Reduced Model Behavior of Railway Structure Reinforced by Geosynthetic and Wooden-piles under Ballast with PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Reduced Model Behavior of Railway Structure Reinforced by Geosynthetic and Wooden-piles under Ballast with PLAXIS 3D FOUNDATION v 1."

Transkripsi

1 PERILAKU MODEL TEREDUKSI STRUKTUR REL KERETA API DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK DAN CERUCUK KAYU DI BAWAH BALLAST DENGAN ANALISIS PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 Reduced Model Behavior of Railway Structure Reinforced by Geosynthetic and Wooden-piles under Ballast with PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 Analysis TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh: ANJAR WIDO WICAKSONO NIM. I JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 i

2 ii

3 iii

4 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Dan jika dalam perjalanan ditemui karya lain yang mirip, maka hal itu menjadi sumber referensi tambahan bagi penulis. Surakarta, Oktober 2012 Penulis iv

5 MOTTO Born To Ride (Anonim) PERSEMBAHAN Kupersembahkan Karyaku ini kepada : Ibu, Bapak, Kakak, dan segenap keluarga besar Keluarga Kontrakan GAPUK Civitas Akademika Teknik Sipil v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan laporan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selama penyusunan skripsi ini penyusun banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan pengarahan serta kemudahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Bambang Setiawan, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing Skripsi I. 3. Bapak Ir. Ary Setyawan, M.Sc., PhD. selaku Dosen Pembimbing Skripsi II. 4. Ir. Antonius Mediyanto, M.T. selaku dosen Pembimbing Akademis. 5. Segenap Dosen dan Crew Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Rekan-rekan asisten Laboratorium Mekanika Tanah. 7. Rekan-rekan Kontrakan Gapuk. 8. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil Angkatan Penyusun menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penyusun mengharap saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan skripsi yang akan datang. Akhir kata semoga laporan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun pada khususnya dan semua pihak pada umumnya. Surakarta, September 2012 Penyusun viii

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iv MOTTO... v PERSEMBAHAN... v ABSTRAK... vi KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xxii DAFTAR LAMPIRAN... xxx DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL... xxxi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Masalah Manfaat Penelitian BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Dasar Teori Struktur Rel Kereta Api Beban Gandar Lebar Sepur Penampang Melintang Bantalan Ballast Tanah Dasar ix

8 2.2.2 Tanah Lunak Geosintetik Pondasi Tiang Cerucuk Metode Elemen Hingga Model Material Mohr-Coulomb (MC) Program PLAXIS 3D FOUNDATION V Data Masukan (Input Data) Keluaran (Output) BAB III METODE PENELITIAN Uraian Umum Uji pendahuluan Alat dan Bahan Alat Bahan Tahapan Penelitian Tahap Persiapan Tahap Pelaksanaan Uji Model Laboratorium Pemodelan dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v Pengaturan Umum (General Setting) Kontur Geometri (Geometry Contour) Set Data Material (Material Data Sets) Pembuatan Jaring-Jaring Elemen (Mesh Generations) Perhitungan (Calculations) Keluaran (Output) Analisis dan Pengolahan Data Alur Penelitian BAB IVANALISIS DAN PEMBAHASAN Indeks Properties Tanah Analisis Penurunan Struktur Rel Kereta Api dari Hasil Pembebanan Model Tereduksi (Uji commit Laboratorium) user Beban di Posisi A x

9 Beban 16 kg Beban 32 kg Beban 48 kg Beban 64 kg Beban 80 kg Beban di Posisi B Beban 16 kg Beban 32 kg Beban 48 kg Beban 64 kg Beban 80 kg Beban di Posisi C Beban 16 kg Beban 32 kg Beban 48 kg Beban 64 kg Beban 80 kg Beban di Posisi D Beban 16 kg Beban 32 kg Beban 48 kg Beban 64 kg Beban 80 kg Analisis Penurunan Maksimum Struktur Rel Kereta Api dari Hasil Uji Model Laboratorium Beban di Posisi A Beban di Posisi B Beban di Posisi C Beban di Posisi D Analisis Penurunan Struktur Rel Kereta Api dari Hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v Parameter Uji Beban di Posisi A xi

10 4.4.3 Beban di Posisi B Beban di Posisi C Beban di Posisi D Validasi dengan Program PLAXIS 3D FOUNDATION v Penurunan Struktur Rel Kereta Api di atas Tanah Pasir Penurunan Struktur Rel Kereta Api di atas Tanah Lunak tanpa Perkuatan Penurunan Struktur Rel Kereta Api di atas Tanah Lunak dengan Perkuatan Geosintetik dan Cerucuk BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

11 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kelas jalan rel Indonesia (PJKA, 1986)... 8 Tabel 2.2 Penampang melintang jalan rel (PJKA, 1986) Tabel 2.3 Gradasi lapisan ballast atas (Utomo, 2010) Tabel 2.4 Gradasi lapisan ballast bawah (Utomo, 2010) Tabel 2.5 Penggolongan tanah berdasarkan N-SPT (Peck Hanson dan Thornburn, 1974) Tabel 3.1 Perbandingan gradasi ballast dalam skala asli dan skala tereduksi Tabel 3.2 Perbandingan dimensi struktur rel kereta api dalam skala asli dengan skala terduksi pada suatu model uji Tabel 4.1 Rekapitulasi pengujian parameter tanah Tabel 4.2 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg pada posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.3 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg pada posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.4 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.5 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.6 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 16 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.7 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 16 kg di posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.8 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.9 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.10 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.11 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di posisi A (Siklus Pulang) commit... to user 68 xiii

12 Tabel 4.12 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 32 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.13 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 32 kg di posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.14 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.15 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.16 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.17 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.18 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 48 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.19 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 48 kg di posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.20 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.21 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.22 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.23 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.24 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 64 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.25 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 64 kg di posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.26 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.27 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi A (Siklus Pulang) xiv

13 Tabel 4.28 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.29 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.30 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 80 kg di posisi A (Siklus Pergi) Tabel 4.31 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 80 kg di posisi A (Siklus Pulang) Tabel 4.32 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.33 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.34 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.35 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.36 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 16 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.37 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 16 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.38 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.39 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.40 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.41 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.42 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 32 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.43 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 32 kg di commit posisi B to (Siklus user Pulang) xv

14 Tabel 4.44 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.45 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.46 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.47 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.48 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 48 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.49 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 48 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.50 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.51 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.52 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.53 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.54 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 64 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.55 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 64 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.56 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.57 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.58 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.59 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di posisi B (Siklus Pulang) commit... to user 100 xvi

15 Tabel 4.60 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 80 kg di posisi B (Siklus Pergi) Tabel 4.61 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 80 kg di posisi B (Siklus Pulang) Tabel 4.62 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.63 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.64 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.65 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.66 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 16 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.67 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 16 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.68 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.69 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.70 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.71 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.72 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 32 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.73 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 32 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.74 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.75 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi C (Siklus Pulang) xvii

16 Tabel 4.76 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.77 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.78 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 48 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.79 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 48 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.80 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.81 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.82 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.83 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.84 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 64 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.85 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 64 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.86 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.87 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.88 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.89 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di posisi C (Siklus Pulang) Tabel 4.90 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 80 kg di posisi C (Siklus Pergi) Tabel 4.91 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 80 kg di commit posisi C to (Siklus user Pulang) xviii

17 Tabel 4.92 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel 4.93 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel 4.94 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel 4.95 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel 4.96 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 16 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel 4.97 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 16 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel 4.98 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel 4.99 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 32 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 32 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di posisi D (Siklus Pulang) commit... to user 132 xix

18 Tabel Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 48 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 48 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 64 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 64 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 80 kg di posisi D (Siklus Pergi) Tabel Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 80 kg di posisi D (Siklus Pulang) Tabel Hubungan beban dan besar penurunan maksimum pada posisi A Tabel Hubungan beban dan besar penurunan maksimum pada posisi B Tabel Hubungan beban dan besar penurunan maksimum pada posisi C Tabel Hubungan beban dan commit besar penurunan to user maksimum pada posisi D Tabel Sifat-sifat material untuk bantalan kayu dan rel xx

19 Tabel Sifat-sifat material untuk goesintetik Tabel Sifat-sifat material untuk tanah lunak, pasir, ballast, dan cerucuk Tabel Hubungan beban dan besar penurunan maksimum hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada posisi A Tabel Hubungan beban dan besar penurunan maksimum hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada posisi B Tabel Hubungan beban dan besar penurunan maksimum hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada posisi C Tabel Hubungan beban dan besar penurunan maksimum hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada posisi D Tabel Perbandingan penurunan maksimum pada tanah pasir dari uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v Tabel Perbandingan penurunan maksimum pada tanah lunak tanpa perkuatan dari uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v Tabel Perbandingan penurunan maksimum pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk dari uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v xxi

20 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tekanan pada lapisan tanah dasar (Chopra, 2009)... 6 Gambar 2.2 Penampang melintang jalan rel (PJKA, 1986) Gambar 2.3 Hubungan antara tekanan pada tanah dasar dengan CBR tanah dasar dan mud pumping (Utomo, 2010) Gambar 2.4 Kurva berat isi kering dan kadar air untuk beberapa kondisi tanah (Utomo, 2010) Gambar 2.5 Hubungan antara γ d dengan LL, PL, dan IP (Utomo, 2010) Gambar 2.6 Hubungan antara kadar air dengan LL, PL, dan IP (Utomo, 2010) Gambar 2.7 Hubungan antara kadar air dengan nilai CBR soaked, CBR unsoaked, nilai swelling, dan γ d (Utomo, 2010) Gambar 2.8 Efek pumping dan fungsi separasi (PT. Geoforce Indonesia) Gambar 2.9 Diskretisasi elemen (Pramugani & Setiawan, 2007) Gambar 2.10 Model Material Mohr Coulomb (Brinkgreve et al., 2006) Gambar 2.11 Kurva Tegangan Regangan Mohr-Coulomb (Brinkgreve et al., 2006) Gambar 2.12 Tiga dimensi permukaan Model Mohr-Coulomb (Brinkgreve et al., 2006) Gambar 3.1 Satu unit box uji baja Gambar 3.2 Sketsa potongan melintang set up pembebanan pada media tanah pasir Gambar 3.3 Sketsa potongan melintang set up pembebanan pada media tanah lunak tanpa perkuatan Gambar 3.4 Sketsa potongan melintang set up pembebanan pada media tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk Gambar 3.5 Detail set up pembebanan pada pada media tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk Gambar 3.6 Dial gauge Gambar 3.7 Nivo Gambar 3.8 Slotted weights Gambar 3.9 Model geosintetik commit... to user 38 Gambar 3.10 Model benda uji small size tiang cerucuk xxii

21 Gambar 3.11 Penjemuran tanah di bawah sinar matahari Gambar 3.12 Penghancuran tanah dengan soil crusher Gambar 3.13 Penyaringan tanah dengan ayakan No Gambar 3.14 Pencampuran tanah dengan air Gambar 3.15 Pemadatan tanah dengan alat pemadat Gambar 3.16 Pengujian kepadatan tanah dengan alat CBR Gambar 3.17 Penghamparan ballast di atas media tanah Gambar 3.18 Pengujian kepadatan ballast dengan alat uji CBR Gambar 3.19 Potongan melintang strukur rel kereta api skala tereduksi (dalam cm) Gambar 3.20a Perletakan dial dan posisi pembebanan pada model rel Gambar 3.20b Rangkaian tereduksi struktur rel kereta api Gambar 3.21 Pemasangan boogie di atas struktur rel kereta api Gambar 3.22 Pemasangan beban di atas model struktur rel kereta api Gambar 3.23a Pembebanan dan pembacaan dial saat beban di posisi A Gambar 3.23b Pembebanan dan pembacaan dial saat beban di posisi B Gambar 3.23c Pembebanan dan pembacaan dial saat beban di posisi C Gambar 3.23d Pembebanan dan pembacaan dial saat beban di posisi D Gambar 3.24 General settings (Project) Gambar 3.25 General settings (Dimensions) Gambar 3.26 Kontur geometri Gambar 3.27a Set data material tanah umum Gambar 3.27b Set data material tanah parameter Gambar 3.28 Set data material Beams Gambar 3.29 Set data material Floors Gambar 3.30 Pembuatan jaring-jaring elemen 2D Gambar 3.31 Pembuatan jaring-jaring elemen 3D Gambar 3.32 Dialog box fase perhitungan Gambar 3.33 Proses perhitungan Gambar 3.34 Deformed mesh Gambar 3.35 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum dari hasil uji pembebanan commit laboratorium user Gambar 3.36 Alur penelitian xxiii

22 Gambar 4.1 Tampak samping set up posisi pembebanan Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi A (Siklus Pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi A (Siklus Pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi A (Siklus Pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi A (Siklus Pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi A (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi A (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi A (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi A (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi A (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi A (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi B (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi B (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi B (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi B (Siklus pergi) Grafik penurunan commit rel akibat to user beban 48 kg pada posisi B (Siklus pulang) xxiv

23 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21 Gambar 4.22 Gambar 4.23 Gambar 4.24 Gambar 4.25 Gambar 4.26 Gambar 4.27 Gambar 4.28 Gambar 4.29 Gambar 4.30 Gambar 4.31 Gambar 4.32 Gambar 4.33 Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi B (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi B (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi B (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi B (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi C (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi C (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi C (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi C (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi C (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi C (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi C (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi C (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi C (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi C (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi D (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi D (Siklus pulang) xxv

24 Gambar 4.34 Gambar 4.35 Gambar 4.36 Gambar 4.37 Gambar 4.38 Gambar 4.39 Gambar 4.40 Gambar 4.41 Gambar 4.42 Gambar 4.43 Gambar 4.44 Gambar 4.45 Gambar 4.46 Gambar 4.47 Gambar 4.48 Gambar 4.49 Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi D (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi D (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi D (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi D (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi D (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi D (Siklus pulang) Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi D (Siklus pergi) Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi D (Siklus pulang) Grafik perbandingan penurunan maksimum struktur rel pada posisi A Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum posisi A Grafik perbandingan penurunan maksimum struktur rel pada posisi B Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum posisi B Grafik perbandingan penurunan maksimum struktur rel pada posisi C Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum posisi C Grafik perbandingan penurunan maksimum struktur rel pada posisi D Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum posisi D xxvi

25 Gambar 4.50a Model geometri pada PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk Gambar 4.50b Model geometri pada PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 tanah lunak tanpa perkuatan Gambar 4.50c Model geometri pada PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 tanah pasir Gambar 4.51 Grafik perbandingan penurunan di posisi A pada tiap variasi tanah dasar dari hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v Gambar 4.52 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada posisi A Gambar 4.53 Grafik perbandingan penurunan di posisi B pada tiap variasi tanah dasar dari hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v Gambar 4.54 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum PLAXIS 3D FOUNDATION pada posisi B Gambar 4.55 Grafik perbandingan penurunan di posisi C pada tiap variasi tanah dasar dari hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v Gambar 4.56 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada posisi C Gambar 4.57 Grafik perbandingan penurunan di posisi D pada tiap variasi tanah dasar dari hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v Gambar 4.58 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada posisi D Gambar 4.59 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir di posisi A Gambar 4.60 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir di posisi B Gambar 4.61 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir di posisi C Gambar 4.62 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir di posisi D Gambar 4.63a Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D commit FOUNDATION to user v 1.6 pada tanah pasir posisi A xxvii

26 Gambar 4.63b Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir posisi B Gambar 4.63c Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir posisi C Gambar 4.63d Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir posisi D Gambar 4.64 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan di posisi A Gambar 4.65 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan di posisi B Gambar 4.66 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan di posisi C Gambar 4.67 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan di posisi D Gambar 4.68a Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan posisi A Gambar 4.68b Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan posisi B Gambar 4.68c Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan posisi C Gambar 4.68d Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D commit FOUNDATION to user v1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan posisi D xxviii

27 Gambar 4.69 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan di posisi A Gambar 4.70 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan di posisi B Gambar 4.71 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan di posisi C Gambar 4.72 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan di posisi D Gambar 4.73a Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk posisi A Gambar 4.73b Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk posisi B Gambar 4.73c Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk posisi C Gambar 4.73d Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk posisi D xxix

28 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Lampiran B Lampiran C Data Hasil Penelitian Pendahuluan Moisture Content Test Bulk Density Test Atterberg Limmit Grain Size Analysis Test Triaksial Test Unconfined Compression Test Standart Proctor Test California Bearing Ratio Data Hasil Penelitian utama Uji Pembebanan Statis Repetitif Hasil analisis program PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 Surat-surat Tugas Akhir xxx

29 DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL A : Luasan (m 2 ) { B } { C } : Matrik tranformasi regangan : Matrik tranformasi tegangan c : Kohesi tanah (kg/cm 2 ) c ' : Kohesi efektif (kn/m 2 ) { d } : Matrik perpindahan E : Modulus elastisitas tanah (kn/m 2 ) { E } [ K ] [ k ] : Modulus elastisitas : Matrik kekakuan : Matrik properti elemen LL : Batas cair, % [ N ] : Matrik Interpolasi PI : Indeks plastisitas, % PL : Batas plastis, % q : Tekanan pada dasar pondasi (kn/m 2 ) { R } { r } : Global nodal force vector : Global nodal displacement vector Su [ T ] U : kohesi tak terdrainase : Matrik transformasi : Formulasi energi regangan u ( r, z) : Fungsi perpindahan elemen segitiga ν : Rasio poisson (-) x, y, z : Koordinat elemen isoparametrik { } ε : Matrik regangan { σ } : Matrik tegangan λ ε : Plastic multiplier : Regangan (m) ψ : Sudut dilatansi ( o ) xxxi

30 φ : Sudut geser dalam efektif ( o ) σ ' : Tegangan efektif (kn) γ : Berat volume tanah (gram/cm 3 ) γ b : Bulk Density (gram/cm 3 ) γ d : Berat volume tanah kering (gram/cm 3 ) γ sat : Berat volume tanah jenuh (gram/cm 3 ) xxxii

31 ABSTRAK ANJAR WIDO WICAKSONO, PERILAKU MODEL TEREDUKSI STRUKTUR REL KERETA API DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK DAN CERUCUK KAYU DI BAWAH BALLAST DENGAN ANALISIS PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Struktur rel kereta api merupakan prasarana utama dalam industri perkeretaapian. Oleh karena itu, perlu dijaga keamanan dan kenyamanannya untuk mengurangi tingkat kecelakaan seperti anjloknya kereta api. Hal tersebut mungkin terjadi apabila struktur rel tersebut berada di atas tanah lunak. Rendahnya daya dukung dari tanah lunak menjadi salah satu penyebab rusaknya struktur rel tersebut. Pemanfaatan geosintetik dan cerucuk adalah salah satu solusi untuk menanggulangi hal tersebut. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perilaku struktur rel kereta api di atas tanah lunak dengan memanfaatkan geosintetik dan cerucuk ditinjau dari besar penurunan yang terjadi. Penelitian ini merupakan penelitian skala kecil uji model laboratorium dengan uji pembebanan statis repetitif (perulangan tiap titik pemberhentian) terhadap model struktur rel kereta api tereduksi. Hasilnya kemudian dikontrol dengan simulasi program PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada semua posisi pembebanan, tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk mampu mengurangi penurunan sebesar 51,42% - 70,989% dibandingkan tanah lunak tanpa perkuatan. Bila dibanding dengan pasir, mampu mengurangi penurunan sebesar 20,746% - 21,46% di posisi ujung. Sedang di posisi tengah, mempunyai selisih penurunan sebesar 19,745% - 24,32%. Dari hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6, tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk mampu mengurangi penurunan sebesar 56,563% - 62,81% dibandingkan tanah lunak tanpa perkuatan, dan lebih kecil 27,834% - 36,582% dari tanah pasir. Sementara hasil validasi dengan program tersebut menunjukkan nilai penurunan di bawah beban mempunyai selisih hingga mencapai 38,43% pada tanah dasar pasir, 58,41% pada tanah lunak tanpa perkuatan dan 47,54% pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk. Pembebanan secara berulang (siklus pulang-pergi) membuat kondisi tanah dasar cenderung kurang stabil. Kata kunci : tanah lunak, pasir, geosintetik, tiang cerucuk, penurunan, repetitif vi

32 ABSTRACT ANJAR WIDO WICAKSONO, REDUCED MODEL BEHAVIOUR OF RAILWAY STRUCTURE REINFORCED BY GEOSYNTHETIC AND WOODEN-PILES UNDER BALLAST WITH PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 ANALYSIS. Final Task. Civil Engineering Department of Engineering Faculty of Sebelas Maret University. Railway structures is main infastructure in railways industry. Therefore, safety and comfort should be maintained to reduced accident rate. This condition may occured if the railway structure located on soft soil. The low bearing capacity of soft soil can be one of damage s reasons of the rail structure. The use of Geosynthetic and wooden-piles is one of the solutions to solve it. The purpose of this study was to analyze the structural behavior of the railroad tracks on the soft soil by using geosynthetic and wooden-piles based on vertical displacement. This research is a small-scale model test laboratory with repetitive static loading test (looping each point of discharge) towards the reduced model of the railway structure. The results were then controlled with the simulation of PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 program. The results of this study indicate that in all loading position, the soft soil reinforced by geosynthetic and wooden-piles is able to reduce the displacement about 51,42% - 70,989% over soft soil without reinforcement. If compared with sand, able to reduce the displacement about 20,746% - 21,46% at the end position. At middle position, the displacement has difference about 19,745% - 24,32%. From the results of PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6, the soft soil with geosynthetic and wooden-piles reinforcement able to reduce the displacement in the amount of 56,563% - 62,81% than the soft soil without reinforcement, and smaller than sand at about 27,834% - 36,582%. While the validation result of the program showed that the value of the displacement under the loads has a difference up to 38.43% on the sand, 58.41% on soft soil without reinforcement and 47.54% on the soft soil with geosynthetic and wooden-piles reinforcement. The repeated loading (round-trip cycle) makes subgrade tend to be less stable. Keywords: soft soil, sand, Geosynthetic, wooden-pile, displacement, repetitive vii

33 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara dengan pertumbuhan penduduk yang pesat. Hal itu mendorong pergerakan manusia yang sangat pesat pula. Untuk menunjang pergerakan manusia itu sangat diperlukan moda transportasi massal yang aman, cepat, dan nyaman. Kereta api nampaknya menjadi salah satu pilihan moda transportasi yang dapat memenuhi faktor-faktor tersebut. Hal itu ditandai dengan semakin padatnya lalu lintas darat melalui jalan rel. Struktur rel kereta api merupakan hal yang perlu diperhatikan seiring dengan padatnya transportasi yang melalui jalan rel. Struktur rel kereta yang kuat dan dapat menahan beban yang besar akan mendukung kinerja dari kereta api secara optimal. Namun hal itu semua bukanlah tanpa masalah, struktur rel kereta yang berada di atas tanah lunak menimbulkan berbagai kendala. Permasalahan yang sering timbul pada tanah lunak adalah rendahnya daya dukung tanah, sehingga dikhawatirkan tanah tidak mampu menahan beban yang besar akibat dari pergerakan kereta api secara berulangulang. Selain itu tanah lunak juga mempunyai potensi mengalami penurunan yang cukup besar, dimana hal tersebut dapat mengakibatkan rel kereta api anjlok. Upaya yang diyakini mampu untuk menangani hal tersebut adalah perkuatan struktur rel. Perkuatan struktur tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan geosintetik, tiang cerucuk, dan lain-lain. Tiang cerucuk adalah salah satu jenis pondasi yang terbuat dari kayu. Pemasangannya pun tidak perlu mencapai lapisan tanah keras (pondasi mengapung). Daya dukung pondasi ini umumnya berasal dari gaya gesek antara sisi tiang cerucuk dengan tanah. Keunggulan yang lain dari tiang 1

34 2 cerucuk adalah biaya yang murah, mudah didapat, dan pelaksanaannya sederhana. Geosintetik adalah suatu produk buatan pabrik dari bahan polymer yang digunakan dalam sistem atau struktur yang berhubungan dengan tanah, batuan, atau bahan rekayasa geoteknik lainnya. Dengan menggabungkan antara geosintetik sebagai separator dan tiang cerucuk sebagai pondasi mengapung, diharapkan dapat menanggulangi permasalahan-permasalahan tersebut. Berdasar permasalahan yang ada dan solusi yang dapat digunakan sangat menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana tiang cerucuk dapat digunakan untuk mengatasi masalah penurunan rel kereta api yang ada di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana perbandingan penurunan struktur rel kereta api (dengan variasi beban) pada tanah pasir, tanah lunak tanpa perkuatan dan tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk berdasarkan pengamatan fisik di laboratorium. 2. Bagaimana perbandingan penurunan struktur rel kereta api (dengan variasi beban) pada tanah pasir, tanah lunak tanpa perkuatan dan tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk berdasarkan hasil simulasi program PLAXIS 3D FOUNDATION v Bagaimana selisih dan perbandingan penurunan struktur rel kereta api yang terjadi pada pengamatan fisik laboratorium dengan hasil simulasi program PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6.

35 3 1.3 Tujuan Penelitian 1. Membandingkan penurunan struktur rel kereta api model tereduksi pada tanah pasir, tanah lunak tanpa perkuatan dan tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk berdasarkan pengamatan fisik di laboratorium. 2. Membandingkan penurunan struktur rel kereta api model tereduksi pada tanah pasir, tanah lunak tanpa perkuatan dan tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk berdasarkan hasil simulasi program PLAXIS 3D FOUNDATION v Mengontrol penurunan rel kereta api yang terjadi pada pengamatan fisik laboratorium dengan hasil simulasi program PLAXIS 3D FOUNDATION v Batasan Masalah Untuk memfokuskan agar penelitian dapat terarah, maka perlu batasan-batasan masalah, antara lain : 1. Penelitian yang dilakukan berupa permodelan di laboratorium Mekanika Tanah UNS. 2. Sistem struktur rel kereta api digunakan dengan model tereduksi dari ukuran yang sebenarnya dan tanpa memperhitungkan mutu material aslinya. 3. Tanah yang digunakan adalah tanah baik (pasir) dan tanah bermasalah / lunak (lempung). 4. Sampel tanah dimasukkan ke dalam bak terbuat dari plat baja yang berukuran 100 cm 100 cm 60 cm. 5. Tinggi tanah dalam bak pengujian adalah 50 cm. 6. Geosintetik yang digunakan menyerupai bahan geotekstil yang terbuat dari exkarung pupuk.

36 4 7. Tiang cerucuk yang digunakan berbentuk silinder pejal dan terbuat dari kayu dengan diameter 1 cm dan panjang 25 cm dipasang di bawah ballast. 8. Beban yang diberikan berupa beban statis yang dipindahkan dengan perulangan tertentu (static repetitive). 9. Pembebanan dilakukan pada empat posisi di sepanjang rel. 10. Bak pengujian dianggap sudah terbebas dari bidang runtuh akibat pembebanan. 11. Kecepatan kereta api diabaikan. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat pada penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Sipil terutama pengaruh perkuatan rel kereta api dengan geosintetik dan tiang cerucuk. b. Mengetahui perilaku sistem rel kereta api di atas subgrade tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan tiang cerucuk. 2. Manfaat Praktis Pemanfaatan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 untuk menganalisis permasalahan geosintetik dan tiang cerucuk pada perkuatan struktur rel kereta api dalam perencanaan di lapangan.

37 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara. (Undang-Undang Perkeretaapian, 2007) Struktur jalan rel konvensional atau Teknologi Adhesi Dua Rel terdiri atas struktur bangunan atas / superstructure dan struktur bangunan bawah / substructure. Struktur bangunan atas terdiri atas komponen-komponen rel (rail), bantalan (sleeper/ties), penambat rel (fastening). Struktur bangunan bawah dengan komponen-komponen balas (ballast), subbalas (subballast), tanah dasar (improved subgrade) dan tanah asli (subgrade) (Utomo, 2010). Holm (2002), Mengatakan bahwa material ballast yang dibebani berulang-ulang (siklik) pada tegangan cukup tinggi, material akan terdegradasi, sebagai contoh setiap siklus pembebanan akan mengurangi modulusnya menjadi kecil. Hal ini akan menyebabkan masalah stabilitas di tanah dasar dan struktur rel. 5

38 6 Tekanan maksimum pada formasi ballast bagian bawah dengan desain yang baik tidak boleh melebihi 0,3 MN/m 2 atau 3 kg/cm 2, sedangkan pada sub-soil (subgrade) tidak boleh melebihi 0,1 MN/m 2 atau 1 kg/cm 2 seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. (Chopra, 2009) Gambar 2.1 Tekanan pada lapisan tanah dasar (Chopra, 2009) Subgrade yang terdiri dari tanah berlempung, total ketebalan ballast dan sub-ballast dapat digunakan sesuai dengan Design Chart (diambil dari ORE D-71, RP12) untuk axle load berbeda dan batas kekuatan tanah. Batas tekan dari tanah dapat diasumsikan sebesar 45% dari UCC-strenght. Untuk subgrade yang terdiri dari selain tanah berlempung, ketebalan konstruksi direncanakan berdasar dari Modulus Elastisitas, sebagai contoh Nilai E dari subgrade, seperti pada European Railways. Kasus subgrade kohesif dengan muatan penumpang dan barang, diperlukan selimut dari material berbutir kasar dengan ketebalan sekitar 100 cm sebagai batas minimal (RDSO, 1993). Berdasarkan fungsinya dalam struktur rel kereta api, tanah dasar (subgrade) sebagai pondasi harus mampu menopang gaya-gaya yang ditimbulkan akibat beban di atasnya. Apabila tanah dasar merupakan tanah lunak, maka tanah tersebut memerlukan perkuatan agar mampu menahan beban tersebut (Utomo, 2010).

39 7 Nugroho (2011), dalam sebuah penelitiannya menyebutkan bahwa perkuatan struktur rel pada tanah lunak dengan geosintetik di bawah ballast dapat meningkatkan kapasitas dukung tanah. Penelitian tersebut membandingkan kapasitas dukung ijin pada tiga tipe tanah yaitu tanah lunak tanpa perkuatan, tanah lunak dengan perkuatan geosintetik, dan tanah pasir. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan kapasitas dukung ijin pasir yang paling tinggi yaitu q ijin = 614,644 kn/m 2, tanah lunak dengan perkuatan geosintetik q ijin = 360,811 kn/m 2, tanah lunak tanpa perkuatan q ijin = 214,601 kn/m 2. Teknik stabilisasi untuk tanah lunak yang sedang berkembang pada saat ini adalah perkuatan dengan tiang cerucuk. Sebenarnya pemanfaatan tiang cerucuk telah dimulai sejak lama, tetapi pada awalnya hanya terbatas untuk bangunan rumah sederhana saja. Teknik perkuatan dengan menggunakan tiang cerucuk (short-piles) berfungsi untuk meningkatkan daya dukung tanah dan menyebarkan tegangan ke lapisan tanah yang lebih dalam. (Pd T B) Irsyam dan Krisnanto (2008) meneliti tentang perkuatan tanah dasar menggunakan cerucuk matras bambu di lokasi Tambak Oso, Surabaya. Sistem ini diajukan sebagai alternatif terhadap rancangan awal tersebut. Sistem cerucuk matras bambu merupakan sistem perkuatan tanah dasar yang mengkombinasikan cerucuk bambu dan matras bambu untuk memikul timbunan badan jalan. Sistem ini memanfaatkan perilaku cerucuk bambu sebagai pondasi, matras bambu untuk meratakan beban timbunan dan gaya apung bambu untuk menambah daya dukung terhadap beban timbunan. Abdillah (2011), mengemukakan hasil penelitian tentang perkuatan bantalan rel kereta api menggunakan cerucuk kayu, dengan membandingkan uji pembebanan model tereduksi pada semua posisi pada tanah lunak tanpa perkuatan, tanah lunak dengan perkuatan cerucuk kayu, dan tanah pasir yang dianggap sebagai tanah baik. Didapatkan hasil bahwa perilaku rel kereta api di atas tanah lunak dengan perkuatan cerucuk menunjukkan penurunan paling kecil. Hal ini ditunjukkan dengan nilai

40 8 penurunan lebih kecil hingga 60,392 % dibanding pada tanah lunak tanpa perkuatan dan lebih kecil hingga 36,657 % dibanding pada tanah pasir. Suhendra (2007) memaparkan mengenai tinjauan bahwa penggunaan program Plaxis sebagai sarana analisis konstruksi timbunan pada tanah gambut dengan perkuatan cerucuk kayu. Cerucuk kayu dianalogikan sebagai elemen pegas melalui node to node anchor. 2.2 Dasar Teori Struktur Rel Kereta Api Keberadaan struktur rel kereta api memang tidak dapat dipisahkan dari transportasi kereta api. Dalam keputusan Menteri Perhubungan Tahun 2000 (KM 52 Th. 2000) disebutkan bahwa jalan rel adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton, atau konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah, dan di atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan jalannya kereta api. Seluruh jalan rel yang ada di Indonesia diklasifikasikan ke menjadi 5 jenis berdasar persyaratan tertentu yang dijelaskan pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Kelas jalan rel Indonesia (PJKA, 1986) Keterangan : EG = Elastik Ganda, ET = Elastik Tunggal

41 9 Struktur rel kereta api terdiri dari dua bagian, yaitu struktur atas (superstructure) dan struktur bawah (substructure). Struktur atas merupakan konstruksi rel kereta api bagian atas yang menerima beban langsung dari kereta api. Beban tersebut kemudian didistribusikan kepada struktur bawah. Bagian struktur atas antara lain rel itu sendiri, bantalan (sleeper), penambat (fastener), dan ballast, sedangkan struktur bawahnya berupa lapisan tanah subgrade. Beberapa hal mengenai struktur rel baik superstructure dan substructure antara lain : Beban gandar Di Indonesia, satu lokomotif biasanya terdiri dari 2 boogie dengan masing-masing boogie terdiri atas 2 sampai 3 gandar. Beban gandar direncanakan menahan beban sebesar 18 ton agar efisien dan efektif dalam pengangkutan, baik penumpang maupun barang Lebar sepur Lebar sepur (rail gauge) adalah jarak terpendek antara kedua sisi dalam kepala rel. Lebar sepur yang biasa dipakai di Indonesia adalah 1067 mm yang diukur pada daerah 0-14 mm di bawah permukaan kepala rel paling atas Penampang melintang Penampang melintang jalan rel adalah potongan pada jalan rel, dengan arah tegak lurus sumbu jalan rel, di mana terlihat bagian-bagian dan ukuran-ukuran jalan rel dalam arah melintang. Ukuran-ukuran penampang melintang jalan rel berjalur tunggal tercantum pada Tabel 2.2. Pada tempat-tempat khusus, seperti di perlintasan, penampang melintang dapat disesuaikan dengan keadaan setempat.

42 10 Gambar 2.2 Penampang melintang jalan rel pada bagian lurus (PJKA, 1986) Tabel 2.2 Penampang melintang jalan rel (PJKA, 1986) Bantalan Berdasarkan Peraturan Dinas no. 10 tentang Perencanaan Konstruksi Jalan Rel, bantalan merupakan bagian dari struktur kereta api yang berfungsi meneruskan beban dari rel ke ballast, menahan lebar sepur, dan stabilitas ke arah luar jalan rel. Bantalan yang sering dipakai di Indonesia terdiri dari bantalan kayu dan beton. Penggunaan bantalan yang mudah adalah bantalan kayu, karena mudah dibentuk. Bantalan kayu yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

43 11 Pada jalan yang lurus bantalan kayu mempunyai ukuran : Panjang (L) = 2000 mm Tinggi (t) = 130 mm Lebar (b) = 220 mm Mutu kayu yang dipergunakan untuk bantalan kayu harus memenuhi ketentuan Peraturan Bahan Jalan Rel Indonesia (PBJRI) Bentuk penampang melintang bantalan kayu harus berupa empat persegi panjang pada seluruh tubuh bantalan Ballast Lapisan ballast pada dasarnya adalah tersusun dari lapisan tanah dasar dan terletak di daerah yang mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar akibat lalu lintas kereta pada jalan rel, oleh karena itu material pembentuknya harus sangat terpilih. Fungsi Utama ballast adalah untuk: Meneruskan dan menyebarkan beban bantalan ke tanah dasar Mengokohkan kedudukan bantalan Meluruskan air sehingga tidak terjadi penggenangan air di sekitar bantalan rel. Untuk menghemat biaya pembuatan jalan rel maka lapisan ballast dibagi menjadi dua, yaitu lapisan ballast atas dengan material pembentuk yang sangat baik dan lapisan alas bawah dengan material pembentuk yang tidak sebaik material pembentuk lapisan ballast atas. Lapisan ballast atas terdiri dari batu pecah yang keras, dengan bersudut tajam (angular) dengan salah satu ukurannya antara 2-6 cm serta memenuhi syarat-syarat lain yang tercantum dalam peraturan bahan Jalan Rel Indonesia (PBJRI). Lapisan ini harus dapat meneruskan air dengan baik. Tabel 2.3 di bawah ini menunjukkan gradasi bahan yang diijinkan untuk digunakan sebagai bahan lapisan ballast atas, sedangkan Tabel 2.4 merupakan persyaratan gradasi bahan ballast bawah.

44 12 Tabel 2.3 Gradasi Lapisan Ballast Atas (Utomo,2010) Ukuran nominal (inci) Persen lolos saringan Ukuran saringan (inci) 3 2,5 2 1,5 1 0,75 0,5 3/8 2,5 0, ,5 0, Keterangan : untuk jalan rel kelas I dan II digunakan ukuran minimal 2,5 0,75 inci : untuk jalan rel kelas III digunakan ukuran minimal 1 inci Tabel 2.4 Gradasi Lapisan Ballast Bawah (Utomo,2010) Ukuran Saringan (inci) 2 1 3/8 No. 10 No. 40 No. 200 % Lolos (optimum) ,5 0, Tanah dasar (subgrade) Merupakan bagian sub-structure rel kereta api yang berfungsi untuk menahan beban dari upper-structure. Bahan penyusunnya dapat berupa tanah asli yang berasal dari lokasi tersebut atau tanah urugan dari lokasi lain. Menurut ketentuan yang digunakan oleh PT. Kereta Api (persero) kuat dukung tanah dasar (dalam hal ini adalah nilai CBR) minimum ialah sebesar 8%. Tanah dasar yang harus memenuhi syarat minimum CBR 8% adalah tanah dasar setebal 30 cm. Tanah dasar harus mempunyai kemiringan ke arah luar sebesar 5% dan harus mencapai kepadatan 100% kepadatan kering maksimum. Tanah dasar erat hubungannya dengan penggunaan ballast. Jika lapisan ballast tidak kokoh dan mudah runtuh maka tanah dasar akan menerima beban yang lebih besar. Akibatnya, ballast akan menekan tanah dasar ke bawah. Jika proses ini terus terjadi, akan terjadi kantong ballast. Hal ini disebabkan juga karena mud pumping (pemompaan lumpur / pertikel halus). Terjadinya kantong ballast akan bertambah parah jika sering terjadi hujan. Untuk menghindari mud pumping, Japan Railway Technical Service memberikan persyaratan yang harus dimiliki oleh tanah dasar.

45 13 Gambar 2.3 Hubungan antara tekanan pada tanah dasar dengann CBR tanah dasar dan mud pumping (Utomo, 2010) Jika struktur rel berada pada tanah timbunan, maka perlu dilakukan proses pemadatan tanah. Hasil pemadatan tanah sangat bergantung dari kadar air tanah, jenis tanah, dan besar energi alat pemadat. Pemadatan harus dilakukan pada saatt w optimum.. Toleransi kadar air dapat diambil sebesar ± 2% ke arah kiri dan kanan w optimum. Jenis tanah sangat bergantung pada gradasi dan plastisitas tanah.

46 14 Gambar 2.4 Kurva berat isi kering dan kadar air untuk beberapa kondisi tanah (Utomo, 2010) Gambar 2.5 Hubungan antara γ d dengan LL, PL, dan IP (Utomo, 2010)

47 15 Gambar 2.6 Hubungan antara kadar air dengan LL, PL, dan IP (Utomo, 2010) Sedangkan untuk jenis tanah lempung, sangat sensitif terhadap perubahan kadar air tanah, yaitu akan mengalami pengembangan maupun penyusutan. Oleh sebab itu, pelaksanaan pemadatan tanah disesuaikan dengan grafik berikut. Gambar 2.7 Hubungan antara kadar air dengan nilai CBR soaked, CBR unsoaked, nilai swelling, dan γ d (Utomo, 2010)

48 Tanah Lunak Tanah lunak adalah tanah yang tidak stabil. Tanah ini mempunyai sifat kompresibilitas tinggi dan kekuatan yang rendah. Sifat-sifat tersebut menimbulkan penurunan yang besar dan lama, apalagi bila di atasnya diberikan beban yang besar dan berulang-ulang. Pada akhirnya akan mengakibatkan konstruksi menjadi tidak stabil akibat sifat-sifat yang ada pada tanah tersebut. Jenis tanah ini biasanya terdiri atas tanah yang sebagian besar mempunyai butiran-butiran yang sangat kecil, seperti lempung atau lanau. Sehingga, tanah ini memerlukan treatment khusus untuk mengatasi masalah tersebut. Identifikasi tanah lunak dapat dilakukan di laboratorium maupun langsung di lapangan. Ciri-ciri dari tanah lunak menurut Sasanti (2008) antara lain mempunyai kadar air yang tinggi ( 40%), indeks plastisitas sedang-tinggi, (>20%), dan nilai Su < 25 kpa. Pengamatan langsung di lapangan terhadap tanah lunak dapat dilakukan dengan cara meremas tanah tersebut mengacu pada kuat geser tak terdrainasenya. Apabila keluar di antara jari tangan pada saat diremas atau mudah dibentuk dengan tangan, maka tanah tersebut merupakan tanah lunak. Tanah lunak juga dapat dilihat bedasarkan nilai N-SPT. Berikut adalah tabel yang menunjukkan penggolongan tanah berdasarkan nilai N-SPT : Tabel 2.5 Penggolongan tanah berdasarkan N-SPT (Peck Hanson dan Thornburn, 1974) Soil Consistency N-SPT Very Soft 0-2 Soft 3-5 Medium 6-9 Stiff Very Stiff Hard >30

49 Geosintetik Geosintetik adalah suatu produk buatan pabrik dari bahan polymer yang digunakan dalam sistem atau struktur yang berhubungan dengan tanah, batuan, atau bahan rekayasa geoteknik lainnya. Penurunan yang tidak seragam dari batuan ke tanah dasar akibat beban beban siklik kereta api, dapat mengurangi umur dari penyusun struktur rel dan kenyamanan penumpang. Penanganan masalah ini adalah dengan memasang geosintetik di bawah bagian ballast. (Hardiyatmo,2008) Hardiyatmo (2008), menyebutkan bahwa geosintetik yang dipasang di bawah struktur rel mempunyai fungsi : 1. Memberikan tambahan kekuatan tanah dasar 2. Menyebarkan beban ke area yang lebih luas, sehingga mereduksi tegangan 3. Mereduksi regangan yang terjadi di dalam tanah dan menjaga tanah dasar agar tidak retak akibat tarik. 4. Memberikan tambahan fasilitas filtrasi, permeabilitas searah bidang geosintetik. 5. Memberikan pemisah antara tanah dasar dan ballast. Gambar 2.8 Efek Pumping dan Fungsi Separasi (PT. Geoforce Indonesia)

50 Pondasi Tiang Cerucuk Hardiyatmo (2002) memaparkan beberapa maksud digunakannya pondasi tiang, antara lain : 1 Meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak, ke tanah pendukung yang kuat. 2 Meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu sehingga pondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah di sekitarnya. 3 Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus oleh air. Hardiyatmo (2010), menjelaskan bahwa tiang kayu (tiang cerucuk) termasuk pondasi tiang dalam kategori tiang perpindahan besar. Artinya bahwa tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah yang relatif besar. Dikarenakan tiang yang dipancang maka tiang cerucuk dianalogikan sebagai tiang pancang. Hardiyatmo (2001) mengemukakan bahwa apabila ditinjau dari cara mendukung beban, pondasi tiang dapat dibagi menjadi dua macam, antara lain : a. Tiang Dukung Ujung (end bearing pile) Tiang dukung ujung adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zona tanah lunak yang berada di atas tanah keras. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada di bawah ujung tiang. b. Tiang Gesek (friction pile) Tiang gesek adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah di sekitarnya. Tahanan gesek

51 19 dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah di bawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang Metode Elemen Hingga Metode elemen hingga (MEH) adalah teknik analisis numerik untuk mendapatkan solusi pendekatan dari berbagai persoalan-persoalan teknik. Teknologi dari komputer didukung dengan perkembangan software elemen hingga menghasilkan kemampuan yang besar dalam mensimulasikan proses desain teknik (Huebner K.H, 1995 dalam Pramugani & Setiawan, 2007 ). Perkembangan MEH didukung secara langsung oleh perkembangan teknologi komputer yang sangat cepat. Peningkatan kemampuan hitung dari komputer menyebabkan kemungkinan yang semakin besar untuk melakukan analisis persoalan teknik yang besar dan lebih kompleks (Hidajat R.L.L, 2005 dalam Pramugani & Setiawan, 2007). Prinsip dasar dari Metode Elemen Hingga adalah diskretisasi yaitu prosedur dimana problem kompleks yang besar dibagi-bagi atau diskretisasi menjadi satu ekivalen yang lebih kecil atau komponen. Secara garis besar ada 5 langkah dasar : 1. Diskretisasi yaitu pembagian suatu continuum menjadi sistem yang lebih kecil yang disebut sebagai finite element. Pertemuan antara nodal line disebut nodal point (Gambar 2.9). Pada metode elemen hingga, masing-masing elemen dianalisis secara tersendiri menggunakan persamaan konstitutif sehingga persamaan sifat dan kekakuan masing-masing elemen diformulasi. Kemudian secara berurutan, setiap elemen dirakit untuk mendapatkan persamaan secara keseluruhan. Untuk 1D, digunakan elemen garis, sedangkan 2D digunakan elemen segitiga dan segiempat (quadrilateral), sedangkan untuk 3D digunakan tetrahedra dan hexahedra.

52 20 node elemen nodal line Gambar 2.9 Diskretisasi elemen (Pramugani & Setiawan, 2007) 2. Pemilihan fungsi aproximasi Langkah ini digunakan untuk menentukan perpindahan setiap elemen menggunakan polynomial berderajat n. Semakin tinggi n, semakin tinggi ketelitiannya. Perpindahan suatu node dituliskan sebagai {u} = [N] {q}... (2-1) Dimana [N] = matriks fungsi interpolasi, {q} = {u 1,u 2,...,v 1,v 2,...} T 3. Penurunan persamaan elemen Menggunakan metode variational atau residual (misal metode Galerkin). Persamaan elemen dapat ditulis sebagai [k] {q} = {Q}... (2-2) Dimana [k] adalah matriks properti elemen, dan {Q} vektor gaya node 4. Assembling properti elemen ke persamaan global Persamaan-persamaan eleman pada langkah c dikombinasi sehingga menghasilkan stiffness relation untuk seluruh elemen. Langkah ini dibuat untuk mendapatkan kompatibilitas displacement setiap node. Stiffness relation ditulis : [K] {r} = {R}... (2-3) Dimana [K] = global stiffness matriks {r} = global nodal displacement vector

53 21 {R} = global nodal force vector 5. Komputasi strain dan stress Persamaan yang telah ada diselesaikan/dipecahkan untuk mendapatkan besaranbesaran yang tidak diketahui, baik primer (perpindahan) maupun sekunder (regangan, tegangan, momen, dan geser), dengan menggunakan rumus tambahan: [ε] = [B] {q}... (2-4) [σ] = [C] {ε} = [C] [B] {q}... (2-5) Model Material Mohr-Coulomb (MC) Salah satu hal yang sangat penting dalam permodelan menggunakan elemen hingga adalah menentukan model material. Model material adalah sekumpulan persamaan matematika yang menjelaskan hubungan antara tegangan-regangan. Suatu material harus dimodelkan secara mekanis menggunakan persamaan konstitutif. Penentuan model suatu material dibuat sesuai dengan kondisi material yang ditinjau serta derajat keakuratan yang diinginkan. Beberapa model material yang digunakan dalam material tanah dan batuan misalnya Isotropic Elasticity (Hooke s Law), Mohr-Coulomb atau Elastic Plastic (MC), Hardening-Soil (HS), Soft-Soil-Creep (SSC), Cam Clay (CC), Modified Cam Clay (MCC), Nonlinier Elasticity (Hiperbolic), Strain Softening, Slip Surface, Soft Soil (SS), serta Jointed Rock (JR). Model material tanah yang dipakai untuk verifikasi data yaitu model tanah Mohr- Coulomb atau Elastic-Plastic (MC), dimana bentuknya seperti terlihat pada Gambar 2.10 berikut.

54 22 σ Load Unload Gambar 2.10 Model Material Mohr Coulomb (Brinkgreve et al., 2006) ε Masing-masing modal di atas memiliki parameter tersendiri serta memiliki kelebihan dan kekurangan. Keakuratan permodelan menggunakan metode elemen hingga sangat tergantung pada keahlian memodelkan, pemahaman terhadap model serta keterbatasannya, pemilihan parameter dan model material tanah, serta kemampuan menilai hasil komputasi. Model tanah Mohr-Coulomb (Elastic-Plastic) adalah model tanah plastis. Plastisitas adalah kondisi saat regangan tidak kembali ke angka nol akibat beban. Prinsip utama dari Perilaku elastic-plastic atau elastoplastic adalah tegangan dan regangan rata-rata dibagi menjadi dua bagian, yaitu : bagian elastik dan plastik. e ε = ε + p ε & ε & + & e p = ε ε... (2-6) Hukum Hoooke digunakan untuk menghubungkan tegangan dan regangan rata-rata : e e & σ ' = C & ε = C p (& ε & ε )... (2-7) e Menurut teori klasik tentang plastisitas Hill (1950), regangan plastik rata-rata proporsional dapat dipersentasikan sebagai vektor tegak lurus terhadap permukaan bidang. Secara umum regangan rata-rata dapat ditulis sebagai berikut (Pramugani dan Setiawan, 2007) : g & ε p = λ σ '... (2-8)

55 23 λ adalah plastic multiplier. λ sama dengan nol saat kondisi elastik murni, dan λ menjadi positif pada saat kondisi plastik. T f e λ = 0 untuk f < 0 atau C & ε 0 σ ' T f e λ > 0 untuk f = 0 atau C & ε > 0 σ ' (Elastisitas)... (2-9) (Plastisitas)... (2-10) Kurva tegangan regangan utuk model material Mohr-Coulomb dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut : σ Gambar 2.11 Kurva Tegangan Regangan Mohr-Coulomb (Brinkgreve et al., 2006) ε Persamaan ini digunakan untuk menghubungkan antara tegangan efektif rata-rata dan regangan rata-rata untuk elastoplastic menurut Smith dan Giffith (1982), Vermeer dan de Borst (1984). (Pramugani dan Setiawan, 2007) & σ ' = C e dimana : α C d e T g f C σ ' σ ' e & ε... (2-11) d T f e g = C σ ' σ '... (2-12) Parameter α digunakan sebagai hasil, jika perilaku material adalah elastis, maka α adalah nol, Koiter (1960) melibatkan dua atau lebih fungsi potensial plastik: g1 g 2 & ε p = λ + λ2 σ ' σ ' (2-13)

56 24 Fomulasi model Mohr-Coulomb sekarang adalah perkembangan dari formulasi umum tegangan. Hukum umum tegangan pada kenyataannya dipakai dalam seluruh elemen material. Smith dan Griffith (1982) memformulasikan lengkap dari Mohr-Coulomb yang memiliki enam fungsi yang merupakan hasil dari formulasi umum tegangan (Pramugani dan Setiawan, 2007). Gambar tegangan model material Mohr-Coulomb dapat dilihat pada Gambar 2.12 dibawah ini : = ( σ ' 2 σ ' 3 ) + ( σ ' 2 + σ ' 3 )sinφ ccosφ 2 2 f a = ( σ ' 3 σ ' 2 ) + ( σ ' 2 + σ ' 3 )sinφ ccosφ 2 2 f b 1 1 f 2 a = ( σ ' 3 σ ' 1 ) + ( σ ' 1+ σ ' 3 )sinφ c cosφ (2-14) = ( σ ' 1 σ ' 3 ) + ( σ ' 1+ σ ' 3 )sinφ ccosφ f b = ( σ ' 1 σ ' 2 ) + ( σ ' 2 + σ ' 1 )sinφ c cosφ 2 2 f a = ( σ ' 2 σ ' 1 ) + ( σ ' 2 + σ ' 1 )sinφ c cosφ 2 2 f b

57 25 Gambar 2.12 Tiga Dimensi Permukaan Model Mohr-Coulomb 2006) (Brinkgreve et al., Model dengan sudutt geser φ dan kohesi c, mempresentasikan bentuk heksagonal dalam menggambarkan tegangan utama. Model Mohr-Coulombb memiliki 6 fungsi potensial, yaitu : g g g g g g 1 = (σ ' 2 1a 2 1 = (σ ' 2 1b 3 1 = (σ ' 2 σ σ 2a 3 1 = (σ ' 2 2b 1 1 = (σ ' 2 3a 1 1 = (σ ' 2 1 σ ) + ( σ ' 2 σ σ 3b 2 1 ) + ( σ ' 2 ' ) + ( σ ' 2 ' ' ) + ( σ ' 2 ' ) + ( σ ' 2 ' σ ) + ( σ ' 2 ' σ ' ) sinψ σ ' ) sinψ σ ' ) sinψ σ ' ) sinψ σ ' ) sinψ σ ' ) sinψ... (2-15)

58 26 Model material mohr-coulomb akan tetap stabil pada saat c > 0, sedangkan pada kenyataannya tegangan naik seiring dengan naiknya kohesi, oleh karena itu tension cut-off (kegagalan tanah akibat kompresi) memperkenalkan fungsi tiga dimensi, yaitu sebagai berikut: f & & 1 = σ 1 σ t 0 f f & & 2 = σ 2 σ t & & 3 = σ 3 σ t (2-16) Model Mohr-Coulomb membutuhkan lima parameter yang secara umum dapat didapatkan dari tes tanah sederhana, yaitu : E : Modulus Young [kn/m 2 ] c : Kohesi efektif [kn/m 2 ] ν : Rasio Poisson [-] φ : Sudut geser dalam efektif [ o ] ψ : Sudut dilatansi [ o ] Program PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 Program PLASXIS 3D FOUNDATION v 1.6 merupakan program komputer yang digunakan untuk menganalisis deformasi dan stabilitas berbagai macam tipe pondasi pada tanah dan batuan dengan metode elemen hingga. Program ini menerapkan metode anatarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan cepat membuat model geometrid an jaring elemen hingga tiga dimensi berdasarkan komposisi penampang melintang horizontal dalam arah vertikal yang berbeda. Program ini juga bisa memodelkan geometri tanah yang tidak homogeny serta dapat menampilkan urutan konstruksi. Pemodelan tanah merupakan suatu hal yang penting pada saat masukan data. Seringkali praktisi geoteknik juga terlibat dalam

59 27 memodelkan struktur dan interaksi antara struktur dan tanah. Oleh karena itu, program komputer PLAXIS ini dilengkapi dengan pemodelan khusus untuk menghubungkan banyak aspek yang kompleks dari permasalahan geoteknik. Dengan adanya pemodelan antara struktur dan tanah, diharapkan praktisi geoteknik akan mendapatkan nilai suatu tegangan yang lebih akurat. Beberapa tahapan pemodelan dengan PLAXIS adalah sebagai berikut : Data Masukan (Input Data) Input digunakan untuk menggambarkan seluruh kondisi yang ada dari lokasi proyek, baik secara geometris maupun karakteristik material yang ada. Fase perhitungan dilakukan setelah seluruh elemen yang ada selesai digambarkan atau didefinisikan. Sub-program Input sendiri dibagi menjadi dua tahap : Model dan Calculation. Berikut adalah tahapan input secara umum : Pengaturan Umum (General Setting) Dalam pengaturan ini terdapat dua input utama yang diperlukan yaitu project dan dimensions. Pada project input, data yang diperlukan adalah judul pekerjaan yang sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan, data gravitasi dan data berat isi air (γ w ). Dapat pula diisikan uraian singkat mengenai pekerjaan yang akan dilakukan pada kolom comments untuk memberikan keterangan tambahan tentang pekerjaan tersebut. Pada dimensions input, data yang diperlukan adalah satuan untuk panjang, gaya, dan waktu, dimensi geometri yang merupakan luas area gambar yang diinginkan pada sumbu x dan sumbu y, serta jarak grid sebagai garis bantu yang akan digunakan untuk mempermudah dalam penggambaran geometri Kontur Geometri (Geometri Countour) Dalam tahap ini, dibuat batasan luas model tanah yang akan ditinjau, sesuai kebutuhan luasan yang akan kita inginkan. Sebagai acuan dimensi, dapat dilihat pada

60 28 samping kiri serta atas dari area gambar, dimana terdapat ukuran sesuai dengan dimensi awal yang telah kita atur pada pengaturan umum saat kita memulai pekerjaan. Bentuk geometri yang dapat dibuat di Plaxis bervariasi, sesuai kebutuhan pekerjaan. Tampilan awal pada pembuatan kontur geometri ini merupakan tampak atas atau pada sumbu x dan sumbu z. Untuk pengaturan sumbu y digunakan toolbar workplanes. Berikut adalah toolbar yang sering digunakan pada pembuatan kontur geometri : Selection tool untuk memilih komponen geometri yang telah digambar pada input geometri Points and lines merupakan perintah standar untuk menggambarkan suatu geometri kondisi Work Planes adalah bidang horizontal arah x-z pada elevasi tertentu (y) yang berfungsi untuk mendefinisikan struktur dan beban yang dikenakan. Beams adalah obyek struktural digunakan untuk menggambarkan struktur ramping (satu dimensi) di tanah dengan kekakuan lentur dan kekakuan aksial yang signifikan. Pile dapat digunakan untuk menggambarkan suatu tiang pondasi dengan bentuk lingkaran, persegi, atau sesuai dengan permintaan user. Borehole berfungsi sebagai perintah penggambaran maupun pendefinisan lapisan-lapisan tanah yang ada. Point Load adalah perintah pemberian pembebanan titik pada kondisi yang sudah ada. Distributed Load juga digunakan untuk mendefinisikan pembebanan tetapi dalam bentuk beban merata Set Data Material (Material Data Set) Tahap ini diperlukan untuk menentukan bahan yang akan digunakan dalam model seperti jenis tanah, beton dan lain sebagainya. Pada proses ini, kita pilih tipe material yang akan kita definisikan. Ada empat jenis yaitu soil & interfaces, beams, walls, floors, dan springs.

61 29 Untuk tanah, digunakan tipe soil & interfaces, lalu definisikan jenis tanah yang akan digunakan dengan membuat isian data pada tombol new. Selanjutnya untuk kolom identification diisi nama jenis tanah yang akan kita gunakan. Untuk model material terdapat empat pilihan yang tersedia, antara lain Linear Elastik, Mohr-Coulomb serta model material yang lainnya. Sedangkan untuk tipe material terdapat tiga pilihan, yaitu drained, undrained, dan non-porous. Untuk mendeskripsikan rel dan bantalan digunakan tipe beams, kemudian diisikan parameter yang sesuai dengan data. Material beams secara umum menampilkan jenis material balok tertentu atau profil balok dan diberikan pada elemen horizontal dan/ atau vertikal sesuai pada model geometri. Untuk menggambarkan geogrid digunakan floors. Secara umum floors menampilkan jenis material lantai tertentu atau profil lantai dan dapat diberikan pada cluster yang sesuai pada elemen lantai pada model geometri. Untuk tipe walls dan springs tidak digunakan. Untuk mendefinisikan suatu sifat dan karakteristik dari setiap elemen yang telah digambarkan seperti lapisan tanah, pile, dan sebagainya digunakan Material sets Pembuatan Jaring-Jaring Elemen (Mesh Generations) Digunakan untuk membuat pembagian luasan model menjadi bagian-bagian lebih kecil yang disebut cluster. Dalam Plaxis 3D, digunakan fasilitas 2D mesh generator untuk pembuatan jaring elemen 2D pada model, kemudian selanjutnya digunakan 3D mesh generator untuk membuat jaring elemen 3D. Secara otomatis model akan terbagi menjadi bagian-bagian kecil berbentuk segitiga yang saling berhubungan membentuk model secara utuh.

62 30 2D Mesh Generator merupakan pembangkit jaring-jaring dua dimensi dengan hasil tidak terstruktur (unstructured mesh). Walaupun tidak terstruktur, perhitungan yang dihasilkan umumnya lebih baik daripada yang terstruktur (structured mesh). 3D mesh Generator berfungsi untuk membentuk jaring-jaring elemen tiga dimensi setelah jaring-jaring dua dimensi terbentuk Perhitungan (Calculations) Perhitungan menggunakan program kalkulasi dapat dilakukan setelah pembuatan geometri model dan pembuatan jarring elemen selesai, prosedur perhitungan ini perlu menentukan tipe perhitungannya dan tipe dari pembebanannya. Pemodelan suatu pembebanan tanah dalam suatu proyek biasanya dibagi menjadi beberapa fase perhitungan, misalkan fase pertama, memperhitungkan kondisi awal, sedangkan fase kedua, memperhitungkan fase pertama, fase ketiga memperhitungkan fase kedua dan seterusnya. Pada menu general ditulis fase sesuai dengan nama fase pembebanan, dan tipe kalkulasi menggunakan plastic calculation. Parameter yang dimasukkan (additional step) sebesar 250 langkah, sedangkan loading input memakai staged contruction untuk perhitungan. Pada kolom parameters, diperlukan pendefinisian beban serta pengaktifan model pondasi dan beban yang telah dibuat sebelumnya. Untuk beban, diberikan nilai beban pada sumbu Y nilai negatif, yang berarti arah beban berlawanan dengan sumbu Y (ke arah bawah). Langkah selanjutnya adalah penentuan titik acuan pada dasar pondasi untuk menentukan acuan pada perhitungan dan pembuatan grafik beban perpindahan. Selanjutnya perhitungan dapat dilakukan dan akan menghasilkan keluaran setelah keseluruhan tahapan perhitungan selesai.

63 31 Toolbar Calculation digunakan untuk mendefinisikan kondisi perhitungan yang akan dilakukan. Tombol Next phase untuk memproses ke tahap perhitungan selanjutnya. Phase Window adalah tombol untuk mengurutkan semua fase perhitungan yang telah ditetapkan. Select Point for Curves dapat dipakai untuk pra-pilih titik untuk dibuat kurva beban-perpindahan maupun tegangan. Setelah semuanya telah disiapkan, perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan perintah Calculate Keluaran (Output) Sub-program output dipakai apabila perhitungan dalam sub-program selesai dilakukan. Keluaran utama dari perhitungan elemen hingga adalah perpindahan pada titik-titik nodal dan tegangan pada titik-titik tegangan. Selain itu, saat model elemen hingga mengikutsertakan elemen structural, maka gaya-gaya struktural juga akan dihitung dalam elemen ini. Hasil yang diperoleh antara lain perpindahan total, perpindahan horizontal, perpindahan vertical, tegangan efektif, tegangan total, dan lain-lain berupa gambar geometri sesuai input. Umumnya hasil-hasil tersebut disajikan dalam bentuk gradasi warna atau kontur sesuai dengan tipe output.

64 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Uraian Umum Penelitian ini terdiri atas dua tahap, yaitu penelitian laboratorium dan analisis data hasil penelitian. Sebelum dilaksanakan penelitian laboratorium dilakukan terlebih dahulu pengujian pendahuluan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari tanah yang dipakai. Penelitian laboratorium dilakukan dengan model uji laboratorium dalam box uji. Pembebanan dilakukan pada model rel kereta api dengan 3 macam kondisi tanah dasar. Kondisi yang digunakan pada tanah dasar adalah tanah pasir, tanah lunak tanpa perkuatan, dan tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk. Setelah itu dilakukan analisis terhadap data hasil pengujian. Analisis tersebut dilakukan dengan 2 metode, yaitu : 1. Analisis Data Pengujian Laboratorium Pengujian yang dilaksanakan akan menghasilkan hubungan anatara beban yang diberikan dengan nilai displacement yang terjadi pada model kereta api. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara jarak rel dan displacement di sepanjang model kereta api pada masing-masing beban. 2. Analisis dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 Software Plaxis merupakan software yang dibuat khusus untuk kepentingan ilmu geoteknik. Nilai displacement tanah diperoleh setelah memasukkan datadata uji pendahuluan yang akan dikalkulasi dengan cara menjalankan program Plaxis. 32

65 Uji Pendahuluan Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : 1. Uji water content (ASTM D ) untuk mengetahui kadar air tanah. 2. Uji bulk density (ASTM D ) untuk mengetahui berat isi tanah basah. 3. Uji specific gravity (ASTM D ) untuk mengetahui berat jenis butiran tanah. 4. Uji grain size (ASTM D ) untuk mengetahui persentase susunan butiran tanah sehingga dapat diketahui jenis tanah yang akan diuji. 5. Uji Atterberg limits (ASTM D a) untuk mengetahui batas cair, batas plastis dan indeks plastisitas tanah. 6. Uji direct shear (ASTM D ) untuk mengetahui besarnya sudut geser dalam. 7. Uji unconfined compression strength/ucs (ASTM D ) untuk mengetahui besarnya kohesi undrained. 8. Uji standard proctor (ASTM D ) untuk mencari kadar air optimum yang digunakan untuk menentukan kepadatan tanah. 9. Uji california bearing ratio/cbr (ASTM D ) untuk menentukan kepadatan tanah uji berdasarkan nilai CBR. 3.3 Alat Dan Bahan Alat Alat-alat uji pembebanan yang terdiri dari : 1. Satu unit box uji baja Box uji ini terbuat dari baja berukuran panjang 100 cm, lebar 100 cm dan tinggi 60 cm. Gambar berikut ini menunjukkan box uji. Boks uji digunakan sebagai tempat tanah serta model rel kereta api. Gambar berikut menunjukkan boks

66 34 ujidan model struktur rel kereta api dalam boks uji dengan berbagai kondisi tanah dasar. Gambar 3.1 Satu unit box uji baja Balok Kayu 10cmx6cm Balok Kayu (10cmx6cm)2 Baut Dial Gauge Plat Penyangga Beban Pasir Box Uji Gambar 3.2 Sketsaa potongan melintang set up pembebanan pada media tanah pasir.

67 35 Gambar 3.3 Sketsa potongan melintang set up pembebanan pada media tanah lunak tanpa perkuatan Balok Kayu 10cmx6cm Balok Kayu (10cmx6cm)2 Baut Dial Gauge Plat Penyangga Beban Geosintetik Lempung Tiang Cerucuk Lepas Ø 1 cm, p = 25 cm Pasir Gambar 3.4 Sketsa potongan melintang set up pembebanan pada media tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk

68 36 Plat Penyangga Beban Boogie Dial Gauge Bantalan Ballast Lempung Geosintetik Tiang Cerucuk Lepas Ø 1 cm, p = 25 cm Gambar 3.5 Detail set up pembebanan pada pada media tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk 2. Dial gauge Alat ini digunakan untuk mengetahui besarnya deformasi permukaan tanah pada saat uji pembebanan. Dial gauge yang digunakan berjumlah 5 buah (kanan dan kiri) dengan ketelitian 0,01 mm (Gambar 3.6). Gambar 3.6 Dial gauge 3. Nivo Alat ini digunakan untuk mengukur permukaan bantalan maupun rel terhadap tanah agar benar-benar rata secara horizontal. Gambar 3.7 Nivo

69 37 4. Beban (Slotted Weights) Beban yang digunakan dalam pengujian utama dalam penelitian ialah berupa 10 unit besi coak yang masing-masing bobotnya sebesar 8 Kg. Gambar 3.8 Slotted weights 5. Alat Pendukung Alat pendukung lainnya, seperti palu, obeng, tang, pemadat tanah, penggaris, gelas ukur dan tempat mencampur tanah Bahan 1. Tanah Tanah yang digunakan sebagai media uji pada penelitian ini merupakan tanah lunak yang diambil dari daerah Palur, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sedangkan untuk tanah pasir telah tersedia di laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. 2. Air Air yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. 3. Kayu Bantalan Kayu yang digunakan sebagai bantalan kereta api terbuat dari kayu jati muda. 4. Besi Rel Besi rel yang digunakan terbuat dari besi siku yang di potong dua bagian masing-masing panjangnya 90 cm.

70 38 5. Ballast Ballast yang digunakan untuk melengkapi model sistem struktur rel kereta api terbuat dari batu pecah yang keras dengan diameter antara mm yang nantinya akan disaring kemudian sesuai ukuran yang telah ditentukan. 6. Geosintetik Model geosintetik yang digunakan dalam penelitian merupakan bahan yang terbuat dari kain anyam ex - karung pupuk. Pemilihan bahan didasarkan pada kemiripan sifat dengan salah satu produk geosintetik yaitu geotekstil yang terbuat dari bahan polymer polypropylene. Gambar berikut menunjukkan model geosintetik yang digunakan. Gambar 3.9 Model geosintetik 7. Cerucuk Kayu Cerucuk kayu merupakan pemodelan pondasi tiang yang terbuat dari kayu jati muda pejal, dengan diameter 1 cm dan panjang 25 cm. 3.4 Tahapan Penelitian Tahap Persiapan 1. Penyiapan Benda Uji Benda uji merupakan tiang cerucuk sebagai permodelan reduksi dari tiang pancang yang terbuat dari kayu pejal. Pemasangannya dilakukan dengan memasukkan tiang cerucuk ke dalam commit tanah to user lunak, kemudian di atasnya dipasang

71 39 geosintetik berupa bahan yang terbuat dari kain anyam ex karung pupuk yang berada di bawah ballast yang berukuran 100 cm x 51 cm. Plat Penyangga Beban Boogie Dial Gauge Bantalan Ballast Lempung Geosintetik Tiang Cerucuk Lepas Ø 1 cm, p = 25 cm Gambar 3.10 Model benda uji small size tiang cerucuk Benda uji small size berdiameter 1 cm dan panjang 25 cm. Tiang cerucuk sejumlah 2 buah dipasang di bawah ballast sebelah kanan dan kiri bantalan. 2. Penyiapan Media Tanah Media tanah yang digunakan sebagai subgrade berupa tanah pasir dan tanah lempung lunak. Tanah pasir diasumsikan sebagai tanah dasar yang baik, diambil dengan sistem pengambilan terganggu (disturbed sample). Tanah lunak juga diambil dengan system pengambilan terganggu (disturbed sample). a. Tanah baik (dominan pasir) Media tanah pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah baik (termasuk tanah dominan pasir) yang diambil dengan sistem pengambilan terganggu (disturbed sample). Persiapan media tanah ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : Menjemur tanah di bawah sinar matahari atau pengeringan di udara hingga kering untuk mendapatkan tanah yang dapat disaring (Bowles, 1984). Menyaring tanah dengan lolos ayakan No. 4 (diameter 4,75 mm). Mencampur tanah dengan air menggunakan rasio air tanah yang diperhitungkan terlebih dahulu menggunakan uji standard proctor. Dalam

72 40 penelitian ini rasio yang didapatkan saat kadar air optimum ialah 380 ml / 2 kg. Memasukkan tanah ke dalam kotak uji. Menumbuk tanah dan memadatkannya dengan tinggi jatuh 20 s/d 30 cm sebanyak 1/3 tinggi kotak uji.. Memasukkan tanah lagi hingga mencapai 2/3 tinggi kotak uji, kemudian melakukan pemadatan. Memasukkan tanah hingga penuh, kemudian dilakukan pemadatan. Menguji kepadatan tanah pasir dengan alat uji CBR pada 3 titik yang berbeda. b. Tanah Lunak. Media tanah kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lunak dengan sistem pengambilan terganggu (disturbed sample). Persiapan media tanah ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : Menjemur tanah di bawah sinar matahari hingga kering. (Gambar 3.11) Gambar 3.11 Penjemuran tanah di bawah sinar matahari

73 41 Menghancurkan tanah dengan soil crusher. (Gambar 3.12) Gambar 3.12 Penghancuran tanah dengan soil crusher Menyaring tanah yang sudah hancur dengan spesifikasi lolos ayakan No. 4 (diameter 4,75 mm). (Gambar 3.13) Gambar 3.13 Penyaringan tanah dengan ayakan No. 4 Mencampur tanah dengan air menggunakan rasio air tanah yang diperhitungkan terlebih dahulu menggunakan uji standard proctor. Dalam penelitian ini rasio yang didapatkan saat kadar air optimum ialah 361,37 ml / 2 kg. Setelah rasio air commit diketahui, to user tanah dicampur dengan air dengan

74 42 rasio air yang lebih atau dengan kadar yang membuat tanah tersebut menjadi lebih lunak (bukan kepadatan maksimum). (Gambar 3.14) Gambar 3.14 Pencampuran tanah dengan air Mengganti separuh tinggi dari media tanah pasir dengan memasukkan tanah lempung tersebut di atasnya. Memasukkan tanah ke dalam kotak uji. Menumbuk tanah dan memadatkannya dengan tinggi jatuh 20 s/d 30 cm sebanyak 1/3 tinggi kotak uji. (Gambar 3.15) Gambar 3.15 Pemadatan commit to tanah user dengan alat pemadat

75 43 Memasukkan tanah lagi hingga mencapai 2/3 dari separuh tinggi kotak uji, kemudian melakukan pemadatan. Memasukkan tanah hingga penuh, kemudian dilakukan pemadatan. Menguji kepadatan lempung dengan alat uji CBR pada 3 titik yang berbeda. (Gambar 3.16) Gambar 3.16 Pengujian kepadatan tanah dengan alat CBR c. Persiapan Struktur Rel Kereta Api Tereduksi Menyaring batu pecah yang akan digunakan sebagai ballast dengan perbandingan gradasi seperti yang telah tersedia pada tabel di bawah ini. Tabel 3.1 Perbandingan gradasi ballast atas dalam skala asli dengan skala tereduksi. Ukuran Persen Lolos Saringan (%) Saringan Skala Asli Skala Tereduksi No. No. 2 1,5 1 0,75 0,5 3/8 0,75 0,5 3/8 (inci)

76 44 Menyusun ballast di atas media tanah, baik tanah pasir maupun tanah lunak. Untuk tanah lunak yang menggunakan perkuatan geosintetik, kain anyam diletakkan terlebih dahulu sebelum ballast dihamparkan di atas media tanah. (Gambar 3.17) Gambar 3.17 Penghamparan ballast di atas media tanah Memadatkan ballast dan menjaga agar permukaanya tetap datar. Menguji kepadatan ballast dengan alat uji CBR pada 3 titik yang berbeda. (Gambar 3.18) Gambar 3.18 Pengujian kepadatan ballast dengan alat uji CBR

77 45 Memotong besi siku sebagai rel, lempeng besi sebagai boogie dan kayu bantalan sesuai dengan ukuran yang telah direduksi dari skala aslinya, seperti yang diperlihatkan pada tabel di bawah ini. Tabel 3.2 Perbandingan dimensi struktur rel kereta api dalam skala asli dengan skala terduksi pada suatu model uji No Faktor Skala Asli Skala Tereduksi 1. Lebar sepur 1200 mm 120 mm 2. Bantalan kayu a. Panjang b. Lebar c. Tinggi d. Jarak antar bantalan 2100 mm 200 mm 140 mm 600 mm 210 mm 20 mm 14 mm 60 mm Ballast atas a. Lebar atas b. Lebar bawah c. Tebal Ballast bawah a. Lebar atas b. Lebar bawah c. Tebal Jarak antar roda (depan dan belakang) 2700 mm 4200 mm 390 mm 4800 mm 6000 mm 150 mm * gabungan antara balas atas dan balas bawah *270 mm *510 mm *54 mm mm 230 mm 21 1,4 5, Gambar 3.19 Potongan Melintang Struktur Rel Kereta Api Skala Tereduksi (dalam cm) Mempersiapkan ke-sepuluh dial gauge dan menepatkannya pada 10 titik yang telah ditentukan jaraknya.

78 46 Menyusun seluruh alat dan bahan di atas menjadi satu kesatuan yang memperlihatkan rangkaian struktur rel kereta api tereduksi seperti ditunjukkan pada gambar di bawah. (a) (b) Gambar 3.20 (a) Perletakan dial dan posisi pembebanan pada model rel (b) Rangkaian tereduksi struktur rel kereta api d. Persiapan Alat Pembebanan Alat pembebanan terdiri dari slotted weights yang memepunyai massa 8 kg. Meletakkan media tanah pada box uji dengan ukuran 100 cm x 100 cm x 60 cm dengan mekanisme yang tercantum dalam poin 2 tahap persiapan. Memasang model geosintetik, perkuatan cerucuk kayu dan struktur rel kereta api di atas media tanah tersebut.

79 47 Memasang boogie secara presisi di atas rel kereta pada titik pertama dari 4 titik yang direncanakan. Menyusun slotted weights di atas boogie dengan beban awal yaitu 16 kg Tahap Pelaksanaan Uji Model Laboratorium 1. Pengaturan Pembebanan Mengambil prinsip kereta api melewati rel secara berulang dengan melakukan pemberhentian di tiap titik pembebanan, dimana setiap titiknya posisi roda depan dan belakang tepat di posisi kedua dial. Melakukan sebanyak lima kali siklus (pergi-pulang), maka pembebanan diasumsikan pada tahap pembebanan statis repetitif. 2. Pelaksanaan Pengujian dan Pengambilan Data Mulanya meletakkan boogie pada titik pertama (posisi A) kemudian melakukan pembacaan awal dial gauge, kondisi ini menggambarkan kondisi saat struktur rel tidak mengalami pembebanan. (Gambar 3.21) Gambar 3.21 Pemasangan boogie di atas struktur rel kereta api

80 48 Memberikan beban sebesar 16 kg di atas boogie pada titik pertama (posisi A) dan melakukan pembacaan dial gauge kembali. (Gambar 3.22) Gambar 3.22 Pemasangan beban di atas model struktur rel kereta api Menarik boogie bersama beban ke titik kedua (posisi B) diikuti dengan membaca dial gauge pada tiap titik pembebanan hingga jarum pada dial dalam keadaan stabil. Setelah pembebanan titik pertama dan kedua selesai, melakukan pembebanan di titik ketiga dan keempat dengan langkah yang sama. (Gambar 3.23) (a) (b) (c) (d) Gambar 3.23 Pembebanan dan pembacaan dial.(a) beban di posisi A. (b) beban di posisi B.(c) commit beban to di user posisi C. (d) beban di posisi D.

81 49 Melakukan langkah yang sama dengan sebelumnya dengan berbalik arah (pulang). Siklus pembebanan (pergi-pulang) dilakukan sebanyak lima kali. Pembebanan berikutnya menggunakan beban 32 kg, 48 kg, 64 kg, dan 80 kg dilakukan dengan menggunakan langkah yang sama pula. 3.5 Pemodelan dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 Pemodelan dalam Plaxis diusahakan semirip mungkin dengan kondisi uji pemodelan untuk mendapatkan perilaku yang mirip pula. Tahap pemodelan dalam Plaxis meliputi : Pengaturan Umum (General Setting) Langkah-langkah yang akan ditampilkan memakai contoh perhitungan pada pembebanan struktur rel kereta api pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan tiang cerucuk. Pada project input, dialog box description diisi lunak perkuatan, sedangkan untuk mempermudah mengidentifikasi pekerjaan apa yang sedang dilakukan komentar yang dicantumkan adalah pembebanan pada tanah lunak perkuatan. Kemudian terima saja bagian dialog box gravitasi bumi sebesar 9,8 m/s 2 dan γair sebesar 10 kn/m 3. Pada dimensions input, satuan yang digunakan adalah meter, kn dan hari. Dimensi geometri yang digunakan untuk Xmin, Xmax, Zmin, Zmax berturut-turut adalah 0.00, 1.00, 0.00, 1.00, sedangkan grid yang digunakan adalah 0.1 m dengan interval 20.

82 50 Gambar 3.24 General settings (Project) Gambar 3.25 General settings (Dimensions) Kontur Geometri (Geometry Contour) Pada tahap ini, proses yang dilakukan adalah pembuatan luasan model geometri, bidang kerja (work planes), rel, bantalan, geosintetik, pondasi tiang cerucuk, pembebanan pada rel dan penentuan lapisan tanah. Bidang kerja (work planes) merupakan bidang horizontal arah x-z pada elevasi tertentu (y) yang berfungsi untuk mendefinisikan struktur dan beban yang dikenakan. Pemodelan rel dan bantalan menggunakan beams dengan parameter yang telah ditentukan. Untuk pemodelan geosintetik menggunakan floor, sedangkan pemodelan pondasi tiang

83 51 cerucuk menggunakan pile. Pembebanan yang dikenakan pada rel menggunakan point load. Pada penentuan lapisan tanah digunakan borehole. Gambar 3.26 Kontur geometri Set Data Material (Material Data Sets) Pada proses ini, kita pilih tipe material yang akan kita definisikan. Beberapa material yang digunakan yaitu soil & interfaces, beams, floors. Untuk tanah, menggunakan tipe material soil & interfaces. Jenis tanah yang digunakan adalah tanah pasir, tanah lunak dan ballast. Material model yang digunakan adalah Mohr-Coulomb. Tipe material dipilih undrained karena tanah yang dijadikan model adalah tanah yang memiliki nilai permeabilitas sangat kecil, sehingga dianggap tidak terjadi aliran air. Cerucuk menggunakan material model linear elastic, dengan tipe material Non-porous.

84 52 (a) (b) Gambar 3.27 Set data material tanah : (a) Umum (b) Parameter Untuk rel dan bantalan, menggunakan tipe material beams. Kemudian diisi parameter yang sesuai dengan data yang telah ditentukan. Untuk menggambarkan geosintetik, menggunakan floor kemudian parameter pada floor diisi sesuai dengan sifat-sifat yang mewakili geosintetik.

85 53 Gambar 3.28 Set data material Beams \ Gambar 3.29 Set data material Floors Pembuatan Jaring-Jaring Elemen (Mesh Generations) Proses ini dilakukan setelah pembuatan kontur geometri dan set data material selesai. Tujuan proses ini adalah untuk membuat pembagian luasan model menjadi bagian-bagian lebih kecil yang disebut cluster. Dalam Plaxis 3D, digunakan fasilitas 2D mesh generator untuk pembuatan jaring elemen 2D pada model, kemudian selanjutnya digunakan 3D mesh generator untuk membuat jaring elemen 3D. Secara otomatis model akan terbagi menjadi bagian-bagian kecil berbentuk segitiga yang saling berhubungan membentuk model secara utuh.

86 54 Gambar 3.30 Pembuatan jaring-jaring elemen 2D Gambar 3.31 Pembuatan jaring-jaring elemen 3D Perhitungan (Calculations) Setelah jaring elemen 2D dan 3D disusun dengan lengkap, maka proses perhitungan sudah dapat dimulai. Tetapi untuk memulai sebuah proses perhitungan, harus ditentukan terlebih dahulu tahapan perhitungannya. Untuk memulai perhitungan klik tombol Calculation, kemudian menentukan fase yang akan digunakan dalam perhitungan. Fase yang secara otomatis terbentuk adalah initial phase. Pada fase tersebut, seluruh elemen struktural dan beban yang tampil pada geometri awal secara otomatis tidak aktif, hanya cluster tanah yang aktif. Pada fase ini pula secara otomatis commit to terpilih user metode gravity loading untuk

87 55 menyusun tegangan awal. Kemudian pada jendela parameter menggunakan langkah perhitungan sebanyak 250 sesuai dengan standar PLAXIS. Untuk membuat fase baru dipilih toolbar next phase, kemudian kita beri nama posisi A pergi 1. Pada fase tersebut mulai mengaktifkan elemen-elemen yang telah digambarkan pada model geometri, diantaranya rel, bantalan, dan beban pada posisi paling pinggir. Fase selanjutnya diberi nama posisi B pergi 1, bagian yang diaktifkan adalah beban pada posisi B, beban pada posisi A dinonaktifkan. Hal tersebut dilakukan berulang-ulang sampai fase posisi D pergi 1. Untuk fase pulang, dilakukan perintah yang sama juga dengan arah terbalik dari fase pergi, dengan fase pertama adalah posisi D pulang 1 dan diakhiri fase posisi A pulang 1. Fase pergi dan pulang tersebut diulangi sebanyak 5 kali. Gambar 3.32 Dialog box fase perhitungan Gambar commit 3.33 Proses to user perhitungan

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii ABSTRAK iv ABSTRACT v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xix DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xx BAB I PENDAHULUAN 1 1.1

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 Analisis Stabilitas Lereng Bertingkat dengan Perkuatan Gabion Stability Analysis Double-decker Slope with Gabion Reinforcement SKRIPSI Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

ANALISIS DEFLEKSI DAN KAPASITAS LATERAL TIANG TUNGGAL FREE-END PILE PADA TANAH KOHESIF

ANALISIS DEFLEKSI DAN KAPASITAS LATERAL TIANG TUNGGAL FREE-END PILE PADA TANAH KOHESIF ANALISIS DEFLEKSI DAN KAPASITAS LATERAL TIANG TUNGGAL FREE-END PILE PADA TANAH KOHESIF Analysis Deflection and Lateral Capacity of Single Pile Free-End Pile in Cohesive Soil SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah

Lebih terperinci

ANALISIS ANGKA KEAMANAN (SF) LERENG SUNGAI CIGEMBOL KARAWANG DENGAN PERKUATAN PILE DAN SHEET PILE SKRIPSI

ANALISIS ANGKA KEAMANAN (SF) LERENG SUNGAI CIGEMBOL KARAWANG DENGAN PERKUATAN PILE DAN SHEET PILE SKRIPSI ANALISIS ANGKA KEAMANAN (SF) LERENG SUNGAI CIGEMBOL KARAWANG DENGAN PERKUATAN PILE DAN SHEET PILE SLOPE SAFETY FACTOR (SF) ANALYSIS IN CIGEMBOL RIVER KARAWANG WITH PILE AND SHEET PILE REINFORCEMENT SKRIPSI

Lebih terperinci

STUDI PENURUNAN PONDASI TELAPAK DIPERKUAT KOLOM KAPUR DI ATAS PASIR

STUDI PENURUNAN PONDASI TELAPAK DIPERKUAT KOLOM KAPUR DI ATAS PASIR STUDI PENURUNAN PONDASI TELAPAK DIPERKUAT KOLOM KAPUR DI ATAS PASIR Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Oleh: Renaya Herawati

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian...

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian... viii DAFTAR ISI LEMBAR HAK CIPTA LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Penelitian... 1 1.2. Rumusan masalah penelitian...

Lebih terperinci

Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126; Telp

Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126; Telp SIMULASI PERILAKU PENURUNAN TERHADAP BEBAN PADA PONDASI GABUNGAN TELAPAK DAN SUMURAN PADA TANAH PASIR DENGAN VARIASI KEDALAMAN TELAPAK DAN PANJANG SUMURAN Heri Afandi 1), Niken Silmi Surjandari 2), Raden

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1. DAFTAR ISI Judul Pengesahan Persetujuan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN Halaman i ii iii iv i vi vii iiii xii

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. tanah yang buruk. Tanah dengan karakteristik tersebut seringkali memiliki permasalahan

Bab 1 PENDAHULUAN. tanah yang buruk. Tanah dengan karakteristik tersebut seringkali memiliki permasalahan Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bowles (1991) berpendapat bahwa tanah dengan nilai kohesi tanah c di bawah 10 kn/m 2, tingkat kepadatan rendah dengan nilai CBR di bawah 3 %, dan tekanan ujung konus

Lebih terperinci

ANALISA PENANGANAN PENURUNAN TANAH DI TANAH MAS, SEMARANG UTARA

ANALISA PENANGANAN PENURUNAN TANAH DI TANAH MAS, SEMARANG UTARA LEMBAR PENGESAHAN Judul : ANALISA PENANGANAN PENURUNAN TANAH DI TANAH MAS, SEMARANG UTARA Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Tugas Akhir dalam Menyelesaikan Sarjana Strata I Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO...

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO... DAFTAR ISI TUGAS AKHIR... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii PERNYATAAN... iv PERSEMBAHAN... v MOTTO... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 2.1.1 Material Geosintetik Penggunaan material geosintetik pada proyek perbaikan tanah semakin luas, material geosintetik yang telah teruji kekuatannya

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Konstruksi jalan rel

Gambar 2.1 Konstruksi jalan rel BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Jalan Kereta Api Struktur jalan kereta api adalah suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana infrastruktur dalam perjalanan kereta api. Konsep struktur jalan

Lebih terperinci

Jalan Ir.Sutami No.36A Surakarta Telp.(0271)

Jalan Ir.Sutami No.36A Surakarta Telp.(0271) MATERIAL BATU KAPUR SEBAGAI LAPISAN SUBBASE COURSE PADA SUBGRADE TANAH LUNAK DENGAN PERKUATAN PLASTIK DAN GEOSINTETIK Estu Waskita A. 1) Bambang Setiawan 2) Harya Dananjaya H. I. 3) 1) Mahasiswa, Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS DEFLEKSI DAN KAPASITAS LATERAL TIANG TUNGGAL FREE-END PILE PADA TANAH KOHESIF

ANALISIS DEFLEKSI DAN KAPASITAS LATERAL TIANG TUNGGAL FREE-END PILE PADA TANAH KOHESIF ANALISIS DEFLEKSI DAN KAPASITAS LATERAL TIANG TUNGGAL FREE-END PILE PADA TANAH KOHESIF Analysis Deflection and Lateral Capacity of Single Pile Free-End Pile in Cohesive Soil SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Lokasi pengambilan sampel tanah berasal dari proyek jembatan pengarengan jalan tol Cinere Jagorawi Sesi II, Depok, Jawa Barat. Untuk pengujian pemodelan matras dan

Lebih terperinci

Naskah Publikasi Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Naskah Publikasi Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Naskah Publikasi Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ANALISIS PEMBEBANAN SIKLIK PADA PEMODELAN NUMERIK STRUKTUR JALAN KERETA API Andree Arief Pratama 1,

Lebih terperinci

JUDUL HALAMAN PENGESAHAN BERITA ACARA MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

JUDUL HALAMAN PENGESAHAN BERITA ACARA MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BERITA ACARA... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... vii ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN SECANT PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH BASEMENT DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS v8.2 (Proyek Apartemen, Jl. Intan Ujung - Jakarta Selatan) Diajukan sebagai syarat untuk meraih

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS ABSTRAK

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS ABSTRAK ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS Andrea Bertrand Steinmets Timisela NRP: 0421019 Pembimbing: Ir. Asriwiyanti

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN ATAU TANPA PERKUATAN GEOTEXTILE DENGAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS ABSTRAK

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN ATAU TANPA PERKUATAN GEOTEXTILE DENGAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS ABSTRAK ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN ATAU TANPA PERKUATAN GEOTEXTILE DENGAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS Kistiyani Prabowo NRP : 1021054 Pembimbing : Ir. Asriwiyanti Desiani, MT. ABSTRAK Penggunaan geosintetik

Lebih terperinci

Keywords: granular soil, subbase course, k v, CBR. Kata Kunci: tanah granuler, subbase course, nilai k v, CBR

Keywords: granular soil, subbase course, k v, CBR. Kata Kunci: tanah granuler, subbase course, nilai k v, CBR PENGGUNAAN MATERIAL BATU KAPUR SEBAGAI LAPISAN SUBBASE COURSE PERKERASAN JALAN PADA SUBGRADE TANAH GRANULER Lukman Fahreza N. 1) Bambang Setiawan 2) Harya Dananjaya H. I. 3) 1) Mahasiswa, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI PADA TANAH BERBUTIR HALUS MENGGUNAKAN PERKUATAN CERUCUK KAYU DAN BAN BEKAS Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Universitas Atma

Lebih terperinci

STUDI KAPASITAS DUKUNG PONDASI LANGSUNG DENGAN ALAS PASIR PADA TANAH KELEMPUNGAN YANG DIPERKUAT LAPISAN GEOTEKSTIL

STUDI KAPASITAS DUKUNG PONDASI LANGSUNG DENGAN ALAS PASIR PADA TANAH KELEMPUNGAN YANG DIPERKUAT LAPISAN GEOTEKSTIL STUDI KAPASITAS DUKUNG PONDASI LANGSUNG DENGAN ALAS PADA TANAH KELEMPUNGAN YANG DIPERKUAT LAPISAN GEOTEKSTIL M. Iskandar Maricar 1 1 Jurusan.Teknik Sipil, Unhas, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 LANGKAH PEMODELAN ANALISA STABILITAS TIMBUNAN PADA PROGRAM PLAXIS 8.6

LAMPIRAN 1 LANGKAH PEMODELAN ANALISA STABILITAS TIMBUNAN PADA PROGRAM PLAXIS 8.6 LAMPIRAN 1 LANGKAH PEMODELAN ANALISA STABILITAS TIMBUNAN PADA PROGRAM PLAXIS 8.6 LANGKAH PEMODELAN ANALISA STABILITAS TIMBUNAN PADA PROGRAM PLAXIS 8.6 Berikut ini merupakan langkah-langkah pemodelan analisa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR NOTASI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Umum Penentuan lapisan tanah di lokasi penelitian menggunakan data uji bor tangan dan data pengujian CPT yang diambil dari pengujian yang pernah dilakukan di sekitar

Lebih terperinci

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG Nama : Donald HHL NRP : 0321083 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG ABSTRAK Akibat kondisi dan struktur dari

Lebih terperinci

PENGARUH TINGGI GALIAN TERHADAP STABILITAS LERENG TANAH LUNAK ABSTRAK

PENGARUH TINGGI GALIAN TERHADAP STABILITAS LERENG TANAH LUNAK ABSTRAK PENGARUH TINGGI GALIAN TERHADAP STABILITAS LERENG TANAH LUNAK Nikodemus Leomitro NRP: 1221043 Pembimbing: Ir. Herianto Wibowo, M.Sc. ABSTRAK Lereng merupakan sebidang tanah yang memiliki sudut kemiringan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada III. METODE PENELITIAN A. Pengambilan Sampel Sampel tanah yang dipakai dalam penelitian ini adalah tanah lempung lunak yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada kondisi tidak

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR STUDI KASUS STABILITAS LERENG dan PENANGANAN KELONGSORAN PADA RUAS KALI BODRI - KENDAL (Case Study Of Slope Stability And Landslide Handling On The Bodri River Kendal) Diajukan

Lebih terperinci

PERBAIKAN DAN PERKUATAN TANAH LUNAK PADA FONDASI DANGKAL MENGGUNAKAN ABU SERABUT KELAPA DAN LAPIS BAN BEKAS

PERBAIKAN DAN PERKUATAN TANAH LUNAK PADA FONDASI DANGKAL MENGGUNAKAN ABU SERABUT KELAPA DAN LAPIS BAN BEKAS PERBAIKAN DAN PERKUATAN TANAH LUNAK PADA FONDASI DANGKAL MENGGUNAKAN ABU SERABUT KELAPA DAN LAPIS BAN BEKAS Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MATERIAL BATU KAPUR SEBAGAI LAPISAN SUBBASE COURSE PERKERASAN JALAN PADA SUBGRADE TANAH LUNAK DENGAN PERKUATAN PLASTIK DAN GEOSINTETIK

PENGGUNAAN MATERIAL BATU KAPUR SEBAGAI LAPISAN SUBBASE COURSE PERKERASAN JALAN PADA SUBGRADE TANAH LUNAK DENGAN PERKUATAN PLASTIK DAN GEOSINTETIK PENGGUNAAN MATERIAL BATU KAPUR SEBAGAI LAPISAN SUBBASE COURSE PERKERASAN JALAN PADA SUBGRADE TANAH LUNAK DENGAN PERKUATAN PLASTIK DAN GEOSINTETIK The Use of Lamestone Material as Subbase Course Layer of

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Langkah Program PLAXIS V.8.2

LAMPIRAN 1. Langkah Program PLAXIS V.8.2 L1-1 LAMPIRAN 1 Langkah Program PLAXIS V.8.2 Analisa Beban Gempa Pada Dinding Basement Dengan Metode Pseudo-statik dan Dinamik L1-2 LANGKAH PEMODELAN ANALISA BEBAN GEMPA PADA DINDING BASEMENT DENGAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada suatu struktur jalan, tanah dasar (subgrade) merupakan bagian yang sangat penting, karena bagian ini akan memikul beban struktur lapis keras dan beban lalulintas

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

PENGARUH DIAMETER TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL TIANG TUNGGAL ABSTRAK

PENGARUH DIAMETER TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL TIANG TUNGGAL ABSTRAK PENGARUH DIAMETER TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL TIANG TUNGGAL Muliadi Hidayat NRP: 1121042 Pembimbing: Ir. Herianto Wibowo, M.T. Pembimbing Pendamping: Andrias S. Nugraha, S.T., M.T. ABSTRAK Pondasi

Lebih terperinci

INVESTIGASI SIFAT FISIS, KUAT GESER DAN NILAI CBR TANAH MIRI SEBAGAI PENGGANTI SUBGRADE JALAN ( Studi Kasus Tanah Miri, Sragen )

INVESTIGASI SIFAT FISIS, KUAT GESER DAN NILAI CBR TANAH MIRI SEBAGAI PENGGANTI SUBGRADE JALAN ( Studi Kasus Tanah Miri, Sragen ) INVESTIGASI SIFAT FISIS, KUAT GESER DAN NILAI CBR TANAH MIRI SEBAGAI PENGGANTI SUBGRADE JALAN ( Studi Kasus Tanah Miri, Sragen ) Qunik Wiqoyah 1, Anto Budi 2 Beny Ariyanto 3 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Program Studi Teknik Sipil. Disusun Oleh NIM NIM

TUGAS AKHIR. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Program Studi Teknik Sipil. Disusun Oleh NIM NIM Analisis Stabilitas dan Penurunan Timbunan pada Tanah Lunak dengan Vertical Drain, Perkuatan Bambu dan Perkuatan Geotextile Studi Kasus pada Discharge Channel Proyek PLTGU Tambak Lorok, Semarang TUGAS

Lebih terperinci

PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI. Oleh

PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI. Oleh 786 / FT.01 / SKRIP / 04 / 2008 PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI Oleh MIRZA RIO ENDRAYANA 04 03 01 047 X DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... BERITA ACARA... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR NOTASI... i ii iii iv vii ix

Lebih terperinci

DESAIN PONDASI TIANG DENGAN NAVFAC DAN EUROCODE 7 ABSTRAK

DESAIN PONDASI TIANG DENGAN NAVFAC DAN EUROCODE 7 ABSTRAK DESAIN PONDASI TIANG DENGAN NAVFAC DAN EUROCODE 7 Messamina Sofyan 0821026 Pembimbing: Ibrahim Surya, Ir., M. Eng. ABSTRAK Eurocode 7 dalam desain geoteknik telah secara aktif digunakan di negara-negara

Lebih terperinci

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL OLEH

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG KORELASI ANTARA KEPADATAN RELATIF TANAH PASIR TERHADAP KAPASITAS TEKAN DAN TINGGI SUMBAT PADA MODEL PONDASI TIANG PANCANG PIPA TERBUKA DENGAN DIAMETER TERTENTU YANWARD M R K NRP : 0521026 Pembimbing :

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

PERKUATAN TANAH LUNAK PADA PONDASI DANGKAL DI BANTUL DENGAN BAN BEKAS

PERKUATAN TANAH LUNAK PADA PONDASI DANGKAL DI BANTUL DENGAN BAN BEKAS PERKUATAN TANAH LUNAK PADA PONDASI DANGKAL DI BANTUL DENGAN BAN BEKAS Sumiyati Gunawan 1 dan Ferdinandus Tjusanto 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 44 Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENGUMPULAN DATA Berdasarkan hasil studi literatur yang telah dilakukan, pada penelitian ini parameter tanah dasar, tanah timbunan, dan geotekstil yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM Penimbunan pada tanah dengan metode drainase vertikal dilakukan secara bertahap dari ketinggian tertentu hingga mencapai elevasi yang diinginkan. Analisis penurunan atau deformasi

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR MOTTO PERSEMBAHAN

HALAMAN PENGESAHAN BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR MOTTO PERSEMBAHAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... iii MOTTO... iv PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR NOTASI... xiii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) Marti Istiyaningsih 1, Endah Kanti Pangestuti 2 dan Hanggoro Tri Cahyo A. 2 1 Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

Angel Refanie NRP : Pembimbing: Andrias Suhendra Nugraha, S.T., M.T. ABSTRAK

Angel Refanie NRP : Pembimbing: Andrias Suhendra Nugraha, S.T., M.T. ABSTRAK ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG AKSIAL, TRANSFER BEBAN, BEBAN-PENURUNAN PADA PONDASI TIANG BOR BERDASARKAN HASIL UJI BEBAN TIANG TERINSTRUMENTASI, PROGRAM ALLPILE, DAN PROGRAM GEO5 Angel Refanie NRP : 1221075

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Untuk dapat melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal dengan penurunan yang terjadi pada pondasi tiang sehingga akan mendapatkan prameter yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 HASIL PENGUJIAN TRIAKSIAL UNCOSOLIDATED UNDRAINED (UU)

LAMPIRAN 1 HASIL PENGUJIAN TRIAKSIAL UNCOSOLIDATED UNDRAINED (UU) LAMPIRAN 1 HASIL PENGUJIAN TRIAKSIAL UNCOSOLIDATED UNDRAINED (UU) 87 Percobaan ini menggunakan disturbed sample berupa tanah merah yang kadar airnya dibuat di atas kadar air maksimumnya kemudian dibuat

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PEMERAMAN TERHADAP KAPASITAS TARIK MODEL PONDASI TIANG BAJA UJUNG TERTUTUP PADA TANAH KOHESIF

PENGARUH WAKTU PEMERAMAN TERHADAP KAPASITAS TARIK MODEL PONDASI TIANG BAJA UJUNG TERTUTUP PADA TANAH KOHESIF PENGARUH WAKTU PEMERAMAN TERHADAP KAPASITAS TARIK MODEL PONDASI TIANG BAJA UJUNG TERTUTUP PADA TANAH KOHESIF Tri Adiya Putra NRP : 9921044 Pembimbing : Herianto Wibowo, Ir. MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

Analisis Perilaku Timbunan Tanah Pasir Menggunakan Uji Model Fisik

Analisis Perilaku Timbunan Tanah Pasir Menggunakan Uji Model Fisik Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 2016 Analisis Perilaku Timbunan Tanah Pasir Menggunakan Uji Model Fisik FADI MUHAMMAD AKMAL, YUKI

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR LEMPUNG DAN KADAR AIR PADA SISI BASAH TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG KEPASIRAN (SANDY CLAY)

PENGARUH KADAR LEMPUNG DAN KADAR AIR PADA SISI BASAH TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG KEPASIRAN (SANDY CLAY) PENGARUH KADAR LEMPUNG DAN KADAR AIR PADA SISI BASAH TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG KEPASIRAN (SANDY CLAY) Muhammad Iqbal, S.A. Nugroho, Ferry Fatnanta Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT BAMBU DAN KAPUR TERHADAP KUAT GESER TANAH BERBUTIR HALUS

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT BAMBU DAN KAPUR TERHADAP KUAT GESER TANAH BERBUTIR HALUS PENGARUH PENAMBAHAN SERAT BAMBU DAN KAPUR TERHADAP KUAT GESER TANAH BERBUTIR HALUS Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Gambut... 45

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Gambut... 45 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i HALAMAN PERNYATAAN... ii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xvii DAFTAR NOTASI... xviii INTISARI... xix ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun langkah penelitian adalah:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun langkah penelitian adalah: BAB III 56 METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian perlu diadakan alur kegiatan yang diharapkan dapat membantu dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun langkah penelitian adalah: Start Identifikasi

Lebih terperinci

Denny Nugraha NRP : Pembimbing : Ir. Asriwiyanti Desiani, MT. ABSTRAK

Denny Nugraha NRP : Pembimbing : Ir. Asriwiyanti Desiani, MT. ABSTRAK ANALISIS KONSOLIDASI PADA TANAH LUNAK DENGAN METODE PRELOADING DAN METODE KOMBINASI PRELOADING DAN PRE-FABRICATED VERTICAL DRAIN PADA PROYEK KARIMUN REGENCY Denny Nugraha NRP : 1021058 Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GRAFIK PENURUNAN PONDASI GABUNGAN TELAPAK DAN SUMURAN PADA TANAH PASIR HOMOGEN DENGAN VARIASI DIMENSI TELAPAK DAN DIAMETER SUMURAN

KARAKTERISTIK GRAFIK PENURUNAN PONDASI GABUNGAN TELAPAK DAN SUMURAN PADA TANAH PASIR HOMOGEN DENGAN VARIASI DIMENSI TELAPAK DAN DIAMETER SUMURAN KARAKTERISTIK GRAFIK PENURUNAN PONDASI GABUNGAN TELAPAK DAN SUMURAN PADA TANAH PASIR HOMOGEN DENGAN VARIASI DIMENSI TELAPAK DAN DIAMETER SUMURAN Muhammad Suhaemi 1), Niken Silmi Surjandari 2), Yusep Muslih

Lebih terperinci

PENGARUH DIMENSI, KEDALAMAN, DAN RASIO KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL DAN DEFLEKSI PADA TIANG PANCANG SPUN PILE ABSTRAK

PENGARUH DIMENSI, KEDALAMAN, DAN RASIO KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL DAN DEFLEKSI PADA TIANG PANCANG SPUN PILE ABSTRAK PENGARUH DIMENSI, KEDALAMAN, DAN RASIO KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL DAN DEFLEKSI PADA TIANG PANCANG SPUN PILE Endang Elisa Hutajulu NRP: 1221074 Pembimbing: Ir. Herianto Wibowo, M.Sc.

Lebih terperinci

LANGKAH PEMODELAN ANALISA KAPASITAS LATERAL KELOMPOK TIANG PADA PROGRAM PLAXIS 3D FOUNDSTION

LANGKAH PEMODELAN ANALISA KAPASITAS LATERAL KELOMPOK TIANG PADA PROGRAM PLAXIS 3D FOUNDSTION LANGKAH PEMODELAN ANALISA KAPASITAS LATERAL KELOMPOK TIANG PADA PROGRAM PLAXIS 3D FOUNDSTION Berikut ini langkah-langkah pemodelan analisa kapasitas lateral kelompok tiang pada program PLAXIS 3D foundation:

Lebih terperinci

PENURUNAN STRUKTUR REL KERETA API DI ATAS TANAH LUNAK DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK

PENURUNAN STRUKTUR REL KERETA API DI ATAS TANAH LUNAK DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK PENURUNAN STRUKTUR REL KERETA API DI ATAS TANAH LUNAK DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK Railway Structure Settlement on Geosynthetic Reinforced Soft Soil HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR KONSULTASI MAGANG... iv. PERNYATAAN... v. PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR KONSULTASI MAGANG... iv. PERNYATAAN... v. PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR KONSULTASI MAGANG... iv PERNYATAAN... v PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Abdul Jalil 1), Khairul Adi 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK, KEDALAMAN, DAN RASIO KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL DAN DEFLEKSI PADA TIANG PANCANG BAJA ABSTRAK

PENGARUH BENTUK, KEDALAMAN, DAN RASIO KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL DAN DEFLEKSI PADA TIANG PANCANG BAJA ABSTRAK PENGARUH BENTUK, KEDALAMAN, DAN RASIO KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL DAN DEFLEKSI PADA TIANG PANCANG BAJA Willy Tanjaya NRP: 1221018 Pembimbing: Ir. Herianto Wibowo, M.T. ABSTRAK Pondasi

Lebih terperinci

ANALISA DEFORMASI PONDASI TIANG BOR DENGAN MODEL ELEMEN HINGGA PADA TANAH STIFF CLAY

ANALISA DEFORMASI PONDASI TIANG BOR DENGAN MODEL ELEMEN HINGGA PADA TANAH STIFF CLAY ANALISA DEFORMASI PONDASI TIANG BOR DENGAN MODEL ELEMEN HINGGA PADA TANAH STIFF CLAY Komarudin Program Studi Magister Teknik Sipil UNPAR, Bandung Abstract Analysis of pile bearing capacity is determined

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... BERITA ACARA... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR NOTASI... i ii

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DASAR MODEL PONDASI DANGKAL TERHADAP KAPASITAS DUKUNGNYA PADA TANAH PASIR DENGAN DERAJAT KEPADATAN TERTENTU (STUDI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK DASAR MODEL PONDASI DANGKAL TERHADAP KAPASITAS DUKUNGNYA PADA TANAH PASIR DENGAN DERAJAT KEPADATAN TERTENTU (STUDI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK DASAR MODEL PONDASI DANGKAL TERHADAP KAPASITAS DUKUNGNYA PADA TANAH PASIR DENGAN DERAJAT KEPADATAN TERTENTU (STUDI LABORATORIUM) Ronald P Panggabean NRP : 0221079 Pembimbing : Ir. Herianto

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Sekayan Kalimantan Timur bagian utara merupakan daerah yang memiliki tanah dasar lunak lempung kelanauan. Ketebalan tanah lunaknya dapat mencapai 15

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv

DAFTAR ISI. i ii iii iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI Abstract Intisari i ii iii iv vi ix x xii xiii xiv BAB I. PENDAHULUAN 1.

Lebih terperinci

PENAMBAHAN LAPISAN PASIR PADAT SEBAGAI SOLUSI MASALAH PENURUNAN FONDASI DI ATAS LAPISAN LEMPUNG LUNAK : SUATU STUDI MODEL

PENAMBAHAN LAPISAN PASIR PADAT SEBAGAI SOLUSI MASALAH PENURUNAN FONDASI DI ATAS LAPISAN LEMPUNG LUNAK : SUATU STUDI MODEL Penambahan lapisan...studi model Teguh Widodo, Heri Suprayitno PENAMBAHAN LAPISAN PASIR PADAT SEBAGAI SOLUSI MASALAH PENURUNAN FONDASI DI ATAS LAPISAN LEMPUNG LUNAK : SUATU STUDI MODEL Teguh Widodo 1),

Lebih terperinci

STUDI DAYA DUKUNG PONDASI TIANG TONGKAT BETON DENGAN TAPAK GRID

STUDI DAYA DUKUNG PONDASI TIANG TONGKAT BETON DENGAN TAPAK GRID STUDI DAYA DUKUNG PONDASI TIANG TONGKAT BETON DENGAN TAPAK GRID Alkautsar Saputra 1), R.M. Rustamaji 2), Eka Priadi 2) Abstrak Kota Pontianak mengalami peningkatan pembangunan yang signifikan, khususnya

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR ANALISIS

BAB III PROSEDUR ANALISIS BAB III PROSEDUR ANALISIS Dalam melakukan perencanaan desain, secara umum perhitungan dapat dibagi menjadi 2 yaitu: perencanaan secara manual dan perencanaan dengan bantuan program. Dalam perhitungan secara

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil dan data yang diperoleh diolah dan dianalisis sedemikian rupa untuk didapatkan kesimpulan sesuai tujuan penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE TUNGGAL DIAMETER 100 cm PADA PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL GRANDHIKA, MEDAN TUGAS AKHIR

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE TUNGGAL DIAMETER 100 cm PADA PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL GRANDHIKA, MEDAN TUGAS AKHIR ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE TUNGGAL DIAMETER 100 cm PADA PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL GRANDHIKA, MEDAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian

Lebih terperinci

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH O. B. A. Sompie Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Dam dari timbunan tanah (earthfill dam) membutuhkan

Lebih terperinci

Analisis Daya Dukung dan Penurunan Fondasi Rakit dan Tiang Rakit pada Timbunan di Atas Tanah Lunak

Analisis Daya Dukung dan Penurunan Fondasi Rakit dan Tiang Rakit pada Timbunan di Atas Tanah Lunak Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 2 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2017 Analisis Daya Dukung dan Penurunan Fondasi Rakit dan Tiang Rakit pada Timbunan di Atas Tanah Lunak

Lebih terperinci

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR Pemodelan Daya Dukung Pondasi Dangkal Dengan Bahasa Visual Basic 6. Disusun Oleh : Razaqy Ashari Y Setya Herbowo

TUGAS AKHIR Pemodelan Daya Dukung Pondasi Dangkal Dengan Bahasa Visual Basic 6. Disusun Oleh : Razaqy Ashari Y Setya Herbowo TUGAS AKHIR Pemodelan Daya Dukung Pondasi Dangkal Disusun Oleh : Razaqy Ashari Y 11.12.0021 Setya Herbowo 11.12.0027 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOLOM PASIR (SAND COLUMN) SEBAGAI PERKUATAN TERHADAP NILAI LENDUTAN PADA TANAH DASAR (SUB GRADE)

PENGARUH PENAMBAHAN KOLOM PASIR (SAND COLUMN) SEBAGAI PERKUATAN TERHADAP NILAI LENDUTAN PADA TANAH DASAR (SUB GRADE) PENGARUH PENAMBAHAN KOLOM PASIR (SAND COLUMN) SEBAGAI PERKUATAN TERHADAP NILAI LENDUTAN PADA TANAH DASAR (SUB GRADE) The Influence of Sand Column Addition as Reinforcement to The Deflection Value on Subgrade

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Sipil Skripsi Sarjana Semester Genap Tahun 2007/2008

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Sipil Skripsi Sarjana Semester Genap Tahun 2007/2008 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Sipil Skripsi Sarjana Semester Genap Tahun 2007/2008 ANALISA PENGARUH TAHAPAN PENIMBUNAN TERHADAP PERKUATAN GEOTEKSTIL PADA DASAR TIMBUNAN DI ATAS TANAH LUNAK

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tanah Lempung Menurut Terzaghi ( 1987 ) Lempung adalah agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat dan berkat-nya penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir berj

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat dan berkat-nya penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir berj LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA STABILITAS LERENG dan PENANGANAN LONGSORAN STUDI KASUS RUAS JALAN KETEP PASS KM 26 + 900 ( Analysis Of Slope Stability And Landslide Handling Ketep Pass Road

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOLOM PASIR (SAND COLUMN) SEBAGAI PERKUATAN TERHADAP NILAI LENDUTAN PADA TANAH DASAR (SUB GRADE)

PENGARUH PENAMBAHAN KOLOM PASIR (SAND COLUMN) SEBAGAI PERKUATAN TERHADAP NILAI LENDUTAN PADA TANAH DASAR (SUB GRADE) PENGARUH PENAMBAHAN KOLOM PASIR (SAND COLUMN) SEBAGAI PERKUATAN TERHADAP NILAI LENDUTAN PADA TANAH DASAR (SUB GRADE) Muhammad Rizki Faturrahman 1), Bambang Setiawan 2), R. Harya Dananjaya H.I 3) 1)Mahasiswa

Lebih terperinci

KORELASI CBR DENGAN INDEKS PLASTISITAS PADA TANAH UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

KORELASI CBR DENGAN INDEKS PLASTISITAS PADA TANAH UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA KORELASI CBR DENGAN INDEKS PLASTISITAS PADA TANAH UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Nama : Salmon Atmaja Tarigan NRP. : 9821064 Pembimbing : Herianto Wibowo, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT DUKUNG, POTENSI KEMBANG SUSUT, DAN PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG PEDAN KLATEN. Abstraksi

TINJAUAN KUAT DUKUNG, POTENSI KEMBANG SUSUT, DAN PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG PEDAN KLATEN. Abstraksi TINJAUAN KUAT DUKUNG, POTENSI KEMBANG SUSUT, DAN PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG PEDAN KLATEN Abstraksi untuk memenuhi sebagian persyartan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Sipil diajukan oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kondisi topografi maupun kondisi geologi yang berbeda-beda pada setiap pulau. Pada satu pulau, jenis tanah maupun

Lebih terperinci

PENGARUH GEOTEKSTIL PADA KUAT DUKUNG PONDASI TELAPAK DI ATAS TANAH GAMBUT

PENGARUH GEOTEKSTIL PADA KUAT DUKUNG PONDASI TELAPAK DI ATAS TANAH GAMBUT BMPTTSSI MEDIA KOMUNIKASI TEKNIK SIPIL PENGARUH GEOTEKSTIL PADA KUAT DUKUNG PONDASI TELAPAK DI ATAS TANAH GAMBUT Rachman A. 1, Nugroho S.A 1 Diterima 13 April 2009 ABSTRACT Constructions over soft peat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku tanah gambut yang berbeda menjadikan tanah gambut mempunyai keunikan karakteristik tersendiri misalnya, dalam hal sifat fisik tanah gambut mempunyai kandungan

Lebih terperinci

Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga

Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga PUTRA, GILANG

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ABSTRAK... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ABSTRAK... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Permasalahan...

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Sampel Tanah Asli Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : 1. Hasil Pengujian Kadar Air (ω) Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

PENGARUH KOLOM KAPUR PADA TANAH EKSPANSIF DENGAN PENGALIRAN DARI KOLOM KE TANAH SKRIPSI

PENGARUH KOLOM KAPUR PADA TANAH EKSPANSIF DENGAN PENGALIRAN DARI KOLOM KE TANAH SKRIPSI PENGARUH KOLOM KAPUR PADA TANAH EKSPANSIF DENGAN PENGALIRAN DARI KOLOM KE TANAH The Influence of Lime Column on Expansive Soil with Drainage from Column to Soil SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen)

PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen) PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat

Lebih terperinci

Tugas Akhir Pengaruh Penambahan Portland Cement Pada Tanah Terhadap Nilai California Bearing Ratio (CBR)

Tugas Akhir Pengaruh Penambahan Portland Cement Pada Tanah Terhadap Nilai California Bearing Ratio (CBR) Tugas Akhir Pengaruh Penambahan Portland Cement Pada Tanah Terhadap Nilai California Bearing Ratio (CBR) (Studi Kasus: Jalan Prof. Suharso Blok A, Semarang Timur) Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menempuh

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 KORELASI ANTARA MODULUS ELASTISITAS DAN NILAI CBR 0,1 PADA CAMPURAN PASIR LEMPUNG KAOLIN MENGGUNAKAN PLAXIS 2D CORRELATION BETWEEN MODULUS ELASTICITY AND 0,1 CBR VALUE ON SAND-KAOLIN CLAY MIXTURE USING

Lebih terperinci