BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas kesehatan penduduk serta memperbaiki umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut diperkirakan ada 500 juta dengan usia ratarata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2000). Bahkan di masa datang, jumlah lanjut usia di Indonesia semakin bertambah. Pada lansia, osteoartritis adalah salah satu kelainan muskuloskeletal yang paling sering dijumpai di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama impairment dan disabilitas. Osteoartritis merupakan suatu keadaan patologi yang mengenai kartilago hialin dari sendi lutut, di mana terjadi pembentukan osteofit pada tulang rawan sendi dan jaringan subchondral yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi. Saat mengalami degenerasi kartilago hialin mengalami kerapuhan, di mana perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan sendi (kartilago hialin) berkenaan dengan perubahan biokimia di bawah permukaan kartilago yang akan meningkatkan sintesis timidin dan glisin. Akibat dari ketidak seimbangan antara regenerasi dengan degenerasi tersebut maka akan terjadi pelunakan, perpecahan dan pengelupasan lapisan rawan sendi yang akan terlepas 1

2 sebagai corpus libera yang dapat menimbulkan penguncian ketika sendi bergerak. Reparasi berupa sclerosis terjadi pada tulang subchondral. Tulang di bawah kartilago menjadi keras dan tebal serta terjadi perubahan bentuk dan kesesuaian dari permukaan sendi. Jika kerusakan berlangsung terus berlanjut maka, bentuk sendi tidak beraturan dengan adanya penyempitan celah sendi, osteofit, ketidakstabilan dan deformitas. Dengan terbentuknya osteofit maka akan mengeritasi membran sinovial di mana terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri dan kemudian akan menimbulkan hidrops. Dengan terjepitnya ujung-ujung saraf polimodal yang terdapat di sekitar sendi karena terbentuknya osteofit serta adanya pembengkakan dan penebalan jaringan lunak di sekitar sendi maka akan menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak. Pada kapsul-ligamen sendi akan terjadi iritasi dan pemendekan, hal ini disebabkan karena imobilisasi dan kelenturan colagen yang berkurang, pelunakan lapisan rawan yang diikuti oleh pecahnya permukaan sendi, terjadinya pengerasan pada tulang di bawah lapisan rawan sehingga kelenturan berkurang. Kemudian terjadi kontraktur jaringan ikat maupun kapsul sendi sehingga lingkup gerak sendi semakin lama semakin sempit. Pada lansia proses menua biasanya terjadi penurunan produksi cairan sinovial persendian, tonus otot menurun, kartilago sendi menjadi lebih tipis dan ligamentum menjadi lebih kaku serta terjadi penurunan lingkup gerak sendi, sehingga mengurangi gerakan persendian. Adanya keterbatasan pergerakan dan berkurangnya pemakaian sendi dapat memperparah kondisi tersebut (Tortora & Grabowski, 2003). Penurunan kemampuan muskuloskeletal dapat menurunkan aktivitas fisik (physical activity) dan latihan (exercise), sehingga akan 2

3 mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living atau ADL) (Wold, 1999). Aktivitas fisik pada lansia terdiri self care (pemeliharaan diri), work, leisure, pleassure, sport dan hobby. Penurunan aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living atau ADL) akan mempengaruhi Quality of Life lansia. Di mana Health related Quality of Life (HRQL) ada tiga dimensi: komponen fungsi fisik ( ADL dan IADL), komponen psikologi dan komponen sosial. Bagi lansia, ada beberapa indikator fisik yang berhubungan dengan fungsi pergerakan, yaitu endurance (daya tahan), muscle strength (kekuatan otot), gait speed (kecepatan jalan) dan lingkup gerak sendi (LGS) (Easton, 1999). LGS dapat diartikan sebagai pergerakan maksimal yang dimungkinkan pada sebuah persendian (Kozier et al., 2004). Pada usia 45s/d 70 tahun, LGS sendi paha dan sendi lutut akan menurun sekitar 20%, (Miller dan Alexander, 2003). Pada sendi lutut terdapat 25% komponen yang mengalami kekakuan (pada posisi fleksi), disebabkan oleh adanya kalsifikasi pada lansia yang akan menurunkan fleksibilitas sendi. Pada sendi lutut, karena berfungsi sebagai penopang tubuh maka mempunyai struktur ligamentum yang lebih kuat dan banyak dari pada sendi siku walaupun keduanya sama-sama berjenis sendi engsel. Hal ini juga akan mempengaruhi kemungkinan terjadinya kekakuan yang lebih besar pada sendi lutut tersebut (Totora dan Grabowski, 2003). Menurut Jenkins (2005) penurunan LGS disebabkan oleh tidak adanya aktivitas fisik. Untuk mempertahankan LGS sendi pada keadaan normal dan otot harus digerakkan secara optimal dan teratur. Aktivitas LGS juga dianjurkan untuk 3

4 terapi yang dapat mempertahankan pergerakan sendi dan jaringan lunak, yang dapat mempertahankan pergerakan sendi dan jaringan lunak, yang akan meminimalkan pembentukan kontraktur. Latihan untuk memperbaiki LGS aktif dalam jenis Latihan gerak aktif yaitu latihan isotonik yang dapat memperbaiki tonus dan massa, kekuatan otot dan ketahanan fleksibilitas sendi (Kisner dan Colby 1996). Traksi/ translasi adalah suatu tehnik yang digunakan untuk menangani disfungsi sendi seperti kekakuan, hipomobilitas sendi reversibel dan nyeri. Traksi/ translasi merupakan gerakan pasif yang dilakukan oleh fisioterapis pada kecepatan yang cukup lambat sehingga pasien dapat menghentikan gerakan. Gerakan traksi/ translasi didasari oleh gerak artrokinematika. Pemberian traksi/translasi dapat menstimulasi aktivitas biologi dengan pengaliran cairan sinovial yang membawa nutrisi pada bagian avaskuler di kartilago sendi pada permukaan sendi dan fibrokertilago sendi. Gerakan yang berulang-ulang pada traksi/ translasi akan memperbaiki mikrosirkulasi dan cairan yang ke luar akan lebih banyak sehingga kadar air dan matriks pada jaringan meningkat dan jaringan lebih elastis. Selain itu unsur gerak traksi/translasi hampir sama dengan gerak fisiologis dari sendi lutut baik fleksi maupun ekstensi sehingga dapat menambah dan mempertahankan elastisitas dari kapsul, ligamen, juga otot. Latihan adalah salah satu jenis aktivitas fisik dengan gerakan yang direncanakan, terstruktur dan gerakan yang berulang untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan maupun kebugaran jasmani (physical fitness). Latihan dan aktivitas fisik pada lansia dapat mempertahankan pergerakan dalam batas-batas 4

5 normal persendian, tonus otot dan mengurangi masalah fleksibilitas (Wold, 1999). Latihan yang diutamakan pada kelenturan sendi dengan peregangan maksimal dan secara bertahap ditingkatkan dengan latihan kekuatan, namun harus dilakukan secara hati-hati dan perlahan, latihan yang digunakan termasuk jenis latihan LGS ringan dengan penyesuain dosis dalam kategori latihan LGS smooth motion yakni gerakannya perlahan namun pasti dalam posisi full LGS dan tanpa nyeri (Sukendro, 2007), teknik gerak LGS yang digunakan dalam latihan ini adalah gerak sesuai bidang anatomi sendi lutut yakni gerak fleksi-ekstensi dan gerak ditujukan untuk aktivitas sehari-hari (Activity daily living atau ADL) seperti jongkok ke berdiri dan Toileting, dengan indeks Katz sehingga Quality of Life akan meningkat (Kisner & Colby, 1996). Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dilakukan penelitian mengenai pengaruh Penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif lebih meningkatkan lingkup gerak sendi dan mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat disusun sebagai berikut: 1. Apakah pemberian latihan gerak aktif dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia? 5

6 2. Apakah penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia? 3. Ada perbedaan dari kedua perlakuan tersebut akan lebih meningkatkan lingkup gerak sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia? 4. Apakah pemberian latihan gerak aktif dapat mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia? 5. Apakah penambahan traksi/ translasi pada latihan gerak aktif dapat mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia? 6. Ada perbedaan dari kedua perlakuan tersebut akan lebih mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dapat disusun sebagai berikut: Tujuan Umum Untuk mengetahui metode perlakuan yang paling baik di antara metode yang diteliti dalam rangka memperbaiki lingkup gerak sendi dan mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia, sehingga dapat digunakan pada aktivitas sehari-hari Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui bahwa latihan gerak aktif dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia. 6

7 2. Untuk mengetahui bahwa penambahan taksi/ translasi pada latihan gerak aktif dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia. 3. Untuk mengetahui bahwa dari kedua perlakuan tersebut mana yang lebih meningkatkan lingkup gerak sendi pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia. 4. Untuk mengetahui bahwa latihan gerak aktif dapat mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia. 5. Untuk mengetahui bahwa penambahan taksi/ translasi pada latihan gerak aktif dapat mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia. 6. Untuk mengetahui bahwa dari kedua perlakuan tersebut mana yang lebih mengurangi nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : Manfaat Keilmuan Untuk memperbaiki pengetahuan dalam memberikan solusi pemecahan masalah mengenai latihan yang tepat untuk meningkatkan lingkup gerak sendi dan mengurangi nyeri pada osteoartritis sendi lutut bagi lansia Bagi IPTEK Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi lansia dengan adanya data-data penelitian yang menunjukkan 7

8 pengaruh penambahan Traksi/ Translasi pada Latihan gerak aktif terhadap peningkatan Lingkup Gerak Sendi dan pengurangan Nyeri pada osteoartritis lutut wanita lanjut usia Manfaat Praktis Menambah khasanah pengetahuan mengenai macam latihan dan dosis latihan yang tepat yang nantinya berdampak pada keberhasilan terapi Bagi Masyarakat khususnya lanjut usia Sebagai masukan kepada lansia dan ke luarganya serta bagi masyarakat untuk menyadari pentingnya latihan fisik agar tercapainya derajat kesehatan yang optimal. 8

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Menua dan Teori Menua Menua (menjadi tua atau aging) adalah suatu proses penurunan secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejar (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo & Martono, 2004). Batasan usia pada lansia (Badrusshalih, 2008) adalah sebagai berikut : (1) menurut WHO meliputi usia pertengahan atau midlle age (45-59 tahun), lanjut usia pertama atau elderly (60-74 tahun), lanjut usia kedua atau old (75-90 tahun), sangat tua atau very old (usia di atas 90 tahun), (2) menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang menyatakan bahwa lansia atau seseorang yang mencapai usia 60 tahun, (3) menurut Depkes dijelaskan bahwa kelompok menjelang usia lanjut meliputi tahun sebagai masa vibrilitas, usia tahun sebagai presenium dan usia 65 tahun ke atas sebagai senium. Menurut Pudjiastuti & Utomo (2003), bahwa penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis (fisiological aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat (healthy aging). Penuaan dibagi menjadi 2, yaitu (1) penuaan sesuai kronologis usia (penuaan primer) yang dipengaruhi oleh faktor endogen, di mana perubahan dimulai dari sel, jaringan, organ dan sistem pada tubuh, (2) penuaan sekunder yang dipengaruhi oleh faktor eksogen, yaitu lingkungan, sosial budaya dan gaya hidup. Faktor eksogen dapat 9

10 juga mempengaruhi faktor endogen, sehingga dikenal faktor resiko. Faktor resiko tersebut yang menyebabkan penuaan patologis (pathological aging). Bertambah tua atau lansia selalu berhubungan dengan penurunan tingkat aktivitas fisik. Hal ini disebabkan oleh 3 hal, yaitu : (1) perubahan pada struktur dan jaringan penghubung (kolagen dan elastin) pada sendi, (2) tipe dan kemampuan aktivitas pada lansia berpengaruh sangat signifikan terhadap struktur dan fungsi jaringan pada sendi, (3) patologi dapat mempengaruhi jaringan penghubung sendi, sehingga menyebabkan functional limitation atau keterbatasan fungsi dan disability. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penurunan tingkat aktivitas fisik lansia adalah genetik, kebiasaan hidup sebelumnya, trauma atau kecelakaan, dan lain-lain (Gruccione, 2000). Ada beberapa teori yang menerangkan proses menua antara lain : 1. Teori genetic clock Menurut teori ini bahwa menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Dalam nucleus tiap spesies mempunyai suatu jam genetik. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi tertentu dan menghitung mitosis dan juga menghentikan replikasi sel bila tidak berputar. Jadi menurut konsep ini bila jam berhenti, maka akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal (Darmojo & Martono, 2004). 2. Teori eror catastrophe (mutasi somatik) Salah satu faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel 10

11 tersebut, sehingga dapat memperpendek umur. Menurut teori ini, menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan beruntun sepanjang kehidupan, berupa kesalahan dalam proses transkripsi (DNA RNA) maupun translasi (RNA protein/enzim). Kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuk enzim yang salah, akibatnya terbentuk reaksi metabolisme yang salah, sehingga akan mengurangi fungsional sel. Jika kesalahan dalam proses tranlasi (pembuatan protein), maka akan terjadilah kesalahan yang makin banyak, sehingga terjadilah katastrup (Darmojo & Martono, 2004). 3. Teori rusaknya sistem imun tubuh Adanya kerusakan sistem imun tubuh berbentuk sebagai proses keteroimunitas maupun auto imunitas. Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenai dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Peristiwa inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autonium. Di pihak lain, daya pertahanan sistem imun tubuh sendiri mengalami penurunan akibat proses menua, daya seringnya terhadap sel kanker menjadi menurut, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah yang menyebabkan terjadinya kanker meningkat sesuai pertambahan umur (Suhana, 1994 yang dikutip oleh Darmojo & Martono, 2004). 11

12 4. Teori akibat metabolisme Peristiwa menua akibat metabolisme tubuh sendiri, antara lain karena kalori yang berlebihan, kurang aktivitas dan sebagainya (Darmojo & Martono, 2004). 5. Teori radikal bebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh jika faqosit pecah. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, zat pengawet makanan, radiasi, sinar ultra violet mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan. Radikal bebas bersifat merusak karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein anak lemak tidak jenuh, seperti dalam memberan sel dan dengan gugur SH (Hardywinoto & Setiabudhi, 1999). Walaupun ada sistem penangkalan yang berbentuk enzim, seperti katalase, glutation perosida, superoksida dismutase dan bentuk non enzimtik, seperti vitamin C (asam askorbat), provitamin A (beta-karotin), Vitamin E (tocopherol), namun sebagian radikal bebas tetap lolos bahkan semakin lanjut usia semakin banyak radikal bebas terbentuk, sehingga pengerusakan terus terjadi, kerusakan sel makin lama makin banyak yang akhirnya sel mati (Darmojo & Martono, 2004). 2.2 Perubahan Fisiologis Penuaan Pada proses menua, perubahan fisiologis akan terjadi pada sistem muskuloskeletal, saraf, kardiovaskuler, respirasi, indra, dan integument. Pada 12

13 penulisan ini akan dibahas perubahan fisiologis pada sistem muskuloskeletal, (Pudjiastuti & Utomo, 2003). 1. Sistem Muskuloskeletal a. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin) Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan. Tarikan linier pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai puncak fungsi atau daya mekaniknya karena penuaan, daya elastisitas dan kekakuan dari kolagen menurun karena mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan (Pudjiastuti & Utomo, 2003). Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kekuatan otot dan penurunan kemampuan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok, dan berjalan, serta terjadi hambatan dalam melakukan aktivitas setiap hari (Pudjiastuti & Utomo, 2003). b. Kartilago Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulari dan akhirnya menjadi rata, sehingga kemampuan kartilago untuk generasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Kartilago mengalami klasifikasi di berbagai tempat 13

14 persendian, sehingga fungsinya sebagai peredam kejut dan permukaan sendi yang berpelumas menurun dengan konsekwensi kartilago pada persendian rentan terhadap gesekan (Pudjiastuti & Utomo, 2003). Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan tersebut sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya aktivitas setiap hari (Pudjiastuti & Utomo, 2003). c. Tulang Berkurangnya kepadatan tulang, setelah diobservasi merupakan bagian dari penuaan secara fisiologis. Trabecula longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal terabsorbsi kembali, sehingga jumlah spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi tipis. Perubahan yang lain berupa penurunan estrogen sehingga produksi osteoklast tidak terkendali, penurunan penyerapan kalium di usus, peningkatan kanal Haversi sehingga tulang keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran tulang secara keseluruhannya menyebabkan kekakuan dan penurunan kekuatannya. Hal ini berdampak terjadi osteoporosis yang selanjutnya dapat mengakibatkan nyeri, deformitas dan traktur ( Pudjiastuti &Utomo, 2003). d. Otot Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, atrofi pada beberapa serabut otot dan hipertropi pada beberapa serabut otot yang lain, peningkatan jaringan lemak dan jaringan penghubung dan lain-lain mengakibatkan efek negatif. Efek tersebut adalah 14

15 penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, perlambatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan fungsional (Pudjiastuti & Utomo, 2003). e. Sendi Jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia pada lansia mengalami penurunan elastisitas. Ligament, kartigo dan jaringan particular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan klasifikasi pada kartigo dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi dan menimbulkan kekakuan sendi (Pudjiastuti & Utomo, 2003). 2.3 Patologi Osteoartritis Lutut Osteoarthritis merupakan gangguan atau kerusakan kartilago hialin sendi yang melapisi ujung-ujung tulang di dalam persendian yang progresif lambat. Walaupun penyebabnya masih belum diketahui secara jelas, para ahli berpendapat, kerusakan sendi itu akibat stres mekanik (tarikan atau peregangan) pada kartilago pada sendi patelofemoral. Stres mekanik memunculkan respons pada tubuh dalam bentuk zat kimiawi yang merangsang pembentukan tulang baru untuk mengatasi kerusakan tulang rawan. Dari situlah lalu muncul penebalan atau tonjolan tulang yang tak teratur atau osteofit. Sudah pasti itu lalu mengganggu jaringan di sekitarnya dan menimbulkan rasa nyeri dan gangguan beraktivitas. Suatu cidera tunggal jarang dapat merusak permukaan kartilago. Yang jauh lebih sering adalah kelebihan beban yang berkali-kali akibat: 15

16 a. Malkongruensi pada permukaan patelofemoral karena bentuk patella atau alur interkondilus yang abnormal. b. Malposisi mekanisme ekstensor, atau kelemahan vastus medialis, yang menyebabkan patella miring, atau bersubluksasi, dan menahan beban lebih berat pada satu permukaan daripada permukaan yang lain selama fleksi dan ekstensi. c. Kelebihan beban patelofemoral mengakibatkan perubahan pada kartilago sendi dan tulang subkondral, tidak selalu pada tingkat yang sama. Oleh karena itu, kartilago dapat tampak normal dan hanya sebatas memperlihatkan perubahan biokimia seperti overhidrasi atau hilangnya proteoglikan, sementara tulang yang mendasari menunjukan kongesti pembuluh darah sebagai reaksi (penyebab nyeri potensial). Atau mungkin terdapat perlunakan kartilago yang nyata dan fibrilasi, dengan atau tanpa hipertensi intraoseosa subartikular. Fibrilasi kartilago biasanya terjadi pada permukaan medial patela atau tepi median, tetap terbatas pada daerah dangkal dan biasanya sembuh secara spontan. Ada empat tahapan kerusakan rawan sendi yang saling tumpang tindih, yaitu: a. Tahap pertama, terjadi penurunan kadar proteoglikan sedang kolagen masih normal. Meskipun kadar proteoglikan berkurang, justru sintesis awal sel rawan meningkat. Hal ini terlihat dari meningkatnya aktivitas dari mitosis sel rawan yang bertambah. Hal ini membuktikan bahwa sel rawan berperan dalam menjaga keseimbangan antara aktivitas produksi dengan aktivitas destruksi yang diperankan oleh enzim tadi yang dalam keadaan normal aktivitasnya 16

17 rendah, jadi proteoglikan yang menurun tadi karena destruksinya melebihi produksi, penurunan ini menimbulkan rawan sendi menjadi lunak secara lokal. Warna matrik menjadi kekuningan kemudian timbul retakan dan terbentuknya celah. b. Tahap kedua, celah semakin dalam, tetapi belum sampai ke perbatasan daerah subkondral, jumlah sel rawan ini mulai menurun begitu juga kadar kolagen. c. Tahap ketiga, celah tadi akan semakin dalam sampai daerah subkondral, kista dapat menjadi sangat besar dan pecah sehingga permukaan menjadi tidak teratur. d. Tahap keempat, serpihan rawan sendi yang terapung dalam cairan sendi akan difagosit sel-sel membran synovial dan terjadilah reaksi radang. Selanjutnya kondrosit mati, proteoglikans dan kolagen tidak diproduksi lagi dan matrik memucat. Tulang rawan hyalin memiliki fungsi sebagai shock-absorber dan kegagalan fungsinya dapat memperberat kerja tulang rawan. Pada awal proses patologi kemungkinan terjadi gangguan aktivitas metabolisme dan pada proses lanjutan fungsi kondrosit mengalami kegagalan dan aktivitasnya menurun. Keadaan ini menyebabkan kekurangan proteoglikan, di mana akan terjadi kekakuan yang mudah merobek tulang rawan hialin karena tekanan mekanis. Permukaan kolagen menjadi kasar dan berpartikel, yang akan pulih setelah diserap oleh jaringan sinovial. Dapat pula terjadi penimbunan kristal (calsium pyrophospatte dan hydroxyapatite) di antara persendian, dan kedua faktor di atas dapat menimbulkan reaksi radang. 17

18 Adapun gejala dan tanda klinis, di antaranya: a. Nyeri di sepanjang daerah anterior lutut saat berjalan, berlari, naik turun tangga, jongkok, atau melompat. b. Nyeri anterior saat menaiki tangga, jongkok atau menuruni tangga. c. Efusi berulang, terutama setelah beraktivitas atau keadaan istirahat. d. Krepitasi atau bunyi gemeretak dan nyeri saat menggerakkan lututnya. e. Pada saat istirahat gejala juga bisa muncul. f. Deformitas berupa genu valgus. g. Kaku sendi terutama pada saat pagi hari. Otot berperan sebagai penggerak sendi juga berfungsi sebagai komponen stabilisator aktif yang menjaga integritas sendi dan tulang saat pergerakan. Lutut diperkuat oleh dua group otot yang besar yaitu group ekstensor dan group fleksor. Group ekstensor adalah qudriceps dan group fleksor lutut adalah otot-otot hamstring. Hanya sedikit otot bekerja semata-mata pada sendi lutut, sebagian bekerja pada sendi panggul dan sebagian pergelangan kaki. Kontraktur kapsul ligamen atau terbentuknya formasi abnormal cross link pada jaringan yang timbul secara progresif lambat atau perlahan-lahan erena proses immobilisasi sehingga menyebabkan kekakuan dan keterbatasan gerak dengan pola kapsular pattern pada lutut adalah fleksi lebih terbatas dari ekstensi. Pada awal immobilisasi sendi akan terjadi perubahan substansi glyeosaminoglyeaus (GAG) dan air. Akibatnya ruang antar serabut kolagen sempit dan menghambat antar serabut, sehingga jaringan ikat menurun kelenturannya. kekakuan pada kapsul ligamen juga dapat disebabkan karena 18

19 osteofit yang telah terbentuk mengiritasi pada jaringan sekitar sehingga menyebabkan terjadinya proses inflamasi. Dalam sirkulasi darah sering terjadi inflamasi atau peradangan timbul setelah jam setelah cidera yang merupakan suatu reaksi pada jaringan karena trauma atau rangsangan yang menghasilkan cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan pada daerah cedera atau iskemia. 2.4 Mekanisme timbulnya nyeri Osteoartritis lutut Pada awal terjadi OA lutut kadang seseorang belum merasakan nyeri namun setelah agak lama akan merasakan nyeri terutama setelah berdiri atau berjalan lama dan hilang saat istirahat, namun pada tahap dini tidak sampai terjadi nyeri yang menjalar ke daerah lain. Perasaan nyeri ini akan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari jika timbul pemprovokasian dari nyeri tersebut. Pemprovokasian nyeri ini terjadi jika lutut pasien mendapat tekanan atau saat menggerakkan lututnya, sehingga pasien akan berteriak nyeri saat tekanan tepat di daerah nyeri. Stres mekanik akan mengakibatkan kerusakan sendi dan memunculkan respons pada tubuh dalam bentuk zat kimiawi yang merangsang pembentukan tulang baru untuk mengatasi kerusakan tulang rawan. Dari situlah kemudian muncul penebalan atau tonjolan tulang yang tak teratur atau disebut perkapuran. Selanjutnya akan mengganggu jaringan di sekitarnya dan menimbulkan rasa nyeri. Penganturan nyeri pada tingkat saraf perifer, yaitu berupa sensasi yang di 19

20 hantarkan oleh serabut saraf nyeri yaitu serabut A-delta dan C. rangsangan nyeri ini biasa timbul akibat adanya gangguan metabolic dan penjempitan pada polimodal di sekitar jaringan. Kerusakan awal di mulai dari hyalin cartilago sendi lutut, dilanjutkan pembentukan osteofit pada rawan sendi dan jarngan subchondral yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi. Selain permukaan sendi (tulang rawan sendi), juga mengenai daerah-daerah sekitar sendi seperti: tulang subchondral, kapsul ligament yang membungkus sendi dan otot-otot yang melekat berdekatan dengan sendi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan sendi berkenaan dengan perubahan biokimiawi di bawah permukaan kartilago yang meningkatkan sintesis timidin dan glisin. Lesi permulaan ini disusul oleh proses kerusakan kartilago secara progresif. Akibat dari ketidakseimbangan antara regenerasi dengan degenerasi tersebut maka akan terjadi pelunakan, perpecahan dan penglupasan lapisan rawan sendi yang akan terlepas sebagai korpus libera yang dapat menimbulkan penguncian ketika sendi bergerak. Gambar.2.1 Rontgen Osteoartritis lutut 20

21 Pada tulang subchondral terjadi reparasi berupa sclerosis. Dengan peningkatan aktivitas tulang dan pembentukan spur pada tepi sendi yang dapat membatasi gerakan. Tulang di bawah kartilago menjadi keras dan tebal serta terjadi perubahan bentuk dan kesesuaian dari permukaan sendi. Jika kerusakan berlangsung terus berlanjut maka, bentuk sendi tidak beraturan dengan adanya penyempitan celah sendi, osteofit, ketidakstabilan dan deformitas. Dengan terbentuknya osteofit maka akan mengiritasi membrane synovialis di mana terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri dan ini akan menimbulkan hydrops. Karena terpaparnya ujung-ujung saraf polymodal yang terdapat di sekitar sendi oleh karena terbentuknya osteofit serta adanya pembengkakan dan penebalan jaringan lunak di sekitar sendi maka akan menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak. Konsep nyeri sejak dahulu adalah sebagai teori telephone exchange di mana nosireseptor menerima impuls nyeri yang diteruskan oleh serabut saraf tepi ke susunan saraf pusat sampai ke korteks serebri yang mampu menciptakan kesadaran akan rasa nyeri FNamun konsep nyeri yang sekarang ini banyak dipahami adalah konsep menurut Melzack dan Wall yang disebut dengan Gate Control Theory. Teori ini mengemukakan bahwa: Ada dua macam serabut yaitu serabut tebal dan halus yang sama-sama mengirim rasa nyeri melalui akar saraf belakang bersambung dengan sel saraf yang dinamakan Tcell pada neuron kedua (interbuncial neurons) yang berhubungan dengan sel saraf (SG-cell). Sel SG menekan rangsang nyeri yang akan dikirim ke sel T. Rangsangan nyeri dari serabut yang tebal berfungsi 21

22 memperkuat tekanan pada sel SG, sedangkan rangsangan nyeri dari serabut yang halus bekerja untuk mengurangi sel SG, berarti sel SG adalah suatu gerbang. Untuk menerima rasa nyeri yang masuk ke sel T, rasa nyeri dari serabut tebal, gerbang ini menyempit, berakibat rangsangan kepada sel T melemah. Bila rasa nyeri melalui serabut halus gerbang akan melebar, rangsangan yang diterima menjadi lebih kuat. Membuka dan menutup gerbang bukan saja dipengaruhi oleh dua macam serabut tersebut di atas, tetapi pusat kontrol dari pusat pun mempengaruhi. Impuls rasa nyeri masuk melalui saraf perifer ke pusat kolumna posterior dan sistem proveksi dorsolateral sebagai pacu kontrol sentral mengumpulkan informasi, sifat dan letak rasa nyeri, mengirim ke thalamus sebagai pusatnya, kemudian melalui desending afferent fiber mengirim ke gerbang, yang akan membuka dan menutup gerbang Akibat nyeri akan menyebabkan spasme otot dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Jika hal ini dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan kontraktur sehingga lingkup gerak sendi akan lebih terbatas. Akibat hilangnya stress mekanik normal menyebabkan susunan serabut kolagen menjadi acak tidak bertauran dan terbentuklah abnormal cross link, fibrous dan adhesi. Sehingga membatasi gerak luncur setiap serabut dan menimbulkan kekakuan yang bersifat kapsular pattern. Kekakuan pada kaspsular ligament juga disebabkan karena osteofit yang telah terbentuk mengiritasi pada jaringan sekitar seperti kapsul ligament sehingga menyebabkan terjadinya proses inflamasi. Bila kondisi ini terus dibiarkan maka akan menimbulkan banyak 22

23 keluhan seperti kekauan, penurunan kekuatan otot dan berkurangnya instabilitas sendi Aktivitas Fisik Pada Lanjut usia Lansia yang sehat, bugar dan produktif dapat diupayakan sejak usia muda melalui aktivitas fisik atau olah raga terprogram. Kemampuan fungsional organ tubuh akan mengalami penurunan yang lebih lambat pada orang yang menjalani hidup aktif (active life), sebesar 0,4% - 0,5% pertahun dibandingkan dengan orang yang hidup tidak aktif (sedentary life) sebesar 0,4% - 0,5% pertahun dibandingkan dengan orang yang hidup tidak aktif (sedentary life), sebesar 0,75% - 1% pertahun setelah usia 30 tahun (Brooks & Fahey, 1984; Putro, 1998). Olah raga yang dilakukan secara benar akan memperbaiki fungsi paru dan efisiensi kerja jantung, kemampuan otot skelet, kelenturan badan dan sendi, membentuk tubuh serasi, padat dan kokoh, kolesterol high density lipoprotein, kemampuan fisik, produktivitas serta kekuatan jiwa (Burke, 2001). Olah raga akan menurunkan kolesterol low density lipoprotein, trigliserida, total kolesterol, denyut jantung istirahat dan obesitas (Putro, 1998). Latihan adalah jenis aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur dengan gerakan yang berulang untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan dan kebugaran jasmani (Kozier dkk, 2004). Banyak strategi untuk memperbaiki kebugaran dan aktivitas fisik pada lansia, antara lain dengan cara memperbaiki satu tahap saja dari keadaan aktivitas sebelumnya. Lansia yang sebelumnya kadang aktif menjadi dapat melakukan aktivitas teratur dan yang sebelumnya 23

24 telah melakukan aktivitas teratur kemudian melakukan olahraga secara teratur (Darmojo & Martono, 2004). Edward dan Larson (cit. Darmojo & Martono, 2004) menyatakan bahwa : 1. Latihan dan olah raga dengan intensitas sedang dapat memberikan keuntungan bagi para lansia melalui berbagai hal, antara lain pengurangan resiko fraktur peningkatan status kardiovaskuler dan kemampuan fungsional serta proses mental. 2. Peningkatan aktivitas, hanya akan sedikit sekali menimbulkan komplikasi. 3. Latihan dan olah raga pada lansia harus disesuaikan secara individual, dengan tujuan yang khusus pada individu tersebut. Perhatikan khusus harus diberikan pada jenis dan intensitas latihan, antara lain : aerobic, kekuatan, fleksibilitas dan keadaan dalam hal apa latihan diberikan. 4. Latihan menahan beban (weight bearing exercise) yang ringan secara intensif misalnya berjalan. 5. Lansia yang tidak aktif (sedentary) harus diransang untuk melakukan latihan secara tetap. Program latihan fisik bagi para lanjut usia harus memperbaiki kemungkinan bahwa mereka akan menjalankan tingkatan aktivitas yang lebih tinggi. Menurut Darmojo & Martono (2004), aktivitas sehari-hari pada lansia dapat dikaji dengan menggunakan Indeks Katz, yang mengukur kemandirian untuk mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat, mempertahankan kontinensia dan makan. Program latihan yang diberikan kepada lanjut usia biasanya disesuaikan dengan latihan semasa mudanya. Latihan dengan intensitas 24

25 ringan, secara umum didefinisikan sebagai latihan dengan < 50% kapasitas aerobik maksimum : latihan sedang 50-70% kapasitas aerobik maksimum dan latihan berat dengan > 70% kapasitas aerobik maksimum. Berikut adalah komponen dan takaran latihan/olahraga bagi lanjut usia : Tabel 2.1. Komponen dan Takaran Latihan bagi Lansia Komponen Cara Frekuensi Intensitas Lama Fleksibilitas Peregangan statis : betis, hamstring, abductor paha Tiap hari Harus menimbulkan rasa teregang 15 detik / kelompok otot. Daya tahan Kekuatan Keseimbangan Jalan-jalan naik bukti atau tangga atau step up. Golf, membawa atau menarik tas. Bersepeda. Berenang Otot tertentu. Kontraksi Kelompok otot dan gerakan sehari-hari Sikap kewaspadaan/ sikap tubuh bersandar Tai chi dan gerakan berdansa. Berpindah tempat/berbalik badan. bukan nyeri > 4 x / mgg Sampai tingkat cukup atau moderat (pendapat penderita sendiri), 50-70% denyut nadi maksimal. 2-3x/mgg 3 set Kelompok otot Intensitas sedang-berat menit/hari 2-3 set setiap gerakan 1-3x/mm Bervariasi Tergantung dari tingkat supervise dan fungsi keseimbangan Sumber : Darmojo dan Martono, 2004 Berdasarkan tipe kontraksi otot yang digunakan pada saat latihan, dibagi menjadi kontraksi isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isometrik terjadi 25

26 ketegangan pada panjang otot yang konstan meski tidak terjadi pemendekan otot. Pada kontraksi isotonik ketegangan otot tetap konstan ketika panjang otot berkurang. Pada latihan isotonik terjadi pemendekan otot akibat kontraksi otot dan pergerakan aktif. Hampir semua aktivitas fisik sehari-hari termasuk latihan isotonik, seperti berlari, berjalan, berenang dan latihan berbentuk LGS aktif Anatomi terapan dan biomekanik lutut Lutut merupakan sendi yang aneh bentuknya. Bila dilihat permukaan sendi nampak bahwa permukaan sendi dari tulang femur dan tulang tibia tidak ada kesesuaian bentuk. Kedua condylus femur membentuk sejenis katrol sedang tibia di antaranya lebih rata. Pada bagian dorsal terdapat simpai sendi yang kuat serta diperkuat oleh berbagai ligamentum. Rongga sendi lutut sangat luas dan melanjutkan diri ke dalam recessus suprapatellaris. Di dalam lutut terdapat ligamentum cruciatum anterior dan ligamentum cruciatum posterior. Di sebelah medial dan lateral terdapat ligamentum collateral medial dan ligamentum collateral lateral. Keempat ligamentum tersebut sepertinya mengemudikan lutut dalam gerakan antara fleksi dan ekstensi (De wolf and J.M.A, Mens, 1994). Aksis gerakan lutut fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi yaitu melewati condylus femoris. Untuk gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada daerah condylus medialis (Kapandji, 1987). Osteokinematika yang terjadi pada sendi lutut adalah gerakan fleksi dan ekstensi pada bidang sagital dengan luas gerak sendi fleksi antara bila posisi hip mencapai fleksi penuh. Untuk gerakan ekstensi luas gerak sendi 0 tetapi bisa 5-10 jika terdapat hiperekstensi lutut. Gerakan memutar pada bidang 26

27 rotasi untuk gerakan endorotasi dengan luas gerak sendi antara Sedangkan untuk eksorotasi antara dari posisi awal mid posisi, gerakan ini terjadi pada posisi lutut fleksi 90 (Kapandji, 1987). Otot-otot yang menggerakan sendi lutut dikelompokkan menjadi dua bagian yang terdiri dari otot quadriceps yang merupakan kelompok otot dari (1) m. rectus femoris, (2) m. vastus intermedius, (3) m. vastus medius, (4) m. vastus lateralis. Dan otot bagian belakang yaitu hamstring berfungsi sebagai penggerak sendi lutut ke arah fleksi, yang terdiri dari (1) m. biceps femoris caput longum dan brevis, (2) m. semi tendinosus, (3) m. semi membranosus. Otot-otot pembantu gerakan fleksi lutut antara lain m. popliteus dan m. gastrocnemius. Sedangkan untuk gerakan eksternal rotasi dilakukan oleh (1) m. biceps femoris dan (2) m. tensor facialata. Dan gerakan internal rotasi dilakukan oleh (1) m. popliteus,(2) m. gracilis, (3) m. hamstring. Artrokinematika sendi lutut adalah pada femur (cembung) maka gerakan yang terjadi adalah rolling dan sliding berlawanan arah. Saat fleksi femur rolling ke arah belakang dan sliding ke arah depan. Untuk gerakan ekstensi, rolling ke depan dan sliding ke belakang,dan jika tibia (cekung) bergerak fleksi maupun ekstensi maka rolling maupun slidding akan searah, saat gerakan fleksi menuju ke ke dorsal sedang pada saat bergerak ekstensi menuju ke depan (Slamet Pardjoto, 2000). 27

28 Gambar 2.2 Otot-otot tungkai atas dari sudut pandang anterior dan posterior (Putz and Pabst, 2000) Keterangan : 1. M. illiacus 9. M. gluteus minimus 2. M. tensor fascia latae 10. M. piriformis 3. M. pectineus 11. M. adductor magnus 4. M. adductor longus 12. M. semi tendinosus 5. M. sartorius 13. M. bisep femoris 6. M. rectus femoris 14. M. semi membranosus 7. M. vastus lateral 15. M. gastrocnemius caput medial 8. M. vastus medial 28

29 Gambar 2.3 Ligamentum Pembentuk Sendi Lutut Tampak dari Depan (Putz and Pabst, 2000). Keterangan gambar 2.3 : 1. Tendon m. adductor magnus 2. Tendon caput medialis m. gastrocnemiuss 3. Condylus medialir 4. Lig. meniscus femorale posterio 5. Lig. collaterale tibiale 6. Tendon m. semi membranosus 7. Lig. popliteum obliqum 8. Lig. cruciatum posterior 9. M. popliteum obliqum 10. M. popliteum 11. M. tendon caput lateralis 12. Lig. cruciatum anterior 13. Condilus lateralis femoris 14. Tendon m. popliteus 15. Meniscus lateralis 16. Lig. collaterale fibulare 17. Condilus lateralis tibialis 18. Lig. capitis fibula posterior 29

30 Gambar 2.4 Ligamentum Pembentuk Sendi Lutut Tampak dari Medial dengan Posisi Lutut dalam Keadaan : a) Ekstensi dan b) Fleksi (Putz and Pabst, 2000). Keterangan gambar 2.4 : 1. Tendon m. quadriceps 2. Femur 3. Patella 4. Epicondylus medialis 5. Lig. patella 6. Meniscus medialis 7. Lig. collaterale tibiale 8. Tuberositas tibia 9. Tibia 10. Fibula

31 Tabel 2.2 Otot pada Knee Joint Nama Otot Origo Insertio Innervasi Fungsi m. rectus femoris Spina illiaca anterior inferior dan os illii cranial dari Patella N. femoralis (L2, L3, dan L4) Extensor knee acetabulum m. vastus lateralis Trochanter major dan labium linea aspera corpris femoris Lateral dari patella N. femoralis (L2, L3, dan L4) Extensor knee m. vastus medialis m. vastus intermedius m. biceps femoris m. semimembra nosus m. semi tendinosus m. gastroc nemius Linea intertrochanterica dan labium medial linea asperqa corporis femoris Permukaan anterior dan lateral corporis femoris Caput longum: tuber ischiadicum Caput breve : linea aspera dan linea supracondylaris lateralis femur Tuber ischiadicum Tuber ischiadicum Caput medial pada condylus medialis femoris caput lateral pada condylus lateral femoris m. sartorius Spina illiaca anterior superior, serabut ke infelgsedial m. gracilis Ramus inferior ossis pubis dan ossis ischii m. tensor Spina illiaca anterior inferior fascialata dan fascialata ½ bagian atas os patella Tuberositas tibia Lateral caput fibula Condylus medialis tibia Tuberositas tibia Posterior dari calcaneus Tuberositas tibia Tuberositas tibia Tractus illiotibialis N. femoralis (L2, L3, dan L4) Extensor knee N. femoralis (L2, Extensor L3, dan L4) knee Caput longum : n. Flexor tibialis (L5- S2) knee, Caput breve : n. exorotator peroneus knee communis (L5, S1, dan S2) N. tibialis Flexor knee N. tibialis Flexor knee N. tibialis S1-2 Flexor knee, exorotator knee N. obturatorius Flexor knee N. obturatorius Endorotat or knee m. gluteus superior Flexor, cabang n. femoralis abductor, L4-5, S1-2 internal rotator hip (Putz and Pabst, 2003) 31

32 2.7. Persendian. Sendi adalah hubungan antara dua tulang, tulang dan kartilago, tulang dan gigi (Tortora & Grabowski, 2003). Klasifikasi persendian berdasarkan pada ada atau tidaknya jarak antara tulang dan tipe jaringan penghubung pada kedua tulang tersebut. Berdasarkan strukturnya persendian dibagi menjadi sendi fibrosa, kartilago dan synovial, sedangkan berdasarkan fungsinya sendi diklasifikasikan menjadi sinartrosis, amfiartrosis dan diartrosis. Sinartrosis tidak ada pergerakan serta diartrosis memungkinkan adanya pergerakan bebas. Semua sendi diartrosis termasuk persendian synovial, yang mempunyai jarak dan jenis pergerakan yang berbeda-beda. Persedian synovial dibedakan juga berdasarkan tipe berhubungan antara bentuk tulangnya, yaitu planar, hinge, pivot, condyloid, saddle dan ball and socket. Menurut Tortora & Grabowski (2003) tipe pergerakan sendi synovial ada empat macam yaitu : meluncur (Gliding); Gerakan berputar (Angular Movement), meliputi gerakan fleksi, ekstensi, lateral ekstensi, hiperekstensi, abduksi, aduksi dan sirkulasi dan pergerakan ini pada posisi anatomis; Rotasi (Rotation) ; Gerakan khusus (Special movement) meliputi elevasi, depresi, retraksi, protraksi, inversi, eversi, dorsofleksi, plantar fleksi, supinasi, pronasi dan opposisi. Bentuk permukaan persendian pada hubungan antar sendi sinovial menentukan gerakan dan kemungkinan luasnya gerakan. Membrana synovial merupakan lapisan lembut dan kaya akan vaskularisasi. Kapsula fibrosa terdiri atas jaringan ikat padat tidak teratur dan lebih banyak mengandung kolagen daripada sel. Kapsula fibrosa tersusun secara 32

33 teratur mengelilingi persendian secara paralel dan sering disebut dengan ligamentum. Ligamentum dan tendon merupakan jaringan penyambung yang banyak mengandung kolagen. Tendon akan menyatukan otot dengan tulang, sedangkan ligamentum menyatukan kedua tulang dengan persendian. Ligamentum akan memberikan kekuatan pada persendian, sedangkan tendon memindahkan kekuatan kontraksi otot ke tulang. Tendon dan ligamentum disusun oleh serabut kolagen. Kolagen merupakan protein yang menyusun jaringan penyambung pada sistem muskuluskeletal. Kolagen bersifat tidak elastis dan karena konfigurasi molekulnya memiliki daya rentang yang besar, sehingga kolagen memberikan gabungan fleksibilitas dan kekuatan yang baik (Junquera, et al 1995). Ketika sendi digerakkan, permukaan kartilago antara kedua tulang akan saling bergesekan. Katilago kedua tulang dipisahkan oleh cairan synovial yang kental dan licin sehingga memudahkan untuk bergerak satu sama lainya. Kartilago atau tulang rawan merupakan jaringan yang terletak di ujung tulang yang menekan di arthrodial persendian. Kartilago banyak mengandung proteoglikan yang menempel pada asam hyaluronic yang bersifat hydrophilik, sehingga kartilago banyak mengandung air sebanyak 70-75%. Adanya penekanan pada kartilago akan mendesak air ke luar dari matriks kartilago ke cairan synovial. Bila tekanan berhenti makan air yang ke luar ke cairan synovial akan ditarik kembali dengan membawa nutrisi dari cairan sinovial (Junquera, et al, 1995). LGS adalah batasan yang diukur dalam derajat lingkaran (360 o ), pada persendian yang dapat digerakkan (Tortora & Grobowski, 2003). LGS dapat 33

34 diartikan sebagai pergerakan maksimal yang mungkin terjadi untuk persendian (Kozier et al,. 2004). LGS sebuah persendian tergantung pada struktur sendi dan pola pergerakan yang dihasilkan (Luttgens & Hamilton, 1997). Menurut Gowitzke dan Milner (1980), LGS persendian tergantung pada struktur persendian dan jumlah aksis, hambatan karena ligamentum dan otot serta pembesaran jaringan yang berdekatan dengan sendi. Menurut Tortora & Groboski (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi LGS pada synovial, pada : 1. Struktur dan bentuk tulang pada persendian Struktur dan bentuk tulang pada persendian menentukan bagaimana tulang persendian tersebut dapat cocok dengan pasangannya. Permukaan tulangtulang terkunci pada tulang sendi pasangannya, seperti hubungan antara acetabulum dengan tulang pangkal paha. Tulang pangkal paha terkunci pada acetabulum sehingga menghasilkan pergerakan rotasi yang terbatas. 2. Kekuatan dan ketegangan pada ligamentum sendi Ketegangan ligamentum akan menghambat LGS dan pengendalian gerak pada tulang persendian, seperti ligamentum kruris anterior mengalami ketegangan dan ligamentum kruris posterior akan bebas ketika sendi lutut lurus, begitu pula sebaliknya 3. Susunan dan ketegangan otot Ketegangan otot mendukung terjadinya pengikatan sendi dan ligamentum dan menghambat pergerakan. 4. Bagian jaringan lunak pada daerah yang berlawanan 34

35 5. Sendi yang tidak aktif (disuse) Pergerakan persediaan akan mengalami hambatan jika persediaan tidak digunakan pada waktu yang lama. Pergerakan sendi yang penting dalam aktivitas sehari-hari lansia, seperti berjalan, adalah persendian panggul, lutut, pergelangan kaki dan punggung serta otot tungkai sebagai otot pendukung untuk berjalan (Kusumastuti, 2000) serta persendian ekstremitas atas untuk melakukan berbagai kegiatan aktivitas lansia, seperti makan, mandi, berpakaian dan lain-lain. 2.8 Traksi/ translasi Adalah suatu tehnik yang digunakan untuk menangani disfungsi sendi seperti kekakuan, hipomobilitas sendi reversibel dan nyeri. Traksi/ translasi merupakan gerakan pasif yang dilakukan oleh fisioterapis pada kecepatan yang cukup lambat sehingga pasien dapat menghentikan gerakan. Gerakan traksi/ translasi didasari oleh gerak artrokinematika Efek gerakan traksi/ translasi 1) menstimulasi aktivitas biologi dengan pengaliran cairan sinovial yang membawa nutrisi pada bagian avaskuler di kartilago sendi pada permukaan sendi dan fibrokertilago sendi. 2) gerakan sendi dapat mempertahankan ekstensibilitas dan kekuatan tegangan pada jaringan artikular dan periartikular. Pada immobilisasi terjadi poliferasi lemak yang menyebabkan perlekatan intra artikular dan perubahan biokimia pada 35

36 tendon, ligamen, dan kapsul sendi sehingga menyebabkan kontraktur dan kelemahan ligamen. 3) Impuls syaraf afferen dari reseptor sendi akan memberikan informasi ke sistem syaraf pusat yang memberikan kesadaran posisi dan gerakan Indikasi 1) Nyeri dan spasme otot Nyeri pada sendi dan spasme otot dapat ditangani dengan tehnik gentle joint play untuk menstimulasi efek neurofisiologi dan efek mekanik. (a) Efek neurofisiologi Tehnik traksi/ translasi menstimulasi mechanoreseptor yang dapat menghambat transmisi stimulasi nocicencoric pada level spinal cord atau brain stem. (b) Efek mekanik Tehnik traksi/ translasi menyebabkan terjadinya pergerakan cairan sinovial yang membawa zat-zat gizi pada bagian yang bersifat avaskuler di kartilago artikular dan juga di intra artikular fibro kartilago. Tehnik ini membantu menjaga pertukaran zat-zat gizi serta mencegah nyeri dan efek degenerasi statik saat sendi mengalami pembengkakan atau nyeri dan keterbatasan gerak. 2) Hypomobilitas sendi yang bersifat reversibel Tehnik traksi/translasi dapat digunakan untuk memperbaiki secara mekanik struktur jaringan yang mengalami pemendekan. 36

37 3) Keterbatasan yang bersifat progresif Pada patologi jaringan yang dapat menyebabkan keterbatasan gerak secara progresif tehnik ini dapat memelihara gerakan dan memperlambat keterbatasan yang dapat terjadi. 4) Immobilitas fungsional Tehnik traksi/ translasi bermanfaat untuk menjaga mobilitas sendi dan gerakan yang mungkin terjadi juga mencegah terjadinya hambatan gerak yang merupakan efek dari immobilisasi Kontraindikasi 1) Hypermobilitas Pada hipermobilitas tidak dapat diberikan tehnik traksi/translasi karena masalah yang ada pada hypermobilitas bukanlah gangguan mobilitas sendi melainkan stabilitas. 2) Efusi sendi Pada sendi yang mengalami efusi tidak boleh dilakukan traksi/translasi karena keterbatasan yang terjadi adalah karena penumpukan cairan dan karena adanya respon otot terhadap nyeri, bukan karena pemendekan otot ataupun kapsul ligamen. 3) Inflamasi Pemberian mobilisasi pada fase inflamasi dapat menimbulkan nyeri dan memperberat kerusakan jaringan. 37

38 2.8.4 Prinsip umum aplikasi traksi/ translasi sendi lutut yang aman dan efektif : 1) Pasien harus relax agar pemberian traksi/translasi pada sendi bisa maximal atau adekuat. 2) Pasien harus seimbang baik pada posisi duduk ataupun berbaring. 3) Terapis harus memegang atau menjaga kontak dengan pasien pada bagian yang akan ditreatmen. 4) Satu bagian harus dipegang stabil atau difixasi saat bagian yang lain di traksi/translasi. 5) Jangan berikan tekanan pada bagian yang nyeri atau spasme, terlebih lagi pada daerah yang terdapat nyeri regang. 6) Bila memungkinkam gunakan force minimum untuk mencapai peningkatan gerak suatu sendi Mekanisme peningkatan LGS dan nyeri dengan traksi/ translasi pada sendi lutut Keterbatasan gerak yang ditandai dengan penurunan LGS dan nyeri sendi lutut pada osteoartrosis terjadi akibat adanya osteofit dan retriksi sendi karena adanya abnormal cross links pada kapsul ligamen sendi lutut. Selain itu jaringan di sekitar sendi juga ikut terpengaruh di mana otot menjadi spasme dan mikrosirkulasi terganggu. Pemberian traksi/translasi akan menstimulasi aktivitas biologi dengan pengaliran cairan sinovial yang membawa nutrisi pada bagian avaskuler di kartilago sendi pada permukaan sendi dan fibrokertilago sendi. Gerakan yang berulang-ulang pada traksi/ translasi akan memperbaiki 38

PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA

PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA DI POSYANDU LANSIA SRIKANDI DESA SAMPANG GEDANG SARI GUNUNG KIDUL SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak dijumpai dibanding dengan penyakit sendi lainnya. Semua sendi dapat terserang, tetapi yang paling

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi. Disusun Oleh:

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi. Disusun Oleh: PENGARUH SENAM UNTUK MENCEGAH NYERI PINGGANG TERHADAP FLEKSIBILITAS LUMBAL PADA LANSIA DI ORGANISASI WANITA ISLAM KELURAHAN SRIWEDARI KECAMATAN LAWEYAN KOTA SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat memperbaiki

BAB I PENDAHULUAN. terutama bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat memperbaiki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia melakukan aktifitasnya tidak pernah lepas dari proses gerak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu ada kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas kesehatan para penduduk

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas kesehatan para penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan keberhasilan pemerintah Indonesia dalam pembanguan nasional, telah di wujudkan dengan hasil yang positif dalam berbagai bidang, seperti adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di era yang serba modern seperti sekarang ini maka mudah sekali untuk mendapatkan semua informasi baik dalam bidang teknologi, bisnis, serta bidang kesehatan. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perubahan akan terjadi pada tubuh sejalan dengan semakin meningkatnya usia manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada semua organ dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak penduduk baik yang berusia produktif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak penduduk baik yang berusia produktif maupun BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa sekarang banyak penduduk baik yang berusia produktif maupun yang sudah usia non produktif yang mengalami gangguan kesehatan. Seiring dengan bertambahnya jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup dan untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

yang sangat penting dalam aktifitas berjalan, sebagai penompang berat tubuh dan memiliki mobilitas yang tinggi, menyebabkan OA lutut menjadi masalah

yang sangat penting dalam aktifitas berjalan, sebagai penompang berat tubuh dan memiliki mobilitas yang tinggi, menyebabkan OA lutut menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disabilitas (ketidakmampuan) baik secara langsung ataupun tidak dapat mempengaruhi kehidupan setiap orang. Adanya nyeri pada lutut yang disebabkan oleh osteoarthtritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupannya manusia memiliki banyak aktivitas untuk dilakukan baik itu rutin maupun tidak rutin. Ada berbagai macam aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologis yang memang harus dialami oleh semua makhluk hidup. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, termasuk masyarakat Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun , tergolong tercepat di

BAB I PENDAHULUAN. lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun , tergolong tercepat di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini di seluruh dunia saat ini terjadi transisi demografi dimana proporsi penduduk berusia lanjut bertambah, sedangkan proporsi penduduk berusia muda menetap

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI

PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. degeneratif atau osteoarthritis (OA). Sendi merupakan faktor penunjang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. degeneratif atau osteoarthritis (OA). Sendi merupakan faktor penunjang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan disegala bidang kehidupan menyebabkan perubahan dalam tingkah laku dan pola hidup masyarakat. Berbagai macam penyakit yang banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman dan pembangunan disegala bidang kehidupan menyebabkan perubahan dalam tingkah laku dan pola hidup manusia. Perkembangan tersebut memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan teori 1. Articulatio Genu Definisi umum articulatio genu Persendian pada articulatio genu, merupakan persendian sinovial berdasarkan klasifikasi struktural. Penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang saling berinteraksi dengan lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal dalam bergerak atau beraktivitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional pada hakekatnya adalah penyelenggara upaya kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. nasional pada hakekatnya adalah penyelenggara upaya kesehatan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari Pembangunan nasional pada hakekatnya adalah penyelenggara upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), menunjukkan bahwa kejadian osteoartritis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di antara semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya. tuntut untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia, karena banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya. tuntut untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia, karena banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya pengetahuan masyarakat akan arti hidup sehat, maka ilmu kedokteran selalu di tuntut untuk memperbaiki kualitas

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. vertebralis servikal dan lumbal merupakan sendi yang paling banyak

BAB I P E N D A H U L U A N. vertebralis servikal dan lumbal merupakan sendi yang paling banyak BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar belakang Sendi ekstremitas bawah, sendi panggul dan sendi lutut, juga kolumna vertebralis servikal dan lumbal merupakan sendi yang paling banyak gerakannya dan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Kinesiologi dan Biomekanika Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu melakukan gerakan. 6 Beberapa disiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dizaman globalisasi seperti sekarang ini, dimana perkembangan dan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Dizaman globalisasi seperti sekarang ini, dimana perkembangan dan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dizaman globalisasi seperti sekarang ini, dimana perkembangan dan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat membawa dampak perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persendian melakukan aktivitas atau gerakan (Helmi, 2012). Usia tua merupakan salah satu faktor risiko terjadi osteoarthritis.

BAB I PENDAHULUAN. persendian melakukan aktivitas atau gerakan (Helmi, 2012). Usia tua merupakan salah satu faktor risiko terjadi osteoarthritis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi osteoarthritis merupakan suatu penyakit degenaratif pada persendiaan yang disebabkan oleh beberapa macam faktor. Penyakit ini mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, sehingga membuat manusia menjadi kurang bergerak (hypokinetic),

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, sehingga membuat manusia menjadi kurang bergerak (hypokinetic), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini tehnologi sudah sangat berkembang sehingga memudahkan semua kegiatan, sehingga membuat manusia menjadi kurang bergerak (hypokinetic), seperti contohnya tehnologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang melakukan aktifitas fisik untuk menunjang hidup sehat, karena Kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sepanjang daur kehidupannya, manusia tidak akan terlepas dari gerak dan aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus maupun

Lebih terperinci

OSTEOARTHRITIS GENU (http://www.diskdr-online.com/news/5/osteoarthritis-genu)

OSTEOARTHRITIS GENU (http://www.diskdr-online.com/news/5/osteoarthritis-genu) OSTEOARTHRITIS GENU (http://www.diskdr-online.com/news/5/osteoarthritis-genu) Definisi Osteoarthritis genu adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi lutut,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan jumah penduduk yang memasuki peringkat 5 besar penduduk terbanyak didunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk di Indonesia membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL Oleh: SURATMAN NIM.J.100.050.005 Diajukan guna untuk melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan. Harapan Hidup (UHH). Data badan pusat statistik menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan. Harapan Hidup (UHH). Data badan pusat statistik menunjukkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satunya pembangunan di bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gerak. Manusia selalu berhubungan dengan proses gerak untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. gerak. Manusia selalu berhubungan dengan proses gerak untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sepanjang hidupnya tidak pernah terlepas dari aktivitas gerak. Manusia selalu berhubungan dengan proses gerak untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari

Lebih terperinci

OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR

OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR BLOK BASIC BIOMEDICAL SCIENCES OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR DEPARTEMEN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010 Dimulai dari regio Glutea (posterior) dan dari regio Inguinal (anterior)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring perkembangan jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup bahasan tentang berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi. Osteoarthritis tergolong penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah tujuan semua orang. Salah satu yang mempengaruhi kualitas hidup individu adalah kondisi fisiknya sendiri. Sehingga manusia yang sehat sudah tentu

Lebih terperinci

ANATOMI PERSENDIAN. 2) Sendi engsel

ANATOMI PERSENDIAN. 2) Sendi engsel ANATOMI PERSENDIAN rangka tubuh manusia tersusun dari tulang-tulang yang saling berhubungan. Hubungan antartulang disebut sendi. Dengan adanya sendi, kaki dan tanganmu dapat dilipat, diputar dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan pertolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian telah banyak di kembangkan untuk mengatasi masalah-masalah penuaan.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian telah banyak di kembangkan untuk mengatasi masalah-masalah penuaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan pengetahuan serta teknologi memberikan dampak bagi segala bidang, khususnya dalam bidang ilmu kesehatan dan informasi. Meningkatnya ilmu pengetahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk. memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk. memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan yang telah kita laksanakan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik. mengalami peningkatan yang begitu pesat.

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik. mengalami peningkatan yang begitu pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi dan pola pikir masyarakat yang terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik menjadi berkurang, yang mengakibatkanterjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya kemajuan dibidang teknologi dan komunikasi menyebabkan perubahan gaya hidup manusia, dampak besar yang terjadi terlihat jelas pada status kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi optimal untuk berinteraksi dengan lingkungan menjadi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi optimal untuk berinteraksi dengan lingkungan menjadi tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi optimal untuk berinteraksi dengan lingkungan menjadi tuntutan terhadap manusia, untuk dapat melakukan aktivitas dengan menggunakan kapasitas individu yang dimilikinya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera ligamen kolateral medial sendi lutut merupakan salah satu gangguan yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas dan fungsional, sehingga menghambat aktivitas

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Kelompok tulang di bawah ini yang termasuk tulang pipa adalah... Tulang hasta, tulang paha, tulang betis Tulang hasta, tulang belikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia harus memiliki kemampuan untuk bergerak atau melakukan aktivitas demi memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini

Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga,

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoartritis (OA) penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertropi.

BAB I PENDAHULUAN. Osteoartritis (OA) penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertropi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis (OA) penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertropi. Penyakit ini merupakan kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan

Lebih terperinci

OSTEOARTHRITIS GENU. 1. Definisi

OSTEOARTHRITIS GENU. 1. Definisi OSTEOARTHRITIS GENU 1. Definisi Osteoarthritis (OA) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan tulang sendi berupa disintegritas dan perlunakan progesif, diikuti penambahan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat berperan penting sebagai penopang berat badan dalam aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. sangat berperan penting sebagai penopang berat badan dalam aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan bertambahnya usia menyebabkan penurunan fungsi tubuh termasuk sistim Musculuskeletal, diantaranya anggota gerak bawah yang sangat berperan penting sebagai penopang

Lebih terperinci

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR A. HUMERUS (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta jiwa (11,34%) dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta jiwa (11,34%) dengan usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2010, jumlah lanjut usia (lansia) sebesar 23,9 juta jiwa (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka kesehatan fisik ialah salah satu hal yang penting. Kesehatan fisik

BAB I PENDAHULUAN. maka kesehatan fisik ialah salah satu hal yang penting. Kesehatan fisik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin majunya perkembangan jaman, persaingan dalam segala bidang semakin ketat. Untuk mampu mengikuti persaingan yang semakin ketat dibutuhkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data Demografi menunjukkan bahwa penduduk di dunia jumlah populasi remaja merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar seperlima dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor

BAB I PENDAHULUAN. tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penduduk lanjut usia (Lansia) di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor Kementrian Koordinator Kesejahteraan

Lebih terperinci

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI OSTEOARTHRITIS Osteoartritis adalah gangguan yang terjadi pada satu atau lebih sendi, awalnya oleh adanya gangguan yang bersifat lokal pada kartilago dan bersifat progresif degeneratif dari kartilago,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga kehidupan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Sehat

BAB I PENDAHULUAN. hingga kehidupan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Sehat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup, dan melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam memenuhi kebutuhan sehariharinya hingga kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lanjut Usia (Lansia) a. Pengertian Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Dengan tingkat kesehatan yang optimal maka akan dapat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Dengan tingkat kesehatan yang optimal maka akan dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya ilmu kesehatan, semakin maju juga tingkat kesadaran manusia untuk hidup sehat. Hal ini dibuktikan dengan semakin tingginya tingkat kesadaran

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang lebih maju dan berkembang disertai dengan peningkatan teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan perilaku hidup, hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaki menjadi bagian penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya. Dibandingkan dengan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tugas-tugasnya dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. sendi bahu dan mengakibatkan gangguan aktivitas fungsional.

BAB I PENDAHULUAN. dan tugas-tugasnya dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. sendi bahu dan mengakibatkan gangguan aktivitas fungsional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Dengan kondisi yang

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHRITISKNEE JOINT

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHRITISKNEE JOINT PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHRITISKNEE JOINT Disusun oleh : MIFTAHUDDIN ULINNUHA ABROR P27226015077 PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA KARANGANYAR 2015 BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia dalam bekerja dan beraktivitas selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak karena hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

SENDI LUTUT FITRIANI LUMONGGA. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN

SENDI LUTUT FITRIANI LUMONGGA. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN SENDI LUTUT FITRIANI LUMONGGA Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Persendian atau artikulasio adalah suatu hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klinis, histologist, dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. klinis, histologist, dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Osteoarthritis disebut juga penyakit sendi degeneratif yaitu suatu kelainan pada kartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai dengan perubahan klinis, histologist,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting dalam mempertahankan fungsi sendi patellofemoral dengan menarik patela ke arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan di mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas

Lebih terperinci

TEORI PROSES MENUA DAN PERMASALAHANNYA N E N E N G K U RW I YAH

TEORI PROSES MENUA DAN PERMASALAHANNYA N E N E N G K U RW I YAH TEORI PROSES MENUA DAN PERMASALAHANNYA N E N E N G K U RW I YAH Proses Menua Proses menua adalah suatu proses alami menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan fisik, psikologis dan sosial Continue Menua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu gerak dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. tersebut, salah satu diantaranya adalah frozen shoulder.

BAB I PENDAHULUAN. itu gerak dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. tersebut, salah satu diantaranya adalah frozen shoulder. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu keadaan bebas dari penyakit, baik penyakit fisik maupun penyakit mental dan juga bebas dari kecacatan, sehingga keadaan tubuh secara biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya dilakukan dengan bergerak.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya dilakukan dengan bergerak. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak karena hampir seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya dilakukan dengan bergerak. Kebutuhan gerak ini harus terpenuhi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, manusia dituntut untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia tidak akan terlepas dari masa remaja. Masa remaja merupakan saah satu periode dari perkembangan manusia, masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA Tubuhmu memiliki bentuk tertentu. Tubuhmu memiliki rangka yang mendukung dan menjadikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pada manusia ada empat fase, yaitu fase anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Remaja adalah fase yang sangat penting yang menjadi kunci pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA STIFFNESS ELBOW DEXTRA POST FRAKTUR SUPRACONDYLAR HUMERI DENGAN K-WIRE DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J 100 090 02

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa memiliki beranekaragam aktivitas sehingga dituntut memiliki gerak fungsi yang baik dalam hal seperti mengikuti perkuliahan, melaksanakan tugas-tugas kuliah

Lebih terperinci

KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017

KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017 713 Try Out Ke-3 Kelas XI SMA IPA PEMBAHASAN TO-3 KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017 halaman 10 dari 8 halaman Website: www.quin.web.id, e-mail: belajar yuk@hotmail.com 713 Try Out Ke-3

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekarang ini, terjadi banyak perkembangan di berbagai bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekarang ini, terjadi banyak perkembangan di berbagai bidang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini, terjadi banyak perkembangan di berbagai bidang kehidupan manusia. Baik dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL R E J O 2014

ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL R E J O 2014 ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL R E J O 2014 Sistem muskuloskeletal terdiri dari tulang, otot, tulang rawan (cartilago), ligamen, tendon, fasia, bursae dan persendian. 1.Osteoblast. Yang berfungsi dalam

Lebih terperinci

TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR

TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR Prof. DR. dr. Hj. Yanwirasti, PA BAGIAN ANATOMI Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Dibentuk oleh : - sacrum - coccygis - kedua os.coxae Fungsi : Panggul (pelvis)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 4 BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Range of Motion (ROM) 1. Pengertian Range Of Motion (ROM), merupakan istilah baku untuk menyatakan batas/besarnya gerakan sendi baik normal. ROM juga di gunakan sebagai

Lebih terperinci