BAB I PENDAHULUAN. Suatu tata pemerintahan yang baik membutuhkan adanya penerapan prinsipprinsip

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Suatu tata pemerintahan yang baik membutuhkan adanya penerapan prinsipprinsip"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu tata pemerintahan yang baik membutuhkan adanya penerapan prinsipprinsip transparansi dan akuntabilitas. Sebagai perwujudan penerapan kedua prinsip tersebut, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia telah menerapkan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang bermuara pada Laporan Akuntabilitas Kinerja sebagai cerminan kinerja yang diwujudkan pada satu tahun tertentu. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Imigrasi ini menyajikan data capaian kinerja yang telah diwujudkan selama tahun 2012, yang mencatat pencapaian sasaran dan pelaksanaan tugas dan fungsi disamping juga mencatat beberapa ketidakberhasilan. Dalam LAKIP Tahun 2012 ini disajikan pelaksanaan program Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai upaya untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan serta beberapa pokok permasalahan yang merupakan kendala dalam pencapaian sasaran dan menghambat pelaksanaan program. Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk pencapaian sasaran dan peningkatan kinerja organisasi di masa yang akan datang di antaranya adalah :

2 1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM dengan pemahaman yang baik tentang aspek anggaran berbasis kinerja; 2. Melakukan perencanaan yang baik dan terarah terhadap kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mendukung penerapan program sehingga pencapaian sasaran dapat dicapai sesuai dengan target yang ditentukan; 3. Penetapan sumber dana yang terdapat dalam DIPA tahun anggaran yang akan datang, kiranya penganggaran dana yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal ini sangat diperlukan karena anggaran yang bersumber dari PNBP masih sebatas perkiraan yang realisasinya sangat tergantung pada penerimaan rill PNBP. Sasaran yang dirumuskan dalam upaya mencapai tujuan Direktorat Jenderal Imigrasi didasarkan pada arah sasaran kebijakan pembangunan di bidang keimigrasian yaitu : 1. Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan secara akuntabel, tepat waktu dan terintegrasi di lingkungan Direkorat Jenderal Imigrasi. 2. Peningkatan pelayanan dokumen perjalanan, visa dan fasilitas keimigrasian. 3. Peningkatan pelayanan pemberian izin tinggal dan status keimigrasian dengan waktu yang lebih singkat dan memenuhi standar serta akuntabel; 4. Pendeteksian pelanggaran atau kejahatan keimigrasian secara tepat waktu dan terukur; 5. Pelaku tindak pidana keimigrasian yang disidik dan ditindak secara terukur dan tepat waktu.

3 Strategi pencapaian tujuan dan sasaran tersebut akan dapat diukur pencapaian kinerjanya (indikator input-output dan outcome) dengan menggunakan instrumen anggaran yang difasilitasi melalui program kinerja, yaitu : 1. Kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Ditjen Imigrasi; 2. Kegiatan Pelayanan Dokumen Perjalanan, Visa dan Fasilitas Keimigrasian; 3. Kegiatan Persetujuan Izin Tinggal dan Status Keimigrasian; 4. Kegiatan Perumusan Kebijakan dan Pendeteksian pelanggaran atau kejahatan keimigrasian; 5. Kegiatan Lintas Batas dan Kerjasama Luar Negeri; 6. Penyelenggara Kegiatan Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian; 7. Kegiatan Penyidikan dan Penindakan Pelaku Tindak Pidana Keimigrasian. Sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945, tujuan negara menciptakan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan tujuan negara memerlukan dana yan cukup besar dan yang diutamakan sumber-sumber penerimaan dalam negeri perlu secara terus menerus ditingkatkan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi sumber-sumber penerimaan negara. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan Negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan

4 ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. APBN ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penetapan APBN dilakukan setelah dilakukan pembahasan antara Presiden dan DPR terhadap usulan RAPBN dari Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Seperti tahuntahun sebelumnya, pada tahun 2009, APBN ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Salah satu unsure APBN adalah anggaran pendapatan Negara dan hibah, yang diperoleh dari : a. Penerimaan Perpajakan; b. Penerimaan Negara Bukan Pajak; c. Penerimaan Hibah dari dalam negeri dan luar negeri. Hukum penerimaan negara bukan pajak sebagai bagian dari hukum keuangan negara memiliki ruang lingkup sebagai objek kajiannya. Hal ini yang membedakannya dengan hukum pajak, walaupun kedua-duanya bersumber dari Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Tahun Ruang lingkup hukum penerimaan negara bukan pajak, tidak membicarakan tentang pajak, melainkan penerimaan negara bukan pajak. Sebenarnya yang menjadi ruang lingkup kajian hukum penerimaan negara bukan pajak adalah penerimaan negara yang tidak tergolong sebagai pajak, tetapi pungutan yang dilakukan oleh negara dan bersifat memaksa.

5 Berhubung hukum penerimaan negara bukan pajak merupakan hukum khusus dari hukum keuangan negara, maka ruang lingkupnya adalah sebagai berikut : 1. Jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak; 2. Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak; 3. Jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak; 4. Timbulnya penerimaan negara bukan pajak yang terutang; 5. Pemeriksaan oleh instansi yang berwenang; 6. Keberatan; 7. Sanksi hukum, baik bersifat administrasi maupun pidana. Ketujuh ruang lingkup hukum penerimaan negara bukan pajak tersebut dapat mengalami perkembangan sehinngga terdapat penambahan berdasarkan kebutuhan di masa depan. Artinya, pelayanan dan pemanfaatan sumber daya alam yang diberikan oleh negara dapat bertambah karena kepentingan warganya akan pelayanan termaksud. Sekalipun demikian, negara tidak boleh sewenag-wenang karena tetap terikat pada norma hukum tertinggi sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Indonesia adalah negara hukum. Perlunya ruang lingkup itu ditentukan adalah agar tampak secara jelas substansi hukum yang menjadi objek kajian hukum penerimaan negara bukan pajak yang dapat membedakan dengan hukum lainnya yang berada dalam konteks hukum keuangan negara, seperti hukum pajak. Tujuan lainnya adalah untuk memberikan pemahaman secara mendalam bagi instansi pemerintah dalam rangka melakukan pengelolaan penerimaan negara bukan pajak. Hal ini dimaksudkan

6 agar instansi pemerintah yang mengelola penerimaan negara bukan pajak sebagai upaya preventif sehingga tidak menimbulkan kerugian terhadap pendapatan negara. Pada hakikatnya Penerimaan Negara Bukan Pajak mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi budgetair dan fungsi regular. Dengan fungsi budgetair dimaksudkan bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan sumber pembiayaaan pembangunan, karena itu diupayakan untuk memasukkan uang sebesar-besarnya ke dalam Rekening Kas Negara. Dari aspek regular dimaksudkan bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak mampu dpergunakan sebagai sarana untuk mengatur kebijakan Pemerintah dalam berbagai aspek dalam rangka menggerakkan roda pembangunan. PNBP merupakan lingkup keuangan Negara yang dikelola dan dipertanggungjawabkan sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga audit yang bebas dan mandiri turut melakukan pemeriksaan atas komponen yang mempengaruhi pendapatan negara dan merupakan penerimaan negara sesuai dengan undang-undang. Laporan hasil pemeriksaan BPK kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Menyadari pentingnya PNBP, maka kemudian dilakukan pengaturan dalam peraturan perundangundangan, diantaranya melalui : a. UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; b. PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak;

7 c. PP Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersumber dari kegiatan tertentu; d. PP Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak; dan e. PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang. Pada dasarnya, penerimaan negara terbagi atas dua jenis, yaitu penerimaan dari pajak dan penerimaan bukan pajak. Menurut Pasal 1 UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU PNBP), PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Pasal 2 ayat (1) UU PNBP menyatakan kelompok PNBP meliputi : 1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah; 2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam; 3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan; 4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksananan Pemerintah; 5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; 6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah; 7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang tersendiri.

8 Dalam penerimaan kas negara, tidak hanya berasal dari sektor yang dapat dikenai pajak melainkan juga berasal dari sektor bukan pajak. Sebagai contoh pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada bidang keimigrasian. PNBP bidang Keimigrasian adalah PNBP yang berasal dari penyelenggaraan jasa-jasa keimigrasian seperti pembayaran SPRI (Surat Perjalanan Republik Indonesia) dan pembayaran Asing (Overstay, Izin Tinggal Terbatas, Izin Tinggal Kunjungan, Izin Tinggal Tetap) yang dilakukan oleh masing-masing unit kerja di lingkungan Ditjen Imigrasi. Penerimaan kas negara khususnya sektor keimigrasian telah turut ambil bagian dalam kas negara. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal bahwa penerimaan kas negara berasal dari pajak. Akan tetapi perlu kiranya masyarakat juga mengetahui bahwa selain penerimaan dari pajak, negara juga mendapatkan kas dari sektor bukan pajak. Ketentuan mengenai seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) wajib disetorkan secara langsung secepatnya ke Kas Negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan merupakan upaya untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas penerimaan dan pengelolaan PNBP sesuai semangat transparansi dan akuntabilitas. Hal ini mendorong Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai salah satu instansi pengelola PNBP Keimigrasian untuk menerapkan ketentuan dimaksud. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diperoleh dari Layanan Keimgrasian di Kantor Imigrasi maupun Direktorat Jenderal Imigrasi akan lebih efektif dan efisien jika dikelola secara keseluruhan dan terpusat oleh Direktorat Jenderal Imigrasi mengingat bahwa karakteristik pelaksanaan tugas pokok dan fungsi

9 keimigrasian baik di tingkat pusat maupun di daerah tidak saja bertumpu pada aspek pelayanan namun juga pada aspek pengawasan dan penegakan hukum keimigrasian sehingga upaya revitalisasi diharapkan dapat meminimalkan terjadinya ketimpangan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi keimgrasian. Selain itu, dalam rangka memaksimalkan penggunaan anggaran yang bersumber dari PNBP Keimgrasian maka perlu pengelolaan PNBP secara keseluruhan dan tepusat oleh Direktorat Jenderal Imigrasi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, KINERJA KANTOR IMIGRASI POLONIA DALAM PELAKSANAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan permasalahan penelitian yang akan diteliti sebagai berikut : a. Bagaimana Kinerja Kantor Imigrasi Polonia Dalam Pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui bagaimana Kinerja Kantor Imigrasi Polonia Dalam Pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

10 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain : 1. Manfaat Akademis, penelitian ini berguna bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam hal menambah referensi terutama pada Program Studi Admimistrasi Negara dimana penelitian ini bisa menjadi bahan kajian mahasiswa untuk melakukan penelitian lagi kedepannya menjadi lebih baik. 2. Manfaat Subjektif, penelitian ini berguna sebagai sarana dalam menambah pengetahuan dan wawasan dalam meningkatkan kemampuan dalam membuat karya tulis dibidang ilmiah. 3. Manfaat Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi Kantor Imigrasi Polonia dalam mewujudkan efisiensi dan efektivitas kinerja kantor imigrasi dalam penerimaan dan pengelolaan PNBP sesuai semangat transparansi dan akuntabilitas. 1.5 Kerangka Teori Kinerja ` Pengertian Kinerja Kinerja berasal dari kata performance. Sementara performance itu sendiri diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja merupakan implementasi daei perencanaan yang telah disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan

11 oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi dan kepentingan (Wibowo, 2007:4). Menurut Widodo (2005:78) kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan atau suatu hasil karya yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Dalam Mahsun (2006:25) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Menurut Mangkunegara (2006:67) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, mengemukakan pengertian kinerja yaitu sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Jadi dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan hasil yang diharapkan guna mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.

12 Pengukuran Kinerja Menurut Larry D. Stout dalam Hessel Nogi (2005:174) mengemukakan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja organisasi merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses. Berbeda dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Bastian (2001:330) dalam Hessel Nogi (2005:173) bahwa pengukuran dan pemanfaatan penilaian kinerja akan mendorong pencapaian tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terus menerus. Secara rinci, Bastian mengemukakan peranan penilaian pengukuran kinerja organisasi sebagai berikut : a. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian prestasi. b. Memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati. c. Memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan perbandingan antara skema kerja dan pelaksanaannya. d. Memberikan penghargaan maupun hukuman yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran yang telah disepakati. e. Menjadikannya sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi. f. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi. g. Membantu proses kegiatan organisasi.

13 h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan telah dilakukan secara objektif. i. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan. j. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Begitu pentingnya penilaian kinerja bagi keberlangsungan organisasi dalam mencapai tujuan, maka perlu adanya indikator-indikator pengukuran kinerja yang dipakai secara tepat dalam organisasi tertentu. Menurut Agus Dwiyanto (2006:49) penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup dilakukan dengan menggunakan indikator yang melekat pada birokrasi itu, seperti efesiensi dan efektivitas tetapi juga harus dilihat dari indikator-indikaor yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik juga muncul karena tujuan dan misi birokrasi publik seringkali bukan hanya memiliki stakeholder yang banyak dan memiliki kepentingan yang sering berbenturan satu sama lainnya menyebabkan birokrasi publik mengalami kesulitan untuk merumuskan misi yang jelas. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik dimata para stakeholder juga berbeda-beda Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja Kinerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja dalam kegiatan atau aktivitas atau program yang telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.

14 Dalam Yeremias T. Keban (2004:203) untuk melakukan kajian secara lebih mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penilaian kinerja di Indonesia, maka perlu melihat faktor penting sebagai berikut : a. Kejelasan tuntutan hukum atau peraturan perundangan untuk melakukan penilaian secara benar dan tepat. Dalam kenyataannya, orang menilai secara subjektif tetapi tidak ada suatu aturan hukum yang mengatur atau mengendalikan perbuatan tersebut. b. Manajemen sumber daya manusia yang berlaku memiliki fungsi dan proses yang sangat menentukan efektivitas penilaian kinerja. c. Kesesuaian antara paradigma yang dianut oleh manajemen suatu organisasi dengan tujuan penilaian kinerja. Apabila paradigma yang dianut masih berorientasi pada manajemen klasik, maka penilaian selalu bisa pada pengukuran karakter pihak yang dinilai sehingga prestasi yang seharusnya menjadi fokus utama kurang diperhatikan. d. Komitmen para pemimpin atau manajer organisasi publik terhadap pentingnya penilaian suatu kinerja. Bila mereka selalu memberikan komitmen yang tinggi terhadap efektivitas penilaian kinerja maka para penilai yang ada dibawah otoritasnya akan selalu berusaha melakukan penilaian secara tepat dan benar. Menurut Soesilo dalam Hessel Nogi (2005:180), kinerja suatu organisasi dipengaruhi adanya faktor-faktor berikut : a. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi.

15 b. Kebijakan pengelolaan berupa visi dan misi organisasi. c. Sumber daya manusia yang berhubungan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal. d. Sistem Informasi Manajemen yang berhubungan dengan pengelolaan database untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi. e. Sarana dan Prasarana yang dimiliki yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap aktivitas organisasi. Selanjutnya Yuwono dkk dalam Hessel Nogi (2005:180) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kinerja suatu organisasi meliputi upaya manajemen dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki organisasi dan kepemimpinan yang efektif. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi baik public maupun swasta. Secara detail Ruky dalam Hessel Nogi (2005:180) mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut : a. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi, semakin berkualitas teknologi yang digunakan maka akan semakin tinggi kinerja organisasi tersebut; b. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi; c. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penata ruangan dan kebersihan;

16 d. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan; e. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standard dan tujuan organisasi; f. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan, promosi dan lain-lainnya. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja dalam suatu organisasi. Namun secara garis besarnya, faktor yang sangat dominan mempengaruhi kinerja organisasi adalah faktor internal (faktor yang datang dari dalam organisasi) dan faktor eksternal (faktor yang datang dari luar organisasi). Setiap organisasi akan mempunyai tingkat kinerja yang berbeda-beda karena pada hakekatnya setiap organisasi memiliki ciri atau karakteristik masing-masing sehingga permasalahan yang dihadapi juga cenderung berbeda tergantung pada faktor internal dan faktor eksternal Peningkatan Kinerja Dalam rangka peningkatan kinerja pegawai, menurut Mangkunegara (2009:22), terdapat tujuh langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut : a. Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja. b. Mengenal kekurangan dan tingkat keseriusan.

17 c. Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistem maupun yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri. d. Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan tersebut. e. Melakukan rencana tindakan tersebut. f. Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum. g. Mulai dari awal, apabila perlu. Bila langkah-langkah tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka kinerja pegawai dapat ditingkatkan Indikator Kinerja McDonald dan Lawton dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005:174) mengemukakan indikator kinerja antara lain : output oriented measures throughput, efficiency, effectiveness. Selanjutnya indikator tersebut dijelaskan sebagai berikut : a. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam penyelenggaraan pelayanan publik. b. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi.

18 Salim dan Woodward dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005:174) mengemukakan indikator kinerja antara lain : economy, efficiency, effectiveness, equity. Secara lebih lanjut. Indikator tersebut diuraikan sebagai berikut : a. Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumber daya sesedikit mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. b. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam penyelenggaraan pelayanan publik. c. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. d. Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan dengan memperhatikan aspek-aspek kemerataan. Lenvinne dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005:175) mengemukakan indikator kinerja terdiri dari : responsiveness, responsibility, accountability. a. Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap provider terhadap harapan, keinginan, aspirasi serta tuntutan customers. b. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

19 c. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat. Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005:175) menjelaskan tentang indikator yang digunakan untuk menilai kinerja organisasi, yang terdiri atas beberapa faktor berikut : a. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya ketampakan fisik dari gedung, peralatan, pegawai dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh providers. b. Reliability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat. c. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas Kantor Defenisi Kantor Kantor secara umum diartikan bagian dari organisasi yang menjadi pusat kegiatan administrasi dan tempat pngendalian kegiatan informasi. Kantor juga dapat didefenisikan sebagai pusat pengolahan data dan keterangan serta tempat konsentrasi pimpinan dengan para staf melakukan aktivitas manajemen. Dalam bahasa inggris office memiliki makna yaitu : tempat memberikan pelayanan, posisi atau ruang tempat kerja.

20 Menurut Moekijat (1997:3) kantor adalah setiap tempat yang biasanya dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaan tata usaha, dengan nama apapun juga tempat tersebut mungkin diberikan. Menurut AS.Moenir, bahwa ciri-ciri kantor adalah : a. Tempat berupa gedung yang bebas dari hujan dan panas dan untuk melindungi orang-orang yang berada di tempat tersebut. b. Aktivitas pekerjaannya biasanya berhubungan dengan tulis menulis, korespondensi dan kearsipan. c. Terdapat peralatan kantor berupa mesin kantor, peralatan dan perlengkapan yang menunjang aktivitas pekerjaan kantor Manajemen Kantor Menurut Edwin Robinson (1953) Manajemen Perkantoran berkenaan dengan pengarahan dan pengawasan pekerjaan perkantoran. Menurut The Liang Gie, Manajemen Perkantoran dapat didefenisikan sebagai perencanaan, pengendalian dan pengorganisasian pekerjaan perkantoran serta pergerakan mereka yang melaksanakan agar mereka mencapai tujuan yang telah ditentukan lebih dahulu. Pengertian secara umum adalah Manajemen perkantoran adalah kegiatan pengelolaan data dan informasi yang dilakukan secara teratur, sistematik dan terus menerus, mengikuti kegiatan organisasi dengan tujuan mencapai keberhasilan tugas organisasi yang bersangkutan.

21 Tujuan Kantor Menurut Mills (1984:9) tujuan kantor didefenisikan sebagai pemberian pelayanan komunikasi dan perekaman Fungsi Kantor Dari defenisi di atas, Mills memperluas menjadi fungsi kantor (pekerjaan yang dilakukan) yakni sebagai berikut : a. Menerima Informasi (To Receive Information) Menerima informasi dalam bentuk surat, panggilan telepon, pesanan, faktur dan laporan mengenai berbagai kegiatan bisnis. b. Merekam dan Menyimpan Data-Data serta Informasi (To Record Information) Tujuan pembuatan rekaman adalah menyiapkan informasi sesegera mungkin apabila manajemen meminta informasi tersebut. Beberapa rekaman (record) diminta untuk disimpan menurut hukum. c. Mengatur Informasi (To Arrange Information) Informasi yang diakumulasi oleh kantor jarang dalam bentuk yang sama layaknya ketika diberikan, seperti mengumpulkan informasi dari sumbersumber yang berbeda dan membuat penghitungan/pembukuan. d. Memberi Informasi (To Give Information) Bila Manajemen meminta sejumlah informasi yang diperlukan, kantor memberikan informasi tersebut dari rekaman yang tersedia e. Melindungi Aset ( To Safeguard Assets)

22 Mengamati secara cermat berbagai kegiatan dalam perusahaan seperti diperlihatkan didalam rekaman dan mengantisipasi segala hal yang tidak menguntungkan yang mungkin terjadi. Selain lima fungsi di atas, kantor masih memiliki empat fungsi lain, yaitu : a. Pusat Syaraf Administrasi dan Perencanaan Kebijaksanaan Administrasi dalam hal ini adalah seluruh proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. b. Perantara Kantor bertindak sebagai pusat pelayanan yang menghubungkan antar bagian dalam organisasi. c. Koordinator Mengawasi dan mengkoordinir seluruh kegiatan organisasi. d. Penghubung dengan publik Mengadakan hubungan dengan pihak luar organisasi dan memberikan dukungan terhadap organisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Pengertian Penerimaan Negara Bukan Pajak Penerimaan negara bukan pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang pemungutannya dilakukan berdasarkan peraturan perundangundangan di bawah undang-undang, seperti peraturan pemerintah maupun keputusan menteri yang berlaku pada departemen atau lembaga non departemen yang bersangkutan. Pemberlakuannya bersifat sektoral karena berdasarkan

23 kebijakan pimpinan departemen atau lembaga non departemen masing-masing. Kebijakan itu bergantung pada kepentingan dalam memberi pelayanan dan pemanfaatan sumber daya alam kepada rakyat tanpa memberi peraturan sebagai alasan pembenarannya. Pengertian Penerimaan Negara Bukan Pajak mencakup semua penerimaan nama dan bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, diluar penerimaan perpajakan (termasuk bea cukai) serta penerimaan minyak dan gas bumi (migas). Penerimaan negara bukan pajak sebagai salah satu bentuk penerimaan negara telah diatur dengan Undang- Undang No. 20/1997, tetapi bukan merupakan pelaksanaan Pasal 23A Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun Penerimaan ini dalam garis besarnya dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu Penerimaan Umum dan Penerimaan Fungsional. Penerimaan Umum adalah yang secara umum terdapat pada setiap Departemen/Lembaga. Misalnya sewa rumah dinas, hasil penjualan kendaraan dinas dan penerimaan jasa Lembaga Keuangan (Jasa Giro) dan lain lain. Sedangkan penerimaan fungsional adalah jenis-jenis penerimaan yang diperoleh sebagai hasil penjualan atau pemberian pelayanan yang diberikan oleh Departemen/Lembaga sesuai dengan fungsinya atau yang secara spesifik berada pada Departemen/Lembaga Fungsi Penerimaan Negara Bukan Pajak a. Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagai sumber penerimaan

24 Pada dasarnya Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan sumber Penerimaan Negara yang diperoleh karena pemberian pelayanan jasa atau penjualan barang milik negara oleh Departemen/Lembaga negara kepada masyarakat. Dan penerimaan ini dapat pula berasal dari pungutan dalam bentuk iuran, retribusi, sumbangan atau pungutan. b. Pengaturan Selain berfungsi sebagai salah satu sumber penerimaan negara, PNBP dapat pula berfungsi sebagai alat pengaturan (regulasi) misalnya dalam kebijakan penentuan tarif dan penyesuain-penyesuaian Sumber-Sumber Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak Keabsahan penerimaan negara wajib dituangkan dalam bentuk hukum, khususnya hukum tertulis untuk memberikan kepastian hukum atas keberadaannya. Hal ini merupakan konsekuensi dari Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hukum penerimaan negara bukan pajak adalah sekumpulan peraturan tertulis yang mengatur bagaimana cara negara memberikan pelayanan dan pemanfaatan sumber daya alam sehingga mendapat imbalan secara langsung dari yang membutuhkan serta dapat dipaksakan. Tercantumnya kata dapat dipaksakan karena hukum penerimaan negara bukan pajak memuat sanksi hukum, baik secara administrasi maupun pidana yang dapat dikenakan bagi pelanggarnya. Hukum penerimaan negara bukan pajak merupakan bagian tak terpisahkan dengan hukum keuangan negara. Sebenarnya hukum keuangan negara bersifat

25 makro terhadap pengelolaan keuangan negara sedangkan hukum penerimaan negara bukan pajak bersifat mikro yang tertuju pada penerimaan negara bukan pajak. Norma hukum penerimaan negara bukan pajak hanya lahir secara tertulis, baik dari peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, maupun doktrinnya. Oleh karena itu, tidak ada norma hukum tidak tertulis di bidang penerimaan negara bukan pajak. Hukum penerimaan negara bukan pajak sebagai hukum positif merupakan bagian hukum nasional yang berlaku dan memiliki sumber hukum. Akan tetapi, sumber hukum yang dimiliki oleh hukum penerimaan negara bukan pajak hanya bersumber pada sumber hukum tertulis (di luar traktat) yang berkaitan dengan bidang penerimaan negara bukan pajak. Hal ini disebabkan oleh keberadaannya yang hanya didukung oleh undang-undang sebagai produk legislative dan ditindaklanjuti oleh pihak eksekutif dan yudikatif dalam rangka penegakkannya Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Secara yuridis, norma hukum yang terdapat pada tiga ayat dalam pasal 2 Undang-Undang No. 20/1997 ternyata jenis penerimaan negara bukan pajak beraneka ragam, bergantung pada pelayanan dan pemanfaatan sumber daya alam yang diberikan oleh pemerintah. Beberapa Departemen yang melakukan penataan kembali jenis penerimaan negara bukan pajak antara lain sebagai berikut : a. Departemen Perhubungan dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14/2000;

26 b. Departemen Luar Negeri dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33/2002; c. Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61/2002; d. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45/2003; e. Departemen Agama berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 47/2004; f. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 4/2005; g. Departemen Komunikasi dan Informatika berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28/2005; h. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 75/2005; i. Departemen Kesehatan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7/2006. Sebagai contoh jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setelah dilakukan penataan kembali adalah sebagai berikut : a. Pelayanan jasa hukum; b. Penerimaan Balai Harta Peninggalan; c. Jasa tenaga kerja narapidana; d. Surat Perjalanan Republik Indonesia; e. Visa; f. Izin keimigrasian;

27 g. Izin masuk kembali (re-entry permit); h. Surat keterangan keimigrasian; i. Biaya beban; j. Smart card; k. Kartu perjalanan pebisnis Asia Pasifik Economic Cooperation; l. Hak cipta desain industry, rahasia dagang dan desain tata letak sirkuit terpadu; m. Paten; n. Merek. Saat ini PNBP dapat dikelompokkan menurut sifat pemungutannya dalam dua kelompok besar yaitu: Pertama, penerimaan Umum yaitu PNBP yang secara umum terdapat pada setiap departemen/lembaga seperti : (1) penerimaan penjualan seperti penjualan barang yang dihapuskan, penjualan kendaraan bermotor; (2) penerimaan sewa seperti sewa rumah dinas, sewa gedung dan sewa barang milik negara lainnya; (3) penerimaan jasa meliputi penerimaan jasa giro; (4) penerimaan kembali dan penerimaan lain-lain, contohnya penerimaan kembali kelebihan pembayaran gaji/pension serta penerimaan denda. Kedua, penerimaan fungsional yaitu PNBP yang bersumber dari hasil penyelenggaraan tugas/fungsi teknis suatu departemen/lembaga seperti : (1) penerimaan rutin luar negeri seperti penerimaan visa/paspor, penerimaan pemeriksaan dan sebagainya; (2) penerimaan khusus seperti pembagian laba BUMN, penerimaan kembali pinjaman, dan penerimaan lain-lain Departemen Keuangan; (3) penerimaan penjualan seperti penjualan hasil pertanian, hasil

28 farmasi, hasil penerbitan dan sebagainya; (4) penerimaan jasa seperti jasa rumah sakit, jasa kantor catatan sipil dan sebagainya; (5) penerimaan pendidikan seperti uang pendidikan, uang ujian masuk, uang ujian praktek dan sebagainya; (6) penerimaan kejaksaan dan pengadilan seperti legalisasi tanda tangan, denda tilang, ongkos perkara dan sebagainya. Struktur penerimaan APBN dalam garis besarnya terdiri atas penerimaan dalam negeri dan hibah. Penerimaan dalam negeri pada pokoknya terbagi menjadi : Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan PNBP mencakup yaitu : 1. Penerimaan Sumber Daya Alam 2. Bagian Laba BUMN 3. PNBP lainnya 4. Pendapatan BLU Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Penetapan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak tidak boleh ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena tarif tersebut merupakan beban yang harus dipikul oleh rakyat manakala membutuhkan jenis penerimaan negara bukan pajak. Maka, norma hukum yang terdapat pada Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 20/1997 untuk memperhatikan dampak, baik bersifat positif maupun negative berupa: 1. Pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya;

29 2. Biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan dengan jenis penerimaan negara bukan pajak yang bersangkutan; dan 3. Aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat. Tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak menurut Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 20/1997 diatur dalam undang-undang atau peraturan pemerintah yang menetapkan jenis penerimaan negara bukan pajak. Pemerintah telah mengatur mengenai tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak dengan peraturan pemerintah yang berlaku untuk tiap-tiap departemen dan lembaga non departemen. Sebagai contoh, dipaparkan tariff atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pemberlakuannya didasarkan pada Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2005, sebagaimana tercantum dalam lampirannya, yaitu sebagai berikut I. Pelayanan Jasa Hukum Biaya yang berkaitan dengan badan hukum; hukum perorangan yaitu perizinan perubahan atau penambahan nama keluarga;notariat; legalisasi tanda tangan; pembuatan surat keterangan surat wasiat per wasiat; sidik jari; dll II. Penerimaan Balai Harta Peninggalan Biaya yang berkaitan dengan pembuatan pencarian dan pemberian salinan surat atau berita acara; biaya pendaftaran akta wasiat per akta; biaya pembuatan surat keterangan waris per surat; biaya yang berkaitan dengan pengurusan harta kekayaan yang dalam pengelolaan BHP; dll.

30 III. Jasa Tenaga Kerja Narapidana Per Orang Per Hari Berdasarkan Kontrak, Sekurang-kurangnya sama dengan UMR IV. Surat Perjalanan Republik Indonesia Biaya yang berkaitan dengan Jenis halaman paspor, yaitu Paspor biasa 48 halaman untuk WNI perorangan per buku, Paspor biasa 24 halaman untuk WNI perorangan per buku, Paspor RI untuk orang asing perorangan per buku, Pas Lintas Batas perorangan per buku, Pas Lintas Batas keluarga per buku, dll V. Visa Biaya yang berkaitan dengan Visa Singgah per orang; Visa Kunjungan per orang; Visa Kunjungan Usaha Beberapa Kali Perjalanan dihitung per tahun per orang; Visa Kunjungan Saat Kedatangan 7 hari atau 30 hari per orang; Visa Tinggal Terbatas 1 dan 2 Tahun per orang. VI. Izin Keimigrasian Biaya yang berkaitan dengan perpanjangan izin kunjungan per orang; izin tinggal terbatas dan perpanjangannnya; Penggantian Kartu Izin Tinggal Terbatas karena rusak atau hilang dan masih berlaku per orang; Izin Tinggal Khusus Keimigrasian, perpanjangan, penggantian dan penambahan masa berlakunya; Teraan Pemberian Izin Tinggal Khusus Keimigrasian, penggantian dan penambahan izin tinggal khusus keimigrasian pada kantor imigrasi per teraan; Izin Tinggal Tetap per orang dan Perpanjangannya; Penggantian KITAP karena rusak atau hilang per orang.

31 VII. Izin Masuk Kembali (Re-entry Permit) Biaya yang berkaitan dengan Untuk Satu Kali Perjalanan per orang; Untuk Beberapa Kali Perjalanan ( 1 Tahun) per orang; Izin Masuk Kembali untuk beberapa kali perjalanan (2 Tahun) per orang. VIII. Biaya yang berkaitan dengan Surat Keterangan Keimigrasian Per Orang IX. Biaya Beban Biaya yang berkaitan dengan Orang asing yang berada di wilayah Indonesia melampaui waktu tidak lebih dari 60 hari dari izin keimigrasian yang diberikan, dihitung per hari; Penanggung jawab alat angkut yang tidak memenuhi kewajiban melapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian per alat angkut. X. Smart Card per orang XI. Kartu Perjalanan Pebisnis Asia Pasific Economic Cooperation/APEC Business Travel Card Per Orang 1.6 Defenisi Konsep Menurut Singarimbun dan Efendi (1995) konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep peneliti diharapkan mampu menyederhanakan pemikirannya

32 dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu penulis menggunakan konsep-konsep dibawah ini antara lain : a. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode tertentu. Dalam hal ini, kinerja kantor imigrasi dalam pelaksanaan pnbp tersebut sangat berpengaruh dalam peningkatan atau penurunan pendapatan pnbp tiap tahunnya. Adapun indikator-indikator yang dapat mengukur variabel-variabel tersebut adalah : 1. Struktur Organisasi yaitu hubungan internal antara pegawai kantor imigrasi polonia yang berkaitan sesuai dengan fungsinya dalam melaksanakan PNBP. 2. Kebijakan Pengelolaan yaitu dimana kantor imigrasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan PNBP sesuai dengan visi dan misi organisasi. 3. Sumber Daya : a. Sumber Daya Manusia yang terdiri dari jumlah pegawai, kemampuan pegawai dan tingkat pendidikan pegawai yang berpengaruh terhadap pelaksanaan PNBP yang berjalan secara akuntabel, tepat waktu dan terintegrasi.

33 b. Sarana dan Prasarana yang dimiliki yang berhubungan dengan penggunaan alat-alat teknologi di kantor imigrasi dalam menjalankan aktivitas. 4. Sistem Informasi Manajemen berupa teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja dalam mempertinggi kualitas kinerja kantor imigrasi dalam menjalankan sistem aplikasi yang berkaitan dengan proses pelaksanaan PNBP b. Perencanaan, Pelaksanaan, Pengendalian dan Pelaporan Penerimaan Negara Bukan Pajak secara akuntabel, tepat waktu dan terintegrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi. 1.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian. Manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep dan sistematika penulisan BAB II METODE PENELITIAN Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data. BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian seperti sejarah singkat, visi dan misi, struktur organisasi dan uraian tugas pokok dan fungsi.

34 BAB IV PENYAJIAN DATA Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan atau dokumentasi yang akan dianalisis. BAB V ANALISIS DATA Bab ini memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang diperoleh setelah melaksanakan penelitian. BAB VI PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Kinerja Organisasi a. Pengertian Kinerja Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai penampilan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penerimaan Negara Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.17 tahun 2003, penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara. Penerimaan negara berasal dari penerimaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAMA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAMA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: PP 38-2009 mengubah: PP 75-2005 lihat: PP 82-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 38, 2007 APBN. PAJAK. PNBP. Departemen Hukum dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Studi Pustaka 1. Pengertian Kinerja Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yakni prestasi kerja atau prestasi yang ingin dicapai (Mangkunegara,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG JENIS DAN ATAS YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Pengertian Kinerja. Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Pengertian Kinerja. Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Kinerja Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai penampilan, unjuk kerja, atau prestasi

Lebih terperinci

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) I. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya yaitu melalui sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. satunya yaitu melalui sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber pendapatan Negara Indonesia berasal dari beberapa sektor, salah satunya yaitu melalui sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Menurut UU No. 20 Tahun 1997

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan salah satu unsur penerimaan negara yang masuk di dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan http://www.djpp.depkumham.go.id Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 46, 2005 APBN. Pajak. Pnbp. Pemeriksaan (Penjelasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan tugas dan

Lebih terperinci

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright 2002 BPHN UU 20/1997, PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK *9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN

Lebih terperinci

PP 26/1999, TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KEHAKIMAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PP 26/1999, TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KEHAKIMAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PP 26/1999, TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KEHAKIMAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 26 TAHUN 1999 (26/1999) Tanggal: 7 MEI 1999 (JAKARTA) Tentang:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Banyak para ahli perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi dari setiap pengertian mempunyai tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2009 TANGGAL 28 MEI 2009

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2009 TANGGAL 28 MEI 2009 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2009 TANGGAL 28 MEI 2009 JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2009 TANGGAL 28 Mei 2009 JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantu pengawasan ini dapat menunjang terwujudnya proses pengawasan yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bantu pengawasan ini dapat menunjang terwujudnya proses pengawasan yang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi memiliki perancangan proses pengawasan, yang berguna untuk merencanakan secara sistematis dan terstruktur agar proses pengawasan berjalan sesuai dengan apa

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DI KABUPATEN CILACAP

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DI KABUPATEN CILACAP BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DI KABUPATEN CILACAP

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DI KABUPATEN CILACAP BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa Retribusi Terminal

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2009 TANGGAL 28 Mei 2009 JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2005 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAU JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 15 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1999 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASAI MANUSIA

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASAI MANUSIA LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR : 38 TAHUN 2009 TANGGAL : 28 MEI 2009 PRESIDEN -1- JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASAI MANUSIA I.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Perhitungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Perhitungan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak yang didefenisikan oleh Rochmat Soemitro adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

Ekonomi Bisnis dan Financial

Ekonomi Bisnis dan Financial Tugas Kuliah Matrikulasi Ekonomi Bisnis dan Financial Dosen : Dr. Prihantoro, Msc Rangkuman Jurnal/Makalah Judul Makalah : Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen Keuangan Negara Penulis Makalah : Suminto,

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G Kembali P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KEPELABUHANAN DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2015 61 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KINERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DALAM PELAYANAN PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN DI SURAKARTA

KINERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DALAM PELAYANAN PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN DI SURAKARTA KINERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DALAM PELAYANAN PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN DI SURAKARTA SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DI KABUPATEN CILACAP

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DI KABUPATEN CILACAP BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa Retribusi

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH DEFINISI Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk suatu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan akuntabilitas pada organisasi sektor publik baik pemerintah di

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan akuntabilitas pada organisasi sektor publik baik pemerintah di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan akuntabilitas pada organisasi sektor publik baik pemerintah di tingkat pusat maupun daerah mendorong dilakukannya perbaikan kinerja. Pemerintah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN I. PARA PEMOHON Mohamad Yusuf Hasibuan dan Reiza Aribowo, selanjutnya disebut Pemohon II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan negara yang merupakan instrumen bagi pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan penerimaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari kata dasar kerja yang menerjemahkan kata dari bahasa asing. yang telah ditetapkan (www.wikipedia.com).

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari kata dasar kerja yang menerjemahkan kata dari bahasa asing. yang telah ditetapkan (www.wikipedia.com). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja Secara etimologis, kinerja adalah sebuah kata yang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar kerja yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi, bisa pula berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap organisasi tidak terkecuali pemerintah memerlukan suatu alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap organisasi tidak terkecuali pemerintah memerlukan suatu alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi tidak terkecuali pemerintah memerlukan suatu alat pengendalian yang berfungsi sebagai alat untuk mengelola organisasi secara efektif dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. untuk mengatur dan mengontrol semua aktivitas yang terjadi pada perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. untuk mengatur dan mengontrol semua aktivitas yang terjadi pada perusahaan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Prosedur Dalam melakukan suatu kegiatan, organisasi memerlukan suatu acuan untuk mengatur dan mengontrol semua aktivitas yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada

BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada 11 BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK 2.1. SEKTOR PUBLIK 2.1.1. Organisasi Sektor Publik Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan spesifik dan unik yang hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN. NOMOR : 6 Tahun 2012 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN. NOMOR : 6 Tahun 2012 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 6 Tahun 2012 TENTANG PARTISIPASI PIHAK KETIGA DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Organisasi Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2002:2), sektor publik memiliki pengertian yang bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN CILACAP

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN CILACAP BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a.

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

SALINAN NO : 14 / LD/2009

SALINAN NO : 14 / LD/2009 SALINAN NO : 14 / LD/2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 SERI : D.8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari penerimaan dalam negeri maupun pinjaman dari luar negeri, dengan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari penerimaan dalam negeri maupun pinjaman dari luar negeri, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional di negara Indonesia merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kelangsungan hidup suatu negara merupakan kelangsungan bagi masyarakatnya. Untuk memenuhi kelangsungan hidup suatu negara diperlukan dana untuk membiayainya. Dana

Lebih terperinci

BUPATI BOMB AN A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR \ 0 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA

BUPATI BOMB AN A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR \ 0 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA BUPATI BOMB AN A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR \ 0 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keuangan Daerah 2.1.1. Pengertian Keuangan Daerah Keuangan Daerah atau anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa : 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anggaran Pendapatan 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa : Anggaran Publik

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Dubnick (2005), akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DAN TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional, sebagaimana tertuang dalam alinea II Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional, sebagaimana tertuang dalam alinea II Pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan keseluruhan

Lebih terperinci

-1- Bbb B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN/ATAU PERTOKOAN

-1- Bbb B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN/ATAU PERTOKOAN -1- Bbb B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN/ATAU PERTOKOAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci