BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan banyak naskah Jawa Kuno diselamatkan ke Bali. Di Jawa, pusat-pusat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan banyak naskah Jawa Kuno diselamatkan ke Bali. Di Jawa, pusat-pusat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedatangan agama Islam di Pulau Jawa dan runtuhnya kerajaan Majapahit mengakibatkan banyak naskah Jawa Kuno diselamatkan ke Bali. Di Jawa, pusat-pusat yang dahulu termasyhur dengan aktivitas kesusastraan Jawa Kuna, kini tidak berkembang lagi. Suasana khas yang diperlukan untuk menumbuhsuburkan karya sastra Jawa Kuna pada masa itu dan agama Hindu yang dahulu mengilhami sejumlah besar karya sastra Jawa Kuno telah lenyap. Bali disebutkan menjadi benteng terakhir atas kehidupan kesusastraan Jawa Kuno sampai sekarang (Zoetmulder, 1985:24--27). Istana-istana di Bali tetap merupakan penjaga setia kesusastraan Jawa Kuno. Di kalangan brahmana dan istana, karya-karya sastra Jawa Kuno tetap dibaca, dipelajari, dan disalin kembali atau karya-karya baru diciptakan. Masyarakat Bali terus mengembangkan sastra Jawa Kuno, khususnya kakawin, dan kegiatan olah sastra tersebut mencapai puncaknya pada masa kerajaan Gelgel, abad XVI, pada saat pemerintahan Dalem Waturenggong. Pada masa itu, tampil pujangga-pujangga besar, seperti Danghyang Nirartha dan Ki Gusti Dauh Bale Agung (Creese dalam Suarka, dkk., 2005:1). Tradisi sastra Jawa Kuno (Kawi) tersebut berlanjut terus pada masa kerajaan Klungkung, abad XVIII-XIX, terutama pada masa pemerintahan Dewa Agung Istri Kanya. Abad XIX muncul pengarang besar Bali, yaitu Ida Pedanda Ngurah dari Geria Gede Blayu Marga Tabanan, dengan empat buah mahakaryanya, yaitu: Kakawin Surantaka, Geguritan Yadñeng Ukir, Kakawin Gunung Kawi, dan Kidung Bhuwana Winasa (Palguna dalam Geria, 2012:4).

2 Abad XX di Bali muncul dua orang pengarang besar Bali bernama Ida Pedanda Made Sidemen dari Geria Delod Pasar Intaran Sanur dan I Gusti Ngurah Made Agung (Cokorda Mantuk Ring Rana). Ada sejumlah karya Ida Pedanda Made Sidemen antara lain Siwagama (prosa), Kakawin Candra Bhairawa, Kakawin Cayadijaya, Kakawin Singhalangghyala, Kakawin Kalpha Sanghara, Kidung Pisacarana, Kidung Rangsang, dan Geguritan Salampah Laku (Agastia, 1994:V). Sedangkan karya-karya dari I Gusti Ngurah Made Agung (Cokorda Mantuk Ring Rana) yaitu Geguritan Nengah Jimbaran, Geguritan Dharma Sasana, Geguritan Niti Raja Sasana, Geguritan Hredaya Sastra, Kidung Loda, Kakawin Atlas, dan Geguritan Purwa Sanghara (Agastia, 2012:1). Di samping itu, juga gubahan pada abad XX yaitu Kakawin Gajah Mada yang pernah diteliti oleh Partini Sarjono Pradotokusumo (1986). Dalam penelitiannya disebutkan, pemilik naskah itu bernama Cokorda Agung Suyasa dari Puri Saren Kauh Ubud. Kakawin karya dari Made Degung yaitu Kakawin Nilacandra (1993) dan Kakawin Eka Dasa Siwa (1998) (Beratha, 2006:277). Kakawin Gubahan Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, M.O.H., P.F.K., Sp. Erg., yaitu Kakawin Universitas Udayana/ Udayana Mahawidya (1994), Kakawin Bali Dwipa (1995), Kakawin Sanghyang Kala-Kali (1996), Kakawin Bali Sabha Lango (1997) diterbitkan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali tahun 2002, Kakawin Rāja Patni Mokta (1998). 1 Dari kakawin abad XX seperti tersebut di atas, salah satunya dijadikan objek dalam penelitian ini, yaitu Kakawin Rāja Patni Mokta yang selanjutnya disebut dengan KRPM. Kakawin ini digubah oleh Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, M.O.H., P.F.K., Sp. Erg., dari Banjar Selat Peken, Kecamatan Susut Kabupaten Bangli. Karya-karya Prof. Dr. 1 Wawancara dengan Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, M.O.H., P.F.K., Sp. Erg., Rabu, 19 September 2012.

3 dr. I Nyoman Adiputra, M.O.H., P.F.K., Sp. Erg., sangat berkualitas, meskipun ada beberapa yang salah tulis namun tidaklah fatal. Hal ini menurut Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, M.O.H., P.F.K., Sp. Erg., adalah karena keterbatasannya sebagai manusia dan bukan seorang tamatan Jawa Kuno melainkan seorang dokter 2. Kecintaannya terhadap bahasa Jawa Kuno inilah patut mendapatkan apresiasi sehingga karya-karya Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, M.O.H., P.F.K., Sp. Erg., banyak dijadikan bahan kajian ilmiah oleh mahasiswa-mahasiswa Jawa Kuno. Pengarang dalam KRPM menyebutkan nama tokoh utama yaitu Sang Dyah Dewi Siti Marum seorang wanita bangsawan yang cantik istri dari Raja Sunantara. Kata Siti yang berasal dari kata Ksiti artinya bumi, tanah, negeri, (Zoetmulder, 2011:524) menjadi simbol kemuliaan seorang istri raja. KRPM memunculkan nama tokoh Siti sebagai perwujudan perempuan yang santun. Tradisi Jawa menganggap setiap anak yang bernama Siti diharapkan menjadi anak yang berbudi baik. Di dalam tradisi Jawa Kuno, nama-nama tokoh sering dijumpai bernama Ksiti contoh Ksiti Sundari. Ksiti maupun Siti keduanya berarti sama, hanya saja dibedakan periodisasinya. Ada anggapan, Siti merupakan nama pemeluk Muslim, sementara Ksiti merupakan nama pemeluk Hindu. Keunggulan KRPM yaitu satu-satunya karya yang berani memunculkan nama Siti. Jika dilihat di keseluruhan teks, Sang Dyah Dewi Siti Marum merupakan kelahiran Jawa dan besar dengan tradisi Jawa. Sang Dyah Dewi Siti Marum juga digambarkan menjadi perempuan yang sangat santun, soleha, dan berbudi pekerti luhur. Kesantunan inilah yang membuat Sang Raja Sunantara sedih dan mengalami penderitaan ketika Sang Dyah Dewi Siti Marum meninggal. Kemuliaan Sang Dyah Dewi Siti Marum membuat pengarang menyebutnya 2 Wawancara dengan Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, M.O.H., P.F.K., Sp. Erg., Rabu, 19 September 2012.

4 dengan dua puluh sembilan (29) nama lain. Adapun nama lain tersebut, yaitu: (1) Sang Kuwaśeng Jagat artinya sang penguasa di dunia (sang artinya seorang, sang (Zoetmulder, 2011:1018); kuwaśeng berasal dari kata waśa artinya kekuasaan, kekuatan, pemerintahan (Zoetmulder, 2011:1397). Kata waśa mengalami afiksasi, yaitu mendapat tambahan prefiks (ka-) dan infiks (-um-) menjadi kata kumawaśa. Konsonan m dan vokal a pada kata kumawaśa luluh sehingga terbentuk kata kuwaśa. Kata kuwaśa mendapat sufiks (i) + (ng), terjadi persandian suara vokal a dan sufiks i menjadi e sehingga terbentuklah kata kuwaśeng penguasa. Sedangkan kata jagat artinya dunia (Zoetmulder, 2011:404)); (2) Nareśwari artinya permaisuri (Zoetmulder, 2011:693); (3) Ibu artinya ibu (Zoetmulder, 2011:376); (4) Sang Dewi artinya seorang dewi atau seorang ratu (sang artinya seorang, sang (Zoetmulder, 2011:1018) dan Dewi artinya dewi, ratu, putri, wanita (Zoetmulder, 2011:216)); (5) Śrī nātha artinya istri raja (Śrī artinya kilau, sinar, kecantikan, nasib baik, kemakmuran, kekayaan, kesuburan; cahaya kekuasaan (śakti) yang melekat yang menjadi sifat raja. Śri sebagai esensi kecantikan atau śakti kerajaan sering dipersonifikasikan (dewi kesuburan, dewi kecantikan yang khas, dewi istana (Zoetmulder, 2011:1123), dan nātha artinya 1. pelindung, penjaga dan 2. raja, pangeran dan penguasa (Zoetmulder, 2011:693)); (6) Dewi artinya dewi, ratu, putri, wanita (Zoetmulder, 2011:216); (7) Prameśwari artinya istri utama raja, permaisuri (Zoetmulder, 2011:769); (8) Nara duhitā artinya seorang perempuan (nara artinya orang laki-laki, laki-laki, jantan, orang, diri (Zoetmulder, 2011:691) dan duhitā artinya anak perempuan (Zoetmulder, 2011:232)); (9) sang dewya artinya seorang dewi atau ratu (sang artinya seorang, sang (Zoetmulder, 2011:1018) dan kata dewya berasal dari kata (dewi + a). Terjadi persandian antara suara vokal (i + a = ya) sehingga terbentuk kata

5 dewya. Kata dewi artinya dewi, ratu, putri, wanita (Zoetmulder, 2011:216)); (10) Duhitā ratu artinya raja perempuan (duhitā artinya anak perempuan (Zoetmulder, 2011:232) dan ratu artinya raja, ratu (Zoetmulder, 2011:931)); (11) Śrī Supadmi artinya permaisuri yang baik dan cantik (Śrī artinya kilau, sinar, kecantikan, nasib baik, kemakmuran, kekayaan, kesuburan; cahaya kekuasaan (śakti) yang melekat yang menjadi sifat raja. Śri sebagai esensi kecantikan atau śakti kerajaan sering dipersonifikasikan (dewi kesuburan, dewi kecantikan yang khas, dewi istana (Zoetmulder, 2011:1123) dan kata Supadmi berasal dari kata su + padmi. Awalan su artinya baik amat, sangat (Nala Antara, 2008:682) dan padmi artinya permaisuri (Alwi, 2005:809)); (12) Narāryeng dewi artinya seorang ratu atau dewi yang dihormati (Narāryeng berasal dari kata nara + arya + i + ng, terjadi persadian suara vokal (a+a = ā) dan (a+i = e) sehingga terbentuk kata Narāryeng. Arti dari kata nara yaitu orang laki-laki, laki-laki, jantan, orang, diri (Zoetmulder, 2011:691), kata arya artinya terhormat, terpandang, mulia, ningrat (Zoetmulder, 2011:65), dan kata dewi artinya dewi, ratu, putri, wanita (Zoetmulder, 2011:216)); (13) Sang Sudewi artinya seorang dewi atau ratu yang baik (sang artinya seorang, sang (Zoetmulder, 2011:1018) dan kata sudewi berasal dari kata (su + dewi). Awalan (su-) artinya baik amat, sangat (Nala Antara, 2008:682) dan dewi artinya dewi, ratu, putri, wanita (Zoetmulder, 2011:216)); (14) Nareśwara padmi artinya permaisuri raja (Nareśwara artinya raja orang-orang, raja (Zoetmulder, 2011:692) dan padmi artinya permaisuri (Alwi, 2005:809)); (15) Nareśwari Dewi Marum artinya permaisuri yang cantik atau ratu yang cantik (Nareśwari artinya permaisuri (Zoetmulder, 2011:693, dewi artinya dewi, ratu, putri, wanita (Zoetmulder, 2011:216), marum artinya indah, cantik, menarik, luwes, halus, manis, harum)); (16) Nareduhitā artinya seorang

6 perempuan (nareduhita berasal dari kata nara + i + duhitā, terjadi persandian suara vokal (a + i = e) sehingga terbentuklah kata nareduhitā. Nara artinya orang laki-laki, laki-laki, jantan, orang, diri (Zoetmulder, 2011:691) dan duhitā artinya anak perempuan (Zoetmulder, 2011:232)); (17) Nara sudewi artinya seorang dewi atau ratu yang cantik (Nara artinya orang laki-laki, laki-laki, jantan, orang, diri (Zoetmulder, 2011:691) dan kata sudewi berasal dari kata (su- + dewi). Awalan (su-) artinya baik amat, sangat (Nala Antara, 2008:682) dan dewi artinya dewi, ratu, putri, wanita (Zoetmulder, 2011:216)); (18) Ratna Kasih artinya permata kesayangan (Ratna artinya permata (Zoetmulder, 2011:930) dan Kasih artinya cinta kasih, kemurahan hati, kekasih, orang yang dicintai, kesayangan (Zoetmulder, 2011:68)); (19) Sang nṛpa duhitā artinya seorang raja perempuan (sang artinya seorang, sang (Zoetmulder, 2011:1018), nṛpa artinya pelindung orang, pangeran, raja, yang berkuasa (Zoetmulder, 2011:709), dan duhitā artinya anak perempuan (Zoetmulder, 2011:232)); (20) Nara ḍatu artinya seorang ratu (Nara artinya orang laki-laki, laki-laki, jantan, orang, diri (Zoetmulder, 2011:691) dan kata ḍatu sama dengan kata ratu raja, ratu (Zoetmulder, 2011:204;931)); (21) Padmi Duhita artinya seorang permaisuri (padmi artinya permaisuri (Alwi, 2005:809) dan duhitā artinya anak perempuan (Zoetmulder, 2011:232)); (22) Yayi artinya dinda (Zoetmulder, 2011:1492); (23) Ratna Sudewi artinya permata atau Dewi yang baik dan cantik (Ratna permata (Zoetmulder, 2011:930) dan kata sudewi berasal dari kata (su + dewi). Awalan (su-) artinya baik amat, sangat (Nala Antara, 2008:682) dan dewi artinya dewi, ratu, putri, wanita (Zoetmulder, 2011:216)); (24) Sang Narārya duhitā artinya seorang perempuan terhormat (sang artinya seorang, sang (Zoetmulder, 2011:1018), kata Narārya berasal dari kata (nara + arya), terjadi persadian suara vokal (a + a = ā) sehingga terbentuk kata

7 narārya. Arti dari kata nara yaitu orang laki-laki, laki-laki, jantan, orang, diri (Zoetmulder, 2011:691), kata arya artinya terhormat, terpandang, mulia, ningrat (Zoetmulder, 2011:65), dan kata duhitā artinya anak perempuan (Zoetmulder, 2011:232)); (25) Narārya duhitā artinya perempuan terhormat (kata Narārya berasal dari kata (nara + arya), terjadi persadian suara vokal (a + a = ā) sehingga terbentuk kata narārya. Arti dari kata nara yaitu orang laki-laki, laki-laki, jantan, orang, diri (Zoetmulder, 2011:691), kata arya yaitu terhormat, terpandang, mulia, ningrat (Zoetmulder, 2011:65)); dan kata duhitā artinya anak perempuan (Zoetmulder, 2011:232)); (26) Sang Dyah artinya Seorang wanita dari kelahiran bangsawan (sang artinya seorang, sang (Zoetmulder, 2011:1018) dan Dyah artinya pria atau wanita muda dari kelahiran bangsawan (Zoetmulder, 2011:245)); (27) Sang Mottama Wanita artinya Seorang wanita yang utama (sang artinya seorang, sang (Zoetmulder, 2011:1018), kata mottama berasal dari kata (ma + uttama), terjadi persandian suara vokal (a + u = o) sehingga terbentuk kata mottama. Kata uttama artinya yang paling tinggi, tertinggi, kepala, pokok, baku, paling baik, ulung, unggul, utama (Zoetmulder, 2011:245). Wanita artinya perempuan, wanita, isteri (Zoetmulder, 2011:1383)); (28) Dewi Patni artinya ratu atau istri (dewi artinya dewi, ratu, putri, wanita (Zoetmulder, 2011:216) dan patni artinya istri, nyonya (rumah) (Zoetmulder, 2011:796)); (29) Śrī Nareswari artinya permaisuri yang cantik (Śrī artinya kilau, sinar, kecantikan, nasib baik, kemakmuran, kekayaan, kesuburan; cahaya kekuasaan (śakti) yang melekat yang menjadi sifat raja. Śrī sebagai esensi kecantikan atau śakti kerajaan sering dipersonifikasikan (dewi kesuburan, dewi kecantikan yang khas, dewi istana) (Zoetmulder, 2011:1123) dan Nareśwari artinya permaisuri (Zoetmulder, 2011:693)).

8 Dari nama-nama di atas tidak ada menunjukkan kesinoniman kata, atas nama yang sebenarnya, sehingga alasan pengarang menyebut nama tokoh utama perempuan dengan banyak sebutan. Tujuannya, untuk menyesuaikan penempatan guru laghu dengan kedudukan wirama sehingga nama-nama yang berbeda itu sebagai abhiseka atau gelar yang sengaja diberikan oleh pengarang untuk menghormati tokoh dan ketokohan tokoh utama dalam hubungannya dengan kehidupan sosial, budaya, dan tata kerajaan. Inilah hal yang menarik untuk diteliti, sebab tokoh utama ini telah memberikan inspirasi yang panjang dan luas kepada pengarang dalam menghormati tokoh utama. Pengarang pun dalam catatan teks tidak dapat menentukan kesejajaran nama tokoh utama. Dari catatan penulis dan informasi dari pengarang, maka dalam analisis tentang nama dan gelar tokoh utama digunakan Sang Dyah Dewi Siti Marum. Tokoh laki-laki sebagai suami Sang Dyah Dewi Siti Marum juga memiliki nama lain dalam teks KRPM, yaitu: (1) priya artinya (orang) yang dicintai, kekasih, kesayangan (Zoetmulder, 2011:865); (2) Nara ḍatu artinya raja laki-laki (berasal dari kata nara artinya orang laki-laki, laki-laki, jantan, orang, diri (Zoetmulder, 2011:691) dan kata ḍatu sama dengan kata ratu raja, ratu (Zoetmulder, 2011:204;931)); (3) nātha Sunantara artinya raja Sunantara (nātha artinya 1. pelindung, penjaga dan 2. raja, pangeran dan penguasa (Zoetmulder, 2011:693), sedangkan kata Sunantara sendiri kemungkinan terinspirasi dari cerita Tamtam yang memuat kata Sunantara. Setelah dibaca keseluruhan teks KRPM ternyata kata Sunantara berasal dari kata Sunyantara yang berarti orang yang memahami dan melaksanakan ajaran kesunyian (Zoetmulder, 2011:1147;41); (4) Sang Nātheng Bumi artinya seorang raja di dunia (sang artinya seorang, sang (Zoetmulder, 2011:1018), nātheng berasal dari kata (nātha + i + ng),

9 terjadi persandian antara suara vokal (a + i = e) sehingga terbentuklah kata nātheng. Kata nātha artinya 1. pelindung, penjaga dan 2. raja, pangeran dan penguasa (Zoetmulder, 2011:693), sedangkan kata bumi artinya bumi, dunia, tanah, daratan, negeri, dasar, alas (Zoetmulder, 2011:141)); (5) laki artinya jenis laki-laki; laki, suami (Zoetmulder, 2011:558); (6) nṛpa artinya pelindung orang, pangeran, raja, yang berkuasa (Zoetmulder, 2011:709); (7) bapa artinya ayah, bapa(k) (Zoetmulder, 2011:108); (8) Jagatnātha artinya raja dunia (Zoetmulder, 2011:405); (9) nātha artinya 1. pelindung, penjaga dan 2. raja, pangeran dan penguasa (Zoetmulder, 2011:693); (10) sang nṛpati artinya seorang raja atau sang raja (sang artinya seorang, sang (Zoetmulder, 2011:1018) dan nṛpati artinya raja orang-orang, pangeran, raja, yang berkuasa (Zoetmulder, 2011:710)); (11) Prabu bumi artinya raja dunia (Prabu artinya raja (Zoetmulder, 2011:834) dan bumi artinya bumi, dunia, tanah, daratan, negeri, dasar, alas (Zoetmulder, 2011:141)); (12) narottama nusantara artinya orang utama nusantara (kata narottama berasal dari kata (nara + uttama), terjadi persandian antara suara vokal (a + u = o) sehingga terbentuklah kata narottama. Kata nara artinya orang laki-laki, laki-laki, jantan, orang, diri (Zoetmulder, 2011:691) dan uttama artinya yang paling tinggi, tertinggi, kepala, pokok, baku, paling baik, ulung, unggul, utama (Zoetmulder, 2011:1355). Sedangkan kata nusantara artinya sebutan (nama) bagi seluruh wilayah kepulauan Indonesia (Alwi, 2005:789)); (13) sang nara uttama artinya seorang yang utama (sang artinya seorang, sang (Zoetmulder, 2011:1018), nara artinya orang lakilaki, laki-laki, jantan, orang, diri (Zoetmulder, 2011:691) dan uttama artinya yang paling tinggi, tertinggi, kepala, pokok, baku, paling baik, ulung, unggul, utama (Zoetmulder, 2011:1355)); (14) rāja artinya raja, yang berkuasa, pemimpin (Zoetmulder, 2011:904);

10 (15) sang narottama artinya seorang yang utama (sang artinya seorang, sang (Zoetmulder, 2011:1018), kata narottama berasal dari kata (nara + uttama) dan terjadi persandian antara suara vokal (a + u = o) sehingga terbentuklah kata narottama. Kata nara artinya orang laki-laki, laki-laki, jantan, orang, diri (Zoetmulder, 2011:691) dan uttama artinya yang paling tinggi, tertinggi, kepala, pokok, baku, paling baik, ulung, unggul, utama (Zoetmulder, 2011:1355)). Dari catatan penulis dan informasi dari pengarang, maka dalam analisis tentang nama dan gelar tokoh laki-laki digunakan Raja Sunantara. Keseluruhan isi cerita mengisahkan mangkatnya permaisuri yang dalam teks KRPM bernama Sang Dyah Dewi Siti Marum tahun 1996 Masehi berdasarkan Candra Sangkala (Wolu Eka Sanga Bumi). Tanda-tanda alam berupa bintang-bintang di langit bercahaya dan ada ekornya sebagai tanda penguasa di dunia menemukan ajalnya, sebelum disiarkan kabar kematian Sang Dyah Dewi Siti Marum. Kematian beliau membuat sedih sang raja, keluarga, dan seluruh masyarakat. Matahari bagaikan berhenti terbit dari wilayah puncak pegunungan, awan berbentuk manusia memenuhi angkasa sebagai pertanda bela sungkawa. Prosesi kematian dilaksanakan di tiga tempat, yaitu: di Istana Jakarta, di Kalitan dan di Mangadeg. Raja Sunantara merasa kehilangan, beliau meratap, memohon pada Tuhan agar Sang Dyah Dewi Siti Marum diberikan tempat yang layak. Sang Raja Sunantara juga memohon agar Sang Dyah Dewi Siti Marum senantiasa menjaganya dari atas sana. Harapan Sang Raja Sunantara agar Sang Dyah Dewi Siti Marum terus memberikan welas asih dalam perjalanannya, sisa dari usianya sehingga berhasil dalam tujuan. Kakawin KRPM juga menceritakan pujian Sang Raja Sunantara kepada Sang

11 Dyah Dewi Siti Marum tentang keunggulannya ketika masih hidup. Selain itu, berisi tentang uraian hal-hal yang dilakukan Sang Dyah Dewi Siti Marum ketika masih hidup dan upacara setelah kematian Sang Dyah Dewi Siti Marum yang dilaksanakan di Istana. Upacara diadakan pada hari pertama sampai dengan hari ketiga berturut-turut, sebulan lima hari, serta pada hari keseribu. Hal ini dilakukan sebagai bentuk puja bhakti atas jasajasa Sang Dyah Dewi Siti Marum yang telah mampu menyejahterakan kehidupan rakyat. Berdasarkan hal tersebut dan pemahaman penulis, dalam teks KRPM dominan membicarakan tentang puja bhakti kepada mendiang Sang Dyah Dewi Siti Marum sehingga menarik untuk diteliti dari segi wacana puja bhakti. Naskah KRPM didapatkan dari pengarangnya. Jarang dijumpai ada pengarang yang produktif menulis karya sastra tradisional seperti kakawin di zaman modern ini. Pengarang merupakan guru besar di Fakultas Kedokteran UNUD. Walaupun sastra (Kakawin) bukan bagian dari ilmu beliau, tetapi beliau sudah mulai mempelajari kakawin sejak kelas IV Sekolah Rakyat (SR). Tamat SR sudah menguasai Seronca, Wasantatilaka, Wirat, dan Sragdara. Kepiawaian pengarang dalam ilmu sastra disebabkan oleh lingkungan di desa tempat kelahirannya merupakan pusat kebudayaan dan sastra sehingga pengarang memiliki kemampuan dalam bidang seni dan sastra. Ini terbukti dari prestasi yang diperoleh dan karya-karya sastra yang ia ciptakan. 3 KRPM tercipta oleh pengarang karena terinspirasi dari meninggalnya Sang Dyah Dewi Siti Marum serta jasa-jasanya semasih hidup. Hal itu dilakukan oleh pengarang karena keinginannya untuk mendokumentasikan meninggalnya Sang Dyah Dewi Siti Marum sebagai bentuk puja bhakti kepada kerajaan. Sungguh bahagia dan bangga penulis atas kreativitas pengarang kakawin ini, sehingga penulis merasa tertarik meneliti 3 Wawancara dengan Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, M.O.H., P.F.K., Sp. Erg., Rabu, 19 September 2012.

12 KRPM sebagai bahan kajian, sekaligus sebagai penghargaan terhadap hasil ciptaannya dan berusaha menyebarluaskan kepada masyarakat agar karya sastra tradisional khususnya kakawin berkembang secara berkelanjutan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Bagaimanakah bentuk wacana puja bhakti dalam KRPM? 2) Bagaimanakah fungsi wacana puja bhakti dalam KRPM? 3) Bagaimanakah makna wacana puja bhakti dalam KRPM? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan tersebut diuraikan sebagai berikut Tujuan umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk ikut melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional. Selain itu, untuk memberikan penjelasan tentang wacana puja bhakti dalam KRPM. Dengan mengenal karya tersebut, diharapkan masyarakat akan mencintai peninggalan kebudayaan sehingga keberadaannya tetap terjaga dan diwariskan secara turun temurun Tujuan khusus Tujuan khusus berkaitan dengan masalah dalam penelitian. Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

13 1) Mengetahui bentuk wacana puja bhakti dalam KRPM. 2) Mengetahui fungsi wacana puja bhakti dalam KRPM. 3) Mengetahui makna wacana puja bhakti dalam KRPM. 1.4 Manfaat Penelitian Temuan yang dihasilkan penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis. Kedua manfaat penelitian itu dapat diuraikan sebagai berikut Manfaat teoretis Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat berguna, baik bagi peneliti, lembaga, dan masyarakat luas. Di samping itu, dapat memberikan kontribusi positif untuk mengembangkan penelitian dalam bidang sastra dan memberikan sumbangan acuan untuk dipakai pegangan dalam membuka wawasan tentang kakawin Manfaat praktis Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk membantu kebutuhan masyarakat mengenai informasi karya sastra Jawa Kuno, khususnya kakawin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan apresiasi pembaca dalam memahami karya sastra kakawin.

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam khazanah sastra Jawa Kuna (kawi) memang telah sejak lama memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan sastra Jawa Kuna yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka bersifat mutakhir yang memuat teori,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka bersifat mutakhir yang memuat teori, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian yang sistematik dan relevan dari fakta serta hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung nilai filsafat, agama, dan nilai kehidupan. Tutur adalah 'nasehat' atau 'bicara'. Kata perulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi syarat. Dilihat dari segi isinya, karya jenis tutur tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi syarat. Dilihat dari segi isinya, karya jenis tutur tidak kalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tutur merupakan salah satu jenis karya Sastra Jawa Kuno yang mengandung nilai filsafat, agama, dan nilai kehidupan. Menurut Soebadio (1985: 3), tutur merupakan pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sebagai milik bersama yang mencerminkan kedekatan antara karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. sastra sebagai milik bersama yang mencerminkan kedekatan antara karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babad merupakan salah satu karya sastra sejarah. Adanya tradisi karya sastra sebagai milik bersama yang mencerminkan kedekatan antara karya sastra dengan penyambutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai salah satu penyimpanan naskah-naskah kuna warisan nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai penyimpanan naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam bahasa Sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari gejolak dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Karena itu, sastra merupakan gambaran kehidupan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan karya sastra Bali khususnya kidung masih mendapat tempat di hati

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan karya sastra Bali khususnya kidung masih mendapat tempat di hati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan karya sastra Bali khususnya kidung masih mendapat tempat di hati masyarakat pencinta kesusastraan Bali, sehingga keberadaannya masih tetap hidup seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan karya sastra digunakan sebagai alat perekam. Hal yang direkam berupa

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan karya sastra digunakan sebagai alat perekam. Hal yang direkam berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Selama manusia masih hidup, karya sastra akan terus ada. Oleh pengarang, keberadaan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL)

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan Pura Tanah Lot (yang selanjutnya disingkat GPTL) merupakan geguritan yang memiliki keterkaitan isi tentang perjalanan suci pengemban dharma dari Ida Dang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan, serta tindakan-tindakan penting lainnya (Kanta dalam Suarka, 1989: 1).

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan, serta tindakan-tindakan penting lainnya (Kanta dalam Suarka, 1989: 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra di Bali masih berhubungan erat dengan masyarakat pendukungnya. Pada zaman kerajaan, sastra menjadi dasar dan cermin tindakan para raja dalam mengemban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih hidup dan berkembang cukup baik. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan para pengarang

Lebih terperinci

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama,

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama, IDG Windhu Sancaya Pura Besakih: Di antara Legenda dan Sejarah Penguasa Bali IDG Windhu Sancaya* Judul buku : Pura Besakih; Pura, Agama, dan Masyarakat Bali Penulis : David J. Stuart Fox Penerjemah: Ida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan tidak bosan-bosannya membaca, menerjemahkan, mengkaji, menghayati, menyalin dan menciptaklan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan berasal dari kata gurit yang berarti gubah, karang, sadur. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim Penyusun Kamus Bali-Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tersebut, selain untuk menghibur, juga untuk menyampaikan pesan

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tersebut, selain untuk menghibur, juga untuk menyampaikan pesan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan Bali terus mengalami perkembangan seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Segala aspek permasalahan dan persoalan yang sering dijumpai dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan akar dari kebudayaan nasional. Keberadaan karya sastra dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan akar dari kebudayaan nasional. Keberadaan karya sastra dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra Bali merupakan bagian dari kebudayaan daerah yang merupakan akar dari kebudayaan nasional. Keberadaan karya sastra dapat memperkaya warisan budaya bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum... 7

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum... 7 DAFTAR ISI SAMPUL DEPAN... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii PENETAPAN PANITIA UJIAN... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... xi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kakawin pada umumnya mengandung cerita dalam epos Ramayana dan Mahabharata yang menceritakan perjalanan tokoh dalam cerita tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN, MANFAAT PENELITIAN 1.1 Latar Belakang Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali Tradisional yang dibentuk oleh pupuh-pupuh. Setiap pupuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

Oleh: Hendra Santosa, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar. Menurut berita-berita Cina, pulau Bali dikenal dengan nama P oli.

Oleh: Hendra Santosa, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar. Menurut berita-berita Cina, pulau Bali dikenal dengan nama P oli. Alur Perkembangan Kebudayaan Bali III Oleh: Hendra Santosa, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar 3. P oli dari Berita-berita Cina a. Berita-berita Cina Tentang Bali Menurut berita-berita Cina, pulau Bali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya (Grebstein dalam Damono,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Putra (1986), dalam penelitian beliau yang berjudul "Aspek Sastra Dalam Babad Dalem Suatu Tinjauan Intertekstualitas", menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali Purwa (klasik) dan Sastra Bali Anyar (modern). Kesusastraan Bali Purwa adalah warisan sastra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai

I. PENDAHULUAN. suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah masyarakat yang terdiri atas masyarakatmasyarakat suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai satu bangsa atau nasion (nation),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dan sastra adalah cermin kebudayaan dan sebagai rekaman budaya yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran penting bahasa dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bali merupakan propinsiyang masyarakatnya menganut sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bali merupakan propinsiyang masyarakatnya menganut sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bali merupakan propinsiyang masyarakatnya menganut sistem kekerabatan berdasarkan prinsip purusa (patrilineal). Sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

KESENJANGAN SOSIAL PADA NASKAH DRAMA BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA

KESENJANGAN SOSIAL PADA NASKAH DRAMA BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA KESENJANGAN SOSIAL PADA NASKAH DRAMA BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA Pradistya Arifah Dwiarno Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar STKIP Modern Ngawi Email: pradistyaarifa@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

KAKAWIN BALI DWIPA ANALISIS KONVENSI DAN INOVASI. I Gusti Bagus Budastra. Program Studi Sastra Jawa Kuno Fakultas Sastra Universitas Udayana.

KAKAWIN BALI DWIPA ANALISIS KONVENSI DAN INOVASI. I Gusti Bagus Budastra. Program Studi Sastra Jawa Kuno Fakultas Sastra Universitas Udayana. 1 KAKAWIN BALI DWIPA ANALISIS KONVENSI DAN INOVASI I Gusti Bagus Budastra Program Studi Sastra Jawa Kuno Fakultas Sastra Universitas Udayana Abstract Kakawin is a literary work that is formed by wirama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berlangsung sepanjang hari dari zaman ke zaman (Semi, 2002:1). Menurut

I. PENDAHULUAN. yang berlangsung sepanjang hari dari zaman ke zaman (Semi, 2002:1). Menurut 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra menampilkan potret kehidupan manusia. Sastra lahir disebabkan dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan dirinya, menaruh minat terhadap masalah

Lebih terperinci

Minggu, 21 Januari 2018 ALLAH MENYESAL. Yunus 3:1-10 PERSIAPAN T A T A I B A D A H M I N G G U G K I K E B A Y O R A N B A R U 0

Minggu, 21 Januari 2018 ALLAH MENYESAL. Yunus 3:1-10 PERSIAPAN T A T A I B A D A H M I N G G U G K I K E B A Y O R A N B A R U 0 Minggu, 21 Januari 2018 ALLAH MENYESAL Yunus 3:1-10 PERSIAPAN T A T A I B A D A H M I N G G U G K I K E B A Y O R A N B A R U 0 a. Saat Teduh b. Sebelum ibadah dimulai, organis/pianis memainkan lagu-lagu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan masyarakat. Sastrawan memiliki peranan didalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan masyarakat. Sastrawan memiliki peranan didalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra pada hakikatnya cerminan dari kehidupan yang tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Sastrawan memiliki peranan didalam masyarakat yang mengambil pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai

BAB I PENDAHULUAN. antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah banyak ungkapan yang dilontarkan bertalian dengan hubungan antara sastra Bali dengan kebudayaan Bali, di antaranya: Sastra Bali sebagai aspek kebudayaan Bali,

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti

Lebih terperinci

INTERAKSI KEBUDAYAAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada dari beberapa etnik yang ada di Sumatra Utara yaitu etnik Karo atau kalak

BAB I PENDAHULUAN. berada dari beberapa etnik yang ada di Sumatra Utara yaitu etnik Karo atau kalak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia atau disebut dengan Nusantara adalah sebuah Negara yang terdiri dari banyak Pulau dan sebuah Bangsa yang memiliki berbagai kebudayaan etnik, agama,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE A. Kesimpulan Astana Gede Kawali adalah salah satu situs bersejarah yang terdapat di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan karya yang imajinatif, baik berupa lisan maupun tulisan. Fenomena yang terdapat di dalam karya sastra ini merupakan gambaran suatu budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lirik dan drama. Karya sastra yang termasuk ke dalam prosa antara lain

BAB I PENDAHULUAN. lirik dan drama. Karya sastra yang termasuk ke dalam prosa antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teori sastra modern membagi jenis sastra menjadi tiga, yaitu prosa, lirik dan drama. Karya sastra yang termasuk ke dalam prosa antara lain novel, cerita pendek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di tengah masyarakat dan merupakan sistem yang tidak terpisahkan. Kesenian yang hidup dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbahagialah kita bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris.

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parwa merupakan kesusastraan Jawa Kuna yang berbentuk prosa liris. Parwa berarti bagian buku/cerita (Mardiwarsito, 1986:410). Parwa juga dikatakan sebagai bagian dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan menjadi pembicaraan yang sangat menarik. Terlebih lagi dengan

I. PENDAHULUAN. perempuan menjadi pembicaraan yang sangat menarik. Terlebih lagi dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Membicarakan masalah perempuan tidak ada habisnya, sejak dulu wacana tentang perempuan menjadi pembicaraan yang sangat menarik. Terlebih lagi dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

Kisah " Telaga Warna "

Kisah  Telaga Warna Kisah " Telaga Warna " Tokoh Drama: 1. Prabu Suwartalaya Bagaskara 2. Ratu Purbamanah Dewi Indah 3. Gilang Rukmini Dias Pratiwi 4. Penasehat Dias Pratiwi 5. Tukang Perhiasan Dias Pratiwi 6. Rakyat Bagaskara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. dasarkan bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. dasarkan bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarkan bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu masalah kasta atau wangsa merupakan permasalahan yang tak kunjung sirna pada beberapa kelompok masyarakat di Bali, khususnya di Denpasar. Pada zaman

Lebih terperinci

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM 0501215003 PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BALI JURUSAN SASTRA DAERAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2009 GEGURITAN

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013 Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN PESTA KESENIAN BALI KE-35 DI ART CENTRE, ARDHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) : SENI BUDAYA BALI Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali Oleh (Kelompok 3) : Dewa Made Tri Juniartha 201306011 Ni Wayan Eka Putri Suantari 201306012 I Gusti Nyoman Arya Sanjaya 201306013 Dicky Aditya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam berekspresi dapat diwujudkan dengan berbagai macam cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan sebuah karya sastra baik

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG, MASALAH, TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN. Drama Bali modern merupakan salah satu genre Kesusastraan Bali Anyar.

BAB I LATAR BELAKANG, MASALAH, TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN. Drama Bali modern merupakan salah satu genre Kesusastraan Bali Anyar. BAB I LATAR BELAKANG, MASALAH, TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1.1 Latar Belakang Drama Bali modern merupakan salah satu genre Kesusastraan Bali Anyar. Drama mempunyai keunikan di antara genre sastra yang

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju dan modern di kawasan Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang tertuang dalam bentuk naskah sejak abad IX 1. Berkaitan dengan tulisan dalam bentuk naskah, Saputra

Lebih terperinci

2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA

2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Cirebon sejak lama telah mendapat julukan sebagai Kota Wali. Julukan Kota Wali disebabkan oleh kehidupan masyarakatnya yang religius dan sejarah berdirinya

Lebih terperinci

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi Oleh: Nyoman Tri Ratih Aryaputri Mahasiswa Program Studi Seni Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar Email: triratiharyaputri3105@gmail.com

Lebih terperinci

Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater : Clifford Geertz : Isnan Amaludin : 08/275209/PSA/1973

Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater : Clifford Geertz : Isnan Amaludin : 08/275209/PSA/1973 Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater Penulis : Clifford Geertz Oleh : Isnan Amaludin NIM : 08/275209/PSA/1973 Prodi : S2 Sejarah Geertz sepertinya tertarik pada Bali karena menjadi suaka

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... SAMPUL DEPAN... SAMPUL DALAM... LEMBAR PRASYARAT GELAR... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN... PERSYARATAN KEASLIAN...

DAFTAR ISI... SAMPUL DEPAN... SAMPUL DALAM... LEMBAR PRASYARAT GELAR... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN... PERSYARATAN KEASLIAN... 2 DAFTAR ISI SAMPUL DEPAN... SAMPUL DALAM... i ii LEMBAR PRASYARAT GELAR... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN... PERSYARATAN KEASLIAN... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... iii iv v vi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Juita, 2014 konsep hidup rahayu dalam kidung rahayu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Juita, 2014 konsep hidup rahayu dalam kidung rahayu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kidung merupakan teks lagu mantra yang dinyanyikan atau syair yang dinyanyikan yang populer di masyarakat, khususnya masyarakat Jawa. Kidung ini sangat populer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki beragam adat dan budaya daerah yang masih terjaga kelestariannya. Bali adalah salah satu provinsi yang kental adat dan budayanya.

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA PRASI DEWI SARASWATI IDA AYU KADE SRI SUKMADEWI, S.SN.,M.ERG

DESKRIPSI KARYA PRASI DEWI SARASWATI IDA AYU KADE SRI SUKMADEWI, S.SN.,M.ERG DESKRIPSI KARYA PRASI DEWI SARASWATI IDA AYU KADE SRI SUKMADEWI, S.SN.,M.ERG. 197207191997032001 PROGRAM STUDI DESAIN FASHION FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) DENPASAR 2013 1

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Dewi Sita PENCIPTA : Ni Ketut Rini Astuti, S.Sn.,M.Sn PAMERAN PAMERAN SENI RUPA Kolaborasi antara FSRD ISI Denpasar dan ALVA (Architecture, Landscape,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi yang memiliki unsur estetis dan dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Karya sastra sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau sering disebut kebudayaan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Permukaan Bulan. Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Permukaan Bulan. Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Gambar 1.1 Permukaan Bulan Bulan merupakan satu-satunya satelit alam yang dimiliki bumi. Kemunculan bulan saat malam hari, membuat malam menjadi

Lebih terperinci

Cinta dan Seksualitas dalam Dunia Kakawin. IDG Windhu Sancaya*

Cinta dan Seksualitas dalam Dunia Kakawin. IDG Windhu Sancaya* Cinta dan Seksualitas dalam Dunia Kakawin IDG Windhu Sancaya* Judul Buku: Perempuan dalam Dunia Kakawin, Perkawinan dan Seksualitas di Istana Indic Jawa dan Bali Penulis : Helen Creese Penerjemah: Ida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

ABSTRAK GEGURITAN MASAN RODI ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI

ABSTRAK GEGURITAN MASAN RODI ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI ABSTRAK GEGURITAN MASAN RODI ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI Penelitian terhadap Geguritan Masan Rodi ini membahas tentang analisis struktur dan fungsi. Analisis ini mempunyai tujuan untuk mengungkapkan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nasional menuntut adanya sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nasional menuntut adanya sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan, yaitu sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulis. Komunikasi dengan menggunakan bahasa lisan maupun bahasa

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. lain. Keluarga adalah lingkungan interaksi manusia yang pertama. Keluarga

Bab 1. Pendahuluan. lain. Keluarga adalah lingkungan interaksi manusia yang pertama. Keluarga Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam menjalani kehidupannya manusia selalu membutuhkan interaksi dengan orang lain. Keluarga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR : 385 TAHUN : 1992 SERI: D NO. 379 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR : 385 TAHUN : 1992 SERI: D NO. 379 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI Menimbang : a. LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR : 385 TAHUN : 1992 SERI: D NO. 379 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1992 T E N T A N G BAHASA, AKSARA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara pengantin merupakan kejadian yang sangat penting bagi kehidupan idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

KINERJA DAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL BERBINTANG DI KAWASAN PARIWISATA UBUD BALI

KINERJA DAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL BERBINTANG DI KAWASAN PARIWISATA UBUD BALI KINERJA DAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL BERBINTANG DI KAWASAN PARIWISATA UBUD BALI Tesis untuk memperoleh gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci