BAB II KAJIAN TEORITIS. II.1 Dinamika Konversi Lahan Dalam Perkembangan Kota

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORITIS. II.1 Dinamika Konversi Lahan Dalam Perkembangan Kota"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORITIS II.1 Dinamika Konversi Lahan Dalam Perkembangan Kota Pengertian konversi, alih fungsi atau mutasi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumber daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Namun, sebagai suatu terminologi dalam kajian-kajian Land Economics, pengertiannya terutama difokuskan pada proses dialihgunakannya lahan dari lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian. Proses konversi ini melibatkan, baik reorganisasi struktur fisik kota secara internal maupun ekspansinya ke arah luar (Pierce, John T., 1981). Menurut Arief Budiman (1995) bahwa proses pembangunan saat ini seringkali menimbulkan kontradiksi antara kepentingan pemanfaatan lahan untuk sektor industri dengan sektor pertanian, terlebih untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan memperlancar investasi disektor industri dan non pertanian lainnya dalam rangka lepas landas untuk mengubah masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Pembangunan merupakan upaya memajukan dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, yang keberhasilannya sangat ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, azas keadilan sosial dan kelestarian lingkungan. Pembangunan yang berhasil memiliki unsur-unsur pertumbuhan ekonomi serta berkesinambungan, yaitu tidak terjadinya kerusakan sosial maupun kelestarian alam. Menurut Sasmojo (1995:1-1) menjelaskan bahwa akan selalu terjadi proses perubahan, baik dengan sendirinya maupun atas perubahan yang diinginkan (desired). Oleh karena itu, pembangunan adalah suatu proses (fenomena) perubahan. Pada umumnya perubahan terjadi karena adanya intervensi. Dalam pembangunan suatu masyarakat bangsa, dengan merujuk kepada keinginan-keinginan yang disepakati masyarakat bangsa tersebut, dilakukan intervensi ke berbagai bidang agar tujuan yang disepakati dapat tercapai. 17

2 Seiring dengan proses pembangunan di Indonesia, masalah ketersediaan sumber daya lahan makin terbatas saja. Prioritas kebijakan pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan investasi justru makin memacu proses industrialisasi dan memarjinalkan sektor pertanian. Karena ada anggapan pembangunan sektor industri lebih menguntungkan untuk berinvestasi dan memacu pertumbuhan ekonomi lebih cepat, sehingga pembangunan sektor pertanian terabaikan dan dianggap sektor yang inferior yang kurang menguntungkan. Saat ini, pembangunan di sektor industri mengurangi lahan pertanian dan mendesak lahan perdesaan maupun di pinggiran perkotaan dikonversi untuk sektor nonpertanian. Laju konversi lahan pertanian dan ladang menjadi lahan untuk kegiatan industri sekitar 60% yang terjadi di Indonesia. Di Kota Tangerang tahun laju konversi mencapai sekitar 50% dari total konversi 70% di provinsi Banten. Pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan sebagai konsekuensi dari semakin meningkatnya jumlah penduduk dan standar hidup masyarakat. Meningkatnya jumlah penduduk berakibat meluasnya lahan permukiman dan lahan kegiatan ekonomi. Aktivitas pertumbuhan ekonomi pun mempengaruhi pergeseran struktur penggunaan lahan. Pergeseran struktur penggunaan lahan yang ideal adalah pergeseran struktur penggunaan lahan yang sejalan dengan pergeseran struktur perekonomian. Namun yang menjadi persoalan nyata bahwa ketersediaan sumber daya lahan bersifat tetap, sehingga akan terjadi persaingan dalam penggunaan lahan. Meningkatnya pertumbuhan industri mendorong jumlah orang yang terserap menjadi tenaga kerja (karyawan), sehingga mendorong pula tumbuhnya permukiman baru dan berbagai layanan jasa di kawasan sekitarnya. Kondisi inilah yang menjadi faktor dorongan terjadinya konversi lahan pertanian di wilayah/kawasan tersebut. Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan jenis penggunaan lahan ditinjau dari aspek sosial ekonomi penduduk antara lain : lokasi tempat tinggal penduduk, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan/ pendapatan, luas kepemilikan lahan, dan mata pencaharian (Alamsyah, 1995). 18

3 Perubahan pemanfaatan lahan yang merupakan akibat dari perubahan fungsi ruang kota, salah satunya adalah perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian yang berciri sebagai lahan perkotaan, seperti : jaringan jalan, kawasan perdagangan, kawasan insdustri maupun perumahan (Yeates, 1998). Menurut Yunus (2000), kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, baik menyangkut aspek politik, sosial, budaya, ekonomi, teknologi, maupun fisik. Untuk aspek yang berkaitan langsung dengan penggunaan lahan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk perkotaan serta meningkatnya kebutuhan dan kegiatan dalam segala aspek kehidupan manusia, pada gilirannya mengakibatkan meningkatnya ruang yang besar pula. Di satu sisi ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, sedangkan di sisi kebutuhan akan ruang selalu meningkat, maka penyediaan ruang tersebut selalu mengambil ruang di daerah pinggiran kota., terutama areal lahan pertanian. Sementara perkembangan kota-kota di Indonesia pada dekade1980-an sangat dipengaruhi oleh perkembangan kebijakan-kebijakan deregulasi, debirokratisasi dan desentralisasi (Anwar, 1994). Kebijakan tersebut telah menyebabkan terjadinya perkembangan yang sangat pesat pada sektor riil seperti industri, perdagangan, pariwisata, dan perhubungan yang umumnya sangat berorientasi lokasi di kota-kota metropolitan, kota besar dan menengah yang mempunyai tingkat pelayanan jasa yang lebih tinggi. II.2 Komponen-komponen Dinamika Perkotaan Komponen-komponen perkotaan yang saling berinteraksi secara dinamis dalam menggambarkan pola perkembangan suatu kota dalam lingkup metropolitan menurut Study on new and imroved techniques for Spatial Planning in metropolitan areas tahun 2002, Model Dinamika Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Departemen Kimpraswil, dapat dikelompokkan sebagai berikut. 19

4 a. Penduduk dan Tenaga Kerja Penduduk merupakan komponen penting yang harus dipertimbangkan dalam kegiatan pembangunan kota. Rencana pembangunan kota harus dapat mengakomodasi kebutuhan penduduk kota, dan realisasi pembangunan kota hendaknya dapat memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan seluruh penduduk kota. Jumlah penduduk perkotaan cenderung bertambah seiring dengan berjalannya waktu, sementara ketersediaan lahan kota cenderung tetap. Pertumbuhan penduduk, selain dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan alami (kelahiran dan kematian), dipengaruhi pula oleh faktor migrasi. Faktor migrasi ini dipengaruhi oleh daya tarik kota, semakin kuat daya tarik yang ditawarkan suatu kota akan semakin banyak penduduk yang datang untuk bermukim, demikian pula sebaliknya. Penduduk sangat terkait dengan tenaga kerja, dan tenaga kerja berkaitan erat dengan faktor ketersediaan kesempatan kerja. Kesempatan kerja merupakan salah satu faktor yang menjadi daya tarik bagi penduduk untuk pindah dan bermukim di suatu kota. Semakin tinggi tenaga kerja yang dapat terserap, artinya semakin rendahnya tingkat pengangguran yang terjadi, akan menyebabkan semakin tingginya tingkat migrasi masuk, demikian pula sebaliknya. b. Urbanisasi dan perekonomian kota Urbanisasi terjadi karena adanya ketimpangan yang sangat jauh antara daerah perkotaan dengan daerah non perkotaan, di mana terjadi pemusatan berbagai jenis fasilitas di daerah perkotaan. Ketersediaan berbagai sarana, prasarana dan fasilitas kehidupan ini mendorong banyak orang untuk berimigrasi dari daerah non perkotaan ke daerah perkotaan. Sebagai akibatnya terjadi peningkatan kepadatan penduduk di daerah-daerah tertentu perkotaan. Terdapat kaitan yang erat antara tingkat perkembangan perekonomian negara dengan tingkat urbanisasi (Study on new and imroved techniques for Spatial Planning in metropolitan areas tahun 2002, Model Dinamika Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Departemen Kimpraswil, dari World Bank, 1998). Tingkat urbanisasi naik bersamaan dengan naiknya income dan berpindahnya sumberdaya 20

5 andalan dari pertanian di pedesaan ke sektor industri dan jasa di perkotaan. Tingkat urbanisasi yang tinggi terjadi pada saat perekonomian negara bergerak dari kategori negara miskin menjadi kategori negara berpenghasilan menengah. Kesimpulan ini terbukti dalam grafik trend line fungsi antara PDRB perkapita dengan persentase jumlah penduduk negara yang tinggal di perkotaan.. Di negara maju, tingkat perkembangan urbanisasi relatif sama atau sedikit lebih rendah dibandingkan laju perekonomian negara; sedangkan di negara sedang berkembang, laju urbanisasi lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi (Study on new and imroved techniques for Spatial Planning in metropolitan areas tahun 2002, Model Dinamika Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Departemen Kimpraswil, dari World Bank, 1998). c. Perumahan Hasil penelitian di negara maju maupun sedang berkembang menunjukkan bahwa makin tinggi rata-rata pendapatan penduduk kota, maka makin tinggi proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk perumahan. (Study on new and imroved techniques for Spatial Planning in metropolitan areas tahun 2002, Model Dinamika Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Departemen Kimpraswil, Mayo et, al, 1986, Malpezzl & Mayo, 1987). Dalam jargon ekonomi, dikatakan bahwa permintaan akan perumahan tidak elastis terhadap tingkat penghasil pada suatu waktu, tetapi elastis terhadap waktu seiring dengan kenaikan pendapatan. Ketsersediaan lahan perumahan merupakan salah satu faktor yang menjadi daya tarik suatu kota. Semakin banyak ketersediaan lahan perumahan akan semakin besar ketertarikan terhadap kota tersebut. d. Industri Pertumbuhan industri juga merupakan salah satu daya tarik kota, karena pertumbuhan industri berarti pula pertumbuhan kesempatan kerja, sehingga menarik bagi penduduk pedalaman/pinggiran untuk berurbanisasi. Industri cenderung mengambil tempat di perkotaan karena adanya efisiensi skala ekonomi produksi yang diperoleh dari murahnya biaya transportasi karena adanya : - Aglomerasi dengan kegiatan lain, pelabuhan dan bandara - Eksternalitas antara perusahaan (penggunaan informasi bersama, aglomerasi 21

6 produk antara) - Ketersediaan infrastruktur Di negara sedang berkembang, pertumbuhan kesempatan kerja di bidang industri benar-benar menunjukkan gejala desentralisasi (K.S. Lee,1989, Lee dan Choe,1989, Y.J. Lee, 1985, Hamer,1985). Hal ini disebabkan karena pada saat industri di negara sedang berkembang sampai pada saat untuk melakukan pemekaran, sudah tidak dijumpai lahan dalam kota, jumlah yang mencukupi, sehingga keputusan untuk melakukan relokasi lebih ekonomis. Di samping itu berkembangnya konsep dekonsentrasi planologis merupakan usaha yang diarahkan untuk menyebarkan kegiatan yang telah beraglomerasi ke luar kota sehingga dapat digantikan oleh kegiatan perkotaan yang lebih produktif. Sedangkan di Amerika serikat diteliti bahwa industri tertarik untuk memilih lokasi di luar kota karena adanya fasilitas jalan bebas hambatan, fasilitas airport dan sebagainya, dan bukan karena adanya pemusatan kegiatan (Skhla dan Wadel, 1991). e. Lahan Sebagai implikasi dari perkembangan komponen-komponen perkotaan di atas serta perkembangan interaksi yang terjadi diantara komponen-komponen tersebut terhadap ruang perkotaan adalah terjadinya alih fungsi lahan. Alihfungsi lahan ini tertutama terjadi pada lahan-lahan pertanian dan lahan belum terpakai menjadi lahan kegiatan perkotaan (perumahan, jasa perdagangan, industri, transportasi, dan sebagainya). Semakin berkembang suatu kota, maka terjadi pula alihfungsi lahan perkotaan dengan intensitas kegiatan rendah menjadi lahan kegiatan perkotaan dengan intensitas yang relatif lebih tinggi, misalnya lahan lahan pertanian atau belum terpakai menjadi lahan perumahan, lahan industri, lahan jasa dan perdagangan. Lahan perumahan berubah menjadi lahan jasa dan perdagangan, lahan industri, dan sebagainya. Perubahan intensitas penggunaan lahan tersebut merupakan dampak dari meningkatnya jumlah penduduk karena daya tarik kota sehingga tertarik untuk migrasi masuk ke kota tersebut. Akibatnya pada harga lahan semakin meningkat relatif menjadi tinggi di kawasan tersebut. Pertumbuhan ekonomi suatu kota yang semakin berkembang dan maju mendorong migrasi masuk dan berpengaruh terhadap perubahan fungsi lahannya. 22

7 Keterkaitan yang terjadi diantara 5 (lima) komponen tersebut di atas, akan menjadi bahan pertimbangan dalam membangun model/sub model dinamika lahan pertanian dalam perekonomian kota Tangerang. II.3 Peraturan Perundang-undangan Terkait Untuk Tetap Mempertahankan Keberadaan Lahan Pertanian Kegiatan konversi lahan, terutama yang beririgasi teknis / semi teknis, telah menimbulkan kerugian hilangnya produksi padi serta kerugian prasarana irigasi yang sudah dibangun dan tidak dimanfaatkan atau kehilangan investasi yang telah ditanam. Dalam konteks inilah, maka perlu ditetapkan kebijaksanaan untuk mencegah atau mengendalikan konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian. Dalam Keputusan Presiden No. 53 tahun 1989 tentang kawasan industri pada pasal 7, dinyatakan bahwa pembangunan kawasan industri tidak boleh mengurangi areal tanah pertanian dan tidak dilakukan di atas tanah yang memiliki fungsi utama untuk melindungi sumber daya alam dan warisan budaya. Keputusan Presiden ini telah disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 98 tahun 1993, kemudian disempurnakan lagi dengan Keputusan Presiden No. 41 tahun 1996 mengenai larangan secara tegas agar tidak mempergunakan lahan pertanian untuk pembangunan kawasan industri. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 menyatakan bahwa Tata Ruang Hijau Perkotaan di dalamnya termasuk unsur lahan pertanian perkotaan. Lebih lanjut ditegaskan dalam Keputusan Presiden No. 33 tahun 1990 bahwa pencadangan tanah dan/atau pemberian ijin pembebasan tanah bagi setiap perusahaan kawasan industri dilakukan dengan ketentuan antara lain : Tidak mengurangi areal pertanian Tidak dilakukan di atas tanah yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi sumber daya alam dan warisan budaya Sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat. Bagi Pemerintah Daerah adalah hal yang dilematis antara memacu pertumbuhan ekonomi yang cepat dengan memberikan kemudahan untuk memberikan ijin lokasi 23

8 bagi pembangunan kawasan industri dengan tujuan untuk mempertahankan keberadaan kawasan pertanian produktif. Berdasarkan kondisi inilah diperlukan kebijakan yang lebih operasional untuk dapat mencegah dan/atau mengendalikan konversi lahan pertanian Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 Tahun 2007 mensyaratkan adanya ketersediaan lahan pertanian perkotaan dalam Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan. Dalam Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 48 menyatakan bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk : (a) pemberdayaan masyarakat perdesaan, (b) pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah pendukungnya, (c) konservasi sumber daya alam, (d), pelestarian warisan budaya lokal, (e) pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan, dan (f) penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan. Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan terhadap kawasan lahan abadi pertanian pangan diatur dengan Undang-Undang (sampai dengan saat penulisan tesis masih dalam proses pembahasan di DPR). Impelementasi Undang-Undang Penataan Ruang ini khususnya pernyataan pasal 50 belum ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Tingkat Kabupaten/Kota agar terjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang antara lain terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan dan akibat pemanfaatan ruang, melalui kegiatan pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang pada tingkat kecamatan. Kebijaksanaan terakhir menyangkut pengendalian konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian tertuang dalam Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam rangka pelaksanaan Pakto-23, yang menyatakan larangan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya untuk mengeluarkan izin lokasi sawah irigasi teknis bagi keperluan non-pertanian, walaupun menurut Rencana Tata Ruang Wilayah diperuntukan bagi non pertanian. 24

9 Pencegahan dan/atau pengendalian konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian cukup dapat dilakukan secara dini melalui mekanisme izin lokasi. Di mana izin lokasi merupakan izin yang diberikan kepada perusahaan (investor/private) untuk memperoleh tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak. Ditinjau dari prosedurnya, izin lokasi diputuskan melalui pembahasan antar instansi/sektor terkait sehingga diharapkan dapat dicapai koordinasi lintas sektoral dan sinkronisasi dalam pencapaian sasaran pembangunan, dengan mempertimbangkan aspek-aspek (Baryadi, 1996) : Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah atau rencana lainnya sebagai pedoman/arahan pembangunan Tidak menggunakan tanah produktif untuk pertanian (sawah) Dihindari pemindahan penduduk Kemungkinan terjadinya tumpang tindih Kepastian lokasi dan luas tanah yang dapat diberikan Status penguasan tanah yang dimohon. Berdasarkan konteks tersebut di atas, konversi lahan sawah beririgasi teknis/semi teknis secara dini sebenarnya dapat dicegah pada tahap pemberian izin lokasi. Memang, hambatan dalam kondisi nyata, implementasinya seringkali tidak berjalan semestinya. II.4 Manfaat Keberadaan Lahan Pertanian Berbagai klasifikasi manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dari keberadaan lahan pertanian misalnya dapat dilihat di dalam buku Munasinghe (1992), Callaghan (1992), Sogo Kenkyu (1998), dan Yoshida (1994). Rincian manfaat yang dikemukakan oleh para penulis tersebut dapat berbeda satu sama lain, tetapi secara umum mereka membagi manfaat lahan pertanian dalam beberapa kategori. Namun secara garis besar dibagi ata 2 (dua) kategori, yaitu : pertama, use values atau nilai penggunaan yang dapat pula disebut sebagai personal use values. Manfaat ini dihasilkan dari kegiatan eksploitasi atau kegiatan usaha tani yang dilakukan pada sumber daya lahan pertanian. Kedua, non-use values yang dapat pula disebut sebagai intrinsic values atau manfaat bawaan, yaitu berbagai manfaat yang tercipta 25

10 dengan sendirinya walaupun bukan merupakan tujuan dari kegiatan eksploitasi yang dilakukan oleh pemilik lahan. Salah satu contohnya adalah terpeliharanya keragaman biologis atau keberadaan species tertentu, yang pada saat ini belum diketahui manfaatnya, tapi di masa yang akan datang mungkin akan sangat berguna memenuhi kebutuhan manusia. Kategori manfaat nilai penggunaan (use values) dibedakan atas manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat Langsung yang diperoleh dari kegiatan eksploitasi yang dilakukan pada lahan pertanian berupa : 1) Output yang dapat dipasarkan atau marketed output, yaitu berbagai jenis barang yang nilainya dapat terukur secara empirik dan diekspresikan dalam harga output. Contoh jenis manfaat ini adalah berbagai produk pertanian yang dihasilkan dari kegiatan eksploitasi termasuk daun, jerami, dan kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai Biomass. Jenis manfaat ini bersifat individual, artinya manfaat legal hanya diperoleh oleh para pemilik lahan. 2) Manfaat yang nilainya tidak terukur secara empirik atau harganya tidak dapat ditentukan secara eksplisit (unpriced benefit). Jenis manfaat ini tidak hanya dapat dinikmati oleh pemilik lahan, tetapi dapat pula dimiliki oleh masyarakat luas (komunal). Contohnya adalah tersedianya lahan pangan, sarana rekreasi, wahana bagi berkembangnya tradisi dan budaya lingkungan alami perdesaan dan tersedianya lapangan pekerjaan di sektor pertanian yang seringkali menimbulkan berbagai masalah sosial di perkotaaan. Sedangkan manfaat tidak langsung dari keberadaan lahan pertanian umumnya lebih terkait dengan aspek lingkungan. Yoshida (1994) dan Sogo Kenkyu (1998) menyatakan bahwa keberadaan lahan pertanian dari aspek lingkungan dapat memberikan 5 (lima) jenis manfaat, yaitu : 1) Mencegah terjadinya banjir, 2) Sebagai pengendali keseimbangan tata air, 3) Mencegah terjadinya erosi, 4) Mengurangi pencemaran lingkungan dari limbah rumah tangga, 5) Mencegah pencemaran udara yang berasal dari gas buangan. 26

11 Seluruh jenis manfaat tersebut bersifat komunal dengan cakupan masyarakat yang lebih luas, karena masalah yang ditimbulkan dapat bersifat lintas daerah. Konversi lahan pertanian di wilayah kota dan kabupaten Tangerang dapat berakibat pada persoalan di wilayah Jakarta, sedangkan masalah yang timbul di wilayah kota itu sendiri adalah meningkatnya jumlah penduduk dan persoalan sosial ekonomi dan lingkungannya. II.5 Kebijakan Efisiensi Lahan Permukiman Setiap tahun terjadi penambahan kebutuhan rumah akibat penambahan keluarga baru rata-rata sekitar unit rumah. Hal ini dampak dari pesatnya urbanisasi di kota-kota besar dan metropolitan telah menyebabkan permasalahan ketersediaan bagi perumahan. Akibat langka dan makin mahalnya tanah bangunan untuk pembangunan perumahan baru. Keadaan ini menimbulkan ketidakteraturan penataan ruang dan kawasan. Sesuai landasan hukum penyusunan kebijakan dan rencana strategis pembangunan rumah susun di kawasan yaitu Undang-undang No.16 tahun 1985 tentang rumah susun dan Undang-Undang Penataan Ruang tahun 2007, serta Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka diperlukan perbandingan yang tepat meliputi luas peruntukan, kepadatan bangunan, luas satuan rumah susun. Mengacu pada Peraturan Presiden RI No.7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun , serta Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.4 tahun 2006 tentang Rencana Strategis Kementerian Negara Perumahan Rakyat Tahun , maka untuk memberikan kebijakan dan rencana strategis pembangunan rumah susun di kawasan dipersyaratkan bahwa luas satuan rumah susun sebagai upaya solusi mengatasi ketersediaan lahan permukiman agar lebih efesien dan berdaya guna minimun adalah 21m2, dengan fungsi utama sebagai ruang tidur/ruang serbaguna dan dilengkapi dengan kamar mandi dan dapur. Peraturan Daerah Kota Malang No.7 Tahun 2001 tentang bangunan pada pasal 29, bahwa bentuk rumah kecil dengan kriteria ukuran 150 meter sampai dengan 300 meter persegi. Untuk bentuk rumah 27

12 sedang antara 300 meter sampai dengan 500 meter persegi. Kriteria ini memberikan peluang untuk rencana pembangunan rumah rusun yang bersyarat sebagai solusi pemenuhan kebutuhan rumah dengan meminimumkan luas lahan permukiman. II.6 Istilah Model Dinamika Perkotaan a. Model lahan dan Perubahannya Menurut Study on new and imroved techniques for Spatial Planning in metropolitan areas tahun 2002, Model Dinamika Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Departemen Kimpraswil dapat digambarkan mengenai Diagram Alir Kemungkinan Alih Fungsi Lahan di Perkotaan berikut ini. Lahan Tak Terpakai/Belum Terpakai Lahan Permukiman Lahan Industri Lahan Transportasi Lahan Pertanian Lahan Perdagangan & Jasa Gambar II.1 Diagram alir mengenai kemungkinan alih fungsi lahan di perkotaan Sumber : Hasil modifikasi sendiri dari Model Dinamika Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Departemen Kimprawil tahun

13 Keterangan Gambar II.1 : Menunjukkan laju, aliran. Garis tebal menunjukkan bahwa alih fungsi lahan tersebut sangat besar kemungkinan terjadinya. Menunjukkan laju, aliran. Garis tebal agak tipis ini menunjukkan bahwa pertambahan untuk lahan tersebut hampir selalu terjadi karena pertambahannya selalu terkait dengan perkembangan aktivitas lain. Di dalam model di atas hanya berlaku untuk lahan transportasi. Menunjukkan laju, aliran. Garis tipis menunjukkan bahwa perubahan tersebut mungkin saja terjadi, tetapi kemungkinannya sangat kecil karena kemungkinan ada hal-hal yang membatasi terjadinya peralihan tersebut. Berdasarkan gambaran umum mengenai lahan seperti yang diperlihatkan Gambar II.1 di atas, beberapa hal yang bisa diuraikan dari model tersebut sebagai berikut. 1) Bahwa Lahan Tak Terpakai/Belum Terpakai bisa bertambah atau berkurang jumlahnya dan seandainya kebijakan yang ada memungkinkan terjadinya alih fungsi lahan, maka kemungkinan terjadi adalah : a) Perubahan lahan tak/belum terpakai menjadi lahan permukiman, transportasi, industri sangat besar kemungkinan terjadinya. b) Perubahan lahan tak/belum terpakai menjadi lahan pertanian kemungkinan besar hampir selalu terjadi, meski fraksinya kecil. 2) Bahwa lahan pertanian mungkin saja bertambah dari lahan tak/belum terpakai (misalnya pemanfaatan lahan tidur menjadi perkebunan) dan selebihnya adalah kemungkinan terpakai untuk transportasi, permukiman, industri, jasa dan perdagangan. Jika kebijakannya memungkinkan, maka perubahan yang terjadi sebagai berikut : a) Perubahan lahan pertanian menjadi lahan industri dan permukiman, sangat besar kemungkinannya. b) Perubahan lahan pertanian menjadi lahan transportasi, hampir selalu dan sangat mungkin terjadi. c) Perubahan lahan pertanian secara langsung menjadi lahan jasa dan perdagangan kemungkinannya sangat kecil, karena aktivitas jasa dan perdagangan lebih banyak mengikuti pertumbuhan permukiman dan industri. Meskipun kecil, kemungkinan ini tetap ditampung dalam model, dengan pertimbangan beberapa kasus perkotaan, dijumpai adanya perubahan lahan 29

14 pertanian yang secara langsung digunakan untuk aktivitas jasa. 3) Lahan permukiman (urban) bisa berasal dari lahan pertanian dan lahan belum terpakai dan dipergunakan untuk industri, transportasi, dan jasa perdagangan. a) Perubahan lahan permukiman menjadi lahan transportasi hampir selalu terjadi. b) Perubahan lahan permukiman menjadi lahan industri dan lahan jasa dan perdagangan, sangat besar kemungkinan terjadi. 4) Bahwa sumber perubahan lahan industri bisa berasal dari lahan belum terpakai, permukiman dan pertanian. Kemungkinannya : a) Perubahan lahan industri menjadi lahan transport hampir selalu terjadi (unsur ini mengikuti kegiatan pertumbuhan kegiatan industri tersebut). b) Perubahan lainnya telah diuraikan sebelumnya. 5) Sumber perubahan lahan jasa dan perdagangan dapat berasal dari lahan pertanian dan lahan permukiman, sementara sumber pengurangannya adalah karena digunakan untuk lahan transportasi. a) Perubahan lahan jasa dan perdagangan menjadi lahan transport hampir selalu terjadi, sebagaimana halnya lahan industri. b) Perubahan lainnya telah diuraikan sebelumnya. 6) Sumber perubahan lahan transportasi adalah dari semua sumber lahan lainnya. Untuk tesis ini menggunakan istilah sebagai berikut. Lahan urban industri = lahan urban + lahan industri - Lahan permukiman = lahan urban - Lahan industri = lahan transportasi + lahan jasa perdagangan + lahan industri Lahan belum terpakai Lahan pertanian Lahan bandara Soekarno Hatta b. Istilah model dalam penataan ruang pada proses pengembangannya 30

15 Berdasarkan Buku Study on new and imroved techniques for Spatial Planning in metropolitan areas tahun 2002, Model Dinamika Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Departemen Kimpraswil (model system dynamics) dinyatakan bahwa dalam membahas mengenai model alih fungsi lahan digunakan beberapa istilah, pengertian dan istilah-istilah tersebut sebenarnya tidak asing lagi dalam kegiatan penataan ruang, tetapi mungkin saja disebut dengan istilah yang berbeda. Berikut pengertian dari istilah yang digunakan, agar diperoleh pemahaman yang sama. 1) Alih fungsi lahan : Perubahan-perubahan yang terjadi pada pemanfaatan lahan (fungsi lahan), yang semula diperuntukan bagi suatu aktivitas tertentu kemudian pada perkembangannya dipergunakan untuk aktivitas lain (misal lahan pertanian uang berubah menjadi lahan permukiman, lahan permukiman yang berubah menjadi lahan industri, dst.). 2) Lahan : Menunjukkan besaran lahan yang terpakai/dipergunakan untuk aktivitas tertentu. Dalam model ada yang disebut sebagai lahan Belum Terpakai, Lahan Pertanian, Lahan Urban Industri (Lahan Urban atau Permukiman dan Lahan Industri atau Aktivitas Ekonomi Non Pertanian), dan Lahan Bandara Soekarno Hatta). (Luas, Ha). Istilah ini untuk menunjukkan luas lahan yang terpakai/dipergunakan dan apakah cukup untuk menampung/melakukan aktivitas yang dikehendaki dan perkembangan aktivitas, sehingga memerlukan pertambahan lahan yang mungkin berasal dari lahan lain atau justru ada lahan lain yang berkurang untuk menambah ketersediaan lahan aktivitas lain yang berkembang pesat. 3) Lahan Yang Dikehendaki : Menunjukkan besaran lahan yang direncanakan atau telah ditentukan untuk aktivitas tertentu. Dalam model misalnya, ada yang disebut dengan lahan industri yang dikehendaki, lahan urban atau permukiman yang dikehendaki, lahan urban industri yang dikehendaki.. Istilah ini juga dimaksudkan agar kita bisa mengetahui hal-hal berikut : Seberapa jauh lahan rencana telah dipergunakan sesuai peruntukkannya. Apakah lahan rencana telah terisi dengan aktivitas yang dikehendaki. Apakah ketersediaan lahan rencana masih memadai/cukup untuk menampung perkembangan aktivitas yang dialokasikan, atau sebaliknya. 31

16 Jika ternyata ada satu aktivitas guna lahan yang berkembang pesat (misalnya alokasi lahan industri atau urban/permukiman), sehingga memerlukan pertambahan lahan yang mungkin berasal dari lahan lain di luar alokasi lahan industri atau urban/permukiman yang telah direncanakan/ditentukan. 4) Pertambahan Lahan : Merupakan suatu rate (laju, aliran) yang menunjukkan besarnya pertambahan guna lahan tertentu, yang diambil dari guna lahan lain, atau besarnya lahan yang telah berubah fungsi. misalnya besarnya alih fungsi lahan yang terjadi pada lahan pertanian, yang dialokasikan bagi lahan permukiman, atau besarnya pertambahan lahan permukiman yang berasal dari lahan pertanian. 5) Kecukupan Lahan... : Menunjukkan ketersediaan besaran lahan apakah masih mencukupi untuk menampung perkembangan aktivitas yang dialokasikan. 6) Inmigrasi : Pertambahan penduduk yang masuk berasal dari luar wilayah yang mempengaruhi jumlah penduduk akan bertambah. 7) Outmigrasi : Penduduk yang keluar wilayah tersebut yang mempengaruhi jumlah penduduk akan berkurang. 8) Laju Pertambahan Penduduk : Menunjukkan perubahan jumlah penduduk yang dipengaruhi oleh inmigrasi, outmigrasi, tingkat kelahiran dan kematian. 9) PDRB : Menunjukkan nilai Produk Domestik Regional Bruto kota Tangerang dari 2 (dua) sektor yakni sektor non pertanian dan sektor pertanian. Pada model nilai tersebut diperoleh dari hasil perkalian antara output dengan rasio nilai tambah terhadap output masing-masing sektor tersebut. Dalam tesis ini PDRB diperoleh dari hasil perkalian antara output dengan rasio nilai tambah terhadap output sektor non pertanian dan sektor pertanian 10) PDRB Perkapita : Merupakan pembagian antara nilai PDRB suatu kota dengan jumlah penduduknya. 11) PDRB Non Pertanian : Merupakan pembagian antara nilai PDRB Non Pertanian dengan jumlah tenaga kerja non pertaniannya. 12) PDRB Pertanian : Merupakan pembagian antara nilai PDRB Pertanian dengan 32

17 jumlah tenaga kerja pertaniannya. 13) Output : Diperoleh dari hasil pembagian kapital dengan KOR (Kapital Output Rasio) sektor non pertanian. Sedangkan untuk sektor pertanian dihitung berdasarkan dari produktivitas lahan pertanian dikalikan dengan lahan pertaniannya. 14) KOR : Menunjukkan Kapital Output Rasio yang merupakan sebuah ukuran yang menunjukkan besarnya kapital yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat output tertentu. 15) Rasio...Nilai Tambah Terhadap Output : Menunjukkan perbandingan antara nilai tambah bruto terhadap output masing-masing sektor. 16) Produktivitas : Menunjukkan Output yang dihasilkan per tenaga kerja. Produktivitas dalam model dibuat pada sektor pertanian yang didasarkan pada produktivitas lahan (output per hektar lahan) 17) Fraksi : Menunjukkan besarnya prosentase suatu hal. Misalnya fraksi kelahiran, fraksi inmigrasi, fraksi outmigrasi. 18) Waktu Konversi Lahan : Adalah suatu konstanta berupa satuan waktu yang menunjukkan berapa lama suatu proses konversi (alihfungs lahan) terjadi. 19) Waktu Pentahapan : Adalah suatu konstanta berupa satuan waktu yang diperlukan untuk melakukan pentahapan suatu keadaan (actual) menuju keadaan yang diinginkan (desired). 20) Waktu Trend (Wkt Trend...) : Adalah suatu konstanta berupa satuan waktu yang dibutuhkan untuk membuat trend keadaan suatu variabel. Misalnya waktu trend tenaga kerja menunjukkan trend tenaga kerja setiap dua tahun. 21) Waktu Prakiraan Naker : Adalah suatu konstanta berupa satuan waktu yang dibutuhkan untuk memperkirakan keadaan jumlah tenaga kerja. Menunjukkan jumlah tenaga kerja diprakirakan setiap dua tahun. 22) Waktu Rata-Rata : Adalah suatu konstanta berupa satuan waktu yang dibutuhkan untuk membuat rata-rata keadaan suatu variabel. Misalnya Waktu Rata-Rata Non Pertanian menunjukkan Sektor Non Pertanian dirata-ratakan 33

18 setiap dua tahun. 23) Lahan... Awal : Untuk menunjukkan berapa luasan lahan awal pada waktu dilakukan simulasi atau lahan historis pada tahun awal dilakukan penelitian. 24) (...) Normal : Beberapa istilah dalam model, disambungkan dengan kata normal, misalnya Fraksi Inmigrasi Normal. Kata Normal digunakan untuk menjelaskan berapa besar jumlah orang/jiwa yang layak/lazim/memenuhi syarat (wajar). Untuk membandingkan antara inmigrasi yang terjadi dengan besaran inmigrasi yang normalnya (wajar). 25) Rasio : Adalah suatu ukuran perbandingan antara satu variabel terhadap variabel lainnya atau menunjukkan prosentase suatu variabel terhadap variabel lainnya. 26) Efek : Menunjukkan besarnya suatu pengaruh terhadap suatu variabel. Ukuran efek dalam model ditentukan oleh suatu rasio atau perbandingan antara satu variabel dengan variabel lainnnya, yang digambarkan dalam bentuk grafik atau fungsi tabel. 27) Standar (Std...) : Adalah konstanta yang menujukkan ukuran standar suatu variabel yang ditentukan berdasarkan ketentuan-ketentuan (standar-standar) dalam penataan ruang. Misalnya Standar Lahan Industri Awal adalah ukuran yang menunjukkan standar luasan lahan industri awal/batasan tahun pertama dilakukan simulasi (tahun awal dilakukan penelitian) untuk setiap tenaga kerja. Standar Lahan Urban Awal menunjukkan ukuran yang menunjukkan standar luasan lahan awal permukiman / urban untuk setiap penduduk. 34

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan Berdasarkan hasil analisis kebijakan yang telah dipaparkan pada Bab VI, maka pada Bab ini dilakukan pembahasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Pertanian Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat hidup, tempat mencari nafkah. Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB V MODEL DINAMIKA KOTA TANGERANG

BAB V MODEL DINAMIKA KOTA TANGERANG BAB V MODEL DINAMIKA KOTA TANGERANG V.1 Kerangka Kerja Pemodelan Untuk pemodelan yang dilakukan dalam tesis ini, kerangka kerja yang dilakukan adalah dengan mengacu kepada pendekatan pemodelan yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Perubahan Fungsi Lahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Perubahan Fungsi Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Perubahan Fungsi Lahan Konversi lahan pertanian dewasa ini telah menjadi isu global, tidak saja di negara berkembang di mana pertanian masih menjadi sektor dominan, tetapi juga di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

DINAMIKA LAHAN PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN KOTA TANGERANG : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS

DINAMIKA LAHAN PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN KOTA TANGERANG : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS DINAMIKA LAHAN PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN KOTA TANGERANG : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN ISSN 0216-8138 52 DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN Oleh I Ketut Suratha Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja-Bali Abstrak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Perkembangan Kota Branch (1996), mengatakan bahwa perkembangan suatu kota dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang merupakan modal dasar bagi pembangunan di semua sektor, yang luasnya relatif tetap. Lahan secara langsung digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. A. Alih Fungsi Lahan. kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi.

II. LANDASAN TEORI. A. Alih Fungsi Lahan. kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi. II. LANDASAN TEORI A. Alih Fungsi Lahan Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat hidup, tempat mencari nafkah. Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB VI OPTIMALISASI PENGENDALIAN PENTAAN RUANG DALAM RANGKA PERUBAHAN FUNGSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI KAWASAN PANTURA

BAB VI OPTIMALISASI PENGENDALIAN PENTAAN RUANG DALAM RANGKA PERUBAHAN FUNGSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI KAWASAN PANTURA 6-1 BAB VI OPTIMALISASI PENGENDALIAN PENTAAN RUANG DALAM RANGKA PERUBAHAN FUNGSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI KAWASAN PANTURA Kecenderungan dan pola spasial alih fungsi lahan sawah yang telah terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

Lebih terperinci

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1 APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di suatu wilayah mengalami peningkatan setiap tahunnya yang dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari kelahiran-kematian, migrasi dan urbanisasi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan penduduk kota yang sangat pesat selama beberapa dekade terakhir, baik secara alamiah maupun akibat urbanisasi, telah menyebabkan meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Hasalah

1.1 Latar Belakang Hasalah 1.1 Latar Belakang Hasalah Pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh hampir semua negara disertai dengan perubahan struktur produksi yaitu menurunnya pangsa sektor pertanian dan meningkatnya pangsa sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting di dalam pembangunan nasional karena sektor ini memanfaatkan sumber daya alam dan manusia yang sangat besar (Soekartawi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap dan tindakan mereka sendiri. Penulis melakukan penelitian studi komparatif sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : IRMA NURYANI L2D 001 436 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto... II-2 Tabel 2.2 Jenis Kebencanaan dan Sebarannya... II-7 Tabel 2.3 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2012...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa pembangunan adalah sesuatu yang bersahabat, pembangunan seharusnya merupakan proses yang memfasilitasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, pemukiman semakin lama membutuhkan lahan yang semakin luas. Terjadi persaingan yang kuat di pusat kota,

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses pembangunan di Indonesia terus bergulir dan ekspansi pemanfaatan ruang terus berlanjut. Sejalan dengan ini maka pengembangan lahan terus terjadi dan akan berhadapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konversi Lahan Pengertian konversi lahan menurut beberapa ahli dan peneliti sebelumnya diantaranya Sanggono (1993) berpendapat bahwa Konversi lahan adalah perubahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (PEPD) maka ada 3 (tiga) komponen yang memajukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan penduduk ditinjau dari segi kuantitatif maupun kualitatif dapat dikategorikan sangat tinggi. Pertumbuhan tersebut akan menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu bahwa bumi dan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi dapat menjadi masalah yang cukup serius bagi kita apabila pemerintah tidak dapat mengatur

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkaji permasalahan tentang fungsi lahan sawah terkait erat dengan mengkaji masalah pangan, khususnya beras. Hal ini berpijak dari fakta bahwa suatu komunitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan ruang darat yang dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia memanfaatkan lahan dalam wujud penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

MODEL DINAMIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN BERDASARKAN PERKEMBANGAN GUNA LAHAN (STUDI KASUS KOTA SEMARANG) TUGAS AKHIR

MODEL DINAMIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN BERDASARKAN PERKEMBANGAN GUNA LAHAN (STUDI KASUS KOTA SEMARANG) TUGAS AKHIR MODEL DINAMIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN BERDASARKAN PERKEMBANGAN GUNA LAHAN (STUDI KASUS KOTA SEMARANG) TUGAS AKHIR Oleh: Moch. Yusup L2D003359 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota sangat erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang banyak dan berkualitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang menjadi kutub pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan didukung oleh ketersediaan infrastruktur dan sumber daya lokal, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal BUKU 2 Manual Penyusunan RP4D Kabupaten Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal bagi penyusun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian adalah suatu usaha untuk menghimpun pabrik-pabrik alami biologis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian adalah suatu usaha untuk menghimpun pabrik-pabrik alami biologis Persepsi petani terhadap jenis pekerjaan yang akan dipilih, pasca alih fungsi lahan (kasus di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar) Oleh : Dinar Ria Anantasari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perjalanan waktu, kota akan mengalami perkembangan sebagai akibat dari pertambahan penduduk, perubahan sosial-ekonomi dan budayanya serta interaksinya

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci