LAPORAN KEMAJUAN (s/d Mei 2012)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KEMAJUAN (s/d Mei 2012)"

Transkripsi

1 Insentif Riset PKPP KRT 2012 No. Urut: 81 LAPORAN KEMAJUAN (s/d Mei 2012) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI KELAPA SAWIT DI KORIDOR EKONOMI SUMATERA Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa Nama Peneliti Utama : Dr. Susetyanto, SE., MSi. Jenis Insentif : Riset Difusi dan Pemanfaatan Iptek Fokus Bidang Prioritas: Ketahanan Pangan Instansi Pengusul : Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi PUSAT PENGKAJIAN KEBIJAKAN INOVASI TEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 2012

2 Kata Pengantar Laporan kemajuan ini disusun sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan program Insentif PKPP Kementerian Negara Ristek No. Urut 81 tentang: PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI KELAPA SAWIT DI KORIDOR EKONOMI SUMATERA, untuk periode Februari sampai Mei Selama caturwulan pertama pelaksanaan program insentif ini telah dapat diselesaikan hal-hal sebagai berikut: (i) koordinasi dan penyiapan program (ii) pekerjaan administrasi dan keuangan (iii), perencanaan detail kegiatan, dan (iv) pengembangan klaster industri kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan - Riau. Laporan ini juga dibuat dalam rangka memenuhi syarat administratif proses pencairan dana operasional kegiatan selanjutnya, agar dapat terus berlangsung untuk mencapai target yang telah ditentukan. Sampai dengan tersusunnya laporan ini, terdapat beberapa kendala teknis dan ekonomis seperti proses pencairan dana guna melakukan Forum Grup Discussion (FGD), baik pada Tahap Inisiasi maupun tahap Thematik. Namun dengan pendekatan dari Kementerian RisTek dan BPPT Engineering, pada akhirnya dapat dicarikan jalan keluar dengan baik, sehingga proses FGD dapat selesai tepat waktu. Akhirnya kami mengucapkan terimakasih atas kepercayaan kepada tim kami untuk melaksanakan program ini. Semoga laporan kemajuan ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan secara semestinya oleh pihak terkait. Jakarta, Mei 2012 Koordinator Kegiatan, (Dr. Susetyanto, SE., MSi.) i

3 Daftar Isi Halaman Kata Pengantar i Daftar Isi ii Bab I PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Metodologi Pelaksanaan Lokus Kegiatan Fokus Kegiatan Bentuk Kegiatan Tahapan Pelaksanaan Kegiatan 11 Bab II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN Pengelolaan Administrasi Manajerial Perencanaan Anggaran Pengelolaan Anggaran Rancangan Pengelolaan Aset Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja Kerangka Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja Indikator Keberhasilan Pencapaian Target Kinerja Perkembangan Pencapaian Target Kinerja Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Kerangka Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi Kelembagaan- Program Perkembangan Sinergi Koordinasi Kelembagaan - Program Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Strategi Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Perkembangan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Potensi Pengembangan Ke Depan Kerangka Pengembangan Ke Depan Strategi Pengembangan Ke Depan 22 Bab III RENCANA TINDAK LANJUT Rencana Pelaksanaan Pencapaian Target Kinerja Rencana Koordinasi Kelembagaan Program Rencana Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Rencana Pengembangan ke Depan 25 BAB IV PENUTUP 26 LAMPIRAN 28 ii

4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek industri sawit di negeri ini sudah berkembang sangat pesat, hal ini terbukti dengan semakin berkembangnya industri sawit dari hulu ke hilir dan menjadi primadona ekspor dari sektor non migas. Di samping memberikan profitabilitas yang tinggi dan berkesinambungan bagi para pelaku bisnis, industri ini secara nyata juga ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia bahkan dunia. Gejala tersebut membuat masa depan industri kelapa sawit secara umum akan semakin cerah. Ini dapat ditunjukkan dengan beberapa indikator utama yang menunjukkan kenaikan, seperti luas lahan, angka produksi, ekspor serta penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut membuat minyak sawit akan mensubstitusi jenis minyak nabati lain, terutama edible oil seperti minyak kedelai, bunga matahari dan biji lobak. Peningkatan peluang minyak sawit juga didukung oleh harga minyak sawit yang relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya. Pada tahun 2009, Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan jumlah produksi diperkirakan sebesar 20,6 juta ton minyak sawit, kemudian diikuti dengan Malaysia dengan jumlah produksi 17,57 juta ton. Produksi kedua negara ini mencapai 85% dari produksi dunia yang sebesar 45,1 juta ton. Sebagian besar hasil produksi minyak sawit di Indonesia merupakan komoditi ekspor. Pangsa ekspor kelapa sawit hingga tahun 2008 mencapai 80% total produksi. India adalah negara tujuan utama ekspor kelapa sawit Indonesia, yaitu 33% dari total ekspor kelapa sawit, kemudian diikuti oleh Cina sebesar 13%, dan Belanda 9% (Oil World, 2010). Sementara itu dalam rangka mendorong percepatan dan perluasan pemabangunan ekonomi Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Masterplan ini dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berimbang, berkeadilan dan berkelanjutan. Dalam MP3EI, pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masingmasing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Koridor Ekonomi Sumatera mempunyai tema Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional. Secara geostrategis, Sumatera diharapkan menjadi "Gerbang ekonomi nasional ke Pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, serta Australia". Di dalam strategi pembangunan ekonominya, Koridor Ekonomi Sumatera berfokus pada enam kegiatan ekonomi utama, salah satunya adalah Kelapa Sawit, selain Karet, Batubara, Perkapalan dan Besi Baja yang memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di koridor ini, serta pengembangan Kawasan Strategis Nasional Selat Sunda. 1

5 Kerangan : Tanda warna merah adalah ibu kota propinsi/ pusat ekonomi Tanda warna kuning adalah simpul kebun kelapa sawit Tanda warna hijau adalah simpul kebun kelapa sawit Tanda warna hitam adalah klater industri Gambar 1. Peta Koridor Ekonomi Sumatera dalam MP3EI Perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar berada di pulau Sumatera diikuti oleh Kalimantan. Kegiatan ekonomi utama kelapa sawit di Sumatera memegang peranan penting bagi suplai kelapa sawit di Indonesia dan dunia. Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia sejak 2007, menyusul Malaysia yang sebelumnya adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Kelapa sawit adalah sumber minyak nabati terbesar yang dibutuhkan oleh banyak industri di dunia. Di samping itu, permintaan kelapa sawit dunia terus mengalami pertumbuhan sebesar 5 persen per tahun. Pemenuhan permintaan 2

6 kelapa sawit dunia didominasi oleh produksi Indonesia. Indonesia memproduksi sekitar 43 persen dari total produksi minyak mentah sawit (Crude Palm Oil/CPO) di dunia. Pertumbuhan produksi kelapa sawit di Indonesia yang sebesar 7,8 persen per tahun juga lebih baik dibanding Malaysia yang sebesar 4,2 persen per tahun. Di Sumatera, kegiatan ekonomi utama Kelapa Sawit memberikan kontribusi ekonomi yang besar, dimana 70 persen lahan penghasil kelapa sawit di Indonesia berada di Sumatera. Kegiatan ini juga membuka lapangan pekerjaan yang luas. Sekitar 42 persen lahan kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil. 1.2 Pokok Permasalahan Saat ini industri kelapa sawit masih menghadapi berbagai permasalahan/ tantangan. Di antaranya adalah fluktuasi harga CPO, produktifitas yang masih rendah, konflik sosial dan isu lingkungan, kemampuan daya saing serta kemampuan penguasaan teknologi. Meskipun sebagai negara penghasil terbesar CPO dan memilki luas lahan kelapa sawit terbesar, tetapi daya saing industri kelapa sawit relatif masih lemah. Pada sisi penyediaan bibit dan budidaya, meskipun belum sepenuhnya teknologinya dikuasai, tetapi perusahaan-perusahaan dan lembaga riset dalam negeri sudah mampu menghasilkan benih dan melakukan budidaya dengan baik. Sementara itu, dari sisi pengolahan, daya saing dan penguasaan teknologi industri kelapa sawit masih relatif lemah. Peralatan dan proses produksi pengolahan kelapa sawit, terutama industri turunan CPO masih sangat tergantung dari teknologi luar. Disamping itu pengembangan produknya masih mengutamakan produksi minyak sawit mentah (CPO). Industri hilir atau industri turunan produk CPO dan produk samping belum berkembang. Ekspor kelapa sawit Indonesia selama ini berupa bahan mentah CPO tidak dalam bentuk hasil olahan, sehingga nilai tambah tidak bisa dinikmati di dalam negeri. Permasalahan tersebut terkait kepada kemampuan daya saing dan nilai tambah. Menurut Porter klaster industri adalah kelompok industri spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses penciptaan/ peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun non bisnis, yang semuanya mempengaruhi daya saing Berdasarkan potensi, prospek, serta masalah/ isu daya saing dan nilai tambah yang ada di industri berbasis kelapa sawit tersebut, maka perlu untuk menyusun penguatan dan pengembangan klaster industri berbasis kelapa sawit melalui analisis klaster industri, diharapkan dapat membantu para penentu kebijakan dalam pengembangan industri berbasis kelapa sawit sesuai dengan MP3EI, khususnya di Koridor Ekonomi Sumatera. 3

7 1.3 Metodologi Pelaksanaan Pengembangan klaster industri kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan dilakukan menggunakan pendekatan pengembangan klaster. Berikut ini akan diuraikan mengenai tahapan pelaksanaan kajian dan konsep pengembangan klaster. Kerangka Pemikiran Salah satu hal penting dalam melakukan penelitian ini adalah menyusun kerangka pemikiran sebagai landasan untuk melakukan penelitian sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam kerangka pemikiran terdapat beberapa hal yang penting, diantaranya adalah langkah/ tahapan penelitian. Gambar 2. Tahapan Kajian 4

8 Adapun kerangka pikir dari kajian dapat dijelaskan seperti diagram di bawah ini. Inisiasi dan Koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Pelalawan membahas tentang rencana pengembangan.penguatan klaster industri kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan mengidentifikasi langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan mengumpulkan data tentang peraturan dan rencana penguatan klaster industri kelapa sawit Eksplorasi/ Analisis Identifikasi potensi pengembangan klaster industri kelapa sawit dan mengevaluasi kinerja perekonomian Daerah Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan Pemetaan klaster industri kelapas sawit Analisis lingkungan klaster industri kelapa sawit Perumusan alternatif kebijakan pengembangan klaster industri berbasis kelapa sawit Diagram 1. Kerangka Pikir Kajian Konsep Pengembangan Klaster Industri a. Pengertian Menurut Tatang A.Taufik (BPPT, 2005), klaster industri atau rumpun usaha dapat didefinisikan sebagai jaringan dari sehimpunan industri, lembaga penghasil teknologi, pembeli serta institusi penghubung, yang dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai. Sehimpunan industri yang dimaksud dalam definisi di atas terdiri dari industri inti yang menjadi fokus perhatian, industri pemasok, industri pendukung, serta industri terkait. Istilah inti, pemasok, pendukung, dan terkait menunjukkan peran pelaku di dalam klaster industri. Istilah-istilah tersebut tidak ada hubungannya dengan tingkat kepentingan pelaku. Pengertian istilah-istilah yang digunakan di dalam konsep klaster industri adalah sebagai berikut : 5

9 1. Industri Inti Industri yang merupakan fokus perhatian dan biasanya dijadikan titik masuk kajian. Industri yang unggul (berpotensi unggul). 2. Industri Pemasok 3. Pembeli Industri yang memasok industri inti dengan produk khusus, yang antara lain terdiri dari Bahan baku utama, Bahan tambahan, Aksesori Pasar yang menjadi konsumen produk industri inti, yang antara lain terdiri dari distributor, Pengecer, Pemakai langsung 4. Industri Pendukung Industri yang menghasilkan barang atau jasa yang dapat mendukung industri inti, yang antara lain meliputi pembiayaan (Bank, Modal Ventura), Jasa (Angkutan, Bisnis Distribusi, Konsultan Bisnis), Infrastruktur (Jalan Raya, Telekomunikasi, Listrik), Peralatan (Permesinan, Alat Bantu), Pengemasan 5. Industri Terkait Industri yang menggunakan infrastruktur yang sama dengan yang digunakan industri inti. Industri yang menggunakan sumber daya dari sumber yang sama dengan yang digunakan industri inti (misalnya : bahan baku, tenaga ahli). Industri terkait yang dimaksud disini tidak berhubungan bisnis secara langsung dengan industri inti. Industri terkait antara lain terdiri dari : Pesaing, Komplementer, Substitusi. 6. Lembaga/ Institusi Pendukung 1. Lembaga yang memberikan dukungan peningkatan industri inti, yang antara lain terdiri dari Lembaga pemerintah, Asosiasi profesi, Lembaga Pengembang Swadaya Masyarakat. Secara skematis, teori pendekatan ini dapat digambarkan sebagai berikut : 6

10 b. Strategi Pengembangan Klaster Industri Pengalaman praktik pengembangan atau penguatan klaster industri negara lain maupun dalam konteks nasional cukup beragam. Beberapa pihak seperti EDA (Economic Development Agency Amerika Serikat), EURADA (European Association of Development Agencies), prakarsa pengembangan klaster industri di Australia Selatan (Multifunction Polis/MFP dan Business Vision 2010), GTZ (Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit), KPEL (Kemitraan untuk Pengembangan Ekonomi Lokal Bappenas), dan lainnya menyusun beberapa tahapan umum pengembangan/ penguatan klaster industri. Dokumen tersebut merupakan panduan umum (guideline) bagi upaya pengembangan/penguatan klaster industri. Sebagai kerangka umum, tahapan-tahapan tersebut tentu saja perlu disesuaikan dengan konteks masing-masing kasus. Demikian halnya dengan tahapan pengembangan klaster industri yang disampaikan dalam Panduan ini, yang pada dasarnya bersifat generik, tetap memerlukan penyesuaian dalam implementasi praktisnya. Tahapan Umum Pengembangan Upaya dan proses pengembangan (perkuatan) klaster industri pada dasarnya terdiri atas 4 (empat) tahapan generik, yaitu: 1. Aktivitas Awal Inisiatif Pengembangan (Perkuatan); 2. Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan (Perkuatan); 7

11 3. Implementasi; dan 4. Pemantauan, Evaluasi serta Perbaikan/Penyempurnaan. Secara skematis, tahapan pengembangan klaster industri dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 3. Strategi Pengembangan/ Penguatan Klaster industri Tahapan proses tersebut sebenarnya lebih merupakan proses yang berkesinambungan, hingga batas tertentu bertumpang-tindih (overlap) satu dengan lainnya, dan bersifat iteratif. Detail tahapan dapat beragam dan berbeda dari suatu kasus ke kasus lain. 1. Aktivitas Awal Inisiatif atau Prakarsa Pengembangan a. Inisiasi artinya perlu ada concern & kepeloporan (diskusi wacana, presentasi, studi awal, dan lain-lain) untuk membangun minat dan partisipasi di antara konstituen, yang diperlukan untuk melaksanakan prakarsa. b. Eksplorasi/Analisis melalui kajian, pemetaan, diagnosis, diskusi dan lainlain, dengan tujuan antara lain Mengevaluasi kinerja dan perkembangan perekonomian daerah; Mengkaji Infrastruktur ekonomi; Mengidentifikasi isu-isu urgen; Menganalisis potensi tematik klaster industri, dan 8

12 Menganalisis potensi spesifik lokal dan lainnya yang mendukung kinerja klaster industri. c. Pengembangan Tim Prakarsa untuk mempersiapkan agenda, meliputi : Merekruit para pemimpin/pelopor dan pakar; Mengidentifikasi prioritas dan bidang fokus; Menganalisis prioritas; Melibatkan partisipan untuk membangun konsensus; Mengidentifikasi upaya (misalnya kebijakan/program) khusus yang dibutuhkan; dan Merancang mekanisme tindak lanjut. d. Konsensus Prakarsa adalah proses partisipatif untuk mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama, serta implementasi awal tentang prakarsa klaster industri sesuai dengan peran masing-masing. mendorong prakarsa lokal; mendiskusikan kerangka tahapan pengembangan; merancang instrumen kebijakan dan program; menentukan prioritas program aksi; membangun/memperkuat kelembagaan (organisasi, mekanisme, termasuk model resource sharing untuk aktivitas yang disepakati), dan mendorong kesepakatan rencana tindak jangka pendek, termasuk jadwal pelaksanaannya, dan rencana tindak jangka menengah. Adanya kesepakatan rencana tindak jangka pendek dinilai penting untuk melakukan operasionalisasi secara realistis dan memelihara momentum kolaborasi. 2. Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan a. Kelembagaan Kolaborasi dan Struktur Operasional, meliputi : Pengembangan/penguatan kelembagaan sebagai solusi persoalan kelembagaan yang ada (diantisipasi akan muncul) eksekutif, legislatif, pelaku bisnis, LPSM, lembaga donor, dan pihak non pemerintah lain; Menghimpun stakeholder sisi permintaan (misalnya seperti perusahaan dalam setiap klaster industri) dan stakeholder sisi penawaran (termasuk lembaga pendukung ekonomi, baik publik maupun swasta) dalam kelompok kerja untuk mengidentifikasi 9

13 tantangan utama dan prakarsa aksi dalam mengatasi persoalan bersama. b. Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan Penyusunan Grand strategy; Penyusunan kerangka dan instrumen kebijakan. c. Perencanaan Aksi Mengidentifikasi isu-isu urgen & spesifik; Memberikan alternatif solusi dan prioritas rencana langkah pragmatis. d. Konsensus Rencana Mengembangkan proses partisipatif untuk mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama, serta implementasi sesuai dengan prioritas dan peran masing-masing. 3. Implementasi Pernyataan strategis (strategic statement) biasanya memuat harapan/impian keadaan ideal yang dicita-citakan (visi) dan peran-peran atau agenda tugas penting yang masih umum (misi). Proses pragmatisasi perlu dilakukan agar kesemuanya dapat diimplementasikan secara lebih operasional. Penjabaran tujuan, capaian, dan cara/langkah-langkah pragmatis perlu dilakukan agar setiap pihak memahami dan dapat menjalankan peran kongkrit masing-masing. Ini juga penting agar setiap pihak melaksanakan sesuai dengan kompetensinya dan bahkan terusmenerus mengembangkannya. Prakarsa tertentu yang lebih bersifat segera sering memiliki nilai strategis terutama biasanya untuk mengawali terjadinya perubahan penting dan signifikan serta memelihara momentum proses perubahan tersebut. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah : a. Mobilisasi sumberdaya dan pelaksanaan aktivitasnya; b. Mencapai milestone yang telah disepakati; c. Melakukan pengelolaan yang sinergis tentang Penggalian atau penentuan sumberdaya manusia, sumberdaya dana dan sumberdaya lainnya; Pengelolaan tugas, sumberdaya manusia dan hubungan diantaranya; Pengelolaan keberterimaan, komitmen dan sinergi positip; Pengelolaan kesepakatan atau persetujuan; Peningkatan kapasitas. 10

14 4. Pemantauan, Evaluasi dan Proses Perbaikan Sebagaimana disampaikan berulangkali, pengembangan sistem inovasi adalah proses pembelajaran, termasuk dalam proses kebijakannya. Karena itu, sebaiknya sistem pemantauan, evaluasi dan proses perbaikan dirancang sebagai bagian integral dari strategi dan kebijakan inovasi daerah. Hal ini juga perlu mengintegrasikan pembelajaran yang dapat diperoleh dari pihak lain, dengan berbagai cara (benchmarking, peningkatan pengetahuan dan keterampilan, pertukaran informasi dan praktik baik, dan lainnya) Lokus Kegiatan Kabupaten Pelalawan Fokus Kegiatan Kelapa Sawit Bentuk Kegiatan Difusi kebijakan teknologi 1.4 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan No Rincian Kegiatan Waktu Pelaksanaan Output Persiapan 2 Studi Literatur Data sekunder 3 Perumusan Masalah Perumusan masalah 4 Penyusunan disain survei Panduan survei 5 Survey lapangan/ wawancara Data primer 6 Focused Group Discussion Data primer 7 Pengolahan dan Analisis Data Hasil analisis 8 Penentuan Alternatif Kebijakan Alteratif Keb. 9 Penyusunan Rekomendasi Rekomendasi kebijakan 11

15 BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN 2.1 Pengelolaan Administrasi Manajerial Perencanaan Anggaran No. Uraian Jumlah (Rp) 1 Gaji dan Upah 99,040,000 2 Bahan Habis Pakai 9,840,000 3 Perjalanan (tidak untuk perjalanan luar negeri) 57,700,000 4 Lain-Lain 83,420,000 Jumlah biaya tahun yang diusulkan Pengelolaan Anggaran Pengelolaan anggaran didasarkan pada Standar Biaya Umum Tahun Anggaran Tahun

16 Tabel Pengelolaan Anggaran Uraian Nilai Pengajuan (Bulan ke) TOTAL 1. Gaji dan Upah 1 Peneliti Utama 3,200,000 3,200,000 3,200,000 3,200,000 3,200,000 3,200,000 3,200,000 3,200,000 2 Peneliti Madya 2,790,000 2,790,000 2,790,000 2,790,000 2,790,000 2,790,000 2,790,000 2,790,000 3 Peneliti Madya 2,790,000 2,790,000 2,790,000 2,790,000 2,790,000 2,790,000 2,790,000 2,790,000 4 Peneliti (Non Fungsional) 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 5 Peneliti (Non Fungsional) 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 SUB TOTAL 1-12,380,000 12,380,000 12,380,000 12,380,000 12,380,000 12,380,000 12,380,000 12,380,000 99,040, Perjalanan 1 Jkt-Pekanbaru 31,260,000 2 Jkt-Padang 12,690,000 13,750,000 SUB TOTAL ,260,000 12,690,000-13,750, ,700, Belanja Bahan 1 ATK 9,840,000 SUB TOTAL 3-9,840, ,840, Belanja Lain-lain 1 Fotocopy dll 3,500,000 5,170,000 2 Fullday Meeting 18,000,000 18,000,000 23,750,000 3 Fullboard Meeting 15,000,000 SUB TOTAL 4 3,500,000-5,170,000 18,000,000 18,000,000 38,750, ,420,000 Total Rencana Pencairan - 25,720,000 12,380,000 48,810,000 43,070,000 30,380,000 64,880,000 12,380,000 12,380, ,000,000 13

17 Rancangan Pengelolaan Aset Tidak ada pembelian aset 2.2 Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja Kerangka Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja Metode yang digunakan untuk pencapaian target kinerja dalam pengembangan klaster industri kelapa sawit koridor Sumatera adalah dengan menggunakan kerangka tahapan generik proses pengembangan (penguatan) klaster industri. Adapun tahapan tersebut adalah seperti gambar berikut : Keterangan dari tiap elemen pada gambar tersebut adalah sebagai berikut : 1. Aktivitas awal inisiatif/ prakarsa pengembangan a. Inisiasi : perlu adanya concern dan kepeloporan (diskusi wacana, presentasi, studi awal) untuk membangun minat dan partisipasi diantara konstituen, yang diperlukan untuk melakukan prakarsa. b. Eksplorasi/analisis : melalui kajian, pemetaan, diagnosis dan diskusi, dengan tujuan antara lain : Mengevaluasi kinerja dan perkembangan perekonomian daerah Mengkaji infrastruktur ekonomi Mengidentifikasikan isu-isu penting Menganalisis potensi tematik kaster Menganalisis potensi spesifik lokal dan lainnya yang mendukung kinerja klaster. c. Pengembangan Tim Prakasa, untuk mempersiapkan agenda sebagai berikut : 14

18 Merekrut para pemimpin/pelopor pakar Mengidentifikasi prioritas dan bidang fokus Menganalisa prioritas Melibatkan partisipan untuk membangun konsensus Mengidentifikasi upaya khusus yang dibutuhkan Merancang mekanisme tindak lanjut d. Konsensus Prakarsa : adalah proses partisipatif untuk mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama, serta implementasi awal tentang prakarsa klaster sesuai dengan peran masing-masing. 2. Penyusun Kerangka dan Agenda Pengembangan a. Kelembagaan kolaborasi dan struktur operasional, meliputi : Pengembangan/penguatan kelembagaan sebagai solusi persoalan yang ada, seperti : eksekutif, legislatif, pelaku bisnis. LPSM, lembaga donor dan pihak non pemerintah. Menghimpun stakeholder sisi permintaan dan stakeholder sisi penawaran dalam kelompok kerja untuk mengidentifikasi tantangan utama dan prakarsa aksi dalam mengatasi persoalan bersama. b. Perumusan strategi dan implikasi kebijakan Penyusunan Grand Strategy Penyusunan kerangka dan instrumen kebijakan c. Perencanaan Aksi Mengidentifikasi isu-isu urgen dan spesifik Memberikan alternatif solusi dan prioritas rencana langkah pragmatis d. Konsensus Rencana Mengembangkan proses partisipatif untuk mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama, serta implementasi sesuai dengan prioritas dan peran masing-masing. 3. Operasionalisasi Tahapan Pengembangan Klaster Beberapa tahapan operasional dalam pengembangan klaster industri secara garis besar adalah sebagai berikut : a. Perumusan masalah atau isu-isu yang menimbulkan kebutuhan untuk menetapkan suatu klaster sebagai tujuan dalam mengembangkan daya saing. b. Identifikasi klaster yang ingin dicapai c. Identifikasi beberapa alternatif klaster terpilih sebagai tujuan d. Penentuan klaster untuk setiap alternatif e. Penentuan klaster terpilih f. Perumusan strategi untuk menerapkan klaster g. Implementasi pengembangan klaster dengan menetapkan rencana tindak 15

19 KEGIATAN 1 Aktivitas Inisiatif Awal / Prakarsa Pengembangan Inisiasi Mengembangkan Tim Prakarsa Klaster Eksplorasi/ Analisis Identifikasi Isu-isu strategis Identifikasi Klaster Kunci Konsensus Prakarsa 2 Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Pembentukan Kelembagaan Kolaborasi & Struktur Operasional Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan Perencanaan Aksi Konsensus Rencana Indikator Keberhasilan Pencapaian Target Kinerja KEGIATAN Indikator Pencapaian 1 Aktivitas Inisiatif Awal / Prakarsa Pengembangan Inisiasi Mengembangkan Tim Prakarsa Klaster Eksplorasi/ Analisis Identifikasi Isu-isu strategis Identifikasi Klaster Kunci Konsensus Prakarsa Tersosialisasikannya definisi dan tahapan pengembangan klaster industri Terbentuknya Tim Prakarsa di Kabupaten Pelalawan Teranalisisnya makroekonomi dan potensi daerah yang dapat menjadi daya saing Kabupaten Pelalawan Teridentifikasinya isu-isu strategis Terpilihnya Klaster Kunci Tersepakatinya Klaster Kunci 2 Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Pembentukan Kelembagaan Kolaborasi & Struktur Operasional Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan Perencanaan Aksi Konsensus Rencana Terbentuknya lembaga Koloborasi Tersusunnya Penguatan Lingkungan Usaha Tersusunnya rencana tindak Tersepakatinya rencana tindak 16

20 2.2.3 Perkembangan Pencapaian Target Kinerja KEGIATAN Indikator Pencapaian Capaian 1 Aktivitas Inisiatif Awal / Prakarsa Pengembangan Inisiasi Mengembangkan Tim Prakarsa Klaster Eksplorasi/ Analisis Identifikasi Isu-isu strategis Identifikasi Klaster Kunci Konsensus Prakarsa Tersosialisasikannya definisi dan tahapan pengembangan klaster industri Terbentuknya Tim Prakarsa di Kabupaten Pelalawan Teranalisisnya makroekonomi dan potensi daerah yang dapat menjadi d i K b t Teridentifikasinya isu-isu strategis Terpilihnya Klaster Kunci Tersepakatinya Klaster Kunci 2 Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Pembentukan Kelembagaan Kolaborasi & Struktur Operasional Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan Terbentuknya lembaga Koloborasi Tersusunnya Penguatan Lingkungan Usaha X Perencanaan Aksi Tersusunnya rencana X Konsensus Rencana Tersepakatinya rencana X Keterangan : = sudah dilaksanakan X = belum dilaksanakan 2.3 Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Kerangka Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja Pengumpulan data dan perumusan rekomendasi alternative kebijakan penguatan klaster industry kelapa sawit, dilaksanakan menggunakan metoda desk study dan forum group discussion serta kunjungan lapangan ke industri pengolahan sawit dan kawasan terpadu teknopolitan sawit. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi isuisu yang berkembang terkait dengan pengembangan idustri kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan Riau, maupun isu-isu local dan internasional. Langkah berikutnya adalah pemetaan kebijakan terkait pengembangan industry hilir kelapa 17

21 sawit di Kabupaten Pelalawan Riau. Selanjutnya perlu dipahami tentang permasalahan dan potensi industry hilir kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan Riau, serta kesenjangan yang ada antara kondisi industry hilir kelapa sawit saat ini dengan kondisi yang diharapkan. Dengan demikian akan diperoleh suatu alternative kebijakan penguatan klaster industri hilir kelapa sawit, dengan industry inti berupa industry sawit untuk pangan, energi (bio-fuel dan bio-diesel), dan bio-farmaka. Dokumen-dokumen kelengkapan yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Pusat tanggal 20 Juli 2011 Nomor 131/PKT/BPPT/07/2011 tentang Undangan dalam rangka Forum Koordinasi Penguatan Sistem Inovasi 2012 yang telah dilaksanakan di gedung BPPT Jakarta Pusat 2. Rencana Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. 3. Rencana Tindak (Action Plan) Membangun Sistem Inovasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Di Kabupaten Pelalawan Tahun Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau melalui MOU bersama yang dituangkan dalam Master-Plan Kawasan Tekno-Politan Sawit, khususnya dalam pengembangan klaster industry kelapa sawit. Rencana Tindak (Action Plan) Pengembangan dan Perkuatan Klaster Industri Kelapa Sawit di Koridor Ekonomi Sumatera,Dalam Rangka Mendukung Program MP3EI di Kabupaten Pelalawan Riau Perkembangan Sinergi Koordinasi Kelembagaan - Program Penyusunan Rencana Tindak (Action Plan) Mengembangkan dan Memperkuat Klaster Industri Kelapa Sawit dalam rangka mendukung MP3EI di Koridor Ekonomi Sumatera, khususnya di Kabupaten Pelalawan Riau. Rencana Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau, yang penyusunan dan realisasinya akan dimulai pada bulan Juni Lembaga dan instansi terkait yang terlibat dalam master-plan kawasan terpadu Tekno-Politan Sawit di Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau, berada diatas lahan rencana seluas 1500 ha s/d 2000 ha, yang terlibat 18

22 seperti Kemenko Perekonomian, Kementerinan Riset dan Teknologi, termasuk BPPT, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pertanian, melalui Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Kalangan Akademisi dan riset pengembangan, dan pebisnis sawit, serta lembaga terkait lainnya, 2.4 Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Pengembangan Klaster Industri Kelapa Sawit dalam kerangka Sistem Inovasi Nasional, merupakan keterkaitan berbagai sub sistem yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Secara garis besar terdapat 7 (tujuh) sub sistem yang terkait dalam Sistem Inovasi Nasional yakni : 1. Sub Sistem Pendidikan Dan Litbang (Supply). 2. Sub Sistem Industri (Supply-Demand). 3. Sub Sistem Permintaan (Demand). 4. Sub Sistem Intermediaries (Linkage). 5. Sub Sistem Politik. 6. Sub Sistem Kerangka Umum. 7. Subsistem Supra Dan Infrastruktur Khusus. Berdasarkan kerangka struktur sistem inovasi tersebut, maka dalam rangka mendukung program MP3EI dan transformasi ekonomi nasional yang diinginkan, maka Klaster industry Kelapa Sawit yang terbentuk harus berjalan sesuai dengan tujuan. Untuk itu, maka setiap komponen dalam sistem inovasi diharapkan mampu berfungsi sesuai dengan peran startegisnya dalam sistem inovasi nasional. 19

23 Gambar 4. Kondisi Struktur Sistem Inovasi Daerah Yang Diiginkan Strategi Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Pengembangan Klaster Industri Kelapa Sawit di Koridor Ekonomi Sumatera memerlukan strategi pemanfaatan hasil yang bias dimanfaatkan bagi Litbangyasa, dengan cara membangun dan merevitalisasi pilar-pilar sistem inovasi, yaitu akademi dan lembaga litbangyasa, industri/bisnis sawit, dan lembaga/instansi terkait baik pusat maupun daerah. Indikator sasaran-nya adalah sebagai berikut: Terbentuknya kelembagaan penguatan klaster industri sawit; Tersusunnya dokumen strategis penguatan klaster industri sawit; Terbangunnya dukungan politik dalam penguatan klaster industri sawit melalui reformasi kebijakan terkait; Terumuskannya fokus dan tema priotas penguatan klaster industri sawit; Telaksananya pengembangan praktek baik (succes story) penguatan klaster industri sawit. 20

24 2.4.3 Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa No Sub Sistem Indikator Sasaran Varibel Terkait 1. Subsistem Litbang 2. Sub sistem Industri 3. Sub Sistem Intermediaries 4. Sub Sistem Demand 5. Sub sistem Politik 6. Sub sistem Infrastruktur khusus 7. Sub sistem Kerangka Umun Ketersediaan pengetahuan/temuan baru sesuai kebutuhan sistem industri Nilai tambah produk hasil inovasi Tumbuhnya PPBT atau Teknoprenership Berkembangnya Peran Lembaga Intermediasi Litbang-Industri Tumbuhnya pasar produk industri yang inovatif Ketersediaan Kebijakan yang mendukung Terhadap Penguatan Sistem Inovasi Ketersediaan infrastruktur khusus pendukung inovasi Ketersediaan ikilm yang kondusif bagi pengembangan inovasi Kapasitas Inovatif Litbang Kualitas SDM Litbang Ketersediaan Anggaran Litbang Ketersediaan Infrastruktur Litbang Paten Kerjasama dengan Industri Kapasitas Inovatif Industri Besar, Sedang dan UMKM Kerjasama dengan Litbang Ketersediaan Anggaran Litbang Industri Paten Lembaga Intemediasi Kapasitas Intermadiasi Barrier To entry Pasar Domestik Pasar Internasional Kebijakan Pembiayaan Iptek Kebijakan Penguatan Pasar Produk Industri Lokal Kebijakan Insentif pajak bagi inovasi Regulasi penguatan sistem inovasi Tata kelola penguatan sistem inovasi Fasilitas HKI Pembiayaan Beresiko NSPM Dukungan Bisnis Budaya Inovasi Infrastruktur pendukung Kebijakan ekonomi Kebijakan pendidikan Kebijakan industri Kebijakan Investasi Kebijakan keuangan Perkembangan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Berhubung kegiatan ini adalah kegiatan tahun pertama dan sedang berjalan maka monitoring perkembangan hasil litbangyasa belum dapat dimonitor. 21

25 2.5. Potensi Pengembangan Ke Depan Kerangka Pengembangan Ke Depan Rencana pengembangan Klaster Industri kelapa sawit ini dalam jangka panjang akan diintegrasikan dengan Master-Plan Tekno-politan Sawit di Kabupaten Pelalawan Riau, yang merupakan satu kesatuan dalam sistem rantai nilai produk sawit untuk pangan, energi (bio-fuel dan bio-diesel), dan farmasi, dalam suatu kawasan terpadu. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: 1. Menganalisis elemen-elemen klaster industri kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera. 2. Merumuskan rekomendasi alternatif kebijakan pengembangan dan penguatan klaster industri berbasis kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera Strategi Pengembangan Ke Depan Rumusan rekomendasi alternatif kebijakan pengembangan dan penguatan klaster industri berbasis kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera, diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan para pemangku kebijakan pengembangan industri berbasis kelapa sawit, khususnya di Kabupaten Pelalawan Riau.. No Kegiatan Rencana Tindak Lanjut 1 Pelaksanaan Pencapaian Target Kinerja 1. Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan 2. Perencanaan Aksi 3. Konsensus Rencana 2 Koordinasi Kelembagaan Program 1. Menyusun dan melaksanakan Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. 2. Menyusun dan melaksanakan Rencana Tindak (Action Plan) Membangun Sistem Inovasi Daerah (Sida) Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Di Kabupaten Pelalawan 22

26 Tahun Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Memperkuat lembaga intermediasi 4 Pengembangan ke Depan Meningkatnya Value Added Of Inovation Daerah dan Nasional BAB III RENCANA TINDAK LANJUT 3.1 Rencana Pelaksanaan Pencapaian Target Kinerja Rencana tindak lanjut pencapaian kinerja adalah mengidentifikasi klaster industri sawit yang akan dikembangkan, baik untuk pangan, energi (bio-fuel dan bio-diesel), dan bio-farmaka, selanjutnya dilakukan langkah-langkah pengembangan dan perkuatan klaster industry sawit, dengan membentuk komite sawit, melalui Forum Group Discussion (FGD) tahap Inisiasi maupun Thematik. Langkah-langkahnya adalah: 1. Pemetaan elemen-elemen klaster industri sawit Langkah ini meliputi kegiatan pendataan pelaku ekonomi dan kelompok industri inti, industri pemasok, industri pembeli/pasar, industri pendukung dan lembaga pendukung (termasuk komite sawit), dan industri terkait. 2. Analisis lingkungan usaha klaster industri sawit Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor positif dan negatif yang ada pada lingkungan usaha klaster industri sawit. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendorong serta penghambat yang ada pada lingkungan usaha klaster industri sawit. Teori analisis yang digunakan adalah The Four Diamond Framework dari Michael Porter. Menurut teori ini, ada 4 (empat) faktor yang perlu diidentifikasi dan dianalisis dalam suatu lingkungan usaha klaster industri sawit, yaitu: 1) Kondisi Faktor: Menggambarkan keadaan faktor-faktor setempat yang mempengaruhi jalannya usaha. Misalnya: sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber dana, infrastruktur fisik, infrastruktur administrasi, infrastruktur informasi, infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi. 2) Kondisi Permintaan: Menggambarkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pasar/pembeli. Misalnya: segmen pasar, keadaan/tuntutan konsumen, dan pola penjualan. 3) Industri Pendukung dan Terkait: Menggambarkan keberadaan dan mutu pemasok dan industri-industri lain yang mendukung. 4) Strategi dan Persaingan Usaha: 23

27 Menggambarkan bagaimana usaha tersebut tumbuh dan berkembang, terorganisasi dan dikelola, serta sifat persaingan usaha yang terjadi. 3.2 Rencana Koordinasi Kelembagaan Program Rencana koodinasi kelembagaan yang akan dilakukan adalah mengadakan kontak melalui POC (Person On Contact) dari BPPT maupun Kabupaten Pelalawan Riau secara intensif, dengan industri kelapa sawit, baik untuk pangan, energi (bio-fuel dan bio-diesel), dan bio-farmaka, agar sesuai dengan konsep tata ruang dan wilayah di kawasan terpadu dalam bentuk teknopolitan sawit. Selain itu koordinasi dengan Dinas terkait di pemerintah daerah dan dengan Kementerian terkait di pusat, seperti Kemenko Perekonomian, Kementerian Riset dan Teknologi, termasuk BPPT, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Kementerian Pertanian via Dinas Perkebunan dan Kehutanan, termasuk PTPN II, IV, dan V, agar diperoleh hasil yang optimal. PT Perkebunan Nusantara V (Persero), disingkat PTPN V, dibentuk berdasarkan PP No. 10 Tahun 1996, tanggal 14 Februari Perusahaan yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan penggabungan kebun-kebin di wilayah Sumatera Utara dari eks PTP II, PTP IV dan PTP V. PTPN V mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet dan kakao dengan areal konsesi seluas ,70 hektar. Budidaya kelapa sawit diusahakan pada areal seluas ,69 ha, karet ha dan kakao seluas ha. Selain penanaman komoditi pada areal sendiri + inti, PTPN V juga mengelola areal plasma milik petani seluas ha untuk tanaman kelapa sawit seluas ha dan tanaman karet ha. Disamping itu PTPN V mengelola 2 unit usaha Rumah Sakit. 3.3 Rencana Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Tindak lanjut pemanfaatan hasil litbangyasa yang akan dilakukan adalah dengan mengadakan pertemuan dan sosialisai dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan - Riau, khususnya dengan Dinas terkait dalam rangka pemanfaatan litbangyasa. Mekanisme pemanfaatan hasil dari kajian ini adalah berupa rumusan rekomendasi alternatif kebijakan pengembangan dan penguatan klaster industri berbasis kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera. Diharapkan alternatif kebijakan ini dapat dijadikan sebagai masukan para pemangku kebijakan dalam pengembangan industri berbasis kelapa sawit, baik industri sawit untuk pangan, energi (bio-fuel dan biodiesel), dan farmasi. Salah satu mekanisme difusi yang akan ditempuh adalah melalui Focus Group Discussion (FGD), baik tahap inisiasi maupun tahap thematik, akan dilakukan dengan peserta dari para pemangku kebijakan serta pakar kelapa sawit di instansi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat seperti Kemenko Perekonomian, 24

28 Kementerian Riset dan Teknologi, termasuk BPPT, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pertanian via Dinas Perkebunan dan Kehutanan, BUMN, Lembaga Litbang dan perguruan tinggi serta para praktisi dari industri sawit. Selain itu mekanisme difusi lain yang akan ditempuh adalah hasil kajian yang akan dipublikasikan dalam bentuk laporan. 3.4 Rencana Pengembangan ke Depan Rencana pengembangan Klaster Industri kelapa sawit ini dalam jangka panjang akan diintegrasikan dengan Master-Plan Tekno-politan Sawit di Kabupaten Pelalawan Riau, yang merupakan satu kesatuan dalam sistem rantai nilai produk sawit untuk pangan, energi (bio-fuel dan bio-diesel), dan farmasi, dalam suatu kawasan terpadu. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: 3. Menganalisis elemen-elemen klaster industri kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera. 4. Merumuskan rekomendasi alternatif kebijakan pengembangan dan penguatan klaster industri berbasis kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera. Rumusan rekomendasi alternatif kebijakan pengembangan dan penguatan klaster industri berbasis kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera, diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan para pemangku kebijakan pengembangan industri berbasis kelapa sawit, khususnya di Kabupaten Pelalawan Riau.. No Kegiatan Rencana Tindak Lanjut 1 Pelaksanaan Pencapaian Target Kinerja 1. Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan 2. Perencanaan Aksi 3. Konsensus Rencana 2 Koordinasi Kelembagaan Program 1. Menyusun dan melaksanakan Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. 25

29 2. Menyusun dan melaksanakan Rencana Tindak (Action Plan) Membangun Sistem Inovasi Daerah (Sida) Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Di Kabupaten Pelalawan Tahun Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Memperkuat lembaga intermediasi 4 Pengembangan ke Depan Meningkatnya Value Added Of Inovation Daerah dan Nasional BAB IV PENUTUP Pengembangan Klaster Industri Kelapa Sawit Di Koridor Ekonomi Sumatera, Khususnya Di Kabupaten Pelalawan Riau, dilaksanakan dalam rangka untuk menyusun suatu kawasan terpadu dalam masterplan teknopolitan sawit, terutama iindustri hilirnya. Kawasan terpadu ini rencana memanfaatkan lahan sawit dan lahan non-sawit seluas 1500 ha s/d 2000 ha, yaitu di daerah Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan Riau. Selain itu, pemanfaatan yang lain adalah untuk kawasan pemukiman, kawasan riset dan pengembangan pendidikan (Institut Teknologi Pelalawan), kawasan industri (kelapa sawit), kawasan jasa pelayanan masyarakat dan rumah-sakit, serta perbankan, kawasan bermain dan pariwisata, serta pemerintahan (kota). Sistem kawasan terpadu tersebut merupakan alternatif pengembangan kota baru/ satelit, yang merangkum kegiatan akademis dan riset serta pengembangan, bisnis center, dan pemerintahan, serta pariwisata. Model pengembangan klaster industri kelapa sawit, khususnya hilirisasi produk kelapa sawit, dimana sebagai industri inti-nya adalah industri sawit untuk pangan, industri sawit untuk energi (bio-fuel dan bio-diesel), dan industri sawit untuk farmasi, dan ini merupakan penjabaran dari program MP3EI di koridor Sumatera, khususnya di Kabupaten Pelalawan Riau dengan komoditas Sawit (usulan nama klaster PELA- RI-S ). Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, dengan produksi sebesar 20,6 juta ton yang menguasai hampir separuh dari pangsa pasar minyak sawit dunia. Selama tiga puluh tahun terakhir, industri kelapa sawit Indonesia berkembang cukup pesat, hingga mencapai 7,32 juta ha pada tahun Dengan luas lahan tersebut, lebih dari 80% produksi kelapa sawit nasional merupakan komoditas ekspor ke berbagai negara tujuan. Masa depan industri kelapa sawit secara umum akan semakin cerah. Ini dapat ditunjukkan dengan beberapa indikator utama yang menunjukkan kenaikan, seperti luas lahan, angka produksi, ekspor serta penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut membuat minyak sawit akan mensubstitusi jenis minyak nabati lain, terutama edible 26

30 oil lainnya. Peningkatan peluang minyak sawit juga didukung oleh harga minyak sawit yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya. Sementara itu dalam Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang MP3EI), Kelapa Sawit termasuk salah satu dari enam kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus Koridor Ekonomi Sumatera. yang memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di koridor ini. Meskipun demikian, industri sawit masih menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan. Permasalahan tersebut terkait seputar isu produktivitas, daya saing dan nilai tambah yang masih rendah, isu konflik sosial serta isu lingkungan. Perlu ditekankan kembali bahwa strategi penguatan Sistem Inovasi Daerah dapat dirumuskan, diperbaiki dan terlebih penting lagi diimplementasikan secara kongkrit hanya jika didukung oleh kepemimpinan yang tepat. Kejelasan dan ketegasan kepemimpinan yang visioner sebagai keputusan politik penting terutama menyangkut pemahaman dan komitmen/kesungguhan serta konsistensi bahwa kesejahteraan rakyat yang semakin tinggi dan adil hanya dapat diwujudkan melalui agenda peningkatan daya saing, terutama dengan penguatan sistem inovasi. Kepemimpinan juga akan sangat berkaitan dengan penetapan, pemaknaan dan implikasi visi yang jelas berkaitan dengan penguatan sistem inovasi nasional. Peningkatan daya saing daerah umumnya dan pengembangan klaster industry sawit perlu menjadi agenda strategis dan menjadi suatu kesatuan agenda, tetapi bukanlah sekedar agenda satu instansi semata. Agenda tersebut harus dilakukan pada keseluruhan kelembagaan, dan potensi kolaborasi sinergis dengan pihak lain (misalnya lembaga nasional, daerah, perguruan tinggi, daerah lain, pihak internasional) sesuai potensi terbaik daerah. Untuk maksud tersebut, cakupan bidang kebijakan juga sebaiknya berfokus pada pemajuan pengetahuan/ teknologi, inovasi dan daya saing daerah bukan sekedar bidang iptek. Sementara itu, cakupan bidang isu sebaiknya berfokus pada tantangan di depan untuk pemajuan daerah, bukan sekedar persoalan yang dihadapi di masa lalu. Dengan situasi/kondisi daerah umumnya di Indonesia yang masih berada pada tahapan yang sangat awal dalam perkembangan sistem inovasi, maka sebaiknya prioritas diletakkan pada upaya membangun landasan yang kuat bagi penguatan sistem inovasi daerah. 27

LAPORAN KEMAJUAN PENGUATAN KLASTER INDUSTRI AGRO DI KABUPATEN MALANG

LAPORAN KEMAJUAN PENGUATAN KLASTER INDUSTRI AGRO DI KABUPATEN MALANG LAPORAN KEMAJUAN PENGUATAN KLASTER INDUSTRI AGRO DI KABUPATEN MALANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pewilayahan yang komprehensif untuk pengembangan dan pembangunan sektor strategis sangat diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

Pengembangan Klaster Industri Pariwisata & Pangan di Kabupaten Gunung Kidul

Pengembangan Klaster Industri Pariwisata & Pangan di Kabupaten Gunung Kidul logo lembaga SIDa.F.50 Pengembangan Klaster Industri Pariwisata & Pangan di Kabupaten Gunung Kidul Dr. Anugerah Widiyanto, M.Eng. Ir. Ismariny, M.Sc. Wenny Oktaviani, SE., MSM Prof. Dr. Sumaryanto Ir.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU SIDa.F.47 PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU Ramos Hutapea, MEng BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 2012 LATAR BELAKANG Kab. Kapuas Hulu memiliki berbagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 1 TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 I. PENDAHULUAN Pengembangan sektor agribisnis sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

1. Melakukan analisis elemen klaster industri kelapa sawit Koridor Ekonomi Sumatera (Agar diisi sesuai dengan proposal)

1. Melakukan analisis elemen klaster industri kelapa sawit Koridor Ekonomi Sumatera (Agar diisi sesuai dengan proposal) KERTAS KERJA MONITORING PROGRAM INSENTIF PKPP KRT TAHAP I TAHUN 2012 Judul Kegiatan Nama Peneliti Utama : : Pengembangan Klaster Industri Kelapa Sawit Di Koridor Ekonomi Sumatera Drs. Susetyanto, Msi NO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Nama : Budiati Nur Prastiwi NIM : 11.11.4880 Jurusan Kelas : Teknik Informatika : 11-S1TI-04 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Abstrack Kelapa Sawit

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1.tE,"P...F.3...1!..7. INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi pertanian yang sangat penting bagi Indonesia. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi kemajuan pembangunan

Lebih terperinci

PENERAPAN SIDa UNTUK PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN DI SUMATERA UTARA

PENERAPAN SIDa UNTUK PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN DI SUMATERA UTARA PENERAPAN SIDa UNTUK PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN DI SUMATERA UTARA oleh : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara WORKSHOP NASIONAL KEBIJAKAN IPRK UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH / NASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub sektor agroindustri

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

Muhammad Evri. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Muhammad Evri. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Muhammad Evri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dipresentasikan pada Workshop Evaluasi Program Insentif PKPP-RISTEK, 3 Oktober 2012 Terjadi peningkatan kebutuhan domestik (4.5 5 juta ton)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA. Rancang Bangun Peralatan Kristalisasi Produksi Lemak Padat Dari Minyak Sawit

EXECUTIVE SUMMARY INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA. Rancang Bangun Peralatan Kristalisasi Produksi Lemak Padat Dari Minyak Sawit KODE JUDUL: F1.28 EXECUTIVE SUMMARY INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA Rancang Bangun Peralatan Kristalisasi Produksi Lemak Padat Dari Minyak Sawit KEMENTERIAN/LEMBAGA: BADAN PENGKAJIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, peran tersebut antara lain adalah bahwa sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN 2011-2025 Disampaikan Pada acara: RAKERNAS KEMENTERIAN KUKM Jakarta,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (elaeis guineensis) menurut para ahli secara umum berasal dari Afrika. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya Pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar 5,1% dan 8,2% dan penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai salah satu sub sistem pembangunan nasional harus selalu memperhatikan dan senantiasa diupayakan untuk menunjang pembangunan wilayah setempat.

Lebih terperinci

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Rubrik Utama MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Oleh: Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor olume 18 No. 2, Desember

Lebih terperinci

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017 Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017 A. Overview Sektor agribisnis perkebunan Kelapa Sawit Indonesia telah berkembang dari waktu

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun dibayangi penurunan harga sejak akhir 2012, Prospek minyak kelapa sawit mentah (CPO) diyakini masih tetap akan cerah dimasa akan datang. Menurut Direktur

Lebih terperinci

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA The Business and Investment Forum for Downstream Palm Oil Industry Rotterdam, Belanda, 4 September 2015 Bismillahirrohmanirrahim 1. Yang Terhormat

Lebih terperinci

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI A. Tahapan Pelaksanaan MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun

Lebih terperinci

RENCANA INDUK RISET NASIONAL - RIRN

RENCANA INDUK RISET NASIONAL - RIRN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA RENCANA INDUK RISET NASIONAL - RIRN Tim RIRN Jakarta, 11 Maret 2016 1 1 Latar Belakang Penyusunan Evaluasi Menko PMK menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

PENGUATAN KLASTER INDUSTRI AGRO DI KABUPATEN MALANG

PENGUATAN KLASTER INDUSTRI AGRO DI KABUPATEN MALANG KODE JUDUL: SIDa.F.49 LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENGUATAN KLASTER INDUSTRI AGRO DI KABUPATEN MALANG KEMENTERIAN/LEMBAGA: BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN M PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LITBANG IPTEK (PROLIPTEK) TAHUN 2012 (KORIDOR-I)

LAPORAN KEMAJUAN M PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LITBANG IPTEK (PROLIPTEK) TAHUN 2012 (KORIDOR-I) LAPORAN KEMAJUAN M PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LITBANG IPTEK (PROLIPTEK) TAHUN 2012 (KORIDOR-I) PEMBERDAYAAN JASA MARITIM BERBASIS PERKAPALAN DI SELAT MALAKA KOORDINATOR PENELITI : KOLONEL INF JEFRI

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2015 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... i ii BAB. I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Maksud..... 1 1.3. Tujuan....

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

Peneliti Utama Anggota

Peneliti Utama Anggota KODE JUDUL : V.1 ROAD MAP PENGEMBANGAN KARET ALAM MENJADI SUKU CADANG ALAT TRANSPORTASI DI KAWASAN INDUSTRI TANJUNG API-API KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Peneliti Utama Anggota : : Nasruddin

Lebih terperinci

RANGKUMAN HASIL RAKOR PANGAN NASIONAL, FEED INDONESIA FEED THE WORLD II JAKARTA, 26 JULI 2011

RANGKUMAN HASIL RAKOR PANGAN NASIONAL, FEED INDONESIA FEED THE WORLD II JAKARTA, 26 JULI 2011 RANGKUMAN HASIL RAKOR PANGAN NASIONAL, FEED INDONESIA FEED THE WORLD II JAKARTA, 26 JULI 2011 Tujuan Rakor Pangan : Rakor pangan bertujuan mengsinkronisasikan kebijakan dan kegiatan seluruh pemangku kepentingan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PNS DI KABUPATEN KEBUMEN

KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PNS DI KABUPATEN KEBUMEN KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) RISET UNGGULAN DAERAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2015 KEBUTUHAN HIDUP LAYAK PNS DI KABUPATEN KEBUMEN Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN R.I. PADA ACARA PEMBUKAAN PAMERAN PRODUK KARET HILIR JAKARTA, 11 MEI 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN R.I. PADA ACARA PEMBUKAAN PAMERAN PRODUK KARET HILIR JAKARTA, 11 MEI 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN R.I. PADA ACARA PEMBUKAAN PAMERAN PRODUK KARET HILIR JAKARTA, 11 MEI 2015 Kepada Yang Terhormat ; 1. Perwakilan Kedutaan Besar Negara Sahabat; 2. Saudara para pejabat dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN PRIORITAS 8 Tema Prioritas Penanggungjawab Bekerjasama Dengan PROGRAM AKSI DI BIDANG ENERGI Pencapaian ketahanan energi nasional yang menjamin kelangsungan pertumbuhan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang penting karena secara tradisional Indonesia merupakan negara agraris yang bergantung pada sektor

Lebih terperinci

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Makalah Disusun Oleh : Imam Anggara 11.12.5617 11.S1SI.04 STMIK AMIKOM Yogyakarta 2012-03-16 KATA PENGANTAR Makalah ini mengangkat judul tentang Peluang

Lebih terperinci

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi intermediasi atau memperlancar lalu lintas

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2015 SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci