Kebijakan Pelestarian Bangunan Cagar Budaya sebagai Identitas Kota Makassar
|
|
- Devi Sasmita
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TEMU ILMIAH IPLI 06 Kebijakan Pelestarian angunan Cagar udaya sebagai Identitas Kota Satriani (), Muh Alief Rusli Putra (), Nurwahidah (), Fadhil Surur () () Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin. () Laboratorium Keahlian Perencanaan Tata Ruang Pesisir dan Kepulauan, Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin. Abstrak Kota menyimpan nilai-nilai sejarah dan kearifan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai wisata sejarah. Perkembangan perkotaan yang berdampak pada kebutuhan ruang terus mengekspansi dan merubah pola spasial kota. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi keberadaan bangunan bersejarah sebagai identitas Kota di masa lalu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik cagar budaya dengan menggunakan metode skoring dan pendekatan spasial, menentukan hirarki kawasan cagar budaya dengan menggunakan penentuan kelas interval dan menetukan arahan penanganan cagar budaya menggunakan metode deksriptif kualitatif. Hasil analisis diperoleh bangunan yang memiliki nilai ideal yakni Gedung MULO, Fort Rotterdam, Museum Kota, Gereja Katolik Katedral dan Gereja Protestan Immanuel. Kawasan prioritas penanganan diarahkan pada kawasan pecinan dengan unit bangunan cagar budaya berupa Klenteng Xiang Ma, Klenteng Ma Tjo Poh dan Gedung Kesenian yang memiliki keaslian bangunan fisik dan arsitektur khas sebagai pembentuk citra kawasan. Arahan pelestarian terdiri atas rekontruksi pada bangunan golongan C dan konservasi pada golongan A, dan C. Hasil penelitian diharapkan memberikan alternatif kebijakan kepada pihak pemerintah dalam upaya pelestarian cagar budaya sebagai modal awal dalam pengembangan wisata sejarah di Kota. Kata-kunci : cagar budaya, pelestarian, wisata Pendahuluan Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan /atau kebudayaan melalui proses penetapan (UU No Tahun 00). Pelestarian terhadap bangunan bersejarah dapat didefinisikan sebagai suatu upaya memelihara dan melindungi suatu peninggalan bersejarah baik berupa artefak, bangunan, kota maupun kawasan bersejarah lainnya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkannya sesuai dengan fungsi lama atau menerapkan fungsi yang baru untuk membiayai kelangsungan eksistensinya (Akbar dan Wijaya, 008). Kawasan bersejarah di Kota menyimpan nilai-nilai sejarah dan kearifan lokal sejak awal berkembangnya Kerajaan Gowa Tallo seperti kawasan Pecinan, enteng Rotterdam, Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Gedung Mulo dan sebagainya. angunan tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai wisata sejarah dan identitas kota. Perkembangan perkotaan telah merubah pola spasial kota yang telah lama terbentuk, terutama di kawasan kota tua. Pengelolaan yang belum optimal serta fenomena alih fungsi bangunan dan lahan di perkotaan menjadikan peninggalan bersejarah tersebut tidak terpelihara dan bahkan beberapa telah dimusnahkan akibat kebutuhan ruang. Fenomena spasial yang terjadi akan terus mengancam eksistensi bangunan cagar budaya di Kota, sehingga perlu mengkaji alternatif kebijakan pelestarian terhadap bangunan cagar budaya. Prosiding Temu Ilmiah IPLI 06 C 0
2 Kebijakan Pelestarian angunan Cagar udaya sebagai Identitas Kota Penelitian merupakan upaya pelestarian terhadap kekayaan heritage building di Kota yang disajikan dalam informasi spasial menggunakan ArcGIS 0., sebagai langkah yang tepat untuk mengetahui prioritas pelestarian heritage building dan menjadi database informasi spasial terkait penyebaran bangunan cagar budaya. Informasi dan hasil analisis yang dibuat diharapkan memberikan alternatif kepada pemerintah dalam pelestarian bangunan cagar budaya untuk mempertahankan identitas Kota. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan yang digunakan meliputi obersevasi lapangan melalui pengamatan langsung, teknik wawancara kepada instansi terkait dan masyarakat sekitar, telaah pustaka untuk mendukung fakta yang diperoleh dan studi dokumentasi sebagai proses validasi data yang telah diperoleh. Metode Analisis Data. Analisis Karakteristik angunan Cagar udaya Karakteristik heritage building dianalisis dengan pendekatan deksriptif melalui pengamatan terhadap bangunan cagar budaya, yang dipadukan dengan kajian pustaka berdasarkan data dari UPTD alai Cagar udaya Kota. Selanjutnya data dianalisis dengan metode skoring (indikator pada Tabel ) dan pendekatan spasial berbasis GIS (Geographic Information Sys-tem). Tabel. Skoring Cagar udaya Kriteria Variabel Indikator Nilai Umur angunan Estetika dan Periodeisasi terhadap gaya kuno erumur < 50 tahun Kuno erumur > 50 tahun dan belum dicantumkan sebagai bangunan cagar budaya Kuno erumur > 50 tahun dan telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya Terwakili angunan yang tidak mewakili masa dan langgam tertentu Kriteria Variabel Indikator Nilai dan langgam bangunan Kejamakan Kelangkaan Peranan angunan Terhadap nilai sejarah Memperkuat Kawasan Terwakili Terwakili dilestarikan dilestarikan Dilestarikan Langka Langka angunan yang mewakili masa dan langgam tertentu < 50 tahun angunan yang mewakili masa dan langgam tertentu paling singkat 50 tahun angunan-bangunan yang tidak dilestarikan karena mewakili kelas atau jenis khusus bangunan yang cukup berperan angunan-bangunan dilestarikan tetapi tidak mewakili kelas atau jenis khusus bangunan yang cukup berperan angunan-bangunan yang dilestarikan tetapi tidak mewakili kelas atau jenis khusus bangunan yang cukup berperan Menggunakan salah satu gaya arsitektur yang masih dalam jumlah cukup banyak Menggunakan salah satu gaya arsitektur dalam jumlah cukup banyak namun tidak sama persis Langka Menggunakan gaya arsitektur yang tidak ditemukan pada bangunan lain berperan erperan erperan erperan Mempengar uhi Mempegaru hi Mempengar uhi erperan dalam cakupan lokal erperan dalam tingkat nasional angunan-bangunan dan bagian kota yang tidak mempengaruhi lingkungan sekitarnya angunan-bangunan dan bagian kota yang karena potensi dan keberadaannya tetapi tidak mempenagruhi serta sangat bermakna angunan-bangunan dan bagian kota yang karena potensi dan keberadaannya mempengaruhi serta sangat bermakna untuk meningkatkan citra sekitarnya Keaslian asli Mengalami perubahan dan cenderung berbeda secara fisik dengan keaslian bangunan asli Sebagian mengalami perubahan dan cenderung tidak berbeda dengan bangunan asli Asli mengalami perubahan Arsitektur memiliki corak bercorak Perpaduan corak C 0 Prosiding Temu Ilmiah IPLI 06
3 Kriteria Variabel Indikator Nilai Tabel. Tahap Perkembangan Kota Satriani bercorak ercorak Mewakili salah satu corak Landmark kuat ukan sebagai landmark dan ciri tidak menonjol. kuat Ciri bangunan dominan dan diulang pada bangunan sekitarnya Kuat Sebagai landmark kawasan Sumber : Almadani dan Gunawan, 0. Analisis Hirarki Prioritas Penanganan Cagar udaya Penentuan hirarki prioritas penanganan bangunan cagar budaya digunakan penentuan kelas interval pada kawasan yang memiliki nilai kriteria tertinggi berdasarkan nilai skoring bangunan cagar budaya yang ada di kawasan tersebut.. Analisis Deksriptif Penyusunan arahan pengembangan bangunan cagar budaya menggunakan analisis deskriptif berdasarkan kompilasi dari hasil analisis karakteristik dan analisis hirarki bangunan cagar budaya. erdasarkan arahan tersebut dapat diketahui upaya yang dilakukan untuk melestarikan atau mening-katkan nilai bangunan cagar budaya. Analisis dan Interpretasi Sejarah Perkembangan Kota Pengamatan sejarah perkembangan dan juga pertumbuhan kota dapat dilakukan dengan dilakukan dengan kajian diakronik Rahardjo (007) dalam Mansyur (00). Pertumbuhan kota dikaji berdasarkan tahap-tahap perkembangan sebuah kota, fenomena yang terjadi pada masa tersebut dan masa pembangunan gedung atau situs tersebut. Kota berkembang dari titik awal Kerajaan Gowa-Tallo sebagai bandar niaga hingga saat ini berkembang menjadi kota perdagangan dan jasa. Tahap Perkembangan Awal Pertumbuhan Gemeente van Membentuk NKRI Perluasan Wilayah dan Arus Urbanisasi Heterogenitas Fenomena - Penyatuan dua kerajaan: Gowa dan Tallo - Peran sebagai bandar niaga - Konflik siri - Perpindahan pusat kekuasaan - Fort Rotterdam sebagai elemen awal pembentukan kota kolonial - Elemen pembentukan kota - Kehidupan sosial - Fasilitas kota - sebagai Ibukota Negara Indonesia Timur (NIT) - sebagai Ibukota Republik Indonesia Serikat (RIS) - Perjanjian Malino - Perluasan Wilayah Administratif - Proses Urbanisasi Etnis-etnis yang mendiami Kota Terkini - Visi dan Misi Kota - angunan Fisik - udaya Masyarakat Kota Sumber : Mansyur, 00 Rentang Waktu Abad ke 6-7 Abad ke 9-0 NIT ( ) RIS (950-95) Tahun Abad ke 0 Prosiding Temu Ilmiah IPLI 06 C 0
4 Kebijakan Pelestarian angunan Cagar udaya sebagai Identitas Kota Tabel. Karaktersitik angunan Cagar udaya Kota Nama angunan Cagar udaya Kriteria Jumla a b c d e f g h i h Gedung MULO 6 Kantor alai Kota Kantor Pos Unit Divisi Paket Museum Kota 6 Gereja Katholik Ketedral 6 Gereja Protestan Imanuel 6 Fort Rotterdam 6 Pengadilan Negeri Ujung Pandang 4 Rumah Sakit Stella Maris Kantor Inspeksi Pajak 9 Kantor Polisi Militer Kota 0 Gedung CKC (Dirjen Anggaran) SMP Negeri 6 Makasssar 9 SMU Negeri 6 9 Apatemen Sarang Semut 6 Pavilun Hasanuddin Apotik Kimia Farma atalyon Zeni Tempur 8/SMG KODAM VII Wirabuana 4 SMP Negeri 5 9 Rumah Jabatan Gubernur 9 Rumah Jabatan Walikota 9 Gedung Dewan Kesenian Sulawesi-Selatan 6 Mesjid Arab 8 Klenteng Xiang Ma 9 Klenteng Ma Tjo Poh Ibu Agung ahari 7 Perusahaan Daerah Air Minum 8 Rumah Tinggal Jalan Datumuseng 5 Rumah Dinas Militer Jalan Sungai Tangka 0 Rumah Tinggal Daeng Tompo 5 unker Jepang Sumber : Hasil Analisis, 06 Keterangan: a; umur, b; estetika, c; kejamakan, d; kelangkaan, d; peranan bangunan, e; memperkuat kawasan, f; keaslian, g; arsitektur, dan h; landmark Karakteristik angunan Cagar udaya angunan cagar budaya di Kota memiliki karakteristik yang bervariasi berdasarkan umur, estetika, kejamakan, kelangkaan, peranan bangunan, pengaruh terhadap kawasan, keaslian, arsitetur dan landmark. erdasarkan penilaian tiap indikator menghasilkan nilai, dimana semakin tinggi nilai maka semakin banyak kriteria yang terpenuhi pada suatu bangunan cagar budaya. angunan yang memiliki nilai ideal yakni Gedung MULO, Museum Kota, Fort Rotterdam, Gereja Katolik Katedral dan Gereja Protestan Immanuel. (a) (b) C 04 Prosiding Temu Ilmiah IPLI 06
5 Satriani (c) (d) (e) Gambar. (a) Gedung MULO, (b) Museum kota, (c) fort roterdam, (d) Gereja Katolik dan (e) Gereja Protestan Imanuel Penentuan Hirarki Kawasan Cagar udaya Seluruh bangunan cagar budaya yang diidentifikasi kemudian dikelompokkan berdasarkan jarak kedekatan dengan bangunan cagar budaya yang lain, kesamaan karakteristik, kemiripan sejarah dan satuan unit kawasan eksisting saat ini. Sehingga diperoleh 9 unit kawasan dengan karakteristik masing-masing. Tabel 4. Nilai Kawasan Cagar udaya Kawasan Heritage uilding Nilai Ibadah Mesjid Arab 8 Pemerintahan Kantor alai Kota 8, Gereja Protestan Imanuel, Kantor Pos Unit Divisi Paket, Apotik Kimia Farma, Museum Kota, SMP Negeri 6 Makasssar, Gereja Katholik Ketedral, Kantor Inspeksi Pajak Pecinan Klenteng Xiang Ma (Vihara 8 Istana Naga Sakti), Klenteng Ma Tjo Poh Ibu Agung ahari, Gedung Dewan Kesenian Sulawesi- Selatan, Gedung CKC (Dirjen Anggaran) Pertahanan Fort Rotterdam 6 Pengadilan Pengadilan Negeri Ujung 80 Pandang, unker Jepang, SMU Negeri 6, Apatemen Sarang Semut Rumah Rumah Jabatan Gubernur, 07 Jabatan Gedung MULO, Rumah Dinas Militer, Pavilun Hasanuddin, Rumah Dinas Militer Jalan Sungai Tangka Rumah Sakit Rumah Sakit Stella Maris, Rumah Jabatan Walikota 7, Rumah Tinggal Jalan Datumuseng, Rumah Tinggal Daeng Tompo PDAM Perusahaan Daerah Air Minum atalyon atalyon Zeni Tempur 8/SMG KODAM VII Wirabuana Sumber : Hasil Analisis, 06 erdasarkan analisis diperoleh kawasan yang memiliki nilai tertinggi yaitu kawasan Pecinan dengan skor akhir 8. Ciri bangunan cagar budaya merujuk pada bangunan yang didirikan pada masa pemerintahan elanda dan perkampungan komunitas keturunan. Seluruh bangunan memiliki arsitektur yang khas dan kesamaan fungsi gedung baik saat ini maupun pada masa lalu. Sedangkan nilai terendah pada kawasan ibadah dengan nilai 8, karena hanya ditemukan unit bangunan cagar budaya berupa Masjid Arab dan tidak memiliki kemiripan dengan bangunan cagar budaya di sekitarnya Tabel 5. Hirarki Prioritas Cagar udaya Kawasan Pecinan Pengadilan, Rumah Jabatan dan Pemerintahan Ibadah, PDAM, atalyon, Pertahanan dan Rumah Sakit Sumber : Hasil Analisis, Hirarki I Hasil dari skoring kawasan kemudian dikelompokkan berdasarkan skor akhir untuk menentukan hirarki prioritas pelestarian dari ke 9 kawasan yang teridentifikasi. Hirarki III mencakup 8-78, hirarki II mencakup 79- dan hirarki I mencakup -8. Kawasan Pecinan merupakan kawasan yang paling prioritas untuk dilakukan pelestarian. Upaya pelestarian tidak hanya berfokus pada unit bangunan tetapi area sekitar bangunan juga perlu dilakukan penanganan agar tidak merubah citra kawasan yang diprioritaskan. II III Prosiding Temu Ilmiah IPLI 06 C 05
6 Kebijakan Pelestarian angunan Cagar udaya sebagai Identitas Kota Arahan pelestarian bangunan cagar budaya dengan upaya konservasi yaitu: (a) (c) C 06 Prosiding Temu Ilmiah IPLI 06 (b) (d) Gambar. (a) Klenteng Xiang Ma, (b) Klenteng Ma Tjo Poh, (c) Gedung Dewan Kesenian, (d) Gedung CKC Arahan Pengembangan Prioritas Penanganan angunan Cagar udaya Kota Seluruh bangunan cagar budaya yang telah di identifikasi, kemudian digolongan berdasarkan persyaratan penggolongan bangunan cagar budaya menjadi Gologan A, dan C. Arahan pelestarian bangunan cagar budaya dengan upaya rekontruksi. Usaha untuk melakukan rekonstruksi pada golongan C dengan ketentuan sebagai berikut: - Sekurang-kurangnya harus mempertahankan fasad bangunan dan atau bentuk atap bangunan sesuai dengan kondisi yang diketahui. - Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan gaya arsitektur bangunan disekitarnya untuk mencapai keserasian lingkungan. - Perubahan tata ruang tanpa mengubah bentuk dan konstruksi bangunan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masa kini. - Dalam persil bangunan cagar budaya yang bukan sebagai situs bangunan cagar budaya dimungkinkan untuk adanya penambahan bangunan yang terpisah dengan bangunan cagar budaya dengan pola selaras parsial. - Pemugaran yang bersifat konservatif pada bangunan cagar budaya golongan A dilakukan dengan sangat terbatas, yaitu; (i) Denah bangunan tidak boleh diubah dari denah asli (ii) Komponen bangunan yang terdiri dari bahan, struktur / ornamen dan kelengkapan bangunan tidak boleh diganti. (iii) Jika kondisi bangunan dan struktur rusak dapat dilakukan sesuai asli dengan menggunakan komponen yang sama atau memiliki karakter yang sama dengan perubahan bahan paling banyak sebesar 0%. - Pemugaran yang bersifat konservatif ada bangunan cagar budaya golongan dilakukan dengan ketat serta ketentuan lain yaitu: (i) Dimungkinkan perubahan tata ruang dari denah asli. (ii) Jika kondisi bangunan dan struktur rusak dapat dilakukan perbaikan atau pembangunan kembali sesuai dengan aslinya menggunakan komponen yang sama atau sejenis atau memiliki karakter yang sama. (iii) Perubahan tata ruang dan penggantian bahan tidak lebih dari 40% (Sari dan Indrajati, 05). Tabel 6. Upaya Pelestarian Cagar udaya Nama angunan Upaya Golongan Cagar udaya Pelestarian Gedung MULO A Kantor alai Kota Kantor Pos Unit Divisi Paket Museum Kota A Gereja Katholik Ketedral A Gereja Protestan Imanuel A Fort Rotterdam A Pengadilan Negeri Ujung Pandang A Rumah Sakit Stella Maris A Kantor Inspeksi Pajak Kantor Polisi Militer
7 Satriani Nama angunan Upaya Golongan Cagar udaya Pelestarian Kota Gedung CKC (Dirjen Anggaran) SMP Negeri 6 Makasssar SMU Negeri 6 Apatemen Sarang Semut C Rekontruksi Pavilun Hasanuddin Apotik Kimia Farma atalyon Zeni Tempur 8/SMG KODAM VII Wirabuana SMP Negeri 5 A Rumah Jabatan Gubernur Rumah Jabatan Walikota Gedung Dewan Kesenian Sulawesi- Selatan A Nama angunan Upaya Golongan Cagar udaya Pelestarian Rumah Tinggal Daeng Tompo C unker Jepang Sumber : Hasil Analisis, 06 Kawasan prioritas yang telah ditetapkan pada Kawasan Pecinan memiliki unit bangunan cagar budaya Klenteng Xiang Ma (Vihara Istana Naga Sakti), Klenteng Ma Tjo Poh Ibu Agung ahari, Gedung Dewan Kesenian Sulawesi-Selatan, Gedung CKC (Dirjen Anggaran) dengan kebija-kan pelestarian yang dilakukan berupa upaya konservasi. didefinisikan sebagai semua kegiatan pemeliharaan suatu tempat guna mempertahankan nilai budayanya, dengan tetap memanfaatkan untuk mewadahi kegiatan yang sama dengan aslinya atau untuk kegiatan yang sama sekali baru untuk membiayai sendiri kelangsungannya. Ketentuan teknis dalam konservasi diterapkan pada bangunan cagar budaya serta bangunan non cagar budaya yang berada pada satu kawasan untuk mempertahankan karakter masing-masing kawasan. Ketentuan teknis merupakan usaha yang dilaksanakan secara langsung secara fisik kepada obyek bangunan cagar budaya. Mesjid Arab Klenteng Xiang Ma (Vihara Istana Naga Sakti) Klenteng Ma Tjo Poh Ibu Agung ahari C C Perusahaan Daerah Air Minum C Rumah Tinggal Jalan Datumuseng C Rumah Dinas Militer Jalan Sungai Tangka Gambar. Prosiding Temu Ilmiah IPLI 06 C 07
8 Kebijakan Pelestarian angunan Cagar udaya sebagai Identitas Kota Kesimpulan Dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.. Karakteristik bangunan cagar budaya di Kota sebagai indentitas kota pada umumnya telah mengalami perubahan baik dari segi pemanfaatan (fungsi) dan kondisi fisik bangunan itu sendiri. Adapun bangunan cagar budaya yang memiliki nilai ideal Gedung MULO, Fort Rotterdam, Museum Kota, Gereja Katolik Katedral dan Gereja Protestan Immanuel. Sedangkan bangunan yang memiliki nilai terendah adalah apartemen sarang semut. Sehingga kelompok bangunan tersebut merupakan bangunan yang prioritas dilestarikan. Hadinugroho, I. D. L., & Sutanto, M. S. (05) Analisa Kriteria angunan ersejarah. Handoko, I. (006). Evaluasi Klasifikasi angunan ersejarah Di Kota Tua Jakarta erdasarkan Kebijakan Kawasan Cagar udaya Melalui Penentuan Prioritas. Diss. Universitas Diponegoro. Semarang. Mansyur, S. (00). Kontruksi aru dan Analisis Pameran Kota. FI UI. Jakarta. Maulidya, S. (0). Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Sejarah Pusat Kota anda Aceh Provinsi anda Aceh. Departemen Arsitektur Lanskap IT. andung. Sari, L.I. dan P.N Indrajati. (04). Prioritas Pelestarian Kawasan Cagar udaya Kota andung. SAPPK IT. andung. Undang-Undang No Tahun 00 Tentang Cagar udaya.. Kawasan yang menjadi prioritas penanganan adalah kawasan pecinan sebagai indentitas kota, yang didalamnya berupa Klenteng Xiang Ma dan Klenteng Ma Tjo Poh serta Gedung Kesenian yang memiliki keaslian bangunan fisik dan arsitektur yang khas untuk dapat membangun citra kawasannya.. Arahan pelestarian bangunan cagar budaya terdiri atas rekontruksi pada golongan C yakni apartemen semut dan konservasi pada golongan A, dan C. Kawasan prioritas penanganannya pada kawasan Pecinan seluruh unit bangunan perlu dilakukan konservasi. Daftar Pustaka Akbar, R dan Wijaya, I.K. (008). Manajemen Aset sebagai Upaya Pelestarian angunan ersejarah di Kota andung. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. SAPPK IT. andung. Almadani, M. R. dan Gunawan I. (0). Identifikasi angunan Cagar udaya angunan Kuning Agung, Senghie, Pontianak. Jurnal Lanting. Universitas Lambung Mangkurat. anjarmasin. Aryanto, R. and I.G So. (0). Perencanaan Manajemen Lanskap Zonasi Destinasi alai Pelestarian Cagar udaya. (0). angunan ersejarah di Kota. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan alai Pelestarian Cagar udaya.. C 08 Prosiding Temu Ilmiah IPLI 06
Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud 1 Daftar Isi A.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciKAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D
KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
Lebih terperinciPelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe Cut Azmah Fithri (1), Sisca Olivia (1), Nurhaiza (1) cutazmah@unimal.ac.id (1) Dosen Tetap Program Studi Arsitektur
Lebih terperinciPelestarian Cagar Budaya
Pelestarian Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA JAWA TIMUR 2016 Sebelum kita bahas pelestarian cagar budaya, kita perlu tahu Apa itu Cagar Budaya? Pengertian
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015
SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan terkadang diikuti perubahan fisik bangunan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pemilik bangunan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peninggalan sejarah merupakan suatu warisan budaya yang menceritakan keluhuran dari suatu budaya masyarakat. Peninggalan sejarah yang tersebar di seluruh kepulauan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperinciAnalisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya,
Saujana17 alam dan budaya Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya, April 23, 2010 in tulisan Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya RETNO HASTIJANTI, Untag Surabaya Analisis Penilaian Bangunan Cagar
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR
STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER
TUGAS AKHIR 111 PERIODE APRIL SEPTEMBER 2010 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER OLEH : RAGIL RINAWATI NIM : L2B 006 067 DOSEN PEMBIMBING
Lebih terperinciPERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D
PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
16 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Empang yang secara administratif masuk dalam wilayah Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa
Lebih terperinciPENDEKATAN VISUAL ABSORPTION CAPABILITY UNTUK PELESTARIAN KAWASAN BANGUNAN KUNO DI KOTA PASURUAN
PENDEKATAN VISUAL ABSORPTION CAPABILITY UNTUK PELESTARIAN KAWASAN BANGUNAN KUNO DI KOTA PASURUAN Oktavia Altika Dewi, Antariksa, Kartika Eka Sari Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 38 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN PELESTARI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBenteng Fort Rotterdam
Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu benteng di Sulawesi Selatan yang boleh dianggap megah dan menawan. Seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan
Lebih terperinciGambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta
11 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian mengenai pengaruh konsep lanskap Keraton terhadap lanskap Kota ini dilakukan pada kawasan Keraton Kesunanan dan kawasan Kota. Peta lokasi penelitian
Lebih terperinciBUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA
BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa kawasan dan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEMA INSERTION
BAB III TINJAUAN TEMA INSERTION 3.1 LATAR BELAKANG Perkembangan kota ditandai dengan makin pesatnya pembangunan fisik berupa bangunanbangunan baru di pusat kota. Bangunan-bangunan baru tersebut dibangun
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA
GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan masyarakatnya yang Pluralistic mempunyai berbagai macam bentuk dan variasi dari kesenian budaya. Warisan kebudayaan tersebut harus
Lebih terperinciWALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA
WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan
Lebih terperinciNomor 66 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 66 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG
1 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 66 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN PEMBERIAN INSENTIF PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KEPADA BANGUNAN CAGAR BUDAYA DAN BANGUNAN
Lebih terperinci1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No
1BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat memiliki karakter kota yang sangat unik dan jarang sekali dijumpai pada kota-kota lain. Kota yang mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan yang masih dapat terlihat sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D
STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB II KAJIAN LITERATUR
BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran
I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Purworejo di masa lalu merupakan pos pertahanan militer Belanda di wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro pada Perang Jawa (1825-1830)
Lebih terperinciRUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH
RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :
Lebih terperinciI-1 BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memilki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya di sektor pariwisata. Untuk lebih memantapkan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Palembang, sebagai ibukota Provinsi Sumatera Selatan saat ini menjadi salah satu kota tujuan di tanah air. Hal ini dikarenakan kondisi kota Palembang yang dalam
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PECINAN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA WARISAN BUDAYA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT (LOCAL COMUNITIES) TUGAS AKHIR
PENGEMBANGAN PECINAN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA WARISAN BUDAYA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT (LOCAL COMUNITIES) TUGAS AKHIR Oleh: RIYANTO L2D000451 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 37 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN KLASIFIKASI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dan eksistensi kota, bangunan dan kawasan cagar budaya merupakan elemen lingkungan fisik kota yang terdiri dari elemen lama kota dengan nilai historis
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari peninggalan budaya dan sejarah bangsa sehingga mampu menjadi simbol identitas keberadaban. Pengalihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentu tidak terlepas dari kegiatan pembangunan. Dewasa ini pembangunan di Indonesia meliputi pembangunan di segala bidang
Lebih terperinciIDENTIFIKASI BANGUNAN CAGAR BUDAYA BANGUNAN KUNING AGUNG, SENGHIE, PONTIANAK
LANTING Journal of Architecture, Volume 2, Nomor 1, Februari 2013, Halaman 17-28 ISSN 2089-8916 IDENTIFIKASI BANGUNAN CAGAR BUDAYA BANGUNAN KUNING AGUNG, SENGHIE, PONTIANAK M. Ridha Almadani Ivan Gunawan
Lebih terperinciBUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA
BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang
Lebih terperinciKAJIAN KESESUAIAN KAWASAN SITU BABAKAN DAN SITU MANGGABOLONG SEBAGAI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI TUGAS AKHIR
KAJIAN KESESUAIAN KAWASAN SITU BABAKAN DAN SITU MANGGABOLONG SEBAGAI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI TUGAS AKHIR Oleh : DANIEL AZKA ALFAROBI L2D 097 435 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA
P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari ujung Utara sampai Selatan dan Timur sampai ke Barat baik kebudayaan asli dari bangsa Indonesia
Lebih terperinciTIPOLOGI GEREJA IMMANUEL DI DESA MANDOMAI. Abstraksi
ISSN 1907-8536 Volume 5 Nomor 1 Juli 2010 TIPOLOGI GEREJA IMMANUEL DI DESA MANDOMAI Alderina 1) Abstraksi Terdapat suatu gereja peninggalan Zending Barmen (Jerman) yang berlokasi di desa Saka Mangkahai
Lebih terperinciBAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran
BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,
Lebih terperinciP E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Bangunan dan kawasan kota adalah artefak-artefak yang penting dalam sejarah perkembangan suatu kota. Mereka kadang-kadang dijaga dan dilestarikan dari penghancuran
Lebih terperinciPENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D
PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR Oleh: OCTA FITAYANI L2D 001 448 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005 ABSTRAK
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kota Kota merupakan suatu komponen yang rumit dan heterogen. Menurut Branch (1996: 2) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan
Lebih terperinciARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR
ARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : FAISAL ERIZA L2D 307 012 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,
BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam membangun sumber daya diberbagai bidang pembangunan. Peran remaja pada usia produktif sangat mempengaruhi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciWajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi
SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi Aileen Kartiana Dewi aileen_kd@yahoo.com Mahasiswa Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan
Lebih terperinciLampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER
LAMPIRAN 111 112 Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER Dengan Hormat, saya memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dalam membantu pengumpulan data penelitian
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPerpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta
SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta Indah Mega Ashari indahmega19@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa cagar budaya
Lebih terperinci- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan
Lebih terperinciSTUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR
STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciDasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional
1. Tantangan 2. Dasar terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional Source: PU-PPI. (2011). - Langkah Indonesia Membuka Mata Dunia. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang bersama-sama adan Indonesia
Lebih terperinciBUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016
1 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian.
Lebih terperinciMUSEUM NEGERI JAWA BARAT SRI BADUGA DI BANDUNG (Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernacular)
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM NEGERI JAWA BARAT SRI BADUGA DI BANDUNG (Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernacular) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
Lebih terperinciTUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PERMASALAHAN DALAM PENGELOLAAN LANSKAP MUKA BUMI Materi ke-13 DASAR EKOLOGI PADA PENGELOLAAN LANSKAP DAN IMPLEMENTASINYA Setelah mengikuti kuliah ini Mahsiswa diharapkan dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Judul LASEM HERITAGE CENTER Pendekatan pada Arsitektur Etnik Kontemporer, dari judul tersebut dapat diartikan perkata adalah sebagai berikut : Lasem : Merupakan kota Kecamatan
Lebih terperinciWALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI
WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di
Lebih terperinciBUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG
BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMUGARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pengelolaan dan Pembinaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya;
Lebih terperinciLebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang Safira safiraulangi@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan,
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang
Lebih terperinciMateri ke-13 9/7/2014 DASAR EKOLOGI PADA PENGELOLAAN LANSKAP DAN IMPLEMENTASINYA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Materi ke-13 DASAR EKOLOGI PADA PENGELOLAAN LANSKAP DAN IMPLEMENTASINYA Setelah mengikuti kuliah ini Mahsiswa diharapkan dapat memahami dan mampu menjelaskan: Ekologi sebagai
Lebih terperinciPERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D
PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciKomunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:
Kepada Yth Wali Kota Semarang di tempat Perihal: Informasi mengenai kajian cagar budaya bangunan kuno Pasar Peterongan Semarang oleh BPCB Jateng Dengan hormat, Bersama surat ini kami menginformasikan bahwa
Lebih terperinciTENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciBUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli yang dibangun pada tahun 1906 M, pada masa pemerintahan sultan Maamun Al- Rasyid Perkasa Alamsjah.Masjid
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan didapatkan hasil kesimpulan sebagai berikut: a. Kesimpulan Bentuk Implementasi Fisik Program Pengembangan Wisata Ziarah di
Lebih terperinciMUSEUM BATIK JAWA TENGAH DI KOTA SEMARANG
TA 107 ( Periode April September 2009 ) LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM BATIK JAWA TENGAH DI KOTA SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar
Lebih terperinciElemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan Rihan Rizaldy Wibowo rihanrw @gmail.com Mahasisw a Jurusan A rsitektur, Sekolah
Lebih terperinciPusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Pusat Data dan Statistik Daftar Isi A. Pendahuluan B. Hasil Verifikasi dan Validasi Data Master Referensi Cagar Budaya Kota Banjarmasin C. Konsep Integrasi dan Pendidikan D. Arah Pembangunan Informasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki kurang lebih 17.508 pulau (Indonesia.go.id). Wilayah Indonesia didominasi laut dengan
Lebih terperinciINPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA. Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng
INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA PROBLEMATIKA Aktualita: Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng Pembangunan wisata budaya betawi yang mengharuskan Perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identitas kota merupakan salah satu unsur penting yang dapat menggambarkan jati diri dari suatu kota. Namun globalisasi turut memberikan dampak pada perkembangan kota
Lebih terperinciWALIKOTA PALANGKA RAYA
1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN BANGUNAN BERCIRIKAN ORNAMEN DAERAH KALIMANTAN TENGAH DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci