ANALISIS NILAI BUDAYA BATAK TOBA DALAM SASTRA LISAN LEGENDA NAMARTUA LIMANG. Oleh Listra Panjaitan Drs. M. Joharis Lubis, M,M, M.
|
|
- Hartanti Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1
2 ANALISIS NILAI BUDAYA BATAK TOBA DALAM SASTRA LISAN LEGENDA NAMARTUA LIMANG Oleh Listra Panjaitan Drs. M. Joharis Lubis, M,M, M.Pd Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lima nilai budaya Batak Toba yang terdapat dalam legenda Namartua Limang meliputi nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon dan hasangapon serta menyimpulkan nilai budaya Batak Toba yang paling dominan dalam legenda tersebut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis yang bertujuan untuk menggambarkan, menguraikan atau menjelaskan suatu fenomena yang terdapat dalam data. Data dalam penelitian ini adalah sastra lisan legenda Namartua Limang. Legenda Namartua Limang merupakan salah satu bentuk sastra lisan milik masyarakat Batak Toba khususnya bagi keturunan Toga Pandiangan di Desa Suhutnihuta Pardomuan, Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir. Narasumber dalam penelitian ini adalah tujuh orang yaitu empat orang dari pengurus Toga Pandiangan, dan tiga orang masyarakat umum. Selain itu, penelitian ini juga disaksikan dan dibenarkan oleh enam orang pomparan/keturunan Toga Pandiangan. Temuan akhir dalam penelitian ini adalah terdapat lima nilai budaya Batak Toba dalam sastra lisan legenda Namartua Limang meliputi nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon, dan hasangapon. Berdasarkan hasil penelitian, dalam legenda tersebut nilai kekerabatan sebanyak empat belas cuplikan kalimat, nilai religi sembilan cuplikan kalimat, nilai hagabeon delapan cuplikan kalimat, nilai hamoraon sebanyak empat cuplikan kalimat dan nilai hasangapon sebanyak empat cuplikan kalimat. Sementara nilai yang paling dominan dalam legenda tersebut adalah nilai kekerabatan. Kata kunci: Nilai budaya, Batak Toba, Sastra lisan, Legenda Namartua Limang PENDAHULUAN Sastra lisan merupakan karya sastra yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun (Suwardi Endraswara, 2013:151). Oleh karena penyebarannya dari mulut ke mulut banyak sastra lisan yang memudar karena tidak dapat dipertahankan. Selain keterbatasan memori manusia dalam hal 1
3 mengingat, perkembangan teknologi yang semakin canggih turut menggeser keberadaan sastra lisan yang pernah ada, termasuk sastra lisan masyarakat Batak Toba yang memiliki nilai budaya yang tinggi yang seharusnya dapat dijaga kelestariannya. Kebudayaan non material merujuk pada kekuatan-kekuatan kretaif dalam diri manusia sendiri yang menghasilkan kebudayaan yang merupakan realiasi diri manusia serta berwujud kesempurnaan batin seperti nilai-nilai dan persaanperasaan. Nilai budaya tersebut merupakan bagian dari budaya yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga menjadi pedoman dan pendorong perilaku banyak memberikan manfaat terhadap masyarakat pendukungnya karena sastra lisan dapat mewariskan nilai-nilai budaya masa lalu yang sangat bermanfaat untuk masa sekarang. Terlebih lagi, pada sastra lisan penggambaran tentang norma-norma dan adat-istiadat sangat kental mempengaruhi lahirnya sebuah karya sastra. Hal ini merupakan nilai-nilai budaya yang sebagian besarnya dapat diaplikasikan oleh masyarakat yang masih berlaku dalam tatanan masyarakat sekarang. Menurut Adriyetti Amir (2013:17-18), sastra lisan menyimpan dan menyampaikan nilai yang dianut oleh masyarakatnya, termasuk sastra lisan Batak Toba yang menyimpan dan menyampaikan sembilan nilai budaya Batak Toba meliputi nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamajuon, konflik, hamoraon, hasangapon, dan pengayoman yang dianut oleh masyarakat Batak Toba (Harahap dan Siahaan, 1997:134). Sastra lisan baik genre prosa maupun puisi dapat dijumpai hampir di seluruh daerah, termasuk di daerah Batak Toba. Namun dewasa ini mulai menunjukkan gejala perubahan yang mengkhawatirkan yaitu ketidakpedulian masyarakat terhadap keberadaan sastra lisan. Sastra lisan hanya dipandang sebagai kisah-kisah yang tidak masuk akal dan berada di luar jangkauan akal sehat. Hal ini tentu saja menjadi ancaman terhadap eksistensi sastra lisan dalam kehidupan masyarakat (Nurelide, 2006:15). Masyarakat Batak Toba merupakan salah satu kelompok masyarakat yang ada di Indonesia yang diwarisi kaya akan 2
4 tradisi budaya yang ikut serta menyumbangkan nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai suri teladan. Namun, tradisi dan kesenian Batak Toba lebih sering diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dibandingkan dengan sastra. Sastra lisan Batak Toba lebih banyak terpendam dan tidak jarang hanya sebagian individu yang mengetahui kesusastraan tersebut. Padahal, sastra lisan Batak Toba dapat dipandang sebagai aset budaya yang penting dan berharga serta layak untuk dikaji dan dilestarikan (Nurelide, 2006:1). Mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folklor) merupakan genre prosa rakyat yang pernah hidup dalam mayarakat Batak Toba. Mite merupakan cerita lama yang sering dikaitkan dengan dewa-dewa atau kekuatan-kekuatan supranatural yang melebihi batas kemampuan manusia yang diungkapkan secara gaib dan dianggap suci. Legenda merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap oleh empunya cerita sebagai suatu kejadian yang benar-benar terjadi (James Danandjaja, 1997:66). Sebagian individu dalam masyarakat masih mempercayai legenda sebagai penuntun hidupnya. Keingintahuan manusia untuk memahami sesuatu di balik legenda semakin kuat yaitu peristiwa yang menggambarkan sejarah dan nilai-nilai moral yang terdapat di dalamnya. Hampir seluruh legenda memiliki hal-hal mistis, sehingga melalui karya sastra tersebut ditemukan pola hubungan kekerabatan, tingkah laku, kepercayaan dan segala sesuatu yang hidup dan menjadi tradisi dalam mayarakat tersebut (Nurelide, 2006:5). Sebagai salah satu produk budaya, karya sastra baik cerita rakyat khususnya legenda, tentunya dapat menjembatani untuk sampai pada pemahaman atau setidak-tidaknya sikap terbuka melakukan apresiasi terhadap berbagai kultur etnik yang ada di nusantara. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji sastra lisan Batak Toba. Landasan utama dalam penelitian ini adalah mengkaji nilai-nilai budaya non-material Batak Toba dalam sastra lisan legenda Namartua Limang. Legenda Namartua Limang merupakan salah satu cerita lisan yang dimiliki oleh masyarakat Batak Toba di Urat, Desa Suhutnihuta Pardomuan, Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir. Namartua Limang merupakan sebuah situs bersejarah bagi orang Batak Toba, khususnya bagi keturunan Toga Pandiangan 3
5 yang hingga kini masih diyakini masyarakat Samosir khususnya keturunan Toga Pandiangan. Legenda Namartua Limang mengisahkan bagaimana berdirinya Namartua Limang, sebuah daerah tempat penyimpanan padi-padi berupa gundukan milik Raja Parhutala yang kaya raya, keturunan Toga Pandiangan yang berubah rata menjadi tanah (dikisahkan oleh R. Br. Pandiangan, keturunan Toga Pandiangan). Namartua Limang sesuai dengan pemberian nama yang diamanatkan oleh Ayah Raja Parhutala yaitu Guru Solondason. Guru Solondason memberikan ilmu rahasianya kepada salah seorang menantu Raja Parhutala marga Sihombing yang tunduk diamanat menjadi Si Raja Mangalimang, agar bisa melimang batu (memiliki kemampuan mengahancurkan batu tanpa diketahui/dilihat orang lain) di mana ada seorang bernama Namartua Pardindingan, sirik mengetahui Raja Parhutala kembali kaya raya dengan menggulingkan batu besar dari tempat tinggalnya. Lalu, Raja Parhutala mengucapkan kalimat jika batu besar itu sampai mengguling ke tanah tempat padi-padinya disimpan/ditimbun, kelak batu tersebut akan limang. Jika sampai berguling ke tempatnya kelak akan menjadi tanah dan menjadi penambah tambahnya. Benar saja, sumpah tersebut benar terjadi. Gundukan daerah penyimpanan padi-padi miliknya malah berubah rata menjadi tanah. Raja Parhutala kemudian mengatakan pada keturunannya melalui pesan kepada kedua anaknya laki-laki Si Raja Humirtap dan Si Raja Sonang, agar menamakan daerah kejadian itu dengan Namartua Limang yang menjadi satu tanda kepada para keturunan mereka, agar menjaga kelestarian Namartua Limang tersebut. Itu sebabnya, hingga kini Namartua Limang tetap dijaga kelestariannya oleh seluruh keturunan Toga Pandiangan dan menjadi salah satu situs budaya dan pariwisata yang dilestarikan oleh Pemerintah Kabupaten Samosir. Sesuai dengan beberapa fungsi sastra lisan salah satunya berfungsi sebagai pengikat identitas dan solidaritas khalayak yang menjadi salah satu unsur utama dalam membangun ikatan khalayak kampung (Adriyetti Amir, 2013:17-18), Namartua Limang berfungsi sebagai pengikat identitas dan solidaritas khalayak bagi seluruh keturunan Toga Pandiangan, bukan hanya di Urat, Desa Suhutnihuta Pardomuan, Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir, namun juga di seluruh pelosok 4
6 tanah air. Namun, seiring perkembangan zaman banyak orang Toba khususnya keturunan Toga Pandiangan yang tidak mengetahui cerita lisan tersebut, padahal legenda Namartua Limang mengandung nilai-nilai budaya Batak Toba yang tinggi yang dipedomani dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Ketertarikan penulis dalam mengambil legenda Namartua Limang, selain memiliki nilai historis, legenda Namartua Limang juga mengandung nilai-nilai budaya Batak Toba yang tinggi yang masih dipedomani orang Toba dalam bermasyarakat meliputi nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hukum, hamajuon, konflik, hamoraon, hasangapon, dan pengayoman dan terdapat nilai yang paling dominan dari antara sembilan nilai budaya tersebut. Selain itu, tidak semua individu atau masyarakat Batak Toba khususnya keturunan Toga Pandiangan yang masih mengenal cerita lisan tersebut. Untuk itu, peneliti ingin memperkenalkannya kembali agar cerita lisan tersebut tidak punah. Menurut Olrik (dalam Sukatman, 2009:13) kepunahan tradisi lisan disebabkan terlalu lama tidak diingat oleh masyarakat dan tidak pernah diperdengarkan lagi. Akibatnya, sastra lisan semakin memudar dan hanya berdasarkan daya ingat penuturnya. Hal ini tentu saja dapat merubah keaslian suatu sastra lisan. Kesan inilah yang menyebabkanpeneliti tertarik untuk mengkajinya kemudian mendokumentasikannya, agar sastra lisan tersebut menjadi sastra yang tetap hidup di masyarakat dan dapat dipertahankan keberadaannya. Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) menganalisis dan mendeskripsikan dari lima nilai budaya non-material Batak Toba yang terdiri dari nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon, dan hasangapon, nilai budaya non-material Batak Toba mana sajakah yang terkandung dalam sastra lisan legenda Namartua Limang tersebut, (2) menyimpulkan dari lima nilai budaya non-material Batak Toba yang terdiri dari nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon, dan hasangapon yang terkandung dalam sastra lisan legenda Namartua Limang tersebut. Sehingga berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis dan mengungkapkan dari lima nilai budaya non-material Batak Toba yang terdiri atas nilai kekerabatan; religi; hagabeon; hamoraon; dan 5
7 hasangapon, nilai-nilai budaya non-material Batak Toba mana saja yang terkandung dalam sastra lisan legenda Namartua Limang tersebut, (2) mengungkapkan nilai budaya non-material Batak Toba yang paling dominan dari lima nilai-nilai budaya non-material Batak Toba yang terdiri dari nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon, dan hasangapon yang terkandung dalam sastra lisan Batak Toba legenda Namartua Limang tersebut. Kajian teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah sastra lisan dan lima nilai budaya utama non material Batak Toba yang dianggap penting dan menjadi pedoman masyarakat bermasyarakat meliputi nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon, dan hasangapon (Harahap dan Siahaan, 1997:134). Kekerabatan terlihat melalui tutur sapa baik karena pertautan darah atau solidaritas marga dan pertalian pernikahan. Religi menyatu dengan agama dan adat. Kepercayaan masyarakat Batak Toba yang telah berganti dengan agama yang baru yang masuk ke tanah Batak tidak serta merta melupakan tradisi kepercayaan zaman dulu. Dalam kepercayaan religi Batak, leluhur adalah perwakilan dari Debata Mulajadi Na Bolon atau Tuhan Maha Pencipta di dunia. Artinya, menghormati leluhur berarti menghormati Tuhan. Hagabeon dalam kebudayaan Batak adalah mempunyai keluarga yang besar, berumur panjang dan sekaligus menjadi panutan warga (Harahap dan Siahaan, 1997:160). Hamoraon atau kaya raya merupakan tujuan hidup utuk mensejahterahkan dan menjadi sumber penting otoritas. Hasangapon mengandung makna kemuliaan, kewibawaan, karisma, kehormatan, dan semacam daya untuk meraih kejayaan. Orang yang sangap itu terpuji, dapat menjadi teladan dan nyaris tanpa cela, sempurna, tidak ada cemoohan dari orang lain. Dengan pendek kita dapat mengartikan hasangapon sebagai kehormatan. METODE PENELITIAN Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskpriptif analisis yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, menguraikan atau menjelaskan suatu fenomena yang terdapat dalam data yang menyangkut Analisis Nilai Budaya Batak Toba 6
8 dalam Sastra Lisan Legenda Namartua Limang. Penelitian ini ditekankan pada pendeskripsian lima nilai budaya non-material Batak Toba yang terkandung dalam cerita legenda Namartua Limang. Kemudian masuk pada tahap analisis data yang diinginkan dalam penelitian yaitu analisis lima nilai budaya Batak Toba dalam sastra lisan legenda Namartua Limang meliputi nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon dan hasangapon serta menyimpulkan nilai budaya non material Batak Toba yang paling dominan dalam sastra lisan legenda Namartua Limang tersebut. Lokasi penelitian yang akan digunakan sebagai tempat penelitian adalah di Urat, Desa Suhutnihuta Pardomuan Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir yang dilaksanakan selama dua bulan mulai tanggal 26 Maret sampai dengan 26 Mei Sumber data yang diwawancarai dengan beberapa pertimbangan seperti orang-orang tua yang dipandang tahu tentang situasi sosial dari legenda Namartua Limang, orang-orang terpandang seperti pengurus harian Toga Pandiangan, pelestari sejarah raja adat dan sebagainya, orang tua berusia 50 tahun ke atas, mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi serta tidak cenderung menyampaikan informasi hasil kemasannya sendiri. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi langsung di mana peneliti terjun langsung ke lapangan dan teknik wawancara (rekam) dengan menggunakan alat-alat seperti buku catatan, tape recorder (alat perekam) dan kamera. Setelah data diperoleh kemudian dilakukan teknik analisis data dengan cara mengumpulkan dan merekam seluruh data dari berbagai narasumber, hasil rekaman yang diperoleh kemudian didokumentasikan dan diarsipkan, seluruh data baik hasil rekaman maupun catatan ditranskipkan ke bentuk teks kemudian dialihbahasakan, mulai membaca dan menganalisis cerita sambil melakukan reduksi dengan tujuan memfokuskan penelitian pada lima nilai budaya yang terandung dalam cerita meliputi nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon, dan hasangapon serta menyimpulkan nilai budaya yang paling dominan dalam cerita. 7
9 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil penelitian yang ditemukan adalah sastra lisan legenda Namartua Limang yang direkam dari tujuh orang narasumber. Pertama, Namboru Rainem Br Pandiangan (56 tahun) sebagai Pelestari Sejarah Toga Pandiangan dan terdaftar sebagai Panuturi/Peramal di Pemerintahan Kabupaten Samosir yang menempati Ruma Parsaktian Toga Pandiangan, di Urat, Huta Godang, Desa Suhutnihuta Pardomuan, Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir. Narasumber lain adalah Amang Boru B. Pandiangan (54 tahun) sebagai Bapa Nadipajolo/Penasehat Siboan Tondi atau sebagai Ketua Harian Toga Pandiangan, Wilson Pandiangan (72 tahun) sebagai Raja adat Toga Pandiangan, Kadim Pandiangan (54 tahun) sebagai Sekretaris sekaligus security Toga Pandiangan dan tiga orang masyarakat umum yaitu Jarudin Pandiangan (71 tahun), Tona Situmorang (70 tahun) dan Ambang Situmorang (75 tahun) yang mengetahui legenda Namartua Limang. Penelitian ini juga disaksikan dan dibenarkan oleh beberapa pomparan/keturunan Toga Pandiangan dari berbagai penjuru yang pada saat penelitian kebetulan sedang berkumpul mengadakan suatu acara tahunan. Selain itu, pada saat penelitian peneliti juga menerima buku legenda Namartua Limang di lokasi penelitian yaitu di Ruma Parsaktian untuk melengkapi cerita tersebut yang dibenarkan oleh Amang Boru B. Pandiangan. Setelah data terkumpul, terlebih dahulu mendengarkan hasil rekaman dan menuliskan hasil rekaman cerita Namartua Limang. Setelah itu, kembali dicocokkan dengan buku cerita legenda Namartua Limang yang diperoleh dari narasumber di lapangan dan mencocokkannya dengan data lain yang terkumpul. Kemudian dibaca ulang untuk memahami isi cerita dan melakukan analisis lima nilai budaya Batak Toba mana saja yang terkandung dalam cerita meliputi nilai kekerabatan, nilai religi, hagabeon, hamoraon dan hasangapon serta menyimpulkan nilai budaya Batak Toba yang paling dominan dalam legenda tersebut. Dalam sastra lisan legenda Namartua Limang tersebut, terdapat 39 cuplikan kalimat yang menandakan lima nilai budaya Batak Toba yang terdapat 8
10 dalam cerita tersebut meliputi nilai kekerabatan, nilai religi, hagabeon, hamoraon dan hasangapon. Pembahasan Lima Nilai Budaya Batak Toba dalam Sastra Lisan Legenda Namartua Limang Nilai Kekerabatan Nilai inti kekerabatan masyarakat Batak terwujud dalam pelaksanaan adat Dalihan Na Tolu (Hula-hula, dongan tubu, boru). ToluNilai kekerabatan dalam sastra lisan legenda Namartua Limang ada sebanyak 14 cuplikan kalimat. Salah satu di antaranya adalah cuplikan kalimat berkut ini: Setelah siap dibuat Raja Parhutala semua permintaan putrinya itu, berencanalah dia ingin menempatkan putrinya itu ke Sopo Partonunan-nya itu. Dipanggilnyalah kakak dan adiknya Marga Sinaga, Situmorang, Nainggolan, Simatupang, Aritonang dan Siregar. (Dikutip dari buku legenda Namartua Limang) Dung solpu dipature Raja Parhutala sude angka pangidoan ni boruna i, marsangkap ma ibana naeng paojakhon boruna i tu Sopo Partonunan na i. Dijou ibana ma haha anggina Marga Sinaga, Situmorang, Nainggolan, Simatupang, Aritonang dan Siregar. Hubungan kekerabatan orang Toba juga mencakup hubungan kekerabatan mencakup marga tutur (saudara dari pihak se-marga, unsur-unsur Dalihan Na Tolu). Dalam kehidupan bermasyarakat sebagai orang Batak sangat mahir dalam pemaparan hubungan kekerabatan mencakup marga. Setiap orang Toba yang baru pertama kali bertemu, dalam sekejap mereka bisa mengetahui posisi masingmasing yang dikaitkan dengan unsur Dalihan Na Tolu. Masyarakat Batak Toba sangat menyadari betapa pentingnya mengetahui marga agar tidak terjadi kesalahan berperilaku sesuai unsur Dalihan Na Tolu. Di manapun orang Batak melangkah, baik yang diperantauan selalu memegang dan menerapkan unsur Dalihan Na Tolu sehingga rasa solidaritas tercipta dengan baik. Demikian halnya ketika Raja Parhutala ingin menempatkan putrinya Si Boru Saroding ke Sopo 9
11 Partonunan, Raja Parhutala tidak lupa melibatkan saudara (kerabatnya) dengan mengundang saudara se-marga baik marga Sinaga, Situmorang, Nainggolan, Simatupang, Aritonang dan Siregar. Hingga saat ini, orang Toba selalu melibatkan kerabatnya dalam suatu acara dan menghormati mereka. Kerabat (saudara semarga) memiliki peranan penting akan suskesnya suatu acara adat. Nilai Religi Religi mencakup kehidupan keagamaan, agama tradisional maupun agama yang datang kemudian mengatur hubungannya dengan maha pencipta dan hubungan manusia dengan ligkungannya. Dalam kepercayaan orang Batak, leluhur adalah perwakilan dari Debata Mulajadi Na Bolon (Tuhan Maha Pencipta) di dunia. Menghormati leluhur berarti menghormati Tuhan. Nilai religi dalam sastra lisan legenda Namartua Limang ada sebanyak 9 cuplikan kalimat. Salah satu di antaranya adalah cuplikan kalimat berkut ini: Setelah itu, berdoalah dia kepada Tuhan Maha Pencipta, dimintanyalah di situ supaya tidak terjadi lagi seperti itu ke hari depannya. (Dikutip dari hasil wawancara dengan B. Pandiangan) Dung i, marpangidoan ma ibana tu Mulajadi Na Bolon, dipangidohon disi asa unang be masa si songoni tu joloan ni ari. Berdoa kepada Debata Mulajadi Na Bolon (Tuhan Maha Pencipta) yang dipercaya saat itu merupakan kewajiban untuk memperoleh berkat. Walaupun legenda Namartua Limang terjadi ratusan tahun lalu di mana sistem religi orang Batak masih kental dengan kepercayaan terhadap nenek moyang, namun dalam legenda Namartua Limang para tokoh juga sudah menganut sistem religi berdoa kepada Debata Mulajadi Na Bolon (Tuhan Maha Pencipta). Ketika Raja Parhutala melihat daerah penyimpanan padi-padinya berubah rata menjadi tanah, dia tidak lupa berdoa agar kejadian seperti itu tidak terjadi lagi pada keturunannya. Nilai Hagabeon Hagabeon yang memiliki makna mempunyai keluarga yang besar, panjang umur dan sekaligus menjadi panutan masyarakat (Harahap dan Siahaan, 10
12 1987:160). Dalam sastra lisan legenda Namartua Limang juga terkandung nilai hagabeon. Nilai hagabeon dalam sastra lisan legenda Namartua Limang ada sebanyak 8 cuplikan kalimat. Salah satu di antaranya adalah cuplikan kalimat berkut ini: Jadi setelah lahir anak laki-laki Raja Parhutala dua dan tiga putri, datanglah putrinya Si Boru Saroding berkata padanya. Katanya Sudah senangkah hatimu ayah? Dijawab ayahnya itulah Sudahlah putriku. (Dikutip dari hasil wawancara dengan B. Pandiangan) Jadi dung adong urat ni Raja Parhutala dua dohot tolu boru na, ro ma boru na Si Boru Saroding mandok tu ibana. Ninna ma Nunga be las be roham among? Dialusi among na i ma Nunga be beu. Orang Batak sangat menghargai orang yang memiliki banyak anak dan berumur panjang. Dahulu, semakin banyak anak seseorang itu akan dianggap semakin gabe. Anak dianggap sebagai generasi penerus orang tuanya yang akan membawa nama keluarga di kemudian hari, terkhusus kehadiran anak laki-laki yang berperan dalam membawa garis marga bagi keturunannya. Setelah Raja Parhutala memiliki tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki Raja Parhutala baru merasakan kebahagiaan yang sempurna karena sudah memiliki keturunan yang banyak dan lengkap, tidak hanya memiliki anak perempuan tetapi juga memiliki anak laki-laki. Anak merupakan harta yang paling berharga bagi orang Batak seperti pepatah yang mengatakan Anakhonki do hamoraon di au. Artinya, anak merupakan kekayaan orang tua. Nilai Hamoraon Hamoraon bagi orang Batak menjadi tujuan penting otoritas yang menjadi lambang keberhasilan seseorang dalam menjalani hidup. Dengan kekayaan, seseorang bisa mengangkat status sosial dirinya termasuk tokoh Raja Parhutala dalam sastra lisan legenda Namartua Limang yang dengan kekayaannya membuatnya dikenal banyak orang hingga ke delapan mata penjuru angin. Nilai hamoraon dalam sastra lisan legenda Namartua Limang ada sebanyak 4 cuplikan kalimat. Salah satu di antaranya adalah cuplikan kalimat berkut ini: 11
13 Setelah tiba waktunya tujuh hari tujuh malam, dibukalah tas mahar pernikahan itu. Setelah siap dibuka, dilihatnyalah sudah penuhlah emas di dalam tas itu. Ketawa-tawalah lagi Raja Parhutala karena begitu senangnya. (Dikutip dari buku legenda Namartua Limang) Dung dapot muse pitu ari pitu borngin, dibuha ma hadang-hadangan sinamot i jala dung dibuha dibereng ibana ma nunga gok be mas di bagasan hadang-hadang i. Mehel-mehel ma muse Raja Parhutala ala ni las ni rohana. Hamoraon dalam kehidupan sehari-hari orang Toba merupakan misi budaya yang menonjol. Dinamika orang Toba yang optimis itu disertai dengan kegigihan dan ketabahannya untuk berjuang meraih hasil misi budaya hamoraon. Istilah hamoraon bagi orang Batak bukan hanya banyak uang. Selain itu, memiliki ternak, emas yang banyak, tanah yang luas juga masuk dalam kategori hamoraon. Dari cuplikan kalimat tersebut, Raja Parhutala termasuk dalam taraf mamora (kaya). Nilai Hasangapon Hasangapon yang berarti mampu bersikap arif dan bijaksana dalam menyelesaikan konflik atau masalah. Nilai hasangapon dalam sastra lisan legenda Namartua Limang ada sebanyak 4 cuplikan kalimat. Salah satu di antaranya adalah cuplikan kalimat berkut ini: Dipangilnyalah anaknya Si Raja Humirtap dan Si Raja Sonang supaya naik ke atas, katanya pada mereka Sesuai amanat yang sudah kuminta dari Kakekmu Guru Solondason kubuatlah nama tempat milikku ini NAMARTUA LIMANG. (Dikutip dari hasil wawancara dengan B. Pandiangan) Dijou ibana ma anakna Si Raja Humirtap dohot Si Raja Sonang asa nangkok tu ginjang, ninna ma tu nasida Hombar tu poda naung hujalo sian Ompungmu Guru Solondason, bahenonhu ma goarni ugasanhon NAMARTUA LIMANG. Ketika daerah tempat penyimpanan padi-padinya berubah rata menjadi tanah, Raja Parhutala pun kembali bertanya pada Ayahnya Guru Solondason sebagai orang yang dihormati. Sesuai amanat (pesan) ayahnya, Raja Parhutala pun menamakan daerah tersebut dengan Namartua Limang. Sebelum menyerahkan 12
14 tempat miliknya tersebut, Raja Parhutala menekankan kepada keturunannya melalui Si Raja Humirtap dan Si Raja Sonang agar kelak menjaga kelestarian tempat tersebut sebab itu merupakan sebuah pertanda akan keberadaan keturunan mereka melalui pesan kepada kedua anak laki-lakinya tersebut. Itu sebabnya, tempat tersebut dijaga kelestariannya terkhusus bagi keturunan Toga Pandiangan walaupun sedikit mulai tidak terurus lagi. Nilai Budaya Batak Toba yang Paling Dominan dalam Sastra Lisan Legenda Namartua Limang Nilai budaya non material Batak Toba yang paling dominan dalam sastra lisan legenda Namartua Limang adalah nilai kekerabatan. Nilai kekerabatan dalam sastra lisan legenda Namartua Limang ada sebanyak 14 cuplikan kalimat dari total seluruh cuplikan kalimat yang ada dalam legenda tersebut sebanyak 39 cuplikan kalimat, maka frekuensi nilai kekerabatan sebesar 36%. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli, Harahap dan Siahaan dalalm bukunya yang berjudul Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak, nilai kekerabatan berada pada posisi utama (1997:138). Sementara itu, nilai religi dalam sastra lisan legenda Namartua Limang ada sebanyak 9 cuplikan kalimat dari total 39 cuplikan kalimat, maka frekuensi nilai religi sebesar 23%. Nilai hagabeon dalam sastra lisan legenda Namartua Limang ada sebanyak sebanyak 8 cuplikan dari total 39 cuplikan kalimat, maka ferekuensi nilai hagabeon sebesar 21%. Nilai hamoraon dalam sastra lisan legenda Namartua Limang ada sebanyak sebanyak 4 cuplikan kalimat dari total 39 cuplikan kalimat, maka frekuensi nilai hamoraon sebesar 10%. Kemudian nilai hasangapon dalam sastra lisan legenda Namartua Limang ada sebanyak sebanyak 4 cuplikan kalimat dari total 39 cuplikan kalimat dalam legenda tersebut, maka frekuensi nilai hasangapon sebesar 10%. 13
15 PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahw dalam sastra lisan legenda Namartua Limang terdapat lima nilai budaya non material Batak Toba, masing-masing nilai budaya kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon dan hasangapon. Nilai kekerabatan dalam legenda Namartua Limang sebanyak empat belas cuplikan kalimat, nilai religi sebanyak sembilan cuplikan kalimat, nilai hagabeon sebanyak delapan cuplikan kalimat, nilai hamoraon sebanyak empat cuplikan kalimat, dan nilai hasangapon sebanyak empat cuplikan kalimat. Sementara itu, nilai budaya non material Batak Toba yang paling dominan dalam sastra lisan legenda Namartua Limang adalah nilai kekerabatan dengan frekuensi 36%. DAFTAR PUSTAKA Amir, Adriyetti Sastra Lisan Indonesia. Yogyakarta: CV Andi Offset. Danandjaja, James Foklor Indonesia:Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain- Lain. Jakarta: Grafiti Press. Endraswara, Suwandi Metodologi Penelitian Sastra : Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Caps. Harahap, Basyal Hamidy dan Hotman M Siahaan Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar Williem Iskandar. Nurelide. (2006). Menelusuri Makna Simbolik Budaya Batak Toba dalam Sastra Lisan Batak Toba Tinjauan Antropologis dan Semiotik. digilib.unimed.ac.id/.../unimed-undergraduate daftar%20p. Sukatman Butir-Butir Tradisi Lisan: Pengantar Teori dan Pembelajaran. Yogyakarta: Laskbang Pressindo. 14
BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan kebahagiaan, kebanggaan, penerus keturunan, serta harta kekayaan pada sebuah keluarga. namun tidak semua keluarga dapat memperoleh keturunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman suku. Pada setiap suku memmpunyai hasil kebudayaan masing-masing. Kebudayaan hadir dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri atas berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satunya adalah etnis Batak. Etnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. [Type text]
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihadirkan mempunyai tujuaan dan manfaat di samping menyampaikan buah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang memiliki kebiasaan, aturan, serta norma yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, beragam suku bangsa, kaya akan nilai budaya maupun kearifan lokal. Negara mengakui perbedaan
Lebih terperinciBAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran
BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Angkola sampai saat ini masih menjalankan upacara adat untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi masyarakat Angkola. Pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan dari berbagai etnik. Warisan kebudayaan yang disampaikan secara turun menurun dari mulut kemulut secara lisan biasa disebut
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk Tuhan yang paling sempurna. Manusia diberi akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia memiliki kodrat
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA
BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima
Lebih terperincibersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.
BAB V KESIMPULAN Suku Batak Toba merupakan suku yang kaya akan budaya salah satunya falasafah Dalihan Na Tolu yang menjadi landasan orang Batak Toba dalam bermasyarakat. Dalihan Na Tolu ini mengandung
Lebih terperinciCERITA RAKYAT SI BORU SARODING KAJIAN: RESEPSI SASTRA
CERITA RAKYAT SI BORU SARODING KAJIAN: RESEPSI SASTRA Oleh Sandro Tamba Hendra K. Pulungan, S. Sos., M.I.Kom Pengkajian terhadap sastra merupakan kajian yang cukup menarik dengan memperhatikan segi media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah diketahui bahwa penduduk Indonesia adalah multietnik (plural society). Indonesia merupakan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hingga sekarang. Folklor termasuk dalam suatu kebudayaan turun-temurun yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak folklor yang telah berkembang dari dulu hingga sekarang. Folklor termasuk dalam suatu kebudayaan turun-temurun yang dimiliki oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengenai takdirnya di atas bumi yang kemudian dapat dinikmati
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah ekspressi perasaan, pikiran dan pergumulan manusia yang terus menerus mengenai takdirnya di atas bumi yang kemudian dapat dinikmati manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Adat istiadat merupakan konsepsi pemikiran yang lahir sebagai rangkaian pemikiran manusia yang bersumber dari hakikat kemajuan akalnya. Sebelumnya disebut bahwa adat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bakkara (2011) ada 3 Bius induk yang terdapat di Tanah Batak sejak awal peradaban bangsa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghargai dan melestarikan warisan budaya leluhur adalah sebuah tugas mulia yang harus kita emban sebagai generasi penerus. Keterpurukan dan kepunahan warisan budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas selama manusia itu ada dalam berbagai interaksi sosialnya, baik itu konflik perorangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan unsur kebudayaan yang dalam kehidupannya tidak lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap daerah tempat kesenian itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wacana.ahimsa (dalam Sobur, 2001:23) mengemukakan, bahwabahasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari berbagai etnik (suku) yang memiliki budaya yang berbeda-beda. Perbedaan itu dapat dilihat dari kondisi letak geografis suatu suku dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek
Lebih terperinciUKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan
BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Suku Batak memiliki lima sub suku, yaitu suku Toba, Simalungun, Karo, Pak-Pak atau Dairi, dan Angkola-Mandailing. Setiap sub suku tersebut memiliki ciri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak merantau. Suku Batak terdiri dari beberapa subsuku, yaitu: Toba,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain untuk melengkapi kehidupannya. Proses pernikahan menjadi salah satu upaya yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,
Lebih terperinciBAB IV KAJIAN MULTIKULTURAL DALIHAN NA TOLU DALIHAN NA TOLU DALAM PERSPEKTIF KONSELINGMULTIKULTURAL
BAB IV KAJIAN MULTIKULTURAL DALIHAN NA TOLU Mengacu pada temuan hasil penelitian maka dalam bab ini akan membahas secara khusus dalihan na tolu dalam perspektif konseling multikultural. 4.1.1 DALIHAN NA
Lebih terperinciANALISIS NILAI BUDAYA SASTRA LISAN BATAK TOBA BATU SIGADAP
ANALISIS NILAI BUDAYA SASTRA LISAN BATAK TOBA BATU SIGADAP Oleh Enjelina Sinaga ABSTRACT Oral literature is the literary expression of literature that includes citizens, a culture that spread and handed
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum masyarakat tersebut mengenal keberaksaraan. Setiap bentuk sastra lisan, baik cerita maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Hartomo, H (1997)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup di suatu wilayah tertentu dan saling berinteraksi satu sama lain. Masyarakat yang saling berhubungan satu dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini berisi pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan masalah dan rumusan masalah. Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki beribu-ribu pulau di dalamnya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia memiliki beribu-ribu pulau di dalamnya. Banyaknya pulau-pulau di Indonesia menghadirkan suku dan budaya yang memiliki adat istiadat yang berbeda disetiap
Lebih terperinciBAB III DALIHAN NA TOLU DALAM MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA DI KOTA TEGAL
BAB III DALIHAN NA TOLU DALAM MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA DI KOTA TEGAL Berdasarkan data yang diperoleh pada saat melakukan penelitian terhadap masyarakat suku Batak Toba di kota Tegal, hasil penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai etnis dengan berbagai nilai budaya dan beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda.
Lebih terperinciA. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap
A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu nilai dan pikiran yang hidup pada sebuah masyarakat, dan dalam suatu nilai, dan pikiran ini berkembang sejumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rumah adat Batak Toba atau yang disebut (Jabu) juga sangat sangat banyak ditemukan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Samosir merupakan sebuah pulau yang terletak ditengah-tengah Danau Toba. Daerah ini merupakan pusat kebudayaan masyarakat Batak Toba. Di pulau inilah lahir si
Lebih terperinci2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI
1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pengakuan keesaan Tuhan dalam mantra Sahadat Sunda pengakuan keislaman sebagai mana dari kata Sahadat itu sendiri. Sahadat diucapkan dengan lisan dan di yakini dengan
Lebih terperinci11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )
11. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Upacara Adat Upacara adalah sistem aktifitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki kebudayaan sendiri yang menjadi ciri khas bagi setiap suku tersebut. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan seni budaya tradisionalnya, adanya desa desa tradisional, potensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Sumatera Utara merupakan salah satu daerah pariwisata yang berpotensi di Indonesia. Potensi pariwisata yang ada di Sumatera Utara antara lain keindahan alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya di masyarakat yang penuh dengan berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang dimilikinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra lisan yang telah lama ada,lahir dan muncul dari masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra lisan yang telah lama ada,lahir dan muncul dari masyarakat yang menjadikannya sebagai suatau tradisi dalam kelompok masyarakat.sastra lisan hadir sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk simbol yang mengandung arti yang beraneka ragam salah satunya digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran sebagai aktor, sebagimana manusia itu dapat memberikan sumbangan dan memfasilitasi kehidupan yang mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gending berarti lagu, tabuh, nyanyian, sedangkan Rare berarti bayi/
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gending berarti lagu, tabuh, nyanyian, sedangkan Rare berarti bayi/ kanak-kanak, Gending Rare berarti nyanyian untuk bayi/ kanak-kanak. Gending Rare diketahui sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya, suku dan kesenian yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia adalah
Lebih terperinciNILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI
NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis
Lebih terperinciKESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA. Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT
KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT ABSTRAK Upacara adat Batak Toba adalah upacara yang dihadiri oleh ketiga unsur Dalihan Na Tolu yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Batak merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia yang mana sebagian besar bermukim di Sumatera Utara. Suku yang dikategorikan sebagai Batak yaitu Batak Toba, Batak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dalam penelitian yang menggunakan metode deskriptif maka data yang dipoeroleh dianalisis dan diuraikan
Lebih terperinciPEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK
PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK Ermi Adriani Meikayanti 1) 1) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Madiun Email: 1)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI 1. Definisi Harga Diri Coopersmith (1967, h.4) menyatakan bahwa self esteem refer to the evaluation which the individual makes and customarily maintains with regard
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol adalah fenomena stratifikasi (tingkat-tingkat) sosial. Perbedaan itu tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepribadian itu, karena orang-orang Batak kota pun tetap berpedoman pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Batak sebagai salah satu golongan ethnis di Sumatera sejak dahulu sampai kini menempuh kebudayaannya menurut kepribadian sendiri. Tampaknya moderenisasi yang terjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal bahwa tradisi lisan masih hidup di berbagai suku bangsa di Indonesia. Tradisi lisan sering
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan
82 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab IV telah dibahas mengenai jenis dan fungsi tindak tutur yang digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan dan pembahasan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dunia merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya
Lebih terperinciSTRUKTUR DAN NILAI BUDAYA BATAK TOBA DALAM SASTRA LISAN HUTA SILAHISABUNGAN. Oleh SARMAIDA T.R. SIGALINGGING
STRUKTUR DAN NILAI BUDAYA BATAK TOBA DALAM SASTRA LISAN HUTA SILAHISABUNGAN Oleh SARMAIDA T.R. SIGALINGGING ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur cerita rakyat Batak Toba huta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pemiliknya, sebagai milik bersama, yang isinya mengenai berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satunya Indonesia, Indonesia sendiri memiliki berbagai macam suku
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman budaya adalah keunikan yang ada dimuka bumi belahan dunia dengan banyaknya berbagai macam suku bangsa yang ada didunia,begitu juga dengan keragaman budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hula - hula dalam adat Batak Toba adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. Hula - hula merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat yang
Lebih terperinciSeminar Nasional dan Launching ADOBSI 463
SUMBANGAN CERITA RAKYAT DI WILAYAH MADIUN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Eni Winarsih IKIP PGRI Madiun Abstrak Cerita rakyat adalah ragam cerita yang berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat disebarkan
Lebih terperinci