FLUKS GAS METANA (CH 4 ) DAN DINITROGEN OKSIDA (N 2 O) PADA LAHAN JAGUNG, KACANG TANAH DAN SINGKONG DI KECAMATAN RANCA BUNGUR, BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FLUKS GAS METANA (CH 4 ) DAN DINITROGEN OKSIDA (N 2 O) PADA LAHAN JAGUNG, KACANG TANAH DAN SINGKONG DI KECAMATAN RANCA BUNGUR, BOGOR"

Transkripsi

1 FLUKS GAS METANA (CH 4 ) DAN DINITROGEN OKSIDA (N 2 O) PADA LAHAN JAGUNG, KACANG TANAH DAN SINGKONG DI KECAMATAN RANCA BUNGUR, BOGOR OLEH: ANDI SURYADI A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN ANDI SURYADI. Fluks Gas Metana (CH 4 ) dan Dinitrogen Oksida (N 2 O) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong di Kecamatan Ranca Bungur, Bogor. Dibawah bimbingan SUWARDI dan DARMAWAN Peningkatan suhu bumi diduga berkaitan dengan meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Tiga GRK yang diduga berkontribusi terhadap peningkatan fluks GRK yaitu karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dan dinitrogen oksida(n 2 O). Selama ini penelitian tentang fluks GRK lebih dominan terhadap CO 2, padahal potensi pemanasan global dari CH 4 dan N 2 O lebih besar dibandingkan CO 2. Selain itu penelitian fluks GRK pada tanah mineral di daerah tropis untuk lahan pertanian sangat jarang. Oleh karena itu penting untuk mengetahui informasi fluks CH 4 dan N 2 O dari lahan pertanian di daerah tropis. Penelitian ini dilakukan pada lahan jagung, kacang tanah dan singkong di Kecamatan Ranca Bungur, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dimulai dari November 2010 sampai Februari Fluks gas CH 4 dan N 2 O diambil dengan metode ruang tertutup. Sedangkan untuk analisis kedua jenis gas ini menggunakan gas chromatography (GC) dengan dua jenis detektor, flame ionization detector (FID) untuk analisis CH 4 dan electron capture detector (ECD) untuk analisis N 2 O. Hasil penelitian menunjukan bahwa fluks CH 4 pada lahan jagung, kacang tanah dan singkong sangat kecil, dengan nilai berturut-turut sebesar -0,3 kg/ha/tahun, 1,57 kg/ha/tahun dan 1,05 kg/ha/tahun. Sedangkan total fluks N 2 O pada lahan jagung, kacang tanah dan singkong terukur juga sangat kecil kecuali pada lahan jagung, berturut-turut pada lahan jagung, kacang tanah dan singkong sebesar 16,09 kg/ha/tahun, 0,76 kg/ha/tahun dan 1,52 kg/ha/tahun. Tingginya fluks N 2 O pada lahan jagung diakibatkan oleh pemupukan nitrogen yang berlebihan. Pemupukan nitrogen yang berlebihan dapat dilihat dari tingginya konsentrasi ion nitrat (NO 3 - ) dan ion amonium(nh 4 + ) pada tanah yang ditanami jagung. Kata kunci: Lahan pertanian, pemanasan global, metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O)

3 SUMMARY ANDI SURYADI. Flux of Methane (CH 4 ) and Nitrous Oxide (N 2 O) Gases on Corn, Peanut and Cassava Fields at Ranca Bungur, Bogor. Supervised by SUWARDI and DARMAWAN. Increasing temperature of the earth may be related with the increase of green house gas (GHG) emission to the atmosphere. Carbon dioxide (CO 2 ), methane(ch 4 ), and nitrous oxide (N 2 O) have been estimated to contribute of increasing GHG emission. In recent time, researches on GHG emission were more concentrated on CO 2, even though the global warming potential of CH 4 and N 2 O are higher than CO 2. In addition, researches on GHG emission in tropical mineral soil from agriculture fields still rarely done. Therefore, it is very important to collect information of CH 4 and N 2 O emission from tropical agricultural land. This research was conducted on the fields of corn, peanuts and cassava in Ranca Bungur, Bogor, West Java, starting from November 2010 until February Methane and N 2 O fluxes were taken by closed chamber method. Methane and N 2 O were measured using gas chromatography with two detectors, flame ionization detector (FID) for CH 4 and electron capture detector (ECD) for N 2 O. The results showed that the total flux of CH 4 from corn field, peanut field and cassava field are very low only -0.3 kg/ha/year, 1.57 kg/ha/year and 1.05 kg/ha/year, respectively. N 2 O emission were also low successively at kg/ha/year, 0.76 kg/ha/year and 1.52 kg/ha/year. The high number of N 2 O emission on corn field related with excessive fertilization of N fertilizer. The excessive N fertilizer can be shown from the high of N concentration (nitrate and ammonium) in the soil of corn field. Key word : Agricultural land, global warming, methane (CH 4 ), nitrous oxide (N 2 O)

4 FLUKS GAS METANA (CH 4 ) DAN DINITROGEN OKSIDA (N 2 O) PADA LAHAN JAGUNG, KACANG TANAH DAN SINGKONG DI KECAMATAN RANCA BUNGUR, BOGOR Skripsi Sebagai Prasyarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor OLEH : ANDI SURYADI A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Fluks Gas Metana (CH 4 ) dan Dinitrogen Oksida (N 2 O) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong di Kecamatan Ranca Bungur, Bogor. Nama Mahasiswa : Andi Suryadi NRP : A Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Suwardi, M. Agr Dr. Ir. Darmawan, MSc NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc NIP Tanggal Lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Andi Suryadi atau biasa dipanggil (Andi) lahir di Bogor pada tanggal 14 April 1988, penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Pasangan bapak Oman H Awi dan Ibu Siti Maspupah. Penulis menempuh pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Muara Beres pada tahun , MTs Negeri Cibinong tahun dan SMA PGRI 3 Bogor tahun Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis mengikuti beberapa organisasi. Berawal dari Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis telah menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa Muslim TPB (IKMT), lalu tahun penulis telah diterima sebagai anggota Staf Penelitian dan Pengembangan HMIT IPB. Kemudian pada tahun penulis bersama teman-teman merintis pembuatan rumah kompos di IPB Bogor. Penulis juga aktif di berbagi kepanitiaan, yaitu panitia Seminar dan Lokakarya Nasional pada tahun 2008, sebagai wakil ketua Seminar Nasional Soil and Palm Oil pada tahun 2009, Koordinator publikasi, dokumentasi dan dekorasi dalam acara Soilidarity 2009, Koordinator Logistik dan Transportasi dalam acara Gebyar Inovasi Pemuda Indonesia Selain kuliah dan aktif berorganisasi penulis juga aktif dalam mengisi waktu dengan bekerja. Pekerjaan yang pernah penulis lakukkan adalah, asisten Praktikum Agrogeologi pada tahun , pengajar bimbingan belajar MIPA untuk SMP dan SMA pada tahun , asisten Pendidikan Agama Islam selama tiga semester dari tahun , asisten Praktikum Survei dan Evaluasi Lahan , motivator Keislaman SMAN 1 Dramaga pada tahun 2010, dan penulispun bekerja sebagai agen eskrim Campina pada tahun Selama di IPB, penulis pernah meraih prestasi sebagai bisnis terbaik di matakuliah Kewirausahaan 2011, ide bisnis terkreatif dalam IPB Entrepreneur Day pada tahun 2011, tiga buah judul PKM mendapat pendanaan pada tahun 2010 dan 2011, Presenter pada Seminar dan KongresNasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) pada tahun 2012.

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh rob semesta alam, yang selalu memberi kemudahan, kelancaran, rahmat dan nikmat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Fluks Gas Metana (CH 4 ) dan Dinitrogen Oksida (N 2 O) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah dan Singkong di Kecamatan Ranca Bungur, Bogor. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, do a dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. Suwardi, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, dukungan, nasihat, semangat serta pengalaman kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Darmawan, MSc. Selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan dukungan serta bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. Selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk penulisan skripsi ini. 4. Kedua orang tua penulis Bapak Oman H. Awi dan Ibu Siti Maspupah, yang selalu memberi dukungan, do a-do a terbaik, kasih sayang tak terhingga dari dulu sampai sekarang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Keluarga besar penulis, Sovia Legia Wanti, Wirda Jayanti, Arif Resmana dan Adityawan, yang selalu memberi semangat, dukungan dan do a kepada penulis. 6. Fuyuko Hazama, Ichikura danvecky Dwi Kuswandora yang telah membantu penulis dalam penelitian dilapang, analisis laboratorium, maupun diskusidiskusi hangat yang membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. 7. Bapak lurah Bantar Kambing Bapak Otong (alm), yang telah memberikan berbagai informasi, perizinan, pengalaman dan arahan kepada penulis selama penelitian di desa Bantar kambing kecamatan Ranca Bungur Bogor.

8 8. Teman-teman ITSL 44 yang telah memberi dukungan teknis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang membantu penelitian dan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca Bogor, 24 Juni 2012 Penulis

9 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global Gas Metana (CH 4 ) Gas Dinitrogen Oksida (N 2 O) Komoditas Tanaman III. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Metode Pelaksanaan penelitian lapang Metode Pengambilan Gas Pengukuran variabel lingkungan dan sampel tanah Perhitungan Gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Fluks dan Total Fluks Gas Metana (CH 4 ) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong Fluks Gas Dinitrogen Oksida (N 2 O) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong Total Fluks Gas Dinitrogen Oksida (N 2 O) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah dan Singkong V. KESIMPULAN VI. DAFTAR PUSTAKA... 28

10 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Luas panen, produktivitas dan produksi tanaman pangan utama Indonesia Total fluks CH 4, konsentrasi NO 3 -, konsentrasi NH 4 + dan WFPS pada lahan jagung, kacang tanah dan singkong Total fluks N 2 O, konsentrasi NO 3 -, konsentrasi NH 4 + dan WFPS pada lahan jagung, kacang tanah dan singkong Lampiran 1. Tekstur tanah Luas panen tanaman pangan di Indonesia Waktu penelitian pada masing-masing lahan Siklus tanaman pada lahan yang diteliti Fluks CH 4 dan variabel lingkungan selama musim tanam di lahan jagung Fluks CH 4 dan variabel lingkungan selama musim tanam dilahan kacang tanah Fluks CH 4 dan variabel lingkungan selama musim tanam dilahan singkong Fluks N 2 O dan variabel lingkungan selama musim tanam dilahan jagung Fluks N 2 O dan variabel lingkungan selama musim tanam dilahan kacang tanah Fluks N 2 O dan variabel lingkungan selama musim tanam dilahan singkong.. 36

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Proses pembentukan gas dinitrogen oksida (N 2 O) Letak sungkup pada masing-masing lahan Sungkup dan peralatan untuk mengambil sampel gas dengan metode ruang tertutup Flux CH 4 pada lahan jagung Flux CH 4 pada lahan kacang tanah Flux CH 4 pada lahan singkong Fluks N 2 O pada lahan jagung Flux N 2 O pada lahan kacang tanah Flux N 2 O pada lahan singkong.. 22 Lampiran 11. Lokasi tempat penelitan Letak sungkup di bentang lahan yang diteliti Letak sungkup di lahan jagung Letak sungkup di lahan kacang tanah Letak Sungkup di lahan singkong... 38

12 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Perubahan iklim merupakan isu global yang terus menjadi sorotan utama belakangan ini, diduga perubahan iklim diakibatkan oleh meningkatnya gas-gas penyebab rumah kaca di atmosfer. Pembicaraan tingkat dunia mengenai perubahan iklim dimulai dengan kerjasama internasional pada Earth Summit di Rio de Jenairo, Brazil. Pada kesempatan tersebut 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah perubahan iklim dan setuju menerjemahkan perjanjian ini pada suatu perjanjian yang mengikat. Kemudian pada tahun 2007 di Kyoto Jepang 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat untuk menurunkan konsentrasi gas rumah kaca diatmosfer, yang dikenal dengan protokol Kyoto. Perjanjian ini, menyerukan kepada 30 negara-negara industri yang memegang implementasi paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat 5% di bawah emisi tahun 1990 dan pengurangan ini harus sudah dicapai pada tahun Keseriusan masyarakat dunia dalam menghadapi perubahan iklim ini karena, diprediksi efek dari perubahan iklim dapat menyebabkan berbagai bencana alam seperti kekeringan berkepanjangan, banjir, angin topan, hujan asam sampai meningkatnya tinggi muka air laut. Perubahan iklim sangat berkaitan dengan peningkatan suhu bumi. Salah satu penyebab meningkatnya suhu bumi adalah peningkatan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Gas rumah kaca merupakan gas-gas yang tertimbun di lapisan atmosfer yang sifatnya menyerap radiasi gelombang panjang (sinar infra merah) dan menyebabkan meningkatnya suhu permukaan bumi, atau gas-gas yang dapat bertindak seperti rumah kaca pada sistem pertanian atau perkebunan. Gas rumah kaca dihasilkan terutama dari kegiatan manusia yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil (minyak, gas dan batu bara) seperti pada penggunaan kendaraan bermotor, mesin-mesin pabrik serta pembangkit listrik. Selain itu penebangan pohon, penggundulan hutan serta kebakaran hutan merupakan sumber penghasil GRK.Tetapi Isu yang berkembang belakangan ini menyatakan GRK banyak terbentuk pada lahan-lahan pertanian. Bahkan pada tahun 2011 FAO menyatakan lahan pertanian berkontribusi

13 2 terhadap pemanasan global secara langsung sebesar 14%. Apabila benar, pernyataan FAO tersebut dapat mengganggu program-program ketahanan pangan dan energi terbarukan yang berasal dari sektor pertanian dan perkebunan. Sehingga penting untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya. Gas rumah kaca yang diduga terbentuk pada lahan-lahan pertanian dan berkontribusi besar terhadap pemanasan global adalah; karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ) dan dinitrogen oksida (N 2 O). Gas-gas tersebut dapat meneruskan radiasi gelombang pendek yang berasal dari sinar matahari, mampu menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang radiasi balik yang berasal dari pancaran bumi yang bersifat panas, sehingga suhu atmosfer bumi meningkat. Namun hanya gas CO 2 yang menjadi sorotan utama belakangan ini, sehingga penting untuk melakukan penelitian gas CH 4 dan N 2 O. Selain itu penelitan GRK di daerah tropis khususnya di Indonesia lebih banyak dilakukan pada tanah-tanah organik (gambut). Bila dilihat dari total luasan lahan gambut di Indonesia, lahan gambut hanya 20 juta ha dari 188 juta ha daratan Indonesia. Sehingga penting untuk melakukan penelitian GRK pada tanah-tanah mineral terutama yang digunakan sebagai lahan pertanian. Sedangkan dilihat dari komoditas tanaman pangan utama yang dibudidayakan di Indonesia jagung, kacang tanah, dan singkong termasuk lima komoditas terpenting yang di budidayakan di Indonesia. Untuk mengetahui besarnya fluks GRK yang terbentuk pada lahan pertanian, dilakukan penelitian tentang fluks dari lahan pertanian tanaman pangan utama yaitu jagung, kacang tanah, dan singkong. Luas panen tanaman pangan utama di Indonesia dapat dilihat pada lampiran 2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memprediksi fluks gas CH 4 dan N 2 O dari lahan pertanian Tujuan 1. Menghitung total fluks CH 4 dan N 2 O dari lahan yang ditanami jagung, kacang tanah dan singkong di tanah mineral. 2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi fluks CH 4 dan N 2 O dari lahan pertanian.

14 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanasan Global Pemanasan global merupakan sebuah proses meningkatnya suhu muka bumi. Menurut Abdullah dan Khoiruddin (2009) pemanasan global diakibatkan oleh efek rumah kaca, yakni sebuah proses yang menyebabkan energi panas matahari yang diterima atmosfer dekat permukaan bumi lebih banyak dibandingkan dengan energi panas yang dilepaskan kembali keangkasa. Efeknya suhu muka bumi akan meningkat. Efek rumah kaca ini diakibatkan oleh gas rumah kaca (GRK). Gas rumah kaca merupakan gas-gas yang tertimbun di atmosfer yang sifatnya menyerap radiasi gelombang panjang (sinar infra merah) dan menyebabkan naiknya suhu muka bumi. Energi panas yang masuk ke bumi 25% dipantulkan oleh awan dan partikel lain di atmosfer, 25% diserap awan, 45% diapsorpsi permukaan bumi, 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi. Energi yang diapsorpsi, dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra merah yang dipantulkan bumi tertahan oleh awan dan gas-gas rumah kaca, sehingga infra merah tersebut dikembalikan kepermukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan. Dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam tidak jauh berbeda (Abdullah dan Khoirudin, 2009). Naharia (2004) mengatakan pula bahwa, gas rumah kaca yang tersimpan di permukaan bumi secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan perubahan iklim secara global. Pemanasan global yang disebabkan oleh adanya efek rumah kaca merupakan suatu fenomena, sehingga gelombang pendek radiasi matahari menembus atmosfer dan berubah menjadi gelombang panjang mencapai permukaan bumi. Setelah mencapai permukaan bumi, sebagian gelombang tersebut dipantulkan kembali ke atmosfer. Namun tidak seluruh gelombang panjang yang dipantulkan itu dilepaskan ke angkasa luar. Sebagian gelombang panjang dipantulkan kembali oleh lapisan gas rumah kaca di atmosfer ke permukaan bumi. Proses ini dapat berlangsung berulang kali, sementara gelombang yang masuk juga terus bertambah. Akibatnya terjadi akumulasi panas

15 4 di atmosfer. Kondisi ini persis seperti yang terjadi di rumah kaca yang digunakan dalam kegiatan pertanian dan perkebunan. Gas-gas yang dapat bertindak seperti rumah kaca diatmosfer sehingga menyebabkan pemanasan global adalah; karbon dioksida (CO 2 ), karbon monoksida (CO), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), khloroflouro karbon (CFC) buatan manusia, dan uap air (H 2 O) (Abdullah dan Khoiruddin, 2009). Pemanasan global dapat menyebabkan berbagai dampak lingkungan, dampak-dampak tersebut dapat berupa kekeringan berkepanjangan, banjir, angin topan, meningkatnya permukaan air laut, mengganggu kehidupan hewan liar bahkan terhadap kesehatan manusia (Abdullah dan khoiruddin, 2009) Gas Metana (CH 4 ) Gas CH 4 merupakan gas yang mudah terbakar dan menghasilkan CO 2 sebagai hasil sampingan. Gas CH 4 relatif mudah diuraikan dan diperkirakan memiliki masa hidup di atmosfer sekitar 10 tahun. Laju peningkatan CH 4 di atmosfer sekitar 0,9% pertahun (Abdullah dan Khoiruddin, 2009). Metana merupakan salah satu gas rumah kaca utama, yang dapat menyerap radiasi infra merah sehingga berkontribusi terhadap fenomena pemanasan global. Gas CH 4 bersama-sama dengan CO 2, N 2 O, dan CFC dapat mengabsorbsi radiasi bumi pada panjang gelombang 7-14 μm yang bersifat panas sehingga mengakibatkan suhu permukaan bumi meningkat. Disamping itu gas CH 4 juga memiliki waktu tinggal 8-10 tahun dan dapat juga mempengaruhi proses reaksi kimia di atmosfer yang melibatkan metan oksidasi sebagai pengendali reaksi. Metana meningkat secara cepat dalam dua abad ini dan menduduki peringkat kedua setelah CO 2 sebagai GRK yang menyebabkan pemanasan global (Khalil et. al., 1991). Konsentrasi gas CH 4 yang terjadi di belahan bumi utara lebih tinggi dibandingkan dengan belahan bumi selatan. Hal ini disebabkan, sebagian besar kegiatan manusia lebih banyak berlangsung di belahan bumi utara, seperti yang terjadi pada tahun 1989 konsentrasi gas CH 4 di belahan bumi utara sekitar 1700 ppbv (part per billion volume) dan di belahan bumi selatan sekitar 1670 ppbv (Husin, 1994). Konsentrasinya meningkat dari tahun ke tahun dan telah berlipat

16 5 ganda selama 200 tahun terakhir (Bouwman, 1990). Konsentrasi gas CH 4 sebelum permukaan bumi didominasi oleh kegiatan manusia (200 tahun yang lalu) konsentrasi gas CH 4 hanya berkisar ppbv. Meningkatnya CH 4 dalam kurun waktu 200 tahun terakhir ini disebabkan oleh meningkatnya fluks (70%) (Khalil dan Rasmussen, 1985). Pawitan et. al (2008) mengungkapkan pula bahwa pada skala global konsentrasi CH 4 di atmosfer meningkat sekitar 1% setiap tahun. Konsentrasi CH 4 saat ini sebesar 1,72 ppm atau lebih dari dua kali lipat konsentrasi pada era pra industri yang besarnya 0,8 ppm. Lahan basah, termasuk lahan sawah menyumbang sekitar 15-45% terhadap konsentarsi CH 4 di atmosfer, sedangkan sumbangan lahan kering sekitar 3-10%. Fluks gas CH 4 bertumpu pada kegiatan antropogenik, hampir 70% CH 4 berasal dari sumber-sumber antropogenik dan sekitar 30% berasal dari sumbersumber alami. Padi sawah, ternak ruminan, pembakaran biomas, aplikasi kotoran hewan dan pemrosesan sampah organik menghasilkan CH 4. Aktivitas pertanian menyumbang dua per tiga dari CH 4 asal sumber antropogenik. Gas CH 4 dihasilkan secara biologis oleh aktivitas mikrob yaitu aktivitas bakteri metanogen melalui penguraian atau pembusukan bahan-bahan organik yang terjadi pada lahan sawah dan fermentasi anterik pada ruminan. Gas CH 4 yang berasal dari tambang batubara dan kebocoran dalam sistem distribusi gas alam serta sumur minyak dan gas merupakan sumber antropogenik lainnya. Kemudian 30% fluks CH 4 yang berasal dari sumber-sumber alami, sebagian besar merupakan lahanlahan yang tergenang secara alami (Suprihati, 2007). Metana yang dihasilkan sebagian besar akan dibebaskan ke atmosfer baik secara difusi melalui tanah maupun diflukskan oleh tanaman. Variasi pelepasan CH 4 dari suatu ekosistem sangat dipengaruhi oleh macam budidaya tanaman, komunitas mikrob, sifat tanah serta interaksinya. Mengetahui hubungan antara sifat tanah, sifat mikrob, dan CH 4 pada berbagai macam budidaya sangatlah penting sebagai dasar untuk memahami mekanisme yang terlibat dalam produksi CH 4 (Suprihati, 2007). Gas metana biasa terbentuk oleh aktivitas bakteri metanogen pada lingkungan anaerob dengan redoks potensial -220 volt. Menurut Conrad (1987) Selain lingkungan anaerob pembentukan CH 4 dipengaruhi pula oleh suhu, baik

17 6 suhu udara maupun suhu tanah. Keterkaitan pembentukan CH 4 dengan suhu lebih detail diungkapkan oleh Vogels et. al. (1988), ia mengungkapkan pada tanah sawah mayoritas bakteri metanogen yang telah diisolasi bersifat mesofilik, dimana aktivitas optimalnya terjadi pada suhu o C. Selain bakteri metanogen (bakteri pembentuk gas metana) terdapat pula bakteri pengoksidasi CH 4 atau bakteri methanotroph. Bakteri methanotroph adalah mikroorganisme aerobik yang dapat tumbuh dan berkembang dengan CH 4 sebagai satu-satunya sumber energi. Oleh karena itu, oksidasi CH 4 dapat terjadi pada lingkungan mikro yang bersifat aerobik pada zona perakaran dan pada bagian yang bersifat oksik pada lapisan permukaan tanah. Proses oksidasi CH 4 tersebut diinisiasi oleh enzim metan mono-oksigenase yang berperan dalam konversi CH 4 menjadi metanol (Oremland dan Capone, 1988). Pada budidaya lahan kering, produksi CH 4 terbatas pada site-site anaerob, dengan kondisi yang sangat menunjang pertumbuhan metanotroph, sehingga meningkatkan kapasitas serapan CH 4. Serapan CH 4 sebesar 0,051-0,055 mg/m 2 /jam pada pertanaman padi gogo dilaporkan oleh Zaenal (1997). Serapan CH 4 oleh hutan di Swedia mencapai 0,6-1,6 kg CH 4 /ha/tahun atau 6,9-18, mg CH 4 /m2/jam (Klemedtsson dan Klemedtsson, 1997). Ernawanto et. al. (2003) melaporkan bahwa fluks CH 4 sistem penanaman padi walik jerami adalah 7,18 mg CH 4 /m 2 /jam dan sistim penanaman padi gogo rancah adalah 1,73 mg/m 2 /jam, sebaliknya rosot CH 4 sebesar 0,05 mg CH 4 /m 2 /jam terjadi pada sistem pertanaman kedelai. Pada penelitian tersebut, fluks CH 4 bersih dari sistem penanaman walik jerami - kedelai - gogo rancah diperkirakan sebesar 199,2 kg CH 4 /ha/tahun dengan rataan 2,3 mg CH 4 /m 2 /jam. Sedangkan kisaran fluks CH 4 dari pertanaman tebu di Australia adalah 297 hingga 1005 g C-CH 4 /ha atau 29,7 100,5 mg C-CH 4 /m 2, sementara kisaran konsumsinya 442 hingga 467 g C-CH 4 / ha atau 44,2 46,7 mg C-CH 4 /m 2 (Weier, 1999). Fluks CH 4 dari empat macam tipe penggunaan tanah (hutan tua, hutan habis tebang, dibakar setelah tebang dan perkebunan karet) di Jambi, Sumatera berkisar antara -21,2 hingga 4, mg C-CH 4 /m 2 /jam (Ishizuka et. al., 2002). Nilai fluks negatif menunjukkan rosot dan berkorelasi nyata dengan kandungan

18 7 liat pada kedalaman tanah 0-10 cm. Nilai tersebut mengalami peningkatan pada evaluasi berikutnya yaitu menjadi -0,053 hingga 0,049 mg C-CH 4 m 2 /jam pada macam penggunaan lahan yang lebih bervariasi yaitu hutan, kayu manis, karet, kelapa sawit dan alang-alang (Ishizuka et. al., 2005). Pembentukan CH 4 juga dapat terhambat oleh pemberian pupuk nitrat seperti yang diutarakan oleh Bouwman (1996), Ia mengungkapkan bahwa aplikasi NO akan menunda pembentukan CH 4 hingga reduksi NO 3 berakhir dan Eh tanah telah cukup menurun bagi berlangsungnya proses reduksi lebih lanjut. - Selain itu, NO 3 juga memberikan efek toksik terhadap bakteri methanogen. Tanah yang kaya kandungan substrat organik mudah terdekomposisi (asetat, formiat, methanol, amin termetilasi) dan kandungan senyawa akseptor elektron (NO - 3, Mn 4+, Fe 3+ ) rendah memiliki potensi pembentukan CH 4 tinggi (Suprihati, 2007). Pada budidaya lahan kering, produksi CH 4 hanya terbatas pada site-site anaerob dan kondisinya sangat menunjang pertumbuhan metanotroph sehingga meningkatkan serapan CH 4 (Suprihati, 2007). Furukawa et. al. (2005) mengungkapkan pula bahwa rata-rata nilai fluks CH 4 bernilai positif, akan tetapi terdapat nilai yang negatif pada musim kering Gas Dinitrogen Oksida (N 2 O) Tanah merupakan sumber terpenting dalam pembentukan CO 2 dan N 2 O di atmosfer (Toma et. al., 2010). Abdullah dan Khoiruddin (2009) mengungkapkan N 2 O merupakan GRK yang memiliki umur sangat panjang sekitar 150 tahun. Selain itu N 2 O berpotensi menimbulkan pemanasan global sebesar 298 kali dibandingkan CO 2. Oleh karena itu sekecil apapun konsentrasi N 2 O, dapat meningkatkan konsentrasi GRK di atmosfer dengan laju peningkatan sebesar 0,2% per tahun. Selain itu gas N 2 O juga dapat merusak lapisan ozon di stratosfer (Crutzen, 1981), Sehingga dapat meningkatkan radiasi yang sampai ke permukaan bumi (Ginting dan Eighbal, 2005). Sumber N 2 O utama adalah kegiatan manusia (antropogenik) yang berkaitan erat dengan pembakaran fosil, pembakaran biomas, dan pertanian. Berdasarkan penelitian Khalil dan Rasmussen (1992), diketahui bahwa fluks N 2 O dari sumber-sumber alami diperkirakan sebesar 15 Tg/tahun dan dari sumber

19 8 antropogenik diperkirakan sebesar 8 Tg/tahun. Kecepatan kenaikan konsentrasi rata-ratanya di atmosfer dari tahun 1960 sampai tahun 1976 sekitar 0,4 ± 0,5 ppbv/tahun, sedangkan kenaikannya dari tahun 1976 sampai tahun 1988 adalah sekitar 0,8 ± 0,02 ppbv/tahun. Hal ini menunjukan bahwa N 2 O meningkat dua kali lebih cepat pada tahun 1980-an dibandingkan pada tahun 1970-an. Menurut Batjes (1992), konsentrasi N 2 O sebelum masa industri sekitar 285 ppbv (part per billion volume) sementara pada awal 90-an sekitar 310 ppbv. Pathak (1999) mengungkapkan bahwa karbon organik, oksigen, dan - senyawa NO 3 didalam tanah merupakan tiga komponen penting dalam peningkatan fluks N 2 O. Faktor yang paling dominan dari ketiga komponen diatas adalah faktor oksigen. Kandungan air tanah membatasi oksigen berada di poripori tanah. Air tanah juga mempengaruhi terjadinya pelepasan karbon organik melalui siklus pembasahan dan pengeringan. Karbon organik menyebabkan ion NO 3 - tersedia melalui proses mineralisasi/imobilisasi. Ketersediaan ion NO 3 - dipengaruhi proses difusional oleh kadar air tanah. Tekstur dan struktur tanah dapat mempengaruhi fluks N 2 O di dalam tanah, akhirnya respirasi mikroba dengan tersedianya karbon organik secara dramatis mempengaruhi kadar oksigen ditingkat mikro. Hasil penelitian arcara et. al (1999) mendapatkan bahwa penggunaan slury (bahan organik) dari limbah ternak meningkatkan kehilangan N sebagai N 2 O, melalui fluks langsung dan denitrifikasi. Fluks N 2 O dari tanah dibedakan menjadi fluks dari denitrifikasi dan fluks langsung yang merupakan hasil samping nitrifikasi yang berlangsung pada kondisi oksidasi kurang optimal. Kombinasi slury dengan pupuk urea pada takaran N yang sama yaitu sebesar 225 kg N/ha membebaskan gas N 2 O paling tinggi dari tanah dibanding dengan perlakuan tunggal pupuk urea maupun perlakuan slury. Menurut Suprihati (2007) pemberian pupuk organik yang memiliki kandungan karbon tinggi serta mudah termineralisasi, seperti pupuk kandang diduga mampu meningkatkan biomasa mikroba sehingga meningkatkan fluks N 2 O dari tanah pertanian. Kombinasi pupuk kandang yang mengandung asam-asam organik diantaranya asam lemak yang mudah menguap dengan pemberian pupuk N mudah tersedia seperti urea, menciptakan kondisi yang memicu pembebasan N 2 O. Kehilangan N 2 O terbesar terjadi pada bulan pertama pertanaman jagung.

20 9 Kehilangan N dalam bentuk N 2 O meningkat pada tanah yang dipupuk dengan pupuk organik. Dampak aplikasi slury sapi dalam jangka panjang mampu menurunkan ph tanah dibanding perlakuan pupuk kandang. Penurunan ph tanah tersebut akan mempengaruhi sejumlah reaksi biokimia yang berdampak pada biomas mikroba dan kandungan karbon organik tanah. Hal ini ditandai dengan lebih tingginya kandungan karbon organik tanah serta biomas mikroba pada tanah yang dipupuk dengan pupuk kandang dibanding perlakuan slury. Tingginya biomas mikroba dan karbon organik tanah memicu fluks N 2 O, fluks pada perlakuan pupuk kandang meningkat 2 kali dibanding perlakuan yang lain yaitu sebesar 4,9 kg N-N 2 O ha/thn melalui denitrifikasi dan fluks langsung sebesar 5,3 kg N-N 2 O ha/thn (Mogge et. al., 1999). Aplikasi slury dengan cara disemprotkan yang banyak dipraktekan di Amerika Serikat bagian Timur memberikan dampak peningkatan kehilangan N melalui fluks N 2 O. Pemberian slury mampu meningkatkan ketersediaan N dan kelembaban tanah, kombinasi faktor tersebut memacu reaksi reduksi nitrat. Kehilangan N dalam bentuk N 2 O selama 8 hari sebesar 8,5 mg N-N 2 O/m 2, nilai tersebut lebih rendah dibanding perlakuan urea yang dikombinasikan dengan glukose sebagai sumber karbon cepat tersedia yang mencapai 20,8 mg N-N 2 O/m 2, diduga pada slury tersebut mengandung senyawa yang mempengaruhi komunitas mikroba yang bekerja pada siklus N. Fluks N 2 O berkaitan erat dengan dosis N yang diberikan, pada penelitian tersebut digunakan 150 kg N/ha. Hal yang perlu diwaspadai adalah terjadinya fluks N 2 O yang hebat oleh residu nitrat yang terakumulasi pada tanah tersebut, potensial terdenitrifikasi dengan meningkatnya kelembaban tanah (Whalen, 2000). Selain itu Wrage et. al. (2001), mengungkapkan gas dinitrogen oksida + dapat terbentuk oleh proses nitrifikasi maupun denitrifikasi, NH 4 dapat teroksidasi dalam keadaan aerob melalui proses nitrifikasi menjadi senyawa NO - 3. Pada proses perubahan ini, N 2 O dapat terbentuk dalam jumlah yang kecil sebagai - hasil sampingan. Sedangkan, senyawa NO 3 dapat tereduksi melalui proses denitrifikasi dalam keadaan sedikit aerob menjadi N 2 O, pada proses ini N 2 O banyak terbentuk.

21 10 Sumber: Wrage et. al., 2001 Gambar 1. Proses pembentukan gas dinitrogen oksida (N 2 O) Gas dinitrogenn oksida terbentuk selama oksidasi NH4 + melalui + dekomposisii kimia intermediet antara NH 4 dan NO - 2 (Wrage et. al., 2001). Hal yang sama diungkapkann oleh Yanai et. al. (2007), N 2 O dihasilkan sebagai hasil sampingan dari proses nitrifikasi dan dihasilkan pula sebagai produk menengah pada prosess denitrifikasi, pada proses ini NO O 3 - dihasilkan pada saat keadaan rendah oksigen. Hasil penelitian Ginting dan Eighbal (2005) juga menyatakan bahwa NH + 4 dan NO - 3 meningkatkan fluks N 2 O. Mosier (1998) juga menyatakan pembentukan N 2 O di dalam tanah melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Kedua proses ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungann tanah seperti kondisi kelembaban, status oksigen tanah, suhu udara, ketersediaan N, bahan organik, dan ph. Lind dan Doran (1984) mengungkapkan bahwa kelembaban tanah dalam hal ini water filled pore space (WFPS) meningkatkan fluks N 2 O. Fluks N 2 O maksimum terbentuk ketika WFPS mencapai 60%, karena dalam proses denitrifikasi bila WFPS melebihi 60% yang terbentuk bukan gas dinitrogen oksida (N 2 O) melainkan gas nitrogen (N 2 ). Menurut Pathak (1999) kelembapan tanah dapat mempengaruhi proses denitrifikasi baik secara langsungg maupun tidak langsung diantaranya: (1) Membuat lingkungan yang sesuai untuk mikroorganis sme berkembang dan beraktivitas; (2) Membatasi tersedianya oksigen (O 2 ) pada pori-pori mikro tanah; (3) Mempermudah pelepasan substrat karbon (C) dan Nitrogen (N) melalui siklus

22 11 pembasahan dan pengeringan. Bagaimanapun yang terpenting dari tingginya kelembaban tanah adalah membatasi adanya O 2 pada pori tanah sehingga N 2 O mudah terbentuk dalam keadaan sedikit anaerobik. Produksi N 2 O meningkat baik melalui proses nitrifikasi maupun melalui proses denitrifikasi ketika tanah diberi aplikasi pupuk-n. Namun peningkatan unsur N baik dalam bentuk NH + 4 maupun NO - 3 di dalam tanah dapat berasal dari: (1) mineralisasi N dari bahan organik dan immobilisasinya, (2) fiksasi N dari udara oleh mikroorganisme (penambatan N dari udara oleh bakteri simbiotik maupun bakteri non simbiotik), (3) pemupukan (Soepardi, 1983; Leiwakabessy, 1988). Temperatur juga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan N 2 O. Didapatkan N 2 O meningkat dari suhu 5 0 C sampai 40 0 C. Akan tetapi suhu optimum untuk terjadinya proses denitrifikasi yaitu antara 60 0 C sampai 70 0 C. Saat suhu mencapai keadaan optimum, terjadi kombinasi antara proses biologi dan proses kimia sehingga N 2 O yang terbentuk dapat optimum (Pathak, 1999). Akan tetapi memperhitungkan fluks N 2 O secara rinci di tingkat global dari dalam tanah tidak dapat di pastikan keakuratannya (Katayangi et. al., 2008) Komoditas Tanaman Di Indonesia, berbagai komoditas tanaman pangan dapat dibudidayakan. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistika, Biro pusat statistika mencatat tanaman pangan utama yang ditanam di Indonesia secara berturut-turut adalah padi, jagung, singkong, kacang tanah dan ubi jalar. Berikut rincian luas panen, produktivitas serta produksi dari tanaman-tanaman pangan utama yang ada di Indonesia. Tabel 1. Luas panen, produktivitas dan produksi tanaman pangan utama Indonesia. No Jenis Tanaman Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/ha) Produksi (ton) 1 Padi , Jagung , Singkong , Kedelai , Kacang Tanah , Ubi Jalar , Sumber: BPS 2012

23 Berdasarkan Tabel 1 diatas, dapat kita ketahui bahwa, dengan cukup luasnya lahan yang ditanami jagung, kacang tanah dan singkong di Indonesia, maka penting untuk melakukan penelitian tentang fluks gas CH 4 dan N 2 O pada ketiga penggunaan lahan tersebut. 12

24 Bahan dan Alat III. BAHAN DAN METODE Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel gas dan sampel tanah pada masing-masing lahan yang diambil secara berkala. Alat-alat yang digunakan adalah; peralatan untuk pengambilan sampel gas (Chamber, Syringe, botol kedap udara), peralatan untuk pengambilan sampel tanah (Ring Sample, skup, palu kayu) dan alat pengukur variabel lingkungan di lapang (termohigrometer digital, dan portabel temperature probe), alat analisis laboratorium (gas chromatography, oven, timbangan analitik, dan peralatan destilasi) Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Bantar Kambing, Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, lokasi kebun secara rinci dapat dilihat pada lampiran 11. Lokasi penelitian merupakan lokasi yang sangat intensif dipergunakan untuk budidaya pertanian. Dari berbagai komoditas pertanian yang ditanam oleh petani di lokasi ini, kami memilih tanaman jagung, kacang tanah dan singkong sebagai komoditas yang di teliti, karena ketiga komoditas ini merupakan komoditas penting yang dibudidayakan di Indonesia. Sedangkan siklus tanam yang biasa dilakukan petani di lokasi penelitian dapat di lihat pada lampiran 4. Pengukuran fluks CH 4 dan N 2 O serta variabel iklim dilakukan dari bulan November 2010 sampai bulan Februari Metode Metode penelitian meliputi pemilihan tempat penelitian, persiapan peralatan dan bahan, pelaksanaan penelitian lapang dan analisis data. Untuk mengetahui fluks gas pada lahan-lahan pertanian dipilih lahan yang intensif dipergunakan untuk budidaya pertanian sepanjang tahun. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan fluks gas pada lahan-lahan pertanian, dipilih lahan yang ditanami oleh jagung, kacang tanah dan singkong yang letaknya berdekatan sehingga diharapkan tidak ada perbedaan lingkungan, tanah, dan air yang signifikan. Kondisi iklim di lingkungan ini termasuk kedalam iklim tropis. Berdasarkan sistem taksonomi tanah menurut USDA (soil survey staff, 2000),

25 14 tanah dilokasi ini diklasifikasikan kedalam Typic Dystrudept sedangkan tekstur tanah dilokasi penelitian dapat di lihat pada lampiran Pelaksanaan Penelitian Lapang Pengukuran fluks CH 4 dan N 2 O pada masing-masing lahan dimulai sejak masa tanam sampai panen, namun untuk lahan singkong diambil sampel gas, variable iklim dan sampel tanah pada tiga lahan singkong yang memiliki usia tanam berbeda, yakni singkong yang berusia 0-3 bulan, 3-6 bulan dan 6-9 bulan. Pengambilan sampel gas pada lahan singkong dengan usia berbeda dilakukkan untuk mengetahui fluks CH 4 dan N 2 O pada kondisi lingkungan (cuaca/curah hujan) yang sama. Untuk mendapatkan total fluks, variable iklim dan sampel tanah yang mewakili variabilitas, pada setiap lahan ditempatkan tiga buah sungkup. Penempatan sungkup pada lahan jagung dan singkong dua buah diletakan di baris tanaman dan satu buah diletakan di baris antar tanaman, karena pada kedua penggunaan lahan terdapat baris tanaman dan baris antar tanaman. Sedangkan penempatan sungkup pada lahan kacang tanah tiga buah sungkup diletakan di baris tanaman karena pada lahan kacang tanah jarak tanam sangat rapat, sehingga tidak memungkinkan untuk menempatkan sungkup pada baris antar tanaman. Peletakan sungkup pada setiap lokasi lahan penelitian dapat di lihat pada gambar 2 di bawah ini, atau lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 13,14 dan 15. Jagung dan Singkong Kacang Tanah Gambar 2. Letak sungkup pada masing-masing lahan. Pengambilan gas dilakukan secara berkala setiap minggu pada setiap lahan. Pengambilan sampel juga dilakukan serta pengambilan dilakukan pulasebelum dan setelah lahan diberi pupuk atau setelah dilakukan pengolahan

26 15 tanah di lahan penelitian. Pada setiap pengambilan sample sampel gas juga dilakukan pengambilan sample sampel tanah Metode Pengambilan Gas Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel gas adalah metode ruang tertutup. Metode tersebutini, merupakan metode yang dengan menggunakan alat (sungkup) untuk menangkap gas yang keluar dari dalam tanah. Sebelum menggunakan sungkup, dipermukaan tanah ditanam besi silinder (base chamber) sedalam 3 cm. Penanaman ini dilakukkan untuk mencegah kebocoran gas dari dasar sungkup. Sungkup yang digunakan untuk menangkap gas berbentuk tabung dengan diameter 20 cm dan tinggii 26 cm. Sungkup ini diletakan diatas base chamber dan ditutup dengan akrilik yang memiliki 3 buah sirkulasi udara, dengann fungsi mempertahankan tekanan didalam sungkup dan mengambil gas yang ada didalam sungkup. Pengambilan gas dilakukkan dalam tiga selang waktu, yakni waktu 0 menit, 20 menit dan 40 menit. Pengambilan pada waktu 0 menit merupakan pengambilan yang dilakukan sebelum sungkup ditutup, setelah sungkup ditutup pengambilan gas dilakukan pada waktu 20 menit dan 40 menit kemudian. Pengambilan gas padaa setiap selang waktu sebanyak 20 ml dimasukan kedalam botol kedap udara. Berdasarkan perbedaan selang waktu ini maka didapatkan fluks CH 4 dan N 2 O pada selang waktu tersebut. 25 ml 25 cm Chamber 1 cm 20 cm 1 cm 3 cm Base 20 cm

27 16 Sumber: Toma dan Hatano, 2007 Gambar 3. Sungkup dan peralatan untuk mengambil sampel gas dengan metode ruang tertutup Setelah Sampel gas didapat, kemudian gas dianalisis menggunakan gas chromatography (GC), digunakan dua jenis detektor GC untuk menganalisis kedua jenis gas ini yaitu flame ionization detector (FID) untuk analisis CH 4 dan electron capture detector (ECD) untuk analisis N 2 O. Semua analisis ini dilakukan di Universitas Hokkaido, Jepang Pengukuran Variabel Lingkungan dan Sampel Tanah Selain mengambil sampel gas, dilakukan pula pengukuran variabel lingkungan seperti suhu udara, suhu tanah, kelembaban relatif udara, serta sampel tanah untuk dianalisis sifat kimia dan fisik tanahnya. Untuk ppengukuran suhu udara dan kelembaban relatif kami mengdigunakan termo-higrometersedangkan, untuk mengetahui suhu tanah menggunakandigunakan portabel temperature probe dengan kedalaman 5 cm sedangkan dan untuk mengambil sampel tanah kami menggunkandigunakan ring sampel Perhitungan Gas Rumus yang digunakan untuk mendapatkan fluks CH 4 dan N 2 O dari sampel gas yang didapat adalah sebagai berikut: Fluks (C-CH 4 ) = ρ (CH 4 ) X HC X C X X C Fluks (N-N 2 O) = ρ (N 2 O) X HC X C X X N Keterangan : ρ (CH 4 )= masa jenis CH 4(g) (10 6 mg m -3 ) T = suhu udara (K) ρ (N 2 O)= masa jenis N 2 O (g) (10 6 mg m N = bobot atom N -3 ) HC = tinggi sungkup (m) C = bobot atomc Cd = perbedaan konsentrasi gas (m 3 m -3 ) CH 4 = bobot molekul CH 4 dt = perbedaan waktu (jam) N 2 O = bobot molekul N 2 O

28 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fluks dan Total Fluks Gas Metana (CH 4 ) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong Pada Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan fluks CH 4 pada lahan jagung, kacang tanah dan singkong. Terdapat dua buah fluks CH 4 pada lahan jagung dan lahan singkong, sedangkan pada lahan kacang tanah 0hanya terdapat satu buah fluks CH 4. Fluks pada lahan kacang tanah hanya satu buahpada lahan kacang tanah hanya terdapat satu buah fluks karena ketiga sungkup diletakan pada baris tanaman, sehingga hasil fluks dari ketiga sungkup tersebut dapat dirata-ratakan. Sedangkan, Dua dua buah fluks pada lahan jagung dan singkong terdiri dari baris antar tanaman dan rata-rata (dua buah contoh) fluks CH 4 pada baris tanaman. Fluks pada lahan kacang tanah merupakan rata-rata fluks dari tiga buah sungkup di baris tanaman. Fluks pada ketiga lahan sangat kecil, hampir semua fluks berada di bawah 1 mg C-CH 4 /m 2 /hari, dengan selang fluks CH 4 di lahan jagung -0,73 sampai 1,23 mg C-CH 4 /m 2 /hari, lahan kacang tanah -0,27 sampai 0,89 mg C- CH 4 /m 2 /hari, dan lahan singkong -1,19 sampai 2,95 mg C-CH 4 /m 2 /hari. Berikut gambar yang menunjukan fluks pada ketiga penggunaan lahan. 1,5 1 fluks gas CH 4 (mg C-CH 4 /m 2 /hari) 0,5 0-0,5-1 -1, Hari baris antar tanaman baris tanaman Gambar 4. Fluks CH 4 pada lahan jagung

29 18 4 fluks gas CH 4 (mg C-CH 4 /m 2 /hari) Hari rata-ratakacang fluks pada tanahlahan kacang tanah Gambar 5. Fluks CH 4 pada lahan kacang tanah 4 3 Fluks gas CH 4 (mg C/m2/d) Hari baris antar tanaman baris tanaman Gambar 6. Fluks CH 4 pada lahan singkong. Gas metana merupakan gas yang terbentuk pada tanah-tanah anaerob dengan redoks potensial -220 volt. Suprihati (2007) menguangkapkan, gas CH 4 dihasilkan secara biologis oleh aktivitas mikrob yaitu aktivitas bakteri metanogen

30 19 melalui penguraian atau pembusukan bahan-bahan organik yang terjadi pada lahan sawah dan fermentasi anterik pada ruminan. Zaenal (1997) mengungkapkan, pada budidaya lahan kering CH 4 dapat terbentuk pada site-site anaerob. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat diketahui, pembentukan gas CH 4 sangat berkaitan dengan aktifitas bakteri metanogen yang membutuhkan bahan organik dan lingkungan yang anaerob. Sehingga pembentukan gas CH 4 pada lahan kering tanaman jagung, kacang tanah dan singkong yang diteliti ini diakibatkan oleh sitesite anaerob dengan bahan organik yang sedang terdekomposisi. Hal tersebut menimbulkan suasana yang sesuai untuk aktifitas bakteri metanogen. Dari Gambar 4,5 dan 6 kita dapat melihat fluks gas CH 4 bernilai negatif. Nilai fluks CH 4 yang negatif pada lahan kering yang diteliti ini dapat diakibatkan oleh aktifitas bakteri metanogen maupun aktifitas bakteri metanotrof. Aktifitas bakteri metanogen pada lahan-lahan kering sangat terbatas, bakteri ini hanya dapat beraktifitas pada site-site anaerob yang sangat sempit dengan bahan organik yang cukup. Pada site-site anaerob yang sempit ini ada kemungkinan CH 4 terbentuk pada masa awal pengambilan sampel gas (waktu 0 menit), kemudian pada masamasa pengambilan berikutnya (waktu 20 menit dan 40 menit) gas tersebut tidak diproduksi lagi oleh metanogen, dikarenakan site-site yang sesuai untuk pembentukan gas ini sudah tidak tersedia lagi. Sehingga ketika pada masa awal (0 menit) terukur terdapat konsentrasi gas CH 4 namun pada masa pengambilan yang kedua (20 menit) dan pengambilan yang ketiga (40 menit) konsentrasi tidak kontinu bertambah bahkan cenderung turun, menyebabkan nilai fluks CH 4 tersebut bernilai negatif. Selain bakteri metanogen (bakteri pembentuk gas metana) terdapat pula bakteri pengoksidasi CH 4 atau bakteri metanotrof. Bakteri metanotrof adalah mikroorganisme aerobik yang dapat tumbuh dan berkembang dengan CH 4 sebagai satu-satunya sumber energi. Oleh karena itu, oksidasi CH 4 dapat terjadi pada lingkungan mikro yang bersifat aerobik pada zona perakaran dan pada bagian yang bersifat oksik pada lapisan permukaan tanah. Proses oksidasi CH 4 tersebut diinisiasi oleh enzim metan mono-oksigenase yang berperan dalam konversi CH 4 menjadi metanol (Oremland dan Capone, 1988). Pembentukan gas CH 4 pada lahan-lahan kering sangatlah terbatas namun kondisi yang aerobik menunjang

31 20 aktifitas bakteri metanotrof, sehingga gas CH 4 yang terbentuk pada site-site terbatas tersebut dapat dimanfaatkan oleh metanotrof. Hal tersebut menyebabkan konsentrasi gas CH 4 terus berkurang dan mengakibatkan nilai fluks negatif. Nilai fluks negatif pada budidaya lahan kering didapatkan pula oleh para peneliti sebelumnya. Tercatat nilai fluks pada budidaya kedelai -0,05 mg C-CH 4 /m 2 /jam (Ernawanto et. al, 2003), Fluks CH 4 dari empat macam tipe penggunaan tanah (hutan tua, hutan habis tebang, dibakar setelah tebang dan perkebunan karet) di Jambi, Sumatera berkisar antara -21,2 hingga 4, mg C-CH 4 /m 2 /jam (Ishizuka et. al., 2002). Dari fluks gas CH 4 per hari dapat diketahui total fluks CH 4 per tahun. Total fluks diperoleh dengan cara menghitung areal fluks di bawah kurva selama priode penelitian. Terhitung ttotal fluks CH 4 tertinggi terdapat di lahan kacang tanah, yaitu sebesar 1,57 kg C-CH 4 /ha/tahun, sedangkan total fluks terendah terdapat pada lahan singkong sebesar -0,3 kg C-CH 4 /ha/tahun (Tabel 1), sedangkan data mengenai fluks CH 4 dan variable lingkungan pada setiap pengambilan sampel dapat di lihat pada lampiran 5, 6 dan 7. Tabel 2.Total fluks CH 4, konsentrasi NO 3 -, konsentrasi NH 4 + dan WFPS pada lahan jagung, kacang tanah dan singkong Komoditas Total fluks CH 4 (mgc/ha/hari) STDEV Konsentrasi - NO3 (mg NO - 3 /kg) Konsentrasi NH 4 + (mg NH 4 + /kg) WFPS (%) Jagung -0,30 0,64 31,69 15,79 46,39 Kacang Tanah 1,57 1,24 15,91 8,13 36,92 Singkong 1,05 0,50 14,37 5,82 43,37 Keragaman data fluks CH 4 dari ketiga lahan tanaman tersebut sangat besar. Keragaman yang besar ini menandakan kemungkinan tidak ada perbedaan fluks yang signifikan dari ketiga penggunaan lahan tersebut. Bila dibandingkan total fluks CH 4 dari lahan jagung, kacang tanah dan singkong dibandingkan dengan total fluks pada lahan padi sawah, nilai fluks yang terukur sangat kecil.,diketahui bberdasarkan penelitian Setyanto (2004) fluks CH 4 pada lahan sawah minimum 107,1 kg/ha/musim dan maksimum mencapai 798 kg/ha/musim, serta dibandingkan pula dengan hasil penelitian fluks CH 4 Ernawanto et. al. (2003)

32 21 pada sistem penanaman walik jerami kedelai - padi gogo rancah diperkirakan sebesar 199,2 kg/ha/tahun dengan rataan 2,3 mg/m 2 /jam. Berbagai data hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa lahan kering yang ditanami oleh jagung, kacang tanah dan singkong yang diteliti memiliki total fluks CH 4 sangat kecil, bahkan mungkin dapat diabaikan bila dibandingkan dengan total fluks CH 4 yang terbentuk dari lahan-lahan yang tergenang (anaerob) Fluks Gas Dinitrogen Oksida (N 2 O) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong Berdasarkan hasil pengukuran, pengamatan dan analisis sampel udara yang dilakukan, terlihat fluks gas dinitrogen oksida (N 2 O) pada lahan jagung, kacang tanah dan singkong pada gambar 7, 8 dan 9. Fluks N 2 O (mg N/m2/d Keterangan = Hujan = Aplikasi Pupuk Hari baris tanaman baris antar tanaman Gambar 7. Fluks N 2 O pada lahan jagung

33 22 1,5 Fluks N 2 O (mg N/m2/hr 1 0,5 0-0, Hari Rata-rata emisi Gambar 8. Fluks N 2 O pada lahan kacang tanah Fluks N 2 O (mg N/m2/hr Keterangan = Hujan = Aplikasi Pupuk Hari baris antar tanaman baris tanaman Gambar 9. Fluks N 2 O pada lahan singkong Pada Gambar 7, 8 dan 9 terukur range fluks untuk lahan jagung jauh lebih tinggi dibandingkan dengan range fluks dari lahan kacang tanah maupun lahan singkong. Pada lahan jagung fluks N 2 O dapat mencapai 20 mg N-N 2 O/m 2 /hari pada awal penanaman, lahan kacang tanah 0,52 mg N-N 2 O/m 2 /hari dan pada lahan singkong terlihat fluks N 2 O maksimal sebesar 5 mg N-N 2 O/m 2 /hari.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanasan Global

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanasan Global 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanasan Global Pemanasan global merupakan sebuah proses meningkatnya suhu muka bumi. Menurut Abdullah dan Khoiruddin (2009) pemanasan global diakibatkan oleh efek rumah kaca,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fluks dan Total Fluks Gas Metana (CH 4 ) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong Pada Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan fluks CH 4 pada lahan jagung, kacang tanah dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan Juni 2011. Lokasi penelitian terletak di Desa Bantar Kambing, Kecamatan Ranca Bungur,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Bakteri metanotrof adalah bakteri Gram negatif, bersifat aerob dan menggunakan metan sebagai sumber karbon dan energi (Auman 2001). Karakteristik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN ADI BUDI YULIANTO F14104065 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2 Rasional Penambahan pupuk N pada lahan gambut dapat mempengaruhi emisi GRK. Urea merupakan pupuk N inorganik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL PEMANASAN GLOBAL APA ITU PEMANASAN GLOBAL Perubahan Iklim Global atau dalam bahasa inggrisnya GLOBAL CLIMATE CHANGE menjadi pembicaraan hangat di dunia dan hari ini Konferensi Internasional yang membahas

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

FENOMENA GAS RUMAH KACA

FENOMENA GAS RUMAH KACA FENOMENA GAS RUMAH KACA Oleh : Martono *) Abstrak Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO 2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO 2 ini disebabkan

Lebih terperinci

Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Budidaya Lima Macam Tanaman

Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Budidaya Lima Macam Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistematika hasil dan pembahasan disajikan dalam beberapa sub bagian yaitu Fluks metana dan karakteristik tanah pada budidaya lima macam tanaman; Pengaruh pengelolaan air terhadap

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim dewasa ini menjadi isu yang paling hangat dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi termasuk manusia. Pelepasan gas-gas yang disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Ozon (O 3 ) mempunyai fungsi melindungi bumi dari radiasi sinar Ultraviolet Ozon sekarang ini

Lebih terperinci

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 EKOSISTEM Topik Bahasan: Aliran energi dan siklus materi Struktur trofik (trophic level) Rantai makanan dan

Lebih terperinci

POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR

POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR Potensi Emisi Metana ke Atmosfer Akibat Banjir (Lilik Slamet) POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR Lilik Slamet S Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, Lapan e-mail: lilik_lapan@yahoo.com RINGKASAN

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Penebangan hutan yang liar mengurangi fungsi hutan sebagai penahan air. Akibatnya, daya dukung hutan menjadi berkurang. Selain itu, penggundulan hutan dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi. Akibat

Lebih terperinci

PENIPISAN LAPISAN OZON

PENIPISAN LAPISAN OZON PENIPISAN LAPISAN OZON Sebab-sebab Penipisan Lapisan Ozon Lapisan ozon menunjukkan adanya ozon di atmosfer. Stratosfer merupakan lapisan luar atmosfer dan terpisah dari troposfer (lapisan bawah) oleh tropopause.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kehilangan karbon di sektor pertanian disebabkan oleh cara praktik budidaya yang tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi sejak tahun 80-an telah memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini berdampak kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang pertanian, sebab tanah merupakan media tumbuh dan penyedia unsur hara bagi tanaman.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK Nama NIM Tugas :Wiwi Widia Astuti :E1A012060 :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK Dalam beberapa tahun terakhir, isu pemanasan global semakin sering dibicarakan baik dalam skala kecil sampai tingkat internasional.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit

Lebih terperinci

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Global Warming Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 C (1.33 ± 0.32 F)

Lebih terperinci

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya SIKLUS OKSIGEN Pengertian, Tahap, dan Peranannya Apa yang terbesit dalam pikiran anda bila mendengar kata oksigen? Seperti yang kita tahu, oksigen bagian dari hidup kita yang sangat kita butuhkan keberadaannya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA Emisi Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah Pertanian

II.TINJAUAN PUSTAKA Emisi Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah Pertanian II.TINJAUAN PUSTAKA Emisi Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah Pertanian Metana (CH 4 ) merupakan salah satu gas rumah kaca yang diemisikan oleh tanah dari sumber biotik (Duxbury dan Mosier, 1997; Greene

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

FIsika PEMANASAN GLOBAL. K e l a s. Kurikulum A. Penipisan Lapisan Ozon 1. Lapisan Ozon

FIsika PEMANASAN GLOBAL. K e l a s. Kurikulum A. Penipisan Lapisan Ozon 1. Lapisan Ozon Kurikulum 2013 FIsika K e l a s XI PEMANASAN GLOBAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Dapat menganalisis gejala pemanasan global, efek rumah

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10 SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10 1. Akhir-akhir ini suhu bumi semakin panas dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena efek rumah kaca. Faktor yang mengakibatkan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kondisi

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI

PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI PENDUGAAN EMISI GAS METAN (CH 4 ) PADA BERBAGAI SISTEM PENGELOLAAN TANAMAN PADI Oleh : YANUESTIKA DWIJAYANTI F14103011 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Dinamika Unsur Hara pada Berbagai Sistem Pengelolaan Padi Sawah 4.1.1. Dinamika unsur N Gambar 12 menunjukkan dinamika unsur nitrogen di dalam tanah pada berbagai sistem pengelolaan

Lebih terperinci

HASIL. Tekstur dan komposisi tanah Hasil analisis tekstur dan komposisi bahan organik pada tabel 1 menunjukkan bahwa

HASIL. Tekstur dan komposisi tanah Hasil analisis tekstur dan komposisi bahan organik pada tabel 1 menunjukkan bahwa Analisa Reduksi Asetilen (ARA : Acetylene Reduction Assay). Sebanyak,5 ml inokulum bakteri pertama pertama dan,5 ml inokulum bakteri kedua diinokulasikan kedalam campuran 2 ml NMS cair bebas nitrogen yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BB PNDHULUN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial didunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia dengan jumlah produksi pada tahun 2013 yaitu sebesar 27.746.125 ton dengan luas lahan

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung pada tahun 2013 memiliki luas panen untuk komoditi singkong sekitar 318.107 hektar

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin

Lebih terperinci

15B08063_Kelas C SYAMSUL WAHID S. GEJALA PEMANASAN GLOBAL (Kelas XI SMA) PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR STRUKTUR MATERI

15B08063_Kelas C SYAMSUL WAHID S. GEJALA PEMANASAN GLOBAL (Kelas XI SMA) PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR STRUKTUR MATERI GEJALA PEMANASAN GLOBAL (Kelas XI SMA) SYAMSUL WAHID S 15B08063_Kelas C PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR STRUKTUR MATERI GEJALA PEMANASAN GLOBAL PEMANASAN GLOBAL A. Kompetensi Dasar 3.9

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

APA ITU GLOBAL WARMING???

APA ITU GLOBAL WARMING??? PEMANASAN GLOBAL APA ITU GLOBAL WARMING??? Pemanasan global bisa diartikan sebagai menghangatnya permukaan Bumi selama beberapa kurun waktu. Atau kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan KTK yang tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini memunyai

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Oleh : Imam Hambali Pusat Kajian Kemitraan & Pelayanan Jasa Transportasi Kementerian Perhubungan Pada awal Februari 2007 yang lalu Intergovernmental Panel on Climate

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA Pengelolaan lingkungan diperlukan agar lingkungan dapat terus menyediakan kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lingkungan abiotis terdiri dari atmosfer,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia pada saat ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca yang menurut sebagian

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia Keenam sektor; Kehutanan, pertanian, pembangkit listrik, transportasi, bangunan dan semen bersama-sama dengan emisi yang berhubungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global dan Pertanian Sawah

TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global dan Pertanian Sawah TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global dan Pertanian Sawah Pemanasan global berkaitan dengan peningkatan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer dan perubahan iklim. Metan (CH 4 ) dan dinitrogen oksida (N 2 O) merupakan

Lebih terperinci

MAKALAH PEMANASAN GLOBAL

MAKALAH PEMANASAN GLOBAL MAKALAH PEMANASAN GLOBAL Disusun Oleh : 1. MUSLIMIN 2. NURLAILA 3. NURSIA 4. SITTI NAIMAN AYU MULIANA AKSA 5. WAODE FAJRIANI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar belakang disusunnya makalah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim 263 11. KESIMPULAN UMUM Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Gejala perubahan iklim semakin nyata yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 4.1.1. Karbondioksida (CO 2 ) Keanekaragaman nilai fluks yang dihasilkan lahan pertanian sangat tergantung pada sistem pengelolaan lahan tersebut.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan di bumi. Dimana Iklim secara langsung dapat mempengaruhi mahluk hidup baik manusia, tumbuhan dan hewan di dalamnya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (CH 2 O)n + n O 2 n CO 2 + n H 2 O + e - (1) mikrob (CH 2 O)n + nh 2 O nco 2 + 4n e - + 4n H + (2)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (CH 2 O)n + n O 2 n CO 2 + n H 2 O + e - (1) mikrob (CH 2 O)n + nh 2 O nco 2 + 4n e - + 4n H + (2) HASIL DAN PEMBAHASAN Dinamika Eh dan ph Ketika tanah digenangi, air akan menggantikan udara dalam pori tanah. Pada kondisi seperti ini, mikrob aerob tanah menggunakan semua oksigen yang tersisa dalam tanah.

Lebih terperinci

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira Udara & Atmosfir Angga Yuhistira Udara Manusia dapat bertahan sampai satu hari tanpa air di daerah gurun yang paling panas, tetapi tanpa udara manusia hanya bertahan beberapa menit saja. Betapa pentingnya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci