BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Human Papilloma Virus (Borruto and Marc, 2012)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Human Papilloma Virus (Borruto and Marc, 2012)"

Transkripsi

1 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Human Papilloma Virus Gambar 2.1 Human Papilloma Virus (Borruto and Marc, 2012) Human papilloma virus (HPV) adalah virus berukuran kecil sekitar 8000 pasang basa. Strukturnya berbeda dengan virus lainnya, HPV berbentuk bulat, sekilas menyerupai bola golf. Untuk beradaptasi dengan tubuh host, HPV memerlukan sel yang aktif membelah dan berdiferensiasi. Oleh karena itu, sel yang telah terdiferensiasi sempurna pada permukaan kulit tidak digunakan oleh virus ini. HPV memerlukan akses menuju sel pada tahap sel yang sedang berkembang, yaitu saat berada di lapisan basal (Dunleavay, 2009). Genom HPV hanya mengkode 8 jenis protein (Dunleavey, 2009). Protein ini terbagi menjadi early (E) dan late (L). Early protein diekspresikan selama tahap awal infeksi virus, dan late protein diekspresikan pada tahap selanjutnya. Hipotesis terbaru mengatakan bahwa HPV memasuki tubuh melalui area epidermis yang rentan dan tipis, seperti zona transformasi pada serviks atau anus, atau melalui mikro-abrasi

2 9 pada epitelium yang terjadi selama aktivitas seksual. Ketika virus memasuki sel yang aktif membelah pada membran basal, virus akan mengambil alih kontrol terhadap sel untuk mereplikasi materi genetiknya dan mengekspresikan protein HPV. Sementara itu, virus tidak menganggu pembelahan sel normal lainnya. Tetapi, karena virus sangat bergantung pada pembelahan sel secara kontinyu untuk multiplikasi dirinya sendiri, virus mengekspresikan protein tertentu (early protein) yang berperan untuk menginhibisi diferensiasi seluler dan menstimulasi proliferasi sel secara kontinyu (Dunleavay, 2009). 2.2 Kanker Serviks Kanker serviks adalah kanker dengan angka kejadian terbesar kedua di dunia. Lebih dari wanita di seluruh dunia didiagnosa menderita kanker serviks tiap tahunnya dan hampir setengahnya meninggal karena penyakit ini. Sebelum ditemukannya prosedur Pap smear pada tahun 1940-an, kanker serviks merupakan kanker yang paling mematikan pada wanita di Amerika. Sejak skrining preventif ditemukan, insiden kanker serviks menurun hingga 75 persen. Hingga saat ini, sekitar hingga wanita Amerika didiagnosa kanker serviks setiap tahunnya, dan sekitar sepertiganya mengalami kematian (Spencer, 2007). Serviks adalah bagian bawah, bagian ujung sempit dari uterus yang menuju vagina. Kanker serviks terjadi ketika sel serviks mulai membelah tak terkontrol. Sel yang membelah secara abnormal membentuk suatu massa disebut tumor. Sebagai sel yang terus menerus membelah, sel dapat menginvasi ke jaringan normal di

3 10 sekelilingnya. Sel dapat memutuskan diri dari tumor primer dan menyebar pada situs yang jauh di dalam tubuh, proses ini disebut metastasis (Spencer, 2007). Seperti kanker lainnya, terdapat beberapa faktor risiko yang diasosiasikan dengan perkembangan kanker serviks. Faktor risiko tersebut diantaranya adalah merokok, makanan rendah nutrien dan vitamin tertentu, dan riwayat keluarga yang terkena kanker serviks. Terdapat satu faktor yang berkorelasi kuat dengan kanker serviks, yaitu infeksi human papillomavirus (HPV). HPV ditransmisikan melalui hubungan seksual (Spencer, 2007). Terdapat dua tipe utama dari kanker serviks. Tipe yang umum ditemukan adalah karsinoma sel squamosa yang melibatkan lini epitel squamosa dari ektoserviks. Sekitar 20% dari kanker serviks merupakan tipe adenokarsinoma yang melibatkan sel epitel glandular yang tersebar di sepanjang kanal endoserviks (Dunleavay, 2009) Gejala dan Tanda Kanker Serviks Lesi kanker serviks yang sangat dini dikenal sebagai servikal intraepitelial neoplasia (Cervical Intraepithelial Neoplasia = CIN) yang ditandai dengan adanya perubahan displatik epitel serviks. Walaupun telah terjadi invasi sel tumor ke dalam stroma, kanker serviks masih mungkin tidak menimbulkan gejala, tanda dini kanker serviks tidak spesifik seperti adanya sekret vagina yang agak banyak dan kadangkadang dengan bercak perdarahan. Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar dari serviks dan melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda lain seperti nyeri yang menjalar ke pinggul atau kaki (Aziz dkk., 2006).

4 Stadium Kanker Serviks Penetapan stadium kanker serviks penting dalam memperkirakan penyebaran penyakit dan merupakan faktor kunci dalam penentuan terapi yang tepat. Pembagian ini didasarkan atas pemeriksaan klinik (Williams and Wilkins, 2001). Tabel Klasifikasi Stadium Klinis Kanker Serviks Menurut International Federation of Gynecology and Obstetric (FIGO) (FIGO, 2000). Stadium Kriteria 0 Karsinoma in-situ atau karsinoma intraepitel I Kanker terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uterus diabaikan) IA IA 1 IA 2 IB IB 1 IB 2 II IIA IIA1 Kanker invasif hanya didiagnosis secara mikroskopis Ukuran invasi stroma kedalamannya < 3 mm dan lebarnya 7 mm Ukuran invasi stroma kedalamannya 3-5 mm dan lebarnya 7 mm Lesi klinis mengurung serviks atau lesi preklinis yang melebihi stadium IA Ukuran lesi klinis 4 cm Ukuran lesi klinis > 4 cm Kanker menyebar di luar serviks tetapi tidak menyebar ke dinding pelvis dan 1/3 bagian bawah vagina Kanker tanpa invasi parametrium Lesi klinis sebesar 4,0 cm atau kurang dalam dimensi yang lebih besar IIA2 IIB III IIIA IIIB IV IVA IVB Ukuran lesi klinis > 4 cm Kanker jelas menginvasi parametrium Kanker menginvasi 1/3 bagian bawah vagina atau menginvasi parametrium sampai dinding pelvis; atau kanker menimbulkan hidronefrosis atau insufisiensi ginjal Kanker menginvasi 1/3 bagian bawah vagina, tidak terjadi perluasan ke dinding pelvis Perluasan ke dinding pelvis atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal Penyebaran kanker melewati pelvis minor atau kanker menginvasi mukosa buli-buli atau mukosa rektum Kanker bermetastasis ke organ yang berdekatan Kanker bermetastasis ke organ jauh

5 Penatalaksanaan Terapi Kanker Serviks Penanganan kanker serviks dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah pembedahan, radioterapi, kemoterapi, atau kombinasi dari metode-metode tersebut. Kemoterapi merupakan penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat-obat sitotoksik. Kemoterapi dapat dilakukan dengan obat tunggal ataupun kombinasi. Penggunaan kombinasi obat lebih efektif dalam menghasilkan respon, mencegah klon sel kanker yang resisten terhadap regimen tunggal, dan memperpanjang harapan hidup dibandingkan dengan obat yang sama secara tunggal (Skeel and Khleif, 2011). Adapun penatalaksanaan kanker serviks secara umum adalah:

6 13 Pasien Kanker Serviks Stadium IA 1 dapat dilakukan histerektomi biasa Stadium IA 2 dilakukan radikal histerektomi dan bilateral limfadenektomi atau radioterapi Stadium IB- IIA dilakukan histerektomi dan terapi radiasi primer Stadium IIB- IVA dilakukan radioterapi atau chemoradiothe rapi 1. Fist line kombinasi - Cisplatin/ Paclitaxel - Carboplatin/paclitaxel - Cisplatin/topotecan - Cisplatin/gemcitabine 2. Terapi agent tunggal - Cisplatin - Carboplatin - Paclitaxel 3. Second line - Bevacizumab - Docetaxel - Epirubicin - 5-FU - Ifosfamid - Irinotecan - Liposomal doxorubicin - Mitomycin - Pemetrexed - Topotecan - Vinorelbine Gambar 2.2 Algoritme Terapi Kanker Serviks (NCCN, 2010) Regimen kemoterapi yang biasa digunakan di RSUP Sanglah adalah weekly cisplatin, kombinasi paklitaksel cisplatin, kombinasi paklitaksel karboplatin dan kombinasi bleomisin, Oncovin, mitomisin dan cisplatin (BOMP); kombinasi bleomisin, Oncovin, mitomisin, karboplatin (BOM-Karboplatin) (Komite Medik, 2006). Pemilihan terapi tergantung pada ukuran tumor, stadium klinis, tingkat penyebaran tumor, gambaran histologis, adanya keterlibatan kelenjar getah bening,

7 14 faktor risiko dari pembedahan atau terapi radiasi, umur, dan kondisi kesehatan pasien (Williams and Wilkins, 2001). Menurut Gynecologic Cancer Foundation (GCF), secara umum tindakan terapi pada kanker serviks, dapat dibagi empat yakni pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan kemoradioterapi. Kemoterapi adalah penanganan kanker menggunakan obat antikanker. Obat antikanker ini seringkali digunakan bersamaan dengan pembedahan ataupun radioterapi. Proses kemoterapi biasanya jangka panjang. Agen kemoterapi tunggal atau kombinasi diberikan pada interval siklus atau pulsed doses dan sangat bergantung pada tipe serta karakteristik tumor. Monitoring pasien sangat diperlukan dalam kemoterapi sehingga respon tumor terhadap terapi atau progresifitas tumor dapat dipantau. Dahulu, kemoterapi diberikan sesuai panduan terapi yang ada. Akan tetapi saat ini telah diketahui bahwa terdapat heterogenitas tumor antarpasien sehingga perlu dilakukan individualisasi terapi berdasarkan karakteristik tumor dan pasien (Airley, 2009). Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitoktosik. Kebanyakan obat sitotosik mempunyai efek yang utama pada proses sintesis dan fungsi molekul makroseluler, yaitu pada proses sintesis DNA, RNA, atau protein atau mempengaruhi kerja molekul tersebut. Proses ini cukup menimbulkan kematian sel (Aziz dkk., 2006). Kemoterapi kanker serviks umumnya diberikan secara intravena dan bersiklus yang diselingi dengan waktu istirahat untuk membatasi kerusakan selsel sehat (GCF, 2005). Kemoterapi sebenarnya bukan pilihan utama terapi pada

8 15 kanker yang masih terbatas di daerah pelvis, namun merupakan pilihan utama untuk kanker yang telah menyebar ke luar pelvis (McComick and Giuntoli, 2011). Pemilihan metode terapi pada kanker serviks sangat dipengaruhi oleh stadium klinis (Vasilev et al., 2011). Pedoman pemilihan terapi berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO) kanker serviks di RSUP Sanglah Denpasar tertera pada tabel Tabel Pemilihan Terapi Berdasarkan Stadium Penyakit (Komite Medik, 2004) Stadium Tindakan Terapi yang Dianjurkan 0 a. Bila masih ingin memiliki anak dilakukan konisasi b. Bila tidak ingin memiliki anak lagi dilakukan histerektomi sederhana Radikal histerektomi a. Jika terdapat sel ganas pada kelenjar limfe/vaskular, maka I IIA ditambahkan radiasi eksternal rad atau sitostatika b. Jika tidak terdapat sel ganas pada kelenjar limfe/vaskular, maka dilakukan pengawasan lebih lanjut IIB Neoadjuvan (Kemoterapi/ ditambah radiasi internal) a. Jika operabel, maka diberikan radikal histerektomi, kemudian radiasi ekternal rad b. Jika non operabel, maka diberikan radiasi ekternal rad III a. Neoadjuvan (Kemoterapi/ ditambah radiasi internal) b. Radiasi eksternal IV Paliatif (radiasi/operasi/sitostatika paliatif dan simptomatis) Catatan: Jika pasien berisiko tinggi diperlukan adjuvan radioterapi atau kemoterapi. Dikatakan risiko tinggi jika terdapat sel ganas, tepi tidak bebas tumor/radioterapi kurang efektif, dan terdapat pendarahan ke uterus. 2.3 Bleomisin, Oncovin, Mitomisin, dan Karboplatin (BOM-Karboplatin) Bleomisin, Oncovin (vinkristin), mitomisin, dan karboplatin (BOMkarboplatin) merupakan salah satu regimen yang digunakan dalam prosedur

9 16 kemoterapi untuk kanker serviks di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (Komite Medik, 2006) Bleomisin Bleomisin adalah campuran dari 13 fraksi glycopeptide diproduksi oleh Streptomyces verticillus. Bleomisin memiliki tingkat steady-state selama pemberian infus 20 unit/hari berkisar antara miliunit/l.volume distribusi bleomisin sebesar 0,27 ±0,04 L/kg. Waktu paruh fase α adalah 24 menit, dan fase β adalah 3,1± 1,7 jam. 50%-60% dosis bleomisin yang telah mengalami proses filtrasi oleh ginjal, 68% merupakan bleomisin dalam bentuk bebasnya. Efek antineoplastik yang dimiliki adalah pemotongan DNA untai tunggal dan ganda, memproduksi eksisi basa timin yang dimediasi melalui pengikatan ion ferric iron dan berikutnya memproduksi hidroksil yang sangat reaktif dan radikal superoksida. Dosis bleomisin adalah unit/m2 1-2 kali per minggu untuk pemberian intravena. Bleomisin bekerja spesifik pada fase siklus sel tertentu, dengan aktivitas maksimal pada fase G2 (premitotic) (Anderson et al., 2002). Efek samping dari bleomisin adalah muntah (rendah hingga sedang), alopesia, demam akut, eritema dengan edema, terkadang muncul hiperpigmentasi dan penebalan kulit. Toksisitas yang paling serius untuk pemakaian jangka panjang adalah fibrosis pulmonary yang dimanifestasikan oleh batuk kering, dispnea, dan infiltrasi bilateral. Studi menunjukan adanya hipoksemia dan penurunan kapasitas difusi CO. Toksisitas pulmonari biasanya tidak muncul pada dosis di bawah 150

10 17 unit/m 2, frekuensi meningkat hingga 55% pada dosis >283 unit/m 2 dan 66% pada 360 unit/m 2 (Anderson et al., 2002). Bleomisin sulfat 150 unit dilarutkan didalam Dextrose 5% dengan wadah PVC mengalami kehilangan sebanyak 54% selama 28 hari pada temperatur ruangan diluar pengaruh sinar matahari. Jika disimpan didalam wadah kaca dengan konsentrasi 300 units akan kehilangan 10 % dalam waktu 8-10 jam pada suhu 23 o C. Bleomisin sulfat dengan konsentrasi 15 unit didalam semua wadah (wadah PVC, wadah gelas, dan wadah polyethylene) tidak ada kehilangan jika dilihat dengan spektroskopi UV dalam 24 jam dengan sinar matahari langsung (Trissel, 2009) Oncovin Oncovin atau Vinkristin merupakan alkaloid Vinca yang bekerja sebagai agen antimitotik. Aktivitas sitotoksiknya dihubungkan dengan ikatan spesifik pada mikrotubulus protein tubulin sehingga menyebabkan disolusi mikrotubulus. Hal ini akan memblok pembentukan apparatus benang mitotik yang diperlukan dalam pembelahan sel. Golongan vinca menyebabkan kematian sel pada dosis tinggi sedangkan pada dosis rendah menyebabkan penghentian pembelahan sel pada tahap metafase mitosis (Anderson et al., 2002). Dosis vinkristin adalah 0,4-1,4 mg/m2/minggu (batas dosis tunggal adalah 2,5 mg). Vinkristin mengalami proses metabolisme di CYP3A4 hati. 44% dari total vinkristin yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan protein plasma. Vinkristin memiliki volume distribusi 8,4 L/kg. Eksresi melalui urin sebesar 10%

11 18 dalam 24 jam, dan eksresi fekal mencapai 3% dalam 24 jam. Waktu paruh fase α < 5 menit dan fase β adalah 2,3 jam (Anderson et al., 2002). Toksisitas utama dari vinkristin adalah neuropati perifer yang dimanifestasikan oleh konstipasi paresthesias, nyeri rahang, penurunan refleks tendon dalam, dan terkadang bladder atony atau paralitik ileus. Semua gejala neurologis ini seecara perlahan teratasi setelah 1 bulan dan memerlukan penurunan dosis jika terjadi saat administrasi obat (Anderson et al., 2002). Oncovin dilarutkan dalam Dextrose 5% dengan konsentrasi 16,7 mg didalam wadah PVC akan stabil dalam 24 jam pada temperatur ruangan. Oncovin dilarutkan dalam NaCl 0,9% didalam wadah PVC dengan konsentrasi 10, 20, 40, 60, 80, 120 mg tidak mengalami kehilangan setelah 7 hari pada suhu 4 o C diikuti selama hari pada suhu 23 o C (Trissel, 2009) Mitomisin Mitomisin (Mitomisin C) adalah antibiotik yang mengandung kuinon, urethane, dan grup aziridine. Obat ini diaktivasi secara kimia dan metabolik menjadi spesies pengalkil. Mitomisin dalam regimen kombinasi diberikan 5-10 mg/m2 diulangi dalam 4-6 minggu. Obat ini bekerja non-spesifik pada fase siklus sel, tetapi efikasi maksimumnya pada fase G1 dan S. Mitomisin digunakan secara primer pada tumor saluran cerna (intravena) dan kanker kandung kemih (intravesikal). Efek samping dari obat ini adalah mual, muntah, diare, alopesia, dan terkadang nefrotoksisitas. Obat ini juga dapat menyebabkan sterilitas, mutagenitas, dan teratogenitas. Toksisitas pada

12 19 dosis terbatas adalah myelosuppression, trombositopenia dan anemia. Terapi jangka panjang terkadang menimbulkan sindrom hemolitik-uremik (Anderson et al., 2002). Komplikasi pada pemaparan jangka pendek yang mungkin terjadi pada pemberian mitomisin adalah pneumonia interstisial dan gagal ginjal. Pemaparan jangka panjang menyebabkan supresi pada sumsum tulang dan kerusakan ginjal pasien. Secara klinis, nefrotoksisitas yang diinduksi oleh mitomisin-c memiliki insidensi 2%-10%. Sensitivitas pasien terhadap mitomisin C sangat bervariasi. Hingga saat ini, uji laboratorium untuk memprediksi kerusakan ginjal akibat mitomisin C belum tersedia dan progresi kerusakan ginjal bersifat irreversible. Studi menunjukan bahwa toksisitas renal yang diinduksi oleh mitomisin C bergantung pada dosis kumulatifnya. Insidensi rendah pada dosis di bawah 50 mg/m 2, dan frekuensi meningkat pada dosis diatas 70 mg/m 2 (Hook and Robin, 1993). Kerusakan ginjal akibat mitomisin dapat disebabkan efek toksik langsung mitomisin pada sistem endothelium arterial ginjal dan deposisi thrombi fibrin dalam microvasculature ginjal sehingga menyebabkan vaskulitis pada ginjal (Fayyaz, 2013). Pada mencit yang diberikan mitomisin, terjadi kerusakan tubulus proksimal dan kebocoran adenosine triphospaste (ATP). Ketika obat diperfusikan langsung pada ginjal mencit, timbul kerusakan sel endothelial dan lesi mikroangiopati (Hook and Robin, 1993). Setelah pemberian intravena mitomisin sebanyak 15 m/m 2, tingkat puncak serumnya pada konsentrasi 1 mg/l. Obat ini dieliminasi melalui hati sebesar 20% dan 10-30% dalam bentuk bebasnya melalui urin. Nilai klirens mitomisin sebesar 0,3-0,4

13 20 L/jam/kg. Mitomisin memiliki waktu paruh (t ½ ) pada fase α yaitu 5-10 menit setelah diinjeksikan dan pada fase β yaitu 46 menit (Anderson et al., 2002). Mitomisin dilarutkan dalam Dextrose 5% dengan konsentrasi 20 mg dalam wadah gelas, mitomisin mengalami kehilangan sebanyak 10% dalam waktu 3 jam pada suhu 25 o C. Mitomisin dalam wadah PVC dengan konsentrasi yang sama akan mengalami kehilangan sebanyak 10% dalam waktu 7 jam pada suhu 25 o C (Trissel, 2009) Karboplatin Karboplatin merupakan turunan dari cisplatin. Generasi kedua dari platinum ini merupakan analog yang lebih stabil, tetapi memiliki aktivitas yang ekuivalen pada beberapa tipe kanker dibandingkan dengan cisplatin. Karboplatin diaktivasi secara lambat untuk pemaparan pada dua situs pengikatan DNA pada kompleks koordinat platinum II. Obat ini lebih larut air dan lebih tidak nefrotoksik dibandingkan cisplatin. Aksi obat ini tidak spesifik pada siklus sel. Pada pasien gangguan ginjal, dosis karboplatin harus dikurangi. Fraksi bebas dari karboplatin dan hasil hidrolisnya dieksresikan pada urin melalui filtrasi glomerular dan sekresi tubular. Eliminasi lewat urin mencapai 65% pada pasien dengan kondisi ginjal normal. Efek samping dari karboplatin diantaranya adalah mual muntah, myelosuppression, trombositopenia, anemia, diare, nefrotoksiksitas, perubahan elektrolit dan enzim hepatik, neuropati dan nyeri abdominal. Monitoring terhadap klirens kreatinin perlu dilakukan selama terapi menggunakan karboplatin (Anderson et al., 2002).

14 21 Mekanisme biokimia kerusakan ginjal yang disebabkan oleh karboplatin hingga saat ini belum diketahui secara jelas. Adanya platinum pada karboplatin berikatan dengan protein ginjal dan akumulasi platinum pada ginjal kemungkinan besar berperan dalam menginduksi terjadinya nefrotoksisitas akibat adanya kerusakan glomerular. Pemberian karboplatin pada mencit menunjukan bahwa karboplatin menyebabkan hilangnya antioksidan ginjal seperti glutathione, enzim antioksidan, peningkatan peroksidasi lipid, akumulasi platinum. Hilangnya glutathione pada jaringan merupakan kejadian penting yang dapat menyebabkan kerusakan pertahanan seluler dalam melawan spesies oksigen reaktif sehingga dapat menimbulkan kerusakan peroksidatif. Dapat disimpulkan bahwa karboplatin pada dosis tinggi menginduksi nefrotoksisitas melalui kerusakan ginjal oksidatif (Husain et al., 2002). Karboplatin memiliki nilai volume distribusi sebesar L. Secara perlahan karboplatin dihidrolisis secara in vivo untuk berinteraksi dengan dua sis berikatan DNA. t ½ dari karboplatin pada fase α sebesar 90±50 menit dan pada fase β sebesar 180±50 menit. Nilai klirens total dari karboplatin yaitu 4,4 L/jam (Anderson et al., 2002). Setelah karboplatin didistribusikan dalam tubuh, konsentrasi platinum total ditemukan lebih tinggi pada jaringan dibandingkan konsentrasi plasma. Konsentrasi tertinggi ditemukan pada jaringan hati, ginjal, kulit, dan tumor. Karboplatin dieksresikan sebagian besar oleh ginjal terutama melalui filtrasi glomerular (Yarbro et al., 2011). Klirens tubuh total terhadap ultrafiltrable platinum dan molekul induk karboplatin secara garis besar ekuivalen dan berkorelasi linier dengan glomerular

15 22 filtration rate (GFR). Sekitar 65-70% dari dosis platinum total dieliminasi sebagai karboplatin utuh dalam urin selama jam pertama setelah administrasi, dimana ikatan protein dan bentuk inaktifnya dieliminasi secara lambat pada 5 hari berikutnya (Albert and Robert, 1998). Efek karboplatin pada tubuh secara langsung berhubungan dengan jumlah obat yang mencapai jaringan, yang ditentukan oleh konsentrasi plasma dari karboplatin tersebut. Karena variabel fisiologis, seperti fungsi ginjal, dapat mempengaruhi konsentrasi karboplatin dalam proporsinya terhadap klirens total tubuh, AUC menjadi refleksi yang lebih akurat untuk menggambarkan pemaparan aktual karboplatin pada jaringan tubuh (terutama tumor) dibandingkan dengan pendosisan menggunakan body surface area (BSA) (Albert and Robert, 1998). Untuk perhitungan dosis karboplatin dilakukan dengan menggunakan Calvert Formula. Formula ini didasarkan pada GFR, karena berdasarkan hasil penelitian ditemukan korelasi yang tinggi antara GFR dengan klirens renal dari karboplatin, yang merupakan jalur utama dari eliminasi obat ini. Kontribusi nonrenal terhadap klirens karboplatin relatif konstan pada 25 ml/menit, dan AUC (Area Under Curve) dari karboplatin bervariasi tergantung dari klirens renal yang terefleksi dari nilai GFR yang terukur. Berikut adalah rumus perhitungan dosis dari karboplatin : Total dose (mg) = target AUC (mg/ml x min) x (GFR [ml//min] + 25) (Albert and Robert, 1998).

16 23 Nilai 25 ml/menit adalah konstan yang digunakan untuk menggambarkan klirens non renal dari karboplatin yang berikatan secara irreversible pada jaringan. Dengan menargetkan AUC karboplatin, dibandingkan dengan menggunakan BSA, pendosisan dari karboplatin dapat diindividualisasi sesuai target AUC yang diinginkan, dimana harus berada dalam rentang terapeutik obat. Untuk pasien yang belum pernah menerima agen tunggal karboplatin, target AUC yang digunakan adalah 5-7. Sedangkan untuk pasien yang sebelumnya pernah menerima agen karboplatin atau sedang memperoleh agen myelosuppresive, target AUC yang digunakan adalah 3-5. Untuk nilai AUC >-7, kemungkinan tidak terjadi peningkatan efikasi karboplatin, namun terjadi peningkatan trombositopenia dan toksisitas hematologi lainnya (Albert and Robert, 1998). Karboplatin dengan konsentrasi 1 gram/l dilarutkan dalam NaCl 0,9% di dalam wadah gelas secara fisik kompatibel dengan kehilangan 5% dalam 24 jam pada suhu 25 o C. Dengan konsentrasi 7 gram/l didalam NaCl 0,9% mengalami kehilangan sebanyak 8% dalam 2 jam penyimpanan pada suhu 27 o C (Trissel, 2009). 2.4 Penanda Tumor Antigen Squamous Cell Carcinoma (SCC) Antigen Squamous Cell Carcinoma (SCC) adalah glikoprotein yang berukuran 48 kda. Antigen SCC diisolasi dari kanker skuamosa pada serviks uterus. Lebih dari 90% kanker kepala dan leher serta 80% dari kanker serviks adalah karsinoma sel skuamosa. Antigen SCC adalah penanda tumor pertama yang digunakan secara komersil. Level antigen SCC serum meningkat secara signifikan pada pasien dengan

17 24 kanker serviks, kepala, leher dan paru. Level antigen SCC ini meningkat seiring dengan peningkatan stadium penyakit. Spesifisitas antigen SCC terbukti baik untuk kanker skuamosa, dan tidak terjadi peningkatan konsentrasi SCC secara abnormal pada pasien adenokarsinoma (Wild, 2013). Penanda tumor membantu pengelolaan diagnosa pada kanker serviks. Untuk sel skuamosa serviks, SCC adalah penanda yang sering dipilih. Antigen SCC merupakan penanda paling spesifik untuk kanker serviks sel skuamosa, dimana terajdi peningkatan nilai antigen SCC pada 64,2% pasien kanker serviks (Chen et al., 2008). Konsentrasi serum SCC telah ditemukan berkolerasi dengan stadium tumor, ukuran tumor, sisa-sisa tumor setelah pengobatan, kekambuhan penyakit, dan kelangsungan hidup pada pasien dengan kanker serviks sel skuamosa (Sturgeon and Diamandis, 2010). The National Academy of Clinical Biochemistry (NACB) merekomendasikan bahwa antigen SCC dapat digunakan untuk memprediksi prognosis dan respon pengobatan pada kasus kanker serviks sel skuamosa (Gaarenstroom and Bonfrer, 2005). Kadar Squamous Cell Carcinoma antigen meningkat pada pasien kanker serviks, tumor epithelial jinak, dan tumor kulit jinak (Aziz dkk., 2006). SCC merupakan kerabat dari serin protease inhibitor. Kloning molekular dari genom SCC mengungkapkan adanya dua gen yaitu SCC1 dan SCC2. SCC1 merupakan kode untuk isoform netral, dan SCC2 merupakan kode untuk isoform asam. Isoform netral terdeteksi di sel epitel normal dan jaringan ganas, sedangkan isoform asam hanya ditemukan dalam sel- sel tumor, isoform asam juga ditemukan

18 25 pada serum pasien kanker. Pada wanita sehat SCC ditemukan pada konsentrasi 1,9 ng/l atau antara 2,0 2,5 ng/l (Sturgeon and Diamandis, 2010) Metode Pemeriksaan Antigen Squamous Cell Carcinoma (SCC) Salah satu metode yang digunakan untuk pemeriksaan antigen SCC adalah CMIA (Chemiluminescent Microparticle Immunoassay). ARCHITECT SCC assay merupakan suatu alat yang berprinsip CMIA untuk penentuan kuantitatif antigen SCC pada serum dan plasma yang digunakan dalam membantu manajemen diagnosa pasien dengan karsinoma sel skuamosa (Abbott Laboratories, 2009). Pada tahap pertama penentuan kadar antigen SCC dengan ARCHITECT SCC assay, sampel dicampurkan dengan mikropartikel yang dilapisi antibodi SCC dimana dalam hal ini mikropartikel tersebut berfungsi sebagai fase immobile. Antigen SCC yang terkandung dalam sampel akan berikatan dengan antibodi SCC. Kemudian dilakukan washing dengan larutan phosphate buffered saline dan diinkubasi. Pada tahap kedua, konjugat antibodi berlabel akridinium yang merupakan antibodi sekunder ditambahkan ke campuran sampel dan antibodi primer. Selanjutnya dilakukan siklus washing yang kedua. Kemudian dilakukan penambahan larutan pretrigger yaitu hidrogen peroksida 1,32% (b/v) yang bertujuan untuk mencegah pelepasan energi atau emisi cahaya lebih awal dan mencegah menggumpalnya mikropartikel serta penambahan larutan trigger yaitu larutan natrium hidroksida 0,35 N yang bertujuan untuk membentuk reaksi oksidatif yang akan menghasilkan N- methyl-acridone dan pelepasan energi atau emisi cahaya (chemiluminescent). Hasil reaksi chemiluminescent yang terbentuk diukur sebagai relative light units (RLUs)

19 26 yang akan diidentifikasi dengan sistem optik pada alat ARCHITECT SCC untuk memperoleh kadar antigen SCC (Abbott Laboratories, 2009). 2.5 Parameter Efek Samping pada Ginjal Penilaian terhadap fungsi ginjal didasari oleh prinsip bahwa ginjal membersihkan suatu substansi dari plasma darah. Ketika substansi tersebut dieksresikan pada urin, sejumlah tertentu dari volume plasma bebas atau dibersihkan dari substansi tersebut. Klirens ginjal terhadap suatu substansi dapat didefinisikan sebagai volume plasma dimana substansi berada yang secara komplit dibersihkan per unit waktu (Rhoades and David, 2009). Untuk penilaian fungsi ginjal secara keseluruhan dapat dilihat dari nilai GFR. GFR menunjukan laju plasma yang difilitrasi oleh glomerulus ginjal. Nilai GFR berkaitan dengan usia, jenis kelamin, ukuran tubuh. Pada pria dewasa, nilai normal GFR adalah sekitar 130 ml/menit/1,73 m 2. Pada wanita dewasa, nilai GFR normal adalah sekitar 120 ml/menit/1,73m 2. Pengukuran kuantitatif GFR memerlukan penetapan klirens ginjal terhadap marker eksogen yang secara bebas difiltrasi oleh ginjal tanpa mengalami metabolisme, sekresi tubular, reabsorpsi, serta secara cepat hanya dieksresikan dalam urine hanya melalui filtrasi glomerular. Substansi ideal eksogen yang digunakan untuk mengukur GFR adalah inulin. Namun, semua syarat tersebut tidak dapat dipenuhi pada praktik klinis rutin. Komponen berlabel dapat digunakan sebagai marker filtrasi alternatif, termasuk iothalamat, EDTA, iohexol,

20 27 dan diethylene triamine penta-aetic acid (DTPA). Pengukuran klirens dengan marker eksogen memerlukan prosedur yang kompleks, mahal, dan sulit dilakukan secara rutin dalam praktik klinis. Oleh karena itu, digunakan marker endogen yang memerlukan prosedur pemeriksaan yang lebih sederhana (Rhoades and David, 2009). Marker endogen yang ideal dikarakterisasi dengan laju produksi yang stabil, level sirkulasi stabil, ikatan protein rendah, difiltrasi secara bebas pada glomerulus, serta sekresi atau reabsorpsinya rendah. Marker endogen yang mendekati persyaratan tersebut adalah kreatinin. Selain kreatinin, marker endogen lain yang dapat menggambarkan fungsi ginjal adalah blood urea nitrogen (BUN) (Rhoades and David, 2009) Serum Kreatinin Kreatinin merupakan hasil akhir dari metabolisme otot, merupakan turunan dari kreatin phospat otot. Kreatinin diproduksi secara kontinyu dalam tubuh dan dieksresikan dalam urin. Konsentrasi kreatinin dalam darah secara normal adalah stabil. Penilaian GFR dengan menggunakan serum kreatinin lebih sering dilakukan dibandingkan kreatinin urin. Hal ini dikarenakan pengukuran kreatinin urin memerlukan urin tampung 24 jam, sehingga memerlukan prosedur pemeriksaan yang lebih lama (Rhoades and David, 2009). Serum kreatinin dan GFR memiliki hubungan resiprokal seperti terlihat pada grafik dibawah ini:

21 28 Gambar 2.3 Grafik Hubungan Antara Serum Kreatinin dan GFR (Rhoades and David, 2009) Dari gambar diatas terlihat bahwa tingginya tingkat kreatinin serum menunjukkan menurunnya laju filtrasi glomerulus dan sebagai akibat penurunan kemampuan ginjal mengekskresikan produk limbah tubuh (Rhoades and David, 2009). Nilai normal kreatinin adalah 0,6-1,3 mg/dl. Pada kondisi fungsi ginjal normal, kreatinin dalam darah ada dalam jumlah konstan. Nilainya akan meningkat pada penurunan fungsi ginjal. Serum kreatinin berasal dari masa otot, tidak dipengaruhi oleh diet, atau aktivitas dan diekskresi seluruhnya melalui glomerulus (Kemenkes RI, 2011).

22 29 Tabel Kategori Gangguan Ginjal Berdasarkan Serum Kreatinin Menurut Common Terminology Criteria for Adverse Events (CTCAE) Version 4.0 (U.S. Departemen of Health and Human Services, 2009) Kategori Gangguan Ginjal Grade 1 Grade 2 Deskripsi 1,5-2 kali kadar kreatinin awal Peningkatan kreatinin 2-3 kali kadar awal Grade 3 Peningkatan kreatinin >3 kali dari kadar awal atau >4,0 mg/dl Grade 4 Grade 5 Terjadi dialysis Kematian Menurut prosedur Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, metode yang digunakan pada pemeriksaan serum kreatinin adalah kolorimetri enzimatik. Metode enzimatik didasarkan pada penetapan hidrogen peroksida setelah konversi kreatinin dengan bantuan kreatininase, kreatinase, dan sarkosin oksidase. Hidrogen peroksida yang dibebaskan bereaksi dengan 4- aminophenazone dan HTIB untuk membentuk quinone imine chromogen. Intensitas warna quinone imine chromogen yang terbentuk proporsional terhadap konsentrasi kreatinin. Konsentrasi kreatinin diukur absorbansinya pada 552 nm Blood Urea Nitrogen (BUN) Urea adalah produk akhir dari metabolisme protein. Urea dieksresikan secara primer oleh ginjal melalui filtrasi glomerular. Kadar urea dalam darah diukur sebagai Blood Urea Nitrogen (BUN). Nilai BUN akan meningkat pada penurunan fungsi ginjal, penurunan volume cairan, dan peningkatan katabolisme serta intake protein. Ketika terjadi perubahan pada fungsi ginjal, nilai BUN berubah lebih cepat

23 30 dibandingkan nilai kreatinin. Namun, nilai BUN lebih tidak spesifik dibandingkan kreatinin dalam menilai fungsi ginjal karena adanya reabsorpsi ureum pada ginjal. Pengukuran nilai BUN dan kreatinin dilakukan bersamaan dalam praktik klinis. Rasio antara BUN dan kreatinin normal adalah 10-20:1, rasio lebih besar menunukan perubahan akut pada GFR. Rasio kurang dari 10 menunjukan kerusakan nefron (Copstead and Jacqueline, 2014). Nilai normal BUN adalah 2,1 7,9 mmol/l atau 6 20 mg/dl. Salah satu fungsi ginjal adalah untuk menghilangkan BUN karena berpotensi beracun di tubuh. Kadar BUN akan meningkat pada penurunan fungsi ginjal. Oleh karena itu, mengukur BUN dapat memberikan indikasi mengenai fungsi ginjal. Katabolisme protein yang cepat dan gangguan fungsi ginjal akan menghasilkan tingkat BUN yang tinggi (Duong and Yew-Loh, 2006). Kadar BUN tidak hanya ditentukan oleh fungsi ginjal. Nilainya juga dapat dipengaruhi oleh keadaan yang tidak terkait fungsi ginjal, seperti peningkatan atau penurunan asupan protein, atau keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan pemecahan protein seperti cedera otot atau nekrosis jaringan. BUN merupakan indikator non-spesifik pada penyakit ginjal. Meskipun demikian mengukur BUN dapat memberikan indikasi mengenai fungsi ginjal. Katabolisme protein yang cepat dan gangguan fungsi ginjal akan menghasilkan tingkat BUN yang tinggi (Duong and Yew-Loh, 2006). Menurut prosedur Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, metode yang digunakan dalam pemeriksaan BUN adalah urease GLDH

24 31 (glutamate dehydrogenase). Pada reaksi pertama dalam prinsip pemeriksaan dengan metode ini, urea dihidrolisis oleh urease untuk membentuk ammonium dan karbonat. Pada reaksi kedua, 2-oxoglutarate yang bereaksi dengan ammonium akan menghasilkan L-Glutamat dengan adanya glutamate dehydrogenase (GLDH) dan koenzim NADH. Dalam reaksi ini 2 mol NADH yang teroksidasi menjadi NAD untuk masing-masing urea dihidrolisis. Laju penurunan konsentrasi NADH secara proporsional terhadap konsentrasi urea dalam spesimen. Absorbansi diukur pada 340 nm.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Katzung, 2010). Serviks memiliki panjang 3 cm dengan diameter 2,5 cm. Bagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Katzung, 2010). Serviks memiliki panjang 3 cm dengan diameter 2,5 cm. Bagian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Serviks 2.1.1 Pengertian Kanker Serviks Kanker serviks adalah penyakit yang ditandai dengan pergeseran mekanisme kontrol yang mengatur kelangsungan hidup, proliferasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut serviks uterus (WHO, 2006). Kanker Serviks dapat menginvasi ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut serviks uterus (WHO, 2006). Kanker Serviks dapat menginvasi ke 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker Serviks Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada bagian leher rahim tepatnya dibagian bawah uterus yang menonjol kedalam vagina, bagian ini sering disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. serviks muncul ketika sel serviks mulai membelah secara tidak terkontrol. Sel yang membelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. serviks muncul ketika sel serviks mulai membelah secara tidak terkontrol. Sel yang membelah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Serviks Serviks terletak pada bagian bawah rahim yang menonjol kedalam vagina wanita. Kanker serviks muncul ketika sel serviks mulai membelah secara tidak terkontrol.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Informasi Rumah Sakit Indonesia tahun 2010 menunjukan, kasus rawat

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Informasi Rumah Sakit Indonesia tahun 2010 menunjukan, kasus rawat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker serviks merupakan kanker yang paling sering ditemukan terutama di negara berkembang dan menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Data Sistem Informasi

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kanker adalah istilah yang digunakan untuk pertumbuhan sel dan jaringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kanker adalah istilah yang digunakan untuk pertumbuhan sel dan jaringan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Serviks 2.1.1 Definisi Kanker Serviks Kanker adalah istilah yang digunakan untuk pertumbuhan sel dan jaringan ganas, otonom dan tidak terkontrol. Pertumbuhan tersebut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium merupakan keganasan ginekologi yang menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium merupakan keganasan ginekologi yang menempati urutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan ginekologi yang menempati urutan keempat dari semua jenis kanker ginekologi yang paling sering terjadi diseluruh dunia dan merupakan

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena ii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir I yang berjudul Perbedaan Massa Tumor, Kadar Hemoglobin,

Lebih terperinci

PERBEDAAN NILAI ANTIGEN SQUAMOUS CELL CARCINOMA

PERBEDAAN NILAI ANTIGEN SQUAMOUS CELL CARCINOMA PERBEDAAN NILAI ANTIGEN SQUAMOUS CELL CARCINOMA, SERUM KREATININ, DAN BLOOD UREA NITROGEN PADA PASIEN KANKER SERVIKS SEL SKUAMOSA STADIUM IIB-IIIB SEBELUM DAN SESUDAH KEMOTERAPI BLEOMISIN, ONCOVIN, MITOMISIN,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker Serviks 2.1.1. Definisi Kanker Serviks Kanker serviks adalah tumor ganas yang paling sering ditemukan pada organ reproduksi wanita. Kanker serviks adalah kanker yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patogenesis 2.1.1. Diagnosis Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau

Lebih terperinci

KOMANG YUNI TRISDAYANTI

KOMANG YUNI TRISDAYANTI PERBEDAAN NILAI NATRIUM, KALIUM, MAGNESIUM DAN ALBUMIN PADA PASIEN KANKER SERVIKS SEL SKUAMOSA STADIUM IIB-IIIB SEBELUM DAN SESUDAH KEMOTERAPI BLEOMISIN, ONCOVIN, MITOMISIN DAN KARBOPLATIN SEBANYAK TIGA

Lebih terperinci

SITOSTATIKA. Adalah: zat-zat yang dapat menghentikan pertumbuhan pesat dari sel-sel ganas.

SITOSTATIKA. Adalah: zat-zat yang dapat menghentikan pertumbuhan pesat dari sel-sel ganas. SITOSTATIKA = ONKOLITICA (Yun. kytos= sel, stasis= terhenti ongkos= benjolan, lysis= melarutkan) Adalah: zat-zat yang dapat menghentikan pertumbuhan pesat dari sel-sel ganas. Prinsipnya: penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum kanker serviks diartikan sebagai suatu kondisi patologis, dimana terjadi pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol pada leher rahim yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekarang ini hampir semua orang lebih memperhatikan penampilan atau bentuk tubuh, baik untuk menjaga kesehatan ataupun hanya untuk menjaga penampilan agar lebih menarik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara. keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara. keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada wanita setelah kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Karsinoma serviks merupakan kanker kedua tersering di dunia dan pertama di Indonesia. 1,5 Gambaran histologik tersering dari karsinoma serviks adalah karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan suatu organ yang sangat penting untuk mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM????

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM???? KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM???? Abstrak Jangan salah tafsir!!! Bukan berarti orang yang kutilan itu punya kanker rahim, terutama pada wanita. Karena memang bukan itu yang dimaksud. Disini dimaksudkan bahwa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan fitokimia merupakan suatu metode kimia untuk mengetahui kandungan kimia suatu simplisia, ekstrak ataupun fraksi senyawa metabolit suatu tanaman herbal. Hasil penapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan penyakit keganasan yang menimbulkan masalah dalam kesehatan kaum wanita terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Frekuensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karsinoma serviks merupakan kanker kedua tersering di dunia dan pertama di Indonesia.,1,3 Gambaran histologik tersering dari karsinoma serviks adalah tipe sel skuamosa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus tipe 2 diperkirakan pada tahun 2025 akan mengalami peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3% peningkatan prevalensi pertahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di Indonesia. Penyakit ini merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai

Lebih terperinci

Kanker Leher Rahim (serviks)

Kanker Leher Rahim (serviks) Kanker Leher Rahim (serviks) DEFINISI Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/ serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Pada kelompok pertama adalah kelompok pasien yang melakukan Hemodialisa 2 kali/minggu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dalam mengatur kadar cairan dalam tubuh, keseimbangan elektrolit, dan pembuangan sisa metabolit dan obat dari dalam tubuh. Kerusakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007).

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kanker Serviks a. Definisi kanker serviks Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tidak terkendali, dapat merusak jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan yang banyak terjadi di dunia. Satu diantara 4 kematian di Amerika disebabkan karena kanker. Kanker kolorektal merupakan salah satu

Lebih terperinci

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini? Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

Seri penyuluhan kesehatan. Kanker Leher Rahim. Dipersembahkan dengan gratis. Oleh: Klinik Umiyah. Jl. Lingkar Utara Purworejo,

Seri penyuluhan kesehatan. Kanker Leher Rahim. Dipersembahkan dengan gratis. Oleh: Klinik Umiyah.  Jl. Lingkar Utara Purworejo, Seri penyuluhan kesehatan Kanker Leher Rahim Dipersembahkan dengan gratis Oleh: Klinik Umiyah www.klinik-umiyah.com Jl. Lingkar Utara Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia Pengertian dan gejala kanker leher

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN SARKOMA UTERI YANG BERULANG

PENATALAKSANAAN SARKOMA UTERI YANG BERULANG PENATALAKSANAAN SARKOMA UTERI YANG BERULANG PENDAHULUAN Sarkoma uteri adalah tumor mesodermal yang jarang dijumpai, yang pada umumnya dikatakan kurang dari 5% dari seluruh kanker pada uterus, namun penelitian

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Insidensi diperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Insidensi diperkirakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma epidermoid (squamous cell carcinoma) adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering kedelapan di seluruh dunia. Insiden penyakit ini memiliki variasi pada wilayah dan ras yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat kemoterapi vinkristin Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari tanaman Vinca Rosea yang memiliki anti kanker yang diberikan secara intravena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari sel- sel serviks uterus. 7 Serviks terletak pada sepertiga bawah uterus dan terproyeksi melalui bagian atas dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Limfoma Limfoma merupakan kanker pada sistem limfatik. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit heterogen dan bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: Limfoma Hodgkin dan limfoma Non-Hodgkin. Limfoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kranial klavikula, kecuali kanker otak dan sumsum tulang belakang. KKL

BAB 1 PENDAHULUAN. kranial klavikula, kecuali kanker otak dan sumsum tulang belakang. KKL BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Kanker kepala dan leher (KKL) adalah semua kanker yang tumbuh di kranial klavikula, kecuali kanker otak dan sumsum tulang belakang. KKL mempunyai kesamaan dalam hal

Lebih terperinci

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK BAB 1 PENDAHULUAN Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang berpotensi fatal dan dapat menyebabkan pasien mengalami penurunan kualitas hidup baik kecacatan maupun kematian. Pada penyakit ginjal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Di perkirakan setiap tahun 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam mengaja kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia atau lebih dikenal kanker darah atau sumsum tulang merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal tidak terkontrol (sel neoplasma) yang berasal dari mutasi sel normal.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan dengan tingginya insiden goiter. Goiter merupakan faktor predisposisi karsinoma tiroid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab kematian sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau porsio). Perjalanan penyakit karsinoma sel kuamosa serviks merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau porsio). Perjalanan penyakit karsinoma sel kuamosa serviks merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kanker serviks adalah kanker primer dari serviks (kanalis servikalis atau porsio). Perjalanan penyakit karsinoma sel kuamosa serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan pengamatan

BAB 4 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan pengamatan 55 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan pengamatan prospektif yang merupakan studi evaluatif penatalaksanaan karsinoma serviks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur merupakan sumber terbesar dari produk baru dalam bidang farmasi. Lebih dari itu, jamur memiliki peranan penting dalam pengobatan modern, itu menunjukkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks adalah penyakit keganasan serviks akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya. Kanker serviks

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin.keratin sebagai besar dijumpai di otot rangka, tempat zat terlibat dalam penyimpanan energy sebagai keratin fosfat.dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi uraian tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian. Uraian pada bagian ini dimulai dari konteks atau ruang lingkup penelitian tentang konsep kanker serviks,

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum sangat luas dan kompleks. Penyakit ini dimulai dari neoplasma ganas yang paling jinak sampai neoplasma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya.

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan faktor penting dalam menunjang segala aktifitas hidup seseorang. Namun banyak orang yang menganggap remeh sehingga mengabaikan kesehatan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konferensi International tentang Kependudukan dan Pembangunan/ICPD (International Confererence on Population and Development) di Kairo tahun 1994 menyepakati perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang korelasi antara kadar asam urat dan kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk minuman sachet, tidak hanya dari kalangan anak-anak tetapi banyak juga remaja bahkan orang tua yang gemar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia (Anonim, 2008b). Di dunia, 12%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker atau keganasan merupakan pertumbuhan sel-sel yang abnormal

BAB I PENDAHULUAN. Kanker atau keganasan merupakan pertumbuhan sel-sel yang abnormal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker atau keganasan merupakan pertumbuhan sel-sel yang abnormal yang tumbuh secara terus-menerus dan tidak terkendali. Kasus kanker pada anak menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Gangguan Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari sama dengan tiga bulan, berdasarkan kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PENGOBATAN PENDERITA KANKER SERVIKS PADA PASIEN RAWAT INAP DI INSTALASI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE PERIODE

KAJIAN POLA PENGOBATAN PENDERITA KANKER SERVIKS PADA PASIEN RAWAT INAP DI INSTALASI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE PERIODE KAJIAN POLA PENGOBATAN PENDERITA KANKER SERVIKS PADA PASIEN RAWAT INAP DI INSTALASI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE PERIODE 2014-2015 Yuniar Firsty Oktavia Lantika, Rolan Rusli, Welinda Dyah Ayu Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Paru, prostat, kolorektal, lambung, dan hati merupakan 5 organ

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Paru, prostat, kolorektal, lambung, dan hati merupakan 5 organ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau sering disebut juga sebagai tumor ganas (maligna) atau neoplasma adalah istilah umum yang mewakili sekumpulan besar penyakit yang bisa mengenai bagian manapun

Lebih terperinci