BAB II KAJIAN TEORETIS. penting. Oleh karena pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa organisasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORETIS. penting. Oleh karena pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa organisasi"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan tentang Komitmen 1. Pengertian Komitmen Komitmen seseorang terhadap organisasi seringkali menjadi isu yang sangat penting. Oleh karena pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan/posisi yang ditawarkan untuk lowongan pekerjaan. Meskipun hal ini sudah sangat umum namun tidak jarang organisasi maupun guru, tetapi belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi yang kondusif sehingga organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif. Mowday,dkk (1982 : 27) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Komitmen seorang dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu : (1) Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. (2) Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi. (3) Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi). komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang guru terhadap organisasinya. Komitmen organisasi merupakan kondisi dimana guru sangat tertarik 7

2 8 terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. 2. Jenis dan Tingkatan Komitmen Setiap guru memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Guru yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan guru yang berdasarkan continuance. Guru yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki guru. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada guru untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi. Komitmen organisasi seperti yang telah diuraikan di atas lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Mowday dkk, (1982 : 51) bahwa komitmen organisasi ini memiliki tiga komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku. Sikap mencakup: (1) Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi guru tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi,

3 9 kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi. (2) Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Guru yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dna tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya. (3) Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan guru. Guru dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi. Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam berorganisasi, memiliki loyalitas serta afeksi positif terhadap kegiatan pendidikan di sekolah. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi karakteristik pribadi individu, karakteristik organisasi, dan pengalaman selama berorganisasi. Aspek yang termasuk ke dalam karakteristik organisasi adalah struktur organisasi, desain kebijaksanaan dalam organisasi, dan bagaimana kebijaksanaan organisasi tersebut disosialisasikan. Karakteristik pribadi terbagi ke dalam dua variabel, yaitu variabel demografis; dan variabel disposisional. Variabel demografis mencakup gender, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan lamanya seseorang pada suatu organisasi. Dalam beberapa penelitian ditemukan adanya hubungan antara variabel demografis tersebut dan komitmen berorganisasi, namun ada pula beberapa penelitian yang menyatakan bahwa hubungan tersebut tidak terlalu kuat.

4 10 Variabel disposisional mencakup kepribadian dan nilai yang dimiliki anggota organisasi. Hal-hal lain yang tercakup ke dalam variabel disposisional ini adalah kebutuhan untuk berprestasi dan etos yang baik. Selain itu kebutuhan untuk berafiliasi dan persepsi individu mengenai kompetensinya sendiri juga tercakup ke dalam variabel ini. Variabel disposisional ini memiliki hubungan yang lebih kuat dengan komitmen berorganisasi, karena adanya perbedaan pengalaman masingmasing anggota dalam organisasi tersebut. Sedangkan pengalaman berorganisasi tercakup ke dalam kepuasan dan motivasi anggota organisasi selama berada dalam organisasi, perannya dalam organisasi tersebut, dan hubungan antara anggota organisasi dengan supervisor atau pemimpinnya. Mowday, dkk (1982 : 182) Perbedaan yang lebih tradisional ini memiliki implikasi tidak hanya kepada definisi dan pengukuran komitmen, tapi juga pendekatan yang digunakan dalam berbagai penelitian perkembangan dan konsekuensi komitmen. Attitudinal commitment berfokus pada proses bagaimana seseorang mulai memikirkan mengenai hubungannya dalam organisasi atau menentukan sikapnya terhadap organisasi. Dengan kata lain hal ini dapat dianggap sebagai sebuah pola pikir di mana individu memikirkan sejauh mana nilai dan tujuannya sendiri sesuai dengan organisasi di mana ia berada. Sedangkan behavioral commitment berhubungan dengan proses di mana individu merasa terikat kepada organisasi tertentu dan bagaimana cara mereka mengatasi setiap masalah yang dihadapi. Penelitian mengenai Attitudinal commitment melibatkan pengukuran terhadap komitmen (sebagai sikap atau pola pikir), bersamaan dengan variabel lain yang dianggap sebagai penyebab, atau konsekuensi dari komitmen. Tujuan dari

5 11 penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa komitmen yang kuat menyebabkan terjadinya tingkah laku anggota organisasi sesuai dengan yang diharapkan (dari perspektif organisasi), seperti anggota organisasi jarang untuk tidak hadir dan perpindahan ke organisasi lain lebih rendah, dan produktivitas yang lebih tinggi. Tujuan yang kedua menunjukkan karakteristik individu dan situasi kondisi seperti apa yang mempengaruhi perkembangan komitmen berorganisasi yang tinggi. Dalam behavioral commitment anggota dipandang dapat menjadi berkomitmen kepada tingkah laku tertentu, daripada pada suatu entitas saja. Sikap atau tingkah laku yang berkembang adalah konsekuensi komitmen terhadap suatu tingkah laku. Contohnya anggota organisasi yang berkomitmen terhadap organisasinya, mungkin saja mengembangkan pola pandang yang lebih positif terhadap organisasinya, konsisten dengan tingkah lakunya untuk menghindari disonansi kognitif atau untuk mengembangkan self-perception yang positif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kondisi yang seperti apa yang membuat individu memiliki komitmen terhadap organisasinya. Komitmen dianggap sebagai psychological state, namun hal ini dapat berkembang secara retrospektif (sebagai justifikasi terhadap tingkah laku yang sedang berlangsung) sebagaimana diajukan pendekatan behavioral, sama seperti juga secara prospektif (berdasarkan persepsi dari kondisi saat ini atau di masa depan di dalam organisasi) sebagaimana dinyatakan dalam pendekatan attitudinal. Definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang

6 12 memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi. Komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilainilai organisasi, di mana individu akan berusaha dan berkarya serta memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut. Berdasarkan berbagai definisi mengenai komitmen terhadap organisasi maka dapat disimpulkan bahwa komitmen terhadap organisasi merefleksikan tiga dimensi utama, yaitu komitmen dipandang merefleksikan orientasi afektif terhadap organisasi, pertimbangan kerugian jika meninggalkan organisasi, dan beban moral untuk terus berada dalam organisasi. Faktor utama yang membuat orang tidak dapat mempertahankan komitmen yang telah ia buat sebelumnya, yaitu : (1) Internal (diri sendiri), seperti : (a) Ceroboh saat akan mengambil keputusan, sehingga menyesal dikemudian hari, (b) Kurang berpikir panjang sewaktu menganalisa resiko-resiko yang akan dihadapi apabila ia mengambil keputusan, (c) Keyakinan goyah disebabkan karena seseorang tidak kuat mentalnya, (2) Eksternal (di luar diri sendiri), seperti : (a) Lingkungan, seringkali karena pengaruh lingkungan, seseorang gagal dalam mempertahankan komitmennya. Didalamnya termasuk peran keluarga, pasangan, atau sahabat/teman, (b) Gaya hidup yang tidak benar. Perkembangan jaman, selain membawa dampak positif, juga terkadang membawa dampak negatif bagi seseorang, (c) Pengaruh uang, tidak bisa dipungkiri, uang memiliki power yang besar dalam hidup ini. Apabila seseorang tidak kuat mental, komitmen yang dibuat seseorang dapat kandas di tengah jalan. (d) Tidak tahan pada pasang surut kehidupan.

7 13 Beberapa orang dapat terpengaruh akibat kehidupan yang dijalaninya, sehingga ia menyerah pada kehidupan. Individu dengan affective commitment yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan affective commitment yang lebih rendah. Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment memiliki hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau absen dalam organisasi. Hasil penelitian dalam hal role-job performance, atau hasil pekerjaan yang dilakukan, individu dengan affective commitment akan be lebih keras dan menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih baik dibandingkan yang komitmennya lebih rendah. Meyer (1997:98 ) menyatakan individu dengan affective commitment tinggi akan lebih mendukung kebijakan organisasi dibandingkan yang lebih rendah. Affective commitment memiliki hubungan yang erat dengan pengukuran self-reported dari keseluruhan hasil pekerjaan individu Individu dengan affective commitment yang tinggi cenderung untuk melakukan internal whistle-blowing (yaitu melaporkan kecurangan kepada bagian yang berwenang dalam organisasi) dibandingkan external whistle-blowing (yaitu melaporkan kecurangan atau kesalahan organisasi pada pihak yang berwenang). 4. Upaya Pembentukan Komitmen Mowday, dkk (1992:56) mengatakan bahwa untuk menumbuhkan komitmen dalam organisasi maka memiliki tiga aspek utama, yaitu : identifikasi, keterlibatan dan loyalitas guru terhadap organisasi.

8 14 a. Identifikasi Identifikasi, adalah upaya yang dilakukan untuk mewujudkan kepercayaan diri seorang guru terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para guru ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan guru dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para guru dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa guru dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena guru menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula. b. Keterlibatan Keterlibatan atau partisipasi guru dalam aktivitas-aktivitas penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan guru menyebabkan mereka akan mau dan senang be sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan guru adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada guru bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Di samping itu, dengan melakukan hal tersebut maka guru merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula. Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada

9 15 individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan guru yang keterlibatannya lebih rendah. Robbins, (2003 : 87) mengatakan bahwa partisipasi akan meningkat apabila mereka menghadapi suatu situasi yang penting untuk mereka diskusikan bersama, dan salah satu situasi yang perlu didiskusikan bersama tersebut adalah kebutuhan serta kepentingan pribadi yang ingin dicapai oleh guru dalam organisasi. Apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi hingga guru memperoleh kepuasan, maka guru pun akan menyadari pentingnya memiliki kesediaan untuk menyumbangkan usaha dan kontribusi bagi kepentingan organisasi. Sebab hanya dengan pencapaian kepentingan organisasilah, kepentingan merekapun akan lebih terpuaskan. c. Loyalitas Loyalitas guru terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan guru untuk mempertahankan diri be dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen guru terhadap organisasi dimana mereka be. Hal ini dapat diupayakan bila guru merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja. Memperhatikan uraian di atas, maka terlihat bahwa komitmen individu terhadap organisasi bukanlah merupakan suatu hal yang terjadi secara sepihak. Dalam hal ini organisasi dan guru (individu) harus secara bersama-sama menciptakan kondisi yang kondusif untuk mencapai komitmen yang dimaksud. Sebagai contoh seorang guru yang semula kurang memiliki komitmen, namun setelah be ternyata selain ia mendapat imbalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ternyata didapati

10 16 adanya hal-hal yang menarik dan memberinya kepuasan. Hal itu tentu akan memupuk berkembangnya komitmen individu tersebut terhadap organisasi. Apalagi jika tersedia faktor-faktor yang dapat memberikan kesejahteraan hidup atau jaminan keamanan, misalnya ada koperasi, ada fasilitas transportasi, ada fasilitas yang mendukung kegiatan maka dapat dipastikan ia dapat be dengan penuh semangat, lebih produktif, dan efisien dalam menjalankan tugasnya. Sebaliknya jika iklim organisasi dalam organisasi tersebut kurang menunjang, misalnya fasilitas kurang, hubungan kurang harmonis, jaminan sosial dan keamanan kurang, maka secara otomatis komitmen individu terhadap organisasi menjadi makin luntur atau bahkan mungkin ia cenderung menjelek-jelekkan tempat nya. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan berbagai gejolak seperti korupsi, mogok, unjuk rasa, pengunduran diri, terlibat tindakan kriminal dan sebagainya. Inti pengertian komitmen dari kedua pendapat di atas adalah kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tujuan dan prosedur yang telah ditentukan serta budaya yang dianut oleh organisasi. Oleh sebab itu hakikat komitmen adalah suatu tanggung jawab dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang menjadi kewajiban seseorang dalam suatu lingkungan organisasi. Pendapat lain mengenai jenis komitmen juga dikemukakan oleh Karina bahwa dimensi komitmen dalam Berorganisasi dirumuskan tiga dimensi komitmen dalam berorganisasi, yaitu: affective, continuance, dan normative. Ketiga hal ini lebih tepat dinyatakan sebagai komponen atau dimensi dari komitmen berorganisasi, daripada jenis-jenis komitmen berorganisasi. Hal ini disebabkan hubungan anggota organisasi dengan organisasi mencerminkan perbedaan derajat ketiga dimensi tersebut, yaitu, (a) Affective commitment berkaitan dengan hubungan emosional

11 17 anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu, (b) Continuance commitment berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut, (c) Normative commitment menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut. Komitmen adalah suatu janji pada diri kita sendiri ataupun orang lain yang tercermin dalam tindakan yang selalu mempertahankan janji itu sampai akhir. Setiap orang dari kecil sampai dewasa pastilah pernah membuat komitmen, meskipun terkadang komitmen itu seringkali tidak diucapkan dengan kata-kata. Seiring bertambahnya usia seseorang, maka komitmen yang ada semakin berkembang dalam penerapannya. Komitmen dalam berorganisasi dapat terbentuk karena adanya beberapa faktor, baik dari organisasi, maupun dari individu sendiri. Hal ini menjadi perhatian semua yang terkait maupun yang berkepentingan untuk dapat melakukan tindakan untuk mempertahankan komitmen yang sudah terbangun antara peminpin dengan bawahan guna untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment, masing-masing memiliki pola perkembangan tersendiri.

12 18 1. Proses terbentuknya Affective commitment Menurut Mathieu dan Zajac (1990 : 171) bahwa ada beberapa penelitian mengenai antecedents dari affective commitment. Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan tiga kategori besar. Ketiga kategori tersebut yaitu: (1) Karakterisitik Organisasi. Karakteristik organisasi yang mempengaruhi perkembangan affective commitment adalah sistem desentralisasi, adanya kebijakan organisasi yang adil, dan cara menyampaikan kebijakan organisasi kepada individu. Dalam karakteristik organisasi yang dilihat adalah aliran organisasi yang digunakan, bagaimana praktek kelompok sel dalam organisasi tersebut dan bagaimana kedudukan kelompok sel sebagai strategi organisasi. (2) Karakteristik Individu. Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa gender mempengaruhi affective commitment, namun ada pula yang menyatakan tidak demikian. Selain itu usia juga mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment, meskipun tergantung dari beberapa kondisi individu sendiri. Organizational tenure status pernikahan, tingkat pendidikan, kebutuhan untuk berprestasi, etos, dan persepsi individu mengenai kompetensinya (3) Pengalaman. Pengalaman individu yang mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment antara lain Job scope, yaitu beberapa karakteristik yang menunjukkan kepuasan dan motivasi individu. Hal ini mencakup tantangan dalam pekerjaan, tingkat otonomi individu, dan variasi kemampuan yang digunakan individu, selain itu peran individu dalam organisasi tersebut, dan hubungannya dengan atasan, Pengalaman berorganisasi individu didapatkan dari pelayanan yang dilakukannya dalam organisasi dan juga interaksinya dengan anggota organisasi lain seperti pemimpinnya.

13 19 2. Proses terbentuknya Continuance commitment Continuance commitment dapat berkembang karena adanya berbagai tindakan atau kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika meninggalkan organisasi. Beberapa tindakan atau kejadian ini dapat dibagi ke dalam dua variable, yaitu investasi dan alternatif. Selain itu proses pertimbangan juga dapat mempengaruhi individu. Investasi termasuk sesuatu yang berharga, termasuk waktu, usaha ataupun uang, yang harus individu lepaskan jika meninggalkan organisasi. Sedangkan alternatif adalah kemungkinan untuk masuk ke organisasi lain. Proses pertimbangan adalah saat di mana individu mencapai kesadaran akan investasi dan alternatif, dan bagaimana dampaknya bagi mereka sendiri. Investasi dan alternatif yang dialami individu dalam organisasi berbeda dengan organisasi lain. Investasi dan alternatif yang terjadi lebih terkait dengan kegiatan-kegiatan khas organisasi dibandingkan keuntungan materi atau kedudukan yang bisa didapat dari organisasi profit biasa. 3. Proses terbentuknya Normative commitment Normative commitment terhadap organisasi dapat berkembang dari sejumlah tekanan yang dirasakan individu selama proses sosialisasi (dari keluarga atau budaya) dan selama sosialisasi saat individu baru masuk ke dalam organisasi. Selain itu normative commitment juga berkembang karena organisasi memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi individu yang tidak dapat dibalas kembali. Faktor lainnya adalah adanya kontrak psikologis antara anggota dengan organisasinya. Kontrak psikologis adalah kepercayaan dari masing-masing pihak bahwa masing-masing akan timbal balik.

14 20 B. Pengelolaan Pembelajaran Dikdasmen (2004:15) menegaskan bahwa: Pengelolaan pembelajaran adalah suatu tindakan dalam kegiatan pembelajaran yang meliputi perencanaan, pengelolaan dan evaluasi dalam rangka pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap seorang guru ketika menyampaikan informasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Memperhatikan uraian di atas maka inti dari makna pengelolaan pembelajaran mencakupi pemilihan, penyusunan dan penyampaian informasi dalam suatu lingkungan yang sesuai dengan cara siswa berinteraksi dengan informasi. Oleh karena itu seorang guru sangat diperlukan kepemilikan sejumlah komitmen guna menunjang tugas mengajar. Interaksi yang bermakna dan menyenangkan antara guru sebagai fasilitator dengan siswa sebagai personal yang belajar perlu dikembangkan Guru sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pembelajaran. Adapun pengelolaan pembelajaran menurut Muhibbin syah (2003 : 229) ialah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajibankewajibannya secara bertanggung jawab dan layak yang meliputi penyusunan renacana, pengelolaan renaca dan tindakan evaluasi. Guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat disebut sebagai guru yang kompeten dan profesional. Hal yang senada juga dikemukakan oleh Broke and Stone, (dalam Uzer Moh : 14) yaitu : Descriptive of qualitative natur or teacher behavior appears to be entirely meaningfull. Pendapat ini menekankan bahwa komitmen merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti. Komitmen guru dalam pengelolaan pembelajaran menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya, bukan sekedar

15 21 pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan diri untuk memiliki keterampilan yang tinggi dan memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Kesimpulan dari kedua pendapat di atas adalah komitmen guru adalah serangkaian tanggung jawab, kewenangan, perilaku rasional yang meliputi kecakapan atau keterampilan dan pengetahuan yang dilaksanakan secara layak dan bertanggung jawab. Komitmen mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan, komitmen menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pengelolaan tugas-tugas kependidikan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati saja, tetapi meliputi yang lebih jauh dari itu yang tidak tampak. Muhibbin Syah (2003 : 230) mengatakan bahwa : Dalam menjalankan kewajiban, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) yang bersifat psikologis, yang meliputi (1) komitmen kognitif (kecakapan ranah cipta); (2) komitmen afektif (kecakapan ranah rasa); dan (3) komitmen psikomotor (kecakapan ranah karsa). Di samping itu, ada satu macam komitmen yang diperlukan guru, yakni komitmen kepribadian. Direct and Directive Instruction, merujuk pada pola-pola pembelajaran dimana guru banyak menjelaskan konsep atau keterampilan kepada sejumlah kelompok siswa dan menguji keterampilan siswa melaui latihan-latihan dibawah bimbingan dan arahan guru. Dengan demikian, tujuan pembelajaran distrukturkan oleh guru.

16 22 Model pembelajaran (direct instruction) merujuk pada berbagai teknik pembelajaran ekspositori (pemindahan pengetahuan dari guru) yang melibatkan seluruh kelas. Pendekatan dalam model pembelajaran ini berpusat pada guru dimana guru menyampaikan isi akademik dalam format yang sangat terstruktur, mengarahkan kegiatan siswa, dan mempertahankan fokus pencapaian akademik. Tujuan utama pembelajaran direktif adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa. Beberapa temuan dalam teori perilaku diantaranya adalah pencapaian siswa yang dihubungkan dengan waktu yang digunakan oleh siswa dalam belajar/tugas dan kecepatan siswa unuk berhasil dalam mengerjakan tugas sangat positif. Dengan demikian, model pembelajaran langsung dirancang untuk menciptakan lingkungan belajar terstruktur dan berorientasi pada pencapaian akademik. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dalam melakukan tugasnya, guru dapat menggunakan berbagai media, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dsb. Informasi yang dapat disampaikan dengan strategi direktif dapat berupa pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu atau pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Dengan demikian pembelajaran langsung dapat didefinisikan sebagai model pembelajaran dimana guru mentransformasikan informasi atau keterampilan secara langsung kepada siswa dan pembelajaran berorientasi pada tujuan dan distrukturkan oleh guru. Model ini sangat cocok jika guru menginginkan siswa menguasai informasi atau keterampilan tertentu, akan tetapi jika guru menginginkan siswa belajar menemukan konsep lebih jauh dan melatihkan keterampilan berpikir lainnya, maka model ini kurang cocok.

17 23 Para ahli psikologi perilaku memfokuskan pada cara-cara melatih seseorang untuk menguasai sejumlah keterampilan kompleks yang melibatkan kerja yang akurat dan presisi dan melibatkan koordinasi dengan orang lain. Prinsip pembelajaran langsung difokuskan pada konseptualisasi kinerja siswa ke dalam tujuan yang akan dicapai melalui pelaksanaan tugas-tugas yang ahrus dilakukan, dan pengembangan aktivitas latihan untuk memantapkan penguasaan setiap komponen tugas yang diberikan. Istilah directive digunakan untuk menekankan pembelajaran dalam mencapai tujuan bahwa siswa dapat meniru perilaku-perilaku atau keterampilan yang dimodelkan atau diperagakan atau diinstruksikan oleh guru. Strategi directive didasarkan pada teori belajar rumpun perilaku, khsususnya. Dilihat dari tugas dan tanggung jawabnya, tenaga kependidikan bahwa untuk menyandang jabatan dan pekerjaan tersebut dituntut beberapa persyaratan. Secara umum persyaratan tersebut seperti dikemukakan oleh Gumelar dan Dahyat (2003 : 110) sebagai berikut: (1) Menuntut adanya keterampilan yang berlandaskan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2) Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; (3) Menuntut adanya tingkat pendidikan tinggi; (4) Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan; (5) Memungkinkan pengembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, tampaklah secara jelas bahwa untuk suatu jabatan profesional harus melalui jenjang pendidikan yang mempersiapkannya dengan bekal pengetahuan, nilai-nilai dan sikap serta keterampilan yang sesuai dengan bidang profesionalnnya. Gumelar dan Dahyat (2003 : 120) mengatakan : Sebagai indikator, tenaga kependidikan yang dinilai kompeten secara profesional

18 24 apabila memiliki ciri-ciri : (a) Tenaga kependidikan tersebut mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya. (b) Tenaga kependidikan tersebut mampu melaksanakan peranan-peranan secara berhasil. (c) Tenaga kependidikan tersebut mampu bersaing dalam berusaha mencapai tujuan pendidikan sekolah. (d) Tenaga kependidikan tersebut harus mampu melaksanakan peranannya dalam proses belajar mengajar di kelas. Untuk membantu proses berpikir guru mengenai hal tersebut. Rohani dan Ahmadi, 1991: 66) yaitu : The Teacher as a Decision Maker mengatakan bahwa guru hendaknya memiliki 4 komitmen : (1) Memiliki pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia (peserta didik) serta mampu menerjemahkan teori itu kedalam situasi yang riil. (2) Memiliki sikap yang tepat terhadap diri sendiri, sekolah, peserta didik, teman sejawat dan mata pelajaran yang dibina.(3) Menguasai mata pelajaran yang akan diajarkan. (4) Memiliki keterampilan teknis dalam mengajar, antara lain : keterampilan merencanakan pelajaran, bertanya, menilai pencapaian peserta didik, menggunakan strategi mengajar, megelola kelas dan memotivasi peserta didik. Kemudian lebih dalam lagi, Surachmad (1984 : 61-62) melihat bahwa kecakapan serta pengetahuan dasar seorang guru terletak dalam sedikitnya 4 bidang utama yaitu : (a) Guru harus mengenal setiap murid yang dipercayakan padanya. (b) Guru harus memiliki kecakapan memberi bimbingan, (c) Guru harus memiliki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan, dan (d) Guru harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenai ilmu yang diajarkan. Mengenai konsep tugas dan tanggung jawab guru, dikemukakan oleh Ametembun, (1975 : 21) mengatakan bahwa, Guru adalah semua orang yang

19 berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid muridnya, baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Ini berarti 25 seorang guru perlu memiliki dasar dasar komitmen sebagai wewenang dan kemampuan dalam menjalankan tugas. Untuk itu seorang guru memiliki kepribadian, menguasai bahan pelajaran dan menguasai cara cara mengajar sebagai dasar komitmen. Bertitik tolak pada pengertian ini, maka menurut Supriadi (1999 : 97) mengatakan, Wujud dari komitmen guru adalah memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Memang upaya pendidikan bukan hanya ditentukan oleh guru, melainkan oleh mutu masukkan (siswa), sarana, dan faktor faktor instrumental lainya. Tapi semua ini akhirnya tergantung pada mutu pengajaran, dan mutu pengajaran tergantung pada mutu guru. Untuk itu seorang guru dituntut memiliki lima hal seperti yang tertuang dalam jurnal educational leadership, Supriadi (1999 : 98), yaitu : Pertama, guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajaranya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepentingan siswanya. Kedua, guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ketiga, guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melaluli berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa dalam tes hasil belajar. Keempat, guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan

20 26 refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, cara baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa. Kelima, guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya, PGRI dan organisasi profesi lainnya. Ciri-ciri di atas terasa amat sederhana dan pragramatis. Namun justru kesederhanaan akan membuat sesuatu lebih mudah dicapai. Di samping itu profesionalisme guru yang diuraikan tersebut adalah yang bersifat umum dan cukup luas ruang lingkupnya. Berkenaan dengan ini maka dalam mengoperasionalkannya pada kegiatan proses pembelajaran di sekolah Debdikbud mengeluarkan keputusan Nomor : 025/C/1995 yang mengatakan : Komitmen guru dalam pengelolaan proses pembelajaran minimal menguasai 5 (lima) komitmen yaitu kemampuan menyusun program pengajaran, melaksanakan program pengajaran, kemampuan melaksanakan evaluasi hasil belajar siswa, kemampuan menganalisis hasil evaluasi belajar siswa dan kemampuan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Suryosubroto (2001 : 19-20) bahwa : Proses belajar mengajar sebagai wujud perilaku kemampuan profesionalisme guru merupakan kegiatan yang dimulai perencanaan, pengelolaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Dalam proses pembelajaran sebagian besar hasil belajar siswa ditentukan oleh peranan guru. Guru yang berkompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu

21 27 pengelolaan proses pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal. Perencanaan adalah aktivitas menetapkan sasaran dan tindakan tindakan untuk mencapai sasaran. Aktivitas perencanaan guru dalam pengelolaan pembelajaran meliputi menyiapkan bahan pelajaran, merumuskan tujuan pengajaran, memilih metode dan sumber belajar dengan tepat, memilih metode yang sesuai dengan tujuan pengajaran, dan merencanakan penilaian hasil belajar siswa. Khusus untuk penrencanaan pembelajaran Perrott (1982 : 6) mengatakan bahwa fungsi perencanaan diperlukan guru untuk membuat keputusan tentang kebutuhan murid, sasaran hasil dan tujun yang paling sesuai untuk membantu pertandingan kebutuhan itu, motivasi diperlukan untuk mencapai sasaran hasil dan tujuan mereka dan strategi pengajaran yang paling sesuai untuk pencapaian sasaran hasil dan tujuan itu semua. Fungsi perencanaan pada umumnya terjadi ketika guru adalah sendiri dan sempat mempertimbangkan rencana jangka pendek dan jangka panjang: kemajuan murid; ketersediaan sumber daya, aquipment dan material; kebutuhan waktu tentang aktivitas tertentu dan isu lain. Pada hakikatnya bila suatu kegiatan direncanakan lebih dahulu, maka tujuan dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil. Itulah sebabnya seorang guru harus memiliki kemampuan dalam merencakan pengajaran. Dengan perencanaan maka pengelolaan pengajaran menjadi baik dan efektif yaitu murid harus dijadikan pedoman setiap kali membuat persiapan mengajar. Program pengajaran merupakan seperangkat rencana bahan pengajaran yang digunakan sebagai pedoman pengajaran. Program pengajaran tersebut tertuang dalam silabus yang di dalamnya memuat standar kompetensi, kompetensi dasar dan

22 28 indikator. Sebelum tampil di depan kelas, guru harus menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa dan bahan pelajaran yang mendukung jalannya proses belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar di sekolah pada hakikatnya merupakan perwujudan pengelolaan program pengajaran yang telah digariskan dalam kurikulum. Oleh karena itu sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar guru harus memahami benar isi dari silabus tersebut, yang meliputi tujuan kurikuler, tujuan instruksional, serta materi / bahan pelajaran yang diajarkan. Analisis materi pelajaran adalah hasil dari kegiatan yang berlangsung sejak seorang guru mulai meneliti isi silabus kemudian mengkaji materi dan menjabarkannya serta mempertimbangkan penyajiannya. Analisis materi pelajaran merupakan salah satu bagian dari rencana kegiatan belajar mengajar yang berhubungan erat dengan materi pelajaran dan strategi penyajiannya. Depdikbud (1995 : 23) menegaskan bahwa : Fungsi analisis materi pelajaran sebagai acuan untuk menyusun program pengajaran yaitu program tahunan, program semester, program satuan pelajaran dan rencana pengajaran. Sasaran analisis materi pelajaran yang merupakan komponen utama, meliputi (a) terjabarnya tema/konsep/pokok bahasan/sub pokok bahasan konsep / sub konsep / sub tema. (b) terpilihnya metode yang efektif dan efisien, (c) terpilihnya sarana pembelajaran yang paling cocok, (d) tersedianya alokasi waktu sesuai dengan lingkup materi ke dalam materi dan keluasan materi Kegiatan penyusunan analisis materi pelajaran ini berupa penjabaran dan penyesuaian isi silabus mata pelajaran. Adapun langkah-langkahnya adalah (a) menjabarkan kurikulum, yaitu menguraikan bahan pelajaran, menguraikan tema/ konsep pokok bahasan yang mengacu pada tujuan pembelajaran. (b) menyesuaikan

23 29 kurikulum yaitu menyesuaikan pembelajaran dalam kurikulum nasional dengan keadaan setempat agar proses belajar dan hasil belajar dapat dicapai secara efektif dan efisien, sesuai dengan tujuan. Kegiatan penyesuaian kurikulum mencakup pemilihan metode, pemilihan sarana pembelajaran, pendistribusian waktu belajar mengajar. Menyusun program semester didasarkan atas program tahunan. Program tahunan dan program semester merupakan sebagian dari program pengajaran. Program tahunan memuat alokasi waktu untuk setiap pokok bahasan dalam satu tahun pelajaran, sedangkan program semester memuat alokasi waktu untuk setiap satuan bahasan setiap semester. Dalam menyusun program semester dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut : (a) menghitung hari dan jam efektif selama satu semester, (b) mencatat mata pelajaran yang akan diajarkan selama satu semester, (c) membagi alokasi waktu yang tersedia selama satu semester. Program satuan pelajaran merupakan salah satu bagian dari program pelajaran yang memuat satuan bahasan untuk disajikan dalam beberapa kali pertemuan. Fungsi satuan pelajaran digunakan sebagai acuan untuk menyusun rencana pelajaran, sehingga dapat digunakan sebagai acuan bagi guru untuk melaksanakan KBM agar lebih terarah dan berjalan efisien dan efektif. Sehubungan dengan penyusunan satuan pelajaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah karakteristik dan kemampuan awal siswa. Karakteristik dan kemampuan awal siswa adalah pengetahuan dan ketermpilan yang relevan termasuk latar belakang karakteristik yang dimiliki siswa pada saat akan mulai mengikuti suatu program pengajaran. Suryosubroto (2000 : 36) mengemukakan bahwa pengelolaan proses belajar mengajar adalah proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan

24 30 inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Jadi pengelolaan pengajaran adalah interaksi guru dengan murid dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan untuk mencapai tujuan pengajaran. Sesuai pengertian di atas maka pengelolaan proses belajar mengajar merupakan interaksi guru dengan siswa dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Menurut Sudjana (1987 : 148) bahwa : Pengelolaan belajar mengajar meliputi pentahapan sebagai berikut : (1) tahapan pra instruksional, yaitu tahap yang ditempuh pada saat memulai proses belajar mengajar, (2) tahapan instruksional yaitu tahap pemberian bahan pelajaran, (3) tahapan evaluasi dan tindakan lanjut yaitu, untuk mengetahui keberhasilan tahap instruksional. Hal yang senada juga dikemukakan oleh Hasibuan (1988 : 29) yaitu : Mengajar memiliki tahap tahap yakni (1) sebelum pengajaran, (2) pengajaran yaitu interaksi guru dengan siswa, (3) sesudah pengajaran. Pendapat di atas menggambarkan bahwa pengelolaan pembelajaran sangat diperlukan guru untuk menerapkan keputusan dilakukan di langkah perencanaan, terutama yang berhubungan dengan mengajar metode, strategi dan aktivitas pelajaran. implementasi Fungsi ini terjadi ketika guru adalah saling berinteraksi dengan para murid. Ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran memiliki tahap yaitu sebelum pengajaran (pra instuksional), pengajaran (instruksional) dan sesudah pengajaran (evaluasi dan tindakan lanjut). Berdasarkan berbagai teori yang telah diuraikan di atas, maka komitmen guru dalam pengelolaan pembelajaran dalam penelitian ini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam pengelolaan proses pembelajaran yang meliputi kecakapan dan kesanggupan seorang guru dalam merencanakan

25 31 pembelajaran mengorganisasikan, mengevaluasi hasil belajar dan menciptakan suasana hubungan yang kondusif dengan siswa, sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai sesuai yang direncanakan. Ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran memiliki tahap yaitu sebelum pengajaran (pra instuksional), pengajaran (instruksional) dan sesudah pengajaran (evaluasi dan tindakan lanjut). Berdasarkan berbagai teori yang telah diuraikan di atas, maka komitmen guru dalam pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang meliputi kecakapan dan kesanggupan seorang guru dalam merencanakan pembelajaran mengorganisasikan, mengevaluasi hasil belajar dan menciptakan suasana hubungan yang kondusif dengan siswa, sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai sesuai yang direncanakan. Komitmen guru dalam pengelolaan pembelajaran sesungguhnya merupakan serangkaian usaha untuk meningkatkan kemampuan mengajar guna mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan. Esensi dari tujuan yang diharapkan adalah memberikan sesuatu pelayanan yang terbaik buat siswa. Guru yang memiliki komitmen akan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi tuntutan tugas dan tanggung jawabnya seperti menguasai landasan pendidikan sebagai tempat berpijak dalam menyusun rencana pembelajaran, mengorganisasikan kegiatan pembelajaran, dan dalam mengevaluasi hasil belajar siswa. Di samping itu guru juga diharapkan untuk selalu berinovasi untuk memperluas pengetahuan tentang disiplin ilmu yang diajarkan kepada siswa, menguasai penggunaan metode dan media pembelajaran, dan selalu menciptakan hubungan yang

26 32 harmonis dengan komponen yang terkait di sekolah baik sesama teman guru, orang tua siswa bahkan terhadap siswa itu sendiri. Proses belajar mengajar sebagai wujud perilaku kemampuan profesionalisme guru merupakan kegiatan yang dimulai perencanaan, pengelolaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan formal dengan guru sebagai pemegang peranan utama.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan tersebut begitu terasa dan terus meningkat ke arah yang semakin maju. Untuk mengantisipasinya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. 1. Komitmen Organisasi Terdapat dua pendekatan dalam merumuskan definisi komitmen. Pertama melibatkan usaha untuk mengilustrasikan bahwa komitmen dapat muncul dalam berbagai bentuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, banyak perusahaan yang telah menetapkan pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan swasta maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (human resources) secara unggul. Sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (human resources) secara unggul. Sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat global, perlu mempersiapkan sumber daya manusia (human resources) secara unggul. Sumber daya manusia yang unggul diperlukan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan berisi penjelasan mengeai teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori komitmen profesi, komitmen organisasi, dan guru, serta hubungan antara komitmen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi Porter (1998:27) oleh Zainuddin (2002) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memproduksi barang-barang yang berkualitas demi meningkatkan daya

BAB I PENDAHULUAN. untuk memproduksi barang-barang yang berkualitas demi meningkatkan daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perusahaan atau organisasi di Indonesia semakin lama semakin pesat, terutama pada era globalisasi saat ini. Hal ini menuntut setiap perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori itu dipakai adalah karena teori tersebut relevan dengan variabel yang dipakai serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori itu dipakai adalah karena teori tersebut relevan dengan variabel yang dipakai serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan adalah teori yang berkaitan dengan variabel yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini yaitu iklim kerja dan komitmen kerja. Alasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. terhadap produktivitas karyawan pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero)

BAB II URAIAN TEORITIS. terhadap produktivitas karyawan pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) BAB II URAIAN TEORITIS A. PENELITIAN TERDAHULU Sabrina Anggreini (1999), tentang analisis pendelegasian wewenang terhadap produktivitas karyawan pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Medan. Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982; BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat didefenisikan dengan dua cara yang amat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci sukses tidaknya suatu bangsa dalam pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mereka yang memiliki komitmen tinggi cenderung lebih bertahan dan rendah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mereka yang memiliki komitmen tinggi cenderung lebih bertahan dan rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komitmen Organisasi Komitmen organisasi merupakan loyalitas individu terhadap organisasi. Mereka yang memiliki komitmen tinggi cenderung lebih bertahan dan rendah absensinya

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu:

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: BAB II URAIAN TEORITIS A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; 2. Keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut, bukan saja dari masukannya yang bervariasi, melainkan dari proses pembelajaran yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Komitmen Organisasional Menurut Robbins (2008), komitmen karyawan terhadap organisasi yaitu sampai tingkat mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan lingkungannya. Artinya guru memiliki tugas dan tanggung

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan lingkungannya. Artinya guru memiliki tugas dan tanggung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai institusi pengelola pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Pengelolaan sekolah diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, perkembangannya meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan pendidikan. Dengan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan sekolah di MTs Kabupaten Labuhanbatu Utara.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan sekolah di MTs Kabupaten Labuhanbatu Utara. 95 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan penelitian maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang signifikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Bab ini menguraikan tentang beberapa teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian. Selain itu akan disertakan pula penelitian terdahulu yang pernah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan analisis data seperti yang diuraikan pada bab sebelumnya, terkait dengan persepsi guru tentang efektivitas kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. 1. Mowday, Porter, & Steers (1982,dalam Luthans,2006) tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. 1. Mowday, Porter, & Steers (1982,dalam Luthans,2006) tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Komitmen Organisasi 2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi 1. Mowday, Porter, & Steers (1982,dalam Luthans,2006) Komitmen organisasi paling sering didefinisikan sebagai 1) keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia dan akan berpengaruh langsung terhadap pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia dan akan berpengaruh langsung terhadap pembentukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia dan akan berpengaruh langsung terhadap pembentukan kepribadian manusia. Di samping

Lebih terperinci

resensi buku psikologi pendidikan

resensi buku psikologi pendidikan resensi buku psikologi pendidikan Resensi Buku oleh: charles Judul Buku Pengarang Penerbit : Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru : Muhibbin Syah : Remaja Rosdakarya (Bandung) Tahun Terbit : 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran atau serangkaian sasaran bersama (Robbins, 2006:4). Akibat

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran atau serangkaian sasaran bersama (Robbins, 2006:4). Akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan unit sosial yang dengan sengaja diatur, terdiri atas dua orang atau lebih yang berfungsi secara relatif terus menerus untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan kepala sekolah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan kepala sekolah BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan

Lebih terperinci

RETNO SAWITRIAVI F

RETNO SAWITRIAVI F HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN ATAS PENGHARGAAN (REWARD) YANG DITERIMA DARI PERUSAHAAN DAN MOTIVASI KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN Skripsi Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen bukanlah sesuatu yang bisa hadir begitu saja, karena itu untuk menghasilkan karyawan yang memiliki komitmen yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, perusahaan menyadari akan pentingnya sumber daya manusia. Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh sumber daya yang ada di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORETIS. Penelitian yang dilakukan oleh Arafah (2007) dengan judul Pengaruh

BAB II URAIAN TEORETIS. Penelitian yang dilakukan oleh Arafah (2007) dengan judul Pengaruh BAB II URAIAN TEORETIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Arafah (2007) dengan judul Pengaruh Kepemimpinan Manajer Operasi terhadap Prestasi Karyawan PT. Bank Muammalat Medan. Hasil

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. yang diperoleh adalah tingkat Kompetensi Pedagogik guru-guru SD Negeri di

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. yang diperoleh adalah tingkat Kompetensi Pedagogik guru-guru SD Negeri di BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan, maka kesimpulan yang diperoleh adalah tingkat Kompetensi Pedagogik guru-guru SD Negeri di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sehingga semua organisasi atau perusahaan yang bergerak di

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sehingga semua organisasi atau perusahaan yang bergerak di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia perekonomian dewasa ini tumbuh dan berkembang secara dinamis, sehingga semua organisasi atau perusahaan yang bergerak di dalamnya agar selalu mampu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 1. Strategi yang dilakukan Guru Fiqh dalam Meningkatkan Prestasi. Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqh

BAB V PEMBAHASAN. 1. Strategi yang dilakukan Guru Fiqh dalam Meningkatkan Prestasi. Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqh BAB V PEMBAHASAN 1. Strategi yang dilakukan Guru Fiqh dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqh Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komitmen Organisasi 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KELAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

PENGELOLAAN KELAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENGELOLAAN KELAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Husni El Hilali Abstraksi Pengelolaan kelas memiliki peran yang sangat penting dalam proses pendidikan. Proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kordinasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi ideal adalah sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kordinasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi ideal adalah sebuah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pendelegasian Wewenang 2.1.1 Pengertian Wewenang Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerjasama dalam struktur dan kordinasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997) BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berfikir dalam melaksanakan penelitian ini. Beberapa teori yang dipakai adalah teori yang berkaitan dengan komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gaya kepemimpinan suatu organisasi merupakan salah satu faktor lingkungan intern yang sangat jelas mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijaksanaan dan penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang diharapkan, hal ini dikarenakan oleh banyak komponen yang mempengaruhi mutu tersebut. Komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Potensi sumber daya manusia pada hakekatnya merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja yang terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai komitmen pada organisasi biasanya mereka menunjukan sikap kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai komitmen pada organisasi biasanya mereka menunjukan sikap kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen karyawan merupakan salah satu kunci yang turut menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Karyawan yang mempunyai komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berakal dan berhati nurani. Kualifikasi sumber daya manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berakal dan berhati nurani. Kualifikasi sumber daya manusia (SDM) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya untuk membentuk sumber daya manusia sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupannya. Selain itu, melalui pendidikan akan dibentuk manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi salah satu hal yang penting bagi setiap manusia. Melalui pendidikan seseorang dapat belajar mengenai banyak hal, mulai dari hal yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga semakin pesat seperti tiada henti. Dapat dilihat dari alat-alat teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. juga semakin pesat seperti tiada henti. Dapat dilihat dari alat-alat teknologi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada saat ini dinamika perubahannya sangatlah cepat. Berbagai info dapat dengan mudah didapatkan tanpa melihat jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak perkembangan dalam berbagai bidang. Hal ini terutama

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak perkembangan dalam berbagai bidang. Hal ini terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, Indonesia dapat dikatakan telah mengalami banyak perkembangan dalam berbagai bidang. Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejelasan Sasaran Anggaran Menurut Halim & Syam Kusufi (2012) mengatakan bahwa anggaran memiliki peranan penting dalam organisasi sektor publik, terutama organisasi pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam bidang ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam bidang ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan teknologi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kondisi dunia saat ini banyak terjadi perkembangan di segala bidang. Termasuk dalam bidang ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan teknologi. Berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan meningkatkan pelayanan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu. Apalagi dengan adanya deregulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah merupakan salah satu organisasi pelayanan publik yang sering dianggap belum produktif dan efisien dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Sebagai penyelenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal. 1 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, seperti guru, sarana pembelajaran, aktivitas siswa, kurikulum dan faktor lain seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intention To Quit 2.1.1. Pengertian Intention To Quit Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sekarang ini sedang mengalami berbagai macam permasalahan, terutama yang erat kaitannya dengan sumber daya manusia yakni guru dan siswa. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti.

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belakangan ini lingkungan bisnis mengalami perubahan yang sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan kemajuan teknologi informasi menciptakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berperan sebagai pendengar saja, ketika guru menerangkan mereka justru

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berperan sebagai pendengar saja, ketika guru menerangkan mereka justru BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sikap pasif siswa sering ditunjukkan dalam sebuah proses belajar, hal ini terlihat dari perilaku siswa dalam sebuah proses belajar yang cenderung hanya berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam sebuah organisasi memiliki peran sentral dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam sebuah organisasi memiliki peran sentral dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sebuah organisasi memiliki peran sentral dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas organisasi. Mengingat peran yang cukup dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab. kebutuhan dan tantangan nasional dan global dewasa ini.

BAB I PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab. kebutuhan dan tantangan nasional dan global dewasa ini. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan nasional yang telah dibangun selama tiga dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab kebutuhan dan tantangan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern. Pendidikan sangat penting dan menduduki posisi sentral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Penyempurnaan kurikulum dilakukan baik oleh dinas pendidikan maupun oleh sekolah yang diberi kebebasan untuk mengelola kurikulum sesuai dengan keadaan sekolah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Kepuasan kerja 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari dan digunakan sebagai konstruk pengukuran dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitmen organisasi perlu diperhatikan pada setiap anggota yang ada dalam organisasi.allen dan Meyer (1990: 2) menyatakan anggota dengan komitmen organisasi, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan SDM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja seorang guru merupakan komponen yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja seorang guru merupakan komponen yang sangat menentukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor penting dalam proses kemajuan suatu bangsa. Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implikasi kompetensi guru dapat dilihat antara lain meliputi : penguasaan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implikasi kompetensi guru dapat dilihat antara lain meliputi : penguasaan bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Guru Implikasi kompetensi guru dapat dilihat antara lain meliputi : penguasaan bahan pelajaran, pengelolaan program pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question 1 BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran PKn (Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya quality controll yang mengawasi jalannya proses dan segala. Sekolah adalah sebuah people changing instituation, yang dalam

BAB I PENDAHULUAN. adanya quality controll yang mengawasi jalannya proses dan segala. Sekolah adalah sebuah people changing instituation, yang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan sering diartikan sebagai karakteristik jasa pendidikan yang sesuai dengan kriteria tertentu untuk memenuhi kepuasan pengguna (user) pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN ORGANISASI 1. Definisi Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Robbins (2003) ialah suatu keadaan dimana karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuantujuannya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang

Lebih terperinci

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran tertentu, dalam interaksi harus ada perubahan tingkah laku. siswa dari tidak tahu menjadi tahu (Slavin, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran tertentu, dalam interaksi harus ada perubahan tingkah laku. siswa dari tidak tahu menjadi tahu (Slavin, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan serangkaian interaksi yang baik antar siswa dengan guru yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuantujuannya,

BAB II LANDASAN TEORITIS. keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuantujuannya, BAB II LANDASAN TEORITIS A. KOMITMEN ORGANISASI 1. Pengertian Komitmen Organisasi Pengertian komitmen organisasi menurut Robbins (2001) yaitu suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat maka bisa dipastikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hanna Amalia Mustopa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hanna Amalia Mustopa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk Tuhan YME yang kompleks, unik dan diciptakan dalam integrasi dua substansi yang tidak dapat berdiri sendiri. Substansi pertama disebut

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2009:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan formal, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba. Perusahaan terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba. Perusahaan terdiri atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu organisasi atau badan usaha profit dimana aktivitas dari perusahaan ini mencakup aktivitas ekonomi yang bersifat komersial dan bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklim Organisasi 2.1.1. Definisi Iklim Organisasi Awalnya, iklim organisasi adalah istilah yang digunakan merujuk kepada berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya kewenangannya dipegang oleh pemerintahan pusat sekarang

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya kewenangannya dipegang oleh pemerintahan pusat sekarang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya otonomi daerah, lembaga pemerintahan yang sebelumnya kewenangannya dipegang oleh pemerintahan pusat sekarang telah mempunyai kewenangan sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. profesional. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. profesional. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya maka sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia usaha dan industri tidak lepas dari adanya unsur manusia. Apa pun bentuk dan kegiatan suatu organisasi, manusia selalu memainkan peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesuksesan organisasi di masa depan. Kemampuan perusahaan. efektif dan efisien (Djastuti, 2011:2).

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesuksesan organisasi di masa depan. Kemampuan perusahaan. efektif dan efisien (Djastuti, 2011:2). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan perekonomian pasar bebas dalam abad 21 adalah persaingan sumber daya manusia yang berkualitas. Manusia yang menjadi perencanaan, pelaku dan penentu dari operasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang berkualitas sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang berkualitas sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya penyelenggaraan pendidikan formal yang berkualitas sangat berkaitan erat dengan kejelian dan ketepatan dalam mengidentifikasi, memformulasi, mengemas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan timbal balik antara guru dan murid yang baik. Untuk itu, selain

BAB I PENDAHULUAN. hubungan timbal balik antara guru dan murid yang baik. Untuk itu, selain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi belajar yang baik dan memadai sangat membutuhkan hubungan timbal balik antara guru dan murid yang baik. Untuk itu, selain menggunakan strategi belajar mengajar

Lebih terperinci