DISUSUN OLEH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM KEMENTERIAN PPN/ BAPPENAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DISUSUN OLEH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM KEMENTERIAN PPN/ BAPPENAS"

Transkripsi

1 DISUSUN OLEH KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEMENTERIAN PPN/ BAPPENAS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA

2 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Pengembangan Terpadu Cetakan Pertama 2014 Pengembangan Terpadu ; cet.1 Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, hlm; 21x 25cm

3 PENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA OKTOBER 2014 DISUSUN OLEH: KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEMENTERIAN PPN/ BAPPENAS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA

4 4 Pengembangan Terpadu Daftar Isi Daftar Isi Kata Sambutan 4 6 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar belakang 1.2 Sistematika Pelaporan Bab 2 Ikhtisar Permasalahan Perkotaan di Ibukota 2.1 Sekilas Ibukota Negara (Jakarta) Tata Ruang Jakarta Kawasan Pantai Utara Jakarta Hidrologi Penurunan Muka Tanah Sistem Perhubungan Jakarta Bangunan Air dan Drainase Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi Perumahan dan Permukiman Kemiskinan Kawasan Pesisir Utara Jakarta 2.2 Dampak Penurunan Kualitas Lingkungan Banjir Penurunan Kualitas Teluk Jakarta Dampak Fisik, dan Sosial Ekonomi Bab 3 Penanganan Terpadu 3.1 Pertahanan Pesisir terhadap Banjir Strategi Tanggul Konsep Dasar Waduk Retensi

5 Pengembangan Terpadu Pemulihan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Jakarta Air Bersih Sanitasi dan Pengelolaan Air Limbah 3.3 Kedudukan PTPIN dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Baru 3.4 Transportasi 3.5 Keterbatasan Lahan 3.6 Reklamasi Pantai Utara 3.7 Tantangan Lingkungan dan Sosial (Dampak dan Pencegahan) Lingkungan Sosial 3.8 Master Plan Penanganan Terpadu (PTPIN) Tahap A Tahap B Catatan Tambahan Untuk Tahap B (Isu Spasial dan Perancangan Kota) Tahap C Garuda Megah Bisinis dan Hunian Bab 4 Dari Perencanaan Menuju Pelaksanaan 4.1 Penjelasan Umum 4.2 Kelembagaan 4.3 Pembiayaan 4.4 Kebijakan/Regulasi 4.5 Sekilas Road Map Percepatan PTPIN Pembiayaan dan Pelibatan Sektor Swasta Peran Utama dari Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI Jakarta dan Investor Swasta Pengorganisasian yang Sederhana Bab 5 Rekomendasi Daftar Referensi Utama 92

6 6 Pengembangan Terpadu Sumber: Master Plan NCICD, 2014

7 Pengembangan Terpadu 7

8 8 Pengembangan Terpadu MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Saudara-saudara seluruh pemangku amanah dan pemangku kepentingan di Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten yang saya hormati. Saya menyambut baik tersusunnya Master Plan Program Pembangunan Terpadu Indonesia (National Capital Integrated Coastal Development). Master Plan ini merupakan konsolidasi dari proses perencanaan penanggulangan ketidakseimbangan neraca air, termasuk banjir, yang telah pernah dilakukan dan dibahas dengan para pemangku kepentingan secara terpadu, lintas sektor dan lintas wilayah. Master Plan ini akan menjadi panduan dan rujukan dalam memulihkan keseimbangan dan integritas sosial, ekonomi dan ekologi di Ibu Kota Negara. Kondisi Ibukota Negara Jakarta saat ini menghadapi berbagai tantangan yang merupakan resultan dari berbagai dinamika, termasuk sosial ekonomi, demografis, ketidakseimbangan neraca air, perubahan bentang alam, dan perubahan iklim. Dampak yang dirasakan dari dinamika tersebut mengambil bentuk kerusakan kualitas manfaat sanitasi, banjir, kekurangan air bersih, stagnasi mobilitas masyarakat, sampai ancaman rob dari penurunan tanah (land subsidence) dan naiknya tingkat permukaan air laut. Master Plan ini memberikan solusi terintegrasi yang saat ini berfokus pada aspek teknis pesisir Ibukota Negara, hal mana kemudian perlu diiringi dan diintegrasikan dengan semua komponen upaya pemulihan integritas ekosistem di hulu. Setidaknya 3 manfaat yang perlu kita raih dari Program Pembangunan Terpadu Indonesia yang terintegrasi dengan ekosistem hulu. Pertama, memulihkan integritas neraca hidrologis wilayah Ekosistem Ibukota Negara (water access). Kedua, memulihkan akses masyarakat terhadap ruang (spasial) yang berkualitas di wilayah Ekosistem Ibukota Negara. Ketiga, memulihkan integritas daya saing sosial ekonomi wilayah Ekosistem Ibukota Negara.

9 Pengembangan Terpadu 9 Pemulihan integritas ekosistem di Ibukota Negara perlu segera kita lakukan. Upaya ini bukan hanya memiliki arti ekologis, yang mencakup neraca air, neraca pangan, neraca keanekaragaman hayati, bahkan neraca pemanfaatan spasial yang seyogyanya juga harus menjamin peningkatan kehidupan kita sebagai manusia. Lebih dari itu, Program Pembangunan Terpadu Indonesia merefleksikan integritas kita sebagai bangsa dan negara dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan atas wilayah Ibukota Negara. Pemerintah berkeyakinan bahwa Program ini dapat diterapkan dan diwujudkan dengan bantuan para pakar dari Indonesia, dari Belanda dan dari belahan dunia lainnya. Terbangunnya proyek yang bernilai vital strategis ini bukan hanya membuktikan bahwa Indonesia mampu mengelola ekosistemnya secara cerdas dan berkelanjutan, namun lebih dari itu menjadi bukti kepercayaan diri, kemampuan dan kapabilitas bangsa Indonesia dalam menyelesaikan proyek besar. Semua itu tidak dapat dicapai dengan serta merta, namun membutuhkan komitmen dan dukungan politik jangka panjang dari semua, partisipasi masyarakat serta dukungan kelembagaan yang kuat dan efektif. Hanya dengan demikian, upaya bersama dalam memulihkan integritas daya dukung ekosistem Ibukota Negara ini dapat mencapai hasil yang diharapkan dan mendukung kehidupan masyarakat secara berkelanjutan. Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Jakarta, 17 Oktober 2014 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Republik Indonesia

10 10 Pengembangan Terpadu MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Berkaca dari pengembangan beberapa kota pantai di berbagai belahan dunia, pengembangan Jakarta yang juga merupakan Ibukota Republik Indonesia harus dapat menjawab permasalahan seperti ancaman banjir, penurunan muka tanah, penyediaan air baku, kemacetan, dan penataan pemukiman. Dengan berbagai pertimbangan, pengembangan Jakarta diarahkan ke pantai utara dengan mengadopsi konsep waterfront city sehingga memungkinkan adanya reklamasi yang sekaligus juga merevitalisasi pemukiman padat di sepanjang pantai. Pengembangan Jakarta sebagai kota pantai telah melalui perjalanan panjang, antara lain dimulainya program reklamasi pantai utara Jakarta pada dua dekade yang lalu dengan dukungan penuh dari Pemerintah. Namun, sejalan dengan perkembangan kebutuhan perkotaan dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi, pengembangan Jakarta perlu mempertimbangkan berbagai sektor dengan mengoptimalkan peluang dan peran serta swasta. Dengan tekad yang kuat dan dukungan berbagai pihak yang dilandasi pengalaman panjang dan berbagai hasil kajian/studi, Pemerintah telah mempersiapkan Pengembangan Terpadu yang mengintegrasikan pengembangan sektor infrastruktur dan Pengembangan Terpadu merupakan program jangka panjang yang memerlukan investasi cukup besar, sehingga harus dijadikan acuan dan komitmen bersama dari berbagai pihak. Tersusunnya Program Pengembangan Terpadu merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Pemerintah DKI, serta kementerian/lembaga terkait lainnya. Tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, termasuk mitra pembangunan dan Pemerintah Belanda yang mendukung tersusunnya Dokumen Program Pembangunan Terpadu. Semoga kerjasama yang baik selama ini dapat terus ditingkatkan bagi pelaksanaan Pengembangan Terpadu.

11 Pengembangan Terpadu 11 Dengan Poros Kemaritiman Indonesia yang digagas dan akan dikembangkan Pemerintah yang akan datang, saya yakin Program Pengembangan Terpadu dapat bermanfaat dalam pembangunan Jakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia. Jakarta, 17 Oktober 2014 Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas Armida S. Alijahbana

12 12 Pengembangan Terpadu MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Kegiatan Pengembangan Terpadu (PT- PIN) atau National Capital Integrated Coastal Development telah dimulai sejak tahun 2007 melalui kerjasama Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, serta Kementerian Infrastruktur dan Lingkungan Belanda, dengan nama Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS). JCDS menghasilkan tiga produk penting yang dikenal dengan Triple A. Atlas, Berisi hasil identifikasi dan himpunan permasalahan-permasalahan yang dihadapi Jakarta terkait antara lain tentang masalah kependudukan, lingkungan, banjir, air limbah, transportasi dan geoteknik. Agenda, berisi kegiatan-kegiatan yang dihadapi dan kerangka waktu yang sempit. Serta Aturan Main, berisi usulan kelembangaan dan hubungan kerja dengan institusiinstitusi terkait serta gagasan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha. Memperhatikan hasil-hasil kegiatan JCDS yang menunjukan kompleksitas permasalahan, kualitas lingkungan yang buruk serta kerawanan Ibukota Negara Republik Indonesia terhadap ancaman bencana yang terkait dengan air, kegiatan JCDS ditindaklanjuti oleh suatu program yang disusun dengan lebih terpadu dengan titik berat Pemulihan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Ibukota Negara yang diwujudkan dengan PTPIN. Tercakup dalam kegiatan ini adalah upaya untuk memecahkan masalah transportasi dan kebutuhan ruang untuk menunjang PTPIN. Pada saat yang sama, Kementerian Pekerjaan Umum juga melaksanakan upaya pengendalian penurunan muka tanah di DKI Jakarta akibat pengambilan air tanah dalam yang berlebihan. Kegiatan ini diwujudkan dalam bentuk inisiasi penambhan pasokan debit air ke DKI Jakarta dan pemulihan air tanah dalam (aquifer storage recovery). Pasokan air minum DKI Jakarta secara bertahap akan terus ditingkatkan dengan air baku yang diambil dari Saluran Tarum Barat, Bendungan Karian dan sumber lain. Investigasi karakteristik geologi teknik dan pemodelan land subsidence serta pengukuran bathimetri perairan Teluk Jakarta dan pemodelan respon morfologi pantai sebagai bagian dari implementasi program PTPIN juga sedang dilakukan. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, Kementerian Pekerjaan Umum juga melakukan kajian penataan ruang

13 Pengembangan Terpadu 13 dengan menerapkan prinsip Building with Nature by Integrating Land in the Sea and Water in the Old and New Lands. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum juga tengah melakukan upaya untuk mengintegrasikan pengelolaan Hulu-Hilir di Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, termasuk penanganan kualitas air. Untuk memahami konsepsi PTPIN secara utuh sebagai bagian dari pengelolaan Hulu-Hilir di Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, disarankan agar dipelajari juga laporan-laporan terkait 5 pilar pengelolaan Wilayah Sungai Ciliwung- Cisadane: Konservasi, Pendayagunaan, Pengendalian Daya Rusak, Sistem Informasi Sumber Daya Air dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Wilayah Sungai tersebut. PTPIN memberikan tantangan yang besar bagi pengembangan dan penerapan teknologi tidak hanya di bidang sumber daya air, tetapi juga di bidang-bidang lain, antara lain transportasi dan lingkungan hidup. Jika dikelola dengan baik maka PTPIN juga akan menciptakan peluang bisnis di berbagai lapangan termasuk penyerapan produk-produk dalam negeri. Hal-hal ini merupakan pusat perhatian dalam penerapan program PTPIN. Pada kesempatan ini ijinkan saya mengingatkan semua pihak yang terlibat agar tidak cepat puas, karena peta jalan program PTPIN masih panjang. Tim Kerja masih harus bekerja lebih keras lagi dalam mempelajari, melaksanakan dan mengevaluasi setiap progres penerapan PTPIN, termasuk menciptakan iklim yang baik agar Badan Usaha Swasta tertarik untuk berpartisipasi dan menanamkan investasinya di program PTPIN. Kementerian Pekerjaan Umum akan terus berkomitmen dalam mewujudkan program PTPIN. Jakarta, 17 Otober 2014 Djoko Kirmanto Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia

14 14 Pengembangan Terpadu MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA Kita menyadari bahwa Jakarta, sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan wilayah terdepan dari wajah bangsa ini. Potret Jakarta adalah potret kita sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian, permasalahan yang terjadi pada kota Jakarta, tentunya menjadi permasalahan kita bersama. Bagaimana kita berupaya mencari solusi dan pemencahan permasalahan tersebut. Peningkatan jumlah penduduk Jakarta yang cukup tinggi, Banjir yang terus terjadi, menurunnya permukaan lahan, abrasi/rob yang sepanjang tahun tiada henti menerpa kota ini, dan terbatasnya sumber air baku untuk menyediakan kebutuhan akan air minum, air yang bersih dan sehat adalah merupakan sebahagian permasalahan kota Jakarta. Yang tentunya harus dicarikan solusi penanganannya secara komprehensif dan terpadu. Buku Master Plan (Rencana Induk) pengembangan terpadu pesisir Ibukota Negara ini merupakan langkah awal dari upaya kita untuk memecahkan permasalahan tersebut. Isu kelayakan kehidupan di perkotaan adalah isu pengelolaan lingkungan hidup yang multidimensi dan kompleks. Masyarakat menggantungkan harapan besar kepada pemerintah untuk memberikan jaminan kenyamanan dan kesehatan atas ruang hidupnya, namun pemerintah juga berharap banyak terhadap kontribusi dan peran aktif setiap warganya untuk turut memecahkan masalah. Outcomes yang ingin dicapai menjadi tergantung pada bagaimana kebijakan pemerintah dikritisi, dikawal dan didukung oleh warganya. Ketika telah dipastikan bahwa solusi pemecahan masalah banjir, turunnya muka tanah, dan perbaikan kualitas lingkungan hidup Jakarta membutuhkan pendekatan holistik dan perencanaan yang dilakukan perlu dibangun dari dialog yang intensif komprehensif dan konstruktif. Masyarakat perlu memahami apa manfaat dan resiko dari setiap alternatif solusi yang diberikan, sekaligus terinspirasi untuk berpartisipasi dan berkontribusi. Konsep penyelamatan Jakarta dengan membangun tanggul raksasa, perbaikan sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih, serta revitalisasi keseluruh bagian wilayah kota yang berada di pesisir adalah konsep besar yang mengimplikasikan perubahan pola hidup langsung

15 Pengembangan Terpadu 15 minimal satu juta penduduk di wilayah utara Jakarta dan bahkan Tangerang dan Bekasi. Keberhasilan upaya penyelamatan Jakarta akan sia-sia apabila tidak diiukuti dengan perbaikan kualitas lingkungan hidup masyarakat tersebut. Master Plan Program Pembangunan Terpadu (NCICD) ini disusun dan akan terus disempurnakan melalui proses iteratif yang terbuka dan dilandaskan pada upaya pengamanan (safeguard). Pada awal Rencana Induk (Master Plan) seharusnya dilengkapi dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang saat ini sedang dalam proses penyusunan. KLHS tidak akan sekedar membidik kelayakan lingkungan wilayah yang akan dibangun, tetapi secara komprehesif menyoroti isu-isu lingkungan dalam cakupan yang lebih luas, yaitu sampai ke Jawa Barat dan Banten. Mekanisme pengamanan seperti ini juga akan didukung lebih lanjut sampai dengan tahap pelaksanaan, yaitu penerapan kewajiban AMDAL diikuti dengan penerbitan ijin lingkungan kepada setiap investor, pengembangan, maupun pemrakarsa kegiatan. Prof. Dr.Balthasar Kambuaya, MBA

16 16 Pengembangan Terpadu GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dan kota delta dengan berbagai peran yang diembannya telah mengalami pertumbuhan pesat yang karenanya juga membawa permasalahan yang serius terutama berkaitan dengan menurunnya daya tampung dan daya dukung lingkungan. Dalam kondisi masih terbatasnya infrastruktur perkotaan dan ditambah dengan adanya beban populasi, keterbatasan ruang, ancaman degradasi kualitas lingkungan, dampak perubahan iklim, seperti kenaikan muka air laut, banjir rob, dan land subsidence telah menempatkan Ibukota dalam kerenatanan yang semakin tinggi. Perda Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, mengamankan bahwa salah satu strategi penataan ruang DKI Jakarta ke depan diarahkan pada pengembangan pembangunan ke arah utara sekaligus optimalisasi pengelolaan Teluk Jakarta melalui reklamasi untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru serta infrastruktur pendukung lainnya, antara lain pembangunan bertaraf internasional, pengembangan kawasan komersial dan perumahan. Terobosan yang direncanakan melalui Program NCICD (National Capital Integrated Coastal Development) dalam mewujudkan Kota Jakarta yang berketahanan akan mengubah permasalahan yang akan menjadi peluang selain ketahanan terhadap banjir rob juga untuk mengembangkan sumber air baku, peningkatan pendapatan kota melalui pengembangan pelabuhan dan jaringan transportasi kota serta menambah kawasan baru. Saya mengucapkan terimakasih dan apresiasi kepada Tim Koordinasi Persiapan Pembangunan Jakarta Coastal Development, yang telah menyelesaikan Dokumen Master Plan Program Pengembangan Terpadu atau Program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Saya berharap, Program NCICD menjadi program prioritas nasional yang sejalan dengan pengembangan kawasan strategis Pantai Utara Jakarta, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memberikan nilai tambah untuk revitalisasi daratan pantai lama melalui penyediaan perumah rakyat, infrastruktur yang memadai, perbaikan kawasan kumuh, serta penyediaan lapangan kerja yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

17 Pengembangan Terpadu 17 1 Pendahuluan Pembangunan Jakarta perlu mengantisipasi beberapa isu utama seperti ancaman banjir, penurunan muka tanah, keterbatasan air baku, serta penataan sistem transportasi dan pemukiman. Untuk itu telah disusun kerangka kebijakan bahwa pembangunan wilayah di Jakarta akan diarahkan ke kawasan pesisir dengan mengadopsi konsep waterfront city melalui program Pengembangan Terpadu

18 18 Pengembangan Terpadu Pendahuluan Latar Belakang SistemaJakarta adalah daerah khusus ibukota negara yang merupakan pusat aktivitas berskala internasional, nasional dan regional. Kegiatan perekonomian di kota ini mendorong terjadinya aglomerasi dari berbagai komponen kegiatan perkotaan. Jakarta dengan populasi lebih dari 9,5 juta jiwa merupakan daerah inti perkotaan (core area) dari suatu sistem aglomerasi kawasan Jabodetabekpunjur dengan total populasi 30,1 juta jiwa di tahun Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional sesuai dengan ketetapan Perpres No. 54 Tahun DKI Jakarta terbagi dalam 6 wilayah kabupaten/kota administratif dengan total luas wilayah 662,33 km2. Wilayah DKI Jakarta di bagian utara dibatasi oleh garis pantai sepanjang kurang lebih 32 km yang berbatasan di bagian barat berbatasan dengan Tangerang dan di bagian timur berbatasan dengan Bekasi. 1 Lebih dari separuh penduduk Jakarta tinggal di daerah pesisir. Aktivitas perekonomian utama perkotaan juga banyak berkembang di kawasan pesisir. Kawasan pantai utara merupakan kawasan andalan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kawasan ini merupakan pusat kegiatan ekonomi yang tumbuh pesat karena kedekatannya dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi, seperti pelabuhan, pergudangan dan pusat perdagangan. Namun demikian, Jakarta juga terletak di daerah delta dengan tingkat kerawanan banjir yang tinggi, baik banjir dari luapan sungai maupun banjir limpasan air pasang. Di kawasan ini terdapat aliran 13 sungai besar yang bermuara di Teluk Jakarta dan 40 persen wilayahnya merupakan dataran rendah yang berada di bawah muka air laut pasang. Banjir di kawasan pesisir Jakarta diperburuk dengan menurunnya muka tanah akibat ekstrasi pemanfaatan air tanah yang berlebihan. Tidak hanya di Jakarta, menurunnya kondisi kawasan pesisir juga terjadi di garis pantai utara yang terletak di wilayah Tangerang dan Bekasi. Ancaman banjir mengancam 1-2 juta penduduk yang tinggal di kawasan pesisir utara Jakarta. Kejadian banjir akan semakin meningkat jika penurunan muka tanah terus berlangsung. Ketika upaya penurunan muka tanah tidak dapat dihentikan, diperkirakan pada tahun 2030 lebih dari seperempat kawasan Jakarta akan tenggelam dan mengancam 4 juta penduduk. Upaya pemindahan penduduk dan aktivitas ekonomi dianggap belum mampu menjadi salah satu solusi dalam mengurangi resiko dampak banjir. Pada tahun 2010 Jakarta telah aktif untuk memulai membangun perlindungan dan pengembangan kawasan pesisir dan masuk ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta (RTRW) Pembangunan Jakarta perlu mengantisipasi beberapa isu utama seperti ancaman banjir,

19 Pengembangan Terpadu 19 penurunan muka tanah, keterbatasan air baku, serta penataan sistem transportasi dan pemukiman. Untuk itu telah disusun kerangka kebijakan bahwa pembangunan wilayah di Jakarta akan diarahkan ke kawasan pesisir dengan mengadopsi konsep waterfront city. Kebijakan ini diarahkan untuk menjawab berbagai permasalahan di atas serta memungkinkan adanya penambahan kawasan produktif melalui reklamasi dan revitalisasi di kawasan pantai. Laporan ini mencakup beberapa rencana dan kegiatan utama dalam penataan kawasan pesisir Jakarta yang diintegrasikan dalam suatu Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN). Program ini merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta kementerian/lembaga terkait lainnya. Beberapa kegiatan telah terlaksana di lapangan dan beberapa kegiatan lainnya dalam tahapan persiapan. Program ini perlu ditindaklanjuti oleh seluruh pemangku kepentingan terkait. Laporan ini diharapkan memberikan informasi yang dibutuhkan dan menjadi dasar bagi pemerintahan selanjutnya Sistematika Pelaporan Laporan ini terdiri atas lima bagian. Setelah bagian pendahuluan, Bab 2 menggambarkan tentang ikhtisar permasalahan perkotaan yang dihadapi oleh Ibukota Negara Republik Indonesia. Bab 3 mencakup deskrisi tentang upaya terkait program terpadu di pesisir ibukota yang mencoba membahas permasalahan yang telah dibahas di Bab 2. Di bagian akhir Bab 3 membahas lebih khusus mengenai program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) dan tahapan pembangunannya. Bab 4 menjelaskan strategi implementasi program PTPIN tersebut. Laporan ini ditutup dengan Bab 5 yang berisi beberapa rekomendasi dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan PTPIN.

20 20 Pengembangan Terpadu

21 Pengembangan Terpadu 21 2 Ikhtisar Permasalahan Perkotaan di Ibukota

22 22 Pengembangan Terpadu Ikhtisar Permasalahan Perkotaan di Ibukota 2.1 Sekilas Ibukota Negara (Jakarta) 2 Tata Ruang Jakarta Wilayah Provinsi DKI Jakarta terdiri atas daratan seluas 662 km² dan perairan laut seluas km² serta 110 pulau yang berlokasi di Kabupaten Kepulauan Seribu. Daratan utama wilayah DKI Jakarta di bagian Utara dibatasi oleh garis pantai sepanjang kurang lebih 32 km. Sebagai daerah khusus ibukota, Jakarta memiliki aktivitas berskala pelayanan internasional, nasional, regional, dan lokal. Hal ini mendorong terjadinya aglomerasi berbagai komponen kegiatan perkotaaan terutama pada kawasan yang telah berkembang. Gambar 2.1 Peta Jakarta dalam Lingkup Kawasan Jabodetabekpunjur

23 Pengembangan Terpadu 23 Aglomerasi kawasan regional DKI Jakarta membentuk satu kesatuan wilayah yang mempunyai nilai ekonomis yang strategis. Kawasan ini mencakup wilayah Bogor Depok Tangerang Bekasi - Puncak Cianjur atau lebih dikenal dengan Jabodetabekpunjur dan ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional melalui Perpres No. 54 Tahun Kawasan Jabodetabekpunjur dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa (hasil Survey Penduduk 2010, tidak termasuk penduduk Kepulauan Seribu) merupakan kawasan perkotaan terbesar di Indonesia dan keenam terbesar di dunia. Kota Jakarta sebagai metropolitan dalam perkembangannya saat ini telah dihuni oleh sekitar 9,6 juta jiwa (data sensus penduduk 2010). Penggunaan lahan DKI Jakarta didominasi oleh lahan terbangun yang diwakili oleh peruntukan bangunan, prasarana jalan, dan infrastruktur lainnya. Hasil interpretasi citra satelit memberikan informasi bahwa sekitar 66,62 persen wilayah daratan utama DKI Jakarta merupakan lahan terbangun, sedang 33,38 persen sebagai lahan terbangun non pemukiman seperti hutan kota, jalur hijau, pemakaman, lahan pertanian, taman, lahan kosong, dan lainnya. Penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur memiliki peran sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air tanah, upaya menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir dan pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. Namun demikian selama berabad-abad kota ini telah mengalami masalah banjir yang serius. Dalam dekade terakhir frekuensi dan intensitas banjir terasa meningkat, yang mempengaruhi area yang lebih besar dan menelan lebih banyak korban dan kerusakan. Pemerintah mulai serius menangani banjir Jakarta pada pertengahan tahun 60-an. Saat itu pemerintah Gambar 2.2 Kondisi Banjir Jakarta Januari 2014

24 24 Pengembangan Terpadu meyakini bahwa penanganan banjir di Ibukota haruslah mempunyai konsep yang jelas agar bisa dijadikan acuan dan sekaligus dipahami oleh masyarakat berkenaan dengan langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya. Kawasan Pantai Utara Jakarta Lebih dari separuh penduduk Jakarta tinggal di daerah pesisir. Aktivitas perekonomian utama perkotaan juga banyak berkembang di kawasan pesisir. Kawasan pantai utara merupakan kawasan andalan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kawasan ini merupakan pusat kegiatan ekonomi yang tumbuh pesat karena kedekatannya dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi, seperti pelabuhan, bandar udara, pergudangan dan pusat perdagangan. Namun pesatnya perkembangan kawasan perkotaan selain memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi pada sisi lain dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan lingkungan. Penurunan kondisi lingkungan di Pesisir Utara Jakarta dianggap menjadi salah satu faktor yang memperburuk permasalahan banjir di Jakarta. Sistem perlindungan di pesisir Jakarta mengalami kondisi yang kritis, salah satunya akibat penurunan muka tanah di Pesisir Utara Jakarta. Panjang garis pantai Utara Jakarta adalah kurang lebih 32 km, meliputi garis pantai yang berbatasan dengan Pantai Utara Tangerang di bagian barat hingga perbatasan Pantai Utara Bekasi di bagian timur. Di bagian barat kawasan Pantura Jakarta berbatasan dengan Daerah Kabupaten Tangerang, di bagian Timur berbatasan dengan Daerah Kabupaten Bekasi, dan di bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kelapa Gading di Kota Jakarta Utara, wilayah Kota Jakarta Barat, wilayah Kota Jakarta Pusat, dan wilayah Kota Jakarta Timur. Di kawasan inilah terdapat berbagai kegiatan dengan fungsi transhipment point, seperti pelabuhan Tanjung Priok, pelabuhan Sunda Kelapa, Marina Ancol, rencana terminal Mass Rapid Transit (MRT), jalan tol, dan jaringan jalan arteri lainnya. Beberapa kegiatan skala besar yang telah berlangsung di dalam kawasan Pantura Jakarta, antara lain PLTU/PLTGU Muara Karang dan Muara Tawar, PLTU Tanjung Priok, permukiman Pantai Mutiara, permukiman Pantai lndah Kapuk, pelabuhan Tanjung Priok, pengembangan pelabuhan perikanan samudera di Sunda Kalapa, Kawasan Berikat Nusantara Marunda, kawasan rekreasi Taman lmpian Jaya Ancol, permukiman nelayan di Muara Angke dan Kamal Muara, pusat perdagangan Glodok dan Mangga Dua, dan kegiatan pelayaran rakyat.

25 Pengembangan Terpadu 25 Hidrologi Air Permukaan. Dalam konteks sistem hidrologi Daerah Aliran Sungai, kawasan Pantura Jakarta merupakan muara sungai-sungai yang berhulu di wilayah selatan, termasuk kanal buatan, yang mengalir dari arah Puncak - Bogor ke arah laut di utara. Dari ke 13 sungai dan kanal buatan tersebut, 10 di antaranya bermuara di Teluk Jakarta, yaitu Sungai Mookervaart, Angke, Grogol, Pesanggrahan, Krukut, Kalibaru Barat, Ciliwung, Kalibaru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, dan Cakung. Gambar 2.3 Sistem Pengendalian Banjir Eksisting Banjir dan Rob. Jakarta berada pada dataran rendah (40 persen dari luasan), dipengaruhi oleh pasang laut serta kondisi air permukaan serta intensitas curah hujan yang besar (2000 s/d 3500 mm/tahun). Kejadian banjir dan genangan yang melanda Kota Jakarta secara rutin terjadi sejak tahun 1961.

26 26 Pengembangan Terpadu Gambar 2.4 Peta Erosifitas di Kawasan Jabodetabekpunjur Sumber: RTRW Propinsi Jawa Barat Sayangnya, kondisi sungai pada umumnya sangat memprihatinkan dengan tingkat sedimentasi dan pengangkutan sampah yang tinggi. Berkurangnya luas daerah tangkapan air di kawasan hulu sungai akibat pesatnya pembangunan menyebabkan berkurangnya infiltrasi. Erosi yang terjadi di bagian hulu juga berakibat pada sedimentasi sungai di bagian tengah dan hilir sungai yang melewati Jakarta. Akibatnya, jika t hujan tinggi terjadi di hulu, permukaan air sungai dengan cepat meluap, yang pada gilirannya akan mengancam daerah rendah di Jakarta terutama daerah Jakarta Utara. Selain itu ketersediaan air permukaan Jakarta juga ditopang oleh situ-situ dan beberapa waduk di wilayah DKI Jakarta. Situ dan waduk retensi juga difungsikan untuk mengisi kembali air tanah. Sekitar 149 situ yang terletak di wilayah DKI Jakarta, yang terdiri dari 134 situ eksisting dan sekitar 15 situ potensial dengan total area 394,2 ha.* Jumlah total seluruh situ eksisting di wilayah Jabodetabek berjumlah sekitar 1018 dengan jumlah situ potensial sebanyak 310 situ. * Western Java Environmental Management Project (WJEMP) yang dilaksanakan pada tahun 2005 oleh Nippon Koei bekerja sama dengan Kwarsa Hexagon, telah diidentifikasi

27 Pengembangan Terpadu 27 Abrasi pantai di kawasan pesisir Jakarta, terutama di beberapa lokasi disebabkan oleh aktivitas manusia seperti kegiatan reklamasi sebagian pantai, pengambilan terumbu karang dan menipisnya hutan mangrove. Abrasi terjadi di beberapa lokasi di Pantai Utara Jakarta bagian Timur dan Barat. Pembangunan tambak di Bagian Barat perairan Teluk Jakarta menyebabkan kawasan tersebut mengalami kehilangan pelindung pantai alami berupa tanaman mangrove. Pantai Marunda juga mengalami erosi hingga kini belum membentuk keseimbangan alam, dimana suplai sedimen tidak mencukupi untuk menutup defisit yang diakibatkan oleh abrasi dan pengambilan pasir. Kualitas Air Permukaan. Pencemaran terhadap air sungai di DKI Jakarta semakin meningkat. Kecenderungan dari tahun 2004 sampai dengan 2007 menunjukkan kualitas air yang semakin memburuk. Hal ini disebabkan oleh limbah cair dari industri dan domestik serta sampah padat yang dibuang ke sungai. Dari 67 lokasi titik pantau di 13 sungai menunjukkan trend pencemaran yang semakin meningkat. Padahal potensi air permukaan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air baku untuk air minum, pertanian dan kegiatan perkotaan. Kualitas air permukaan yang ada di waduk dan situ di Jakarta secara umum tidak terawat, seperti banyaknya sampah, dan masuknya limbah domestik, limbah industri dan kurangnya fungsi ekologis situ. Status kualitas air di DKI Jakarta pada tahun 2007 adalah 83 persen tercemar berat dan 17 persen tercemar sedang. Sedangkan kecenderungan kualitas air situ/waduk di DKI dari tahun menunjukkan kualitas penurunan kualitas yang cukup signifikan. Air Tanah. Cekungan Air Tanah Jakarta (CAT Jakarta) termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung, luas CAT tersebut mencapai km2. Batas cekungan di sebelah selatan terletak di sekitar Depok, di sebelah barat dan timur masing-masing Kali Cisadane dan Kali Bekasi, sementara batas di sebelah utaranya adalah Laut Jawa. Pengambilan air tanah pada CAT Jakarta saat ini hampir melebihi setengah aliran air tanah yang masuk ke dalam akuifer menengah dan dalam. Kondisi demikian dapat di kategorikan sudah memasuki zona kritis hingga rusak. Berdasarkan data Badan Geologi, DESDM, Neraca Air Tanah Jakarta saat ini adalah, potensi air tanah dalam 52 juta m³/thn sedangkan pengambilan air tanah (dalam) 21 juta m³/tahun (40 persen). Kualitas Air Tanah. Disamping kualitas air permukaan, kualitas air tanah juga menurun dalam beberapa tahun terakhir. Terutama terjadi di daerah-daerah yang semakin dekat dengan batas pantai. Penelitian BPLHD Provinsi DKI Jakarta terhadap 75 Kelurahan, menunjukkan bahwa pencemaran air tanah disebabkan oleh kurangnya pengelolaan limbah domestik dan buruknya sanitasi lingkungan. Status mutu air tanah Jakarta tahun 2007 adalah 12 persen tercemar berat, 20 persen tercemar sedang, 45 persen tercemar ringan dan hanya 25 persen yang tergolong baik, sedangkan pencemaran coliform mencapai 55 persen. Pencemaran air tanah Jakarta hampir merata di seluruh wilayah.

28 28 Pengembangan Terpadu Gambar 2.5 Laju Penyedotan Air Tanah di Jakarta Sumber : Pemantauan Kondisi Dan Lingkungan Air Tanah di Cekungan Tanah Jakarta, ESDM Pasang Surut Air Laut. Teluk Jakarta merupakan perairan dangkal dengan kedalaman berkisar antara 3 29 meter dengan rata-rata kedalaman 15 meter. Kedalaman muara berkisar antara 0,5 3 meter saat pasang dan 0,5 2 meter saat surut. Kedalaman terendah di Muara Kali Blencong baik saat pasang atau surut yaitu 0,5 meter. Dasar perairan Teluk Jakarta melandai ke arah Laut Jawa dengan kedalaman di perbatasan Laut Jawa berkisar antara meter. Variasi kedalaman yang tinggi terdapat di perairan sebelah barat Teluk Jakarta sedangkan di pantai timur relatif rata. Perbedaan ini disebabkan proses sedimentasi di bagian pantai timur yang sangat kuat akibat bermuaranya Sungai Citarum di Muara Gembong. Gelombang pasang akibat kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pasang-surut serta diakibatkan oleh faktor-faktor lain atau eksternal force seperti dorongan air, swell (gelombang yang ditimbulkan dari jarak jauh), badai dan badai tropis yang merupakan fenomena yang sering terjadi di laut. Gabungan atau interaksi dari itu semua menimbulkan anomali muka air laut yang menyebabkan banjir Rob. Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada perencanaan teknis dalam melindungi kawasan pesisir dari kenaikan muka air laut yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik pasang surut, karakteristik gelombang laut, perubahan iklim. Dari analisa pasang surut di teluk Jakarta, pada tahun 2005 elevasi puncak (HHWL) pasang surut di DKI Jakarta mencapai 1.88 mpp. Dengan freebord 1.00 meter maka tinggi elevasi tanah yang aman untuk garis pantai utara Jakarta setinggi 3.00 meter. Sedangkan berdasarkan dari beberapa studi

29 Pengembangan Terpadu 29 bahwa kenaikan muka air laut rata-rata adalah 8 mm per tahun. Rob adalah limpasan gelombang pasang yang terjadi di daerah pantai. Apabila daerah pantai tersebut belum ada prasarana pengendalian Rob yang memadai, maka tidak menutup kemungkinan di daerah pantai tersebut akan terjadi abrasi dan genangan banjir akibat ROB. Pada umumnya kejadian Rob di Pantai Utara Jakarta terjadi pada bulan-bulan Desember, Januari dan Februari setiap tahunnya. Pada bulan-bulan tersebut merupakan musim angin musim Barat dimana angin bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan 8,21 sampai dengan 10,62 knot. Beberapa wilayah yang terkena dampak Rob adalah Kamal Muara, Pluit, Penjaringan, Ancol, Kalibaru, Cilincing dan Marunda. Kejadian Rob di Pantura Jakarta ditentukan oleh beberapa faktor antara lain yaitu : Tinggi gelombang pasang, Kondisi topografi daerah Pantura Jakarta cenderung relatif datar dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 1 persen dan elevasinya bervariasi antara 1,5 meter sampai dengan 1,8 meter dari MSL. Dan juga pengaruh pemanasan iklim global (global warming). Gambar 2.6 Sebaran Lokasi Dampak ROB di Pantai Utara Jakarta Curah Hujan. Bencana banjir di wilayah Jabodetabek adalah salah satu kejadian yang disebabkan oleh jumlah aliran permukaan yang berasal dari hujan yang tidak mampu lagi diresapkan ataupun diteruskan ke laut oleh berbagai jenis penutupan lahan yang ada di kawasan tersebut. Iklim dan curah hujan kemudian sering dianggap sebagai sumber utama penyebab terjadinya banjir di wilayah Jabodetabek.

30 30 Pengembangan Terpadu Di wilayah Jakarta hujan umumnya terjadi hampir pada setiap bulan, termasuk pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan wilayah Jakarta masih terpengaruh oleh wilayah Bogor yang berpotensi hujan sepanjang tahun. Tingkat curah hujan di Provinsi DKI Jakarta relatif rendah dan terbagi dua zona yaitu Zona Utara dengan rata-rata curah hujan sekitar mm per tahun dan zona selatan dengan rata-rata curah hujan sekitar mm per tahun. Semakin ke hulu, curah hujan ini semakin tinggi dengan daerah Depok memiliki curah hujan sekitar mm per tahun, daerah Cibinong memiliki curah hujan sekitar mm per tahun, dan daerah Bogor memiliki curah hujan mm per tahun. Gambar 2.7 Lokasi Terkena Dampak ROB di sekitar Pantai Utara Jakarta Penurunan Muka Tanah Beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu: pengambilan air tanah dalam yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Dari empat faktor penurunan tanah ini, tiga faktor pertama, terutama masalah penggunaan air tanah dalam, dipercaya berkontribusi dalam penurunan tanah di wilayah-wilayah Jakarta Utara. Penurunan tanah dapat menyebabkan perubahan struktur bangunan, kerusakan

31 Pengembangan Terpadu 31 struktur, drainase, dan meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana banjir. Penurunan muka tanah di Jakarta terjadi sangat cepat. Sepanjang pesisir utara terjadi penurunan di beberapa tempat dengan variasi laju antara 2 sampai 20 cm per tahun. Akibatnya wilayah pesisir Jakarta tenggelam secara perlahan dan berada di bawah permukaan laut, termasuk garis pantai eksisting, sistem polder di sekitarnya, dan muara sungai serta kanal yang mempunyai akses terbuka langsung dengan laut. Pada tahun 1990, hanya 12 persen atau seluas ha daratan utara Jakarta yang berada di bawah permukaan laut. Dalam jangka 20 tahun, pada tahun 2010, 58 persen atau lebih dari Ha daratan utara pesisir Jakarta telah tenggelam di bawah permukaan laut. Tanpa adanya upaya penanganan, diperkirakan pada tahun 2030 hampir 90 persen atau Ha daratan pantai utara Jakarta akan tenggelam. Penurunan tanah di wilayah Jakarta membawa dampak negatif yang cukup banyak, terlebih di masa depan, sehingga perlu mendapat perhatian khusus.salah satu dampak dari cepatnya pengembangan kawasan terbangun yang tidak seimbang dengan penyediaan suplai kebutuhan air bersih adalah pengambilan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan industri dan pemukiman. Namun, belum ada data yang jelas seberapa banyak pengambilan air tanah dalam yang ilegal. Hal ini diperburuk dengan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang yang mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan. Konsekuensi logis yang terjadi dari tekanan beban kawasan terbangun dan berkurangnya volume air tanah dalam menyebabkan adanya ruang kosong. Untuk itu dibutuhkan infiltrasi air yang cukup besar untuk meningkatkan tekanan yang dapat menahan beban kawasan terbangun dan menahan penurunan muka tanah. Gambar 2.8 Peningkatan permukaan air laut Gambar 2.9 Kondisi di kawasan pesisir utara Jakarta

32 32 Pengembangan Terpadu Gambar 2.10 Perbandingan Penurunan Muka Tanah Tahun dan Penurunan Muka Tanah Tahun

33 Pengembangan Terpadu 33 Gambar 2.11 Elevasi Tanah Di Bawah Permukaan Laut Tahun 2010 dan Perkiraan Tahun 2050 Tanpa Upaya Pengendalian Air Tanah Sistem Perhubungan Jakarta Ibukota Jakarta telah menghadapi permasalahan lalu-lintas yang parah selama bertahuntahun dikarenakan sistem jalan yang lumpuh akibat padatnya arus lalu-lintas. Ekspansi jaringan jalan tidak mampu menjawab kebutuhan mobilitas yang diakibatkan perkembangan kota, pertumbuhan penduduk yang meningkat dan juga pertumbuhan ekonomi. Tingkat kepemilikan kendaraan bermotor juga semakin meningkat. Jumlah mobil dan sepeda motor teregistrasi meningkat masing-masing dua kali lipat dan 4,6 kali lipat sepan-

34 34 Pengembangan Terpadu jang periode Hal lain yang menambah buruk lalu-lintas Jakarta adalah jumlah komuter yang setiap harinya memasuki Jakarta. Tahun 2010 tercatat ada sekitar lebih dari 1,1 juta komuter yang memasuki Jakarta. Gambar 2.12 Peta Prasarana Jalan DKI Jakarta Pola jaringan jalan di wilayah DKI Jakarta secara umum terdiri dari sistem jaringan jalan lingkar yaitu lingkar dalam (inner ring road) dan lingkar luar (outer ring road) yang juga merupakan jaringan jalan arteri primer, jaringan radial yang melayani kawasan diluar inner ring road menuju kawasan di dalam inner ring road dan jaringan jalan berpola grid di wilayah pusat kota. Pelayanan transportasi laut dipusatkan di pelabuhan Tanjung Priok, beberapa pelabuhan lain bersifat sebagai pendukung transportasi laut antar pulau. Pelabuhan pendukung tersebut yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa, Muara Angke dan Marina. Khusus Muara Angke dan Marina hanya melayani lalu lintas antar pulau di wilayah DKI Jakarta khususnya ke kepulauan Seribu. Selama 5 (lima) tahun terakhir, pertumbuhan arus kapal dan barang di Pelabuhan

35 Pengembangan Terpadu 35 Tanjung Priok memiliki kecenderungan meningkat diatas 6 persen per tahun, dimana arus barang pada tahun 2006 telah mencapai 28.4 juta ton (untuk cargo dan curah) dan 3.5 juta TEU s (untuk peti kemas) sedangkan arus kunjungan kapal mencapai 16 ribu unit kapal. Di wilayah Jakarta Utara terdapat beberapa pelabuhan perikanan, diantaranya adalah TPI Cilincing, TPI Kali Baru, PPS Muara Baru (Nizam Zachman), TPI Muara Angke, TPI Kamal Muara. Pelabuhan nelayan ini menampung aktivitas nelayan di kawasan Jakarta Utara. Jumlah nelayan di wilayah Pantai Utara Jakarta sejumlah orang pada tahun Dilihat dari perkembangannya, jumlah nelayan di wilayah Pantai Utara Jakarta cenderung menurun. Pada tahun 2004, nelayan berjumlah orang dan turun menjadi orang pada tahun Hal ini diakibatkan semakin banyaknya nelayan yang beralih pekerjaan. Sarana transportasi udara yang ada di kawasan teluk Jakarta adalah bandar udara internasional Soekarno Hatta. Sesuai dengan fungsinya dalam tata ruang wilayah, jaringan transportasi udara menggambarkan lokasi pelabuhan udara untuk pelayanan penumpang dan bongkar muat barang untuk melayani kawasan dan wilayah pelayanan masing-masing. Kualitas pelayanan suatu bandara secara umum selain ditentukan oleh kondisi fisik dan pelayanan bandara yang bersangkutan, juga terkait dengan aksesibilitas bandara tersebut dari dan ke daerah pelayanannya Gambar 2.13 Lokasi Bandara yang Berdekatan dengan Teluk Jakarta sumber: Angkasapura (prenstasi KLHS) BangunanAir dan Drainase Tanggul Laut. Banjir rob tidak saja disebabkan oleh gelombang pasang laut yang tinggi tetapi juga oleh kenyataan bahwa banyak lokasi di pesisir Utara Jakarta ini merupakan dataran rendah yang berada di bawah permukaan laut. Ada tanda-tanda bahwa lokasi-lokasi ini masih terus mengalami penurunan muka tanah yang disebabkan oleh penyedotan air

36 36 Pengembangan Terpadu bawah tanah oleh penduduk Jakarta untuk kepentingan rumah tangga sehari-hari dan untuk industri. Terkait dengan kejadian rob, pemerintah DKI Jakarta telah melakukan pembangunan tanggul laut walaupun masih sporadis, tanggul tersebut diantaranya : tanggul Rob Muara Angke, Muara Karang, Pluit, Luar Batang, Cilincing, Marunda dan Martadinata di bagian Pantai Utara Jakarta pada tahun 2008 dan Tanggul beton maupun tanggul batu kali yang dibangun panjangnya kurang lebih 3000 meter dengan ketinggian yang bervariasi antara 1 sampai dengan 3 meter di atas permukaan tanah. Tanggul penahanan banjir rob yang lengkap dengan trotoar yang cukup lebar di Pantai Marunda kini malah menjadi tempat rekreasi yang ramai dikunjungi warga Jakarta yang ingin bersantai di tepi pantai. Sistem Drainase. Hampir seluruh Jakarta, terutama di jalan jalan protokol dan pemukiman baru, sudah dilengkapi dengan saluran drainase, namun belum terintegrasi dalam suatu sistem yang baik, sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal. Di beberapa tempat ada saluran drainase yang rusak, atau penuh dengan sampah dan sedimen. Banyak juga saluran drainase yang kapasitasnya kurang besar, sehingga kurang memadai untuk menampung air hujan, terutama pada waktu banjir. Gambar 2.14 Pembagian Zona Drainase di DKI Jakarta

37 Pengembangan Terpadu 37 Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi Air bersih. Pelayanan air bersih masyarakat dan dunia usaha di Jakarta dikelola oleh PAM Jaya dengan dua operator, yaitu Palyja dan Aetra. Berdasarkan laporan Perum Jasa Tirta II (PJT II) Jatiluhur (2010), jumlah air baku yang dikirim dari Waduk Jatiluhur ke DKI Jaya sebanyak 600 juta m³/tahun melalui Kanal Tarum Barat. Gambar berikut menunjukkan pemanfaatan air baku dari Jatiluhur melalui Kanal Tarum Barat sebagai air baku PAM Jaya. Gambar 2.15 Pemanfaatan Air Baku PAM Jaya sumber: RTRW DKI Jakarta Sanitasi dan Air Limbah. Sistem pelayanan pengelolaan limbah di Jakarta baru mencakup tiga persen dan menimbulkan dampak yang rentan bagi kesehatan warganya. Artinya, 97 persen wilayah Jakarta belum memiliki sistem jaringan air limbah. Kebanyakan dari mereka menggunakan septic tank. Buruknya sistem sanitasi di Jakarta menyebabkan sekitar 45 persen air tanah sudah tercemar bakteri E-coli. Penerapan penggunaan septic tank di setiap rumah yang tidak layak standarnya mempengaruhi kualitas air tanah untuk diminum. Banyak warga yang menempatkan tangki kakus berdekatan dengan sumur air untuk minum. Maka, bila air tidak dimasak dengan benar, warga Jakarta rentan terkena penyakit diare. Buruknya sanitasi juga menjadikan tercemarnya sungai-sungai dan menyebabkan mahalnya penyediaan air minum berkualitas. Penurunan permukaan air tanah karena pen-

38 38 Pengembangan Terpadu gambilan air tanah yang terus menerus membuat beberapa bagian limbah rumah tangga ini meresap ke dalam air tanah. Septic tank rumah tangga yang biasanya diasosiasikan dengan sistem sanitasi belum merupakan sistem yang baik karena masih banyak yang dibawah standar. Perawatan septic tank masih rendah, sehingga sebagian besar limbah domestik tidak melalui proses treatment sama sekali. Diperlukan pembangunan sistem IPAL dengan standar wadah penampungan limbah rumah tangga terpusat menjadi masalah yang mendesak. Setiap tahunnya, secara umum pencemaran terhadap air sungai di DKI Jakarta semakin meningkat. Kecenderungan dari tahun 2004 sampai 2007 menunjukkan kualitas yang semakin buruk. Hal ini disebabkan oleh limbah cair dari industri dan domestik serta sampah padat yang dibuang ke sungai. Pencemaran yang terjadi baik kualitas fisik, kimia maupun biologi. Persampahan. Produksi sampah di Jakarta mencapai m³ atau setara dengan ton setiap hari. Sedangkan truk sampah yang dimiliki DKI hanya 841 unit, sementara 100 unit truk lainnya disewa dari pihak swasta. Kapasitas angkut setiap truk sebesar 15 meter kubik dan rata-rata hanya mampu dioperasikan 1,5 perjalanan setiap hari. Armada truk DKI hanya bisa mengangkut m³ sampah per hari. Setiap hari terdapat sekitar m³ sampah tidak terangkut. Produksi yang terus-menerus dan keterbatasan jumlah armada pengangkut membuat sampah-sampah tersebut tidak terangkut dengan baik. Akibat banyaknya jumlah sampah yang tidak terangkut, volume tumpukan sampah di bantaran sungai setiap hari bertambah. Di seluruh Jakarta, terdapat 13 aliran sungai utama dan tak terhitung jumlah anak sungai maupun saluran pembuangan. Secara kasat mata, di setiap aliran air selalu saja terlihat sampah, baik yang mengapung hanyut dalam arus maupun menumpuk di sepanjang tepiannya. Di sepanjang bantaran Kali Pesanggrahan dan Ciliwung, mulai dari kawasan yang berbatasan dengan Tangerang maupun Bogor hingga bermuara di Teluk Jakarta, terlihat puluhan tempat penampungan sampah. Sampah tersebut itu nyaris tidak tersentuh oleh armada pengangkut Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Perumahan dan Permukiman Perumahan dan Permukiman. Proyeksi kebutuhan perumahan di DKI Jakarta sebesar unit per tahun, dengan proporsi 60 persen ( unit/tahun) untuk perumahan horizontal per landed houses dan 40 persen ( unit per tahun) untuk perumahan vertikal per rumah susun. Hunian di Teluk Jakarta: Bila dilihat pada lokasi perencanaan, secara umum karakteristik hunian di daerah pesisir Teluk Jakarta terdiri dari: permukiman nelayan, permukiman kumuh, permukiman di sisi sungai, kampung kota dan perumahan elit/real estat. Permuki-

39 Pengembangan Terpadu 39 man nelayan di utara Jakarta terletak di Penjaringan, Cilincing, Koja. Di Penjaringan permukiman nelayan berkonsentrasi di Kamal Muara, Muara Angke dan Murara Baru. Permukiman kampung perkotaan terbesar terdapat di Jakarta Utara dan tersebar di beberapa lokasi pesisir Teluk Jakarta. Permukiman Kumuh. Berdasarkan Podes 2012 yang terletak di wilayah Teluk Jakarta ada 104 lokasi. Di semua kecamatan yang ada di Teluk Jakarta memiliki wilayah permukiman kumuh dengan jumlah total rumah. Jumlah total keluarga yang tinggal di permukiman kumuh mencapai keluarga atau sekitar jiwa atau sekitar 6 persen dari total penduduk di Teluk Jakarta tahun Permukiman Real Estat. Area permukiman ini terkonsentrasi di Pluit, Sunter Agung Podomoro dan Pantai Mutiara. Kompleks lain yang terletak di barat dan selatan dari pelabuhan Tanjung Priok adalah Pantai Indah Kapuk, Pearl Beach, Villa Kapok Mas, dan perumahan lainnya. Di beberapa lokasi perumahan real estat ini bersebelahan langsung dengan permukiman nelayan dan permukiman kampung kota. Flat dan Rumah Susun. Berdasarkan data dari Dinas Perumahan DKI Jakarta tahun 2012, rumah susun sederhana di Jakarta ada 5.18 blok dengan unit rumah, dengan total luasan 227,15 ha. Rusunawa yang disediakan oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta-pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat sebanyak 19 Tower atau unit; yang disediakan Kementerian Pekerjaan Umum: unit atau 20 Tower Block; yang disediakan Perumnas ada 34 Tower Block atau unit. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta telah membangun 133 Tower Block atau unit yang terdiri dari unit Rusunawa dan unit Rusunami. Sebagai tambahan, Pemerintah propinsi DKI Jakarta telah mengoperasikan unit baru, mengelola Rusunawa di 5 wilayah, serta mempersiapkan rusunawa baru bagi penghuni kota di masa depan. Kemiskinan di Kawasan Pesisir Utara Jakarta Berdasarkan data BPS tahun 2009, jumlah penduduk miskin untuk Jakarta Utara dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, dari jiwa pada tahun 2004 naik menjadi jiwa pada tahun Penduduk miskin ini tersebar di enam kecamatan di wilayah, lima diantaranya merupakan kawasan pesisir Jakarta. Kawasan Pantai Utara (Pantura) Jakarta meliputi Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja dan Cilincing. Salah satu tolok ukur untuk dapat menilai tingkat kesejahteraan rata-rata masyarakat di suatu wilayah adalah dengan melihat seberapa banyak wilayah tersebut memiliki desa/ kelurahan yang termasuk dalam kategori tertinggal, yang merupakan kantung-kantung kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun 2008, menunjukkan bahwa kantung kemiskinan paling banyak di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Untuk kawasan Pantura Jakarta sebagian kelurahan tertinggal ada di Kecamatan Penjariangan yang terletak di sub-kawasan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Disampaikan dalam FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan

Lebih terperinci

Pengembangan Pantura Jakar ta

Pengembangan Pantura Jakar ta Pengembangan Pantura Jakar ta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Pada FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Sinkronisasi dengan Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12 Lintang Selatan dan 106 o 48 Bujur

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PESERTA JADWAL DAN LOKASI PELAKSANAAN. Lampiran Surat Nomor : Tanggal :

LATAR BELAKANG PESERTA JADWAL DAN LOKASI PELAKSANAAN. Lampiran Surat Nomor : Tanggal : Lampiran Surat Nomor : Tanggal : LATAR BELAKANG Sehubungan dengan pelaksanaan studi Master Plan Program NCICD (National Capital Integrated Coastal Development), salah satu aspek penting yang perlu dilakukan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR OUTLINE: 1. 2. 3. 4. Isu-isu di Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur Kronologis Kebijakan Penataan Ruang Konsep Penataan Ruang Konsep substansi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis 22 KONDISI UMUM WILAYAH Administrasi dan Teknis Kanal Banjir Timur (KBT) memiliki panjang total ± 23,5 km dengan kedalaman di hulu 3 m dan di hilir 7 m. Kanal Banjir Timur melewati 11 kelurahan di Jakarta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan tujuan utama bagi penduduk untuk berurbanisasi karena mereka pada umumnya melihat kehidupan kota yang lebih modern dan memiliki lebih banyak lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Drainase merupakan prasarana suatu kawasan, daerah, atau kota yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di dunia. Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana banjir sudah menjadi bencana rutin yang terjadi setiap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan sejak abad ke- 17 telah menjadi kota Bandar, karena memiliki posisi sangat strategis secara geopolitik dan geostrategis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS 1 Integrasi Isu Strategis Lingkungan Hidup Terkait Pembentukan Pulau-pulau Hasil Kegiatan Reklamasi No. MUATAN KLHS REKOMENDASI KLHS TERHADAP

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. prioritas utama dalam pemenuhannya. Seiring dengan perkembangan jaman dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. prioritas utama dalam pemenuhannya. Seiring dengan perkembangan jaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan primer bagi umat manusia di mana pun berada selalu menjadi prioritas utama dalam pemenuhannya. Seiring dengan perkembangan jaman dan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Atasi Laju Penurunan Permukaan Tanah DKI Jakarta, Kementerian PUPR Siapkan Langkah Quick Wins Komprehensif

Atasi Laju Penurunan Permukaan Tanah DKI Jakarta, Kementerian PUPR Siapkan Langkah Quick Wins Komprehensif Rilis PUPR #3 17 Agustus 2017 SP.BIRKOM/VIII/2017/409 Atasi Laju Penurunan Permukaan Tanah DKI Jakarta, Kementerian PUPR Siapkan Langkah Quick Wins Komprehensif Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan 3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang 3.1 Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang Jabodetabekpunjur 2018 merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR Oleh : Elfin Rusliansyah L2D000416 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta

Lebih terperinci

BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP

BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP Berdasarkan Pasal 15 PP No. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS, perumusan alternatif penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

Forum Air Jakarta Dorong Peta Jalan Penyelamatan Air Baku

Forum Air Jakarta Dorong Peta Jalan Penyelamatan Air Baku Siaran Pers : Untuk Segera Disiarkan Forum Air Jakarta Dorong Peta Jalan Penyelamatan Air Baku Jakarta, 26 Maret 2012 Masih dalam semangat perayaan Hari Air Dunia 2013, wadah pemangku kepentingan sektor

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

REVIEW PERPRES 54/2008

REVIEW PERPRES 54/2008 REVIEW PERPRES 54/2008 TENTANG PENATAAN RUANG JABODETABEKPUNJUR OUTLINE PEMBAHASAN 1 2 3 Latar Belakang Peninjauan Kembali Kronologi Pembahasan Isu-Isu Penting dalam Review Perpres 54/ 2008 1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisa Hidrologi Analisis hidrologi merupakan salah satu bagian dari keseluruhan rangkaian dalam perencanaan bangunan air seperti sistem drainase, tanggul penahan banjir dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) Artikel OPINI Harian Joglosemar 1 MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) ŀ Turunnya hujan di beberapa daerah yang mengalami kekeringan hari-hari ini membuat

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari BAB I BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari 95.181 km. Sehingga merupakan negara dengan pantai terpanjang nomor empat di dunia setelah

Lebih terperinci

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN LAMPIRAN V : PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN Kota Semarang sebagai ibukota propinsi Jawa Tengah merupakan sebuah kota yang setiap tahun mengalami perkembangan dan pembangunan yang begitu pesat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pesisir adalah wilayah bertemunya daratan dan laut, dengan dua karakteristik yang berbeda. Bergabungnya kedua karakteristik tersebut membuat kawasan pesisir memiliki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadi pada tahun 1979, 1996, 1999, 2002, 2007 (Kusumaputra, 2010).

I. PENDAHULUAN. terjadi pada tahun 1979, 1996, 1999, 2002, 2007 (Kusumaputra, 2010). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia, khususnya kota-kota besar seperti Jakarta. Banjir yang terjadi di Jakarta membentuk suatu peristiwa

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan REVIU LINGKUNGAN KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TELUK JAKARTA Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Wijayanti Direktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia memiliki luas lahan keseluruhan mencapai 661,52 berdampak kepada pertumbuhan permukiman. Menurut data statistik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki peranan yang sangat penting sebagai pusat administrasi, pusat ekonomi dan pusat pemerintahan. Secara topografi, 40

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim atau Climate change adalah gejala naiknya suhu permukaan bumi akibat naiknya intensitas efek rumah kaca yang kemudian menyebabkan terjadinya pemanasan

Lebih terperinci

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dokumen MPS yang disusun oleh Pokja Sanitasi Kota Tangerang ini merupakan tindak lanjut dari penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) dan penyusunan Buku Putih Sanitasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk dapat memenuhi tujuan penyusunan Tugas Akhir tentang Perencanaan Polder Sawah Besar dalam Sistem Drainase Kali Tenggang, maka terlebih dahulu disusun metodologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidro-meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar, dan

BAB I PENDAHULUAN. hidro-meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berlokasi di wilayah yang rawan terhadap berbagai kejadian bencana alam, misalnya bahaya geologi (gempa, gunung api, longsor,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

Tata Wilayah dan Kota Jakarta

Tata Wilayah dan Kota Jakarta Tata Wilayah dan Kota Jakarta Pasca Banjir Teguh Kurniawan Dialog Indonesia Siang, TVRI Nasional, Kamis, 24 Januari 2013 Dampak Tata Kota yang buruk terhadap aspek sosial ekonomi Kota sebagai mesin pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

Bagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi Situ, maka ada kecenderungan untuk memperlakukan Situ sebagai daerah belakang

Bagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi Situ, maka ada kecenderungan untuk memperlakukan Situ sebagai daerah belakang SUMBER DAYA AIR S alah satu isu strategis nasional pembangunan infrastruktur SDA sebagaimana tercantum dalam Renstra Kementerian PU 2010 2014 adalah mengenai koordinasi dan ketatalaksanaan penanganan SDA

Lebih terperinci