: Gambaran Intimacy Remaja Tunanetra dalam Hubungan Pacaran

Transkripsi

1 1 Judul : Gambaran Intimacy Remaja Tunanetra dalam Hubungan Pacaran Nama Penulis : 1. Ardila Anggraini Simabur 2. Fauziah Mirlavia Aisyah Pendahuluan Keintiman yang juga dikenal dengan sebutan intimasi (intimacy), selama bertahun-tahun diketahui merupakan kebutuhan manusia dalam menjalankan kehidupan sosial mereka dan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kesehatan psikologis seseorang (Descutner & Thelen, 1991). Ketika seseorang mampu untuk menjalankan intimacy di dalam sebuah hubungan, kedekatan hubungan akan meningkat dan kepuasan dalam menjalin suatu hubungan akan lebih mudah tercapai. Selain itu, kemampuan untuk menjalin intimacy juga dikaitkan dengan rendahnya tingkat depresi, perasaan terisolasi dan tingkat kesepian seseorang (Waltz, 1986, dalam Doi dan Thelen, 1993). Dengan kemampuan menjalin intimacy, bukan hanya tingkat depresi seseorang akan berkurang, tetapi individu juga tidak akan merasa kesepian dan tidak terisolasi di dalam bersosialisasi. Menurut Erikson (dalam Papalia, Olds, & Feldman 2001), intimacy adalah kemampuan untuk berhubungan dekat, menjalin kehangatan dan menjalin komunikasi dengan orang lain, seperti sebagai kekasih, teman atau anggota masyarakat. Menurut Atwater (1983:163) menyatakan: intimacy is a process interpersonal who involve communication about feel personal and information to accepted others as a closeness and symphaty. Maksud dari pernyataan tersebut intimacy adalah suatu proses interpersonal yang melibatkan komunikasi mengenai perasaan personal dan informasi kepada orang lain yang diterima sebagai suatu bentuk kedekatan dan simpati. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa intimacy merupakan hubungan timbal balik antara dua individu dan saling mempercayai, yang melibatkan pengertian bahwa setiap individu unik dan berbeda. Menurut Prager (2000), intimacy berkaitan dengan empat elemen yaitu efektif, kepercayaan, rasa kebersamaan dan berbagi waktu dan aktivitas. Masing-masing faktor mempunyai pengaruh yang sangat besar di dalam kedekatan dan kepuasan berhubungan serta dapat mempengaruhi tingkat keintiman di dalam hubungan seseorang. Dengan

2 2 intensnya berhubungan, seseorang akan merasa nyaman untuk berbagi cerita dan aktifitasnya sehingga tingkat keintiman hubungan akan terus meningkat dari hari kehari. Begitu juga ketika seseorang menaruh kepercayaan yang besar terhadap pasangannya maka tingkat intimacy di dalam hubungan keduanya akan bertambah. Selain itu, intimacy bisa terjalin karena faktor lainnya, yaitu adanya latar belakang kehidupan yang tidak jauh berbeda. Dilihat dari status sosial ekonomi yang tidak jauh berbeda, adanya kesamaan minat, memiliki kebiasan-kebiasaan yang sama. Pada intinya, seseorang akan merasa dekat jika kedua individu tersebut memiliki banyak kesamaan (Atwater, 1989). Topik penelitian ini memfokuskan intimacy pada remaja tunanetra dengan pacarnya, dimana remaja yang mengalami kerusakan pada penglihatannya. Remaja yang memiliki kekurangan di indra penglihatannya belum tentu tidak memiliki hubungan yang terjalin dengan lingkungannya. Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatan. Berdasarkan tingkat gangguannya Tunanetra dibagi dua yaitu total blind dan low blind. Pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat melihat (Kamus Besar Bahasa Indonesia,2001). Intimacy remaja sudah menjadi topik yang pernah di teliti oleh beberapa peneliti, tetapi penelitian mengenai intimacy pada remaja tunanetra masih belum ditemukan. Penelitian yang dilakukan oleh Purwanita (2011) mengenai tingkah laku intimacy dan kecemburuan pada mahasiswa dewasa awal di FPBS, Universitas Pendidikan Indonesia, didapatkan hasil bahwa gambaran umum mengenai intimacy status yang dimiliki oleh sebagian besar mahasiswa dewasa awal yang sedang berpacaran merupakan kategori intimacy dalam status preintimate. Pada status preintimate ditunjukkan presentase tingkah laku yang sedang pada semua dimensi intimacy. Hal yang paling menonjol adalah nilai dimensi komitmen yang sedang menunjukkkan masih adanya ketidaksiapan dalam berhubungan. Pembahasan Intimacy adalah hubungan informal namun hangat antara dua orang teman atau kekasih yang merupakan hasil dari hubungan yang telah berlangsung cukup lama (Atwater, 1983). intimacy sebagai sebuah hubungan timbal balik berupa saling memahami dan

3 3 menguntungkan serta saling menjaga satu sama lain (Tina Miracle dkk, 2003) Erikson (dalam Papalia, Olds, & Feldman 2009), mengatakan intimacy adalah kemampuan untuk berhubungan dekat, menjalin kehangatan dan menjalin komunikasi dengan orang lain, seperti sebagai kekasih, teman atau anggota masyarakat. Selain itu, Stenberg dalam Sarwono (2009) intimacy merupakan suatu dimensi yang tertuju pada kedekatan perasaan antara dua orang dan yang mengikat mereka untuk bersama. Sebuah hubungan akan mencapai keintiman emosional jika kedua pihak saling mengerti, serta bisa berbicara apa pun tanpa merasa takut ditolak, dimana terdapat rasa saling memaafkan dan menerima di saat mereka tidak sependapat atau berbuat kesalahan. Menurut Gary Campman dalam artikelnya The 5 Sides Of Intimacy (2005), intimacy memiliki beberapa aspek, yaitu: Keintiman intelektual yang berarti pasangan bisa saling memenuhi kebutuhan keintiman intelektualnya dengan membangun kebiasaan mengungkapkan apa yang sedang dipikirkan secara terbuka, khususnya yang terkait dengan hubungannya. Keintiman sosial, dimana kebutuhan ini bisa dipenuhi dengan melakukan aktivitas berdua (bersama). Tak jarang suami dan istri memiliki kesibukannya masing-masing sehingga tak punya waktu untuk melakukan kegiatan bersama. Istri aktif kegiatan gereja dan sosial sementara suami sibuk berbisnis atau mengejar karir. Misalnya, jalan pagi berdua, ke gereja bersama keluarga, atau yang lebih berbobot punya agenda sosial yang dilakukan bersama seperti mengunjungi orang sakit, kerabat, panti asuhan, dan sebagainya. Keintiman emosional adalah reaksi spontan yang muncul ketika panca indera kita berhadapan dengan sesuatu atau seseorang. Keterbukaan dan kesediaan untuk menerima reaksi emosional baik verbal maupun non verbal sangat penting dalam membangun keintiman emosional. Keintiman Fisik diartikan bahwa selama hidup kita masih menggunakan badan wadag, maka fisik kita pun menjadi sarana mewujudkan keintiman. Segala bentuk sentuhan fisik: belaian, usapan, pelukan, dll. sangat dibutuhkan. Dalam hal ini, hubungan seksual juga harus dipahami sebagai sarana membangun keintiman. Perlu pemahaman bahwa pria dan wanita secara fisik dan psikis berbeda, dalam hubungan seksual pria lebih mementingkan kepuasan secara fisik sedangkan wanita akan lebih membutuhkan kehangatan, perasaan disayangi dan diperhatikan.

4 4 Keintiman Spiritual melakukan doa bersama, mengungkapkan kehidupan bathin masingmasing akan menumbuhkan keintiman spiritual. Tak harus ada kesamaan dan kesepakatan dalam hal spiritualitas dan religiositas, masing-masing harus bisa saling menghormati. Pada dasarnya setiap insan memiliki pola dan kedalaman spiritualitas yang unik dan berbeda-beda. Benteng terakhir dalam hubungan adalah keintiman spiritualitas, ketika fisik sudah rapuh dan ringkih, pikiran sudah pikun dan ngacau, emosi tak stabil, apalagi kalau bukan spiritual yang akan tetap mampu menyatukan. Remaja adalah individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tandatanda seksual sekundenya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Remaja mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (dalam Sarwono, 2007). Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatannya. Somantri (2006: 65) mengungkapkan bahwa pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Berdasarkan tingkat gangguannya/kecacatannya Tunanetra dibagi dua yaitu buta total (total blind) dan yang masih mempunyai sisa penglihatan (Low Vision). Intimacy remaja sudah menjadi topik yang pernah di teliti oleh beberapa peneliti, tetapi penelitian mengenai intimacy pada remaja tunanetra masih belum ditemukan. Ditemukan penelitian mengenai intimacy yang berjudul Identity Achhievement dengan Intimacy pada remaja SMA (Valentini & Nisfiannoor, 2006). Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapat kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Identity Achhievement (dimensi komitmen) dengan intimacy pada remaja SMA. Berarti dalam hal ini remaja SMA memiliki intimacy yang cukup baik terhadap pacarnya. Berdasarkan penelitian dan landasan teori sebelumnya, dapat diketahui bahwa intimacy adalah hubungan informal antara sahabat atau kekasih yang disebabkan adanya hasrat untuk selalu dekat dan dihasilkan oleh hubungan yang telah berlangsung lama sehingga di dalamnya terdapat sebuah hubungan timbal balik yang menguntungkan, yang mana terdapat rasa saling memaafkan dan menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing. Intimacy dalam penelitian ini difokuskan pada remaja tunanetra terhadap pasangannya. Remaja

5 5 memiliki masa masa peralihan secara psikologis, biologis, dan sosio ekonomi. Begitu juga pada remaja tunanetra yang memiliki kecatatan fisik pada indra mata yang tidak dapat melihat. Remaja tunanetra juga dapat mengalami intimacy terhadap lawan jenisnya. Tak lain adalah pacarnya sendiri yang juga seorang tunanetra. Metode Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan tehnik penelitian studi kasus (case study). Menurut Creswell (dalam Herdiansyah, 2010) menjelaskan bahwa studi kasus merupakan metode dalam penelitian kualitatif yang menekankan pada eksplorasi dari suatu sistem terbatas (bounded system) pada kasus atau beberapa kasus yang unik dan khas secara terperinci melalui penggalian data secara mendalam dan ditunjang oleh berbagai macam informasi yang kaya akan konteks. Menurut Stake (dalam Herdiansyah, 2010) juga menjaskan 3 (tiga) macam tipe studi kasus, yaitu : a) Studi kasus intrinsik (intrinsic case study), b) Studi kasus instrumental (instrumental case study), c) Studi kasus kolektif (collective case study). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tipe studi kasus Intrinsik. Hasil Hasil penelitian memperlihatkan beberapa hal menarik, misalnya saja gambaran intimacy yang dialami subjek dengan pacarnya. Pertama aspek intelektual yang terlihat pada subjek dan pasangan subjek dapat saling berinteraksi dengan baik, subjek dan pasangan subjek dapat saling memberi respon atau tanggapan dengan baik dan subjek memiliki rasa percaya kepada pasangan subjek. Bentuk kepercayaan subjek dan pasangannya dengan saling percaya satu sama lainnya. Tidak hanya itu subjek mengetahui kemampuan dalam diri subjek karena subjek merasakannya. Sementara itu aspek intimacy kedua yang tampak dalam hasil penelitian adalah keintiman sosial. Subjek selalu melakukan aktivitas yang menyenangkan pada saat subjek bertemu dengan pasangannya seperti jalan-jalan mengelilingi asrama, bercerita hal yang lucu, bermain game, menceritakan kehidupan sehari-hari dan mendiskusikan hal-hal yang terjadi. Subjek

6 6 melakukan aktivitas yang menyenangkan dikarena subjek dengan pasanganya sudah lama tidak bertemu. Aspek Intimacy lainnya yang tempak adalah keintiman emosional yaitu keperluan untuk penyampaian dan berbagi perasaan dengan pasangan. Subjek selalu berbagi perasaan kebahagiaan dan senang pada pasangan subjek dengan cara menelepon pasangan subjek. Namun, menurut subjek perasaan yang ingin ia ceritakan kepada pasangannya sering tertunda dikarenakan adanya peraturan yang diberikan oleh asrama tempat ia tinggal, dan karena subjek seorang penyandang tunanetra maka banyak faktor yang membuat ia sulit untuk menghubungi pasangannya dengan cepat. Mereka tidak membatasi dalam hal mengekspresikan perasaan satu sama lain. Saat bertemu dengan pacarnya subjek selalu merasa bahagia. Subjek selalu menceritakan apa pun yang terjadi pada diri subjek pada pasangannya. Selanjutnya aspek intimacy keempat yang tidak tampak adalah keintiman fisik. subjek mengatakan bahwa selama pasangannya menjenguk dirinya mereka hanya sebatas bersalam tangan saja, tidak ada pelukan, mengelus atau berpengangan tangan yang lama. Dikarenakan bahwa mereka menyadari ini adalah tempat umum sehingga apa yang mereka lakukan selalu dalam pengawasan petugas asrama. Terakhir aspek intimacy yang tampak adalah keintiman spiritual. Dimana subjek berbagi tentang agama pada pasangannya. Subjek menyampaikan tentang cara beribadah, hubungan seseorang dengan Tuhan dan hubungan seseorang dengan orang lain. Saat subjek bertemu dengan pasangan subjek, subjek terkadang melakukan sholat bersama. Menurrut subjek dan pasangan subjek rohani menjadi bagian penting dari diri seseorang karena bila rohani seseorang baik tingkah lakunya juga baik. Dari kalimat wawancara tersebut, subjek memiliki hubungan kedekatan sebagai kekasih yang saling memahami ketika subjek dan pasangan memiliki kesibukan masing-masing, saling mempercayai walaupun mereka subjek tidak dapat melihat, dapat mengerti satu sama lain tanpa takut merasa ditolak, serta dapat menerima saat mereka jarang bertemu. Jadi hubungan mereka memiliki timbal balik yang menguntungkan dimana memiliki rasa menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.

7 7 Kesimpulan Beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini antara lain adalah bahwa remaja laki-laki tunanetra yang berpacaran dengan remaja wanita tunanetra menyebabkan satu aspek intimacy, yaitu aspek intimacy fisik tidak dapat dilakukan, dikarenakan subjek tinggal di dalam asrama sehingga setiap gerak-gerik mereka selalu dalam pengawasan petugas. Selain itu, aspek intimacy lainnya yaitu keintiman intelektual, keintiman sosial, keintiman emosional, dan keintiman spiritual dapat terlihat pada diri subjek dan pasangannya. Di sisi lain, proses terjadinya intimacy pada subjek dan pacarnya melibatkan beberapa hal seperti penerimaan diri, saling berinteraksi, memberi respon atau tanggapan, perhatian, rasa percaya, dan kasih sayang. Saran Adapun saran dari penulisan ini adalah: 1. Penelitian ini menunjukkan bahwa intimacy antara remaja tunanetra dengan remaja normal memiliki pengaruh pada tingkat kecemasan dalam berhubungan. Oleh karena, bagi penyandang tunanetra yang telah memiliki intimacy yang baik dengan pasangannya disarankan agar mempertahankan intimacy yang telah terjalin dengan baik selama ini atau bahkan sebaiknya dapat meningkatkan intimacy menjadi lebih baik lagi. 2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan studi literatur ini dapat menjadi salah satu informasi untuk kepentingan penelitian selanjutnya dalam mengkaji intimacy.

8 8 DAFTAR PUSTAKA Atwater, Eastwood. (1983). Psychology of Adjustment, Personal Growth in a Changing World. Englewood: Pretince Hall. Descutner, C. J., & Thelen, M. H. (1991). Development and validation of a fear-of-intimacy scale. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 3 (2), Chapman, Gery. (2010). The 5 Love Languages: The Secret to Love That Lasts. Northfield S. C. Doi and M. H, Thelen, The Fear-of-Intimacy Scale: Replication and Extension, Psychological Assessment, 5 (1993): Miracle, Tina dkk. (2003).. Human Sexuality : Meeting Your Basic Needs. Englewood: Prentice Hall. Papalia, Olds, Feldman. (2009). Human Development Perkembangan Manusia Edisi 10 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika Prager, K. J. (2000). Intimacy in personal relationships. In C. Hendrick, & S. S. Hendrick (Eds.), Close relationships: A sourcebook. Thousand Oaks, CA: Sage Publications, Inc. Raboch, Purwanita, Detha Ire. (2011). Hubungan Intimacy Dengan Kecemburuan (Jealousy) pada mahasiswa Dewasa Awal FBPS UPI yang dalam 19 Mei SLB Kartini. (2010). Tunanetra, dalam 9 Mei Somantri, sutjihati. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Refika Aditama Valentini, Veronica., M.Nisfianoor. (2006). Identity Achhievement dengan Intimacy pada Remaja SMA. Jurnal Provitae. 2,(1), 6-14.