BAB IV HASIL DAN ANALISIS. yang digunakan dalam perencanaan akan dijabarkan di bawah ini :
|
|
- Sucianty Sudjarwadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Data Perencanaan Dalam perencanaan diperlukan asumsi asumsi yang didapat dari referensi data maupun nilai empiris. Nilai-nilai ini yang nantinya akan sangat menentukan hasil dari perencanaan, dalam tugas akhir ini nilai-nilai yang digunakan dalam perencanaan akan dijabarkan di bawah ini : 4.2 Tinjauan Karakteristik Kapal Tinjauan karakteristik kapal untuk Pelabuhan Perikanan Pantai Tumumpa Kecamatan Tuminting Kota manado, direkomendasikan dengan menggunakan kapal motor dengan bobot maksimum 150 GT. Pelabuhan Perikanan Pantai Tumumpa direncanakan akan melayani kapal dengan bobot 150 GT, dimana dimensi dan kapasitas kapal sebagai berikut: Panjang (LOA: Length Overall) = 30 m Lebar (Molded Breadth) = 6,45 m Sarat (Full Load Draft) = 2,5 m 4.3 Tinjauan Oceanografi Analisis Data pasang surut Dari hasil pengamatan pasang surut selama 15 hari di dapatkan komponen harmonic pasang surut adalah sebagai berikut: IV - 1
2 Tabel 4.1. Komponen Harmonik Pasang Surut di Tumumpa. Bab IV Hasil dan Analisis Lokasi Komponen Pasang Surut (cm) S o M 2 S 2 N 2 K 1 O 1 M 4 Ms 4 K 2 P 1 Tumumpa A g Dimana: S 0 O 1 = Mean Sea Level (MSL) = Amplitude komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan. K 1 = Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari. M 2 = Amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan. S 2 = Amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari. Di dalam pengamatan selama 15 hari, rangkaian data dapat dibuatkan grafik pasang surut yang terjadi. Dari gambar di bawah ini dapat dilihat perbandingan elevasi pasang surut di Desa Tumumpa. IV - 2
3 Tabel 4.2. Perhitungan elevasi pasang surut di Tumumpa Elevasi Symbol Calculation Higher High Water Level HHWL Z 0 +(M 2 +S 2 +K 2 +K 1 +O 1 +P 1 ) Mean High Water Level MHWL Z 0 +(M 2 +K 1 +O 1 ) Mean Sea Level MSL Z Mean Low Water Level MLWL Z 0 -(M 2 +K 1 +O 1 ) Chart Datum Level CDL Z 0 -(M 2 +S 2 +K 1 +O 1 ) -4.3 Lower Low Water Level LLWL Z 0 -(M 2 +S 2 +K 2 +K 1 +O 1 +P 1 ) Lowest Astronomical Tide LAT Z 0 -(all constituents) Gambar 4.1. Elevasi HHWL, MHWL, MSL, MLWL,CDL, LLWL dan LWL IV - 3
4 Keterangan: 1. Muka air tertinggi (high water level), muka air tertinggi yang dicapai pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut. 2. Muka air rendah (low water level), kedudukan air terendah yang dicapai pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut. 3. Muka air tertinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun. 4. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun. 5. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai refrensi untuk elevasi di daratan. 6. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati. 7. Air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati. 8. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari, seperti dalam pasang surut tipe campuran. 9. Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu hari. IV - 4
5 Gambar 4.2. Variasi Elevasi Pasang Surut di Tumumpa IV - 5
6 Perhitungan untuk menentukan Konstanta Harmonis Pasang Surut dengan metode Admiralty ( Pengamatan 15 hari ) TEMPAT : Lokasi Pengamatan Kelurahan Tumumpa - Kota Manado Northing : Easting : PERHITUNGAN KOLOM I TGL. PERTENGAHAN : 24 March 2014 Tanggal Waktu ( jam ) Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar IV - 6
7 Langkah langkah pengolahan data dengan menggunakan Metode Admiralty : a. Skema-I Sebelum dilakukan pengolahan data pasut dilakukan terlebih dahulu smoothing pada data lapangan yang diperoleh dari pengukuran alat, hal ini dilakukan untuk menghilangkan noise, kemudian data tersebut dimasukkan kedalam kolom kolom di skema-i, ke kanan menunjukkan waktu pengamatan dari pukul sampai dan ke bawah adalah tanggal selama 15 piantan, yaitu mulai tanggal 17 Maret s/d 31 Maret b. Skema-II Isi tiap kolom kolom pada skema II ini dengan bantuan Tabel 2 yaitu dengan mengalikan nilai pengamatan dengan harga pengali pada Tabel 2 untuk setiap hari pengamatan. Karena pengali dalam daftar hanya berisi bilangan 1 dan -1 kecuali untuk X4 ada bilangan 0 (nol) yang tidak dimasukkan dalam perkalian, maka lakukan perhitungan dengan menjumlahkan bilangan yang harus dikalikan dengan 1 dan diisikan pada kolom yang bertanda (+) dibawah kolom X1, Y1, X2, Y1, X4, dan Y4. Lakukan hal yang sama untuk pengali -1 dan isikan kedalam kolom di bawah tanda (-). IV - 7
8 DATA PENGAMATAN 1 Data pengamatan disusun menurut - 2 Tabel 4.4 -Skema II Skema III- 5 Tabel 4.7 -Skema IV- 6 7 Tabel Skema V & VI Tabel nilai f, u, -Skema VII & 1 Keterangan: : hasil pekerjaan : tabel : garis kerja : garis konfirmasi dengan tabel : tahap pekerjaan ke-9 9 Gambar 4.3. Diagram Alir Pengolahan Data Pasut dengan Metode Admiralty IV - 8
9 Tabel 4.3. Skema I Penyusunan Data Pasang Surut TGL JAM PENGAMATAN Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Tabel 4.4. Konstanta Pengali untuk menyusun Skema II JAM PENGAMATAN X Y X Y X Y Sumber : (Universitas Sriwijaya, Modul Pengolahan Data Pasang Surut Metode Admiralty tahun 2012). IV - 9
10 Skema-II Skema-II merupakan perkalian data pengamatan dengan pengali konstanta. Contoh: 17 Maret 2014 untuk X1 (+) dan X1 (-) Perkalian data pengamatan dengan pengali konstanta: 0 = 36 * -1 = = 33 * 1 = 33 1 = 36 * -1 = = 30 * 1 = 30 2 = 57 * -1 = = 50 * 1 = 50 3 = 94 * -1 = = 87 * 1 = 87 4 = 139 * -1 = = 134 * 1 = = 180 * -1 = = 179 * 1 = = 204 * 1 = = 208 * -1 = = 205 * 1 = = 214 * -1 = = 183 * 1 = = 195 * -1 = = 143 * 1 = = 156 * -1 = = 98 * 1 = = 108 * -1 = = 58 * 1 = = 64 * -1 = -64 X1 (+) = = 1404 X1 (-) = = 1487 IV - 10
11 Tabel 4.5. Penyusunan Hasil Perhitungan dari Skema II SKEMA II TGL X1 Y1 X2 Y2 X4 Y Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Skema-III Untuk mengisi kolom kolom pada skema-iii, setiap kolom pada kolom kolom skema-iii merupakan penjumlahan dari perhitungan pada kolom kolom pada skema-ii. 1. Untuk Xo (+) pada skema-iii merupakan penjumlahan dari data skema-ii antara X1 (+) dengan X1 (-) tanpa melihat tanda (+) dan (-) mulai tanggal 17 s/d 31 Maret Contoh: X0 17 Maret 2014 = = 2891 X0 18 Maret 2014 = = Untuk X1, Y1, X2, Y1, X4, dan Y4 merupakan penjumlahan tanda (+) dan (-), untuk mengatasi hasilnya tidak ada yang negatif maka ditambahkan dengan Hal ini dilakukan juga untuk kolom X1, Y1, X2, Y1, X4, dan Y4. Contoh: X1+ = = 1917 Y1+ = = 2025 IV - 11
12 Tabel 4.6. Penyusunan Hasil Perhitungan dari Skema III SKEMA III TGL X0 X1+ Y1+ X2+ Y2+ X4+ Y Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Skema-IV Mengisi seluruh kolom kolom pada skema-iv, diisi dengan data setelah penyelesaian skema-iii dibantu dengan daftar 2 (Tabel 4.7) pengali konstanta. Arti indeks pada skema-iv : Indeks 00 untuk X berarti Xoo, Xo pada skema-iii dan indeks 0 pada daftar 2 Indeks 00 untuk Y berarti Yoo, Yo pada skema-iii dan indeks 0 pada daftar 2 Contoh : X0 = 2891*1 = 2891 X1c = 1917*-1 = Y23 = 1219*0 = 0 X10 = 1917*1 = 1917 Y1c = 2025*-1 = X2c = 847*-1 = -847 Y10 = 2025*1 = 2025 X20 = 847*1 = 847 Y2c = 1219*-1 = X12 = 1917*-1 = Y20 = 1219*1 = 1219 X42 = 1997*-1 = Y12 = 2025*-1 = X22 = 847*-1 = -847 Y42 = 2011*-1 = X1b = 1917*0 = 0 Y22 = 1219*-1 = X44 = 1997*1 = 1997 Y1b = 2025*0 = 0 X2b = 847*0 = 0 Y44 = 2011*1 = 2011 X13 = 1917*-1 = Y2b = 1219*0 = 0 X4d = 1997*0 = 0 Y13 = 2025*-1 = X23 = 847*-1 = -847 Y4d = 2011*0 = 0 IV - 12
13 Harga Xoo yang diisikan untuk kolom x (tambahan) adalah penjumlahan harga Xo dari skema-iii yang telah dikalikan dengan faktor pengali dari daftar 2 kolom 0, perkalian dilakukan baris per baris. Untuk baris ke 2 ke kolom 0 dari daftar 2, faktor 15 menunjukkan beberapa kali harus dikurangi dengan faktor bilangan tambahan dalam hal ini 2000 begitu seterusnya pegisian di skema-iv. Tabel 4.7. Daftar 2 Konstanta Pengali Skema IV DAFTAR 2 KONSTANTA PENGALI SKEMA IV 0 2 b 3 c 4 d Sumber : (Universitas Sriwijaya, Modul Pengolahan Data Pasang Surut Metode Admiralty tahun 2012). IV - 13
14 Tabel 4.8. Perhitungan Skema IV SKEMA IV No x x y x y x y x y x y x y x y x y x y x y x y x y x y x y b 13 1c b 23 2c 42 4b 44 4d JUMLAH x x y x y x y x y x y x y x y x y x y x y x y x y x y x y b 13 1c b 23 2c 42 4b 44 4d ( + ) ( - ) IV - 14
15 Tabel 4.9. Hasil Penyusunan untuk Skema IV INDEX TANDA X Y Ẍ Ÿ TAMBAHAN JUMLAH ( - ) ( + ) b ( - ) ( + ) c ( - ) ( + ) b ( - ) ( + ) c ( - ) ( + ) b ( - ) ( + ) d Skema-V dan Skema-VI : Mengisi kolom kolom pada skema-v dan kolom kolom pada skema-vi dengan bantuan daftar 3a skema-v (Tabel 4.10) mempunyai 10 kolom, kolom kedua disisi pertama kali sesuai dengan perintah pada kolom satu dan angka angkanya dilihat pada skema-v. Untuk kolom 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 dengan melihat angka angka pada kolom 2 dikalikan dengan faktor pengali sesuai dengan kolom yang ada pada daftar 3a. IV - 15
16 Tabel Daftar 3a Faktor Analisa Untuk Pengamatan 15 hari (15 Piantan) So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 Untuk Skema V X00 1 PR Cos r X X12 - Y1b X13 - Y1c X X22 - Y2b X23 - Y2c X42 - Y4b X44 - Y4d Untuk Skema VI Y PR Sin r Y12 + X1b Y13 + X1c Y Y22 + X2b Y23 + X2c Y42 + X4b Y44 + X4d Untuk skema VII Deler P Untuk skema VII Konstanta p Tabel Hasil Penyusunan Skema V dan VI KONSTANTA S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 V X00 = X10 = X12-Y1b = X13-Y1c = X20 = X22-Y2b = X23-Y2c = X42-Y4b = X44-Y4d = JUMLAH VI Y10 = Y12+X1b = Y13+X1c = Y20 = Y22+X2b = Y23+X2c = Y42+X4b = Y44+X4d = Y10 = Y12+X1b = JUMLAH IV - 16
17 Tabel Skema-VII VII S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 V : PR cos r VI : PR sin r PR Daftar 3a : P Daftar 5 : f VII : 1 + W V Daftar 9 : u VIII : w Daftar 3a : p Daftar 4 : r Jumlah = g n x PR:((P* f *(1+W)) = A g Baris 1 untuk V : PR cos r, merupakan penjumlahan semua bilangan pada kolom kolom Skema V (Tabel 4.11) untuk masing-masing kolom. Baris 2 untuk VI : PR sin r, merupakan penjumlahan semua bilangan pada kolom-kolom Skema VI (Tabel 4.11) untuk masing-masing kolom. Baris 3 untuk PR dicari dengan rumus : PR = (PR sin r)2 + (PR cos r)2 Baris 4 untuk P didapat dari daftar 3a untuk masing-masing So, M2, S2, N2, K1, 01, M4, dan MS4. Baris 5 untuk f didapatkan dari daftar ( table node factor f ) atau dengan menggunakan perhitungan berikut ini. Dapatkan nilai s, h, p dan N dari persamaan berikut : s = 277, ,38481 (Y- 1900) + 13,17640 ( D+l ) = 277, ,38481 ( ) + 13,17640 (76+29) = 16410,41534 IV - 17
18 h = 280,190 0,23872 (Y- 1900) + 0,98565 ( D+l ) = 280,190 0,23872 ( ) + 0,98565 (76+29 ) = 356,46917 p = 334, ,66249 (Y- 1900) + 0,11140 ( D+l ) = 334, ,66249 ( ) + 0,11140 (76+29 ) = 4981,60586 N = 259,157 19,32818 (Y- 1900) 0,05295 ( D+l ) = 259,157 19,32818 ( ) 0,05295 (76+29 ) = -1949,81527 Dimana: Y = tahun dari tanggal tengah pengamatan = 2014 D = jumlah hari yang berlalu dari jam pada tanggal 1 januari tahun tersebut sampai jam tanggal pertengahan pengamatan. = (Januari = 31) + (Febuari = 28) + (Maret yaitu tanggal tengah pada bulan pengamatan = 17) = 76 l = bagian integral tahun = ¼ (Y-1901) = 1/4 (Y 1901) = 1/4 ( ) = 29 Untuk mencari nilai f pada M2, K2, O1, K1, S2, P1, N2, M4, MS4 menggunakan persamaan yang telah ditentukan : Nilai f : fm2 = 1,0004 0,0373 cos N + 0,0002 cos 2N = 1,0004 0,0373*cos (-1949,81527) + 0,0002*cos (2*-1949,81527) = 1,03 IV - 18
19 fk2 = 1, ,2863 cos N + 0,0083 cos 2N 0,0015 cos 3N = 1, ,2863*cos (-1949,81527) + 0,0083*cos (2*-1949,81527) 0,0015*cos (3*-1949,81527) = 0,78 fo1 = 1, ,1871 cos N + - 0,0147 cos 2N + 0,0014 cos 3N = 1, ,1871*cos (-1949,81527) + - 0,0147*cos (2*-1949,81527) + 0,0014*cos (3*-1949,81527) = 0,83 fk1 = 1, ,1150 cos N 0,0088 cos 2N + 0,0006 cos 3N = 1, ,1150*cos (-1949,81527) 0,0088*cos (2*-1949,81527) + 0,0006*cos (3*-1949,81527) = 0,90 fs2 = 1,0 (Tetap) fp1 = 1,0 (Tetap) fn2 = fm2 fm4 = (fm2) 2 fms4 = fm2 Baris 6 untuk (1+W) ditunggu dulu karena pengisiannya merupakan hasil dari kolom kolom pada skema-viii. Baris 7 untuk V diperoleh dari persamaan berikut : V M2 = -2s + 2h = ((-2*16410,41534)+(2*356,46917)) = ,89 IV - 19
20 Karena nilainya negatif maka diusahakan agar nilainya positif dengan cara menggunakan nilai kelipatan 360. Nilai kelipatan yang digunakan adalah : 90*360 = Jadi nilai awal ditambah dengan nilai pembantu maka menghasilkan perhitungan : = , = 292,11 V N2 = -3s + 2h + p = ((-3*16410,41534) + (2*356,46917) ,60586) = ,70182 Karena nilainya negatif maka diusahakan agar nilainya positif dengan cara menggunakan nilai kelipatan 360. Nilai kelipatan yang digunakan adalah : 121*360 = Jadi nilai awal ditambah dengan nilai pembantu maka menghasilkan perhitungan : = , = 23,29 V K1 = h + 90 = 356, = 446,46 Karena nilainya terlalu besar maka diusahakan nilainya menjadi kecil dengan cara menggunakan nilai pembantu kelipatan 360. Nilai Pembantunya yaitu : 1*360 = 360. Jadi nilai hasil awal dikurangi dengan nilai pembantu kelipatan 360, maka menghasilkan perhitungan : = = 86,46 IV - 20
21 V O1 = -2s + h = (-2*16410,41534) + (356,46917) + (270) = ,36 Karena nilainya bernilai negatif maka diusahakan nilainya menjadi positif dengan cara menggunakan nilai pembantu kelipatan 360. Nilai pembantunya yaitu : 90*360 = Jadi nilai hasil awal ditambahi dengan nilai pembantu kelipatan 360, maka menghasilkan perhitungan : = , = 205,64 V K2 = 2h = 2*356,46917 = 712,93 Karena nilainya terlalu besar maka diusahakan nilainya menjadi dengan cara menggunakan nilai pembantu kelipatan 360. Nilai pembantunya yaitu : 1*360 = 360. Jadi nilai hasil awal ditambahi dengan nilai pembantu kelipatan 360, maka menghasilkan perhitungan : = 712, = 352,93 V S2 = 0 (Tetap) V P1 = -h = (-356, ) = -86,46 Karena nilainya bernilai negatif maka diusahakan nilainya menjadi positif dengan cara menggunakan nilai pembantu kelipatan 360. Nilai pembantunya yaitu : 1*360 = 360. Jadi nilai hasil awal ditambahi dengan nilai pembantu kelipatan 360, maka menghasilkan perhitungan : = -86, = 273,54 IV - 21
22 V M4 = 2(V M2) = 2*(-2s +2h) = 2* ((-2*16410,41534)+(2*356,46917)) = ,78 Karena nilainya bernilai negatif maka diusahakan nilainya menjadi positif dengan cara menggunakan nilai pembantu kelipatan 360. Nilai pembantunya yaitu : 179*360 = Jadi nilai hasil awal ditambahi dengan nilai pembantu kelipatan 360, maka menghasilkan perhitungan : = , = 224,22 V MS4 = VM2 = -2s +2h = (-2*16410,41534)+(2*356,46917) = ,89 Karena nilainya negatif maka diusahakan agar nilainya positif dengan cara menggunakan nilai pembantu kelipatan 360. Nilai pembantunya yaitu 90*360 = Jadi nilai hasil awal ditambahi dengan nilai pembantu kelipatan 360 maka menghasilkan perhitungan : = , = 292,11 Baris 8 untuk nilai u diperoleh dari daftar atau berdasarkan persamaan berikut Pertama dapatkan nilai s, h, p dan N dari persamaan yang telah dijelaskan sebelumnya pada langkah ke-5. Setelah nilai s, h, p dan N diperoleh maka nilai u pada masing-masing komponen dapat dihitung dengan persamaan berikut: Nilai u : u M2 = -2,14 sin N = (-2,14*sin(-1949,81527)) = 1,075 IV - 22
23 u K2 = -17,74 sin N + 0,68 sin N 0,04 sin 3N = (-17,74*sin-1949,81527)) + (0,68*sin(-1949,81527)) (0,04*sin(3*-1949,81527)) = u K1 = -8,86 sin N + 0,68 sin 2N 0,07 sin 3N = (-8,86*sin(-1949,81527)) + (0,68*sin(2*-1949,81527)) (0,07*sin(3*-1949,81527)) = 5,115 u O1 = 10,80 sin N 1,34 sin 2N + 0,19 sin 3N = (10,8*sin(-1949,81527)) (1,34*sin(2*-1949,81527)) + (0,19*sin(3*-1949,81527)) = -6,784 u S = 0 (Tetap) u P1 = 0 (Tetap) u M4 = 2 (um2) = 2 (-2,14 sin N) = 2 (-2,14*sin(-1949,81527)) = 2 (1,075) = 2,15 IV - 23
24 u MS4 = u M2 = -2,14 sin N = (-2,14*sin(-1949,81527)) = 1,075 u N2 = u M2 = -2,14 sin N = (-2,14*sin(-1949,81527)) = 1,075 Baris 9 untuk w diperoleh dari skema-viii. Baris 10 untuk p diisi dengan harga p yang ada di daftar 3a sesuai dengan masing-masing kolom. Baris 11 untuk r ditentukan dari : r arctan PR sin r PR cos r, sedangkan untuk harga nya dilihat dari tanda pada masing masing kuadran. Baris 12 untuk g ditentukan dari : g = V + u + w + p + r Baris 13 untuk nx3600 ditentukan dari kelipatan 3600, maksudnya untuk mencari harga kelipatan 3600 terhadap g, besaran tersebut diisikan pada baris ke 13. Misalnya : 1181 maka n x 360 = 3 x 360 = 1080, dan harga ini masih dibawah dari harga 1181, yang diisikan adalah Baris 14 untuk A ditentukan dengan rumus : A = Baris 15 untuk g o ditentukan dari g o = g (n x 360) PR pf (1+w) IV - 24
25 Tabel Skema VIII: Tabel 4.13 Skema VIII dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu : 1) Untuk menghitung (1+W) dan w untuk S2 dan MS4. 2) Untuk menghitung (1+W) dan w untuk K1. 3) Untuk menghitung (1+W) dan w untuk N2. w dan (1+W), S2, MS4 VIII VII : K1 : V = VII : K1 : u = Jumlah : V + u = Daftar 10 : S2 : w/f = Daftar 10 : S2 : W/f = 0.28 daftar 5 : K2 : f = 0.78 w = W = W = 1.22 w dan (1+W) untuk K1 VII : K1 : 2V = VII : K1 : u = Jumlah : 2V + u = Daftar 10 : K1 : wf = Daftar 10 : K1 : Wf = Daftar 5 : K1 : f = 0.90 w = W = W = 0.67 w dan (1+W) untuk N2 VII : M2 : 3V = VII : N2 : 2V = Selisih (M2-N2) = 109,75 Daftar 10 : N2 : w = 10.4 Daftar 10 : N2 : 1+W = 0.95 Untuk menghitung (1+W) dan w untuk S2 dan MS4 : Baris 1 adalah harga V untuk K1 ; Misal : V = 86,46 Baris 2 adalah harga u untuk K1 ; Misal : u = 5,115 Baris 3 adalah penjumlahan V dan u atau (V + u ) merupakan sudut. Misal : (V + u ) = 86,46 + 5,115 = 91,575 IV - 25
26 Baris 4 adalah w/f diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan daftar 10. Cara hitungan : (V + u) = 91,575 nilai ini berada diantara sudut 90 dan 100 (bedanya 10), beda antara 91, = 1,575 Jadi cara interpolasi untuk menghitung w/f adalah : w/f = w/f K 2 sudut 90 + ( 91, = -2,6 + ( 1, x ( 1,6 (-2,6))) = -2,6 + ( 0,1575 x ( 4,2 )) = -2,6 + ( 0,6615 ) = -1,9385-1,94 x (f K 2 sudut 100 f K 2 sudut 90)) Baris 5 adalah W/f diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan Tabel nilai w, W dan 1+W. Cara hitungan : (V + u) = 91,575 nilai ini berada diantara sudut 90 dan 100 (bedanya 10), beda antara 91, = 1,575 Jadi cara interpolasi untuk menghitung W/f adalah : W = W/f K 2 sudut 90 - ( 91, = 0,284 - ( 1, x (0,284 0,256 )) = 0,284 - ( 0,1575 x 0,028 ) = 0,284 - ( 0,00441 ) = 0, ,28 x (W/f K 2 90 W/f K 2 100)) IV - 26
27 Baris ke 6 adalah f diperoleh dengan sama dengan seperti skema-vii (Tabel 4.12) Baris 7 adalah w diperoleh dengan cara : w = w/f (baris 5) x f (baris 6). Jadi nilai W = -1,94 * 0,78 = -1,5132-1,51 Baris 8 adalah W diperoleh dengan cara : W = W/f (baris 5) x f (baris 6). Jadi nilai W = 0,28 * 0,78 = 0,2184 0,22 Baris 9 adalah (1+W) diperoleh dengan cara : 1+W (baris 8). Jadi nilai (1+W) = 1 + (0,22) = 1,22 Untuk menghitung (1+W) dan w untuk K1 : Baris 1 adalah harga 2v untuk K1 (baris ke 7 skema-vii) Misal : 2 * 86,46 = 172,92 Baris 2 adalah harga u untuk K1 (baris ke 8 skema-vii) Misal : 5,115 Baris ke 3 adalah penjumlahan 2V dan U atau (2V + u ) merupakan sudut Misal (2V + u ) = 172,92 + 5,115 = 178,035 Baris 4 adalah wf diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan daftar 10. Cara hitungan : (2V + u ) = 178,035 nilai ini berada diantara sudut 170 dan 180 (bedanya 10). Beda antara 178, = 8,035 IV - 27
28 Jadi cara interpolasi untuk menghitung wf adalah : Wf = wf K 1 sudut ( 178, = -4,9 - ( 8, x (0 (-4,9))) = -4,9 + ( 0,8035 x 4,9 ) = -4,9 + ( 3,93715 ) = -0, ,96 x (wf K 1 sudut 180 wf K 1 sudut 170)) Baris 5 adalah Wf diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan daftar 10. Cara hitungan : (2V + u ) = 178,035 nilai ini berada diantara sudut 170 dan 180 (bedanya 10). Beda antara 178, = 8,035 Jadi cara interpolasi nya untuk menghitung Wf adalah : W/f = Wf K 1 sudut ( 178, = -0,323 + ( 8, x ( (-0,331) (-0,323 ))) = -0,323 + ( 0,8035 x -0,008) = -0,323 + ( -0, ) = -0, ,33 x (Wf K 1 sudut 180 Wf K 1 sudut 170)) Baris 6 adalah f diperoleh dengan cara interpolasi, cara interpolasinya sama dengan skema-vii. Baris 7 adalah w diperoleh dengan cara : w = Baris 8 adalah W diperoleh dengan cara : w = wf (baris 4) w = 0,96 0,78 f (baris 6) w = -1,23 wf (baris 4) f (baris 6) IV - 28
29 Baris 9 adalah (1+W) diperoleh dengan cara : 1+W (baris 8) Jadi 1 + W = 1 + (-0,33) = 0,67 Untuk menghitung (1+W) dan w untuk N2 : Baris 1 adalah harga 3V untuk M2 (Baris ke 7 skema-vii). Jadi 3V M2= 3 x 292,11 = 876,33 Baris 2 adalah harga 2V untuk N2 (Baris ke 7 skema-vii). Jadi 2V untuk N2 = 2 x 23,29 = 46,58 Baris 3 adalah selisih 3V dan 2V atau ( 3V 2V) merupakan sudut. Jadi ( 3V 2V) = 876,33 46,58 = 829,75 Bab IV Hasil dan Analisis Karena nilainya terlalu besar maka diusahakan nilainya menjadi kecil dengan cara menggunakan nilai pembantu kelipatan 360. Nilai Pembantunya yaitu : 2*360 = 720. Jadi nilai hasil awal dikurangi dengan nilai pembantu kelipatan 360, maka menghasilkan perhitungan : 829, = 109,75 Baris 4 adalah w diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan daftar 10. Cara hitungan : (M2 - N2) = 109,75 nilai ini berada diantara sudut 100 dan 110 (beda nya 10). Beda antara 109, = 9,75 Jadi cara interpolasi untuk menghitung w adalah : w = w sudut ( 9,75) 10 = 10,6+ ( 0,975 x ( 10,4 10,6 )) = 10,6 + ( -0,195 ) = 10,405 10,4 x (w sudut 110 w sudut 100)) Baris 5 adalah 1+ W diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan daftar 10. Cara hitungan : IV - 29
30 (3V -2V) = 109,75 nilai ini berada diantara sudut 100 dan 110 (beda nya 10). Beda antara 109, = 9,75 Jadi cara interpolasi untuk menghitung w adalah : 1 + W = + W sudut ( 9,75 10 = 0,984 + ( 0,975 x ( 0,953 0,984 )) = 0,984 + ( -0, ) = 0, ,95 x ( (1+ W sudut 110) (1+ W sudut 100))) Setelah selesai pindahkan harga amplitude (A) dan kelambatan fase (g o ) untuk setiap komponen dari skema-vii ke hasil terakhir dengan nilai pembulatan. HASIL AKHIR S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1 A cm g IV - 30
31 Penentuan Air Rendah dan Air Tinggi Menengah Dengan analisa pasang surut metoda Admiralty ini dapat ditentukan besarnya tinggi muka air rata-rata dengan cara sederhana, yaitu dengan menggunakan rumus : Ho = 119,32 cm dimana : Ho = kedudukan muka air rata-rata terhadap skala nol palem Gerakan pasang surut laut dipengaruhi 5 komponen harmonik pasang surut yang paling dominan, yaitu : M2 = komponen pasut harian ganda yang dipengaruhi bulan dengan periode 12.4 jam N2 = komponen pasut harian ganda pengaruh eliptis bulan dengan periode 12.6 jam S2 = komponen pasut harian ganda yang dipengaruhi matahari periode 12 jam O1 = komponen pasut harian tunggal yang dipengaruhi deklinasi bulan dengan periode jam K1 = komponen pasut harian tunggal yang dipengaruhi deklinasi matahari dengan periode jam Pengaruh dari kelima komponen di atas akan mengakibatkan terjadinya air rendah menengah dan air tinggi menengah. Didefinisikan bahwa : H = A(M2) + A(N2) + A(S2) + A(01) + A(K1) = 130,53 cm IV - 31
32 Kedudukan air tinggi menengah (ATM): ATM = Ho + H = 249,85 cm Kedudukan air rendah menengah (ARM): ARM = Ho - H = -11,21 cm Dengan menggunakan rumus diatas didapat kedudukan Air Rendah Menengah sebesar -11,21 cm terhadap skala nol palem. Dan sebagai faktor keamanan ditambah sebesar cm sehingga didapat ARM definitif sebesar -10 cm. Kedudukan Air Tinggi Menengah dari hitungan didapat sebesar +249,85cm terhadap skala nol palem, dan ditambah faktor keamanan sebesar -4,85 cm didapat ATM definitif sebesar +245 cm. Kedudukan Air Tinggi Menengah (HWL) adalah +255 cm terhadap kedudukan Air Rendah Menengah ( LWL ± 0.00 ). Sedangkan untuk indeks Formzhal (F) dapat dilihat hasilnya sebagai berikut: F AK AM 1 AO1 AS 2 2 Dimana : O 1 = Ampitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan K 1 = Ampitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan surya M 2 = Ampitudo komponen pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan IV - 32
33 S 2 = Ampitudo komponen pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik surya Dimana nilai Formzahl : F F = ; pasut bertipe ganda (semi diurnal) = ; pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol (mixed, mainly semi diurnal) F = ; pasut bertipe campuran dengan tipe tunggal yang menonjol (mixed, mainly diurnal) F > 3.00 ; pasut bertipe ( diurnal) Lokasi Indeks Formzhal Tipe Pasang surut Bersifat campuran dengan tipe ganda Tumumpa 0.37 yang menonjol Tabel Indeks Formzhal Sifat dari pasang surut di ketiga lokasi ini sama dikarenakan masih di dalam satu wilayah perairan laut dan pantai. Pasang dan surut yang teradi di kedua lokasi ini menunjukkan di dalam satu hari (24 jam) terjadi 2 (dua) kali pasang dan surut akan tetapi diselingi juga pada saat umur bulan kuartir (perbani) hanya terjadi sekali pasang dan surut. Sehingga dari indeks Formzhal di dapatkan bahwa tipe pasang surutnya adalah bersifat campuran. Data-data di atas menunjukan bahwa Pasang surut di Tumumpa sebagai berikut: HWS (muka air tertinggi) MSL (muka air rata-rata) LWS (muka air terendah) = 2 (M2+S2+K1+O1) = + 2,4724 m = 2,5 m = S0 = + 1,1932 m = 1,193 m = 0 m IV - 33
34 4.3.2 Analisis data Angin Data angin yang diperlukan adalah data arah dan kecepatan angin. Data tersebut didapatkan dari BMKG Jakarta Pusat Tahun Adapun langkah-langkah untuk mencari kecepatan dan arah angin dominan adalah sebagai berikut : 1. Penggolongan berdasarkan jumlah kecepatan dan arah angin tiap tahun. Dalam perhitungan disini dihitung komulatif 3 tahun seperti dilihat dalam tabel Dari tabel 5.2 dapat dicari prosentase masing-masing arah dan kecepatan angin seperti dilihat dalam tabel 5.3 Gambar Wind Rose (mawar angin) untuk masing-masing arah dan kecepatan sesuai dengan prosentase yang telah dicari, dapat dilihat pada gambar 5.1. IV - 34
35 Tabel Kecepatan Angin Rata-Rata/Maksimum Bulanan (knot) BULAN Kec. Max. Knot Ratarata. Knot Arah Angin Max (... ) Kec. Max. Knot Ratarata. Knot Arah Angin Max (... ) Kec. Max. Knot Ratarata. Knot Arah Angin Max (... ) Kec. Max. Knot Ratarata. Knot Arah Angin Max (... ) Kec. Max. Knot Ratarata. Knot Arah Angin Max (... ) Kec. Max. Knot Ratarata. Knot Arah Angin Max (... ) Kec. Max. Knot Ratarata. Knot Arah Angin Max (... ) Januari 10,34 5,95 49,63 13,81 6,77 59,25 11,91 5,51 266,48 10,04 4,77 275,75 9,97 3,99 275,62 10,07 4,53 312,65 15,45 5,90 276,74 Februari 9,59 5,35 52,90 10,44 5,06 32,58 12,65 5,12 271,50 10,34 6,08 41,04 14,39 5,14 240,95 10,66 4,61 9,35 12,69 5,86 268,34 Maret 10,48 4,88 50,06 10,92 5,35 249,16 9,04 4,05 263,28 9,61 5,08 359,75 14,40 4,03 258,51 10,22 5,03 288,89 10,30 4,51 2,25 April 8,62 3,89 34,07 8,22 3,96 242,67 8,86 4,45 281,09 10,05 3,84 55,73 11,78 4,40 270,37 7,04 2,50 43,68 8,36 3,40 227,06 Mei 7,23 4,08 206,31 10,17 5,28 181,94 10,42 3,83 229,85 9,55 4,20 87,99 10,68 4,28 224,52 8,32 3,41 232,68 10,50 3,67 285,71 Juni 13,17 4,54 238,55 12,44 5,40 176,70 10,51 5,52 172,14 7,62 3,98 166,17 14,99 5,85 163,22 13,54 5,08 257,96 7,82 3,12 257,41 Juli 11,49 6,97 156,25 12,55 5,95 153,58 12,48 6,03 178,50 7,31 3,35 193,85 13,20 7,69 154,91 13,17 4,54 233,30 11,42 4,26 280,00 Agustus 11,71 7,15 174,24 12,53 6,53 155,68 13,36 6,82 176,54 9,37 3,91 157,10 16,85 8,32 160,51 11,70 6,30 169,17 10,39 5,77 250,17 September 10,82 6,00 177,39 9,35 4,57 166,88 10,95 5,48 176,26 7,49 3,82 108,52 13,99 5,16 175,61 9,63 4,04 175,07 8,76 4,71 167,20 Oktober 8,79 4,07 171,29 8,89 4,18 183,70 9,32 3,90 228,83 8,52 3,02 120,12 9,11 3,84 112,49 9,09 4,06 168,63 9,14 3,63 195,81 November 10,94 4,65 244,25 11,70 4,15 76,83 10,86 5,13 284,53 7,19 3,06 76,64 6,92 2,92 48,21 8,37 3,63 245,60 8,37 3,45 241,21 Desember 12,04 4,23 65,44 11,40 4,40 266,42 9,11 3,84 328,38 12,67 4,50 281,06 10,21 4,54 311,26 8,11 3,91 47,90 9,56 4,18 258,78 IV - 35
36 Interval waktu catatan yang diperoleh dari BMKG Jakarta Pusat adalah dari tahun Arah angin dinyatakan dalam bentuk delapan penjuru angin (Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut). Kecepatan dinyatakan dalam satuan knot, di mana 1 knot sama dengan 1,852 km/jam. Tabel 4.5. (Arah Angin Maksimum) menyajikan statistik data angin bulanan maksimum untuk kurun waktu total 7 tahunan. Statistik angin bulanan untuk mengetahui perilaku angin (dan gelombang yang ditimbulkan nantinya) menurut bulan kejadiannya. Pengolahan data angin yang dilakukan adalah sebagai berikut: Kecepatan angin dinyatakan dalam knot, dikelompokkan dalam 5 interval, yaitu kecepatan < 13 knot, knot, knot, knot dan kecepatan > 27 knot. Diadakan pemilahan data berdasarkan arah (delapan penjuru angin) dan kecepatan angin (lima kelompok kecepatan tersebut di atas). Dengan demikian terbentuk matriks yang barisnya berupa delapan penjuru angin, sedangkan kolomnya berupa interval kecepatan angin. Elemen matriks ini menyatakan jumlah kejadian angin bulanan maksimum yang bertiup dari arah tertentu dengan kecepatan tertentu. Jumlah kejadian dalam matriks tersebut di atas dengan mudah dapat dikonversikan ke prosentase. Apabila elemen IV - 36
37 matriks dinyatakan dalam prosentase, matriksnya disebut tabel "mawar angin". Mawar angin-nya sendiri merupakan visualisasi dari tabel windrose. Sebagai ringkasan atas statistik data angin, disajikan ikhtisar berikut ini dengan pengertian bahwa ikhtisar ini diperoleh dari data selama 7 tahun. Tabel Data persentase arah kecepatan angin periode 7 tahunan Kec. angin Knot 360 Utara 45 Timur Laut 90 Timur 135 Tenggara 180 Selatan 225 Barat Daya 270 Barat 315 Barat Laut Total % Total % Gambar 4.4. Wind Rose IV - 37
38 Berdasarkan data diatas didapatkan kecepatan angin maksimum di lokasi rencana adalah pada arah 180 (Selatan) dengan presentase 29.67% dengan kecepatan maksimum 16,85 knot = 8,661 m/s (1 knot = 0,5144 m/s) terjadi pada bulam Agustus tahun Gambar 4.5. Data BMKG Kecepatan Angin pada Bulan Agustus 2011 Dari data di atas Kecepatan Angin (BMKG) Angin dominan = dari arah Selatan Tenggara Angin maksimum = 16,85 knot = m/s dari arah Selatan Tenggara Perhitungan Gelombang dengan Berdasarkan Panjang Fetch Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan gelombang angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. IV - 38
39 Besarnya fetch dapat dicari dengan menggunakan persamaan : Bab IV Hasil dan Analisis F eff = Σ Xi Cos a Σ Cos a Keterangan : F eff Xi = Fetch rerata efektif = Panjang segmen fetch yang diukur dari titik pengamatan gelombang ke ujung akhir fetch α = deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6º sampai sudut sebesar 42º pada kedua sisi dari arah angin. Pada perhitungan disini menggunakan program Google Earth untuk menentukan sudut dan panjang segmen fetch yang ditentukan. Sesuai dengan arah dominan angin dan gelombang, maka untuk perhitungan fetch menggunakan arah selatan. Penggambaran panjang Fetch untuk arah selatan dapat dilihat di lampiran. Berikut Kami sajikan contoh penggambaran panjang Fetch untuk arah selatan : Gambar 4.6. Panjang Fetch Arah Selatan IV - 39
40 Tabel Perhitungan Panjang Fetch Arah Selatan Bab IV Hasil dan Analisis PERHITUNGAN FETCH RERATA EFEKTIF Arah Utama Sudut Cos ɑ Xi (km) Xi. Cos ɑ Feff (km) Selatan JUMLAH F eff = Σ Xi Cos a = = km Σ Cos a Adapun perhitungan Tinggi (H) dan Periode gelombang (T) berdasarkan fetch, dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Berdasarkan kecepatan maksimum yang terjadi tiap bulan dalam 1 tahunnya (dalam perhitungan kali ini, digunakan data angin tahun 2011) dicari nilai RL dengan menggunakan Grafik Hubungan antara Kecepatan Angin Laut dan di Darat (lihat lampiran). Misal pada bulan Agustus 2011 untuk arah Selatan, kecepatan angin = knot, maka UL = knot x 0,514 = 8,661 m/det. IV - 40
41 Berdasarkan grafik Hubungan antara Kecepatan Angin Laut (UW) dan di Darat (UL) sebagai berikut : Gambar 4.7. Grafik Hubungan antara Kecepatan Angin Laut (UW) dan di Darat (UL) didapat nilai RL = 1,2 1. Hitung U W dengan rumus UW = UL x RL = 8,661 x 1,208 = 10,462 m/dt 2. Hitung U A dengan rumus UA = 0,71 x UW 1,23 = 0,71 x 10,462 1,23 = 12,747 m/dt Dari nilai U A dan fetch, tinggi periode gelombang dapat dicari dengan menggunakan grafik peramalan gelombang. IV - 41
42 Gambar 4.8. Grafik peramalan gelombong IV - 42
43 UA = 12,746 m/dt Fetch = 3,402 km Maka dari grafik peramalan gelombang diperoleh tinggi dan periode gelombang sebagai berikut: Tinggi gelombang (H) = 0,375 m Periode gelombang (T) = 2,15 dt Perhitungan tinggi dan periode gelombang selengkapnya dapat dilihat pada tabel perhitungan tinggi dan periode gelombang. Dari langkah-langkah perhitungan di atas digunakan untuk perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan dan perhitungan time series gelombang. 1. Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan Data yang dibutuhkan untuk menentukan tinggi dan periode gelombang signifikan yaitu data kecepatan angin selama 7 tahun ( ). Kecepatan angin yang digunakan merupakan kecepatan angin maksimum tiap bulan yang berasal dari arah angin paling dominan yaitu dari Selatan. Tinggi dan periode gelombang signifikan digunakan untuk perencanaan elevasi dermaga. Gelombang signifikan (H ) yaitu H atau 1/3 S 33 nilai tertinggi dari hasil perhitungan gelombang yang telah diurutkan, begitu pula dengan periodenya. IV - 43
44 Tabel Tinggi dan periode gelombang yang telah diurutkan. No H T No H T No H T 1 0,375 2, , , ,340 2, , , ,325 2, , , ,320 2, , , ,309 2, , , ,305 2, , , ,302 2, , , ,300 2, , , ,295 1, , , ,291 1, , , ,291 1, , , ,290 1, , , ,285 1, , , ,284 1, , , ,280 1, , , ,276 1, , , ,275 1, , , ,272 1, , , ,270 1, , , ,267 1, , , ,265 1, , , ,264 1, , , ,264 1, , , ,263 1, , , ,263 1, , ,262 1, , ,261 1, , ,260 1, , , , , IV - 44
45 N= 1/3X 84= 28 data Tabel Tinggi dan periode Gelombang Signifikan H T = = H 33 = T 33 = = m = detik 4.4 Tinjauan Dimensi Dermaga Dimensi suatu pelabuhan ditentukan berdasarkan panjang dan lebar dermaga, kedalaman kolam pelabuhan dan luas daerah pendukung operasinya. Semua ukuran ini menentukan kemampuan pelabuhan dalam penanganan kapal dan barang. Berikut ini adalah pembahasan mengenai tipe, ukuran, bentuk, lokasi dan fasilitas laut Pelabuhan Perikanan Pantai Tumumpa. IV - 45
46 4.5 Tipe Dermaga Berdasarkan kondisi batimetri di lokasi rencana pelabuhan, kedalaman yang diperlukan agar kapal 150 GT dapat beroperasi dengan baik berjarak sekitar ±30 m dari tepi pantai. Kondisi batimetri di lokasi rencana dermaga memiliki kemiringan dasar laut yang landai dan dangkal, dengan kondisi demikian tipe dermaga yang direncanakan Jetty membentuk sudut terhadap garis pantai. 4.6 Penentuan Tinggi Elevasi Dermaga Untuk kebutuhan tinggi elevasi dermaga disesuaikan dengan kondisi muka air rencana pasang surut daerah setempat ditambah dengan suatu angka kebebasan agar tidak terjadi limpasan (Overtopping) pada keadaan gelombang saat pasang tertinggi. Untuk menghitung elevasi dermaga, digunakan rumus sebagai berikut: Elevasi Dermaga = HWS + 1/2H S + Freeboard (Petunjuk Perencanaan Fasilitas Laut Pelabuhan Perikanan, untuk dermaga yang relatif tidak terkena pengaruh gelombang) Keterangan: Elevasi dermaga HWS Hs Freeboard = Tinggi dek dermaga (m) dari LWS = Muka air tertinggi (m) dari LWS = Tinggi gelombang recana (m) = Tinggi jagaan = 0,10 0,50 m IV - 46
47 Sehingga diperoleh tinggi elevasi Pelabuhan Perikanan Pantai Tumumpa sesuai kebutuhan dengan mengasumsikan ketinggian gelombang pada daerah kolam pelabuhan setengah dari tinggi gelombang maksimum yang terjadi pada perairan laut sekitar Tumumpa adalah: Elevasi Dermaga = 2,50 + ½(0,288) + 0,5 = m 4.7 Panjang Dermaga Kebutuhan panjang dermaga disesuaikan dengan kebutuhan pelabuhan. Perhitungan kebutuhan panjang dermaga berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Kepelabuhanan Perikanan adalah: Keterangan: N. h. n L d = (L k + s) d L d L k s N h n d = Panjang dermaga (m) = Panjang kapal (m) = Jarak antar kapal (m) = jumlah fishing trip/tahun = lama kapal di dermaga (jam) = jumlah kapal = lama fishing trip/tahun (hari) IV - 47
48 Pengembangan Pelabuhan Perikanan Pantai Tumumpa dengan asumsi bahwa jumlah kapal yang akan sandar maksimum 1 buah 150 GRT dengan data sebagai berikut: L k = 30,00 m s = 1,5 m N = 2100 trip untuk 75 kapal (1 kapal = 28 trip) h = 24 jam n = 75 kapal setahun (diambil untuk 1 kapal) d = 7 hari (168 jam) (Data: Laporan Tahunan Balai PPP Sulawesi Utara, Pelabuhan Perikanan Tumumpa tahun 2014). sehingga panjang dermaga yang dibutuhkan adalah: L d = (30 + 1,5) = 126 m 4.8 Lebar Dermaga Penentuan lebar dermaga disesuaikan dengan kebutuhan untuk sirkulasi dan aktifitas tetapi tidak kurang dari 4 m untuk dermaga jenis jetty dan pier serta tidak kurang dari 2 m untuk dermaga jenis wharf. Desain dermaga Perikanan Tumumpa adalah tipe jetty dengan rencana lebar dermaga 8 m. IV - 48
PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT DENGAN METODE ADMIRALTY
PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT DENGAN METODE ADMIRALTY TUJUAN - Mahasiswa dapat memahamibagaimana cara pengolahan data pasang surut dengan metode Admiralty. - Mahasiswa dapat mengetahui nilai komponen harmonik
Lebih terperinciPengertian Pasang Surut
Pengertian Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi (gerakan naik turunnya) muka air laut secara berirama karena adanya gaya tarik benda-benda di lagit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan adalah serangkaian kegiatan sebelum memulai tahap pengumpulan data dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah.
BAB IV ANALISIS Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan kapal dan data tanah. Data
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan
BAB V ANALISIS DATA 5.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ini memerlukan berbagai data meliputi : data frekuensi kunjungan kapal, data peta topografi, oceanografi, dan data tanah.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. I.2 Tujuan
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut Ongkosongo (1989), pengetahuan mengenai pasang surut secara umum dapat memberikan informasi yang beraneka macam, baik untuk kepentingan ilmiah, maupun untuk pemanfaatan
Lebih terperinciBAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
52 BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 5.1. TINJAUAN UMUM Perencanaan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta Topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan
Lebih terperinciANALISIS PASANG SURUT DI PANTAI NUANGAN (DESA IYOK) BOLTIM DENGAN METODE ADMIRALTY
ANALISIS PASANG SURUT DI PANTAI NUANGAN (DESA IYOK) BOLTIM DENGAN METODE ADMIRALTY Jufri Korto M. Ihsan Jasin, Jeffry D. Mamoto Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email: uphie.cvl07@gmail.com
Lebih terperinciPRAKTIKUM 6 PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT MENGGUNAKAN METODE ADMIRALTY
PRAKTIKUM 6 PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT MENGGUNAKAN METODE ADMIRALTY Tujuan Instruksional Khusus: Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan pengolahan data pasang surut (ocean tide) menggunakan
Lebih terperinciAnalisis Pasang Surut Di Pantai Bulo Desa Rerer Kecamatan Kombi Kabupaten Minahasa Dengan Metode Admiralty
Analisis Pasang Surut Di Pantai Bulo Desa Rerer Kecamatan Kombi Kabupaten Minahasa Dengan Metode Admiralty Novian Sangkop J. D. Mamoto, M. I. Jasin Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
BAB IV ANALISIS DATA 4.1.Tinjauan Umum Perencanaan pelabuhan perikanan Glagah ini memerlukan berbagai data meliputi: data angin, Hidro oceanografi, peta batimetri, data jumlah kunjungan kapal dan data
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
BAB IV ANALISIS DATA IV - 1 BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Umum Analisis data yang dilakukan merupakan data-data yang akan digunakan sebagai input program GENESIS. Analisis data ini meliputi analisis data hidrooceanografi,
Lebih terperinciPERENCANAAN ELEVASI DERMAGA PERIKANAN STUDI KASUS PELABUHAN PERIKANAN TUMUMPA SULAWESI UTARA
TUGAS AKHIR PERENCANAAN ELEVASI DERMAGA PERIKANAN STUDI KASUS PELABUHAN PERIKANAN TUMUMPA SULAWESI UTARA Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Agus Setiawan
Lebih terperinci3 Kondisi Fisik Lokasi Studi
Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan
Lebih terperinciBAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB III PEGAMBILA DA PEGOLAHA DATA Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi dua aspek, yaitu pengamatan data muka air dan pengolahan data muka air, yang akan dibahas dibawah ini sebagai
Lebih terperinci5. BAB V ANALISA DATA
5. BAB V ANALISA DATA 5.1 KEBUTUHAN FASILITAS PELABUHAN PENGEMBANGAN Dengan memperhatikan pada tingkat pemanfaatan fasilitas PPSC saat ini yang belum optimal karena terutama permasalahan sedimentasi kolam
Lebih terperinciGambar 2.1 Peta batimetri Labuan
BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut
Lebih terperinciPraktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :
Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai PASANG SURUT Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 5. PASANG SURUT TUJUAN
Lebih terperinciLAPORAN RESMI PRAKTIKUM PASANG SURUT
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PASANG SURUT MODUL I METODE ADMIRALTY Disusun Oleh : PRISMA GITA PUSPAPUAN 26020212120004 TIM ASISTEN MOHAMMAD IQBAL PRIMANANDA 26020210110028 KIRANA CANDRASARI 26020210120041 HAFIZ
Lebih terperinciBab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas
Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP
KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP Mifroul Tina Khotip 1, Aries Dwi Siswanto 2, Insafitri 2 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Kecepatan Angin dan Windrose Data angin dibutuhkan untuk menentukan distribusi arah angin dan kecepatan angin yang terjadi di lokasi pengamatan. Data angin yang digunakan
Lebih terperinciKL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI
Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Bab ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)
Studi Penentuan Draft dan Lebar Ideal Kapal Terhadap Alur Pelayaran STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN Putu Angga Bujana, Yuwono Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus
Lebih terperinciPembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi
G186 Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi Muhammad Didi Darmawan, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Lebih terperinciPuncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.
PASANG SURUT Untuk apa data pasang surut Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Mengingat
Lebih terperinciPENGARUH SIMULASI AWAL DATA PENGAMATAN TERHADAP EFEKTIVITAS PREDIKSI PASANG SURUT METODE ADMIRALTY (STUDI KASUS PELABUHAN DUMAI)
PENGARUH SIMULASI AWAL DATA PENGAMATAN TERHADAP EFEKTIVITAS PREDIKSI PASANG SURUT METODE ADMIRALTY (STUDI KASUS PELABUHAN DUMAI) Rosmiati Ahmad 1), Andy Hendri 2), Manyuk Fauzi 2) 1) Mahasiswa Jurusan
Lebih terperinciSTUDI KARAKTERISTIK DAN PERAMALAN PASANG SURUT PERAIRAN TAPAKTUAN, ACEH SELATAN Andhita Pipiet Christianti *), Heryoso Setiyono *), Azis Rifai *)
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman 441 446 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI KARAKTERISTIK DAN PERAMALAN PASANG SURUT PERAIRAN TAPAKTUAN, ACEH SELATAN
Lebih terperinciPENGUKURAN LOW WATER SPRING (LWS) DAN HIGH WATER SPRING (HWS) LAUT DENGAN METODE BATHIMETRIC DAN METODE ADMIRALTY
PENGUKURAN LOW WATER SPRING (LWS) DAN HIGH WATER SPRING (HWS) LAUT DENGAN METODE BATHIMETRIC DAN METODE ADMIRALTY Nila Kurniawati Sunarminingtyas Email: sunarminingtyas@gmail.com Abstrak : Pembangunan
Lebih terperinciBAB III 3. METODOLOGI
BAB III 3. METODOLOGI 3.1. Pasang Surut Pasang surut pada umumnya dikaitkan dengan proses naik turunnya muka laut dan gerak horizontal dari massa air secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik
Lebih terperinciGambar 4.1 Air Laut Menggenangi Rumah Penduduk
41 BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Analisis Masalah Kawasan sepanjang pantai di Kecamatan Sayung yang dijadikan daerah perencanaan mempunyai sejumlah permasalahan yang cukup berat dan kompleks.
Lebih terperinciPROSES DAN TIPE PASANG SURUT
MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian Pasang Surut Pasang surut
Lebih terperinciBAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam perencanaan dermaga peti kemas dengan metode precast di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin ini, data yang dikumpulkan dan dianalisis, meliputi data
Lebih terperinciPROSES DAN TIPE PASANG SURUT
PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian
Lebih terperinciBathymetry Mapping and Tide Analysis for Determining Floor Elevation and 136 Dock Length at the Mahakam River Estuary, Sanga-Sanga, East Kalimantan
JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 16, No. 1, 21-30, Mei 2013 21 Pemetaan Batimetri dan Analisis Pasang Surut untuk Menentukan Elevasi Lantai dan Panjang Dermaga 136 di Muara Sungai Mahakam, Sanga-Sanga,
Lebih terperinci3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN
BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN Tahapan persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting dengan tujuan
Lebih terperinciI Elevasi Puncak Dermaga... 31
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN PERNYATAAN.. vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR...x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Platax Vol. 1:(3), Mei 2013 ISSN:
AMPLITUDO KONSTANTA PASANG SURUT M2, S2, K1, DAN O1 DI PERAIRAN SEKITAR KOTA BITUNG SULAWESI UTARA Amplitude of the Tidal Harmonic Constituents M2, S2, K1, and O1 in Waters Around the City of Bitung in
Lebih terperinciANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant
: 48-55 ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI Musrifin 1) 1) Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Universitas Raiu Diterima : 5 April 2011 Disetujui : 14 April 2011 ABSTRACT Tidal
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1. Tahap Persiapan 3.2. Metode Perolehan Data
BAB III METODOLOGI 3.1. Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting untuk mengefektifkan
Lebih terperinciBAB III DATA DAN ANALISA
BAB III DATA DAN ANALISA 3.1. Umum Dalam studi kelayakan pembangunan pelabuhan peti kemas ini membutuhkan data teknis dan data ekonomi. Data-data teknis yang diperlukan adalah peta topografi, bathymetri,
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum
6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan tentu dibutuhkan pustaka yang bisa dijadikan sebagai acuan dari perencanaan tersebut agar dapat terwujud bangunan pantai yang sesuai dengan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN
31 BAB III 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN Tahapan persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting dengan tujuan mengefektifkan
Lebih terperinciBAB 2 DATA DAN METODA
BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda
Lebih terperinciOleh : Ida Ayu Rachmayanti, Yuwono, Danar Guruh. Program Studi Teknik Geomatika ITS Sukolilo, Surabaya
PENENTUAN HWS (HIGH WATER SPRING) DENGAN MENGGUNAKAN KOMPONEN PASUT UNTUK PENENTUAN ELEVASI DERMAGA (Studi Kasus: Rencana Pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong) Oleh : Ida Ayu Rachmayanti, Yuwono, Danar Guruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1
BAB I PENDAHULUAN I1 Latar Belakang Pulau Bangka dan Belitung telah menjadi propinsi sendiri dengan keluarnya Undang-undang No 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung tepatnya
Lebih terperinciMenentukan Tipe Pasang Surut dan Muka Air Rencana Perairan Laut Kabupaten Bengkulu Tengah Menggunakan Metode Admiralty
Maspari Journal,, 6 (), http://masparijournal.blogspot.com Menentukan Tipe Pasang Surut dan Muka Air Rencana Perairan Laut Kabupaten Bengkulu Tengah Menggunakan Metode Admiralty Fadilah )*, Suripin ) dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN
BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum kegiatan pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini di susun hal-hal yang penting dengan
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 93-99 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI KARAKTERISTIK DAN CO-RANGE PASANG SURUT DI TELUK LEMBAR LOMBOK NUSA TENGGARA
Lebih terperinciKARATERISTIK PASANG SURUT DAN KEDUDUKAN MUKA AIR LAUT DI PERAIRAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) CAMPUREJO PANCENG, KABUPATEN GRESIK
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 151 157 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KARATERISTIK PASANG SURUT DAN KEDUDUKAN MUKA AIR LAUT DI PERAIRAN PANGKALAN
Lebih terperinciStudi Pemetaan Batimetri dan Analisis Komponen Pasang Surut Untuk Menentukan Elevasi dan Panjang Lantai Dermaga di Perairan Keling, Kabupaten Jepara
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 660 670 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Studi Pemetaan Batimetri dan Analisis Komponen Pasang Surut Untuk Menentukan
Lebih terperinciPerencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-280 Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek Dzakia Amalia Karima dan Bambang Sarwono Jurusan
Lebih terperinciPERAMALAN PASANG SURUT DI PERAIRAN PELABUHAN KUALA STABAS, KRUI, LAMPUNG BARAT
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015, Halaman 508-515 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PERAMALAN PASANG SURUT DI PERAIRAN PELABUHAN KUALA STABAS, KRUI, LAMPUNG BARAT
Lebih terperinciANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA
ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA Ratna Parauba M. Ihsan Jasin, Jeffrey. D. Mamoto Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email : Parauba_ratna@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Perikanan adalah sebagai tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan peningkatan
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Jawa. - Sebelah Timur : Berbatasan dengan DKI Jakarta. Kabupaten Lebak.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian Analisis dan Identifikasi Kerusakan Garis Pantai di Kabupaten TangerangProvinsi Banten adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten. Kabupaten
Lebih terperinciGambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan
Lebih terperinciPREDIKSI PARAMETER GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK LOKASI PANTAI CERMIN
PREDIKSI PARAMETER GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK LOKASI PANTAI CERMIN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Oleh:
Lebih terperinciPENENTUAN CHART DATUM DENGAN MENGGUNAKAN KOMPONEN PASUT UNTUK PENENTUAN KEDALAMAN KOLAM DERMAGA
PENENTUAN CHART DATUM DENGAN MENGGUNAKAN KOMPONEN PASUT UNTUK PENENTUAN KEDALAMAN KOLAM DERMAGA Oleh : Ari Juna Benyamin, Danar Guruh, Yuwono Program Studi Teknik Geomatika ITS Sukolilo, Surabaya - 60111
Lebih terperinciSTUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA
STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA Anggi Cindy Wakkary M. Ihsan Jasin, A.K.T. Dundu Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email:
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut,
Lebih terperinciPENENTUAN CHART DATUM DENGAN MENGGUNAKAN KOMPONEN PASUT UNTUK PENENTUAN KEDALAMAN KOLAM DERMAGA
PENENTUAN CHART DATUM DENGAN MENGGUNAKAN KOMPONEN PASUT UNTUK PENENTUAN KEDALAMAN KOLAM DERMAGA PENENTUAN CHART DATUM DENGAN MENGGUNAKAN KOMPONEN PASUT UNTUK PENENTUAN KEDALAMAN KOLAM DERMAGA Oleh : Ari
Lebih terperinciPENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H
PENGANTAR OCEANOGRAFI Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H21114307 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar 2014 Kondisi Pasang Surut di Makassar Kota
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pantai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pantai adalah daerah tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah, sedangkan pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Validasi Data Pasang surut merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melakukan validasi model. Validasi data pada model ini ditunjukkan dengan grafik serta
Lebih terperinciBAB IV IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA DATA
BAB IV IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA DATA 4.. Identifikasi Masalah Secara Administratif Pantai Muarareja terletak di utara kota Tegal, Jawa Tengah tepatnya di Kelurahan Muarareja, Kecamatan Tegal Barat.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir
BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah secara umum yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dapat dilihat pada diagram alir
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Hasil Model dengan DISHIDROS Komponen gelombang pasang surut M2 dan K1 yang dipilih untuk dianalisis lebih lanjut, disebabkan kedua komponen ini yang paling dominan
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman 573 579 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PEMETAAN BATIMETRI DAN ANALISIS KOMPONEN PASANG SURUT UNTUK EVALUASI PERBAIKAN
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Oseanografi Perairan Teluk Bone Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Barat dan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara di
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman 447 451 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Peramalan Pasang Surut di Perairan Ujungnegoro Kabupaten Batang Jawa Tengah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Kecamatan Muara Gembong merupakan kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terletak pada posisi 06 0 00 06 0 05 lintang selatan dan 106 0 57-107 0 02 bujur timur. Secara
Lebih terperinciANALISIS STATISTIK GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK PELABUHAN BELAWAN DIO MEGA PUTRI
ANALISIS STATISTIK GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK PELABUHAN BELAWAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil Disusun
Lebih terperinciPENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA
PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA DISUSUN OLEH Heron Surbakti dan Tim Assisten Praktikum Oseanografi Fisika LABORATORIUM OSEANOGRAFI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
Lebih terperinciPEMETAAN POLA DAN KECEPATAN ARUS PASANG SURUT DAN BATIMETRI PERAIRAN PULAU MUDA MUARA SUNGAI KAMPAR KECAMATAN TELUK MERANTI KABUPATEN PELALAWAN
ISSN 1978-5283 Arrizqa.,B, Mubarak., Elizal 2017 : 11 (1) PEMETAAN POLA DAN KECEPATAN ARUS PASANG SURUT DAN BATIMETRI PERAIRAN PULAU MUDA MUARA SUNGAI KAMPAR KECAMATAN TELUK MERANTI KABUPATEN PELALAWAN
Lebih terperinciLampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS
L A M P I R A N 46 Lampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS KOLAKA Posisi 4 3'6.65" 121 34'54.5" waktu GMT + 08.00 Gerakan pasut diramalkan terhadap suatu Muka Surutan yang letaknya 9 dm di bawah
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT
ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT Daniel Rivandi Siahaan 1 dan Olga Pattipawaej 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof. drg. Suria Sumatri,
Lebih terperinciAnalisis Harmonik Pasang Surut untuk Menghitung Nilai Muka Surutan Peta (Chart Datum) Stasiun Pasut Sibolga
nalisis Harmonik Pasang Surut untuk Menghitung Nilai Muka Surutan Peta (Chart Datum) Stasiun Pasut Sibolga I. U. KHSNH 1*, S. WIRDINT 2 dan Q. GUVIL 3 1,3 Tenaga Pengajar Teknik Geodesi, Fakultas Teknik
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 238-244 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Pemetaan Batimetri dan Analisis Pasang Surut Untuk Menentukan Elevasi Lantai
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 214-220 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Studi Tipe Pasang Surut di Pulau Parang Kepulauan Karimunjawa Jepara Jawa Tengah
Lebih terperinciPerbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square
1 Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square Miftakhul Ulum dan Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Lebih terperinciSTUDI POLA ARUS DI PERAIRAN KHUSUS PERTAMINA PT. ARUN LHOKSEUMAWE - ACEH
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 220-229 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI POLA ARUS DI PERAIRAN KHUSUS PERTAMINA PT. ARUN LHOKSEUMAWE - ACEH Kastiyan
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum
4 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum PPI Logending Pantai Ayah Kabupaten Kebumen menggunakan bangunan pengaman berupa pemecah gelombang dengan bentuk batuan buatan hexapod (Gambar 2.1). Pemecah gelombang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pantai Pantai adalah daerah tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah, sedangkan pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat
Lebih terperinciPENGUMPULAN DATA DAN ANALISA
BAB III PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA 3.1. UMUM Pada perencanan detail pengembangan pelabuhan diperlukan pengumpulan data dan analisanya. Data yang diambil adalah data sekunder yang lengkap dan akurat disertai
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
5 BAB II 2.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di
Lebih terperinciSTUDI PEMETAAN BATIMETRI DAN ANALISIS KOMPONEN PASANG SURUT UNTUK PENENTUAN ALUR PELAYARAN DI PERAIRAN PULAU GENTING, KARIMUNJAWA
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 287-296 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI PEMETAAN BATIMETRI DAN ANALISIS KOMPONEN PASANG SURUT UNTUK PENENTUAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan tentang hal ini dapat dilihat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT
BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT 2.1 Sungai Sungai merupakan air larian alami yang terbentuk akibat siklus hidrologi. Sungai mengalir secara alami dari tempat yang tinggi menuju tempat yang
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN
BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Tujuan pembahasan analisis pelaksanaan perencanaan alur pelayaran untuk distribusi hasil pertambangan batubara ini adalah untuk menjelaskan kegiatan
Lebih terperinciStudi Tipe Pasang Surut di Pulau Parang Kepulauan Karimunjawa Jepara, Jawa Tengah
Buletin Oseanografi Marina April 03. vol. 6-67 Studi Tipe Pasang Surut di Pulau Parang Kepulauan Karimunjawa Jepara, Jawa Tengah Lucy Amellia Lisnawati *), Baskoro Rochaddi *), Dwi Haryo Ismunarti *) *)
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 3.1 Persiapan
34 BAB III METODOLOGI 3.1 Persiapan Tahap persiapan adalah kegiatan sebelum memulai mengumpulkan data. Pada tahap persiapan ini menyusun rangkaian atau kerangka kegiatan yang akan dilakukan dengan tujuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasang Surut 2.1.1 Definisi Pasang Surut Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naikturunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda
Lebih terperinciPerbandingan Peramalan Gelombang dengan Metode Groen Dorrestein dan Shore Protection Manual di Merak-Banten yang di Validasi dengan Data Altimetri
Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2015 Perbandingan Peramalan Gelombang dengan Metode Groen Dorrestein dan Shore Protection Manual di Merak-Banten
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
133 BAB IV 4.1. Tinjauan Umum Seperti yang telah diuraikan dalam bab terdahulu, data yang diperlukan dalam Perencanaan Pelabuhan Perikanan Morodemak Kabupaten Demak, diantaranya data lokasi, data topografi,
Lebih terperinciBAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI
BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI 7.. Perhitungan Struktur Seawall Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan adalah sebagai
Lebih terperinci