PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki berbagai sumberdaya alam yang berlimpah, baik berupa sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) maupun yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources). Berdasarkan data Mineral Commodity Summaries 2015 yang dilansir oleh United Stated Geological Survey (2015), diketahui bahwa jumlah produksi emas Indonesia dari tahun 2013 ke tahun 2014 mengalami kenaikan, meski tidak signifan, yaitu dari 61 ton pada tahun 2013 menjadi 65 ton di tahun Berdasarkan data tersebut, diketahui pula bahwa Indonesia memiliki cadangan emas yang sama besarnya dengan cadangan emas Amerika Serikat, yaitu sebesar ton, atau menduduki peringkat ke-5 di dunia bersama dengan Amerika Serikat. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki cadangan emas yang cukup potensial untuk dikelola adalah Kabupaten Wonogiri, tepatnya di daerah Kecamatan Selogiri. Menurut Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Wonogiri tahun 2013, disebutkan bahwa total bijih yang mengandung emas di Kabupaten Wonogiri yaitu sekitar 1,5 juta ton, dengan kadar antara 40 part per billion (ppb) sampai paling tinggi ppb, yang tersebar di beberapa lokasi yaitu Kecamatan Selogiri, Jatiroto, Karangtengah, dan Tirtomoyo. Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk menerbitkan izin pertambangan, salah satunya pada kegiatan tambang emas rakyat untuk komoditas mineral logam. Peraturan tersebut, seharusnya semakin memperkuat posisi pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah daerah untuk mengelola sektor pertambangan yang dimilikinya. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa hingga saat ini, pengelolaan dan pemanfaatan cadangan emas, khususnya di Kecamatan Selogiri, sebagian besar masih dikelola secara tradisional yaitu berupa Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). 1

2 Sejauh ini, industri pertambangan merupakan salah satu dari sejumlah industri yang diandalkan pemerintah Indonesia untuk menghasilkan devisa. Selain itu, kegiatan ini juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatkan peluang kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan harga jual tanah masyarakat di sekitar lokasi tambang serta memicu percepatan perkembangan suatu wilayah. Demikian halnya di Kabupaten Wonogiri, bahan galian logam emas yang terdapat di Desa Jendi dan Keloran Kecamatan Selogiri dengan sebaran seluas 100 hektar, juga berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, jika dikelola secara optimal dan dilaksanakan serta diawasi dengan baik. Di sisi lain, selain menimbulkan dampak positif, kegiatan penambangan juga berpotensi menimbulkan dampak negatif, yaitu pada penurunan kualitas lingkungan hidup. Kegiatan pengolahan bijih emas secara tradisional, yang umumnya melakukan proses pemisahan bijih emas dengan bantuan amalgam atau merkuri (Hg), atau lebih dikenal dengan metode amalgamasi, menimbulkan dampak negatif berupa tingginya risiko pencemaran lingkungan. Hal tersebut dapat terjadi karena tidak dilakukannya proses pengelolaan terhadap limbah buangan sisa produksinya. Merujuk pada data yang dirilis oleh US-EPA (1995) yang dikutip oleh Pusat Pengembangan dan Penerapan Amdal Bapedal (2001) dalam buku Aspek Lingkungan Amdal Bidang Pertambangan, diketahui bahwa kegiatan pertambangan bertanggungjawab atas kasus pencemaran air permukaan, yaitu sebesar 70%. Hal yang sama juga dikatakan oleh SGAB-Prodeminca (1998) yang dikutip oleh Miserendino dan Bergquist (2013), menyatakan bahwa dampak lingkungan primer terkait dengan kegiatan pertambangan emas tradional dan pertambangan emas skala kecil yaitu terkait dengan penurunan kualitas air dan ekosistem perairan. Kegiatan tersebut menurunkan kualitas air melalui 4 (empat) cara yaitu: (a). kontaminasi akibat air larian (run-off) dari limbah tambang, baik dalam bentuk padatan maupun cairan dari tailing pond; (b). polusi yang disebabkan oleh pembuangan limbah tanpa izin ke dalam sungai, saluran air maupun sistem perairan lainnya (saluran drainase); (c). sumber pencemar dari tempat pengelolaan yang mengalami kebocoran; dan (d). peningkatan dalam tanah yang terbawa oleh erosi yang berhubungan dengan 2

3 penggunaan lahan (land-use change). Demikian halnya kasus yang terjadi di daerah penambangan emas skala kecil atau tambang emas rakyat di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Pengolahan dilakukan dengan proses amalgamasi, yang menggunakan merkuri (Hg) sebagai media pengikat bijih emas. Menurut Rhani (2012), pada proses amalgamasi yang dilakukan oleh para pelaku pengolahan emas rakyat di Desa Jendi berisiko menyebabkan terlepasnya merkuri ke lingkungan, yaitu pada tahap pencucian dan penggarangan (penguapan merkuri). Pada proses pencucian, limbah yang umumnya masih mengandung merkuri dibuang langsung ke badan air atau ke permukaan tanah. Hal ini disebabkan merkuri tersebut tercampur/terpecah menjadi butiran-butiran halus yang sifatnya sukar dipisahkan, pada proses penggilingan yang dilakukan bersamaan dengan proses amalgamasi. Selanjutnya, dalam proses pencucian, merkuri terbawa dalam limbah (tailing). Material yang tercecer pada proses penggilingan tersebut, ditampung dalam bak penampung untuk diolah kembali, sampai diperkirakan tidak mengandung emas. Setelah material dianggap sudah tidak mengandung emas, tetapi masih mengandung merkuri, oleh para penambang dibuang langsung ke parit atau saluran air yang bermuara pada sungai terdekat Perumusan Masalah Menurut Rianto (2010), penambangan emas di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri adalah kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Kegiatan penambangan emas tersebut dilakukan dengan cara tradisional, tanpa teknik perencanaan yang baik dan menggunakan peralatan seadanya, yaitu dengan sistem tambang bawah tanah dengan cara membuat terowongan dan sumur mengikuti arah urat kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas tinggi. Kegiatan penambangan emas tersebut terbagi atas beberapa kelompok, dimana masingmasing kelompok dapat menghasilkan emas per hari sangat bervariasi dengan ratarata antara 1-2 gram. Pada Gambar 1.1. berikut akan disajikan gambar kondisi lokasi pertambangan emas di wilayah kajian. 3

4 Gambar 1.1. Kondisi Pit Penambangan di Lokasi Penelitian Sumber: Dokumentasi Penulis (2015) Pada umumnya, para pelaku PETI ini memiliki sejumlah kendala, antara lain seperti ketersediaan modal yang terbatas, kemampuan teknis penambangan yang rendah, kurangnya pemahaman terkait dengan standar pengelolaan lingkungan yang baik serta penggunaan peralatan yang tradisional dan sederhana. Dengan demikian, maka para penambang memilih untuk melakukan proses ektraksi hasil tambangnya di sekitar pemukimannya ataupun di sepanjang badan air terdekat. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh mudahnya untuk mendapatkan akses terhadap sumber air yang akan digunakan dalam melakukan proses pengolahan emas dengan sistem amalgamasi, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1.2. Selanjutnya, untuk mewujudkan Kawasan Budidaya untuk kegiatan pertambangan, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 9 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri Tahun pasal 53, ayat (12) butir (d), maka Pemerintah Kabupaten Wonogiri melakukan upaya penertiban kegiatan pertambangan liar, termasuk kegiatan PETI di wilayahnya, yang salah satunya berada di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri. Kegiatan 4

5 yang berlangsung di sekitar Kali Jendi tersebut diprediksi akan menimbulkan dampak degradasi kualitas lingkungan perairan di lokasi kegiatan. Meski Pemerintah Daerah, dalam hal ini Kantor Lingkungan Hidup Wonogiri, telah menyediakan lebih dari 10 (sepuluh) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk meminimalisir potensi pencemaran lingkungan, baik itu pada air dan tanah, akibat kegiatan pertambangan tersebut, namun sebagian besar dari penambang diduga masih melakukan pembuangan limbah dari proses amalgamasi baik itu ke tanah maupun ke badan air terdekat. Sumber: Data Primer, 2015 Gambar 1.2. Kegiatan Pengolahan Emas metode Amalgamasi di Sekitar Kali Jendi Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana kondisi kualitas lingkungan perairan Kali Jendi? (2) Faktor apakah yang menjadi penyebab terjadinya pencemaran lingkungan di perairan Kali Jendi?; dan (3) Bagaimanakah strategi pengelolaan lingkungan perairan Kali Jendi untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan perairan Kali Jendi? 5

6 Untuk mengungkap permasalahan seperti telah dirumuskan di atas, maka penting untuk dilakukan penelitian secara mendetil tentang: Kajian Pencemaran Lingkungan Perairan Kali Jendi akibat Kegiatan Pengolahan Emas Tradisional di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri Keaslian Penelitian Penelitian tentang Kajian Kerusakan Lingkungan Perairan akibat Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin ini, memiliki berbagai perbedaan dan persamaan engan penelitian yang pernah ada. Perbedaan dan persamaan yang dimaksud, yaitu dari segi paramater penelitian maupun metode penelitian, baik metode pengambilan sampel, metode analisis ataupun metode penentuan strategi pengelolaan lingkungan. Penelitian ini mengambil tempat di Kali Jendi, Desa Jendi tepatnya di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi jawa Tengah. Adapun metode pengambilan sampel terbagi kedalam 3 (tiga) kategori, yaitu komponen abiotik, biotik dan kultural. Sampel komponen biotik dalam penelitian ini adalah air Kali Jendi yang diambil pada bagian hulu, tengah dan hilir sungai, yang kemudian akan ditentukan kualitasnya dengan menggunakan metode Indeks Pencemar (IP) berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Pujian terhadap limbah dari outlet pengolahan emas metode amalgamasi juga diambil sebagai kontrol terhadap kualitas limbah, untuk dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Permen LH Nomor 202 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga. Sementara itu untuk analisis komponen biotik, akan mengambil dilakukan dengan mengamati kondisi sempadan sungai, flora di sekitar sungai dan keberadaan ikan di Kali Jendi yang dilakukan melalui pengamatan visual, pemotretan dan wawancara dengan warga asli yang bermukim di sekitar Kali Jendi untuk mengathui kondisi lampau dan kondisi eksisting perairan dari aspek ekologi. Selanjutnya, pengambilan sampel kultural akan dilakukan dengan metode survai, dengan bantuan kuisoner untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai 6

7 fungsi dan manfaat sungai, pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan limbah pengolahan emas metode almagamasi, persepsi masyarakat terkait proses pengolahan emas secara almagamasi, persepsi masyarakat mengenai dampak pencemaran sungai terhadap kesehatan serta pengetahuan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan limbah pengolahan emas. Sementara itu, untuk wawancara mendalam (dept interview) kepada stakeholder terkait pengendalian pencemaran air juga akan dilakukan untuk mendukung proses penentuan strategi pengelolaan lingkungan. Adapun proses penentuan stategi pengelolaan lingkungan dalam penelitian ini akan menggunakan bantuan metode SWOT, yang merupakan akronim dari Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang) dan Treaths (tantangan). Lebih lanjut terkait perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh para peneliti terdahulu dapat dilihat pada Tabel

8 Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu No. Peneliti, Tahun, Judul Tujuan Metode Hasil 1. Diringer et al. (2015), River Transport of Mercury from Artisanal and small-scale Gold Mining and Risk for Dietary Mercury Exposure in Madre de Dios, Peru 2. Mudyazhezha dan Kanhukamwe (2014), Environemntal Monitoring of the Effects of Conventional and Artisanal Gold Mining on Water Quality in Ngwabalozi River, Southern Zimbabwe 3. Emmanual (2013), Impact of Illegal Mining on Water Resources for Domestic and Irrigation Purposes Untuk mengetahui sebaran merkuri dari kegiatan emas tradisional beserta bahayanya jika termakan oleh manusia Untuk menilai dampak dari penggunaan Sianida dan Merkuri dalam proses penambangan emas secara tradisional terhadap kualitas air Sungai Ngwabalozi Untuk mengetahui dampak kegiatan pertambangan emas ilegal terhadap sumberdaya air dan lingkungan Purposive Sampling Purposive Sampling Observation and Interview Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal ribuan kilometer dari hilir Sungai tempat berlangsungnya kegiatan penambangan emas tradisional memiliki potensi terpapar oleh senyawa mekuri yaitu dengan menkonsumsi ikan yang telah mengalami bioakumulasi senyawa merkuri di hulu dan hilir Sungai di daerha Madre de Rios, Peru. Kegiatan pertambangan emas tradisional menyebabkan tingginya tingkat kekeruhan di Sungai Ngwabalozi. Selain itu efek penggunaan merkuri dan Sulfat menyebabkan kelompok invertebrata berubah dari sangat sensitif menjadi sangat toleran terhadap pencemaran. Kegiatan pertambangan emas ilegal menyebabkan badan air tercemar sehingga menyebabkan penduduk sekitar kesulitan untuk mendapatkan air bersih untuk keperluan domestik dan pertanian. Selain itu hutan, sawah dan ladang juga turut terdampak oleh kegiatan pertambangan emas ilegal. Penelitian yang akan Dilakukan Perbedaan Persamaan Objek kajian biotik Metode adalah ikan, sementara pengambilan objek penelitian sampel air secara komponen biotik purposive penelitian yang akan dilakukan adalah plankton. Pengambilan sampel air dilakuakan secara purposive dengan penentuan parameter kajian berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga Metode penelitan bersifat observasi dan interview - Metode pengambilan sampel air secara purposive - Salah satu objek kajian adalah kegiatan pertambangan dengan proses pengolahan bijih emas metode amalgamasi Objek penelitian adalah kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin 8

9 4 Miserendino (2013), Challenges to Measuring, Monitoring, and Addressing the Cumulative Impacts of Artisanal and Small- Scale Gold Mining in Ecuador 5. Cobbina dan Michael (2013), Small Scale Gold Mining and Heavy Metal Pollution : Assessment of Drinking Water Sources in Datuku In The Talensi-Nabdam District 6. Saputro (2013), Kajian Kerusakan Lingkungan Perairan Akibat Aktivitas Penambangan Timah Putih (Sn) di Sekitar Sungai Jeletik Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 7. Dyah (2012), Kajian Kualitas Air Sungai Belukar Kabupaten Kendal dalam Upaya Untuk melakukan penilaian, pemantauan dan menentukan dampak akumulasi dari kegiatan pertambangan emas tradional dan pertambangan emas skala kecil di Ecuador Untuk menilai dampak dari kegiatan pertambangan emas skala kecil terhadap terhadap kualitas sumber air minum - Mengkaji pengaruh aktivitas penambangan timah putih terhadap kerusakan lingkungan perairan ditinjau dari kualitas air Sungai Jeletik - Mengkaji pengaruh aktivitas penambangan timah putih terhadap kerusakan sempadan Sungai Jeletik - Menganalisis kondisi kualitas air sungai Blukar - Menghitung beban Observation and Literature Study Purposive Sampling Purposive Sampling - Purpossive Sampling - Analitycal Hierarchy Process (AHP) untuk Dampak kumulatif dari kegiatan pertambangan tidak hanya disebabkan oleh kegiatan pertambangan saja, namun juga disebabkan oleh faktor sosial yang kompleks, yang tidak hanya disebabkan oleh faktor kemiskinan, kurangnya kesempatan kerja, solusi yang holistik, regulasi yang sistematis serta perubahan sosial dibandingkan dengan alat kebijakan yang bersifat tradisional. Dengan demikian diperlukan komitmen stakeholder, mekanisme pendanaan yang berkelanjutan dan pengetahuan yang cukup akan dampak dari kegiatan pertambangan emas tradisional dan penambagan emas kecil. Kualitas Air Minum di atas standar minimum yang ditetapkan oleh WHO, khususnya untuk parameter As, Cd, Fe dan Mn. - Kualitas air Sungai Jeletik telah mengalami penurunan akibat aktivitas penambangan di sekitarnya - Aktivitas penambangan juga mengakibatkan kerusakan sempadan sungai di bagian tengah dan hilir sungai jeletik dengan luasan masing-masing 1,983 ha di bagian tengah dan 1,663 ha di bagian hilir - Nilai indeks pencemaran sungai Blukar berkisar antara 0,49 sampai 3,28. Status mutu Penelitian melibatkan tiga komponen lingkungan, yaitu komponen abiotik, biotik dan kulutral Objek penelitian adalah kegiatan pertambangan emas saja, tidak termasuk logam berat lain. Parameter kajian ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga Perumusan strategi pengelolaan dilakukan dengan Salah satu objek kajian terdiri dari komponen kultural terkait pengelolaan tambang emas tradisional Metode pengambilan sampel air secara purposive. Sampling kualitas air lakukan dengan metode purposive sampling - Sampling kualitas air lakukan dengan metode purposive 9

10 Pengendalian Pencemaran Air Sungai 8. Effendi (2012), Kajian Pencemaran Sungai Cileungsi oleh Limbah Industri dan Strategi Pengelolaannya di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat 9. Rianto (2010), Analisis Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Merkuri pada Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri, Provinsi pencemaran yang berasal dari aktivitas permukiman, pertanian dan industri - Menganalisis kegiatan masyarakat yang menyebabkan penurunan kualitas air sungai - Memberikan rekomendasi strategi pengendalian pencemaran air sungai. - Mengetahui distribusi kualitas air Sungai Cileungsi dari hulu sampai ke hilir sungai - Mengetahui status mutu air Sungai Cileungsi dari hulu sampai ke hilir sungai - Mengetahui pengaruh limbah cair industri di daerah aliran Sungai Cileungsi terhadap kualitas air Sungai Cileungsi Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan merkuri pada pekerja tambang emas di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Pengambilan Keputusan pengelolaan lingkungan Purposive sampling Explanatory Research dengan menggunakan pendekatan cross sectional. air sungai Blukar telah tercemar dengan status cemar ringan. - Aktivitas permukiman merupakan penyumbang tertinggi beban pencemaran ke sungai Blukar. - Aktivitas masyarakat yang menggunakan air Sungai Blukar memberikan masukan beban pencemar organik ke sungai - Strategi pengendalian pencemaran air sungai difokuskan pada peningkatan peran serta pengelolaan limbah industri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin ke hilir, konsentrasi parameter TSS, BOD, COD, P dan Pb cenderung semakin meningkat berbanding terbalik dengan konsentrasi DO cenderung semakin menurun. Parameter lain seperti suhu, TDS, ph, NO 2, NO 3, F dan Cd masih berada di bawah baku mutu. Sementara itu parameter Zn dan Cl bebeas hanya terdeteksi dibeberapa titik sampling saja. Untuk fitoplankton menunjukkan bahwa sungai Cileungsi termasuk pada kategori perairan yang mengalami gangguan. Sebagian besar responden mengalami keracunan merkuri karena melebihi nilai ambang batas WHO. Faktor risiko yang berperan terhadap keracunan merkuri pada penambang emas menggunakan metode SWOT Kegiatan penyebab dampak degradasi lingkungan perairan adalah kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan sampling - Penentuan status mutu air untuk mentukan tingkat pencemaran lingkungan menggunakan metode Indeks Pencemaran berdasarkan Kepmen LH No. 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air (Lampiran II) - Sampling kualitas air lakukan dengan metode purposive sampling - Penentuan status mutu air untuk mentukan tingkat pencemaran lingkungan menggunakan metode Indeks Pencemaran berdasarkan Kepmen LH No. 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air Lokasi penelitian dan objek penelitian adalah kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin di Desa Jendi Kecamatan 10

11 Jawa Tengah Wonogiri tardisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri adalah jumlah hari kerja dalam seminggu dan jam kerja dalam sehari. 10. Subandri (2008), Kajian Beban Pencemaran Merkuri (Hg) Terhadap Air Sungai Menyuke dan Gangguan Kesehatan pada Penambang Sebagai Akibat Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kecamatan Menyuke Kabupaten Landak Kalimantan Barat Sumber: Telaah Pustaka (2015) Mengetahui beban dan dampak yang diakibatkan oleh pencemaran limbah merkuri (Hg) terhadap petambang dan masyarakat serta kadar Hg air Sungai di lingkungan disekitar aliran Sungai Menyuke Analitycal survey dengan menggunakan pendekatan cross sectional Kegiatan pertambangan memberikan dampak negatif terhdap kesehatan masyarakat di lokasi kegiatan. Adanya hubungan yang signifikan antara jarak dengan kadar Hg dalam air. Nilai korelasi tersebut negatif, artinya semakin jauh jarak semakin kecil kadar Hg dalam air. Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga Parameter penelitian tidak hanya Merkuri (Hg) saja. Pemilihan parameter kajian ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga Selogiri, Kabupaten Wonogiri Objek penelitian adalah kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) 11

12 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan lingkup kajian, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji kondisi kualitas lingkungan perairan Kali Jendi; (2) mengkaji faktor penyebab pencemaran lingkungan perairan Kali Jendi; dan (2) merumuskan strategi pengelolaan lingkungan Perairan di Kali Jendi Manfaat Penelitian Hasil penelitian mengenai kajian kerusakan lingkungan perairan akibat kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: (1) Bagi ilmu pengetahuan, sebagai sumber informasi ilmiah yang dapat digunakan oleh peneliti-peneliti selanjutnya, khususnya untuk penelitian terkait dengan kajian daya dukung lingkungan khususnya untuk kegiatan penambangan emas; (2) Bagi masyarakat, sebagai bahan pengetahuan praktis, khususnya untuk masyarakat yang yang tinggal di wilayah Kabupaten Wonogiri sehingga dapat menikmati kehidupan yang ramah lingkungan; dan (3) Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan terhadap kerangka berfikir pemerintah daerah maupun pemerintah propinsi, khususnya dalam pengambilan kebijakan terkait dengan upaya pengembangan industri emas di wilayah kerjanya. 12

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko mudah tercemar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan.

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Lajunya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai memiliki berbagai komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi membentuk sebuah jaringan kehidupan yang saling mempengaruhi. Sungai merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia pembangunan disektor industri terus meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan manusia di dalam mengelola dan mengolah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik dengan tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan Daerah Aliran Sungai Merawu didominasi oleh lahan pertanian. Jenis sayuran yang menjadi komoditas unggulan wilayah ini yaitu jagung, daun bawang, wortel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko

BAB I PENDAHULUAN. manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko mudah tercemar, jika pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Apabila air akan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Apabila air akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Apabila air akan tercemar maka akan mengakibat kerugian bagi kehidupan makhluk hidup dimuka bumi ini. Dan apabila

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KONDISI AIRTANAH DANGKAL DI DUSUN BERINGIN KECAMATAN MALIFUT PROVINSI MALUKU UTARA

PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KONDISI AIRTANAH DANGKAL DI DUSUN BERINGIN KECAMATAN MALIFUT PROVINSI MALUKU UTARA Muhammad Djunaidi, Herry Djainal Pengaruh Aktivitas Penambangan Emas Terhadap Kondisi Airtanah dangkal di Dusun Beringin Kecamatan Malifut Provinsi Maluku Utara PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN EMAS TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Lebih terperinci

Indonesia. Berdasarkan data Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2007, tercatat

Indonesia. Berdasarkan data Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2007, tercatat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas penambangan timah di Indonesia telah berlangsung lebih dari 200 tahun. Sebaran timah putih (Sn) di Indonesia berada pada bagian jalur Timah Asia Tenggara

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim :

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim : ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO Yunita Miu Nim : 811409046 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari pulau yang berukuran besar hingga pulau-pulau kecil yang sangat banyak

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari pulau yang berukuran besar hingga pulau-pulau kecil yang sangat banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari banyak gugusan pulau mulai dari pulau yang berukuran besar hingga pulau-pulau kecil yang sangat banyak jumlahnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, setiap kegiatan industri menghasilkan suatu permasalahan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kandungan mineral logam ( khususnya emas) sudah sejak lama tersimpan di daerah Kabupaten Mandailing Natal. Cadangan bahan tambang emas yang terdapat di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir bisnis dan investasi pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah terjadi booming. Permintaan atas minyak nabati dan penyediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih kecil dibandingkan dengan luas lautan. Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik di darat, perairan maupun udara. Logam berat yang sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kerak bumi. Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) dan

BAB I PENDAHULUAN. pada kerak bumi. Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Merkuri secara alamiah berasal dari kerak bumi, konsentrasi merkuri dikerak bumi sebesar 0,08 ppm. Kelimpahan merkuri di bumi menempati urutan ke 67 diantara elemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang a. Profil IPAL Sewon Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal Januari 1994 Desember 1995 yang kemudian dioperasikan pada tahun 1996. IPAL Sewon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam merupakan salah satu kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya. Saat ini banyak daerah yang memanfaatkan sumber daya alamnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air lindi atau lebih dikenal dengan air limbah sampah merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial. Air lindi akan merembes melalui tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 TENTANG BAKU MUTU LINDI BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

UJI KADAR MERKURI (Hg) PADA AIR DAN SEDIMEN SUNGAI TULABOLO KECAMATAN SUWAWA TIMUR TAHUN 2013 SUMMARY. Fitrianti Palinto NIM

UJI KADAR MERKURI (Hg) PADA AIR DAN SEDIMEN SUNGAI TULABOLO KECAMATAN SUWAWA TIMUR TAHUN 2013 SUMMARY. Fitrianti Palinto NIM UJI KADAR MERKURI PADA AIR DAN SEDIMEN SUNGAI TULABOLO KECAMATAN SUWAWA TIMUR TAHUN 2013 SUMMARY Fitrianti Palinto NIM 811409073 Dian Saraswati, S.Pd,. M.Kes Ekawaty Prasetya, S.Si., M.Kes JURUSAN KESEHATAN

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

PENENTUAN NILAI MUTU AIR PERMUKAAN PADA LAHAN PASCA TAMBANG RAKYAT KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PENENTUAN NILAI MUTU AIR PERMUKAAN PADA LAHAN PASCA TAMBANG RAKYAT KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH KURVATEK Vol.1. No. 2, November 2016, pp.73-79 ISSN: 2477-7870 73 PENENTUAN NILAI MUTU AIR PERMUKAAN PADA LAHAN PASCA TAMBANG RAKYAT KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH A.A Inung Arie Adnyano

Lebih terperinci

DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA

DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA Zulkifli Ahmad Universitas Khairun Ternate e-mail : ahmadzulkifli477@gmail.com ABSTRAK Salah satu masalah yang paling meresahkan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total produksi selama tahun adalah sebesar ,73 kg,

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total produksi selama tahun adalah sebesar ,73 kg, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi produksi pertambangan emas di Indonesia termasuk kategori cukup besar. Total produksi selama tahun 1990-2011 adalah sebesar 2501849,73 kg, sedangkan produksi

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 202 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH EMAS DAN ATAU TEMBAGA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sumber pencemar yang sangat berbahaya, Peristiwa keracunan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sumber pencemar yang sangat berbahaya, Peristiwa keracunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan lingkungan hidup biasanya berasal dari sumber pencemar yang sangat berbahaya, Peristiwa keracunan logam Merkuri telah ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas lingkungan di suatu wilayah merupakan kondisi lingkungan yang dipengaruhi oleh jenis aktivitas yang berlangsung pada wilayah tersebut. Lingkungan hidup didefinisikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan suatu daerah yang sebagian wilayahnya merupakan lokasi kegiatan beberapa perusahaan skala nasional dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup, karena selain dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup, juga dibutuhkan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dengan luas ,30 ha. Tujuan penetapan kawasan ini untuk melindungi dan melestarikan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dengan luas ,30 ha. Tujuan penetapan kawasan ini untuk melindungi dan melestarikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 670/Kpts-II/1999 telah mengukuhkan kawasan register 9 dan sekitarnya sebagai Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang industri dan teknologi membawa kesejahteraan khususnya di sektor ekonomi. Namun demikian, ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Dasar Pemikiran Sejak satu dasawarsa terakhir masyarakat semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perairan yang menutupi seperempat bagian dari permukaan bumi dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut (Barus, 1996).

Lebih terperinci

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH

PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH PENDATAAN PENYEBARAN MERKURI PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI DAERAH SELOGIRI, KAB.WONOGIRI, PROVINSI JAWA TENGAH Denni Widhiyatna, R.Hutamadi, Asep Ahdiat Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP Ikhtisar Eksekutif Pembangunan sistem administrasi modern yang andal, professional, partisipatif serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat, merupakan kunci sukses menuju manajemen pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan emas Rakyat di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan emas Rakyat di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambangan emas Rakyat di Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur, Kabupaten Gorontalo Utara, merupaka pertambangan yang telah berusia lebih dari 40 tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan hidup pokok karena tidak satupun kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung tanpa tersedianya air yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air dipergunakan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air dipergunakan oleh manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Namun demikian, air akan berdampak negatif apabila tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik

Lebih terperinci

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat. 37 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang menjabarkan pembangunan sesuai dengan kondisi, potensi dan kemampuan suatu daerah tersebut.

Lebih terperinci

KAJIAN STATUS KUALITAS AIR SUNGAI RIAM KANAN Studi Kasus Sungai Riam Kanan Di Desa Awang Bangkal Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar

KAJIAN STATUS KUALITAS AIR SUNGAI RIAM KANAN Studi Kasus Sungai Riam Kanan Di Desa Awang Bangkal Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar EnviroScienteae 7 (2011) 88-92 ISSN 1978-8096 KAJIAN STATUS KUALITAS AIR SUNGAI RIAM KANAN Studi Kasus Sungai Riam Kanan Di Desa Awang Bangkal Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar Lestari Fatria Wahyuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012). 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air adalah salah satu kekayaan alam yang ada di bumi. Air merupakan salah satu material pembentuk kehidupan di bumi. Tidak ada satu pun planet di jagad raya ini yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

PENENTUAN STATUS MUTU AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE INDEKS PENCEMARAN (STUDI KASUS: SUNGAI GARANG, SEMARANG)

PENENTUAN STATUS MUTU AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE INDEKS PENCEMARAN (STUDI KASUS: SUNGAI GARANG, SEMARANG) PENENTUAN STATUS MUTU AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE INDEKS PENCEMARAN (STUDI KASUS: SUNGAI GARANG, SEMARANG) Gessy Asocadewi, Wiharyanto Oktiawan, Mochtar Hadiwidodo *) ABSTRACT Segment 5 th in Garang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh menurunkan kualitas lingkungan atau menurunkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh menurunkan kualitas lingkungan atau menurunkan nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, manusia harus menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Dengan demikian

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita dari koran ataupun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita dari koran ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita dari koran ataupun televisi bahwa kali Surabaya mengalami pencemaran yang cukup parah, terutama saat musim kemarau

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH Rezha Setyawan 1, Dr. Ir. Achmad Rusdiansyah, MT 2, dan Hafiizh

Lebih terperinci

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Makalah Baku Mutu Lingkungan Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teluk Jakarta merupakan salah satu wilayah pesisir di Indonesia yang di dalamnya banyak terdapat kegiatan, seperti pemukiman, perkotaan, transportasi, wisata, dan industri.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga kebersihan daerah aliran sungai. Membuang limbah padat dan cair dengan tidak memperhitungkan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Kesibukan dan rutinitas membuat orang harus pergi ke suatu tempat dengan

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Kesibukan dan rutinitas membuat orang harus pergi ke suatu tempat dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesibukan aktifitas seseorang adalah salah satu faktor yang menuntut orang memiliki mobilitas tinggi, membuat orang bergerak terus maju dan berpacu dengan waktu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purbalingga adalah salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang berada di dekat lereng Gunung Slamet. Jumlah penduduk Purbalingga pada tahun 2013 mencapai 884.683

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa, industri pertambangan juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

STUDI POTENSI BEBAN PENCEMARAN KUALITAS AIR DI DAS BENGAWAN SOLO. Oleh : Rhenny Ratnawati *)

STUDI POTENSI BEBAN PENCEMARAN KUALITAS AIR DI DAS BENGAWAN SOLO. Oleh : Rhenny Ratnawati *) STUDI POTENSI BEBAN PENCEMARAN KUALITAS AIR DI DAS BENGAWAN SOLO Oleh : Rhenny Ratnawati *) Abstrak Sumber air pada DAS Bengawan Solo ini berpotensi bagi usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan sumber

Lebih terperinci

Kriteria PROPER Pengendalian Pencemaran Air 2014

Kriteria PROPER Pengendalian Pencemaran Air 2014 PENGUATAN KAPASITAS PROPER 2014 Kriteria PROPER Pengendalian Pencemaran Air 2014 Sekretariat PROPER KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP Perbedaan Kriteria Air PROPER 2013 dibandingkan Kriteria Air PROPER 2014

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci