KORELASI UKURAN TERBESAR LESI KONDILOMA AKUMINATUM ANOGENITAL DENGAN HITUNG SEL CD4 + PADA PASIEN HIV

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KORELASI UKURAN TERBESAR LESI KONDILOMA AKUMINATUM ANOGENITAL DENGAN HITUNG SEL CD4 + PADA PASIEN HIV"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA KORELASI UKURAN TERBESAR LESI KONDILOMA AKUMINATUM ANOGENITAL DENGAN HITUNG SEL CD4 + PADA PASIEN HIV TESIS JIHAN ROSITA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN JAKARTA JANUARI 2015

2 UNIVERSITAS INDONESIA KORELASI UKURAN TERBESAR LESI KONDILOMA AKUMINATUM ANOGENITAL DENGAN HITUNG SEL CD4 + PADA PASIEN HIV TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kulit dan Kelamin JIHAN ROSITA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN JAKARTA JANUARI 2015

3

4

5 UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbil alamin. Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu saya selama menjalani pendidikan dokter spesialis hingga tersusunnya tesis ini. Terima kasih saya ucapkan kepada Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K), sebagai Dekan Fakultas Kedokteran (FKUI) saat ini. Terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU(K) sebagai Direktur Utama Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta periode terdahulu dan Dr. dr. C. H. Soejono, SpPD-K.Ger, M.Epid, FACP, FINASIM sebagai Direktur Utama RSCM Jakarta saat ini, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjalani pendidikan dokter spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) FKUI RSCM, Jakarta. Saya menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga dan rasa hormat kepada Dr. dr. Tjut Nurul Alam Jacoeb, SpKK(K) atas kesediannya menerima saya sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) semasa beliau menjabat sebagai Ketua Departemen IKKK FKUI RSCM terdahulu. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada dr. Shannaz Nadia Yusharyahya, SpKK, MHA sebagai Ketua Departemen IKKK FKUI RSCM saat ini, dan kepada seluruh kepala divisi serta seluruh staf pengajar Departemen IKKK FKUI RSCM yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu dan pengalaman. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan, dukungan, teladan, dorongan dan motivasi yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan. Permohonan maaf saya haturkan sebesar-besarnya kepada iv

6 seluruh guru yang saya hormati, apabila terdapat perkataan dan perbuatan saya yang kurang berkenan selama ini. Rasa terima kasih juga saya ucapkan kepada dr. Inge Ade Krisanti, SpKK sebagai mentor akademis, yang senantiasa memberikan motivasi dan bimbingan selama masa pendidikan saya. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Kusmarinah Bramono, SpKK(K), PhD sebagai Ketua Program Studi PPDS IKKK FKUI, dan sebagai anggota Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI, atas segala bekal ilmu, wawasan, bimbingan, dan dukungan selama saya menempuh pendidikan hingga menyelesaikan tesis ini. Kepada dr. Sandra Widaty, SpKK(K) sebagai Sekretaris Program PPDS IKKK FKUI RSCM terdahulu saya haturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bimbingan dan dorongan semangat selama menjalani pendidikan. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Larisa Paramitha, SpKK sebagai Sekretaris Program PPDS IKKK FKUI RSCM saat ini. Ucapan terima kasih tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda, SpKK(K), almarhum Prof. Dr. dr. Unandar Budimulja, SpKK(K), Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili, SpKK(K), Prof. Dr. dr. Siti Aisah Boediarja, SpKK(K), Prof. Dr. dr. Retno Widowati Soebaryo, SpKK(K) dan Prof. Dr. dr. Benny E. Wiryadi, SpKK(K) atas tauladan, bimbingan, dan wawasan yang telah diberikan selama masa pendidikan saya. Saya haturkan rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga kepada dr. Farida Zubier, SpKK(K) dan dr. Sandra Widaty, SpKK(K) sebagai pembimbing tesis yang telah menyediakan waktunya untuk memberikan bimbingan, memberikan saran dan asupan yang berharga, serta memberi semangat sejak awal penelitian hingga berakhirnya tesis. Rasa hormat dan terima kasih kepada Dr. dr. Wresti Indriatmi, SpKK(K), M. Epid sebagai pembimbing statistik, yang telah menyempatkan diri untuk memberikan bimbingan, asupan yang berharga, dan dukungan sejak penyusunan usulan penelitian hingga penyelesaian tesis ini. v

7 Terima kasih juga saya ucapkan kepada dr. Evita Halim Effendi, SpKK(K) dan dr. Shannaz Nadia Yusharyahya, SpKK, MHA yang telah berkenan menjadi penguji proposal dan tesis, atas waktu yang diberikan untuk mengoreksi dan memberi asupan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih kepada Dr. dr. Tjut Nurul Alam Jacoeb, SpKK(K) dan dr. Endi Novianto, SpKK yang telah berkenan menjadi penguji tesis saya, atas waktu yang diberikan untuk mengoreksi dan memberi asupan yang diperlukan dalam penyusunan tesis ini. Kepada Dr. dr. Wresti Indriatmi B Makes, SpKK(K), M. Epid. saat menjabat sebagai koordinator penelitian Departemen IKKK FKUI dan kepada dr. Sandra Widaty, SpKK(K) sebagai Koordinator Penelitian Departemen IKKK FKUI saat ini, terima kasih saya ucapkan atas dukungan, petunjuk, bimbingan, dan kemudahan dalam melakukan penelitian ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili, SpKK(K), dr. Farida Zubier, SpKK(K), Dr. dr. Wresti Indriatmi B Makes, SpKK(K), M.Epid. dan dr. Hanny Nilasari, SpKK(K) yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian di Divisi Infeksi Menular Seksual Departemen IKKK. Terima kasih saya haturkan atas kesempatan, perhatian dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK sebagai ketua Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI atas persetujuan dan keterangan lolos kaji etik penelitian ini. Terima kasih sebesar-besarnya saya haturkan kepada seluruh subyek penelitian atas keikutsertaan dalam penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Terima kasih yang tulus kepada seluruh paramedis poliklinik dan rawat inap, staf, karyawan tata usaha, dan perpustakaan Departemen IKKK FKUI/RSCM atas vi

8 semua bantuan dan kebersamaan selama saya menjalani pendidikan. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pasien baik di poliklinik maupun rawat inap, juga pasien di RS/klinik jejaring Departemen IKKK FKUI/RSCM yang telah memperkaya wawasan saya sebagai calon spesialis kulit dan kelamin. Ungkapan rasa sayang dan terima kasih yang tak ternilai kepada teman satu angkatan keluarga kedua selama saya menjalani pendidikan di Departemen IKKK FKUI RSCM, dr. Zunarsih, dr. Heru Nugraha, dr. Yuda Ilhamsyah, dr. Conny Mely, dr. Harsha Aulia atas dukungan, doa, serta persahabatan yang indah. Kepada teman seperjuangan saat ujian nasional dan ujian lokal serta para sahabat, senior, dan adik-adik yang saya temui selama masa pendidikan yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, terima kasih saya ucapkan sebesar-besarnya atas pertemanan yang indah, kerjasama, dan dukungan yang diberikan selama menempuh pendidikan ini. Teman-teman yang telah dengan ikhlas membantu dalam penelitian ini, kepada dr. Heru Nugraha, dr. Herni, dr. Aninda Undiah Hasanah, dr. Indah Widyasari, dr. Artini Wijayanti Islami, dr.tisya Moeliawan, yang telah membantu saya saat mengumpulkan subyek penelitian di Divisi Infeksi Menular Seksual Departemen IKKK FKUI RSCM. Saya ucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga atas bantuan dan dukungan teman-teman sehingga saya dapat mewujudkan penelitian ini. Terima kasih yang tulus kepada dr. Purbo Antarsih, M.Kes. sebagai Kepala Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, dr. Sahiyatun Nawiyah sebagai Kepala Klinik IMS Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Ibu Dyah Septarini, AmKeb.SPd. dan Ibu Tiwi Hartati AmKep. yang telah membantu saya dalam pengambilan sampel penelitian di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. Dari lubuk hati yang paling dalam, saya haturkan penghormatan kepada kedua orang tua saya, Ayahanda tercinta H. Gazi Muhammad dan Ibunda tercinta Hj. Yusmina Djajoestam. Terima kasih atas semua doa yang tak pernah putus vii

9 terpanjatkan untuk ananda, kasih sayang tiada tara, dan semua dukungan yang tercurahkan selama ini. Tanpa kalian Ananda bukanlah siapa-siapa. Terima kasih atas segala pengertian serta mohon maaf atas pengorbanan yang harus dilakukan selama ananda menuntut ilmu. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan memberikan kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan kepada aba dan mama. Kepada suami tercinta, dr. Kemal Imran, SpS, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua cinta, perhatian, pengertian, kesabaran, dukungan, arahan dan doa tulusnya hingga saya dapat menjalani pendidikan dan penelitian ini. Tak lupa ucapan terimakasih kepada buah hatiku tersayang Nadya Kamila Kemal, Fahira Alyssa Kemal, dan Malik Maulana Kemal atas doa, pengertian, serta dukungan selama ini. Mohon maaf atas segala pengorbanan yang telah diberikan, terima kasih karena selalu mendukung mama, memanjatkan doa, dan menjadi penyemangat untuk mama selama ini. Pada kesempatan ini perkenankanlah saya dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan permohonan maaf yang tulus kepada semua pihak yang pernah terkait selama menjalani pendidikan di Departemen IKKK FKUI RSCM ini, atas segala kekurangan, kesalahan, dan kekhilafan selama saya menjalani pendidikan. Hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu saya. Amiin. Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Jakarta, 16 Januari 2015 Penulis Jihan Rosita viii

10

11 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Jihan Rosita : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin : Korelasi ukuran terbesar lesi kondiloma akuminatum anogenital dengan hitung sel CD4 + pada pasien HIV Latar belakang Kondiloma akuminatum adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh human papillomavirus tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa. Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi kondiloma akuminatum pada pasien HIV lebih tinggi daripada pasien non HIV. Hubungan antara hitung sel CD4 + dengan penemuan lesi kondiloma sudah banyak dilaporkan, namun tidak demikian halnya hubungan antara hitung sel CD4 + dengan ukuran lesi kondiloma. Data mengenai ukuran lesi kondiloma pada pasien HIV diharapkan dapat bermanfaat sebagai prediktor terhadap penurunan hitung sel CD4 + khususnya bagi pasien yang dicurigai namun enggan melakukan pemeriksaan status HIV. Tujuan Untuk mengetahui korelasi antara ukuran terbesar lesi kondiloma akuminatum anogenital dengan hitung sel CD4 + pada pasien HIV. Desain Penelitian deskriptif analitik dengan desain potong lintang pada pasien HIV dengan kondiloma akuminatum anogenital yang berkunjung ke Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM, UPT HIV RSCM, dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta selama periode Juni-November Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Hasil Terdapat 34 subyek penelitian (SP), terdiri atas 28 SP laki-laki (82,35%) dan dan 6 SP perempuan (17,65%), berusia tahun, nilai rerata hitung sel CD4 + pada SP adalah 262±118 (4 467) sel/mm 3. Dilakukan pengukuran lesi kondiloma secara klinis dengan menggunakan kaliper dan didapatkan nilai tengah ukuran terbesar lesi kondiloma adalah 392 ( ) mm 3. Dari analisis statistik didapatkan korelasi negatif lemah antara ukuran terbesar lesi kondiloma akuminatum anogenital dengan hitung sel CD4 + pada pasien HIV, namun tidak bermakna secara statistik (r = , p>0.05). Kesimpulan Tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara ukuran terbesar lesi kondiloma akuminatum anogenital dengan hitung sel CD4 + pada pasien HIV. Temuan ini dapat digunakan sebagai data dasar, dapat pula disimpulkan bahwa ukuran terbesar lesi kondiloma akuminatum anogenital tidak dapat digunakan sebagai prediktor terhadap penurunan hitung sel CD4 + pada pasien HIV. Kata Kunci kondiloma akuminatum, ukuran terbesar, HIV, hitung sel CD4 + x

12 ABSTRACT Name Study Programme Title : Jihan Rosita : Dermatovenereology : Correlation between the largest size of anogenital condyloma acuminatum and CD4 + cell count among HIV-infected patients Background Condyloma acuminatum refers to a sexually transmitted infection due to certain types of human papillomavirus, manifested as fibroepithelioma on the skin and mucus membranes. Several studies have reported prevalence of condyloma acuminatum among HIV-infected patients is higher than HIVuninfected patients. The association between CD4 + cell count and detection of condyloma lesions have been reported frequently, but there was only one report about the association between CD4 + cell count and the size of condyloma lesions. Data about the size of condyloma lesions among HIV-infected patients hopefully can be used as a predictor of decrease in CD4 + cell count particularly in suspected patients who reluctant to examine their HIV serologic status. Objective To determine the correlation between the largest size of anogenital condyloma acuminatum and CD4 + counts in HIV-infected patients. Method Analytic descriptive study with cross sectional method among HIV-infected patients suffered from anogenital condyloma acuminatum who visited Sexually Transmitted Infections Division of Dermatovenereology Clinic RSCM, HIV Integrated Service Unit RSCM, and District Primary Health Care Pasar Rebo, Jakarta during period of June-November Sampling method was implemented as consecutive sampling. Results There were 34 participants, consists of 28 male (82,35%) and 6 female (17,65%), aged years old, CD4 + cell count were 262±118 (4 467) cells/mm 3. We measured the size of condyloma lesions clinically using calipers, and median of the largest size of anogenital condyloma was 392 ( ) mm 3. Statistical analysis revealed a weak inverse correlation between the largest size of anogenital condyloma with CD4 + cell count in HIV-infected patients but not statistically significant (r = , p>0.05). Conclusion There was a weak inverse correlation between the largest size of anogenital condyloma acuminatum with CD4 + cell count in HIV-infected patients but not statistically significant. These findings can be used as a data base, and we conclude that the largest size of anogenital condyloma acuminatum can not be used as a predictor of decrease in CD4 + cell count in HIV-infected patients. Keywords Condyloma acuminatum, the largest size, HIV, CD4 + count xi

13 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR BAGAN... xv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii DAFTAR SINGKATAN... xviii BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Perumusan masalah Pertanyaan penelitian Hipotesis penelitian Tujuan penelitian Manfaat penelitian... 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kondiloma akuminatum Definisi Epidemiologi dan faktor risiko Etiopatogenesis Manifestasi klinis Diagnosis Human Immunodeficiency Virus Imunologi infeksi HIV Kondiloma akuminata pada pasien HIV Kerangka Teori Kerangka konsep BAB 3. METODE PENELITIAN Desain penelitian Tempat dan waktu penelitian Populasi penelitian Populasi target Populasi terjangkau Sampel dan cara pemilihan sampel Kriteria pemilihan sampel Kriteria inklusi Kriteria eksklusi Perkiraan besar sampel Bahan dan Cara kerja xii

14 3.7.1 Alokasi SP Bahan dan alat pemeriksaan Persetujuan mengikuti penelitian Pengisian status penelitian Cara pemeriksaan Anamnesis Pemeriksaan fisis Penatalaksanaan Pemeriksaan hitung sel CD Identifikasi variabel Variabel bebas Variabel tergantung Definisi operasional Kondiloma akuminatum anogenital Usia Jenis kelamin Status pernikahan Tingkat pendidikan SP Lama penyakit Riwayat terapi Keadaan serupa pada pasangan seksual Perilaku seksual pasien Jumlah pasangan seksual selama hidup Kebiasaan merokok Lokasi lesi Morfologi lesi Ukuran lesi KA terbesar Jumlah lesi KA Pemeriksaan hitung sel CD Mendapat terapi anti retroviral Kerangka operasional Etik penelitian Pengolahan dan analisis data BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik subyek penelitian Ukuran terbesar lesi kondiloma akuminata pada subyek Penelitian Hitung sel CD4 + pada subyek penelitian Korelasi ukuran terbesar lesi kondiloma akuminata dengan hitung sel CD4 + pada subyek penelitian Hasil tambahan Korelasi jumlah lesi dengan hitung sel CD4 + pada subyek penelitian Korelasi jumlah regio terdapat lesi KA dengan hitung sel CD4 + pada subyek penelitian Hubungan antara lama penyakit dengan ukuran terbesar lesi KA pada subyek penelitian xiii

15 4.5.4 Hubungan antara pemberian ARV dengan ukuran terbesar lesi KA pada subyek penelitian Keterbatasan penelitian BAB 5. IKHTISAR, KESIMPULAN, DAN SARAN Ikhtisar Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xiv

16 DAFTAR TABEL Tabel 2.3 Tabel Tabel Penelitian-penelitian mengenai hubungan antara hitung sel CD4 + dengan kejadian KA pada pasien HIV Distribusi karakteristik sosio-demografik pasien KA dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta, Juni-November Distribusi karakteristik klinis pasien KA dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta, Juni-November xv

17 DAFTAR BAGAN Kerangka teori Kerangka konsep Kerangka operasional xvi

18 DAFTAR GAMBAR Gambar Korelasi volume lesi KA dengan hitung sel CD Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Korelasi panjang lesi KA dengan hitung sel CD4 + Korelasi lebar lesi KA dengan hitung sel CD4 + Korelasi tebal lesi KA dengan hitung sel CD4 + Korelasi jumlah lesi KA dengan hitung sel CD4 + Korelasi jumlah regio terdapat lesi KA dengan hitung sel CD4 + Hubungan antara lama penyakit dengan ukuran terbesar lesi KA Hubungan antara pemberian ARV dengan ukuran terbesar lesi KA xvii

19 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Penyaring subyek penelitian Lampiran 2 Informasi Penelitian Lampiran 3 Formulir Persetujuan Lampiran 4 Status penelitian Lampiran 5 Tabel induk penelitian Lampiran 6 Keterangan lolos kaji etik xviii

20 DAFTAR SINGKATAN APC ARV cm CTL dkk DNA Gag HIV HPV IFN IKKK IMS KA KSIMSI LSL MHC mm n NK Antigen presenting cells Anti retroviral Sentimeter Cytotoxic T lymphocytes Dan kawan-kawan Deoxyribonucleic acid Group-specific antigen Human immunodeficiency virus Human papillomavirus Interferon Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Infeksi menular seksual Kondiloma akuminatum Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual Indonesia Laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki Major histocompatibility complex Milimeter Jumlah subjek penelitiasn Natural killer xix

21 PITC PPM RS RSCM SMP SMA SMK SP TGF-β TNF UN AIDS UPT VCT WHO WIHS Provider initiated testing and counselling Panduan Pelayanan Medis Rumah Sakit Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan Subjek penelitian Transforming growth factor β Tumor necroting factor The joint United Nations programme on HIV/AIDS Unit Pelayanan Terpadu Voluntary counselling and testing World Health Organization Women s Interagency HIV Study xx

22 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kondiloma akuminatum (KA) adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh human papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa. HPV merupakan virus DNA doublestranded, tergolong dalam famili Papovaviridae. 1 Sampai saat ini, terdapat lebih dari 200 tipe HPV, dan kurang lebih 120 tipe yang diisolasi dari manusia terbagi dalam 5 genus, namun yang dapat menimbulkan KA terdapat 23 tipe. 1,2 HPV tipe 6 dan tipe 11 paling sering ditemukan pada KA yang eksofitik dan displasia derajat rendah (low risk), sedangkan HPV tipe 16 dan 18 sering ditemukan pada displasia derajat tinggi dan keganasan (high risk). 1-3 Masa inkubasi KA berlangsung antara 3 minggu sampai dengan 8 bulan (rata-rata 2-3 bulan). 1-3 HPV masuk ke dalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit dan mukosa sehingga KA sering timbul di daerah yang mudah mengalami trauma pada saat hubungan seksual. 3 Sebagian besar infeksi HPV anogenital bersifat asimtomatik atau subklinis, bersifat jinak dan umumnya tidak menyebabkan mortalitas. Morbiditas utama KA terkait dengan gangguan psikologis yang dialami lebih dari 50% pasien. Lesi KA sering menimbulkan rasa cemas, malu, kurang percaya diri pada saat berhubungan seksual yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas hidup pasien. 4 Prevalensi infeksi HPV di dunia dilaporkan terus meningkat dalam 35 tahun terakhir. 4 Insidens kumulatif infeksi HPV secara umum pada populasi dewasa muda sebesar 40%, dengan prevalensi mencapai 75-80%. 5 Suatu tinjauan sistematik oleh Patel, dkk. (2013) mengenai insidens dan prevalens KA di seluruh dunia menunjukkan insidens KA pertahun berkisar antara per orang pertahun. 6 Di Indonesia, berdasarkan data yang dilaporkan oleh Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual Indonesia (KSIMSI) dari 13 rumah sakit (RS) pusat pendidikan spesialis kulit dan kelamin di Indonesia, terdapat kecenderungan 1

23 2 peningkatan proporsi KA dibandingkan dengan infeksi menular seksual (IMS) lainnya dalam 5 tahun terakhir ( ), yaitu sebagai berikut: 2007 (21,25%), 2008 (33,81%), 2009 (33,66%), 2010 (29,25%), dan 2011 (30,58%). Di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), proporsi kasus baru KA dibandingkan dengan IMS lain selama lima tahun terakhir ( ) berkisar antara 21,25% sampai dengan 33,66%. Sejak tahun 2008 KA menempati urutan pertama kasus IMS yang datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM. 7 Di Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM, pada tahun 2011 tercatat 63 kasus baru KA dan total kasus baru dan lama sebanyak 125 kasus, sedangkan pada tahun 2012 tercatat 81 kasus baru dan total kasus baru dan lama sebanyak 343 kasus. 8 Status imun pejamu berperan penting dalam perjalanan penyakit infeksi HPV. 9 Lebih dari 2/3 kelompok individu imunokompeten yang terinfeksi HPV mengalami infeksi yang bersifat sementara karena respons imun pejamu mampu mengeliminasi virus. 10 Hanya kurang dari 1% pasien yang terinfeksi HPV, bermanifestasi sebagai KA. 11 Imunitas selular dan humoral diperlukan untuk mengatasi lesi KA, tetapi imunitas selular lebih berperan penting. 12 Keadaan imunosupresi dianggap sebagai faktor risiko terjadinya KA. 13,14 Hal ini didukung oleh banyak ditemukannya KA pada pasien dalam kondisi imunosupresi seperti pasien transplantasi ginjal yang mendapat terapi imunosupresan, pasien limfoma Hodgkin, dan pasien HIV. 14 Infeksi HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus, merupakan virus RNA yang menyebabkan penurunan sistem imunitas tubuh. Terdapat dua tipe HIV, yaitu HIV tipe 1 dan 2 yang berbeda secara genetik dan antigenik. HIV-2 dianggap kurang patogen dibandingkan HIV Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen, dan sekret vagina. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual. 4,15 HIV cenderung menyerang sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, yang berperan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. 16,17 Hitung sel CD4 +

24 3 dalam darah sangat berkaitan dengan status imunitas penderita. Penurunan hitung sel CD4 + menjadi indikator utama progresivitas infeksi HIV. 18 Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi KA pada pasien HIV lebih tinggi daripada pasien non HIV. 17,18 Pada pasien HIV, KA seringkali lebih ekstensif dengan ukuran yang besar dan jumlah yang banyak. 14 KA pada pasien HIV juga lebih rekalsitran atau resisten terhadap terapi, dan lebih sering mengalami rekurensi. 9,14,17 Hal ini dihubungkan dengan kegagalan sistem imunitas seluler dalam mengontrol infeksi HPV. 19 Penurunan sistem imunitas seluler pada pasien HIV, khususnya respons yang diperantarai sel T CD4 +, menyebabkan kegagalan dalam membersihkan HPV. 20,21 Hal ini menyebabkan terjadinya persistensi HPV pada pasien HIV. 22,23 Prevalensi dan persistensi infeksi HPV ini meningkat sejalan dengan derajat imunodefisiensi dan progresivitas penyakit HIV. Sebaliknya, infeksi HPV juga meningkatkan risiko seseorang terkena infeksi HIV. 9 Beberapa penelitian dilakukan untuk mencari hubungan antara hitung sel CD4 + dengan kejadian KA, baik dengan penemuan lesi KA maupun dengan penemuan DNA HPV dari spesimen servikovaginal. 17,18,21-25 Namun, faktor-faktor yang dapat memprediksi perubahan ukuran lesi KA belum teridentifikasi. Lesi KA dapat berukuran beberapa milimeter (mm) sampai dengan centimeter (cm). Lesi dengan ukuran lebih dari 10 cm disebut kondiloma raksasa (giant condyloma). 10 Lesi KA dapat berkembang menjadi kondiloma berukuran besar maupun tumor Buschke-Lowenstein yang bersifat invasif lokal dan tidak bermetastasis, namun kejadiannya sangat jarang. 26 Penelitian untuk mencari hubungan antara ukuran lesi KA dengan hitung sel CD4 + pada pasien HIV masih jarang. Lu, dkk. (2012) meneliti hubungan antara hitung sel CD4 + dan jumlah HIV RNA permililiter darah (HIV load) pada pasien HIV dengan ukuran terbesar lesi kondiloma sepanjang waktu (over time). 27 Penelitian ini mendapatkan pada kunjungan pertama ditemukan hubungan antara ukuran terbesar lesi kondiloma dengan hitung sel CD4 +. Namun, pada tindak lanjut

25 4 ditemukan tidak ada hubungan bermakna antara keduanya. 27 Hal ini diduga karena pada saat tindak lanjut, pasien sudah mendapat intervensi terapi baik terapi obat anti retroviral (ARV) untuk infeksi HIV maupun terapi untuk lesi kondiloma akuminata. 27 Lu, dkk. (2012) menyatakan bahwa masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mencari peranan respons imun terhadap perkembangan lesi KA karena hubungan antara penemuan lesi KA dengan respons imun sendiri dinilai sudah terbukti. 27 Panduan global untuk melakukan tes serologi HIV pun telah mengalami perkembangan. 28 Pada tahun 2007, World Health Organization (WHO) bersama dengan the joint United Nations programme on HIV/AIDS (UNAIDS) mengeluarkan panduan global pelaksanaan PITC (provider-initiated testing and counselling) menggantikan VCT (voluntary counselling and testing), sebagai panduan konseling dan tes serologi HIV di sarana pelayanan kesehatan. 28 Pada VCT, individu yang secara aktif meminta tes HIV dan pelayanan konseling karena ingin mengetahui status HIV-nya. 28,29 Sedangkan, pada PITC tes HIV dan konseling direkomendasikan oleh petugas pelayanan kesehatan kepada pasien yang datang berobat sebagai komponen standar dari pelayanan kesehatan. 28,29 Di Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM, juga dilakukan PITC pada pasien-pasien yang datang berobat. Menurut data PITC di Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM, 8,57% pasien KA belum bersedia dilakukan pemeriksaan serologi HIV. Diantara pasien KA yang bersedia dilakukan pemeriksaan serologi HIV, sebanyak 53,12% tidak melaporkan hasilnya, 43,75% hasilnya non reaktif, dan 6,25% hasilnya reaktif. 30 Walaupun telah diberikan edukasi, tidak semua pasien KA tersebut bersedia dilakukan pemeriksaan tes serologi HIV. Hal ini antara lain disebabkan oleh stigma masyarakat terhadap pasien HIV. 31 Masih banyak pasien yang enggan untuk mengetahui status HIV-nya karena takut jika diketahui mengidap HIV akan diperlakukan diskriminatif dalam kehidupan bermasyarakat. 31

26 5 Hasil dari penelitian ini diharapkan terdapat korelasi antara ukuran lesi KA dengan hitung sel CD4 + sehingga dapat dipakai sebagai prediktor keadaan imunosupresi pada pasien sebelum pasien bersedia dilakukan pemeriksaan serologi HIV. Pada penelitian ini akan dilakukan pemeriksaan hitung sel CD4 + pada pasien HIV dengan KA untuk melihat korelasi antara hitung sel CD4 + dengan ukuran lesi KA. 1.2 PERUMUSAN MASALAH : Semakin meningkatnya jumlah pasien HIV dari tahun ke tahun, disertai dengan penemuan kasus KA yang tinggi pada pasien HIV, mengindikasikan adanya hubungan yang kuat antara kejadian infeksi HIV dengan kejadian lesi KA. Namun, hingga saat ini hanya terdapat satu penelitian untuk memahami korelasi antara hitung sel CD4 + dengan ukuran lesi KA pada pasien HIV. Terlebih lagi, di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia, sebagian masyarakat belum bersedia untuk melakukan pemeriksaan serologi HIV. Dengan mengetahui korelasi antara ukuran lesi KA dengan hitung sel CD4 +, maka ukuran lesi KA diharapkan dapat menjadi salah satu prediktor adanya penurunan hitung sel CD4 + pada pasien-pasien yang belum diketahui status HIV-nya. 1.3 PERTANYAAN PENELITIAN : Apakah ada korelasi antara ukuran terbesar lesi KA dengan hitung sel CD4 + pada pasien HIV? 1.4 HIPOTESIS PENELITIAN : Makin besar ukuran lesi KA, makin rendah hitung sel CD TUJUAN PENELITIAN : Tujuan umum: Mengetahui korelasi antara ukuran terbesar lesi KA dengan hitung sel CD4 + pada pasien HIV.

27 Tujuan khusus: 1. Mengetahui ukuran terbesar lesi KA pada pasien HIV. 2. Mengetahui hitung sel CD4 + pada pasien HIV dengan KA. 3. Mengetahui korelasi antara ukuran terbesar lesi KA dengan hitung sel CD4 + pada pasien HIV. 1.6 MANFAAT PENELITIAN : Manfaat untuk bidang pendidikan dan pengembangan penelitian Data korelasi antara hitung sel CD4 + dengan ukuran terbesar lesi KA pada pasien HIV yang didapat dari penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar mengenai korelasi hitung sel CD4 + dengan KA Manfaat untuk bidang pelayanan Ukuran lesi KA dapat menjadi prediktor terhadap nilai hitung sel CD4 +.

28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONDILOMA AKUMINATUM Definisi Kondiloma akuminatum (KA) adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh human papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa. KA disebut juga kutil kelamin atau venereal wart atau anogenital wart Epidemiologi dan Faktor Risiko Prevalensi infeksi HPV di dunia dilaporkan terus meningkat dalam 35 tahun terakhir. 4 Insidens kumulatif infeksi HPV secara umum pada populasi dewasa muda sebesar 40%, dengan prevalensi mencapai 75%-80%. 5 Suatu tinjauan sistematik oleh Patel, dkk. (2013) mengenai data insidens dan prevalens KA di seluruh dunia antara tahun 2001 sampai dengan tahun 2012 menunjukkan insidens KA berkisar antara per orang pertahun, dengan nilai median 194 per orang pertahun. 6 Pada laki-laki, puncak insidens didapatkan pada usia antara 25 tahun sampai dengan 29 tahun, sedangkan pada perempuan didapatkan pada usia sebelum 24 tahun. 6 Data yang dilaporkan oleh KSIMSI dari 13 rumah sakit (RS) pusat pendidikan spesialis kulit dan kelamin di Indonesia, meliputi Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Malang, Surabaya, Denpasar, dan Manado antara tahun 2007 sampai 2011, menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan proporsi KA dibandingkan dengan infeksi menular seksual (IMS) lainnya dalam 5 tahun terakhir ( ), yaitu sebagai berikut: 2007 (21,25%), 2008 (33,81%), 2009 (33,66%), 2010 (29,25%), dan 2011 (30,58%). Di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun

29 8 KA menempati urutan pertama kasus IMS yang datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM. 7 Di RSCM, proporsi kasus baru KA dibandingkan dengan IMS lain selama lima tahun terakhir ( ) berkisar antara 21,25% sampai dengan 33,66%. Di poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM, pada tahun 2011 tercatat 63 kasus baru KA dan total kasus baru dan lama sebanyak 125 kasus, sedangkan pada tahun 2012 tercatat 81 kasus baru dan total kasus baru dan lama sebanyak 343 kasus. 8 Terdapat beberapa faktor risiko yang dihubungkan dengan kejadian infeksi HPV, yaitu antara lain usia pada saat pertama kali berhubungan seksual, jumlah pasangan seksual selama hidup, kebiasaan merokok, riwayat infeksi menular seksual lain, penggunaan kontrasepsi oral, dan individu imunokompremais. 3-5,9-15 Sedangkan faktor proteksi berupa vaksinasi, penggunaan kondom secara konsisten, sirkumsisi, dan imunitas individu. 3-5,21 Studi kohort prospektif oleh Conley, dkk. (2002) menggunakan kriteria jumlah pasangan seksual seumur hidup lebih dari 7 sebagai salah satu faktor risiko kejadian KA pada individu yang terinfeksi HIV Etiopatogenesis HPV adalah virus DNA double-stranded, tergolong dalam famili Papovaviridae. 1 HPV berukuran kecil dengan ukuran diameter partikel 52-55nm, tidak berselubung, dengan kapsid berbentuk ikosahedral terdiri atas dua protein struktur yaitu protein L1 (major) dan protein L2 (minor). 32 Sampai saat ini, telah diketahui terdapat lebih dari 200 tipe HPV, dan kurang lebih 120 tipe yang diisolasi dari manusia terbagi dalam 5 genus, namun yang dapat menimbulkan KA terdapat 23 tipe. 1,2,32 HPV diklasifikasikan menjadi tipe risiko rendah (misalnya HPV-6, -11, -40, -42) dan risiko tinggi (misalnya HPV-16, -18, -31, -33, -35) berdasarkan risiko terjadinya kanker anogenital. 33 Beberapa tipe HPV dapat menginfeksi satu lesi KA secara bersamaan. 11,34,35 HPV tipe 6 dan tipe 11 paling sering ditemukan pada KA yang eksofitik dan displasia derajat rendah (low risk). Sedangkan HPV tipe 16 dan 18 sering ditemukan pada displasia derajat tinggi dan keganasan (high risk). 1

30 9 Masa inkubasi KA berlangsung antara 3 minggu sampai dengan 8 bulan (rata-rata 2-3 bulan). 1-3 HPV masuk kedalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit sehingga KA sering timbul di daerah yang mudah mengalami trauma pada saat hubungan seksual. 3 Target virus HPV adalah sel epitel dan replikasi bergantung pada epitel skuamosa berdiferensiasi. 12 Virion HPV pada sel epitel pasangan seksual masuk ke lapisan sel basal melalui daerah mikroabrasi yang terjadi akibat trauma saat berhubungan seksual. 36 Virus akan memasuki fase laten, yaitu hanya terdapat DNA virus tanpa perubahan histopatologis. Beberapa gen virus akan memproduksi DNA virus, diikuti produksi protein kapsid dan penyusunan partikel virus. Virus yang matang akan memproduksi protein dan pada pemeriksaan histopatologis memberikan gambaran khas berupa koilosit atipikal. Virus akan menstimulasi pembelahan sel yang diikuti replikasi virus. 12,36 Beberapa studi menyimpulkan bahwa infeksi HPV adalah suatu infeksi transien dan sering mengalami resolusi sempurna. 37 Studi Ho, dkk. (1998) menyimpulkan bahwa seorang wanita dapat terbebas dari infeksi HPV apabila infeksi tersebut baru saja didapat. 38 Semakin lama infeksi terjadi maka virus akan lebih sulit menghilang. 39 Kondisi imunosupresi, misalnya infeksi HIV, dapat menyebabkan seseorang lebih rentan terhadap infeksi HPV persisten dan berisiko terinfeksi tipe HPV multipel. 38,40 Prevalensi infeksi HPV termasuk lesi KA lebih meningkat pada pasien HIV, terutama dengan hitung sel CD4 + kurang dari ,27,41-42 HPV mampu menghindar dari respons imun melalui mekanisme immune evasion. 43 Pada fase infeksius, hanya sedikit atau bahkan tidak ada sitokin proinflamasi yang diproduksi, yang sangat penting dalam proses aktivasi dan migrasi antigen presenting cells (APC). HPV tidak menyebabkan nekrosis dan sitolisis dari sel epitel yang terinfeksi, selain itu HPV juga tidak menimbulkan viremia. Sehingga, sulit bagi sistem imun tubuh untuk dapat merespons infeksi HPV dengan infektif. 43 Imunitas non spesifik dan imunitas spesifik (imunitas selular dan humoral) diperlukan untuk mengatasi infeksi HPV. 12,13 Dalam tahap awal infeksi HPV,

31 10 komponen imunitas non spesifik seperti sel dendritik, sel Langerhans, sel natural killer (NK) dan keratinosit berperan dalam menginduksi respons imun adaptif yang efektif. 44 Keratinosit mensekresikan sitokin dalam jumlah sedikit, termasuk sitokin proinflamasi, growth factor, dan kemokin. Transforming growth factor β (TGF-β), tumor necroting factor (TNF), interferon α (IFN-α) dan interferon β (IFN-β) yang diproduksi sel epitel dapat menghambat proliferasi keratinosit yang terinfeksi HPV. 43,44 Imunitas seluler yang diperankan oleh sel limfosit T dinilai lebih berperan penting pada patogenesis infeksi HPV. 12,13,43 IFN-α, IFN-β, dan interferon γ (IFN- γ) yang diproduksi oleh sel T menunjukkan efek antiproliferatif terhadap sel keratinosit yang terinfeksi HPV. IFN-α juga dapat menghambat ekspresi protein E7 HPV-16, dan mampu menghambat ekspresi protein E6 dan E7 HPV-18. IFN-β menghambat transkripsi gen E6 dan E7 HPV-16 pada keratinosit. IFN- γ menghambat transkripsi gen E6 dan E7 HPV-16, HPV-18, HPV Sel T CD8, MHC class I CTL (Cytotoxic T lymphocytes) dapat mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi oleh virus. CTL juga dapat menurunkan ekspresi dari E6 dan E7. 43 Sedangkan, respons imun humoral yang terbentuk terhadap protein LI dan L2 HPV umumnya lemah karena partikel virus bebas yang dikeluarkan dari permukaan sel epitel kurang mempunyai akses ke pembuluh darah dan pembuluh limfe Manifestasi klinis Sebagian besar infeksi HPV bersifat asimtomatik. Lesi HPV yang tampak secara klinis dapat timbul antara 3 minggu sampai 8 bulan setelah infeksi. 3,4 Predileksi KA terkait cara melakukan hubungan seksual, dapat ditemukan pada meatus uretra, penis, skrotum, serviks, vagina, perineum, anus, perianal, lipat inguinal, dan rongga mulut. 3,4,45 Lesi dapat timbul pada lebih dari satu lokasi baik genitalia eksterna maupun interna. 14 Gejala klinis umumnya tidak ada, namun kadangkadang dapat timbul berupa rasa gatal (pruritus), rasa terbakar, nyeri (dispareuni,

32 11 tenesmus). Lokasi dan ukuran lesi KA mempengaruhi timbulnya gejala penyerta. 10,14 Umumnya terdapat empat bentuk klinis KA, yaitu sebagai berikut : 3 (1) Kondiloma akuminatum klasik berbentuk kembang kol atau menyerupai jengger ayam (2) Papul keratotik dengan permukaan keras menyerupai veruka vulgaris (3) Papul dengan permukaan halus sewarna kulit sampai dengan merah jambu menyerupai warna mukosa (4) Papul datar atau plak Ukuran lesi KA dapat beberapa mm sampai dengan cm. Lesi dengan ukuran lebih dari 10 cm disebut kondiloma raksasa Diagnosis Diagnosis KA umumnya dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisis dengan pencahayaan yang terang dan kaca pembesar. 4 Pada kasus KA yang meragukan pemeriksaan sederhana dan cepat menggunakan larutan asam asetat 3-5% pada lesi dapat membantu penegakan diagnosis. 4,14,46 Pemberian larutan asam asetat 3-5% pada lesi infeksi HPV akan menimbulkan perubahan warna lesi menjadi putih. Pemeriksaan ini tidak spesifik untuk infeksi HPV, serta spesifisitas dan sensitivitasnya belum dapat ditentukan, namun beberapa klinisi yang berpengalaman berpendapat bahwa tes asam asetat ini bermanfaat untuk mendeteksi KA tipe datar. 14 Biopsi tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin pada KA. Indikasi biopsi pada KA adalah tampilan lesi yang atipikal, lesi yang resisten terhadap terapi, dan kecurigaan perubahan neoplastik yang ditandai dengan pigmentasi, pertumbuhan cepat, fiksasi terhadap struktur di bawahnya, perdarahan, dan ulserasi spontan. 4,10,14,47 Indikasi lain adalah pasien imunokompremais, usia lebih dari 40 tahun, dan lesi KA pada serviks. 14, Human Immunodeficiency Virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus RNA, anggota dari genus lentivirus, famili retroviridae, biasa disebut retrovirus. 49 Retrovirus merupakan virus berselubung dengan dua kopi identik genom RNA virus yang terdapat dalam inti nukleokapsid. Inti nukleokapsid terdiri atas dua protein yang berasal dari

33 12 protein Gag (group-specific antigen) yaitu protein kapsid dan protein nukleokapsid. 49 Terdapat dua tipe HIV, yaitu HIV tipe 1 dan 2 yang berbeda secara genetik dan antigenik. HIV-2 dianggap kurang patogen dibandingkan HIV Imunologi infeksi HIV HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen, dan sekret vagina. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual. 4,15 HIV mempunyai kecenderungan (tropisme) untuk menyerang sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, yang berperan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. 16,17 Oleh karena itu, penurunan hitung sel CD4 + dalam darah menjadi indikator utama progresivitas infeksi HIV. 18 Sejak menit pertama terpapar dengan HIV, komplemen akan teraktivasi. Bersama dengan interferon, sitokin, dan kemokin akan mengaktivasi sel imunitas alami seperti sel natural killer (NK), monosit, makrofag, dan sel dendritik. Imunitas adaptif baru teraktivasi setelah minggu kedua paparan virus. Infeksi primer HIV akan diikuti viremia yang menginduksi respons imun spesifik terhadap virus HIV. Respons imun sel T CD4 tersebut mengalami kegagalan yang berakibat terjadinya peningkatan replikasi virus, yang hasil akhirnya adalah destruksi sel T CD4. Kerusakan imunitas seluler tercermin dari penurunan hitung sel CD4 + secara progresif. 50,51 Beberapa minggu setelah infeksi, antibodi terhadap HIV mulai terdeteksi dalam darah. Walaupun hanya sedikit dari antibodi spesifik ini yang dapat menekan viral load, namun dinilai ikut mengurangi viremia pada tahap awal infeksi. Diduga mutasi dan rekombinasi genom virus yang terus berlangsung, yang menyebabkan lolosnya HIV dari respons imun tersebut. 51 Hal lain yang diduga berhubungan dengan hitung sel CD4 + adalah status nutrisi. 52,53 Hingga saat ini, pengaruh status nutrisi terhadap hitung sel CD4 + masih belum jelas. 52,53 Terdapat beberapa penelitian yang berusaha mencari hubungan antara status nutrisi dengan hitung sel CD4 + baik pada pasien non HIV maupun pada pasien HIV. Penelitian Venter, dkk. (2009) menunjukkan

34 13 adanya korelasi yang bermakna namun lemah antara beberapa pengukuran antropometri yaitu berat badan, indeks massa tubuh dan lingkar lengan atas, dengan hitung sel CD4 + pada orang dewasa penderita HIV/AIDS. 52 Tidak demikian halnya dengan penelitian Hughes, dkk. (2009) menemukan pada anakanak penderita HIV dengan malnutrisi berat mempunyai hitung sel CD4 + yang rendah, sedangkan pada anak-anak bukan penderita HIV dengan malnutrisi berat tetap mempunyai hitung sel CD4 + yang normal, sehingga disimpulkan bahwa malnutrisi berat tidak menurunkan hitung sel CD4 + pada anak-anak tanpa HIV. 53 Pada penelitian Hughes, dkk. (2009) juga didapatkan bahwa setelah pemulihan nutrisi pada anak-anak HIV, hitung sel CD4 + tetap turun, hingga akhirnya mendapatkan obat antiretroviral. 53 Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap hitung sel CD4 + adalah pemberian obat antiretroviral (ARV). De Camargo, dkk. (2014) meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan KA anogenital pada pasien laki-laki dengan HIV/AIDS, meliputi faktor sosio-demografik, perilaku seksual, ko-infeksi IMS lain, data terkait HIV (hitung sel CD4 +, HIV load) dan data terkait pengobatan ARV (jenis ARV, keteraturan pengobatan ARV). Pada penelitian De Camargo, dkk. (2014) ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara ketidakteraturan pengobatan ARV dan ko-infeksi HSV dengan kejadian KA anogenital pada pasien laki-laki dengan HIV/AIDS Kondiloma akuminata pada infeksi HIV Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi KA pada pasien HIV lebih tinggi daripada pasien non HIV. 17,18,55-56 Prevalensi infeksi HPV termasuk lesi KA lebih meningkat pada pasien HIV, terutama mereka dengan hitung sel CD4 + kurang dari 200/mm3. 27,41,42 Low, dkk. (2011) melaporkan bahwa wanita seropositif HIV dengan hitung sel CD4 + kurang dari atau sama dengan 200 /mm3 mempunyai risiko menderita KA 20 kali lebih besar daripada wanita yang tidak terinfeksi HIV. Sedangkan, wanita seropositif HIV dengan hitung sel CD4 + lebih dari 200/mm3 mempunyai risiko menderita KA 6 kali lebih besar daripada wanita yang tidak terinfeksi HIV. 16 Pada penelitian Low, dkk. (2011), didapatkan

35 14 insidens KA pada pasien HIV positif adalah 5,01 person-years dibandingkan dengan 1,31 person-years pada pasien HIV negatif. 17 Olanova (2010) meneliti proporsi pasien HIV/AIDS dengan kelainan kulit dan hubungannya dengan hitung sel CD4 + di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) HIV RSCM. Pada penelitian tersebut didapatkan proporsi kondiloma akuminata adalah 4% dari seluruh kelainan kulit pasien HIV/AIDS, dan tidak ada perbedaan bermakna antara jumlah dan jenis kelainan kulit dengan hitung sel CD4 + pasien HIV/AIDS. 57 Morfologi lesi KA pada pasien HIV didapatkan tidak berbeda dengan morfologi KA pada pasien non HIV. Aynaud, dkk. (1998) membandingkan morfologi KA pada pasien HIV dan non HIV. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa morfologi lesi KA pada pasien HIV sama dengan pasien non HIV. Sebagian besar lesi KA berbentuk eksofitik, yaitu 85,1% pada pasien HIV dan 84,2% pada pasien non HIV. 13 Aynaud, dkk. (1998) juga melaporkan bahwa pada pasien HIV, jumlah lesi KA lebih banyak, ditemukan pada banyak lokasi, dan infeksi difus meliputi area total lebih dari 4cm Pada pasien HIV, KA seringkali lebih ekstensif dengan ukuran yang lebih besar dan jumlah yang lebih banyak dibandingkan KA pada pasien non HIV. 14 Studi Ho, dkk. (1998) menemukan bahwa semakin lama infeksi HPV terjadi maka virus akan lebih sulit menghilang. 38 Berdasarkan hal tersebut, maka lama timbulnya penyakit tentu akan mempengaruhi perkembangan lesi KA termasuk ukuran dan jumlah lesi KA. Lu, dkk. (2012) meneliti hubungan antara hitung sel CD4 + dan jumlah HIV RNA permililiter darah (HIV load) pada pasien HIV dengan ukuran terbesar lesi kondiloma sepanjang waktu (over time). 27 Penelitian Lu, dkk. (2012) merupakan suatu studi longitudinal terhadap data Women s Interagency HIV Study (WIHS) yang dikumpulkan dengan metode kohort prospektif, bertujuan meneliti hitung sel CD4 + dan HIV load untuk memprediksi ukuran terbesar lesi KA di anal (anal

36 15 warts). Pada penelitian Lu, dkk. (2012) ukuran kondiloma dinilai dalam panjang kali lebar (mm 2 ). 27 Pada pasien HIV, KA lebih rekalsitran atau resisten terhadap terapi, dan lebih sering mengalami rekurensi. 9,14,17 Hal ini dihubungkan dengan kegagalan sistem imunitas seluler dalam mengontrol infeksi HPV. 19 Terjadi penurunan sistem imunitas seluler pada pasien HIV, khususnya respons yang diperantarai sel T CD4. Sel T CD4 dibutuhkan untuk mempertahankan respons sel T CD8 efektor dan mengaktivasi sel imunitas alami yang ada, yang menyebabkan kegagalan dalam mengatasi infeksi HPV. 9,20,21,55-56,58 Hal ini berakibat didapatkannya persistensi HPV pada pasien HIV. 22,23 Prevalensi dan persistensi infeksi HPV ini meningkat sejalan dengan derajat imunodefisiensi dan progresivitas penyakit HIV. 9 Sung, dkk. (2012) menemukan bahwa waktu rekurensi rata-rata lesi KA anal pada pasien HIV adalah 5,1 bulan dengan kisaran antara 1,3 bulan hingga 14,2 bulan. 59 Berdasarkan hal tersebut, untuk menghilangkan pengaruh terapi KA terhadap ukuran lesi KA, peneliti saat ini mengambil waktu rekurensi minimal yaitu 1,3 bulan atau kurang lebih 5 minggu sebagai batas waktu pasien yang sudah mendapat terapi KA namun masih dapat diikusertakan dalam penelitian. Oleh karena itulah, pasien yang sudah mendapat terapi KA dalam waktu 5 minggu terakhir akan dieksklusi pada penelitian ini. Infeksi HPV juga meningkatkan risiko seseorang terkena infeksi HIV. Mekanisme yang diduga adalah lesi akibat infeksi HPV onkogenik menyebabkan jaringan makin rapuh, mikrovaskularisasi meningkat, penarikan sel T CD4 dan sel dendritik akan mempermudah masuknya virus HIV. Protein HPV E7 juga menghambat ekspresi molekul adhesin E-cadherin, sehingga pertahanan terhadap HIV di mukosa genital akan berkurang. 9,60,61 Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari hubungan antara hitung sel CD4 + dengan kejadian KA pada pasien HIV (Tabel 2.3). Penemuan lesi KA

37 16 maupun DNA HPV dari spesimen servikovaginal dihubungkan dengan hitung sel CD4 + dan HIV load. 17,18,21-25 Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara hitung sel CD4 + dengan kejadian KA pada pasien HIV. Tabel 2.3 Penelitian-penelitian mengenai hubungan antara hitung sel CD4 + dengan kejadian KA pada pasien HIV. 17,18,21-25 Penelitian Palefsky, Conley, Moscicki, Strickler, Fontaine, Low,dkk. Low,dkk. dkk. dkk. dkk. dkk. dkk. Tahun Metode Kohort Kohort Kohort Kohort Kohort Potong lintang Kohort Jumlah SP Topik Infeksi Hubungan Persistensi Perjalanan Hubungan Penemuan Penemuan penelitian HPV infeksi HPV pada penyakit HPV 16 DNA HPV KA pada serviko HIV-1 wanita dan ke viral load (tipe 6 & 8) pasien HIV vaginal dengan HIV(+) dan mungkinan dengan pada swab pada wanita pada risiko HIV(-) : reaktivasi persistensi servix resiko tinggi wanita terjadinya faktor infeksi infeksi wanita risiko di HIV(+) KA dan risiko dan HPV pada HPV-16 tinggi burkinofaso dan neoplasia perbedaan wanita pada HIV(+) dan HIV(-) intraepitel menurut HIV(+) wanita HIV(-) di tipe HIV(+) burkinofaso filogenetik atau resiko HPV tinggi Hubungan DNA HPV DNA HPV DNA HPV DNA HPV DNA HPV DNA HPV DNA HPV yang dengan dengan dengan dengan dengan dengan dengan dinilai hitung sel hitung sel hitung sel HIV load hitung sel hitung sel hitung sel CD4 + dan CD4 + CD4 + dan hitung CD4 + CD4 + CD4 + HIV load sel CD4 + Hasil Hubungan Hubungan Hubungan Hubungan Hubungan Hubungan Hubungan penelitian bermakna bermakna bermakna bermakna bermakna bermakna bermakna Keterangan : CD = cluster of differentiation, DNA = deoxyribonucleic acid, HPV = human papillomavirus, HIV = human immunodeficiency virus, KA = kondiloma akuminatum

38 Kerangka teori Faktor risiko infeksi HPV: - jumlah pasangan seksual selama hidup - usia saat hubungan seksual pertama kali - riwayat infeksi menular seksual lainnya - kebiasaan merokok - penggunaan kontrasepsi oral - individu imuno-kompromais pasien HIV pasien transplantasi ginjal pasien dalam terapi imunosupresan pasien gizi buruk pasien keganasan - lingkungan : kelembaban, suhu yang hangat Faktor proteksi infeksi HPV: - vaksinasi - penggunaan kondom secara konsisten - sirkumsisi pada pria - imunitas individu : imunitas non spesifik imunitas spesifik (imunitas seluler dan imunitas humoral) Pejamu : Pasien HIV Sistem imunitas seluler menurun Hitung sel CD4 + menurun INFEKSI Lesi Kondiloma Akuminata Status nutrisi Keteraturan pengobatan ARV Agen : Human Papillomavirus Morfologi Lesi Kondiloma Akuminata Ukuran Lesi Kondiloma Akuminata Jumlah Lesi Kondiloma Akuminata Lama penyakit Terapi Lesi Kondiloma Akuminata

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno Deficiency Syndrome(AIDS) saat ini telah menjadi masalah kesehatan global. Selama kurun

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS Ardo Sanjaya, 2013 Pembimbing 1 : Christine Sugiarto, dr., Sp.PK Pembimbing 2 : Ronald Jonathan, dr., MSc., DTM & H. Latar

Lebih terperinci

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM????

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM???? KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM???? Abstrak Jangan salah tafsir!!! Bukan berarti orang yang kutilan itu punya kanker rahim, terutama pada wanita. Karena memang bukan itu yang dimaksud. Disini dimaksudkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1 Latar Belakang Penyakit human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu retrovirus yang berasal dari famili

Lebih terperinci

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS).

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS). iv ABSTRAK HIV positif merupakan kondisi ketika terdapat infeksi Human Immunodeficiency Virus di dalam darah seseorang. Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum FAKTOR DETERMINAN PENINGKATAN BERAT BADAN DAN JUMLAH CD4 ANAK HIV/AIDS SETELAH ENAM BULAN TERAPI ANTIRETROVIRAL Penelitian Cohort retrospective terhadap Usia, Jenis kelamin, Stadium klinis, Lama terapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN ANGKATAN 2010 TENTANG PERANAN KONDOM TERHADAP PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS Oleh: VINCENT 100100246 FAKULTAS KEDOKTERAN MEDAN 2013 ii TINGKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut disebut AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). UNAIDS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut disebut AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). UNAIDS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan virus yang menyerang imunitas manusia. Kumpulan gejala penyakit yang muncul karena defisiensi imun tersebut disebut AIDS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP HARAPAN HIDUP 5 TAHUN PASIEN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) / ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Accquired Immunodeficiency Syndrom) adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi Human Immunodificiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh memiliki kurang lebih 600 kelenjar getah bening, namun pada orang sehat yang normal

Lebih terperinci

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum : : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan Giant Condyloma Acuminatum Tanggal kegiatan : 23 Maret 2010 : GCA merupakan proliferasi jinak berukuran besar pada kulit dan mukosa

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ANGKATAN 2010 TENTANG HIV/AIDS

ABSTRAK PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ANGKATAN 2010 TENTANG HIV/AIDS ABSTRAK PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA ANGKATAN 2010 TENTANG HIV/AIDS Meta Adhitama, 2011 Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg.,skm Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks adalah penyakit keganasan serviks akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya. Kanker serviks

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian terpenting dari sistem kekebalan tubuh, Sel ini juga

Lebih terperinci

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT SPIRITUALITAS DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PADA PASIEN HIV/AIDS DI YAYASAN SPIRIT PARAMACITTA DENPASAR

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT SPIRITUALITAS DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PADA PASIEN HIV/AIDS DI YAYASAN SPIRIT PARAMACITTA DENPASAR SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT SPIRITUALITAS DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PADA PASIEN HIV/AIDS DI YAYASAN SPIRIT PARAMACITTA DENPASAR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan OLEH:

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epidemi Human immunodeficiency virus (HIV) / Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia.

Lebih terperinci

SKRIPSI GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK USIA 0-12 TAHUN YANG TERPAPAR ASAP ROKOK DI RUMAH SAKITGOTONG ROYONG SURABAYA

SKRIPSI GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK USIA 0-12 TAHUN YANG TERPAPAR ASAP ROKOK DI RUMAH SAKITGOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK USIA 0-12 TAHUN YANG TERPAPAR ASAP ROKOK DI RUMAH SAKITGOTONG ROYONG SURABAYA Oleh : Venerabilis Estin Namin 1523013024 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA ABSTRAK Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi oportunistik yang paling sering dijumpai pada pasien HIV. Adanya hubungan yang kompleks antara HIV dan TB dapat meningkatkan mortalitas maupun morbiditas.

Lebih terperinci

PRODI DIII KEBIDANAN STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA

PRODI DIII KEBIDANAN STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA Epidemiologi Dasar RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT ANDREAS W. SUKUR PRODI DIII KEBIDANAN STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA Website: https://andreaswoitilasukur.wordpress.com/ Email : andreaswoitila@gmail.com Riwayat

Lebih terperinci

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH.

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH. PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH Oleh : FATHIRAH AINA BT. ZUBIR NIM : 070100405 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV/AIDS, mempromosikan perubahan perilaku

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 i KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013 Oleh : YAATHAVI A/P PANDIARAJ 100100394 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL Nurlaili Irintana Dewi, 2012. Pembimbing I : Dr. Savitri Restu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. tahun 1999 terdapat 340 juta kasus baru infeksi menular seksual setiap

Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. tahun 1999 terdapat 340 juta kasus baru infeksi menular seksual setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu infeksi yang perkembangannya terbesar di seluruh dunia, dalam dua puluh tahun terakhir diperkirakan

Lebih terperinci

ABSTRAK KELAINAN SISTEM SARAF PUSAT PADA PASIEN HIV/AIDS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2007 DESEMBER 2008

ABSTRAK KELAINAN SISTEM SARAF PUSAT PADA PASIEN HIV/AIDS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2007 DESEMBER 2008 ABSTRAK KELAINAN SISTEM SARAF PUSAT PADA PASIEN HIV/AIDS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2007 DESEMBER 2008 Fransiska, 2009 Pembimbing I : Hana Ratnawati, dr., M.Kes.

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KASUS HIV/AIDS DENGAN TUBERKULOSIS DI KABUPATEN MERAUKE TAHUN 2011

ABSTRAK GAMBARAN KASUS HIV/AIDS DENGAN TUBERKULOSIS DI KABUPATEN MERAUKE TAHUN 2011 ABSTRAK GAMBARAN KASUS HIV/AIDS DENGAN TUBERKULOSIS DI KABUPATEN MERAUKE TAHUN 2011 Widyannea. M., 2012, Pembimbing I : July Ivone, dr.,m.kk.,mpd.ked. Pembimbing II: Triswaty Wiyata, dr.,m.kes. Tuberkulosis

Lebih terperinci

INSIDENSI HEPATITIS B PADA PASIEN HIV- AIDS DI KLINIK VCT PUSYANSUS RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI TAHUN DESEMBER TAHUN 2012

INSIDENSI HEPATITIS B PADA PASIEN HIV- AIDS DI KLINIK VCT PUSYANSUS RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI TAHUN DESEMBER TAHUN 2012 INSIDENSI HEPATITIS B PADA PASIEN HIV- AIDS DI KLINIK VCT PUSYANSUS RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI TAHUN 2010- DESEMBER TAHUN 2012 KARYA TULIS ILMIAH Oleh: THILAKAM KANTHASAMY 100 100 415 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Anak Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Pengambilan

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN TENSION-TYPE HEADACHE DI POLIKLINIK SARAF RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran Diajukan Oleh: Fardhika J500110019

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PASIEN KONDILOMA AKUMINATA DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE MARET 2015 SAMPAI DENGAN MARET 2016

ABSTRAK PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PASIEN KONDILOMA AKUMINATA DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE MARET 2015 SAMPAI DENGAN MARET 2016 ABSTRAK PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PASIEN KONDILOMA AKUMINATA DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE MARET 2015 SAMPAI DENGAN MARET 2016 Kondiloma akuminata (KA) adalah infeksi menular seksual (IMS) berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab kematian sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, dimana 2-3 milyar penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi TB (World Health Organization, 2015).

Lebih terperinci

PERILAKU SISWA/SISWI SMA NEGERI 2 MEDAN KELAS XI DAN XII TERHADAP PENYAKIT HIV/AIDS TAHUN Oleh : LASTRI DIYANI S

PERILAKU SISWA/SISWI SMA NEGERI 2 MEDAN KELAS XI DAN XII TERHADAP PENYAKIT HIV/AIDS TAHUN Oleh : LASTRI DIYANI S PERILAKU SISWA/SISWI SMA NEGERI 2 MEDAN KELAS XI DAN XII TERHADAP PENYAKIT HIV/AIDS TAHUN 2010 Oleh : LASTRI DIYANI S 070100102 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PERILAKU SISWA/SISWI

Lebih terperinci

Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut. goeno subagyo

Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut. goeno subagyo Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut goeno subagyo Jejak-jejak HIV-AIDS di mulut Mulut adalah organ yang unik Mikroorganisme penghuni nya banyak; flora normal dan patogen Lesi mulut dijumpai pada hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap perubahan status nutrisi telah diketahui sejak tahap awal epidemi. Penyebaran HIV di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit kanker dengan 70% kematian terjadi di negara miskin dan berkembang. Salah satu

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit kanker dengan 70% kematian terjadi di negara miskin dan berkembang. Salah satu 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kanker merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia sebesar 13% setelah penyakit kardiovaskular. Diperkirakan 7,5 juta orang di dunia meninggal akibat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya.

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan faktor penting dalam menunjang segala aktifitas hidup seseorang. Namun banyak orang yang menganggap remeh sehingga mengabaikan kesehatan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom kekebalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

4.3.2 Definisi Operasional Variabel Spesimen Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Prosedur Penelitian

4.3.2 Definisi Operasional Variabel Spesimen Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Prosedur Penelitian DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i PERSETUJUAN USULAN PENELITIAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI USULAN PENELITIAN... iii KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... i BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum HUBUNGAN JENIS INFEKSI OPORTUNISTIK DENGAN MORTALITAS ANAK HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME Studi di RSUP Dr. Kariadi Semarang LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk

Lebih terperinci

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition 0 Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition Penerjemah : Oki Suwarsa Reyshiani Johan ISBN : Halaman dan Ukuran Buku : 1-40; 18,2x25,7

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum HUBUNGAN ANTARA STADIUM KLINIS, VIRAL LOAD DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

PREVALENSI WHITE DERMOGRAPHISM PADA DERMATITIS ATOPIK DI POLI ANAK KLINIK PRATAMA GOTONG ROYONG SURABAYA

PREVALENSI WHITE DERMOGRAPHISM PADA DERMATITIS ATOPIK DI POLI ANAK KLINIK PRATAMA GOTONG ROYONG SURABAYA PREVALENSI WHITE DERMOGRAPHISM PADA DERMATITIS ATOPIK DI POLI ANAK KLINIK PRATAMA GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI Oleh: Nama : Lu Kwan Hwa NRP : 1523012030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini? Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA 13-14 TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu infeksi yang perkembangannya terbesar di seluruh dunia, dalam dua puluh tahun terakhir diperkirakan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2013 di RSUP. Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2013 di RSUP. Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2013 di RSUP.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus HIV/AIDS bermunculan semakin banyak dan menyebar ke berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia, dilaporkan bahwa epidemi HIV dan AIDS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan suatu virus yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia. Virus ini akan memasuki tubuh manusia dan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK Endang Retnowati Departemen/Instalasi Patologi Klinik Tim Medik HIV FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 15 16 Juli 2011

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA GONORE DI POLIKLINIK PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER

KARAKTERISTIK PENDERITA GONORE DI POLIKLINIK PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA GONORE DI POLIKLINIK PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER 2013 Gonore merupakan salah satu infeksi menular seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak semua manusia yang harus dijaga, dipelihara, dan dibina sebaik-baiknya sehingga dapat tercapai kualitas hidup yang baik. World Health Organisation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Indonesia terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 30 Desember

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR.

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusununtuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi. Oleh: SHANGITA BALA JOTHY NIM:

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi. Oleh: SHANGITA BALA JOTHY NIM: PENGETAHUAN PASIEN YANG BERKUNJUNG KE PRAKTEK DOKTER GIGI DI KOTAMADYA MEDAN TERHADAP PENULARAN HIV/AIDS MELALUI TINDAKAN KEDOKTERAN GIGI DI PRAKTEK DOKTER GIGI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. Proporsi Virus Papiloma Humanus Oral dan Hubungannya dengan Frekuensi Seks Oral pada Pasien Kondiloma Akuminatum Anogenital

UNIVERSITAS INDONESIA. Proporsi Virus Papiloma Humanus Oral dan Hubungannya dengan Frekuensi Seks Oral pada Pasien Kondiloma Akuminatum Anogenital UNIVERSITAS INDONESIA Proporsi Virus Papiloma Humanus Oral dan Hubungannya dengan Frekuensi Seks Oral pada Pasien Kondiloma Akuminatum Anogenital TESIS Cut Natya Rucitra 0906647356 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORIK AKUT (IRA) BAGIAN BAWAH PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI RSUD SUKOHARJO

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORIK AKUT (IRA) BAGIAN BAWAH PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI RSUD SUKOHARJO HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORIK AKUT (IRA) BAGIAN BAWAH PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI RSUD SUKOHARJO SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah negara kepulauan yang didiami oleh 222,6 juta jiwa, yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah negara kepulauan yang didiami oleh 222,6 juta jiwa, yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO), 2007 menyebutkan Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang didiami oleh 222,6 juta jiwa, yang menjadikan Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN kematian per tahun pada tahun Di seluruh dunia rasio mortalitas

BAB I PENDAHULUAN kematian per tahun pada tahun Di seluruh dunia rasio mortalitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker terbanyak ketiga, pada perempuan di seluruh dunia dan diperkirakan terjadi 529.000 kasus baru setiap tahunnya dan 275.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsi. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin nyata menjadi masalah kesehatan utama di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

SKRIPSI. Sripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Sripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI KEEFEKTIFAN MEDIA LEAFLET DAN STIKER TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU WARIA DALAM UPAYA PENCEGAHAN HIV DAN AIDS DI HIMPUNAN WARIA SOLO (HIWASO) Sripsi ini Disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci