BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005"

Transkripsi

1 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Inventarisasi Flora Dilindungi dan Mengidentifikasi Home Range Lutung Budeng (Trachypithecus auratus cristatus) Serta Hubungan Antara Keduanya BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan fakta yang ada, flora dan fauna merupakan bagian dari peran hidup manusia sebagai sarana penunjang dalam kehidupannya. Ketergantungan kegiatan manusia untuk mengeksploitasi sumber daya alam cenderung semakin meningkat, baik terhadap flora maupun fauna, sehingga tidak disadari banyak jenis tumbuhan dan satwa liar telah dan atau menuju kepunahan. Baluran dipergunakan sebagai daerah perburuan liar selama ± 500 tahun. Pada tahun 1928 A.H. Loedeboer menyatakan Baluran sebagai daerah konservasi untuk melindungi hidupan liar didalamnya. Pada tahun 1937, direktur Kebun Raya Bogor K.W. Wadermann menetapkan Baluran sebagai suaka alam dan berubah menjadi Taman Nasional pada tahun Taman Nasional Baluran sebagai satu-satunya kawasan konservasi (salah satu 5 taman nasional tertua di Indonesia) yang memiliki savana terluas di Pulau Jawa (sebagai replika savana di Afrika) dengan Banteng (Bos javanicus) sebagai maskot utamanya. Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi kita untuk melestarikan dan melindungi kawasan tersebut. Disamping itu, keanekaragaman jenis flora maupun fauna sebagai pendukung komponen ekosistem utamanya sangat tinggi dan beragam jumlah maupun jenisnya, yang diantaranya yaitu : rusa, kerbau liar, kijang, ajag, macan tutul, burung merak, lutung; yang kesemuanya masuk dalam kategori satwa dilindungi. Berdasarkan uraian judul di atas cakupan obyek yang diamati terlalu luas, sehingga diperlukan alternatif pemfokusan ruang lingkup yang diamati yaitu untuk floranya kategori jenis langka dan dilindungi sedangkan satwa liarnya yaitu jenis primata {Lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus)}. Sedangkan untuk lokasi pengamatan dipilih 2 dari ke-3 Seksi Konservasi Wilayah (Pandean dan Bekol) karena dianggap sudah mewakili kawasan Taman Nasional Baluran dan data yang diperlukan diprediksikan sudah representatif. Dari keanekaragaman jenis flora dan fauna yang ada di Taman Nasional Baluran, ketersediaan data yang akurat tentang hal hal tersebut sangat penting guna menentukan kebijakan pengelolaan ke depan. Maka dari itu, keberadaan flora langka dan dilindungi serta Lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus) perlu kiranya didukung oleh data yang lebih lengkap dan akurat. Berpijak dari keadaan tersebut 2

3 maka kegiatan ini sangat diperlukan dalam memperoleh data yang berkesinambungan. B. Maksud dan Tujuan Maksud dari kegiatan ini adalah memberikan gambaran dan sekaligus dalam rangka pengumpulan data yang terbaru tentang flora langka dan dilindungi serta satwa liar, khususnya Lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus), di Taman Nasional Baluran. Sedangkan tujuannya yaitu : 1. Untuk mengetahui jenis jenis flora langka dan dilindungi, data identifikasi (tinggi, diameter dan keliling dll.) serta daerah sebarannya. 2. Untuk mengetahui home range dan habitat Lutung budeng serta keterkaitan hubungan dengan flora langka dan dilindungi. 3

4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistematika Tumbuhan Sebagaimana kita ketahui Indonesia terdiri dari pulau dengan kekayaan sumberdaya alam baik darat, laut dan udara yang merupakan modal dasar bagi upaya pembangunan nasional di segala bidang. Sumber daya alam Indonesia meliputi ± 193 juta ha daratan dan ± 500 juta ha lautan, dan di dalamnya terkandung sumber daya alam hayati lebih dari jenis tumbuhan dan jenis hewan, dan dari berbagai biota perairan yang belum banyak diketahui serta 70 tipe ekosistem yang berpotensi dalam menunjang kehidupan manusia pada umumnya dan rakyat Indonesia pada khususnya (Anonymous, 1992). Keanekaragaman jenis yang tinggi tersebut, khususnya dunia tumbuhan mempunyai bermacam-macam nama yang kadang-kadang sangat berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya (disesuaikan dengan tempat / daerah), lingkungan tempat hidup maupun sebutan yang mudah dalam dunia perdagangan. Untuk memudahkan pengenalan nama tumbuhan maka para ahli botani membedakannya dengan menggunakan tata nama Binomial Nomenklatur (tata nama Botani). Penggolongan tersebut dalam dunia tumbuhan dibagi menjadi 4 divisio, yaitu: Tallophyta (jamur), Bryophyta (lumut), Phteridophyta (paku-pakuan) dan Spermatophyta (tumbuhan berbiji, berbunga dan berbuah) (Anonymous, 1995). Dari ke-4 divisio, dalam bidang kehutanan yang banyak ditangani mengenai golongan Spermatophyta terutama jenis vegetasi berkayu (tumbuhan tingkat tinggi) karena terdapat 3 bagian organ yang besar yaitu: akar, batang dan daun serta dilengkapi dengan bagian yang lain, yaitu: bunga dan buah. B. Kriteria Kelangkaan Makhluk hidup tidak selalu mempunyai kerapatan (density) yang sama dalam ruang dan waktu. Ada jenis yang pada suatu saat tersebar luas dengan kerapatan yang tinggi, tetapi pada saat yang lain menciut dan sulit dijumpai. Adanya fenomena ini membuat makhluk hidup bersifat endemik (tersebar jarang) dan menjadi relik (tersisa). Jenis yang tersebar jarang secara alami tidak mempunyai populasi dengan kerapatan yang tinggi. Penyebaran terbatas, kejarangan berbiak, persaingan antar individu, tekanan dari ulah manusia dan sebab-sebab alami lainnya serta sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya yang menyebabkan kelangkaan. 4

5 Disamping itu, tiap jenis makhluk hidup mempunyai rentang kehidupan (life span) yang membatasi proses hidup masing-masing karakteristiknya (Anonymous, 1992). Indonesia terletak pada kawasan tropika basah yang mempunyai sumber daya alam dan ekosistem yang sangat beragam, sehingga banyak mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi sumber daya ekonomi. Oleh karena itu, dalam kebijakan pengelolaannya haruslah memandang beberapa segi diantaranya yang menyangkut jenis flora yang dianggap langka. Menurut Suwanda (1992) dalam Anonymous (1995), menjelaskan bahwa sekitar jenis tumbuhan / flora sekarang yang ada di dunia diduga banyak yang telah musnah dari muka bumi sedangkan di Indonesia menurut Suryawan (1994) dalam Sastra Pradja (1997) menjelaskan secara keseluruhan kawasan hutan Indonesia di huni oleh sekitar jenis pohon-pohonan, sedangkan jenis kayu Indonesia yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dan kemudian dibudidayakan berjumlah sekitar jenis, dari jumlah tersebut 267 jenis telah diperdagangkan berarti masih banyak jenis-jenis yang belum dimanfaatkan dan dibudidayakan sehingga dengan demikian beragam jenis tersebut semakin berkurang yang berakibat pada jenis yang mulanya sering dijumpai sekarang menjadi sulit ditemukan dan sudah menunjukkan kelangkaan. Dari sekian jumlah jenis flora tersebut di atas, khususnya yang ada di Taman Nasional Baluran terdapat 423 jenis dari 87 family yang tersebar dalam kawasan dan membentuk ekosistem yang beragam (heterogen), sehingga memberikan nilai kekayaan tersendiri baik dari segi ekonomis maupun ekologis. Tumbuhan disebut langka karena mempunyai ciri-ciri yang diuraikan dalam kategori IUCN, plant Red Data Book (Lucas dan Cyng dalam Tantra 1978); menjelaskan 5 pengertian kelangkaan tumbuhan yaitu: 1. Punah : untuk tumbuhan yang dianggap telah musnah. 2. Genting : jenis yang terancam kepunahan tanpa perlindungan yang tetap. 3. Rawan : bentuk tumbuhan yang terdapat dalam jumlah sedikit dan dieksploitasi secara terus-menerus. 4. Jarang : tumbuhan yang jenisnya banyak tetapi tersebar secara lokal dan daerah sebarannya luas. 5. Terkikis : jenis tumbuhan yang mengalami proses kelangkaan dan informasi keadaan sebenarnya belum cukup banyak. 5

6 Penyebab kelangkaan dikarenakan beberapa faktor, antara lain: 1. Tumbuhan tersebut belum diketahui masyarakat tetapi populasinya di alam selalu terancam oleh pembukaan hutan dan lahan, pencemaran lingkungan dan kerusakan lainnya. 2. Tumbuhan tersebut sudah dikenal masyarakat dan banyak telah dikenal pemanfaatannya tetapi upaya pembudidayaannya belum berhasil. Contoh: cendana (Santalum album), eboni (Diospyros sp) dan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri). 3. Tumbuhan tersebut sudah diketahui manfaatnya / telah dibudidayakan tetapi kemudian tersisih dari masyarakat karena alasan-alasan tertentu. Contoh: lerek, padi lokal dan umbi-umbian. Sedangkan jenis flora yang dilindungi menurut SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 tanggal 5 Februari 1972 adalah: 1. Pohon-pohon yang mutlak dilindungi: a. Jenis-jenis pohon yang dilindungi berdasarkan Ordonansi perlindungan ATam 1941 Stbl No. 187, b. Pohon-pohon yang dipergunakan sebagai sarang lebah dan merupakan lapangan penghidupan bagi rakyat setempat, c. Pohon-pohon induk, d. Pohon-pohon yang tumbuh di atas daerah / tempat yang dinyatakan keramat / suci, e. Pohon-pohon yang tumbuh di sekitar daerah aliran sungai / sumber air dengan radius paling sedikit 50 m, 2. Pohon-pohon yang dilindungi dan dapat ditebang setelah memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan (Anonymous, 1992). C. Lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)) 1. Klasifikasi Sejarah paleofauna menunjukkan bahwa 2 spesies primata telah punah dari Pulau Jawa, yaitu orang utan (Pongo pygmaeus) dan siamang (Shymphalangus syndactylus). Saat ini masih terdapat 5 spesies primata yaitu owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), kukang (Nycticebus coucang), lutung (Trachypithecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Diantaranya ada 2 species yang endemik yaitu owa jawa dan surili, serta satu subspecies yang endemik yaitu lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus). 6

7 Adapun taksonomi dari lutung budeng yang ada di Jawa Timur yaitu : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Klas : Mamalia Ordo : Primata Subordo : Antropoidea Familia : Cercopithecidae Subfamili : Colobinae Genus : Presbytis Subgenus : Trachypithecus Spesies : Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821) Lutung / budeng / Ebony leaf monkey atau di Indonesia lebih dikenal dengan lutung (Sunda), lutung dan budeng (Jawa), petu, hiredeng (Bali). 2. Morfologi Menurut Written, 1982 dalam Bismark, 1993, lutung budeng mempunyai panjang tubuh dari ujung kepala sampai tungging, jantan dan betina dewasa rata-rata 517 mm dan panjang ekornya rata-rata 742 mm. Sedangkan berat tubuhnya rata-rata 6,3 kg. Warna rambut hitam, diselingi dengan warna keperak-perakan. Bagian ventral berwarna kelabu pucat dan kepala menyembul jambul. Anak lutung yang baru lahir berwarna kuning jingga tidak berjambul. Setelah meningkat dewasa warnanya berubah menjadi hitam kelabu. Primata yang tergolong arboreal ini mempunyai bentuk ibu jari yang besar, morfologi telapak tangan berupa segitiga dan datar merupakan adaptasi lutung untuk dapat hidup di pohon. 3. Habitat dan Penyebarannya Satwa benar-benar menyeleksi habitat yang sesuai untuk kehidupannya, tapi perlu dimengerti bagaimana satwa melakukan seleksi terhadap apa yang disukainya. Hal demikian dapat terjadi disebabkan 2 hal, yang pertama adalah secara genetik setiap individu dapat bereaksi terhadap keadaan lingkungan sehingga dapat menimbulkan upaya pemilihan. Yang kedua adalah adanya hubungan antar jenis atau kelompok serta proses belajar yang dimulai sejak dari satwa masih muda atau belajar 7

8 dari pengalaman yang didapat dari individu yang lebih tua. (Written, 1982 dalam Bismark, 1983) Sudah menjadi teori umum bahwa sumber dan penyebaran pakan berkaitan erat dengan pola home range primata. Adanya keragaman struktur fisik tumbuhan dan keragaman jenisnya baik secara terpisah atau bersama-sama akan menyediakan berbagai relung yang potensial dalam sebaran satwa. Adanya perbedaan tinggi dari jenis tumbuhan menurut umur maupun jenis dan sifat tumbuhnya menciptakan stratifikasi hutan seperti adanya bentuk dan tipe tajuk. Keadaan struktur hutan ini berpengaruh pada ketersediaan makanan primata sesuai dengan relung ekologinya, seperti terlihat pada ketinggian tempat masing-masing primata di pohon (Oates, 1977 dalam Bismark, 1983) Jenis lutung budeng Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821) dapat ditemukan di Bangka, Belitung, Kep. Riau, Kalimantan Timur dan Selatan, Sumatera bagian Selatan termasuk juga Jawa Timur, Bali dan Lombok. 4. Perilaku Perilaku satwa, termasuk primata, dapat dikelompokkan atau dibagi ke dalam katagori-katagori yang didasarkan pada fungsinya yang meliputi perilaku pemeliharaan, perilaku makan, orientasi dan navigasi dan beberapa perilaku sosial baik interspesifik maupun intraspesifik yang juga disebut sosiobiologi (Slater, 1990 dalam Setyawan, 1996). Dalam melakukan aktivitas sehari-hari lutung budeng mempunyai jadwal tertentu dari kegiatannya sehari-hari, seperti yang dilakukan jenis-jenis satwa lainnya. Penggunaan waktu tersebut cenderung sama dari hari ke hari, namun dapat berubah cukup banyak bila ada faktor yang mempengaruhi kehidupan primata seperti ketersediaan pakan dan kondisi cuaca yang berubah. Lutung budeng Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821) hidup dalam kelompok yang terdiri atas 6 20 individu dengan beberapa jantan. Kelompok ini memiliki daerah territorial dan mempertahankan daerahnya terhadap kelompok lainnya. Lutung jantan mampu melakukan teriakan keras yang diikuti lompatan. Jantan-jantan melompat ke cabang-cabang pohon dan mengguncangkannya. Perilaku ini sering ditemukan ketika dua kelompok saling bertemu sehingga konfrontasi antar kelompok dapat dihindarkan. (Nowalk & Paradiso, 1983 dalam Setyawan, 1996). 8

9 Cara mengambil makanan dilakukan oleh lutung dengan beberapa cara : a. memakan langsung dengan mulutnya jika makanan berupa pucuk daun yang langsung dapat digigit. b. meraih anak ranting / tangkai daun dengan tungkai dengan kemudian memasukkan ke dalam mulut. c. memetik dahulu untuk makanan berupa buah. d. Lutung dikenal sebagai monyet pemakan daun. Jenis makanannya terdiri dari buah, daun, dan biji-bijian serta tunas daun. Menurut Written (1982) dalam Bismark (1983), komposisi makanan lutung terdiri dari 50 % daun, 32 % buah, 13 % bunga dan sisanya bagian tumbuhan lain dan serangga. 5. Status Dilindungi Keberadaan lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)) di Indonesia merupakan jenis primata yang dilindungi. Status dilindungi tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor : 733/Kpts-II/1999 tentang Penetapan Lutung budeng (Trachypithecus auratus) sebagai Satwa Yang Dilindungi. Salah satu pertimbangan dalam penetapan status dilindungi ini karena populasi jenis satwa ini telah mengalami penurunan dan keberadaannya di alam terancam punah. 9

10 III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Kegiatan ini dilaksanakan selama 10 hari mulai tanggal Juli 2005 pada 2 Seksi Konservasi Wilayah Pandean dan Bekol di Taman Nasional Baluran. B. Alat dan Bahan Adapun alat yang dipakai dalam kegiatan ini adalah : 1. Kompas 2. Meteran 3. Binokuler 4. Kamera 5. Crysten meter 6. Haga 7. Parang 8. Bambu 9. Clipboard 10. Alat tulis 11. Tally sheet C. Cara Kerja 1. Studi literatur tentang kategori flora langka dan dilindungi (CITES, IUCN, PP, SK. Menhut, SK. Mentan dan Keppres) khususnya di Taman Nasional Baluran. 2. Survei lokasi kegiatan yang dijadikan pengamatan. 3. Menentukan blok / daerah lokasi sebaran berdasarkan hasil survei pendahuluan untuk pengamatan flora dan pengamatan satwa liar {lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus)}. 4. Membagi waktu pelaksanaan menjadi 2 kelompok waktu (karena yang dibahas ada 2 topik masalah / jenis kegiatan dan waktu serta personil yang terbatas); yaitu 5 hari untuk pengamatan flora dan 4 hari untuk pengamatan lutung budeng. 10

11 5. Membagi personil inti dan tenaga buruh menjadi 2 untuk 2 lokasi / tempat kegiatan (Seksi Konservasi Wilayah Pandean dan Bekol) pada kegiatan pengamatan flora sedangkan pengamatan lutung budeng difokuskan pada Seksi Konservasi Wilayah Bekol. 6. Uraian / hal hal yang diamati pada 2 jenis kegiatan tertera pada lampiran. D. Personil Pelaksana Dalam kegiatan ini anggota tim yang terlibat yaitu : 1. Widyantoro, S.Hut (Ketua) 2. M. Yusuf Sabarno, S.Hut (Anggota) 3. Arif Pratiwi, ST (Anggota) 4. Yusuf Hernawan, A.Md (Anggota) 5. Siswo Dwi Prayitno (Anggota) 6. Sutadi (Anggota) 7. Achmad Toha (Anggota) E. Sumber Dana Kegiatan ini dibiayai dari sumber dana DIPA Balai Taman Nasional Baluran Tahun Anggaran

12 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Inventarisasi Flora Langka dan Dilindungi Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diperoleh data bahwa ditemukan 11 jenis yang kemudian diambil 1 pohon sebagai sampel untuk tiap jenisnya. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Jenis Flora Langka dan Dilindungi Yang Ditemukan No NAMA JENIS Trenggulun (Protium javanicum) Buni (Antidesma bunius L. Spring) Bayur (Pterospermum difersifolium Bl.) Pulai (Alstonia schlolaris L. Br.) Kepuh (Sterculia foetida L.) Kemiri (Aleulitas moluccana L. Will) Trengguli (Cassia fistula L.) Kesambi (Schleichera oleosa Will.) Mimbo (Azadirachta indica) Mata buta (Excoacaria agallocha) Bungur (Lagerstromia speciosa Pers.) JUMLAH Ketinggian Lokasi Tinggi Diameter Keliling LBDS Lokasi Sampel (m) (cm) (cm) (cm 2 ) (m dpl) Camping 8,6 58, Ground ,2 706,5 Perengan , ,6 Perengan , ,5 Perengan , ,1 Manting ,5 Betek ,1 50,2 Betek , HM ,2 27 Bekol , ,9 Uyahan 3 Camping 8 29, Ground 5 Lokasi ditemukannya jenis-jenis flora langka dan dilindungi tersebar secara acak di seluruh kawasan Taman Nasional Baluran khususnya yang terdapat di 2 Seksi Konservasi Wilayah (Pandean dan Bekol) sebagai lokasi pengamatan. Khusus untuk jenis mimbo (Azadirachta indica) dan kesambi (Schleicera oleosa Merr.) jumlahnya melimpah dan hampir merata di Taman Nasional Baluran. Sedangkan satu jenis lagi yaitu bungur (Lagerstromia speciosa Pers) yang keberadaannya merupakan jenis eksotik karena sengaja ditanam ± sekitar tahun 1980-an (didatangkan dari luar kawasan). Spesies tersebut ditanam oleh petugas pada 12

13 kegiatan penghijauan dan termasuk dalam kategori langka dan dilindungi. Jumlahnya hanya 1 (satu) pohon dan kelilingnya telah mencapai 94 cm dengan tinggi ± 8 m. Keberadaan flora langka dan dilindungi terhadap satwa lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus) mayoritas hanya sebagai jalur lintasan / jalur edar dan tempat singgah / tempat bermain, jadi bukan sebagai habitat asli / habitat tetap. Hanya pada jenis-jenis tumbuhan tertentu pada saat musim berbuah kelompok lutung sering mendatanginya untuk mencari pakan, antara lain: trenggulun (Protium javanicum), buni (Antidesma bunius), kesambi (Schleicera oleosa Merr.), dan mimbo (Azadirachta indica). Nama dan Deskripsi Flora Langka dan Dilindungi di Taman Nasional Baluran 1. Trenggulun (Protium javanicum BURM) Nama Daerah : Sunda : Tanggulun Jawa : Bernang, Gulun, Katos, Trenggulun Madura : Tangghulun Family : Burseraceae Status : dilindungi berdasarkan SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 tanggal 5 Februari Morfologi : Pohon : Pohon pendek dan gemang, yang biasanya sangat bengkok dan dekat pada tanah sudah bercabang; tingginya hingga 22 meter dan gemang 110 cm, tumbuh menyebar di seluruh Jawa pada ketinggian kurang dari 55 meter di atas permukaan laut, biasanya tumbuh bercerai berai Kegunaan : Teras kayunya lebar, berwarna coklat kemerah merahan, berat, dan sangat halus seratnya; tetapi walaupun penduduk memuji keawetannya dan kekuatannya, namun jarang digunakan karena di tempat ia didapati, biasanya juga terdapat jati. Hanya mendapatkan potongan potongan pendek, tetapi sangat tebal; hanya dekat Puger di sebelah selatan Besuki, ditemukan eksemplar eksemplar yang berbatang lurus. Di Malang digunakan untuk pembuatan gigi silinder gilingan tebu rakyat karena sifat kerasnya dan tidak mudah belah yang maksimal untuk keperluan ini. Trenggulun juga sangat baik untuk dibuat landasan perahu. Kayu ini tidak diserang anai anai, dan walaupun harganya tinggi dipakai untuk 13

14 pembuatan tiang pada pembangunan rumah. Selain itu juga digunakan untuk membuat tangkai alat alat pengetam dan palu dari kayu. Daunnya yang muda dimakan. Gerusan halus (bubur) dari daunnya yang sangat berbau seperti terpentin, dioleskan pada perut si sakit dan juga dapat digunakan sebagai obat batuk dengan cara daunnya digerus halus dengan sedikit gula, ditambah sedikit cairan perasan dari jeruk pecel, lalu diminum. Buahnya dapat dimakan; rasanya agak manis dengan rasa tambahan seperti terpentin, sumber lain mengatakan asam, tetapi masih dapat dimakan, sumber lain lagi mengatakannya tidak dapat dimakan. Kulit buahnya mengandung minyak atsiri yang harum, yang dipandang sebagai pengganti terpentin dan bahan lain semacam itu yang pedas. 2. Buni (Antidesma bunius L. Spring) Nama Daerah : Buni angin, Wuni, Burneh, Huni gedeh, Huni Wera. Family : Euphorbiaceae Status : tanaman langka menurut IUCN Morfologi : Pohon : tumbuhan berupa pohon dengan tinggi mencapai 5-20 m, percabangan banyak dan rendah. Daun : bertangkai pendek bentuk daun lanset sampai ellips, boleh dikatakan gundul, bagian atas berwarna hijau kekuningan halus, bawah hijau mengkilap dan berbulu halus. Bunga : perbungaan berbentuk malai keluar dari ujung ranting, pada waktu muda berwarna hijau muda dan setelah tua / dewasa merah berbulu halus dan berbau harum, bunga jantan dan betina terletak pada pohon yang berbeda. Buah : bentuk buah bulat kecil / ellips yang muda berwarna hijau, kuning muda sampai merah dan apalagi masak berwarna ungu kebiru-biruan, daging buah mengandung banyak cairan, daging buah banyak dimakan. Habitat : Jenis tumbuhan ini tumbuh di hutan pada ketinggian sampai m dpl, juga banyak ditanam dan diambil buahnya. Kegunaan : 14

15 Daging buah dapat dipakai sebagai bahan sirup dan minuman, buah biasa dibuat rujak gula, daun muda buat lalapan dan kulit batangnya banyak mengandung alkhohol dan digunakan sebagai campuran penggunaan obat. Perbanyakan : Tumbuhan ini dapat diperbanyak dengan biji dan juga dengan cangkok dan stek, telah dicoba dibudidayakan dan baik untuk tanaman skala besar. 3. Bayur (Pterospermum difersifolium Bl.) Nama Daerah : Pterobayur, Bajur. Family : Stercoliaceae Status : tanaman langka menurut IUCN dan dilindungi berdasarkan SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 tanggal 5 Februari Morfologi : Pohon : tumbuhan berbentuk pohon dengan tinggi mencapai 50 m dan diameter 100 cm, kulit batang berwarna abu-abu halus sampai beralur dangkal, papagan berwarna merah dengan garis-garis radial yang putih dan lebar, tajuk melebar dan berwarna coklat muda keemasan. Daun : bentuk daun bulat telur dengan dasar yang tidak simetris, berdaun tunggal berwarna cokelat merah karat pada permukaan bawah. Bunga : perbungaan berbentuk malai berwarna merah karat, berbulu terdapat pada ketiak daun / ujung ranting. Buah : berbentuk seperti tabung, ujung meruncing dan memiliki sudut 5. Habitat : Terdapat pada hutan sekunder / primer biasanya pada tanah aluvial, dengan iklim basah sampai kering, tumbuh pada ketinggian m dpl. Kegunaan : Kayu bayur dapat dipergunakan sebagai bahan jembatan, rumah, bangunan, papan, kapal, kayu lapis, mebel, rangka pintu, patung, ukiran dan kerajinan tangan. Papagan kayu dapat digunakan sebagai obat sakit perut, dysentri, bisul, sakit gigi, pendarahan, terkilir dan kulit melepuh. Penyebaran : Terdapat di semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Bali. 15

16 4. Pulai (Alstonia schlolaris L. Br.) Nama daerah : Pulai, Pole, Polay Family : Apocinaceae Status : tanaman langka IUCN Morfologi : Pohon : tumbuhan berupa pohon yang besar dengan mencapai m, kulit batangnya rapuh berwarna coklat abu-abu, rasanya sangat pahit dan sepet, bergetah putih bila dilukai akan mengeluarkan getah / cairan seperti susu. Daun : bentuk daun bulat sampai lonjong, susunan daun berbentuk melingkar, pada lingkarannya terdapat 4 8, permukaan daun berwarna hijau mengkilap sedangkan bawah daun pucat, percabangannya mengumpul seperti karangan bunga, tajuk tidak begitu lebat. Bunga : berwarna putih, tersusun dalam malai bertangkai panjang, letak malai pada ujung tangkai. Buah : bentuk seperti bumbung memanjang menggantung pada tiap tangkai terdapat 2 buah. Habitat : Tumbuhan ini tumbuh secara kelompok di hutan campuran terutama di hutan-hutan yang lembab sampai ketinggian m dpl. Kegunaan : Kayunya dipergunakan untuk pembuatan alat-alat keperluan sekolah, kayu lapis, korek api, papan sedangkan kulit kayu dapat dipakai bahan kertas dan obat. Pulai dikenal sebagai tumbuhan obat karena kulit batangnya bisa dipakai obat demam, khususnya untuk malaria. Disamping itu bisa juga untuk obat diare, dysentri dan juga sebagi tonikum. Getahnya dipakai sebagai obat luar untuk bisul, koreng, kudis dan penyakit lainnya. 5. Kepuh (Sterculia foetida L.) Nama Daerah : kekepahan, kepah, kepuh, jangkang, kepoh, jhangkang, klompang, kuleangka 16

17 Family : Sterculiaceae Status : tanaman langka IUCN Morfologi : Pohon : tumbuhan berupa pohon yang tingginya bisa mencapai 30 m, batang besar, tegak mempunyai benjolan-benjolan dengan percabangan lurus mendatar dengan diameter antara m. Daun : berupa daun majemuk menjari, anak daun berbentuk jorong dan daun tidak mudah rontok, dalam helai daun mempunyai bulu-bulu yang halus dan duduk daun berbentuk spiral. Bunga : berbentuk malai, berkelamin satu, berumah satu, biasanya terdapat pada ketiak daun, yang masih muda berwarna merah tua dan mempunyai bau busuk yang menjadi ciri khas untuk jenis ini. Buah : menyerupai bumbung dengan warna merah berkulit tebal dan bagian ujungnya berbentuk paruh, pada umumnya buah mudah pecah setelah tua dan buah banyak mengandung minyak. Biji dalam buah sebanyak dengan warna hitam. Habitat : Dapat tumbuh pada ketinggian 500 m dpl. Kegunaan : Air seduhan kayu kepuh dapat digunakan sebagai obat penggugur (aboretum), daunnya bisa digunakan sebagai bobok pada tangan / kaki / sendi-sendi yang terkilir, daun muda bisa sebagai obat demam. Buah kepuh yang dibakar dan air abunya dapat untuk mengobati kencing nanah dan busung lapar. Minyak bijinya yang disebut lombi dapat digunakan sebagai obat rematik. Penyebaran : Tumbuhan ini dapat diketemukan terutama di pulau Jawa. 6. Kemiri (Aleulitas moluccana L. Will) Nama daerah : tingkih, bedekan, kemiri, kemireh, muncang Family : Euphorbiaceae Status : dilindungi berdasarkan SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 tanggal 5 Februari

18 Morfologi : Pohon : pohon, ketinggian mencapai m. Kulit batang sedikit kasar dilapisi lentisel berwarna keabu-abuan / cokelat dengan percabangan pada ujung. Daun : berbentuk bulat sampai bentuk jantung bertangkai panjang, permukaan atas daun muda berbulu putih dan bila sudah tua berubah menjadi hijau kekuning-kuningan dan permukaan bawah daun berwarna putih perak. Sehingga dari jauh tampak keputih-putihan, berdaun tunggal, tepi daun rata, bercangap 3-5, pertulangan daun menjari. Bunga : berbentuk malai diujung dan ketiak, warna putih / krem, bunga jantan di atas tangkai yang cukup panjang dan bentuknya halus sedangkan yang betina besarnya 2 kali, jumlahnya lebih sedikit bertangkai besar dalam garpu percabangan. Daun kelopak 2 5, berbentuk bulat telur, daun mahkota 5 memanjang berwarna putih, jumlah benangsari dalam bunga jantan 20, 4 lingkaran pada pangkal bersatu pada tiang terutama pada dasar bunga berbentuk kerucut, berambut kasar, bakal buah dalam bunga beruang 2, dengan 2 tangkai putik yang berbagi sampai pangkal. Buah : keras, bentuk telur bola yang lebar, muda berwarna hijau dan tua berwarna cokelat, berdinding cukup tebal dan kaku, biji 1 2, kulit biji sangat keras. Habitat : Tumbuh pada iklim yang agak kering dengan ketinggian m dpl. Kegunaan : Kayunya digunakan dalam pembuatan tangkai korek api, bahan kertas, kayu lapis, peti pengepak, kulitnya sebagai obat dysentri, getahnya untuk obat sakit gigi, biji banyak mengandung minyak (minyak kemiri) selain sebagai bumbu, pembuatan sabun, cat, lilin dan bahan pewarna. Penyebaran : Meliputi India, China sampai kepulauan Polinesia dan Selandia Baru. Di Indonesia dapat dijumpai di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Bali. 7. Trengguli (Cassia fistula L.) Nama daerah : tengguli, terngguli, kalebor / klobur, bubundelan. Family : Caesalpinaceae Status : tanaman langka menurut IUCN. 18

19 Morfologi : Pohon : tumbuhan berbentuk pohon dengan ketinggian mencapai m dpl. Daun : memiliki daun majemuk genap, anak daun 3 8 pasang, berbentuk bulat telur memanjang, berambut pendek, pada sisi bawah berwarna hijau biru dan pada waktu tertentu menggugurkan daun secara serempak. Bunga : tersusun dalam rangkaian berbentuk pandan dengan panjang cm dan tidak rapat berjumlah 1 3, pada ketiak daun yang sudah rontok berbau harum berwarna kuning menyala dan mahkota panjang 2 3½cm, 3 tangkai sari berbentuk S lebih panjang dari pada umumnya. Daun mahkota bunga berguguran serentak maka di bawah pohon sering terlihat bentuk permadani kuning yang terdiri dari bagian-bagian bunga yang sering disebut golden shower. Buah : berbentuk polong dengan tangkai menggantung, bentuk bulat silindris berwarna hijau yang masih muda dan cokelat kehitaman bila sudah tua, panjang buah mencapai 45 cm, buah tidak pecah. Biji terdapat dalam sekatan yang melintang dibagi dalam ruang-ruang, berbiji 1, dalam 1 polong mengandung biji. Habitat : Tumbuh pada ketinggian m dpl. Kegunaan : Di India kayunya banyak diperjual-belikan sehingga dikenal dengan nama Indian Labumum dan juga sebagai tanaman hias. 8. Kesambi (Schleichera oleosa Will.) Nama Daerah : kusambi, kesambi, bahi, bado. Family : Sampindaceae Status : tanaman langka IUCN. Morfologi : Pohon : tumbuhan berupa pohon dengan tinggi mencapai m. Tanaman ini mudah dikenal karena memiliki tajuk yang khas dan batang pada umumnya selalu berbengkok-bengkok, penuh lekukan-lekukan mata kayu, biasanya memiliki akar papan / banir rendah, batangnya berwarna cokelat dan keabuabuan. 19

20 Daun : berwarna merah kekuning-kuningan pada masa muda dan hijau kekuningan setelah tua, memiliki daun majemuk menyirip genap, terdiri dari 2 4 pasang anak daun berbentuk jorong sampai bulat telur terbalik, seringkali ujung meruncing. Buah : berbentuk bulat lonjong / berbentuk spul lebar, permukaan rata / benjolbenjol menajam, berisi 1 4 biji yang berbentuk gepeng, kulit buah berwarna kekuning-kuningan dan bila sudah tua berwarna cokelat. Habitat : Dapat tumbuh sampai ketinggian m dpl dan kebanyakan tumbuh baik pada ketinggian > 600 dpl. Kesambi dapat tumbuh dimana tanaman jati dapat tumbuh liar. Kegunaan : Kayunya dapat digunakan sebagai jangkar perahu (tahan terhadap kelembaban / kekeringan), minyak / kulit batangnya dapat digunakan untuk penyakit gatal / kudis dan penyakit lainnya. Selain itu minyaknya dapat dipakai sebagai obat luka, obat tetes telinga / sebagai obat gosok. Penyebaran : Kesambi tersebar di seluruh Asia Tenggara, di Jawa diketemukan pada ketinggian >1.000 m dpl. 9. Mimbo (Azadirachta indica JUSS) Nama Daerah : Jawa : Imba, mamba - Madura : Membha, Mempheuh - Bali : Intaran, Mimba. Family : Meliaceae Status : dilindungi berdasarkan SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 tanggal 5 Februari Morfologi : Pohon : Tumbuhan menahun, berkayu. Batang tegak, bentuk bulat, percabangan simpodial, kulit pecah pecah berkerak, diameter cm. Pohon yang tingginya hingga 20 meter dan gemangnya 100 cm. Batangnya agak bengkok dan pendek, oleh karena itu kayunya tidak terdapat dalam ukuran besar. Gubalnya berwarna kelabu, terasnya berwarna merah dan keras. 20

21 Daun : Majemuk, menyirip genap, beranak daun 12 16, anak daun asimetris, panjang 7-9 cm, lebar 2 3 cm, ujungnya runcing, pangkal daun tumpul asimetris, tepi bergerigi, susunan tulang anak daun menyirip, permukaan atas halus, warna hijau tua, daging anak daun seperti kertas, rasanya pahit. Kegunaan : Di India terkenal sebagai kayu yang baik dan awet (asal berasal dari pohon yang tua), serupa dengan mahoni dan dapat diampelas dengan baik. Juga di Jawa sifat sifatnya dipuji dan disana kadang kadang digunakan untuk pembangunan rumah. Di Madura untuk membuat perabot rumah. Seduhan kulit batangnya digunakan sebagai obat terhadap demam yang berselang (naik turun) dan penggunaan kulit batangnya yang pahit, dianjurkan sebagai tonikum. Pada waktu waktu tertentu setiap tahun bila dibuat torehan torehan, akan mengalir cairan dalam jumlah besar, yang di India diminum terhadap penyakit lambung. Setelah kayunya, gomlah merupakan hasil produksi penting, yang biasanya terdapat gumpalan gumpalan besar pada batang pohonnya, terutama pada pohon yang rusak. Di sekitar Situbondo gom itu umum digunakan sebagai perekat surat dengan kualitas yang lebih baik dari pada jenis perekat surat lain yang terdapat diperdagangkan di Indonesia. Daunnya yang sangat pahit di dalam musim kering di Madura digunakan sebagai makanan ternak. Rebusannya diminum sebagai obat pembangkit selera makan dan obat terhadap malaria, dan bila dimasak dengan beras menjadi bubur berkhasiat pada ulcera yang atonis. Juga di Madura dipres minyak dari bijinya, dan digunakan sebagai obat kudis. Penyebaran : dari dataran rendah, terkenal di Jawa dan kepulauan Sunda kecil, tumbuh pada tanah gersang 10. Mata buta (Excoacaria agallocha) Nama Daerah : Indonesia : Kayu buta buta, kayu mata buta, memutah, mentaruh, mutah - Jawa : Kayu betah, kapal, menengan - Madura : Bebetah, malengan, menengan. Kayu wangi 21

22 Family : Euphorbiaceae Status : Dilindungi berdasarkan SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 tanggal 5 Februari Morfologi : Pohon : Pohon dengan tinggi hingga 16 meter dan besar batang 40 cm. Dilukiskan sebagai pohon pantai yang jelek, yang cenderung mentelung, berbatang bengkok, bermata kayu banyak, belah belah, penuh alur alur dan bincul bincul; didapati pada semua pantai yang kering dan berbatu atau pasir yang tercampur batu kecil. Banyak didapati di bagian bagian yang agak kering dari hutan bakau, dan disana sering terdapat sebagai tumbuhan yang unggul. Akar akarnya tersebar hingga jauh dari pohonnya, akar akar itu bengkok, berbenjol benjol, dan untuk sebagian tidak tertutup tanah. Pada tempat tempat yang terkelupas gelamnya juga terdapat kayu wangi wangian hitam, akan tetapi hanya setebal pisau. Pohon ini mempunyai reputasi dapat menyebabkan kebutaan, kalau sampai masik mata. Tercuci hilang dengan air kelapa. Daun : Dua kelenjar yang duduk pada ujung tangkai daun; helaian daun bulat telur oval, 4 10 kali 1,5 5 cm, dengan ujung meruncing tumpul dan pangkal bulat tumpul, tepi rata atau bergigi sedikit, seperti kulit. Bunga : Tanaman berumah 2, bunga dalam tandan atau bulir dalam ketiak daun atau di atas tandan bekas daun. Bunga jantan pada ujung ranting terkumpul menjadi berkas dari bulir, rapat serupa untai, bau enak. Daun pelindung pada sisi dalam dengan beberapa kelenjar; taju tenda bunga kecil, bentuk lanset; benang sari 3. Bunga betina dalam tandan yang lebih pendek; taju tenda bunga 3, segi tiga bulat telur lebar; tangkai putik 3, berdaging, melengkung membalik, pada pangkal bersatu. Buah : Buah 2 3 ruang, membuka menurut ruang atau menurut sekat. Berbunga sangat tidak teratur. Habitat : Dalam vegetasi mangrove dan pada pantai pasir yang tercampur lempung. Kegunaan : Akarnya digerus halus dengan jahe menjadi salep dapat menyembuhkan bengkak bengkak panas pada kaki dan tangan. Akar akarnya yang paling 22

23 halus juga cabang cabangnya, yang telah dikupas gelamnya digunakan sebagai tusuk gigi bagi gigi yang sakit. Biasanya ia tidak digunakan tersendiri sebagai wangi wangian, akan tetapi dicampur dengan Ungus odoratus, atau kayu wangi wangian lainnya, sehingga akan lebih keras baunya dan akan bertahan lebih lama. Kayu wangi juga dinamakan garu laut. Minyak dari kayu ini digunakan untuk mengobati bermacam macam kudis dan penyakit kulit lain; karena zat ini agak lekat, ia harus dihangatkan dan dicampur minyak kelapa sedikit. Orang Ternate menggerusnya pada sebuah batu dan mencampurnya dengan air atau arak cair; ini diminum terhadap kejang perut. Untuk obat pencahar biasa, diambil sepotong dari kulit batang selebar dua jari dan sepanjang dua ruas. Penyebaran : Biasanya berukuran lebih kecil, tersebar di daerah pantai dari Asia Tenggara dan Australia bagian tropis 11. Bungur (Lagerstromia speciosa Pers.) Nama Daerah : ketangi, bungur, laban, bungor. Family : Lythraceae Status : tanaman langka IUCN dan dilindungi berdasarkan SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 tangga 5 Februari Morfologi : Pohon : tumbuhan berupa pohon dengan tinggi mencapai m, kulit pohon licin dan bagian luar mengelupas. Daun : bertangkai pendek, bentuk oval ellips atau memanjang berhadapan, mempunyai daun penumpu berwarna hijau tua. Bunga : berbentuk malai, tersusun dalam rangkaian memanjang hingga mencapai 50 cm terletak pada ujung batang atau cabang juga sering muncul pada ketiak daun yang tinggi, kelopak bunga berwarna cokelat / coklat kehijauan / ungu, berbentuk bulat telur terbalik sampai dengan ukuran panjang ± 0.5 cm, benang sari kuning dan putik berwarna ungu. Buah : berbentuk bulat telur sampai bulat, berwarna cokelat, pada ujung buah mempunyai benjolan meruncing menyerupai duri, buah mudah pecah bila 23

24 tua hingga menjadi 3 7 katup menurut ruang biji, biji cukup besar, pada pangkalnya terdapat tambahan yang agak menebal, ujungnya terdapat sayap berbentuk pisau. Habitat : Bungur tumbuh baik pada ketinggian < 800 m dpl. Kegunaan : Bungur sering digunakan sebagai tanaman hias dan tanaman peneduh, kayunya banyak digunakan sebagai bahan bangunan, perahu dan alat-alat olah raga. B. Identifikasi Lutung Budeng (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung budeng adalah satwa arboreal yang hampir keseluruhan aktivitasnya dilakukan di atas pohon, sedangkan ditinjau dari penggunaan waktu untuk kegiatan harian lutung termasuk satwa diurnal yaitu aktivitas hidupnya dilakukan pada siang hari. Menurut Lim dan Sasekumar (1979) dalam Lekagul dan McNeely (1977) mengatakan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap lutung di Semenanjung Malaya ternyata lutung lebih banyak menggunakan waktunya pada tengah hari untuk kegiatan di pohon yaitu makan dan istirahat. Pengamatan perilaku dan pergerakan lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)) di Resort Bama dilaksanakan selama 2 (dua) hari pada tanggal Juli

25 1. Hasil Kegiatan a. Lokasi Kajang Tanggal : Juli 2005 Waktu ( Jam ) Mulai : Selesai : Lokasi : Kajang Nama pengamat : 1. M. Yusuf Sabarno 2. Achmad Toha Kondisi Habitat Jenis Pohon Kelompok : Krasak (Ficus superba) Ditemukan Spesifikasi jenis pohon (tinggi., bentuk tajuk, ada/tidak buah) Bagian pohon/tajuk yang dimanfaatkan Vegetasi sekitar (dan jarak dengan satwa ditemukan) Kondisi sekitar habitat ( gangguan, alternatif sumber pakan, dll) Identifikasi Kelompok : Tinggi Total: 16 m Bebas cabang : 4 m Diameter ( ) : 50 cm Tajuk : melebar bentuk oval : 1. Asam (20 m) 5. Mimbo (20 m) 2. Asam (22 m) 6. Apak (19 m) 3. Asam (17 m) 7. Apak (17 m) 4. Walikukun (20 m) 8. Apak (15 m) : Dekat dengan jalan setapak/lintasan manusia. Dekat dengan sumur kajang. Kelompok sangat sensitif terhadap kedatangan pengamat. Jumlah kelompok Jantan Betina Anak Total Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi 1 9 Spesifikasi kelompok (mis. jenis albino, dll) : Tidak terdapat jenis albino, 1 ekor dewasa terdapat bulu warna putih di dada. a.1. Perilaku Kelompok lutung budeng (Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)) yang ditemukan di lokasi Kajang mempunyai ritme harian yang relatif sama setiap harinya. Ketika pagi hari memualai aktivitasnya menuju pohon yang dijadikan sebagai sumber pakan sedang berbuah. Aktivitas yang dilakukan kelompok lutung selama pengamatan bervariasi dari perilaku makan, istirahat, perpindahan, penjagaan terhadap anggota kelompok dan anggota kelompok yang masih muda dan bayi. 25

26 Pada saat pengamatan, lutung pada pagi hari mulai pukul 06.00, telah berada di pohon krasak dan makan buah yang menempel pada ranting-ranting. Lutung duduk pada pada batang yang besar kemudian dengan salah satu tangannya meraih ranting dan makan buah krasak. Dijumpai pula lutung yang sedang makan daun asam yang berada berdampingan dengan pohon krasak. Sebagian kelompok yang berada di pohon krasak, setelah merasa cukup puas makan buah krasak, lutung berpindah ke pohon asam dan istirahat. Akan tetapi ada juga anggota kelompok yang berjaga mengawasi kondisi sekitar dan untuk anggota kelompok yang masih muda banyak memanfaatkan waktu untuk bermain. a.2. Kondisi habitat Kajang merupakan hutan pantai yang berbatasan dengan ekosistem mangrove dan pesisir pantai. Kondisi habitat lutung di lokasi Kajang cukup representatif bagi kehidupan lutung sebagai satwa primata arboreal, yaitu lebih menyukai berada di tajuk pohon yang tinggi. Keberadaan berbagai jenis pohon dengan arsitektur tajuk yang melebar, batang cabang-cabang utama yang besar dan kokoh sangat disukai oleh lutung, serta mempunyai tinggi total yang lebih dari rata-rata pohon di sekitarnya. Jenis pohon yang digunakan sebagai habitat selama pengamatan yaitu : asam (Tamarindus indica), krasak (Ficus superba), apak ( Ficus sp.), lamtoroan (Leucana glauca) dan pilang (Acacia leucophloea). a.3. Jalur edar Pergerakan harian kelompok lutung di lokasi ini selama pengamatan dari lokasi tidur kemudian menuju pohon lokasi pakan dan beraktivitas lainnya diperkirakan menempuh jarak m per hari. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan dan lokasi sumber pakan, adanya gangguan dan faktor pengontrolan daerah territorial. 26

27 b. Lokasi Kalitopo Tanggal : Juli 2005 Waktu ( Jam ) Mulai : Selesai : Lokasi : Kalitopo Nama pengamat : 1. Nanang Dwi Wahono 2. Agus Yusuf Kondisi Habitat Jenis Pohon Kelompok : Krasak (Ficus superba) Ditemukan Spesifikasi jenis pohon (tinggi., bentuk tajuk, ada/tidak buah) Bagian pohon/tajuk yang dimanfaatkan Vegetasi sekitar (dan jarak dengan satwa ditemukan) Kondisi sekitar habitat ( gangguan, alternatif sumber pakan, dll) Identifikasi Kelompok : Tinggi Total: 20 m Bebas cabang : 7 m Diameter ( ) : 55 cm Tajuk : melebar bentuk melingkar : cabang-cabang utama, ranting, daun. 1. Serut (10 m) 5. Kesambi (12 m) 2. Asam ( 8 m ) 6. Krasak (25 m) 3. Talok (15 m) 7. Garung (20 m) 4. Tekik (20 m) 8. : Dekat dengan jalan setapak/lintasan manusia. Rawan gangguan. Terdapat pohon asam didekat krasak, dikonsumsi daun muda. Jumlah kelompok Jantan Betina Anak Total Spesifikasi kelompok : Terdapat jenis albino, 1 ekor dewasa. (mis. jenis albino, dll) b.1. Perilaku 27

28 Kelompok lutung di lokasi Kalitopo mulai aktivitas pada pagi hari dengan bergerak mencari pohon sumber pakan. Jenis pohon yang didatangi yaitu krasak yang sedang berbuah. Aktivitas lainnya yaitu banyak istirahat di pohon krasak dan asam yang berada di sekitar lokasi tersebut. Ditemukan juga saat lutung turun ke tanah. b.2. Kondisi habitat Lokasi Kalitopo merupakan hutan pantai dengan kerapatan pohon dan tajuk yang tidak begitu rapat. Beberapa jenis pohon yang ditemukan sebagai habitat lutung yaitu asam, kesambi, mimbo, talok dan serut. b.3. Jalur edar Aktivitas kelompok lutung yang berada di Kalitopo mempunyai jalur edar yang tidak terlalu jauh. Dari pohon krasak sebagai tempat tidur dan mencari pakan kemudian menuju pohon asam untuk mencari pakan berupa daun muda sekaligus istirahat. Dan pada sore harinya bergerak kembali ke pohon tempat istirahat / tidur. c. Lokasi Kelor Tanggal : Juli 2005 Waktu ( Jam ) Mulai : Selesai : Lokasi : Kelor Nama pengamat : 1. Sutadi 2. M Iqbal Kondisi Habitat Jenis Pohon Kelompok : Krasak (Ficus superba) Ditemukan Spesifikasi jenis pohon (tinggi., bentuk tajuk, : Tinggi Total: 25 m Bebas cabang : 10 m Diameter ( ) : 40 cm 28

29 ada/tidak buah) Tajuk : melebar bentuk oval Bagian pohon/tajuk yang dimanfaatkan Vegetasi sekitar (dan jarak dengan satwa ditemukan) Kondisi sekitar habitat ( gangguan, alternatif sumber pakan, dll) Identifikasi Kelompok : Dahan dan ranting di tepi tajuk 1. Gebang 5. Manting 2. Trengguli 3. Apak 4. Jati pasir : Kondisi aman, kelompok Lutung tidak terlalu terganggu dengan pengamat. Jumlah kelompok Jantan Betina Anak Total Spesifikasi kelompok : (mis. jenis albino, dll) c.1. Perilaku Kelompok lutung yang diamati di lokasi kelor mempunyai ragam perilaku yang cukup beragam, yaitu perilaku tidur, makan, berpindah / loncat, istirahat (sambil mengawasi kondisi sekitar), mencari kutu dan turun ke lantai hutan. Aktivitas makan lutung di lokasi ini mempunyai intensitas yang tinggi akan tetapi perilaku makannya dilakukan dengan teratur dan rapi, tidak seperti jenis macaca (monyet ekor panjang) yang nampak rakus dan terburu-buru. c.2. Kondisi habitat Kondisi tempat pengamatan merupakan lokasi hutan pantai dengan keadaan pohon-pohon yang tinggi sehingga cocok untuk habitat lutung. Jenis vegetasi yang ditemukan sebagai habitat lutung di lokasi Bama-Kelor yaitu pohon krasak, jati pasir, rhizophora (merupakan pohon sumber pakan). Bagian pohon yang dimakan terdiri dari pucuk daun muda. c.3. Jalur edar Kelompok lutung di lokasi ini memulai aktivitas + jam dan langsung bergerak ke arah pohon sumber pakan yang juga digunakan sebagai pohon tempat tidur. Aktivitas pertama yang diamati yaitu makan di pohon krasak. Pada beberapa jam kemudian bergerak ke timur untuk istirahat, dan pada siang hari juga diamati bergerak menuju hutan mangrove. Kemudian pada sore hari lutung kembali menuju pohon awal yang dijadikan tempat tidur. Jarak tempuh dalam aktivitas dalam sehari meter. 29

30 d. Lokasi Manting Tanggal : Juli 2005 Waktu ( Jam ) Mulai : Selesai : Lokasi : Manting Nama pengamat : 1. Siswo Dwi Prayitno 2. Widyantoro Kondisi Habitat Jenis Pohon Kelompok : Asam (Tamarindus indica) Ditemukan Spesifikasi jenis pohon (tinggi., bentuk tajuk, ada/tidak buah) Bagian pohon/tajuk yang dimanfaatkan Vegetasi sekitar (dan jarak dengan satwa ditemukan) : Tinggi Total: 25 m Bebas cabang : 18 m Diameter ( ) : 40 cm Tajuk : melebar : Ujung daun, batang utama dan ranting. 1. Gebang ( 7 m) 2. Kesambi ( 8 m) 3. Nyamplung ( 17m) Kondisi sekitar habitat : Tidak ada gangguan. ( gangguan, alternatif sumber pakan, dll) Identifikasi Kelompok Jumlah kelompok Jantan Betina Anak Total Tidak teridentifikasi Tidak teridentifikasi - 10 Spesifikasi kelompok (mis. jenis albino, dll) : Tidak ada albino. 30

31 d.1. Perilaku Duduk di ranting pohon asam sambil makan pucuk daun, sesekali bermain-main di pohon di pohon (berlompat-lompatan dari dan ke pohon di sekitarnya). Sekitar + jam mulai saling mencari kutu (jw; petan) antar anggota kelompok. Apabila tidak ada gangguan, aktivitas tersebut dapat berlangsung lama. Pada saat terjadi gangguan (manusia) mereka lari mencari tempat yang lebih aman. Setelah merasa tidak ada gangguan mereka melanjutkan mencari makan. Apabila merasa diamati oleh pengamat mereka terkesan malu dan sembunyi di balik daun / dahan / ranting yang agak terlindungi / tidak terlihat oleh pengamat. Ketika berpindah tempat dilakukan dengan bergelantungan dan atau melompat dari pohon satu ke pohon yang lain. Ketika istirahat, sambil berteduh di cabang / ranting yang rindang, bercengkrama dan ada juga yang tidur-tiduran dengan posisi dada direbahkan di cabang / ranting pohon. Ketika ada gangguan dengan kehadiran lutung dari kelompok lain, anggota kelompok lutung yang mempunyai teritori berusaha mengusir pendatang tersebut, yaitu dengan suara-suara keras yang dikeluarkan oleh pimpinan kelompok lutung tersebut dan berusaha mengusir (dengan mengejar) hingga jarak yang cukup jauh (ada juga lutung yang jatuh akibat kejar-kejaran tersebut). Setelah pendatang tersebut dirasa telah pergi cukup jauh, kelompok pengejar kembali kepada kelompoknya semula. d.2. Kondisi habitat Pohon yang digunakan untuk aktivitas yaitu asam, gebang, nyamplung dan kesambi. Kondisi habitat di lokasi ini cukup teduh dan rindang dengan kondisi cuaca yang cukup cerah dan angin yang kencang. Dengan tinggi pohon utama yang digunakan 12 meter tidak ada buahnya. Jarak antar pohon maupun tajuk agak rapat sebagai tempat untuk melompat dari satu pohon ke pohon yang lain. d.3. Jalur edar Ketika pengamatan dimulai, kelompok lutung dijumpai di pohon manting kemudian berpindah ke pohon manting yang berbeda melewati beberapa tegakan gebang. Kemudian pada siang harinya beristirahat di pohon kelor. Beberapa anggota kelompok juga berada di pohon asam yang berada tidak jauh dari lokasi sebelumnya, disamping untuk beristirahat, juga 31

32 dijumpai lutung yang makan pucuk daun asam. Dan pada sore hari kelompok lutung menuju ke arah pantai dan beraktivitas di pohon kesambi. e. Lokasi Sumber Batu Tanggal : Juli 2005 Waktu ( Jam ) Mulai : Selesai : Lokasi : Sumber batu Nama pengamat : 1. Yusuf Hernawan 2. Siswanto Kondisi Habitat Jenis Pohon Kelompok : Prepat (Sonneratia alba) Ditemukan Spesifikasi jenis pohon (tinggi., bentuk tajuk, ada/tidak buah) Bagian pohon/tajuk yang dimanfaatkan Vegetasi sekitar (dan jarak dengan satwa ditemukan) : Tinggi Total: 42 m Bebas cabang : 30 m Diameter ( ) : 215 cm Tajuk : melebar bentuk oval : 1. Nyamplung ( 5 m) 5. Ketapang (15 m) 2. Rhizophora apiculata (28m) 6. Asam (10 m) 3. Malengan (35 m) 7. Bunut (10 m) 4. Popohan (35 m) Kondisi sekitar habitat : ( gangguan, alternatif sumber pakan, dll) Identifikasi Kelompok Jumlah kelompok Jantan Betina Anak Total Spesifikasi kelompok : 1 albino dewasa jantan 32

33 (mis. jenis albino, dll) e.1. Perilaku Dalam perilaku makan lutung jantan lebih cepat dalam makan, seperti makan buah prepat, sedangkan lutung betina agak lambat. Waktu istirahat, lutung di lokasi sumber batu diamati lutung dewasa / induk lebih banyak diam sedangkan anak lutung loncat kesana-kemari (+ 5 menit). Kemudian kembali ke gendongan / pangkuan induknya yang sebelumnya anak memberi isyarat muka ke induknya dan anak lutung langsung loncat kearah induk. Berbeda halnya lutung jantan yang nampak cenderung soliter dan lebih banyak porsi istirahatnya dibandingkan betina. Pada saat kondisi ada gangguan, lutung sebagian berpencar dengan jarak meter, tidak jauh dari titik dimana lutung ditemukan, kemudian akan berkumpul kembali ke tempat semula di saat kondisi dirasa aman. e.2. Kondisi habitat Lokasi Sumber Batu merupakan ekosistem hutan pantai yang berbatasan langsung dengan hutan mangrove, dengan penyebaran vegetasi yang cukup rapat dan tajuk yang saling bersinggungan. Beberapa jenis vegetasi yang ditemui sebagai habitat lutung yaitu pohon nyamplung, Rhizophora apiculata dan malengan cenderung dijadikan tempat istirahat karena terlindung dari terik matahari dan angina, kondisi pohon tidak terlalu tinggi dan ukuran sedang. Vegetasi lain yang digunakan yaitu popohan (ketinggian + 30 meter, sedang berbunga), apak (ketinggian + 35 meter, sedang berbuah), prepat (ketinggian + 42 meter, sedang berbuah), asam dan bunut (rata-rata ketinggian + 20 meter, bunut sedang berbuah sedangkan asam banyak daun muda). e.3. Jalur edar Pergerakan lutung dimulai + jam dan langsung bergerak ke arah pohon sumber pakan. Pada jam ditemukan di pohon prepat sedang makan, kemudian bergerak kearah utara menuju pohon nyamplung, rhizophora, malengan dan prepat (lain pohon). Kemudian ke arah barat menuju pohon asam dan bunut pada siang hari untuk makan. Selanjutnya bergerak balik ke arah semula datang hingga ke lokasi / pohon awal beraktivitas. 33

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I.

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I.

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I.

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Hasil Monitoring Pergerakan Dan Penyebaran Banteng Di Resort Bitakol Taman Nasional Baluran Nama Oleh : : Tim Pengendali Ekosistem Hutan BALAI TAMAN NASIONAL

Lebih terperinci

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015 PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015 DESKRIPSI VARIETAS LADA LADA VAR. NATAR 1 SK Menteri Pertanian nomor : 274/Kpts/KB.230/4/1988 Bentuk Tangkai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi , II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi Degradasi lahan adalah proses menurunnya kapasitas dan kualitas lahan untuk mendukung suatu kehidupan (FAO 1993). Degradasi lahan mengakibatkan hilang atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Rotan adalah salah satu jenis tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) yang memiliki peranan ekonomi yang sangat penting (FAO 1997). Sampai saat ini rotan telah dimanfaatkan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

A. Struktur Akar dan Fungsinya

A. Struktur Akar dan Fungsinya A. Struktur Akar dan Fungsinya Inti Akar. Inti akar terdiri atas pembuluh kayu dan pembuluh tapis. Pembuluh kayu berfungsi mengangkut air dari akar ke daun. Pembuluh tapis berfungsi mengangkut hasil fotosintesis

Lebih terperinci

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV N A M A : JHONI N I M : 111134267 ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV I Ayo Belajar IPA A. StandarKompetensi 2. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya B. KompetensiDasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

Lili paris ( Chlorophytum comosum Landep (Barleria prionitis L.) Soka(

Lili paris ( Chlorophytum comosum Landep (Barleria prionitis L.) Soka( Lili paris (Chlorophytum comosum) Kingdom : plantae divisi : magnoliophyta kelas : liliopsida ordo :liliaceae family : anthericaceae genus :chlorophytum spesies : chlorophytum comusum var. vittatum Batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

Spermatophyta Angiospermae Dicotyledoneae Araucariales Araucariaceae Agathis Agathis dammara Warb.

Spermatophyta Angiospermae Dicotyledoneae Araucariales Araucariaceae Agathis Agathis dammara Warb. AGATHIS DAMMARA WARB. Botani Agathis alba Foxw. Spermatophyta Angiospermae Dicotyledoneae Araucariales Araucariaceae Agathis Agathis dammara Warb. Damar Pohon, tahunan, tinggi 30-40 m. Tegak, berkayu,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 514/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN JERUK BESAR KOTARAJA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 514/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN JERUK BESAR KOTARAJA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 514/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN JERUK BESAR KOTARAJA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kawasan konservasi

Lebih terperinci

POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN. Ambar Kristiyanto NIM

POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN. Ambar Kristiyanto NIM POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN Ambar Kristiyanto NIM. 10615010011005 http://www.ppt-to-video.com Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu taman nasional tertua

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang (tersebar di Pulau Sumatera), Nycticebus javanicus (tersebar di Pulau Jawa), dan Nycticebus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa 2.1.1 Klasifikasi Rhizophora stylosa Menurut Cronquist (1981), taksonomi tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541 Asal : Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Silsilah : Gondok x

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang ( Musa spp.) 2.2. Tanaman Pisang ( Musa spp.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang ( Musa spp.) 2.2. Tanaman Pisang ( Musa spp.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang (Musa spp.) Indonesia pisang merupakan tanaman yang sangat penting karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Pisang adalah tanaman herba yang berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penyebarannya tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian ± 500 m dpl.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penyebarannya tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian ± 500 m dpl. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Buah Maja Buah maja merupakan tanaman dari famili Rutaceae, yang penyebarannya tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian ± 500 m dpl. Tumbuhan ini terdapat di negara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

Karena hal-hal diatas tersebut, kita harus mencari cara agar hewan dan tumbuhan tetap lestari. Caranya antara lain sebagai berikut.

Karena hal-hal diatas tersebut, kita harus mencari cara agar hewan dan tumbuhan tetap lestari. Caranya antara lain sebagai berikut. JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD VI (ENAM) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) PELESTARIAN MAKHLUK HIDUP Kehadiran hewan dan tumbuhan itu sesungguhnya dapat menjaga keseimbangan alam. Satu makhluk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Anggrek 2.1.1 Deskripsi Anggrek Anggrek merupakan famili terbesar dalam tumbuhan biji, seluruhnya meliputi 20.000 jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo,

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini berlangsung sejak bulan September 2013 sampai dengan Juli 2014 di Desa Sotol Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan. 3.2. Bahan dan Alat Bahan

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN Oleh : Ir. Suwignyo Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan Samarinda Abstrak Ulin adalah salah satu jenis pohon

Lebih terperinci

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2 Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak SMK Hang Tuah 2 1. Perbedaan yang ditemukan antar kambing dalam satu kandang disebut... A. Evolusi B. Adaptasi C. Variasi D. Klasifikasi 2. Diantara individu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L.

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L. B. Pembahasan Pencandraan adalah teknik penggambaran sifat-sifat tanaman dalam tulisan verbal yang dapat dilengkapi dengan gambar, data penyebaran, habitat, asal-usul, dan manfaat dari golongan tanaman

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU ketiak daun. Bunga berbentuk lancip, panjangnya sampai 5 mm, berwarna hijau kekuningan atau putih, berbau harum. Buah berbentuk bulat telur atau agak lonjong, panjangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

BAB I BENGKUANG (Pachyrhizus erosus)

BAB I BENGKUANG (Pachyrhizus erosus) BAB I BENGKUANG (Pachyrhizus erosus) Gambar 1. Bengkuang Sumber: http://www.google.com/search?gs_rn=21&gs_ri=tanaman+bengkuang A. Sekilas Tanaman Bengkuang atau bengkoang (Pachyrhizus erosus) dikenal dari

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Pengamatan Kondisi Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran. Oleh :

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Pengamatan Kondisi Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran. Oleh : Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pengamatan Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Tanaman Teh

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Tanaman Teh 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Tanaman Teh Klasifikasi tanaman teh yang dikutip dari Nazaruddin dan Paimin (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Menentukan Kriteria Kerusakan Gebang (Corypha Utan) BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman potensi flora di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni

KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni Nyamplung tentu tanaman itu kini tak asing lagi di telinga para rimbawan kehutanan. Buah yang berbentuk bulat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

Amomum cardamomum Willd

Amomum cardamomum Willd Amomum cardamomum Willd Kapulaga Sinonim Amomum kapulaga Sprague Amomum compactum Solad ex Maton Alpinia striata Horst. Cardamomum minum Rumph Elettaria cardamomum Maton Elettaria major Smith Familia Zingiberaceae

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 491/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN DURIAN SALISUN SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 491/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN DURIAN SALISUN SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 491/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN DURIAN SALISUN SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 191/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN JERUK SIEM KINTAMANI SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 191/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN JERUK SIEM KINTAMANI SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 191/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN JERUK SIEM KINTAMANI SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di Kabupaten Gorontalo. Cagar Alam ini terbagi menjadi dua kawasan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

Badak Jawa Badak jawa

Badak Jawa Badak jawa . Harimau Sumatera Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) adalah subspesies harimau yang habitat aslinya di pulau Sumatera, merupakan satu dari enam subspesies harimau yang masih bertahan hidup hingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 516/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN PISANG MAS KIRANA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 516/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN PISANG MAS KIRANA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 516/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN PISANG MAS KIRANA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM Edy Hendras Wahyono Penerbitan ini didukung oleh : 2 MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI ACEH Naskah oleh : Edy Hendras Wahyono Illustrasi : Ishak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut Tanah gambut terbentuk dari bahan organik sisa tanaman yang mati diatasnya, dan karena keadaan lingkungan yang selalu jenuh air atau rawa, tidak memungkinkan terjadinya proses

Lebih terperinci