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL HALAMAN PENGESAHAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... RINGKASAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus

Lebih terperinci

KEBERHASILAN OPTIMASI KERJA ULANG PINDAH LAPISAN (KUPL)

KEBERHASILAN OPTIMASI KERJA ULANG PINDAH LAPISAN (KUPL) KEBERHASILAN OPTIMASI KERJA ULANG PINDAH LAPISAN (KUPL) Edgie Yuda Kaesti Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Struktur Cemara dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Cemara Barat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar, baik dari jumlah minyak dan gas yang telah diproduksi maupun dari perkiraan perhitungan

Lebih terperinci

Renaldy Nurdwinanto, , Semester /2011 Page 1

Renaldy Nurdwinanto, , Semester /2011 Page 1 OPTIMASI DESAIN REKAHAN HIDRAULIK PADA FORMASI BATUAN PASIR TERHADAP GEOMETRI REKAH DENGAN MENGUNAKAN SIMULASI NUMERIK Sari Renaldy Nurdwinanto* Sudjati Rachmat** Dalam proses hydraulic fracturing perencanaan

Lebih terperinci

Kata kunci : petrofisika, analisis deterministik, impedansi akustik, volumetrik

Kata kunci : petrofisika, analisis deterministik, impedansi akustik, volumetrik PERHITUNGAN VOLUMETRIK CADANGAN HIDROKARBON BERDASARKAN ANALISIS PETROFISIKA DAN INTERPRETASI SEISMIK PADA LAPISAN SAND-A FORMASI TALANG AKAR DI LAPANGAN WIRA CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Dwi Noviyanto 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy Indonesia yang secara umum terletak di wilayah South Mahakam, sebelah tenggara dan selatan dari Kota

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Suardy dan Taruno (1985), Indonesia memiliki kurang lebih 60 cekungan sedimen yang tersebar di seluruh wilayahnya. Dari seluruh cekungan sedimen tersebut, penelitian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI DAN STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II GEOLOGI DAN STRATIGRAFI REGIONAL BAB II GEOLOGI DAN STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara telah dikenal sebagai hydrocarbon province. Cekungan ini terletak diantara Paparan Sunda di Utara, Jalur Perlipatan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v RINGKASAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI DEASIN PEREKAHAN HIDRAULIK PADA RESERVOIR BATUAN PASIR DENGAN TENAGA DORONG AIR DARI BAWAH TUGAS AKHIR. Oleh: PRISILA ADISTY ALAMANDA

STUDI OPTIMASI DEASIN PEREKAHAN HIDRAULIK PADA RESERVOIR BATUAN PASIR DENGAN TENAGA DORONG AIR DARI BAWAH TUGAS AKHIR. Oleh: PRISILA ADISTY ALAMANDA STUDI OPTIMASI DEASIN PEREKAHAN HIDRAULIK PADA RESERVOIR BATUAN PASIR DENGAN TENAGA DORONG AIR DARI BAWAH TUGAS AKHIR Oleh: PRISILA ADISTY ALAMANDA NIM : 12206023 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Sunda dan Asri adalah salah satu cekungan sedimen yang terletak dibagian barat laut Jawa, timur laut Selat Sunda, dan barat laut Cekungan Jawa Barat Utara (Todd dan Pulunggono,

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN OPTIMASI CONTINUOUS GAS LIFT DENGAN SIMULATOR PIPESIM DAN MANUAL SUMUR A1 DAN A2 DI LAPANGAN D

ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN OPTIMASI CONTINUOUS GAS LIFT DENGAN SIMULATOR PIPESIM DAN MANUAL SUMUR A1 DAN A2 DI LAPANGAN D ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN OPTIMASI CONTINUOUS GAS LIFT DENGAN SIMULATOR PIPESIM DAN MANUAL SUMUR A1 DAN A2 DI LAPANGAN D Aristanti Oktavia Dewi 1), Wirawan Widya Mandala 2) 1,2) Prodi Teknik Perminyakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penelitian, yaitu Cekungan Sunda merupakan salah satu cekungan dari rangkaian cekungan sedimen busur belakang berumur Tersier yang terletak di Sumatra dan Laut

Lebih terperinci

PERENCANAAN HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR MAY#37 LAPANGAN BANGKO

PERENCANAAN HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR MAY#37 LAPANGAN BANGKO PERENCANAAN HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR MAY#37 LAPANGAN BANGKO PT. CHEVRON PACIFIC INDONESIA SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Perminyakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deep water channel merupakan salah satu fasies di lingkungan laut dalam dengan karakteristik dari endapannya yang cenderung didominasi oleh sedimen berukuran kasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurunnya angka produksi minyak dan gas bumi dewasa ini memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat. Kebutuhan akan sumber daya minyak dan gas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta geologi tiga dimensi yang ditampilkan secara numerik, yang dilengkapi dengan deskripsi kuantitas

Lebih terperinci

MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas

MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas rakhmatfakh@yahoo.com

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berjalannya waktu jumlah cadangan migas yang ada tentu akan semakin berkurang, oleh sebab itu metoda eksplorasi yang efisien dan efektif perlu dilakukan guna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI HYDARULIC FRACTURING SUMUR ID-18, ID-25, DAN ID-29 PADA LAPANGAN A

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI HYDARULIC FRACTURING SUMUR ID-18, ID-25, DAN ID-29 PADA LAPANGAN A EVALUASI HYDARULIC FRACTURING SUMUR ID-18, ID-25, DAN ID-29 PADA LAPANGAN A Abstrak Apfia Grace Yolanda Murti Latumaerissa, Muh Taufiq Fathaddin, Christianto Widi Evaluasi Stimulasi hydraulic fracturing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia industri yang semakin pesat telah mendorong meningkatnya kebutuhan minyak dan gas bumi. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Shale merupakan jenis batuan yang mendominasi batuan sedimen di dunia, yakni sekitar 50-70 %, sedangkan sisanya berupa sandstone dan sedikit limestone (Jonas and McBride,

Lebih terperinci

PENENTUAN PANJANG REKAHAN SATU SAYAP PADA PEREKAHAN HIDROLIK TIP SCREEN OUT BESERTA ANALISIS KEEKONOMIANNYA

PENENTUAN PANJANG REKAHAN SATU SAYAP PADA PEREKAHAN HIDROLIK TIP SCREEN OUT BESERTA ANALISIS KEEKONOMIANNYA PENENTUAN PANJANG REKAHAN SATU SAYAP PADA PEREKAHAN HIDROLIK TIP SCREEN OUT BESERTA ANALISIS KEEKONOMIANNYA Oleh Hibatur Rahman* Dr. Ir. Sudjati Rachmat, DEA** Sari Perekahan hidrolik adalah pembuatan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM Cekungan Asri merupakan bagian dari daerah operasi China National Offshore Oil Company (CNOOC) blok South East Sumatera (SES). Blok Sumatera Tenggara terletak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation dan kick sering terjadi saat pemboran dilakukan oleh PT. Pertamina EP Asset 3 di Lapangan MRFP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori 1 BAB I PENDAHALUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari lapangan-lapangan baru yang dapat berpotensi menghasilkan minyak dan atau

Lebih terperinci

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang BAB I PENDAHULUAN I.1. Subjek dan Lokasi Penelitian Subjek penelitian ini adalah analisis variogram horizontal pada pemodelan distribusi karakterisasi reservoir. Sedangkan objek penelitian meliputi lapisan

Lebih terperinci

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Oleh : Edlin Shia Tjandra (07211033) Fanny Kartika (07211038) Theodora Epyphania (07211115) TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

APLIKASI ANALISA AFTER-CLOSURE UNTUK MENENTUKAN PERMEABILITAS DAN TEKANAN FORMASI DI LAPANGAN TANJUNG

APLIKASI ANALISA AFTER-CLOSURE UNTUK MENENTUKAN PERMEABILITAS DAN TEKANAN FORMASI DI LAPANGAN TANJUNG IATMI 2006-TS-44 PROSIDING: Simposium Nasional & Kongres IX Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2006 Hotel The Ritz Carlton Jakarta, 15-17 November 2006 APLIKASI ANALISA AFTER-CLOSURE UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk. menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur

BAB I PENDAHULUAN. Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk. menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur pemboran. Analisis geomekanika

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Enhanced oil recovery adalah perolehan minyak dengan cara menginjeksikan bahanbahan yang berasal dari luar reservoir (Lake, 1989).

Tinjauan Pustaka. Enhanced oil recovery adalah perolehan minyak dengan cara menginjeksikan bahanbahan yang berasal dari luar reservoir (Lake, 1989). Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Enhanced Oil Recovery (EOR) Enhanced oil recovery (EOR) adalah metode yang digunakan untuk memperoleh lebih banyak minyak setelah menurunnya proses produksi primer (secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatra atau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di bagian barat

BAB I PENDAHULUAN. Sumatra atau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di bagian barat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Sumatra atau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di bagian barat wilayah Indonesia. Kata Sumatra digunakan dalam rujukan literatur geologi internasional

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. yaitu sumur AN-2 dan HD-4, kedua sumur ini dilakukan treatment matrix acidizing

BAB V PEMBAHASAN. yaitu sumur AN-2 dan HD-4, kedua sumur ini dilakukan treatment matrix acidizing BAB V PEMBAHASAN Pada lapangan FRY kali ini dipilih 2 sumur untuk dianalisa dan dievaluasi yaitu sumur AN-2 dan HD-4, kedua sumur ini dilakukan treatment matrix acidizing guna memperbaiki kerusakan formasi

Lebih terperinci

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU Oleh : Deddy Amarullah dan Dede Ibnu Suhada Kelompok Program Penelitian Energi Fosil ABSTRAK Sesuai dengan kebijakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum Sedimentologi dan Stratigrafi kali ini, acaranya mengenai peta litofasies. Peta litofasies disini berfungsi untuk mengetahui kondisi geologi suatu daerah berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pendahuluan Analisis tektonostratigrafi dan pola sedimentasi interval Formasi Talang Akar dan Baturaja dilakukan dengan mengintegrasikan data geologi dan data geofisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan cekungan Tersier terbesar dan terdalam di Indonesia bagian barat, dengan luas area 60.000 km 2 dan ketebalan penampang mencapai 14 km. Cekungan

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR

STUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR STUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh : RADEN

Lebih terperinci

BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN

BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN Untuk memperoleh keyakinan terhadap model yang akan digunakan dalam simulasi untuk menggunakan metode metode analisa uji sumur injeksi seperti

Lebih terperinci

Optimasi Laju Injeksi Pada Sumur Kandidat Convert to Injection (CTI) di Area X Lapangan Y. Universitas Islam Riau

Optimasi Laju Injeksi Pada Sumur Kandidat Convert to Injection (CTI) di Area X Lapangan Y. Universitas Islam Riau ISSN 2540-9352 JEEE Vol. 6 No. 2 Tomi Erfando, Novia Rita, Toety Marliaty Optimasi Laju Injeksi Pada Sumur Kandidat Convert to Injection (CTI) di Area X Lapangan Y Tomi Erfando 1, Novia Rita 2, Toety Marliaty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan terinfiltrasi masuk ke dalam tanah. Banyaknya air yang masuk ke dalam tanah sangat ditentukan oleh kecepatan infiltrasi.

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... RINGKASAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

EVALUASI CALCULATED BOTTOM HOLE TREATING PRESSURE (BHTP) PADA APLIKASI PEREKAHAN HIDROLIK DI LAPANGAN TANJUNG

EVALUASI CALCULATED BOTTOM HOLE TREATING PRESSURE (BHTP) PADA APLIKASI PEREKAHAN HIDROLIK DI LAPANGAN TANJUNG EVALUASI CALCULATED BOTTOM HOLE TREATING PRESSURE (BHTP) PADA APLIKASI PEREKAHAN HIDROLIK DI LAPANGAN TANJUNG Oleh: Setia Bungsu K. *, Indriyono ES*, Hariyono* dan Y. Budi Hendarto** * Unit Bisnis Pertamina

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI Pada bab ini dibahas tentang beberapa metode metode analisis uji sumur injeksi, diantaranya adalah Hazebroek-Rainbow-Matthews 2 yang menggunakan prosedur

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: dibandingkan lapisan lainnya, sebesar MSTB.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: dibandingkan lapisan lainnya, sebesar MSTB. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa dan perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: 1. Hasil analisa decline curve dari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan

Lebih terperinci

Prabumulih KM 32,Indralaya, 30662, Indonesia Pertamina EP Asset 1 Field Rantau, Aceh Tamiang, Indonesia

Prabumulih KM 32,Indralaya, 30662, Indonesia Pertamina EP Asset 1 Field Rantau, Aceh Tamiang, Indonesia ANALISIS KERUSAKAN FORMASI BERDASARKAN DATA PRESSURE BUILD UP DENGAN METODE HORNER PLOT UNTUK MENENTUKAN KERUSAKAN FOMASI SUMUR X PADA LAPANGAN PERTAMINA EP ASSET 1 FIELD RANTAU FORMATION DAMAGE ANALYSIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hidrokarbon merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat meningkatkan kemajuan Bangsa Indonesia khususnya pada eksplorasi minyak dan gas bumi. Kegiatan ekplorasi

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN 1 BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN

I.PENDAHULUAN 1 BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN HALAMAN JUDUL ------------------------------------------------------------------- i HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ------------------------- ii HALAMAN PENGESAHAN -------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Gambaran Umum Daerah penelitian secara regional terletak di Cekungan Sumatra Selatan. Cekungan ini dibatasi Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Berdasarkan penelitian terdahulu urutan sedimentasi Tersier di Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi dua tahap pengendapan, yaitu tahap genang laut dan tahap

Lebih terperinci

STUDI TENTANG PENGARUH KONDUKTIVITAS EFEKTIF REKAHAN TAK BERDIMENSI TERHADAP RADIUS INVESTIGASI PADA SUMUR REKAH VERTIKAL

STUDI TENTANG PENGARUH KONDUKTIVITAS EFEKTIF REKAHAN TAK BERDIMENSI TERHADAP RADIUS INVESTIGASI PADA SUMUR REKAH VERTIKAL STUDI TENTANG PENGARUH KONDUKTIVITAS EFEKTIF REKAHAN TAK BERDIMENSI TERHADAP RADIUS INVESTIGASI PADA SUMUR REKAH VERTIKAL TUGAS AKHIR Oleh: RYAN ALFIAN NOOR NIM 12206069 Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

PEMAKAIAN FLEX SAND DAN RCS-X DALAM UPAYA MENGATASI PROPPANT FLOWBACK DI LAPANGAN TANJUNG

PEMAKAIAN FLEX SAND DAN RCS-X DALAM UPAYA MENGATASI PROPPANT FLOWBACK DI LAPANGAN TANJUNG PEMAKAIAN FLEX SAND DAN RCS-X DALAM UPAYA MENGATASI PROPPANT FLOWBACK DI LAPANGAN TANJUNG Oleh : Irwan, Indriyono ES., dan Hariyono Unit Bisnis Pertamina EP Tanjung Jl. Minyak No. 1 Tanjung, Kalimantan

Lebih terperinci

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri. Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Tarakan terletak di timur laut Kalimantan. Cekungan ini terdiri. dari 4 Subcekungan, yaitu Tidung, Tarakan, Berau dan

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Tarakan terletak di timur laut Kalimantan. Cekungan ini terdiri. dari 4 Subcekungan, yaitu Tidung, Tarakan, Berau dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Tarakan terletak di timur laut Kalimantan. Cekungan ini terdiri dari 4 Subcekungan, yaitu Tidung, Tarakan, Berau dan Muara. Penelitian dilakukan pada Lapangan

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL APLIKASI HYDRAULIC FRACTURING PADA RESERVOIR KARBONAT SUMUR BCN-28 DI STRUKTUR APP

EVALUASI HASIL APLIKASI HYDRAULIC FRACTURING PADA RESERVOIR KARBONAT SUMUR BCN-28 DI STRUKTUR APP EVALUASI HASIL APLIKASI HYDRAULIC FRACTURING PADA RESERVOIR KARBONAT SUMUR BCN-28 DI STRUKTUR APP PT PERTAMINA EP ASSET 2 PENDOPO FIELD EVALUATION OF APPLICATION HYDRAULIC FRACTURING RESULT AT CARBONATE

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Perencanaan Ulang Sumur Gas Lift pada Sumur X

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Perencanaan Ulang Sumur Gas Lift pada Sumur X Perencanaan Ulang Sumur Gas Lift pada Sumur X Amanu Pinandito, Sisworini, Sisworini, Djunaedi Agus Wibowo Abstrak Sumur X yang sudah beroperasi sejak 2004 merupakan sumur yang menggunakan gas lift sejak

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iv PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011 SIKUEN STRATIGRAFI DAN ESTIMASI CADANGAN GAS LAPISAN PS-11 BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG, SEISMIK DAN CUTTING, FORMASI EKUIVALEN TALANG AKAR LAPANGAN SETA CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA SKRIPSI Oleh: SATYA

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN SARI

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN SARI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv SARI... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL & GRAFIK... xii BAB I PENDAHULUAN... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat Sub-Cekungan berdasarkan Pertamina BPPKA (1996), yaitu Sub-Cekungan Muara, Sub-Cekungan Berau, Sub-Cekungan Tarakan, dan Sub-Cekungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

ANALISA BOND INDEX DALAM PENILAIAN HASIL PENYEMENAN (CEMENTING) PRODUCTION ZONE PADA SUMUR RNT-X LAPANGAN RANTAU PT PERTAMINA EP FIELD RANTAU, ACEH

ANALISA BOND INDEX DALAM PENILAIAN HASIL PENYEMENAN (CEMENTING) PRODUCTION ZONE PADA SUMUR RNT-X LAPANGAN RANTAU PT PERTAMINA EP FIELD RANTAU, ACEH ANALISA BOND INDEX DALAM PENILAIAN HASIL PENYEMENAN (CEMENTING) PRODUCTION ZONE PADA SUMUR RNT-X LAPANGAN RANTAU PT PERTAMINA EP FIELD RANTAU, ACEH BOND INDEX ANALYSIS IN CEMENTING S ASSESSMENT RESULTS

Lebih terperinci

Evaluasi Peningkatan Produksi Pada Formasi Sandstone Sumur #H Dan #P Dengan Perencanaan Stimulasi Pengasaman Matriks (Studi Kasus Lapangan Falih)

Evaluasi Peningkatan Produksi Pada Formasi Sandstone Sumur #H Dan #P Dengan Perencanaan Stimulasi Pengasaman Matriks (Studi Kasus Lapangan Falih) JEEE Vol. 4 No. 2 Herawati, Novrianti, Suyandi Evaluasi Peningkatan Produksi Pada Formasi Sandstone Sumur #H Dan #P Dengan Perencanaan Stimulasi Pengasaman Matriks (Studi Kasus Lapangan Falih) Ira Herawati

Lebih terperinci